LP CKD CAPD
Click here to load reader
description
Transcript of LP CKD CAPD
LAPORAN PENDAHULUAN
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN CKRONIK KIDNEY DISEASE PRO CAPDDI RUANG MELATI 4 RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTADisusun untuk memenuhi salah satu tugas KelompokStase Keperawatan Anak Tahap Profesi Ners
Disusun Oleh:
Adistya Ayu Kusumaningtyas10/299720/KU/13997
Luluk Azizah10/ /KU/
Awali Karunia Jati09/ / KU/PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UGM
YOGYAKARTA
2015
LAPORAN PENDAHULUAN
CRONIC RENAL DISEASE ( CKD )
A. PENGERTIAN
Cronic Renal Disease ( CKD ) merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).
B. ETIOLOGI
Cronic Renal Disease ( CKD ) terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.
1. Infeksi
Pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan
Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif
Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung
SLE, poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter
Penyakit ginjal polikistik,asidosis tubuler ginjal.
6. Penyakit metabolik
DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7. Nefropati obstruktif
Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
8. Nefropati obstruktif
a. Sal. Kemih bagian atas:
Kalkuli, neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
b. Sal. Kemih bagian bawah:
Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali congenital pada leher kandung kemih dan uretra.
C. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi umum CKD
1. Sudut pandang tradisional
Semua unit nefron telah terserang penyakit namun dalam stadium yang berbeda-beda dan bagian spesifik dari nefron yang berkaitan dengan fungsi tertentu dapat saja benar- banar rusak atau berubah struktur.
2. Hipotesis Bricker (hipotesis nefron yang utuh)
Bila nefron terserang penyakit maka seluruh unitnya akan hancur, namun sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal. Uremia akan timbul bila jumlah nefron sudah sedemikian berkurang sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit yang tidak dapat dipertahankan lagi.
Jumlah nefron turun secara progresif
Ginjal melakukan adaptasi (kompensasi)
-sisa nefron mengalami hipertropi
-peningkatan kecepatan filtrasi, beban solute dan reabsorbsi
tubulus dalam tiap nefron, meskipun GFR untuk seluruh massa nefron menurun di bawah normal
Kehilangan cairan dan elektrolit dpt dipertahankan
Jk 75% massa nefron hancur
Kecepatan filtrasi dan bebab solute bagi tiap nefron meningkat
Keseimbangan glomerulus dan tubulus tidak dapat dipertahankan
Fleksibilitas proses ekskresi & konversi solute &air
Sedikit perubahan pada diit mengakibatkan keseimbangan terganggu
Hilangnya kemampuan memekatkan/mengencerkan kemih
BJ 1,010 atau 2,85 mOsml (= konsentrasi plasma)
poliuri, nokturia
nefron tidak dapat lagi mengkompensasi dgn tepat
terhadap kelebihan dan kekurangan Na atau air
Toksik Uremik
Gagal ginjal tahap akhir
GFR
Kreatinin Prod. Met. Prot. Tertimbun phosphate serum
Dalam darah kalsium serum
Sekresi parathormon
Tubuh tdk berespon dgn N
Kalsium di tulang
Met.aktif vit D
Perub.pa tulang/osteodistrofi ginjal
D. KLASIFIKASI CKD ( CHRONIC KIDNEY DISEASE )
StageGambaran kerusakan ginjalGFR (ml/min/1,73 m2)
1Normal atau elevated GFR 90
2Mild decrease in GFR60-89
3Moderate decrease in GFR30-59
4Severe decrease in GFR15-29
5Requires dialysis 15
E. TANDA DAN GEJALA
1. Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia
a. Retensi toksik uremia hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa sal.cerna, gangguan pembekuan, masa hidup eritrosit memendek, bilirubuin serum meningkat/normal, uji combs negative dan jumlah retikulosit normal.
b. Defisiensi hormone eritropoetin
Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) def. H eritropoetin Depresi sumsum tulang sumsum tulang tidak mampu bereaksi terhadap proses hemolisis/perdarahan anemia normokrom normositer.
2. Kelainan Saluran cerna
a. Mual, muntah, hicthcup
dikompensasi oleh flora normal usus ammonia (NH3) iritasi/rangsang mukosa lambung dan usus.
b. Stomatitis uremia
Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan saliva banyak mengandung urea dan kurang menjaga kebersihan mulut.
c. Pankreatitis
Berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim amylase.
3. Kelainan mata
4. Kardiovaskuler :
Hipertensi
Pitting edema
Edema periorbital
Pembesaran vena leher
Friction Rub Pericardial
5. Kelainan kulit
a. Gatal
Terutama pada klien dgn dialisis rutin karena:
a). Toksik uremia yang kurang terdialisis
b). Peningkatan kadar kalium phosphor
c). Alergi bahan-bahan dalam proses HD
b. Kering bersisik
Karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan kristal urea di bawah kulit.
c. Kulit mudah memar
d. Kulit kering dan bersisik
e. rambut tipis dan kasar
5. Neuropsikiatri
6. Kelainan selaput serosa
7. Neurologi :
Kelemahan dan keletihan
Konfusi
Disorientasi
Kejang
Kelemahan pada tungkai
rasa panas pada telapak kaki
Perubahan Perilaku
8. Kardiomegali.
Tanpa memandang penyebabnya terdapat rangkaian perubahan fungsi ginjal yang serupa yang disebabkan oleh desstruksi nefron progresif. Rangkaian perubahan tersebut biasanya menimbulkan efek berikut pada pasien : bila GFR menurun 5-10% dari keadaan normal dan terus mendekati nol, maka pasien menderita apa yang disebut SINDROM UREMIK
Terdapat dua kelompok gejala klinis :
Gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi ; kelainan volume cairan dan elektrolit, ketidakseimbangan asam basa, retensi metabolit nitrogen dan metabolit lainnya, serta anemia akibat defisiensi sekresi ginjal.
Gangguan kelainan CV, neuromuscular, saluran cerna dan kelainan lainnya
MANISFESTASI SINDROM UREMIK
Sistem tubuhManifestasi
Biokimia Asidosis Metabolik (HCO3 serum 18-20 mEq/L)
Azotemia (penurunan GFR, peningkatan BUN, kreatinin)
Hiperkalemia
Retensi atau pembuangan Natrium
Hipermagnesia
Hiperurisemia
Perkemihan& Kelamin Poliuria, menuju oliguri lalu anuria
Nokturia, pembalikan irama diurnal
Berat jenis kemih tetap sebesar 1,010
Protein silinder
Hilangnya libido, amenore, impotensi dan sterilitas
Kardiovaskular Hipertensi
Retinopati dan enselopati hipertensif
Beban sirkulasi berlebihan
Edema
Gagal jantung kongestif
Perikarditis (friction rub)
Disritmia
Pernafasan Pernafasan Kusmaul, dispnea
Edema paru
Pneumonitis
Hematologik Anemia menyebabkan kelelahan
Hemolisis
Kecenderungan perdarahan
Menurunnya resistensi terhadap infeksi (ISK, pneumonia,septikemia)
Kulit Pucat, pigmentasi
Perubahan rambut dan kuku (kuku mudah patah, tipis, bergerigi, ada garis merah biru yang berkaitan dengan kehilangan protein)
Pruritus
kristal uremik
kulit kering
memar
Saluran cerna Anoreksia, mual muntah menyebabkan penurunan BB
Nafas berbau amoniak
Rasa kecap logam, mulut kering
Stomatitis, parotitid
Gastritis, enteritis
Perdarahan saluran cerna
Diare
Metabolisme intermedier Protein-intoleransi, sintesisi abnormal
Karbohidrat-hiperglikemia, kebutuhan insulin menurun
Lemak-peninggian kadar trigliserida
Neuromuskular Mudah lelah
Otot mengecil dan lemah
Susunan saraf pusat :
Penurunan ketajaman mental
Konsentrasi buruk
Apati
Letargi/gelisah, insomnia
Kekacauan mental
Koma
Otot berkedut, asteriksis, kejang
Neuropati perifer :
Konduksi saraf lambat, sindrom restless leg
Perubahan sensorik pada ekstremitas parestesi
Perubahan motorik foot drop yang berlanjut menjadi paraplegi
Gangguan kalsium dan rangka Hiperfosfatemia, hipokalsemia
Hiperparatiroidisme sekunder
Osteodistropi ginjal
Fraktur patologik (demineralisasi tulang)
Deposit garam kalsium pada jaringan lunak (sekitar sendi, pembuluh darah, jantung, paru-paru)
Konjungtivitis (uremik mata merah)
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal
Ureum kreatinin.
Asam urat serum.
b. Identifikasi etiologi gagal ginjal
Analisis urin rutin
Mikrobiologi urin
Kimia darah
Elektrolit
Imunodiagnosis
c. Identifikasi perjalanan penyakit
Progresifitas penurunan fungsi ginjal
Ureum kreatinin, klearens kreatinin test
GFR / LFG dapat dihitung dengan formula Cockcroft-Gault:
Laki-laki :
(140 umur ) X BB (kg)
CCT =
x72
kreatinin serum ( mg/dL )
Wanita : 0,85 x CCT
Perhitungan terbaik LFG adalah dengan menentukan bersihan kreatinin yaitu :
Kreatinin urin (mg/dL)xVol.urin (mL/24 jam)
Bersihan kreatinin :
Kreatinin serum ( mg/dL ) x 1440 menit
Nilai normal :
Laki-laki : 97 - 137 mL/menit/1,73 m3 atau
0,93 - 1,32 mL/detik/m2Wanita : 88-128 mL/menit/1,73 m3 atau
0,85 - 1,23 mL/detik/m2 Hemopoesis : Hb, trobosit, fibrinogen, factor pembekuan
Elektrolit: Na+, K+, HCO3-, Ca2+, PO42-, Mg+
Endokrin : PTH dan T3,T4
Pemeriksaan lain: berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk ginjal, misalnya: infark miokard.
2. Diagnostik
a. Etiologi CKD dan terminal
Foto polos abdomen.
USG.
Nefrotogram.
Pielografi retrograde.
Pielografi antegrade.
Mictuating Cysto Urography (MCU).
b. Diagnosis pemburuk fungsi ginjal
RetRogram
USG.
F. MANAGEMEN TERAPI1. Terapi Konservatif
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal Desease ( CKD ) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai tahun.
Tujuan terapi konservatif :
a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi.
b. Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksi asotemia.
c. Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal.
d. Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.
Alur manajemen terapi pada klien Cronic renal Desease ( CKD ) dan terminal sebagai berikut ;
CKD
Terapi konservatif
Penyakit ginjal terminal
meninggal Dialisis HD di RS, Rumah, CAPD
gagal
Transplantasi ginjal berhasil
Prinsip terapi konservatif :
a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal.
1). Hati-hati dalam pemberian obat yang bersifat nefrotoksik.
2). Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi volume cairan ekstraseluler dan hipotensi.
3). Hindari gangguan keseimbangan elektrolit.
4). Hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani.
5). Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi.
6). Hindari instrumentasi dan sistoskopi tanpa indikasi medis yang kuat.
7). Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat tanpa indikasi medis yang kuat.
b. Pendekatan terhadap penurunan fungsi ginjal progresif lambat
1). Kendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular.
2). Kendalikan terapi ISK.
3). Diet protein yang proporsional.
4). Kendalikan hiperfosfatemia.
5). Terapi hiperurekemia bila asam urat serum > 10mg%.
6). Terapi hIperfosfatemia.
7). Terapi keadaan asidosis metabolik.
8). Kendalikan keadaan hiperglikemia.
c. Terapi alleviative gejala asotemia
1). Pembatasan konsumsi protein hewani.
2). Terapi keluhan gatal-gatal.
3). Terapi keluhan gastrointestinal.
4). Terapi keluhan neuromuskuler.
5). Terapi keluhan tulang dan sendi.
6). Terapi anemia.
7). Terapi setiap infeksi.
2. Terapi simtomatik
a. Asidosis metabolik
Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum K+ ( hiperkalemia ) :
1). Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.
2). Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama dengan 7,35 atau serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.
b. Anemia
1). Anemia Normokrom normositer
Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi hormon eritropoetin ( ESF : Eritroportic Stimulating Faktor ). Anemia ini diterapi dengan pemberian Recombinant Human Erythropoetin ( r-HuEPO ) dengan pemberian30-530 U per kg BB.
2). Anemia hemolisis
Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang dibutuhkan adalah membuang toksin asotemia dengan hemodialisis atau peritoneal dialisis.
3). Anemia Defisiensi Besi
Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan saluran cerna dan kehilangan besi pada dialiser ( terapi pengganti hemodialisis ). Klien yang mengalami anemia, tranfusi darah merupakan salah satu pilihan terapi alternatif ,murah dan efektif, namun harus diberikan secara hati-hati.
Indikasi tranfusi PRC pada klien gagal ginjal :
a). HCT < atau sama dengan 20 %
b). Hb < atau sama dengan 7 mg5
c). Klien dengan keluhan : angina pektoris, gejala umum anemia dan high output heart failure.
Komplikasi tranfusi darah :
a). Hemosiderosis
b). Supresi sumsum tulang
c). Bahaya overhidrasi, asidosis dan hiperkalemia
d). Bahaya infeksi hepatitis virus dan CMV
e). Pada Human Leukosite antigen (HLA) berubah, penting untuk rencana transplantasi ginjal.c. Kelainan Kulit
1). Pruritus (uremic itching)
Keluhan gatal ditemukan pada 25% kasus CKD dan terminal, insiden meningkat pada klien yang mengalami HD.
Keluhan :
a). Bersifat subyektif
b). Bersifat obyektif : kulit kering, prurigo nodularis, keratotic papula dan lichen symply
Beberapa pilihan terapi :
a). Mengendalikan hiperfosfatemia dan hiperparatiroidisme
b). Terapi lokal : topikal emmolient ( tripel lanolin )
c). Fototerapi dengan sinar UV-B 2x perminggu selama 2-6 mg, terapi ini bisa diulang apabila diperlukan
d). Pemberian obat
Diphenhidramine 25-50 P.O
Hidroxyzine 10 mg P.O
2). Easy Bruishing
Kecenderungan perdarahan pada kulit dan selaput serosa berhubungan denga retensi toksin asotemia dan gangguan fungsi trombosit. Terapi yang diperlukan adalah tindakan dialisis.
d. Kelainan Neuromuskular
Terapi pilihannya :
1). HD reguler.
2). Obat-obatan : Diasepam, sedatif.
3). Operasi sub total paratiroidektomi.
e. Hipertensi
Bentuk hipertensi pada klien dengan GG berupa : volum dependen hipertensi, tipe vasokonstriksi atau kombinasi keduanya. Program terapinya meliputi :
1). Restriksi garam dapur.
2). Diuresis dan Ultrafiltrasi.
3). Obat-obat antihipertensi.
3. Terapi pengganti
Adalah terapi yang menggantikan fungsi ginjal yang telah mengalami kegagalan fungsi ginjal baik kronik maupun terminal. Pada masa sekarang ini ada dua jenis terapi :
a. Dialisis yang meliputi :
1). Hemodialisa
2). Peritoneal dialisis, yang terkenal dengan Continous Ambulatory Peritoneal Dialisis ( CAPD ) atau Dialisis Peritoneal Mandiri Berkesinambungan ( DPMB ).
b. Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal.
CKD
Terapi konservatif
Penyakit ginjal terminal
Dialisis HD di RS atau di Rumah (CAPD)
Transplantasi ginjal
G. KOMPLIKASI
1. Hipertensi.
2. Hiperkalemia.
3. Anemia.
4. Asidosis metabolik.
5. Osteodistropi ginjal.
6. Sepsis.
7. Neuropati perifer.
8. Hiperuremia.CONTINUOUS AMBULATORY PERITONEAL DIALISI (CAPD)
A. PENGERTIAN
Dialisys Peritoneal merupakan alternative dari hemodialisis pada penanganan gagal ginjal akut dan kronik. Dialysis peritoneal sering dipakai sebagai alternative hemodialisis pada penanganan gagal ginjal kronik. Pasien penyakit gagal ginjal tahap akhir akhir kebanyakan menjalani dialysis peritonial.
Dialysis peritoneal sangat mirip dengan hemodialisis, di mana pada teknik ini peritoneum berfungsi sebagai membrane semipermiabel. Akses terhadap rongga peritoneal dicapai melalui perisentesis. Pada dialysis peritoneal, permukaan peritoneum yang luasnya sekitar 22.000 cm2berfungsi sebagai permukaan difusi.
Dialysis peritoneal yaitu dilakukannya penginfusan 1-2 liter cairan dialysis ke dalam rongga abdomen melalui kateter. Pembuangan solut di capai melalui difusi, sementara ultrafiltrasi (pembuangan air) dicapai melalui perbedaan tekanan osmotik, bukan perbadaan hidrostatik seperti pada hemodialisa.
Dialysis peritoneal memerlukan 36 hingga 48 jam untuk melakukan proses pencucian darah tersebut, sementara hemodialisis selesai dikerjakan dalam ttempo 6-8 jam. Dialysis peritoneal dapat dilakukan secara intermiten (beberapa kali dalam seminggu, dalam waktu 36 dampai 48 jam untuk setiap kali dialisis) atau kontinyu.
Tujuan terapi ini adalah untuk mengeluarkan zat-zat toksik serta limbah metabolik, mengembalikan keseimbangan cairan yang normal dengan mengeluarkan cairan yang berlebihan, dan memulihkan keseimbangan elektrolit.
Dialysis peritoneal mungkin merupakan terapi pilihan bagi pasien ginjal yang tidak mampu atau tidak mau menjalani hemodialisis atau transpalasi ginjal. Pasien yang rentan terhadap perubahan cairan, elektrolit, dan metabolik yang cepat terjadi pada hemodialisis akan sedikit mangalami hal ini karena dialisis peritoneal kecapatan kerjanya lebih lambat. Oleh karena itu, pasien diabetes atau penyakit kardiovaskuler, pasien lansia dan pasien yang beresiko mengalami efek samping dari pemberian heparin secara sistemik merupakan indikasi untuk dilakukan dialysis peritoneal atau untuk melakukan dialysis peritoneal adalah dianjurkan.
B. MANIFESTASI KLINIS
Adanya keluahan nyeri di karenakan pemasukkan kateter melalui dinding abdomen atau iritasi kateter dan penempatan kateter yang tidak tepat.
Takipnea, dispnea, nafas pendek dan nafas dangkal selama dialysis diduga karena tekanan disfragmatik dari distensi tongga peritoneal. Penurunan area ventilasi dapat menunjukkan adanya atelektasis :
Gejala-gejala lainnya:
1. Peritonitis2. Penurunan tekanan darah (hipotensi)3. Takikardi4. Hiponatremia atau intoksikasi air5. Turgor kulit buruk, dll
C. PENATALAKSANAAN CAPD
Penatalaksaan pada pasien yang menjalani dialysis peritoneal, yaitu :
1. Proses
Proses persiapan pasien dan keluarga yang dilaksanakan oleh perawat adalah penjelasan proses dialysis peritonial, suratpersetujuan yang sudah di tanda tangani, data dasar mengenai tanda-tanda vital, berat badan dan kadar elektrolit serum, pengosongan kandung kemih dan usus. Selain itu perawat mengkaji kecemasan pasien dan memberi dukungan serta petunjuk mengenai prosedur yang akan dilakukan.
2. Peralatan
Perawat harus berkonsultasi dengan dokter untuk menentukan konsetrasi dialisat yang akan digunakan dan obat-obat yang akan ditambahkan, misalnya dalam menambahkan heparin untuk mencegah pembekuan fibrin yang dapat menyumbat kateter peritoneal, penambahan antibiotic untuk mengobati peritonitis.
3. Pemasangan Kateter
Kateter peritoneal dipasang di dalam kamar operasi untuk mempertahankan asepsis operasi dan memperkecil resiko kontaminasi. Kateter stylet dapat digunakan jika dialysis peritoneal tersebut diperkirakan akan dilaksanakan dalam waktu singkat. Sebelum p[rosedur pemasangan kateter dilakukan, kulit abdomen dipersiapkan dengan larutan antiseptic lokal dan dokter melakukan penyuntikkan infiltrasi preparat anastesi local ke dalam kulit dan jaringan subcutan. Insisi kecil dibuat pada 3-5 cm di bawah umbiculus.4. Prosedur
Untuk dialisat peritoneal intermiten, larutan dialisat dialirkan dengan bebas ke dalam kavum peritoneal dan dibiarkan selama waktu retensi atau waktu ekuilibrasi yang ditentukan dokter. Waktu memungkinkan terjadinya difusi dan osmosis. Pada waktu akhir retensi, klem selang drainase dilepas dan larutan dialisat dibiarkan mengalir keluar dari kavum peritoneal melalui sebuah sistem yang tertutup dengan bantuan gaya berat.
D. KOMPLIKASI1. Peritonitis
Peritonotis merupakan komplikasi yangpaling sering dijumpai dan paling serius. Komplikasi ini terjadi pada 60-80% pasien yang menjalani dialysis peritoneal. Sebagian besar peritonitis disebabkan oleh kontaminasi staphylococcus epidermidis.
2. Kebocoran Cairan Dialisat
Kebocoran Cairan Dialisatmelalui luka insisi atau luka pada pemasangan kateter dapat segera diketahui sesudah kateter dipasang. Biasanya kebocoran tersebut berhenti spontan jika terapi dialysis ditunda selama beberapa hari untuk menyembuhkan luka insisi dan tempat keluarnya kateter.
3. Perdarahan
Cairan dreinase (effluent) dialisat yang mengandung darah kadang-kadang dapat terlihat, khususnya pada wanita yang sedang haid. Cairan hipertonik menarik darah dari uterus lewat orifisium tuba falopi yang bermuara ke dalam kavum peritoneal.4. Komplikasi lain
1)Hernia abdomen, mungkin terjadi akibat peningkatan tekanan intraabdomen yang terus menerus.2)Hipertrigleserimida3)Nyeri punggung bawah dan anoreksia, akibat adanya cairan dalam rongga abdomen di samping rasa manis yang selalu pada indra pengecap yang berkaitan dengan absorpsi glukosa.
5. Gangguan Citra Tubuh dan Seksualitas
Pasien mengalami gangguan citra tubuh dengan adanya kateter abdomen dan kantong penampung serta selang di badannya.usuran punggang akan meningkat 2,5 sampai 5 cm atau lebih bila terdapat cairan pada rongga abdomen.
H.DIAGNOSIS KEPERAWATAN YANG MUNCUL :
1.Intoleransi aktivitas b.d keletihan/kelemahan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialysis.
2.Kelebihan volume cairan
3.Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan yang inadekuat (mual, muntah, anoreksia dll).
4.Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis, perikarditis.
5.Kurang pengetahuan tentang penyakit dan cara perawatan b.d kurangnya informasi kesehatan.
6.PK Hiperkalemia
7. PK Asidosis Metabolik
8. Defisit perawatan diri b/d kelemahan
DAFTAR PUSTAKA
Batubara, S.O. 2011. Analisa Faktor Risiko Terhadap Komplikasi Continuous Ambulatory Peritoneal Dyalisis. Universitas Indonesia : Depok
Bulecehek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., Wagner, C.M. 2013, Nursing Interventions Classification (NIC) Sixth Edition, Mosby, USABrunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 volume 2, EGC, JakartaHenry Ford Health System. 2011. Cronic Kidney Disease Clinical Practice Recommendation for Primary Helath Physician and Healthcare Providers. Henry Ford Health System : Los AngelIIOWA Outcomes Project, 2000, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, Mosby Year Book, USA.Mahesa, D.R. 2010. Penyakit Ginjal Kronis (Cronic Kidney Disease). Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD : Bandung
McCloskey, 2013, Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth Edition, Mosby, USARalph & Rosenberg, 2012, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2012-2014, Philadelphia USA
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
NODX KEP.TUJUAN (NOC)INTERVENSI (NIC)
1Volume cairan berlebihan b.d mekanisme pengaturan melemah
Definisi :
Retensi cairan isotonik meningkatFluid Balance :
1. VS dbn
2. Tekanan arteri dbn
3. Tekanan vena dbn
4. Hipotensi orthostatik
5. Balance cairan 24 jam
6. Tidak ada suara nafas tambahan
7. BB stabil
8. Tidak ada asites
9. Tidak ada distensi vena leher
10. Tidak ada edema perifer
11. Tidak ada confuse
12. Hidrasi kulit baik
13. Membran mukosa lembab
14. Elektrolit darah dbn
15. Hmt dbn
Keterangan :
1 : Extremely compromised
2 : Substantially compromised
3 : Moderately compromised
4 : Mildly compromised
5 : Not compromisedFluid Management : Monitor BB tiap hari
Ukur peningkatan BB
Pertahankan catatan intake dan output cairan selama 24 jam, balance cairan
Pasang DC bila perlu
Monitor status hidrasi (membran mukosa, nadi, tekanan darah orthostatik)
Monitor hasil laboratorium yang berhubungan dengan retensi cairan
Monitor status hemodinamik
Monitor VS
Monitor indikasi overload cairan (edema, asites)
Kaji lokasi edema
Kelila terapi iv
Monitor status nutrisi
Kelola pemberian diuretik (kolaborasi)
Tingkatkan intake oral (cairan)
Monitor respon klien selama terapi cairan
Fluid Monitoring
Tentukan riwayat jumlah intake cairan dan pola eliminasi BAK
Monitor nilai elektrolit urine dan serum
Monitor nilai serum albumin dan total protein
Monitor osmolalitas urine dan serum
Monitor BP, HR, RR
Monitor turgor kulit
Monitor warna, kualitas urine
2Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurangnya intake (anoreksia, mual, muntah, pembatasan diet)
Definisi :
Intake nutrisi melebihi kebutuhan metabolik tubuhNutritional Status
1. Intake nutrien
2. Intake makanan/minuman
3. Energi
4. Massa tubuh
5. BB
6. Ukuran biochemikal
Keterangan :
1 : Extremely compromised
2 : Substantially compromised
3 : Moderately compromised
4 : Mildly compromised
5 : Not compromised
Manajemen Nutrisi
Catat jika klien mempunyai alergi makanan
Batasi makanan manis
Buat jadual pemberian diit untuk klien
Anjurkan makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein, dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut : Karbohidrat 60 - 70%, Protein 10 - 15%, Lemak 20 - 25% Sesuaikan jumlah kalori dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan memper tahankan berat badan idaman.
Tentukan status gizi, dengan Body Mass Index (BMI) = Indeks Massa Tubuh (IMT) :
Timbang BB secara teratur Lakukan oral higiene, jika perluMonitor Nutrisi
Monitor mual, muntah, diare, konstipasi
Monitor suasana lingkungan selama makan
Jadualkan pengobatan dan tindakan di luar jam makan
Amati gejala-gejala yang terjadi selama makan
Terapi Nutrisi
Pasang NGT, kelola, jika perlu
Beri obat sesuai order untuk mengatasi mual, muntah, diare atau konstipasi
3Defisit perawatan diri b.d kelemahan
Self Care : Activities Daily Living (ADL)
Kriteria :
1. Makan
2. Berpakaian
3. Toileting
4. Mandi
5. Berhias
6. Higiene
7. Kebersihan mulut
8. Ambulasi : kursi roda
9. Ambulasi : berjalan
10. Berpindah
Keterangan :
1 : Tergentung, tidak ada partisipasi
2 : Memerlukan bantuan orang dan alat
3 : Memerlukan bantuan orang
4 : Tidak tergantung, dengan bantuan alat
5 : Tidak tergantung sempurna/mandiriSelf Care Assistence
Bantu ADL klien selagi klien belum mampu mandiri
Pahami semua kebutuhan ADL klien
Pahami bahasa-bahasa atau pengungkapan non verbal klien akan kebutuhan ADL
Libatkan klien dalam pemenuhan ADLnya
Libatkan orang yang berarti dan layanan pendukung bila dibutuhkan
Gunakan sumber-sumber atau fasilitas yang ada untuk mendukung self care
Ajari klien untuk melakukan self care secara bertahap
Ajarkan penggunaan modalitas terapi dan bantuan mobilisasi secara aman (lakukan supervisi agar keamnanannya terjamin)
Evaluasi kemampuan klien untuk melakukan self care di RS
Beri reinforcement atas upaya dan keberhasilan dalam melakukan self care
4Defisit Pengetahuan b.d kurang paparan, tidak mengenal/familiar terhadap sumber informasi
Knowledge : Illness Care
Kriteria :
1. Diit
2. Proses penyakit
3. Konservasi energi
4. Kontrol infeksi
5. Pengobatan
6. Aktivitas yang dianjurkan
7. Prosedur pengibatan
8. Regimen/aturan pengobatan
9. Sumber-sumber kesehatan
10. Manajemen penyakit
Keterangan :
1 : None
2 : Limited
3 : Moderate
4 : Substantial
5 : ExtensiveTeaching : Dissease Process
Tentukan tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang proses penyakit Jelaskan tentang patofisiologi penyakit Gambarkan tentang tanda dan gejala penyakit Jelaskan tentang proses penyakit Identifikasi tentang penyebab yang mungkin Sediakan informasi tentang kondisi klien Siapkan keluarga atau orang-orang yang berarti dengan informasi tentang perkembangan klien Sediakan informasi tentang diagnosa klien Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau kontrol proses penyakit Diskusikan tentang pilihan tentang terapi atau pengobatan Jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan atau terapi Dorong klien untuk menggali pilihan-pilihan atau memperoleh alternatif pilihan Gambarkan komplikasi yang mungkin terjadi Anjurkan klien untuk mencegah efek samping dari penyakit Gali sumber-sumber atau dukungan yang ada Anjurkan klien untuk melaporkan tanda dan gejala yang muncul pada petugas kesehatan Pertegas informasi kepada anggota tim kesehatan yang lain
5PK : Hiperkalemia
Perawat akan menangani atau mengurangi episode ketidakseimbangan elektrolitHiperkalemia
Pantau kadar kalium serum dan beritahu dokter bila hasilnya melebihi 5.5 Meq
Kaji pasien akan adanya kelemahan otot, diare, perubahan EKG ( Gel T memuncak dan QRS melebar)
Batasi masukan makanan kaya kalium
Jika koreksi kalium diberikan secara parenteral, pantau kadar kalium serum selama terapi
6PK : Asidosis Metabolik
Perawat akan menangani atau mengurangi komplikasi asidosis Pantau tanda gejala asidosis metabolik : pernafasan cepat dan lambat, sakit kepala, mual, muntah, bikarbonat plasma dan pH arteri darah rendah, perubahan tingkah laku, mengantuk, kalsium serum meningkat, klorida serum meningkat, PCO2 < 35-40 mmHg, Penurunan HCO3
Mulai dengan penggantian cairan secara iv sesuai program
Rujuk pada PK : Hipo/Hiperglikemia
Pantau nilai AGD dan pH urine
NODX KEP.TUJUAN (NOC)INTERVENSI (NIC)
7Intoleransi aktivitas b.d kelemahan, anemia
Activity Tolerance/ Toleransi Aktivitas. Kriteria :
1. Saturasi oksigen dalam batas normal (dbn) selama berespon terhadap aktivitas : 1
2. HR, RR, BP dbn selama aktivitas : 1
3. EKG dbn : 1
4. Warna kulit dbn : 1
5. Kekuatan dbn : 1
6. Peningkatan toleransi : 1
7. Berjalan : 1
8. Pemenuhan ADL : 1
9. Kemampuan mengungkapkan perasaan selama latihan : 1
Keterangan :
1 : Extremely compromised
2 : Substantially compromised
3 : Moderately compromised
4 : Mildly compromised
5 : Not compromised
Energy Concervation/ Konservasi Energi.
Kriteria :
1. Keseimbangan aktivitas dan istirahat : 5
2. Tidur siang : 5
3. Melakukan pembatasan energi : 5
4. Penggunaan teknik konservasi energi : 5
5. Adaptasi terhadap pola tingkat energi : 5
6. Nutrisi adekuat : 5
7. Mempertahankan tingkat aktivitas adekuat : 5
Keterangan :
1 : Not at all
2 : To a slight extent
3 : To a moderate extent
4 : To a great extent
5 : To a very great extentActivity Therapy/Terapi Aktivitas
1. Tentukan perjanjian untuk meningkatkan frekuensi/rentang aktivitas
2. Motivasi untuk melakukan aktivitas yang diselingi periode istirahat
3. Motivasi klien dan bantu untuk melakukan latihan dengan periode waktu yang ditingkatkan secara bertahap
Energy Management/Manajemen Energi
1. Monitor intake nutrisi untuk memastikan sumber energi adekuat
2. Tawarkan diit tinggi kalori, tinggi protein
3. Beri suplemen vitamin (A, B kompleks, C dan K)
4. Tentukan periode istirahat dan aktivitas
8Pola Nafas tidak efektif
NOC :
Respiratory status : Ventilation
Respiratory status : Airway patency
Vital sign Status
Kriteria Hasil :
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)NIC :
Airway Management
Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Lakukan suction pada mayo
Berikan bronkodilator bila perlu
Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan. Monitor respirasi dan status O2Terapi Oksigen
Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea Pertahankan jalan nafas yang paten Atur peralatan oksigenasi Monitor aliran oksigen Pertahankan posisi pasien Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasiVital sign Monitoring Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
Catat adanya fluktuasi tekanan darah
Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
Monitor kualitas dari nadi
Monitor frekuensi dan irama pernapasan
Monitor suara paru
Monitor pola pernapasan abnormal
Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
Monitor sianosis perifer
Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
PAGE