LP-HT
Transcript of LP-HT
LAPORAN PENDAHULUAN
HIPERTENSI
A. DEFINISI
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolic di atas 90 mmHg. Pada populasi
manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolic
90 mmHg (Smeltzer, 2002).
Menurut World Health Organization (WHO) batasan tekanan darah yang masih
dianggap normal adalah 140/90 mmHg, sedangkan tekanan darah ≥160/95 mmHg
dinyatakan sebagai hipertensi. Tekanan darah diantara normotensi dan hipertensi disebut
borderline hypertension. Batasan WHO tersebut tidak membedakan usia dan jenis
kelamin
Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hipertensi
merupakan suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik dan diastolik di atas nilai
normal.
B. KLASIFIKASI
Menurut The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (2004), klasifikasi dari
hipertensi adalah sebagai berikut:
Tabel 1.1 Klasifikasi Hipertensi menurut JNC VII
Klasifikasi Tekanan
Darah
Tekanan Darah
Sistolik
Tekanan Darah
Diastolik
Normal <120 dan <80
Prehipertensi 120–139 atau 80-89
Hipertensi stage 1 140-159 atau 90–99
Hipertensi stage 2 > 160 atau > 100
(U.S. Department of Health and Human Services, 2004)
C. ETIOLOGI
Sekitar 90% kasus hipertensi dengan penyebab yang belum diketahui disebut
dengan hipertensi primer atau esensial. Sedangkan, sekitar 7% disebababkan oleh
kelainan ginjal atau hipertensi renalis dan 3% disebabkan oleh kelainan hormonal atau
hipertensi hormonal atau penyebab lain (Muttaqin, 2009).
Menurut Corwin (2001), penyebab hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
1. Hipertensi Esensial (Primer)
Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak atau belum
diketahui penyebabnya (terdapat pada kurang lebih 90 % dari seluruh hipertensi).
Hipertensi primer kemungkinan memiliki banyak penyebab; beberapa perubahan pada
jantung dan pembuluh darah bersama-sama dapat menyebabkan meningkatnya
tekanan darah. Selain itu, terdapat banyak faktor yang mempengaruhi seperti genetika,
lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, sistem renin angiotensin, efek dari
eksresi natrium, obesitas, merokok dan stress (Tambayong, 2000).
2. Hipertensi Sekunder
Jika penyebabnya diketahui, maka disebut hipertensi sekunder. Pada sekitar 5-
10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%,
penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil
KB).
Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder adalah sebagai berikut:
a) Penyakit ginjal: stenosis arteri renalis, pielonefritis, glomerulonefritis, tumor-tumor
ginjal, penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan), trauma pada ginjal (luka yang
mengenai ginjal), dan terapi penyinaran yang mengenai ginjal.
b) Kelainan hormonal: hiperaldosteronisme, sindroma cushing, dan feokromositoma
c) Obat-obatan: pil KB, kortikosteroid, siklosporin, eritropoietin, kokain,
penyalahgunaan alkohol, dan kayu manis (dalam jumlah sangat besar).
d) Penyebab lainnya: koartasio aorta, preeklamsi pada kehamilan, porfiria intermiten
akut, dan keracunan timbal akut (Baradero, 2008).
D. FAKTOR RESIKO
Risiko relatif hipertensi tergantung pada jumlah dan keparahan dari faktor risiko
yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor-faktor yang tidak dapat
dimodifikasi antara lain faktor genetik, umur, jenis kelamin, dan etnis. Sedangkan faktor
yang dapat dimodifikasi meliputi stres, obesitas, merokok dan nutrisi.
Faktor yang tidak dapat dimodifikasi meliputi:
1. Usia
Seiring bertambahnya umur, maka tekanan darah juga akan meningkat.
Setelah umur 45 tahun, dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya
penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan
berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku. Tekanan darah sistolik meningkat
karena kelenturan pembuluh darah besar yang berkurang pada penambahan umur
sampai dekade ketujuh sedangkan tekanan darah diastolik meningkat sampai dekade
kelima dan keenam kemudian menetap atau cenderung menurun. Peningkatan umur
akan menyebabkan beberapa perubahan fisiologis, pada usia lanjut terjadi
peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik. Pengaturan tekanan darah yaitu
reflex baroreseptor pada usia lanjut sensitivitasnya sudah berkurang, sedangkan peran
ginjal juga sudah berkurang dimana aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus
menurun.
2. Jenis kelamin
Pada umumnya insiden pada pria lebih tinggi daripada wanita, namun pada
usia pertengahan dan lebih tua, insiden pada wanita akan meningkat, sehingga pada
usia diatas 65 tahun, insiden pada wanita lebih tinggi (Tambayong, 2000).
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun wanita
terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita yang belum
mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam
meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi
merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek
perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia
premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit
hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses
ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai
dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-
55 tahun.
3. Faktor Genetik
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu
mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan
kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium
Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar
untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan
riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan
riwayat hipertensi dalam keluarga (Tambayong, 2000).
4. Etnis
Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam dari pada yang berkulit
putih. Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti penyebabnya. Namun pada orang
kulit hitam ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan sensitifitas terhadap
vasopressin lebih besar (Tambayong, 2000).
Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi meliputi:
1. Obesitas
Obesitas adalah ketidakseimbangan antara konsumsi kalori dengan kebutuhan
energi yang disimpan dalam bentuk lemak (jaringan sub kutan tirai usus, organ vital
jantung, paru dan hati) yang menyebabkan jaringan lemak in aktif sehingga beban
kerja jantung meningkat. Obesitas juga didefinisikan sebagai kelebihan berat badan
sebesar 20% atau lebih dari berat badan ideal. Obesitas adalah penumpukan jaringan
lemak tubuh yang berlebihan dengan perhitungan IMT > 27.0. pada orang yang
menderita obesitas ini organ-organ tubuhnya dipaksa untuk bekerja lebih berat, oleh
sebab itu pada waktunya lebih cepat gerah dan capai. Akibat dari obesitas, para
penderita cenderung menderita penyakit kardiovaskuler, hipertensi dan diabetes
mellitus (Tambayong, 2000).
2. Merokok
Departemen of Healt and Human Services, USA (1989) menyatakan bahwa
setiap batang rokok terdapat kurang lebih 4000 unsur kimia, diantaranya tar, nikotin,
gas CO, N2, amonia dan asetaldehida serta unsur-unsur karsinogen. Nikotin, penyebab
ketagihan merokok akan merangsang jantung, saraf, otak dan bagian tubuh lainnya
bekerja tidak normal. Nikotin juga merangsang pelepasan adrenalin sehingga
meningkatkan tekanan darah, denyut nadi, dan tekanan kontraksi otot jantung. Selain
itu, meningkatkan kebutuhan oksigen jantung dan dapat menyababkan gangguan
irama jantung (aritmia) serta berbagai kerusakan lainnya
3. Pola asupan garam dalam diet
Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO)
merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya
hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol
(sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam) perhari. Konsumsi natrium yang berlebih
menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk
menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan
ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut
menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya
hipertensi. Oleh karena itu disarankan untuk mengurangi konsumsi natrium/sodium.
Sumber natrium/sodium yang utama adalah natrium klorida (garam dapur), penyedap
masakan monosodium glutamate (MSG), dan sodium karbonat. Konsumsi garam
dapur (mengandung iodium) yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram per hari, setara
dengan satu sendok teh. Dalam kenyataannya, konsumsi berlebih karena budaya
masak memasak masyarakat kita yang umumnya boros menggunakan garam dan
MSG (Tambayong, 2000).
4. Olah raga
PATOFISIOLOGI
Genetik, gerontologi, obesitas
Perubahan struktur & fungsi PD
Elastisitas PD
Pompa jantung
Aliran darah perifer
Nikotin
Merokok
Asetil kolin ke PD
Stress, cemas, takut
Norepineprin
Vasokonstriksi PD
Tekanan darah sistemik
epineprin Katekolamin
Nikotin
Merokok
Katekolamin
Pelepasan renin
Angiotensin I
Angiotensin II
Aldosteron
Retensi Na & K
Mediator nyeri
PD Otak
Hipertropi ventrikel
CO
Beban jantung
Iskemi
Nyeri kepala
Gangguan perfusi jaringan
Penurunan CO
Kelelahan
BUN & Cr Vol.intravaskuler Filtrasi ginjal ↓ Kelebihan Vol.Cairan
Pelepasan mediator nyeri
Pembuluh darah otak
Nyeri akut
E. MANIFESTASI KLINIS
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun
secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan
dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud
adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan;
yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan
tekanan darah yang normal.
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut:
1. Sakit kepala, terutama bagian belakang waktu bangun pagi atau kapan saja, sewaktu
mengalami ketegangan
2. Pusing (migrain), susah tidur, susah konsentrasi, mudah tersinggung
3. Berdebar, dada terasa berat atau sesak waktu aktifitas
4. Kelelahan, mual, muntah, sesak nafas, dan gelisah (Smeltzer, 2002).
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. CBC, meliputi pemeriksaan hemoglobin atau hematokrit untuk menilai viskositas dan
indikator faktor resiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia.
2. Kimia darah, meliputi:
a) BUN/ kreatinin: menilai perfusi atau faal renal.
b) Glukosa serum: hiperglikemia (DM adalah presipitator hipertensi) akibat dari
peningkatan kadar katekolkamin.
c) Kadar kolesterol/trigliserida: peningkatan kadar mengindikasikan predisposisi
pembentukan plak atheromasus.
d) Kadar serum aldosteron: menilai adanya aldosteronisme primer
e) Cek tiroid: menilai adanya hipertiroidisme yang berkontribusi terhadap vasokontriksi
dan hipertensi
f) Uric Acid: hiperurisemia merupakan implikasi faktor resiko hipertensi
3. Elektrolit
a) Serum pottasium: hipokalemia mengindikasikan adanya aldosteronisme dan atau
efek samping terapi diuretik
b) Serum kalsium bila meningkat berkontribusi terhadap hipertensi
4. Urine
a) Analisa urine: adanya darah, protein, glukosa dalam urine mengindikasikan adanya
disfungsi renal atau DM
b) Steroid urine: peningkatan kadar mengindikasikan hiperadrenalisme,
pheochromacytoma atau disfungsi pituitary, Cushing’s syndrome. Kadar renin juga
meningkat
5. Radiologi
a) Intra Venous Pyelografi (IVP): mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti renal
pharenchymal disease, urolithiasis dan BPH.
b) Rontgen thorax: menilai adanya kalsifikasi obstruktif katub jantung, deposit kalsium
pada aorta dan pembesaran jantung.
6. Elektrokardiogram: menilai adanya hipertrofi miokard, pola strain, gangguan konduksi
atau disritmia
G. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan medis pada klien dengan hipertensi adalah mencegah
terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mencapai dan mempertahankan
tekanan darah dibawah 140/90 mmHg. Efektivitas tiap program ditentukan oleh derajat
hipertensi, komplikasi, biaya perawatan, dan kualitas hidup sehubungan dengan terapi
(Smeltzer, 2002).
1. Modifikasi gaya hidup
Beberapa penelitian menunjukkan pendekatan nonfarmakologi yang dapat
mengurangi hipertensi adalah sebagai berikut :
Teknik-teknik mengurangi stres
Penurunan berat badan
Pembatasan alkohol, natrium, dan tembakau
Olahraga atau latihan (meningkatkan lipoprotein berdensitas tinggi)
Relaksasi merupakan intervensi wajib yang harus dilakukan pada setiap terapi anti
hipertensi.
Klien dengan hipertensi ringan yang berada dalam risiko tinggi (pria, perokok)
atau bila tekanan darah diastoliknya menetap diatas 85 atau 95 mmHg dan sistoliknya
diatas 130 sampai 139 mmHg, perlu dimulai terapi obat-obatan (Muttaqin, 2009).
Menurut Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and
Treatment of High Blood Pressure (JNC) menganjurkan modifikasi gaya hidup dalam
mencegah dan menangani tekanan darah tinggi, selain terapi dengan obat. Termasuk
dalam modifikasi gaya hidup adalah penurunan berat badan, penerapan diet kombinasi
Dietary Approach to Stop Hypertension (DASH), reduksi asupan garam, aktivitas fisik
yang teratur, dan pembatasan asupan alkohol. Selain itu, berhenti merokok juga
dianjurkan untuk mengurangi resiko kardiovaskular secara keseluruhan. Masing-
masing mempunyai efek penurunan tekanan darah yang berperan dalam pencegahan
komplikasi hipertensi dan bila dijalankan secara bersamaan akan mempunyai efek
penurunan tekanan darah yang lebih nyata.
Tabel Modifikasi Gaya Hidup untuk Mencegah dan Menangani Hipertensi
Modifikasi RekomendasiPerkiraan penurunan
TD sistolik
Penurunan BB Menjaga berat badan normal
(IMT 18,5-24,9 kg/m2
5-20 mmHg/10 kg
Diet kombinasi DASH Konsumsi diet kombinasi
yang kaya akan buah, sayur,
dan produk makanan dengan
kadar total lemak dan
terutama kadar lemak
tersaturasi yang rendah
8-14 kg
Reduksi asupan
garam
Asupan garam tidak melebihi
100 mmol/hari (2,4 gr Na
atau 6 gr NaCl)
2-8 mmHg
Aktivitas fisik Aktivitas fisik yang teratur
seperti berjalan, aerobic
(setidaknya 30 menit per hari,
setidaknya 4-5 hari
seminggu)
4-9 mmHg
Konsumsi alkohol Membatasi konsumsi, tidak
melebihi 2 gelas per hari
pada pria dan tidak melebihi
1 gelas per hari pada wanita
dan individu dengan berat
badan ringan
2-4 mmhg
(U.S. Department of Health and Human Services, 2004)
2. Terapi farmakologis
Obat anti hipertensi dapat dipakai sebagai obat tunggal atau dicampur dengan
obat lain, obat-obatan ini diklasifikasikan menjadi lima kategori yaitu:
a) Diuretic
Hidroklorotiazid adalah diuretik yang paling sering diresepkan untuk
mengobati hipertensi ringan. Hidroklorotiazid dapat diberikan sendiri pada klien
dengan hipertensi ringan atau klien yang baru. Banyak obat antihipertensi
menyebabkan retensi cairan, karena itu seringkali diuretik diberi bersama
antihipertensi
b) Menekan simpatetik (simpatolitik)
Penghambat adrenergik-alfa
Golongan obat ini memblok reseptor adrenergik alfa 1, menyebabkan
vasodilatasi dan penurunan tekanan darah. Penghambat beta juga menurunkan
lipoprotein berdensitas sangat rendah (VLDL) dan lipoprotein berdensitas rendah
(LDL) yang bertanggung jawab dalam penimbunan lemak diarteri
(arteriosklerosis).
Penghambat neuron adrenergik (simpatolitik yang bekerja perifer)
Penghambat neuron adrenergik merupakan obat antihipertensi yang kuat
yang menghambat norepinefrin dari ujung saraf simpatis, sehinggapelepasan
norepinefrin menjadi berkurang dan ini menyebabkan baik curah jantung maupun
tahanan vaskular perifer menurun. Reserfin dan guanetidin( dua obat yang paling
kuat) dipakai untuk mengendalikan hipertensi berat.
Hipotensi ortostatik merupakan efek samping yang sering terjadi klien
harus dinasehatkan untuk bangkit perlahan-lahan dari posisi berbaring atau dari
posisi duduk. Obat-obat dalam kelompok ini dapat menyebabkan retensi natrium
dan air.
c) Vasodilator arteriol yang bekerja langsung
Vasodilator yang bekerja langsung adalah obat tahap III yang bekerja dengan
merelaksasikan otot-otot polos pembuluh darah, terutama arteri, sehingga
menyebabkan vasodilatasi.
Dengan terjadinya vasodilatasi, tekanan darah akan turun dan natrium serta
air tetahan, sehingga terjadi edema perifer. Diuretik dapat diberikan bersama-sama
dengan vasodilator yang bekerja langsung untuk mengurangi edema. Refleks
takikardia disebabkan oleh vasodilatasi dan menurunnya tekanan darah.
d) Antagonis angiotensin (ACE Inhibitor)
Obat dalam golongan ini menghambat enzim pengubah angiotensin (ACE),
yang nantinya akan menghambat pembentukan angiotensin II (vasokonstriktor) dan
menghambat pelepasan aldosteron. Aldosteron meningkatkan retensi natrium dan
ekskresi kalium. Jika aldosteron dihambat, natrium diekskresikan bersama-sam
dengan air. Captopril, enalapril, dan lisinopril adalah ketiga antagonis angiotensin.
Obat-obatan ini dipakai pada klien dengan kadar renin serum yang tinggi.
e) Penghambat saluran kalsium (blocker calcium antagonis)
Aktivitas kontraksi otot polos pembuluh darah diatur oleh kadar ion kalsium
(Ca2+) intraseluler bebas yang sebagian besar berasal dari ekstrasel dan masuk
melalui saluran kalsium (calcium channels)
Calcium Channel Blockers menghambat pemasukan ion Ca ekstrasel ke
dalam sel dan dengan demikian dapat mengurangi penyaluran impuls dan kontraksi
myocard serta dinding pembuluh. Senyawa ini tidak mempengaruhi kadar Ca dalam
plasma. Berdasarkan efek tersebut di atas, Calcium Channel Blockers kini terutama
digunakan pada hipertensi, apabila diuretika atau dan beta blocker kurang efektif,
sebaiknya zat ini dikombinasi dengan suatu beta 14 blocker. Golongan obat ini
seperti diltiazem, verapamil, amlodipine, felodipine, isradipine, nicardipine,
nifedipine, nisoldipine (Muttaqin, 2009).
H. KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi hipertensi yang umum terjadi sebagai berikut :
1. Stroke
Hipertensi adalah faktor resiko yang penting dari stroke dan serangan transient
iskemik. Pada penderita hipertensi 80% stroke yang terjadi merupakan stroke
iskemik,yang disebabkan karena trombosis intra-arterial atau embolisasi dari jantung
dan arteri besar. Sisanya 20% disebabkan oleh pendarahan (haemorrhage), yang juga
berhubungan dengan nilai tekanan darah yang sangat tinggi. Penderita hipertensi yang
berusia lanjut cenderung menderita stroke dan pada beberapa episode menderita
iskemia serebral yang mengakibatkan hilangnya fungsi intelektual secara progresif dan
dementia. Studi populasi menunjukan bahwa penurunan tekanan darah sebesar 5
mmHg menurunkan resiko terjadinya stroke.
2. Penyakit jantung koroner
Nilai tekanan darah menunjukan hubungan yang positif dengan resiko
terjadinya penyakit jantung koroner (angina, infark miokard atau kematian mendadak),
meskipun kekuatan hubungan ini lebih rendah daripada hubungan antara nilai tekanan
darah dan stroke. Kekuatan yang lebih rendah ini menunjukan adanya faktor-faktor
resiko lain yang dapat menyebabkan penyakit jantung koroner. Meskipun demikian,
suatu percobaan klinis yang melibatkan sejumlah besar subyek penelitian
(menggunakan β-Blocker dan tiazid) menyatakan bahwa terapi hipertensi yang
adequate dapat menurunkan resiko terjadinya infark miokard sebesar 20%.
3. Gagal jantung
Bukti dari suatu studi epidemiologik yang bersifat retrospektif menyatakan
bahwa penderita dengan riwayat hipertensi memiliki resiko enam kali lebih besar untuk
menderita gagal jantung daripada penderita tanpa riwayat hipertensi. Data yang ada
menunjukan bahwa pengobatan hipertensi, meskipun tidak dapat secara pasti
mencegah terjadinya gagal jantung, namun dapat menunda terjadinya gagal jantung
selama beberapa dekade.
4. Hipertrofi ventrikel kiri
Hipertrofi ventrikel kiri terjadi sebagai respon kompensasi terhadap peningkatan
afterload terhadap jantung yang disebabkan oleh tekanan darah yang tinggi. Pada
akhirnya peningkatan massa otot melebihi suplai oksigen, dan hal ini bersamaan
dengan penurunan cadangan pembuluh darah koroner yang sering dijumpai pada
penderita hipertensi, dapat menyebabkan terjadinya iskemik miokard. Penderita
hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri memiliki peningkatan resiko terjadinya cardiac
aritmia (fibrilasi atrial dan aritmia ventrikular) dan penyakit atherosklerosis vaskular
(penyakit koroner dan penyakit arteri perifer).
5. Retinopati
Hipertensi dapat menimbulkan perubahan vaskular pada mata, yang disebut
retinopati hipersensitif. Pada tekanan yang sangat tinggi (diastolic >120 mmHg,
kadang-kadang setinggi 180 mmHg atau bahkan lebih) cairan mulai bocor dari arteriol-
arteriol kedalam retina, sehingga menyebabkan padangan kabur, dan bukti nyata
pendarahan otak yang sangat serius, gagal ginjal atau kebutaan permanent karena
rusaknya retina.
6. Kerusakan ginjal
Ginjal merupakan organ penting yang sering rusak akibat hipertensi. Dalam
waktu beberapa tahun hipertensi parah dapat menyebabkan insufiensi ginjal,
kebanyakan sebagai akibat nekrosis febrinoid insufisiensi arteri-ginjal kecil. Pada
hipertensi yang tidak parah, kerusakan ginjal akibat arteriosklerosis yang biasanya
agak ringan dan berkembang lebih lambat. Perkembangan kerusakan ginjal akibat
hipertensi biasanya ditandai oleh proteinuria. Proteinuria merupakan faktor resiko
bebas untuk kematian akibat semua penyebab, dan kematian akibat penyakit
kardiovaskular. Proteinuria dapat dikurangi dengan menurunkan tekanan darah secara
efektif.
I. PENGKAJIAN
1. Aktivitas/ Istirahat
Gejala : Kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda : Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.
2. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup dan
penyakit cebrocaskuler, episode palpitasi.
Tanda : Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis, takikardi,
murmur stenosis valvular, distensi vena jugularis, kulit pucat, sianosis, suhu
dingin (vasokontriksi perifer) pengisiankapiler mungkin lambat/ bertunda.
3. Integritas Ego
Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, faktor stres multipel (hubungan,
keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan).
Tanda : Letupan suasana hat, gelisah, penyempitan continue perhatian, tangisan
meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan pola bicara.
4. Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau riwayat penyakit ginjal
pada masa yang lalu).
5. Makanan/cairan
Gejala : Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam, lemak serta
kolesterol, mual, muntah dan perubahan BB akhir akhir ini(meningkat/turun)
Riowayat penggunaan diuretic
Tanda : Berat badan normal atau obesitas,, adanya edema, glikosuria.
6. Neurosensori
Gejala : Keluhan pening pening/pusing, berdenyut, sakit kepala,suboksipital (terjadi
saat bangun dan menghilangkan secara spontansetelah beberapa jam)
Gangguan penglihatan (diplobia, penglihatan kabur,epistakis).
Tanda : Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara,efek, proses
piker, penurunan keuatan genggaman tangan.
7. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : Angina (penyakit arteri koroner/ keterlibatan jantung), sakit kepala.
8. Pernafasan
Gejala : Dispnea yang berkaitan dari kativitas/kerja takipnea, ortopnea, dispnea, batuk
dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok.
Tanda : Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan bunyinafas
tambahan (krakties/mengi), sianosis.
9. Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
K. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan
dengan peningkatan tekanan serebral
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam nyeri pada kepala
berkurang
Kriteria Hasil:
Nyeri atau ketidaknyamanan hilang atau terkontrol
Pengungkapan metode yang memberikan pengurangan
INTERVENSI RASIONAL
Monitoring :
Catat karakteristik nyeri, lokasi,
intensitas lama dan penyebarannya.
Variasi penampilan dan perilaku klien
karena nyeri terjadi sebagai temuan
pengkajian
Mandiri :
Pertahankan tirah baring selama fase
akut.
Meminimalkan stimulasi atau
meningkatkan relaksasi
Berikan tindakan non farmakologi untuk
meng hilangkan sakit kepala seperti
kompres dingin pada dahi, pijat
punggung, dan teknik relaksasi
Tindakan yang menurunkan tekanan
vaskuler serebral dan yang
memperlambat atau memblok respons
simpatis efektif dalam menghilangkan
sakit kepala dan fungsinya.
Bantu pasien dalam ambulasi sesuai
kebutuhan.
Pusing dan penglihatan kabur sering
berhubungan dengan sakit kepala.
Beri cairan, makanan lunak. Biarkan
klien itirahat selama 1 jam setelah
makan.
Menurunkan kerja miocard sehubungan
dengan kerja pencernaan.
Pendidikan Kesehatan :
Ajarkan klien untuk menghilangkan atau
meminimalkan aktivitas yang dapat
meningkatkan sakit kepala missal
mengejan, saat BAB, batuk panjang dan
membungkuk.
Aktivitas yang dapat meningkatkan
vasokonstriksi menyebabkan sakit kepala
pada adanya peningkatan tekanan
vaskuler serebral.
Kolaborasi :
Berikan obat sesuai indikasi :
• Analgesik
• Ansietas missal diazepam
Menurunkan atau mengontrol nyeri dan
menurunkan rangsang system saraf
simpatis
Dapat mengurangi ketegangan atau
ketidaknyamanan yang diperberat oleh
stres.
2. Resiko tinggi penurunan
curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia
miokard, hipertrofi atau irigiditas (kekakuan) ventrikula
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam curah jantung klien
meningkat
Kriteria hasil:
Klien berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan TD/beban ke jantung
Klien mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapat di terima
Klien memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil dalam rentang normal (N: 60-
100x/menit)
INTERVENSI RASIONAL
Monitoring :
Pantau TD. Ukur pada kedua
tangan/paha untuk evaluasi awal.
Gunakan ukuran menset yang tepat dan
tehnik yang akurat.
Perbandingan dari tekanan memberikan
gambaran yang lebih lengkap tentang
keterlibatan/bidang masalah vaskuler.
Hipertensi berat diklasifikasikan pada
orang dewasa sebagai peningkatan
tekanan diastolik sampai 130; hasil
pegukuran diastolic diatas 130
dipertimbangkan sebagai peningkatan
pertama, kemudian maligna . hipertensi
sistolik juga merupakan factor resiko
yang di tentukan untuk penyakit
serebrovaskuler dan penyakit iskemi
jantung bila tekanan diastolic 90-115.
Catat keberadaan, kualitas denyutan
sentral dan perifer.
Denyutan karotis, jugularis, radialis dan
femoralis mungkin teramati atau
terpalpasi. Denyut pada tungkai mungkin
menurun, mencrminkan efek dari
vasokonstriksi (peningkatan SVR) dan
kongesti vena.
Auskultasi tonus jantung dan bunyi
napas.
S4 umum terdengar pada pasien
hipertensi berat karena adanya hipertrofi
atrium (peningakatan volume tekanan
atrium). Perkembangan S3 menunjukkan
hipertrofi ventrikel dan kerusakan fungsi.
Adanya krakleas, mengi dapat
mengindikasikan kongesti paru sekunder
terhadap terjadinya atau gagal jantung
kronik.
Amati warna kulit, kelembapan, suhu,
dan masa pengisian kapiler.
Adanya pucat, dingin,kulit lembab dan
masa pengisian kapiler lambat mungkin
berkaitan dengan vasokonstriksi atau
mencerminkan dekompensasi/
penurunan crah jantung.
Catat edema umum/tertentu. Dapat mengindikassikan gagal jantung,
kerusakan ginjal atau vaskular.
Mandiri :
Berikan lingkungan tenang, nyaman,
kurangi aktivitas atau keributan
lingkungan. Batasi jumlah pengunjung
dan lamanya tinggal.
Membantu untuk menurunkan rangsang
simpatis; meningkatkan relaksasi.
Pertahankan pembatasan aktivitas,
seperti istirahat di tempat tidur/kursi;
jadwal periode istirahat tanpa gangguan;
bantu pasien melakukan aktivitas
perawatan diri sesuai kebutuhan.
Menurunkan stress dan ketegangan
yang mempengaruhi tekanan darah dan
perjalanan penyakit hipertensi.
Lakukan tindakan-tindakan yang nyaman
seperti pijatan punggung dan leher,
meninggikan kepala tempat tidur.
Mengurangi ketidaknyamanan dan
menurunkan rangsang simpatis.
Anjurkan tehnik relaksasi, panduan
imajinasi, aktivitas pengalihan.
Dapat menurunkan rangsang yang
menimbulkan stress, membuat efek
ntenang, sehingga akan menurunkan
TD.
Pantau respon terhadap obat untuk
mengontrol tekanan darah
Respon terhadap terapi obat “stepped”
(yang terdiri atas deuretik, inhibitor
simpatis dan vasodilator) tergantung
pada individu dan efek sinergis obat
dalam jumlah paling dan sedikit dosisi
paling rendah.
Kolaborasi :
Berikan obat-obatan sesuai indikasi,
contoh:
• Diuretic triazid, misalnya klorotizid
(diuril); hidroklorotiazid (Esidrik atau
Hidrodiuril); bendroflumentiazid
(Naturetin).
• Deuretik hemat kalium,
mis.Spinolakton (Aldactone);
triameterene (Dyrenium); amiliorade
(midiamor).
• Inhibitor simpatis, mis. propanolol
(inderal); metoprolol (Lopresor);
Atenolol (Tenormin); nadolol
(corgard); metildopa
(aldomet) ;reserpine (Serpasil);
klonodin (Catapres).
• Vasodilator, mis. Monoksidil (loniten);
hidralazin (Apresoline); bloker saluran
Triazid mungkin digunakan sendiri atau
dicampur dengan obat lain untuk
menurunkan TD pada pasien
denganfungsi ginjal yang relatife normal.
Deuretik ini memperkuat agen-agen
antihipertensilain dengan membatasi
retensi cairan.
Dapat diberikan dalam kombinasi
dengan deuretiktiazid u tuk
meminimalkan.
Kerja khusus obat ini bervariasi, tetapi
secara umum menurunkan TD melalui
efek kombinasi penurunan tahanan total
perifer, menurunkan curah jantung,
menghambat aktivitas simpatik
Mungkin diperlukan untuk mengobati
hipertensi berat bila kombinasi deuretik
dan inhibitor simpatis tidak berhasil
kalsium, mis. Nefedipin (procardia);
verapmail (Calan).
• Agen-agen antiadrenegrik; α-1 bloker
prazosin (minipres); tetazosin (Hytrin).
• Inhibitor adrenegik yang kerja sentral:
klonidin (Captapres); guanabenz
(Wytension); metildopa (Aldomet).
• Vasodilator kerja langsung: hidralazin
(Apresoline); minoksidil (loniten)
• Vasodilator oral yang bekerja
langsung: diazoksid (Hypersat);
nitropusid; (Nipride, nitropess).
• Bloker ganglion, mis.Guanetidin
(ismelin); trimetapan (Arfonad). ACE
inhibitor, mis.kaptropil (Capoten).
mengontrol TD. Vasodilatasi vaskuler
jantung sehat dan meningkatkan aliran
darah koroner keuntungan sekunder dari
terapi vasodilator.
Bekerja pada pembuluh darah untuk
mempertahankan agar tidak konstriksi.
Obat ini meningkatkan rangsang simpatis
pusat vasomotor untuk menurunkan
tahnan arteri perifer.
Merilekskan otot-ototpolos vaskuler.
Obat-obat ini diberikan secara intravena
untuk menangani kedaruratan hipertensi.
Pengukuran inhibitor simpatis tambahan
mungkin dibutuhkan (untuk efek
komulatifnya)bila tindakan ini gagal untuk
mengontrol TD dan kerja sama pasien
dengan regimen terapeutik telah
ditetapkan.
Berikan pembatasan cairan dan diit
natrium sesuai indikasi.
Pembatasan ini dapat menangani retensi
cairan dengan respons hipertensif,
dengan demikian menurunkan beban
kerja jantung
Siapkan untuk pembedahan bila ada
indikasi.
Bila hipertensi berhubungan dengan
adanya feokromositoma maka
pengangkatan tumor akan memperbaiki
kondisi.
3. Intoleransi aktivitas b.d
kelemahan umum; ketidakseimbangan antara suplai darah dan kebutuhan oksigen
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam pasien dapat
melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuannya
Kriteria hasil:
Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/diperlukan
Klien melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur
Klien menunjukkan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologi
TINDAKAN INTERVENSI
Mandiri
Kaji respons pasien terhadap aktivitas,
perhatikan frekuensi nadi lebih dari 20
kali per menit di atas frekuensi istirahat;
peningkatan TD yang nyata selama/
sesudah aktivitas (tekanan sistolik me-
ningkat 40 mmHg atau tekanan diastolik
meningkat 20 mmHg); dispnea atau nyeri
dada; keletihan dan kelemahan yang
berlebihan; diaforesis; pusing atau ping-
san.
Menyebutkan parameter membantu
dalam mengkaji respons fisiologis terha-
dap stres aktivitas dan, bila ada merupa-
kan indikator dari kelebihan kerja yang
berkaitan dengan tingkat aktivitas.
Instruksikan pasien tentang teknik
penghematan energi, mis., mengguna-
kan kursi saat mandi, duduk saat menyi-
sir rambut atau menyikat gigi, melakukan
aktivitas dengan perlahan.
Teknik menghemat energi mengurangi
penggunaan energi, juga membantu
keseimbangan antara suplai dan kebu-
tuhan oksigen.
Berikan dorongan untuk melakukan akti-
vitas/ perawatan diri bertahap jika dapat
ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebu-
tuhan.
Kemajuan aktivitas bertahap mencegah
peningkatan kerja jantung tiba-tiba.
Memberikan bantuan hanya sebatas
kebutuhan akan mendorong kemandirian
dalam melakukan aktivitas.
4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakitnya berhubungan dengan kurangnya
informasi
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, klien memahami
tentang pengetahuan program pengobatan, aturan penanganan dan kontrol penyakit
Kriteria hasil :
Klien menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regiment pengobatan.
Klien mampu mengidentifikasi efek samping obat dan kemungkinan komplikasi yang
perlu diperhatikan.
Klien mampu mempertahankan TD dalam parameter normal.
TINDAKAN RASIONAL
Bantu klien dalam mengidentifikasi
factor-faktor resiko kardivaskuler yang
dapat diubah, misalnya : obesitas, diet
tinggi lemak jenuh, dan kolesterol, pola
hidup monoton, merokok, dan minum
alcohol (lebih dari 60 cc / hari dengan
teratur) pola hidup penuh stress.
Faktor-faktor resiko ini telah menunjukan
hubungan dalam menunjang hipertensi
dan penyakit kardiovaskuler serta ginjal.
Selain itu, agar klien dapat menghindari
faktor – faktor yang meningkatkan resiko
kambuh dan keluarga dapat memberikan
lingkungan yang mendukung
penyembuhan
Kaji tingkat pemahaman klien tentang
pengertian, penyebab, tanda dan gejala,
pencegahan, pengobatan, dan akibat
lanjut.
Mengidentivikasi tingkat pegetahuan
tentang proses penyakit hipertensi dan
mempermudah dalam menentukan
intervensi
Kaji kesiapan dan hambatan dalam
belajar termasuk orang terdekat.
Kesalahan konsep dan menyangkal
diagnosa karena perasaan sejahtera
yang sudah lama dinikmati
mempengaruhi minimal klien / orang
terdekat untuk mempelajari penyakit,
kemajuan dan prognosis. Bila klien tidak
menerima realitas bahwa membutuhkan
pengobatan kontinu, maka perubahan
perilaku tidak akan dipertahankan
Jelaskan pada klien tentang proses
penyakit hipertensi (pengertian,
penyebab, tanda dan gejala,
pencegahan, pengobatan, dan akibat
lanjut) melalui penkes.
Meningkatkan pemahaman dan
pengetahuan klien tentang proses
penyakit hipertensi.
Berikan dukungan kepada klien dan
keluarga tentang pentingnya program
pemeliharaan tekanan darah
Dukungan yang baik akan meningkatkan
kemauan kliendan keluarga untuk
mendukung pemeliharaan tekanan darah
DAFTAR PUSTAKA
Baradero, M. 2008. Seri Keperawatan Klien Gangguan Kardiovaskuler. Jakarta: EGC.
Corwin, E. J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Doenges, Marlyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Cardiovascular.
Jakarta: Salemba Medika.
Smeltzer, Suzanne C . 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth
Edisi 8. Jakarta: EGC.
Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.