LP DM
-
Upload
hardiyanti -
Category
Documents
-
view
8 -
download
0
description
Transcript of LP DM
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Myelitis adalah kelainan neurologi pada medulla spinalis (myelopati) yang disebabkan
oleh proses inflamasi. Serangan inflamasi pada medulla spinalis dapat merusak atau
menghancurkan mielin yang merupakan selubung serabut sel saraf. Kerusakan ini
menyebabkan jaringan parut pada sistem saraf yang menganggu hubungan antara saraf pada
medulla spinalis dan tubuh (Mahadewa, 2009).
Myelitis adalah proses inflamasi pada medulla spinalis/ spinal cord. Beberapa literatur
sering menyebut beberapa inflamasi yang menyerang medulla spinalis sebagai myelitis
transverse atau myelitis transverse akut. Bahkan bentuk subakut dari myelitis juga disebut
sebagai myelitis transverse akut.
B. KLASIFIKASI1. Menurut Onset
- Akut.
Gejala berkembang dengan cepat dan mencapai puncaknya dalam waktu beberapa
hari saja.
- Sub Akut.
Perjalanan klinis penyakit berkembang dalam waktu 2-6 minggu.
- Kronik.
Perjalanan klinis penyakit berkembang dalam waktu lebih dari 6 minggu.
2. Mielitis yang disebabkan oleh virus
- Poliomielitis, group A dan B Coxsackie virus, echovirusb.
- Herpes zosterc.
- Rabies
- Virus B2
3. Myelitis yang merupakan akibat sekunder dari penyakit pada meningens danmedula
spinal
- Myelitis sifilitika
- Meningoradikulitis kronik (tabes dorsalis)
- Meningomielitis kronik
- Myelitis piogenik atau supurativa
- Meningomielitis subakut
- Myelitis tuberkulosa
- Meningomielitis tuberkulosa
- Infeksi parasit dan fungus yang menimbulkan granuloma epidural,
meningitislokalisata atau meningomielitis dan abses.
4. Myelitis (mielopati) yang penyebabnya tidak diketahui.
- Pasca infeksiosa dan pasca vaksinasi.
- Kekambuhan sklerosis multipleks akut dan kronik
- Degeneratif atau nekrotik
5. Menurut Lokasi dan Distribusi Myelitis
- Myelitis transversa apabila mengenai seluruh potongan melintang medula spinalis
- Poliomyelitis apabila mengenai substansia grisea
- Leukomyelitis apabila mengenai substansia alba
Istilah mielopati digunakan bagi proses non inflamasi medulla spinalis misalnya yang
disebabkan proses toksis, nutrisi, metabolik dan nekrosis
5.1 ACUTE TRANSVERSE MYELITIS (ATM)
a. Definisi
Acute Transverse Myelitis (ATM) adalah kelainan neurologi yang disebabkan
oleh peradangan sepanjang medulla spinalis baik melibatkan satu tingkat atau
segmen dari medulla spinalis. Istilah mielitis menunjukkan peradangan pada
medulla spinalis,trasversa menunjukkan posisi dari peradangan sepanjang
medulla spinalis.
Acute Transverse Myelitis (ATM) adalah sekumpulankelainan neurologi yang
disebabkan oleh proses inflamasi pada saraf tulang belakang dan berakibat
hilangnya fungsi motorik dan sensorik di bawah tingkat lesi (Varina, 2012),
b. Etiologi
Para peneliti tidak yakin mengenai penyebab pasti transversa myelitis.
Peradangan yang menyebabkan kerusakan yang luas pada medulla spinalis dapat
diakibatkan oleh infeksi virus, reaksi kekebalan yang abnormal, atau tidak
cukup aliran darah melalui pembuluh darah yang terletak di sumsum tulang
belakang. Myelitis Transversa juga dapat terjadi sebagai komplikasi sifilis,
campak,penyakit Lyme, dan beberapa vaksinasi, termasuk untuk cacar dan rabies serta
idiopatik.
Myelitis transversa sering berkembang akibat infeksi virus. Agen infeksi yang
dicurigai menyebabkan myelitis transversa termasuk varicella zoster, herpes
simpleks, sitomegalo virus, Epstein-Barr, influenza, echovirus, human
immunodeficiency virus (HIV), hepatitis A, dan rubella. Bakteri infeksi
kulit,infeksi telinga tengah (otitis media), dan Mycoplasma pneumonia.
c. Patogenesis
Pasca-kasus infeksi mekanisme sistem kekebalan tubuh yang aktif akibat
virus atau bakteri, tampaknya memainkan peran penting dalam menyebabkan
kerusakan pada saraf tulang belakang. Meskipun peneliti belum
mengidentifikasi mekanisme yang tepat bagaimana terjadinya cedera tulang
belakang dalam kasus ini, mungkin rangsangan sistem kekebalan sebagai respon
terhadap infeksi menunjukkan bahwa reaksi kekebalan tubuh mungkin bertanggung jawab.
Pada penyakit autoimun, sistem kekebalan tubuh, yang biasanya melindungi
tubuh dari organisme asing, keliru menyerang jaringan tubuh sendiri,
menyebabkan inflamasi dan, dalam beberapa kasus,menyebabkan kerusakan
myelin dalam sumsum tulang belakang.
Beberapa kasus myelitis transversa akibat dari malformasi arterio
venosaspinal (kelainan yang mengubah pola-pola normal aliran darah) atau
penyakit pembuluh darah seperti aterosklerosis yang menyebabkan iskemia,
penurunan tingkat normal oksigen dalam jaringan sumsum tulang belakang.
Iskemia dapat terjadi di dalam sumsum tulang belakang akibat penyumbatan
pembuluh darahatau mempersempit, atau faktor-faktor lain yang kurang umum.
Pembuluh darah membawa oksigen dan nutrisi ke jaringan saraf tulang
belakang dan membawa sisa metabolik. Ketika arterivenosus menjadi
menyempit atau diblokir, mereka tidak dapat memberikan jumlah yang cukup
sarat oksigen darah ke jaringan saraf tulang belakang. Ketika wilayah tertentu
dari sumsum tulang belakang menjadi kekurangan oksigen, atau iskemik, sel
saraf dan serat mungkin mulai memburuk relative dengan cepat. Kerusakan ini
dapat menyebabkan peradangan luas, kadang-kadang menyebabkan myelitis
transversal. Kebanyakan orang yang mengembangkan kondisi sebagai akibat
dari penyakit vaskular melewati usia 50, punya penyakit jantung, atau baru saja
menjalani operasi dada atau abdominal.
d. Gejala Klinis
Myelitis transversa dapat bersifat akut (berkembang selama jam sampai
beberapa hari) atau subakut (berkembang lebih dari 2 minggu hingga 6
minggu). Gejala awal biasanya mencakup lokal nyeri punggung bawah, tiba-tiba
paresthesias (sensasi abnormal seperti membakar, menggelitik, menusuk, atau
kesemutan) di kaki, hilangnya sensorik, dan paraparesis (kelumpuhan
parsialkaki). Paraparesis sering berkembang menjadi paraplegia. Dan
mengakibatkan gangguan genito urinary dan defekasi. Banyak pasien juga melaporkan
mengalami kejang otot, perasaan umum tidak nyaman, sakit kepala, demam, dan
kehilangan nafsu makan. Tergantung pada segmen tulang belakang yang
terlibat, beberapa pasien mungkin juga akan mengalami masalah
pernapasan.Dari berbagai macam gejala, empat ciri-ciri klasik myelitis
transversa yang muncul:
- Kelemahan kaki dan tangan
Kebanyakan pasien akan mengalami berbagai tingkat kelemahan di kaki
mereka, beberapa juga mengalaminya di lengan mereka. Awalnya, orang-
orang dengan myelitis transversal mungkin menyadari bahwa kaki mereka
tampak lebih berat dari biasanya. Perkembangan penyakit selama beberapa
minggu sering mengarah pada kelumpuhan penuh dari kaki, yang
mengharuskan pasien untuk menggunakan kursi roda.
- Nyeri
Nyeri adalah gejala utama dari myelitis transversa pada sepertiga sampai
setengah dari semua pasien. Rasa sakit dapat dilokalisasi di punggung
bawah atau dapat terdiri dari tajam, sensasi yang memancarkan bawah kaki
atau lengan atau di sekitar dada.
- Perubahan sensori
Pasien yang mengalami gangguan sensoris sering menggunakan istilah-
istilah seperti mati rasa, kesemutan, dingin, atau pembakaran
untuk menggambarkan gejala mereka. Sampai 80 persen dari mereka yang
myelitis transversa memiliki kepekaan yang meningkat, sehingga pakaian atau sentuhan
ringan dengan jari signifikan menyebabkan rasa tidak nyaman atau sakit
(suatu keadaan yang disebut allodynia). Banyak juga mengalami
peningkatan sensitivitas terhadap perubahan suhu yang ekstrem atau panas
atau dingin.
- Disfungsi pencernaan dan kandung kemih.
Gangguan pada genitourinary dan gastrointestinal mungkin melibatkan
peningkatan frekuensi dorongan untuk buang air kecil atau buang air besar,
inkontinensia, kesulitan buang air kecil, dan sembelit. Selama
perjalanan penyakit,sebagian besar orang dengan myelitis transversa akan
mengalami satu atau beberapa gejala.
e. Penatalaksanaan
Pemberian glukokortikoid atau ACTH, biasanya diberikan pada penderita yang
datang dengan gejala awitanya sedang berlangsung dalam waktu 10 hari pertama atau bila
terjadi progresivitas defesit neurologik. Glukokortikoid dapat diberikan dalam
bentuk prednison oral 1 mg/kg berat badan/hari sebagai dosis tunggal selama 2
minggu lalu secara bertahap dan dihentikan setelah 7 hari. Bila tidak dapat
diberikan per oral dapat pula diberikan metil prednisolon intravena dengan dosis
0,8 mg/kg/hari dalam waktu 30 menit. Selain itu ACTH dapat diberikan secara
intramuskular dengan dosis 40 unit dua kali per hari (selama 7hari), lalu 20 unit
dua kali per hari (selama 4hari) dan 20 unit dua kali per hari (selama 3 hari).
Untuk mencegah efek samping kortikosteroid, penderita diberi diet rendah
garam dan simetidin 300 mg 4 kali/hari atau ranitidin 150 mg2kali/hari. Selain
itu sebagai alternatif dapat diberikan antasid per oral. Pemasangan kateter
diperlukan karena adanya retensi urin, dan untuk mencegah terjadinya infeksi
traktus urinarius dilakukan irigasi dengan antiseptik dan pemberian antibiotik
sebagai prolifilaksis (trimetroprim-sulfametoksasol, 1gram tiap malam).
Konstipasi dengan pemberian laksan. Pencegahan dekubitus dilakukan dengan
alih baring tiap 2 jam. Bila terjadi hiperhidrosis dapat diberikan
propantilinbromid 15 mg sebelum tidur. Disamping terapi medikamentosa maka
diet nutrisi juga harus diperhatikan, 125 gram protein, vitamin dosis tinggi dan
cairan sebanyak 3 liter per hari.
Setelah masa akut berlalu maka tonus otot mulai meninggi sehingga sering
menimbulkan spasme kedua tungkai, hal ini dapat diatasi dengan pemberian
Baclofen 15-80 mg/hari, atau diazepam 3-4 kali 5 mg/hari. Rehabilitas harus
dimulai sedini mungkin untuk mengurangi kontraktur dan mencegah komplikasi
tromboemboli (Krishnan, 2004)
5.2 Poliomielitis
a. Definisi
Poliomielitis anterior akuta (paralisis infantil, penyakit Heinemedin) adalah
suatu penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi virus polio dan
mengakibatkan kerusakan pada sel motorik di kornu anterior medula spinalis,
batang otak dan dapat pula mengenai mesensefalon, sereblum, ganglia basal dan
motorik korteks serebri. Penyakit ini dilaporkan pada tahun 1840 oleh Jacob
Heine lalu kemudian Medin pada tahun 1890 memberikan dasar epidemiologi
penyakit ini. Oleh karena itu dulu penyakit ini dikenal sebagai penyakit Heine-
Medin.
b. Etiologi
Penyebab polio adalah virus polio. Virus polio merupakan RNA virus dan
termasuk famili Picornavirus dari genus Enterovirus. Virus polio tahan terhadap
Ph asam tetapi mati terhadap bahan panas, formalin, klorin dan sinar ultraviolet.
Selain itu penyakit ini mudah berjangkit di lingkungan dengan situasi yang
buruk, melalui peralatan makan, bahkan melalui ludah.
Secara serologi virus polio dibagi menjadi 3 tipe, yaitu :
- Tipe I Brunhilde : paling sering menimbulkan epidemi yang luas dan ganas
- Tipe II Lansing dan
- Tipe III Leoninya
c. Klasifikasi Poliomielitis
Poliomielitis terbagi menjadi 4 bagian, yaitu:
1. Poliomielitis asimtomatis : setelah masa inkubasi 6-20 hari, tidak terdapat
gejalakarena daya tahan tubuh cukup baik, maka tidak terdapat gejala klinik
sama sekali.
2. Poliomielitis abortif : timbul mendadak langsung beberapa jam sampai
beberapa hari.Gejala berupa infeksi virus seperti malaise, anoreksia, nausea,
muntah, nyeri kepala,nyeri tenggorokan, konstipasi dan nyeri abdomen.
3. Poliomielitis non paralitik : gejala klinik hampir sama dengan poliomyelitis
abortif ,hanya nyeri kepala, nausea dan muntah lebih hebat. Gejala ini
timbul 1-2 harikadang-kadang diikuti penyembuhan sementara untuk
kemudian remisi demam ataumasuk kedalam fase ke-2 dengan nyeri otot.
Khas untuk penyakit ini denganhipertonia, mungkin disebabkan oleh lesi
pada batang otak, ganglion spinal dankolumna posterior.
4. Poliomielitis paralitik
dibagi menjadi 2 yaitu paralisis spinal dan paralisis bulbar.
- Polio paralisis spinal
Strain poliovirus ini menyerang saraf tulang belakang, menghancurkan
sel tanduk anterior yang mengontrol pergerakan pada batang tubuh dan
otot tungkai. Meskipun strain ini dapat menyebabkan kelumpuhan
permanen. Kelumpuhan paling sering ditemukan terjadi pada kaki.
Setelah virus polio menyerang usus, virus ini akan diserap
oleh pembuluh darah kapiler pada dinding usus dan diangkut seluruh tub
uh. Virus Polio menyerang saraf tulang belakang dan syaraf motorik --
yang mengontrol gerakan fisik. Pada periode inilah muncul gejala
seperti flu. Namun, pada penderita yang tidak memiliki kekebalan atau
belum divaksinasi, virus ini biasanya akan menyerang seluruh bagian
batang saraf tulang belakang dan batang otak. Infeksi ini akan
memengaruhi sistem saraf pusat menyebar sepanjang serabut saraf.
Seiring
dengan berkembang biaknya virus dalam sistem saraf pusat, virus akan
menghancurkan syaraf motorik.
Syaraf motorik tidak memiliki kemampuan regenerasi dan otot
yang berhubungan dengannya tidak akan bereaksi terhadap perintah dari
sistem saraf pusat. Kelumpuhan ada kaki menyebabkan tungkai
menjadi lemas, kondisi ini disebut acute flaccid paralysis (AFP). Infeksi
parah pada sistem saraf pusat dapat menyebabkan kelumpuhan pada
batang tubuh dan otot pada toraks (dada) dan abdomen (perut), disebut
quadriplegia.
- Polio bulbar
Polio jenis ini disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami sehingga
batang otak ikut terserang. Batang otak mengandung syaraf motorik
yang mengatur pernapasan dan saraf kranial, yang mengirim sinyal ke
berbagaisarafyangmengontrol pergerakan bola mata; saraf trigeminal da
n saraf muka yang berhubungan dengan pipi, kelenjar air mata, gusi, dan
otot muka; saraf
auditoriyang mengatur pendengaran; saraf glossofaringeal yang memban
tu proses menelan dan berbagaifungsi di kerongkongan; pergerakan
lidah dan rasa; dan saraf yang mengirim sinyal ke jantung, usus, paru-
paru, dan saraf tambahan yang mengatur pergerakan leher. Tanpa alat
bantu pernapasan, polio bulbar dapat menyebabkan kematian. Lima
hingga sepuluh persen penderita yang menderita polio bulbar akan
meninggal ketika otot pernapasan mereka tidak dapat bekerja. Kematian
biasanya terjadi setelah terjadi kerusakan pada saraf kranial yang
bertugas mengirim 'perintah bernapas' ke
paru- paru. Yang terkena bagian atas nervus cranial (N.III– N.VII) dan
biasanya dapatsembuh. Lalu bagian bawah (N.IX – N.XIII ) sehingga
terjadi pasase ludah di faring terganggu sehingga terjadi
pengumpulan air liur, mucus dan dapat menyebabkan penyumbatan
saluran nafas sehingga penderita memerlukan ventilator. Tingkat
kematian karena polio bulbar berkisar 2-5% pada anak dan 15-30
% pada dewasa (tergantung usia penderita).
d. Patofisiologi Poliomielitis
Virus polio masuk melalui mulut dan hidung, berkembang biak di
dalamtenggorokkan dan saluran pencernaan, diserap dan disebarkan melalui
sistem pembuluhdarah dan getah bening. Virus ini dapat memasuki aliran darah
dan dan mengalir kesistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan
kadang kelumpuhan (paralisis).
Virus hanya menyerang sel-sel dan daerah susunan syaraf tertentu. Tidak semua
neuron yang terkena mengalami kerusakan yang sama dan bila ringan sekali
dapat terjadi penyembuhan fungsi neuron dalam 3 -
4 minggu sesudah timbul gejala. Daerah yang biasanya terkena poliomyelitis
ialah medula spinalis terutama kornu anterior, batang
otak pada nucleus vestibularis dan inti-inti saraf kranial serta formasio retikulari
s yang mengandung pusat vital, serebelum terutama inti-inti vermis,otak tengah
“midbrain” terutama gray matter substansi nigra dan kadang-kadang nukleus
rubra.
e. Manifestasi Klinis
Gejala klinis poliomielitis terdiri dari :
1. Poliomyelitis asimtomatis
Gejala klinis : setelah masa inkubasi 9-12 hari, tidak terdapat gejala.
Kejadian ini sulit untuk dideteksi tapi biasanya cukup tinggi terutama di
daerah-daerah yangstandar higienenya jelek. Penyakit ini hanya diketahui
dengan menemukan virus ditinja atau meningginya titer antibody.
2. Poliomyelitis abortif
Kejadiannya diperkirakan 4-8 % dari jumlah penduduk pada suatu epidemi.
Timbulmendadak dan berlangsung 1-3 hari dan gejala klinisnya berupa
panas dan jarang melebihi 39,5oC, sakit tenggorokkan, sakit kepala, mual,
muntah, malaise, dan nyeri perut. Diagnosis pasti hanya dengan menemukan
virus pada biakan jaringan.
3. Poliomyelitis non paralitik
Penyakit ini terjadi 1 % dari seluruh infeksi. Gejala klinis hampir sama
dengan poliomyelitis abortif yang berlangsung 1 -
2 hari. Setelah itu suhu menjadi normal,tetapi lalu naik kembali (dromedary
chart) disertai dengan gejala nyeri kepala, mualdan muntah lebih berat, dan
ditemukan kekakuan pada otot belakang leher, punggungdan tungkai,
dengan tanda Kernig dan Brudzinsky yang positif. Tanda-tanda lainadalah
Tripod yaitu bila anak berusaha duduk dari sikap tidur, maka ia akan
menekukkedua lututnya ke atas, sedangkan kedua lengan menunjang ke
belakang pada tempat tidur.
4. Poliomyelitis paralitik
Gejala klinisnya sama seperti poliomyelitis non paralitik disertai dengan
kelemahan satu atau beberapa kelumpuhan otot skelet atau kranial. Gejala
ini dapat menghilang selama beberapa hari dan kemudian timbul kembali
disertai dengan kelumpuhan (paralitik) yaitu berupa paralisis flaksid yang
biasanya unilateral dansimetris. Adapun bentuk-bentuk gejalanya
antara lain:
- Bentuk spinal : Gejala kelemahan / paralisis atau paresis otot leher,
abdomen,tubuh, diafragma, thoraks dan terbanyak ekstremitas bawah.-
- Bentuk bulbar : Gangguan motorik satu atau lebih syaraf otak dengan
atau tanpagangguan pusat vital yakni pernapasan dan sirkulasi.
- Bentuk bulbospinal : Didapatkan gejala campuran antara bentuk spinal
danbentuk bulbar. Kadang ensepalitik dapat disertai gejala delirium, kes
adaran menurun,tremor dan kadang kejang.
f. Penatalaksanaan dan Prognosis Poliomielitis
Tidak ada pengobatan spesifik terhadap poliomyelitis. Penatalalaksaan bersifat
simptomatis dan suportif:
- Infeksi abortif :
Istirahat sampai beberapa hari setelah temperatur normal. Kalau perlu dapat
diberikananalgetik, sedatif. Jangan melakukan aktifitas selama 2 minggu. 2
bulan kemudiandilakukan pemeriksaan neuro-muskulosketal untuk
mengetahui adanya kelainan.
- Non paralitik
Sama dengan tipe abortif. Pemberian analgetik 15-30 menit setiap 2-4 jam.
Fisioterapi dilakukan 3-4 hari setelah demam hilang. Fisioterapi bukan
mencegah atrofi otot yangtimbul tapi dapat mengurangi deformitas yang
ada.-
- Paralitik
Harus dirawat di rumah sakit karena sewaktu-waktu dapat terjadi paralisis
pernapasan,dan untuk ini harus diberikan pernapasan mekanis. Bila rasa
sakit telah hilang dapatdilakukan fisioterapi pasif dengan menggerakkan
kaki/tangan (Heymann,2004).
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. MRI
Evaluasi awal untuk pasien mielopati harus dapat menentukan apakah ada
penyebab struktural (HNP, fraktur vertebra patologis, metastasis tumor, atau
spondilolistesis) atau tidak. Idealnya, MRI dengan kontras gadolinium harus
dilakukan dalam beberapa jam setelah presentasi
2. .CT-myelografi
Jika MRI tidak dapat dilakukan dalam waktu cepat untuk menilai kelainan
struktural, CT-myelografi dapat menjadi alternatif selanjutnya, tetapi
pemeriksaan ini tidak dapat menilai medulla spinalis.
3. Punksi Lumbal
Jika tidak terdapat penyebab struktural, punksi lumbal merupakan pemeriksaan
yang harus dilakukan untuk membedakan mielopati inflamasi ataupun non-
inflamasi. Pemeriksaan rutin CSF (hitung sel, jenis, protein, dan glukosa) dan sitologi
CSF harus diperiksa
4. Kultur CSF, PCR, titer antibody
Manifestasi klinis seperti demam, meningismus, rash, infeksi sistemik konkuren
(pneumonia atau diare), status immunokompromis (AIDS atau penggunaan obat-
obat immunosuppresan), infeksi genital berulang, sensasi terbakar radikuler
dengan atau tanpa vesikel sugestif untuk radikulitis zoster, atau adenopati sugestif
untuk etiologi infeksi dari MTA.
5. Pemeriksaan LainnyaManifestasi klinis lainnya dapat mengarahkan diagnosis untuk penyakit inflamasi
sistemik seperti Sindrom Sjogren, sindrom antifosfolipid, LES, sarkoidosis, atau
penyakit jaringan ikat campuran. Pada kondisi seperti ini, pemeriksaan yang harus
dilakukan: ACE level, ANA, anti ds-DNA, SS-A (Ro), SS-B (La), antibodi
antikardiolipin, lupus antikoagulan, 2-glikoprotein, dan level komplemen,
DAFTAR PUSTAKA
Mahadewa, Tjokorda GB dan Sri
Maliawan.2009.Diagnosis dan Tatalaksana Kegawatdaruratan Tulang
belakang .Jakarta: Sagung Seto
Krishnan C, Kaplin AI, Deshpande DM, Pardo CA, Kerr DA. 2004. Transverse myelitis: patogenesis,
diagnosis and treatment.Bioscience.
Varina L. Wolf, Pamela J. Lupo and Timothy E. Lotze. 2012. Pediatric Acute Transverse
Myelitis Overview and Differential Diagnosis. J Child Neurol.
Heymann, David dan R. Bruce Aylward. 2004. Poliomyelitis. Switzerland : Geneva 1211