Longcase b. Anak Omphalokele
-
Upload
mulia-tahir -
Category
Documents
-
view
168 -
download
4
Transcript of Longcase b. Anak Omphalokele
OMPHALOCELE
Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar
A. ABSTRAK
Omphalokel diartikan sebagai suatu defek sentral dinding abdomen pada daerah
cincin umbilikus (umbilical ring) atau cincin tali pusar sehingga terdapat herniasi organ-
organ abdomen dari cavum abdomen namun masih dilapisi oleh suatu kantong atau selaput
yang terdiri atas lapisan amnion dan peritoneum. Awal terjadinya omphalokel masih belum
jelas dan terdapat beberapa teori embriologi yang menjelaskan kemungkinan
berkembangnya omphalokel. Teori yang banyak disebutkan oleh para ahli ialah bahwa
omphalokel berkembang karena kegagalan migrasi dan fusi dari embrionik fold bagian
kranial, caudal dan lateral saat membentuk cincin umbilikus pada garis tengah sebelum
invasi miotom pada minggu ke-4 perkembangan. Teori lain menyebutkan bahwa
omphalokel berkembang karena kegagalan midgut untuk masuk kembali ke kavum
abdomen pada minggu ke-12 perkembangan. penutupan omphalokele melalui 2 tahap.
Tahap pertama ialah membuat skin flap untuk melindungi organ-organ abdomen yang
mengalami herniasi. Tahap kedua ialah merepair hernia ventralis.
Berdasarkan penemuan kasus di RSUD dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar, bulan
Maret 2013, dilaporkan seorang anak laki-laki berusia 4 hari dengan usus terburai diluar
perut yang dialami sejak lahir (12-3-2013) dan didiagnosis menderita omphalocele.
Kata kunci: omphalokele.
ABSTRACT
Omphalokel defined as a central defect in the abdominal wall in the area of the
umbilical ring or the umbilical cord ring so that there is herniation of abdominal organs
from the abdominal cavity, but still covered by a bag or membrane consisting of layers of
amnion and peritoneum. Omphalokel onset is still unclear and there are several theories
that explain the embryological development possibility of omphalokel. The theory
described by many experts is that omphalokel developed due to failure of migration and
fusion of embryonic cranial caudal and lateral fold portion, while forming to the midline of
1
umbilical ring before the invasion of myotomes at 4 th week of development. Another theory
states that omphalokel develop due to the failure of midgut to get back into the abdominal
cavity at the 12th week of development. Omphalokele closure through 2 stages. The first
stage is to create a skin flap to protect the abdominal organs herniate. The second stage is
to repair ventral hernias.
According to case found in RSUD Dr. Wahidin Sudirohusodo Macassar on March
2013, reported a 4 days old baby boy present with intestine spilled out of the stomatch
suffered since birth (12-3-2013) and diagnosed with omphalokel.
Key word: omphalokel
B. PENDAHULUAN
Omphalokel secara bahasa berasal dari bahasa yunani omphalos yang berarti
umbilicus=tali pusat dan cele yang berarti bentuk hernia. Omphalokel diartikan sebagai
suatu defek sentral dinding abdomen pada daerah cincin umbilikus (umbilical ring) atau
cincin tali pusar sehingga terdapat herniasi organ-organ abdomen dari cavum abdomen
namun masih dilapisi oleh suatu kantong atau selaput. Selaput terdiri atas lapisan amnion
dan peritoneum. Diantara lapisan tersebut kadang-kadang terdapat lapisan wharton’s jelly.
Omphalokel dideskripsikan pertama kali oleh seorang ahli bedah Prancis bernama
Ambroise Pare pada tahun 1634. Dia mendeskripsikan omphalokel secara akurat dan
melakukan penatalaksanaan secara konservatif berupa pemberian agen-agen eskarotik pada
permukaan selaput omphalokel uintuk merangsang epitelisasi. Pendekatan penatalaksanaan
tersebut kemudian menimbulkan beberapa masalah diantaranya memerlukan waktu yang
lama, sehingga membutukan pula nutrisi dan me metabolik yang toll. Selaput dapat pula
pecah yang berakibat terjadinya infeksi.
Baru kemudian pada tahun 1948, Robet Gross di Boston memperkenalkan suatu
metode penutupan omphalokel yang besar dan sukses. Dia mendeskripsikan penutupan
omphalokele melalui 2 tahap. Tahap pertama ialah membuat skin flap untuk melindungi
organ-organ abdomen yang mengalami herniasi. Tahap kedua ialah merepair hernia
ventralis.
Schuster pada tahun 1967 kemudian memperkenalkan penggunaan material prostetik
untuk memproteksi organ-organ abdomen selama tahapan pertama tersebut. Akhirnya pada
2
tahun 1969, Allen dan Wrenn memeperkenalkan pada suatu teknik “Silo”, dimana organ-
organ abdomen yang mengalami herniasi ditutup dengan satu lapis silastic yang dilekatkan
ke fascia dinding abdomen. Organ–organ abdomen tersebut kemudian dimasukkan secara
bartahap kedalam kavum abdomen melalui progessiv tightening/tekanan manual dalam
beberapa hari. Semenjak penenemuan itulah penutupan defek omphalokel secara primer
dimungkinkan pada masa-masa awal bayi. Sampai saat ini berbagai usaha dilakukan untuk
mendapatkan hasil klinik yang memuaskan. Usaha tersebut meliputi manajemen prenatal
dan postnatal.
C. Laporan Kasus
Bayi laki-laki berumur 4 hari masuk dengan keluhan utama usus terburai keluar yang
dialami sejak lahir. Demam (-), muntah (-). BAB: kesan normal. BAK: kesan normal.
Riwayat kehamilan: pasien adalah anak pertama G2P1A1, ANC 6x, ibu rutin kontrol di
bidan praktek dan dokter ahli kandungan. Mendapat vitamin dan tablet penambah darah.
Tidak pernah minum obat-obatan lain maupun jamu-jamuan. Riwayat persalinan: bayi lahir
sectio di RS Toraja karena letak plasenta terletak dibawah, ditolong dokter. Bayi segera
menangis, berat badan lahir 2400 gram.
Pada pemeriksaan fisis, keadaan umum: sakit sedang/ gizi cukup/ sadar, tanda vital
ditemukan nadi 120x/menit, pernapasan 24x/menit, suhu 36,5oC. Pada region abdomen,
dari inspeksi: tampak usus terburai dengan selaput, auskultasi: peristaltic (+) kesan normal,
palpasi: teraba usus-usus (+) yang keluar melalui dinding abdomen sinistra, perkusi:
tymphani.
Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 7 Maret 2013: WBC 14,19 RBC 5,37
HGB 18,6 HCT 52,2 PLT 25 CT/BT 7’30”/3’00” PT 17,5 APTT 53.9 GDS 59
Foto klinis pasien 22 Maret 2013:
3
Foto baby gram 16-3-2013
D. Pembahasan
Dari anamnesis didapatkan keluhan usus terburai yang dialami sejak lahir, dimana hal ini
sesuai dengan kepustakaan yang menyebutkan bahwa gejala omphalokel adalah usus terburai
keluar dengan masih tertutup selaput.
Pada pemeriksaan fisis, keadaan umum sakit sedang/ gizi cukup/ composmentis. Pada
pemeriksaan fisis region abdomen didapatkan inspeksi: tampak usus terburai dengan selaput,
4
auskultasi: peristaltic (+) kesan normal, palpasi: teraba usus-usus (+) yang keluar melalui dinding
abdomen sinistra, perkusi: tymphani. Hal ini sesuai dengan kepustakaan, yakni pada pemeriksaan
fisis dari omphalocele ditemukan usus terburai dengan masih tertutup selaput.
Berdasarkan pemeriksaan penunjang, dari pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil
platelet rendah, berdasarkan kepustakaan pada omphalocele tidak ada hasil laboratorium tertentu
yang patognomonis untuk menegakkan diagnosis.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan,
pasien ini didiagnosis dengan omphalocele.
Pengobatan omphalocele terbagi 2 yaitu konservatif dan operasi. Dilakukan konservatif bila
omfalokel besar, terdapat perbedaan yang besar antara volume organ-organ intraabdomen yang
mengalami herniasi, eviserasi dengan rongga abdomen seperti pada giant omphalocele, terdapat
status klinis bayi yang buruk sehingga ada kontra indikasi terhadap operasi atau pembiusan
seperti pada bayi-bayi prematur yang memiliki hyaline membran disease atau bayi yang
memiliki kelainan kongenital berat yang lain seperti gagal jantung, pada giant omphalocele bisa
terjadi herniasi dari seluruh organ-organ intra-abdomen dan dinding abdomen berkembang
sangat buruk, sehingga sulit dilakukan penutupan (operasi/repair) secara primer dan dapat
membahayakan bayi. Tindakan nonoperatif dilakukan dengan cara merangsang epitelisasi dari
kantong atau selaput. Setelah granulasi terbentuk maka dapat dilakukan skin graft yang nantinya
akan terbentuk hernia ventralis yang akan direpair setelah status kardiorespirasi membaik.
Penatalaksanaan operasi dilakukan dengan tujuan untuk mengembalikan organ visera
abdomen ke dalam rongga abdomen dan menutup defek.
E. Kesimpulan
Omphalokel merupakan suatu defek sentral dinding abdomen pada daerah cincin umbilikus
(umbilical ring) atau cincin tali pusar sehingga terdapat herniasi organ-organ abdomen dari
cavum abdomen namun masih dilapiasi oleh suatu kantong atau selaput. Selaput terdiri atas
lapisan amnion dan peritoneum.
Penegakan diagnosis omphalocele dapat dilakukan pada masa prenatal dan postnatal.
Diagnosis prenatal terhadap omphalokel sering ditegakkan dengan bantuan USG. Pada
pemeriksaan USG Omphalokel tampak sebagai suatu gambaran garis–garis halus dengan
gambaran kantong atau selaput yang ekhogenik pada daerah tali pusat (umbilical cord)
5
berkembang. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada masa prenatal selain USG
diantaranya ekhocardiografi, MSAPF (maternal serum alpha-fetoprotein), dan analisa kromosom
melaui amniosintesis. Pemeriksaan tersebut dilakukan dengan tujuan selain menunjang diagnosis
sekaligus menilai apakah ada kelainan lain pada janin. Sedangkan diagnosis postnatal didapatkan
gambaran klinis bayi baru lahir dengan omphalokel ialah terdapatnya defek sentral dinding
abdomen pada daerah tali pusat. Defek bervarasi ukurannya, dengan diameter mulai 4 cm sampai
dengan 12 cm, mengandung herniasi organ–organ abdomen baik solid maupaun berongga dan
masih dilapisi oleh selaput atau kantong serta tampak tali pusat berinsersi pada puncak kantong.
Kantong atau selaput tersusun atas 2 lapisan yaitu lapisan luar berupa selaput amnion dan lapisan
dalam berupa peritoneum. Diantara lapisan tersebut kadang-kadang terdapat lapisan Warton’s
jelly. Pada giant omphalocele, defek biasanya berdiameter 8-12 cm atau meliputi seluruh dinding
abdomen dan dapat mengandung seluruh organ-organ abdomen termasuk liver. Kelainan lain
yang sering ditemukan pada omphalokel terutama pada giant omphalocele ialah malrotasi usus
serta kelainan-kelainan kongenital lain. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada saat
bayi lahir untuk mendukung diagnosis diantaranya pemeriksaan laboratorium darah dan
radiologi. Pemeriksaan radiologi dapat berupa rongent thoraks untuk melihat ada tidaknya
kelainan paru-paru dan ekhocardiogram untuk melihat ada tidaknya kelainan jantung.
Prinsip penatalaksanaan omphalocele yaitu secara konservatif dan operatif. Penatalaksanaan
omfalokel secara konservatif dilakukan pada kasus omfalokel besar atau terdapat perbedaan yang
besar antara volume organ-organ intraabdomen yang mengalami herniasi atau eviserasi dengan
rongga abdomen seperti pada giant omphalocele atau terdapat status klinis bayi yang buruk
sehingga ada kontra indikasi terhadap operasi atau pembiusan seperti pada bayi-bayi prematur
yang memiliki hyaline membran disease atau bayi yang memiliki kelainan kongenital berat yang
lain seperti gagal jantung. Tindakan nonoperatif secara sederhana dilakukan dengan dasar
merangsang epitelisasi dari kantong atau selaput. Suatu saat setelah granulasi terbentuk maka
dapat dilakukan skin graft yang nantinya akan terbentuk hernia ventralis yang akan direpair pada
waktu kemudian dan setelah status kardiorespirasi membaik. Tindakan nonoperatif lain dapat
berupa penekanan secara eksternal pada kantong. Penatalaksanaan operatif dilakukan dengan
tujuan mengembalikan organ visera abdomen ke dalam rongga abdomen dan menutup defek.
Dimana penatalaksaan operatif dapat dilakukan dengan cara Primary Closure dan Staged
closure.
6
DISKUSI
1 ANATOMI DAN FISIOLOGI PERITONEUM
Peritoneum adalah suatu membrana serosa yang tipis, halus dan mengkilat, terletak pada
facies interna cavum abdominis. Secara umum, dibagi menjadi peritoneum parietale, peritoneum
viscerale, dan cavum peritonei. Peritoneum viscerale adalah yang membungkus permukaan
organ abdominal, peritoneum parietale adalah yang menutupi dinding abdomen dari dalam
rongga abdomen, sedangkan cavum peritonei adalah rongga yang terletak di antara kedua lapisan
tersebut dan mengandung cairan sereus.Peralihan peritoneum parietale menjadi paritoneum
viscerale (reflexi peritoneum) dapat berupa lipatan (plica), lembaran (omentum), atau alat
penggantung viscera.
Reflexi peritoneum yang berupa lipatan antara lain adalah plica rectouterina dan plica
umbilicalis lateralis. Reflexi peritoneum yang berpa lembaran adalah omentum majus dan
omentum minus. Dan reflexi peritonei yang berupa penggantung adalah mesenterium, mesocolon
transversum, ligamentum hepatogastricum, dan ligamentum falciforme hepatis.
Cavum peritonei berisi cairan sereus, yang merupakan ruangan tertutup pada pria,
sedangkan pada wanita terdapat hubungan dengan dunia luar melalui Ostium tubae uterinae.
Nama lain dari cavum peritonei adalah Greater sac. Sedangkan Lesser sac merujuk kepada bursa
omentalis. Pintu masuk ke dalam bursa omentalis disebut foramen epiploicum winslowi.
Greater sac (cavum peritonei) pada bagian anterosuperior terbagi menjadi pars sinister
dan pars dexter oleh ligamentum falciforme hepatis, dan pada bagian posteroinferior dibatasi
oleh perlekatan mesocolon transversum pada pancreas.
Lesser sac (bursa omentalis) merupakan ruangan yang irreguler, berada di sebelah dorsal
lobus caudatus hepatis, omentum minus dan gaster, serta berada di dalam omentum majus.
7
Batas-batas bursa omentalis, di sebelah ventral berbatasan dengan peritoneum yang membatasi
lobus caudatus hepatis, omentum minus, peritoneum yang melapisi pars posterior ventriculi, dan
omentum majus, sementara di posterior berbatasan dengan omentum majus, peritoneum yang
meliputi colon transversum, mesocolon transversum, dan peritoneum yang meliputi struktur di
bagian posterior cavum abdominis (pancreas, gld. suprarenalis sinistra).
Foramen epiploicum winslowi dibatasi oleh processus caudatus hepatis di sebelah
cranial, oleh ligamentum hepatoduodenale di bagian ventral, oleh pars superior duodeni di
bagian caudal, dan oleh peritoneum parietale yang menutupi vena cava inferior di sebelah dorsal.
Reflexi peritoneum merupakan penggantung organ viscera yang merupakan lapisan
ganda di dalam peritoneum yang menghubungkan organ-organ peritoneum ke bagian dorsal dan
ventral dari dinding tubuh. Fungsinya adalah untuk memfiksasi organ, menyimpan lemak, dan
sebagai jalur bagi nervus dan pembuluh darah. Mesenterium yang terletak di ventral
menghubungkan organ ke dinding abdomen anterior yaitu ligemntum falciform dan omentum
minus. Reflexi peritoneum yang terletak di dorsal menghubungkan organ peritoneum ke dinding
posterior abdomen, yaitu omentum majus, mesenterium propria, mesocolon transversum, dan
mesocolon sigmoideum.
Perbedaan organ peritoneum dan organ retroperitoneum. Organ-organ peritoneum
dikelilingi oleh cavum peritoneal, yaitu hepar, gaster, ileum, jejunum, kolon transversum,
dan kolon sigmoid. Organ-organ retroperitoneum terletak di belakang peritoneum, yaitu kolon
asendens, kolon desendens, pancreas, rectum, dan duodenum.
2 EMBRIOLOGI
Pada awal minggu ke-3 perkembangan embrio, saluran pencernaan terbagi menjadi foregut,
midgut dan hindgut. Pertumbuhan ini berhubungan erat dengan lipatan embrio (embryonic fold)
yang berperan dalam pembentukan dinding abdomen. Lipatan embrio tersebut terbagi menjadi :
1. Lipatan kepala (cephalic fold)
Letak di depan mengandung foregut yang membentuk faring, esophagus dan lambung.
Kegagaan perkembangan lapisan somatic lipatan kepala akan mengakibatkan kelainan dinding
abdomen daerah epigastrial disebut mfalokel epigastrial.
2. Lipatan samping (lateral fold).
8
Membungkus midgut dan bersama lipatan lain membentukcincin awal umbilicus. Bila terjadi
kegagalan mengakibatkan abdomen tidaktertutup dengan sempurna pada bagian tengah. Pada
kelaianan ini cincin umbilicus tidak terbentuk sempurna sehingga tetap terbuka lebar disebut
omfalokel.
3. Lipatan ekor (caudal fold)
Membungkus hindgut yang akan membentuk kolon dan rectum. Kegagalan pertumbuhan
lapisan splangnikus dan ansomatic mengakibatkan atresia ani, omfalokel hipogastrikus
Awal terjadinya omphalokel masih belum jelas dan terdapat beberapa teori embriologi
yang menjelaskan kemungkinan berkembangnya omphalokel. Teori yang banyak disebutkan
oleh para ahli ialah bahwa omphalokel berkembang karena kegagalan migrasi dan fusi dari
embrionik fold bagian kranial, caudal dan lateral saat membentuk cincin umbilikus pada garis
tengah sebelum invasi miotom pada minggu ke-4 perkembangan. Teori lain menyebutkan bahwa
omphalokel berkembang karena kegagalan midgut untuk masuk kembali ke kavum abdomen
pada minggu ke-12 perkembangan. Pada minggu ke-4 perkembangan, dinding abdomen embrio
berupa suatu membran tipis yang terdiri dari ektoderm dan mesoderm somatik yang disebut
sebagai somatopleura. Somatopleura memiliki embrionik fold yaitu kranial, kaudal dan lateral.
Pada minggu ke-4 tersebut secara simultan terjadi pertumbuhan kedalam mesoderm dari
embrionik fold somatopleura bagian kranial, kaudal dan lateral yang mulai mengadakan fusi
pada garis tengah untuk membentuk cincin umbilikus. Pada minggu ke-4 sampai ke-7,
somatopleura diinvasi oleh miotom yang terbentuk disebelah lateral dari vertebra dan bermigrasi
ke medial. Selama itu juga midgut mengalami elongasi dan herniasi ke umbilical cord. Miotom
merupakan segmen primitif sepanjang spinal cord yang nantinya masing-masing segmen tersebut
berkembang menjadi muskulus dan diinervasi oleh nervus spinalis. Pada minggu ke-8 sampai ke-
12 miotom berdiferensiasi menjadi 3 lapis otot dinding perut dan mengadakan fusi pada garis
tengah. Akhirnya pada minggu ke-12 rongga abdomen janin sudah cukup kuat sebagai tempat
usus yang akan masuk kembali dan berputar yang kemudian menempati pososi anatomisnya.
3 ETIOLOGI
Penyebab pasti terjadinya omphalokel belum jelas sampai sekarang. Beberapa faktor resiko atau
faktor-faktor yang berperan menimbulkan terjadinya omphalokel diantaranya adalah infeksi,
9
penggunaan obat dan rokok pada ibu hamil, defisiensi asam folat, hipoksia, penggunaan salisilat,
kelainan genetik serta polihidramnion. Walaupun omphalokel pernah dilaporkan terjadi secara
herediter, namun sekitar 50-70 % penderita berhubungan dengan sindrom kelainan kongenital
yang lain Sindrom kelainan kongenital yang sering berhubungan dengan omphalokel
diantaranya
(1) syndrome of upper midline development atau thorako abdominal syndrome (pentalogy of
Cantrell) berupa upper midline omphalocele, anterior diaphragmatic hernia, sternal cleft,
cardiac anomaly berupa ektopic cordis dan vsd
(2) syndrome of lower midline development berupa bladder (hipogastric omphalocele) atau
cloacal extrophy, inferforate anus, colonic atresia, vesicointestinal fistula, sacrovertebral
anomaly dan meningomyelocele dan sindrom-sindrom yang lain seperti Beckwith-Wiedemann
syndrome, Reiger syndrome, Prune-belly syndrome dan sindrom-sindrome kelainan kromosom
seperti yang telah disebutkan.
Menurut Glasser (2003) ada beberapa penyebab omfalokel, yaitu:
1. Faktor kehamilan dengan resiko tinggi, seperti ibu hamil sakit dan terinfeksi, penggunaan
obat-obatan, merokok dan kelainan genetik. Faktor-faktor tersebut berperan pada timbulnya
insufisiensi plasenta dan lahir pada umur kehamilan kurang atau bayi prematur, diantaranya
bayi dengan gastroschizis dan omfalokel paling sering dijumpai.
2. Defisiensi asam folat, hipoksia dan salisilat menimbulkan defek dinding abdomen pada
percobaan dengan tikus tetapi kemaknaannya secara klinis masih sebatas perkiraan. Secara
jelas peningkatan MSAFP (Maternal Serum Alfa Feto Protein) pada pelacakan dengan
ultrasonografi memberikan suatu kepastian telah terjadi kelainan struktural pada fetus. Bila
suatu kelainan didapati bersamaan dengan adanya omfalokel, layak untuk dilakukan
amniosintesis guna melacak kelainan genetik.
3. Polihidramnion, dapat diduga adanya atresia intestinal fetus dan kemungkinan tersebut harus
dilacak dengan USG.
4 DIAGNOSIS
Diagnosis omfalokel adalah sederhana, namun perlu waktu khusus sebelum operasi
dikerjakan, pemeriksaan fisik secara lengkap dan perlu suatu rontgen dada serta ekokardiogram.
Pada saat lahir, omfalokel diketahui sebagai defek dinding abdomen pada dasar cincin umbilikus.
10
Defek tersebut lebih dari 4 cm (bila defek kurang dari 4 cm secara umum dikenal sebagai hernia
umbilikalis) dan dibungkus oleh suatu kantong membran atau amnion. Pada 10% sampai 18%,
kantong mungkin ruptur dalam rahim atau sekitar 4% saat proses kelahiran. Omfalokel raksasa
(giant omphalocele) mempunyai suatu kantong yang menempati hampir seluruh dinding
abdomen, berisi hampir semua organ intraabdomen dan berhubungan dengan tidak
berkembangnya rongga peritoneum serta hipoplasi pulmoner.
Klasifikasi menurut Omfalokel menurut Moore ada 3,yaitu:
a. Tipe 1 : diameter defek < 2,5 cm
b. Tipe 2 : diameter defek 2,5 – 5 cm
c. Tipe 3 : diameter defek > 5 cm
Suatu defek yang sempit dengan kantong yang kecil mungkin tak terdiagnosis saat lahir.
Dalam kasus ini timbul bahaya tersendiri bila kantong terjepit klem dan sebagian isinya berupa
usus, bagiannya teriris saat ligasi tali pusat. Bila omfalokel dibiarkan tanpa penanganan,
bungkusnya akan mengering dalam beberapa hari dan akan tampak retak-retak. Pada saat
tersebut akan menjalar infeksi dibawah lapisan yang mengering dan berkrusta. Kadang dijumpai
lapisan tersebut akan terpecah dan usus akan prolap.
a. Diagnosis prenatal
Diagnosis prenatal terhadap omphalokel sering ditegakkan dengan bantuan USG. Defek
dinding abdomen janin biasanya dapat dideteksi pada saat minggu ke 13 kehamilan, dimana
pada saat tersebut secara normal seharusnya usus telah masuk seluruhnya kedalam kavum
abdomen janin. Pada pemeriksaan USG Omphalokel tampak sebagai suatu gambaran garis–garis
halus dengan gambaran kantong atau selaput yang ekhogenik pada daerah tali pusat (umbilical
cord) berkembang. Berbeda dengan gastroskisis, pada pemeriksaan USG tampak gambaran
garis-garis yang kurang halus, tanpa kantong yang ekhogenik dan terlihat defek terpisah dari tali
pusat. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada masa prenatal selain USG diantaranya
ekhocardiografi, MSAPF (maternal serum alpha-fetoprotein), dan analisa kromosom melaui
amniosintesis. Pemeriksaan tersebut dilakukan dengan tujuan selain menunjang diagnosis
sekaligus menilai apakah ada kelainan lain pada janin.
11
b. Diagnosis postnatal
Gambaran klinis bayi baru lahir dengan omphalokel ialah terdapatnya defek sentral dinding
abdomen pada daerah tali pusat. Defek bervarasi ukurannya, dengan diameter mulai 4 cm sampai
dengan 12 cm, mengandung herniasi organ–organ abdomen baik solid maupaun berongga dan
masih dilapisi oleh selaput atau kantong serta tampak tali pusat berinsersi pada puncak kantong.
Kantong atau selaput tersusun atas 2 lapisan yaitu lapisan luar berupa selaput amnion dan lapisan
dalam berupa peritoneum. Diantara lapisan tersebut kadang-kadang terdapat lapisan Warton’s
jelly. Warton’s jelly adalah jaringan mukosa yang merupakan hasil deferensiasi dari jaringan
mesenkimal (mesodermal). Jelly mengandung kaya mukosa dengan sedikit serat dan tidak
mengandung vasa atau nervus.
Pada giant omphalocele, defek biasanya berdiameter 8-12 cm atau meliputi seluruh dinding
abdomen (kavum abdomen sangat kecil) dan dapat mengandung seluruh organ-organ abdomen
termasuk liver.Kantong atau selaput pada omphalokel dapat mengalami ruptur. Glasser (2003)
menyebutka bahwa sekitar 10-20 % kasus omphalokele terjadi ruptur selama kehamilan atau
pada saat melahirkan. Disebutkan pula bahwa omphalokel yang mengalami ruptur tersebut bila
diresorbsi akan menjadi gastroskisis. Apabila terjadi ruptur dari selaput atau kantong maka
oergan-organ abdomen janin/bayi dapat berubah struktur dan fungsi berupa pembengkakan,
pemendekan atau eksudat pada permukan organ abdomen tersebut Perubahan tersebut
tergantung dari lamanya infeksi dan iskemik yang berhubungan dengan lamanya organ-organ
terpapar cairan amnion dan urin janin. Bayi-bayi dengan omphalokele yang intak biasanya tidak
mengalami distres respirasi, kecuali bila ada hipoplasia paru yang biasanya ditemukan pada giant
omphalocele. Kelainan lain yang sering ditemukan pada omphalokel terutama pada giant
omphalocele ialah malrotasi usus serta kelainan-kelainan kongenital lain.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada saat bayi lahir untuk mendukung
diagnosis diantaranya pemeriksaan laboratorium darah dan radiologi. Pemeriksaan radiologi
dapat berupa rongent thoraks untuk melihat ada tidaknya kelainan paru-paru dan ekhocardiogram
untuk melihat ada tidaknya kelainan jantung.
5 DIAGNOSA BANDING
Hernia
12
Omphalokel umbilikalis
kongenital
Gastroskisis
Lokasi defek Pada cincin
umbilikus
(umbilikal
ring)
Pada cincin
umbilikus
Terpisah
(biasanya
lateral dari)
cincin
umbilikus
Diameter/
ukuran defek
(cm)
4-12 cm < 4 cm < 4 cm
Kavum abdomen Kecil
terutama
pada giant
omphalocele
normal normal
Kantong + + -
Kandungan
kantong
Seluruh
organ
abdomen
Beberapa loop
usus
Biasanya
gaster atau
usus
Letak tali pusat
(umbilical cord)
Pada puncak
kantong
Pada puncak
kantong
Terpisah
dengan
kantong,
biasanya di
lateral
Keadaan
permukaan
organ
abdomen/usus
normal normal Memendek
atau terdapat
bercak eksudat
Malrotasi sering - jarang
Atresia dan
strangulasi
jarang - sering
Hubungan sering sering terdapat jarang
13
dengan kelainan
kongenital
divertikulum
Meckel)
6 PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan prenatal
Apabila terdiagnosa omphalokel pada masa prenatal maka sebaiknya dilakukan informed
consent pada orang tua tentang keadaan janin, resiko tehadap ibu, dan prognosis. Informed
consent sebaiknya melibatkan ahli kandungan, ahli anak dan ahli bedah anak. Keputusan akhir
dibutuhkan guna perencanaan dan penatalaksanaan berikutnya berupa melanjutkan kehamilan
atau mengakhiri kehamilan. Bila melanjutkan kehamilan sebaiknya dilakukan observasi melaui
pemeriksaan USG berkala juga ditentukan tempat dan cara melahirkan. Selama kehamilan
omphalokel mungkin berkurang ukurannya atau bahkan ruptur sehingga mempengaruhi pronosis.
Oak Sanjai (2002) meyebutkan bahwa komplikasi dari partus pervaginam pada bayi dengan
defek dinding abdomen kongenital dapat berupa distokia dengan kesulitan persalinan dan
kerusakan organ abdomen janin termasuk liver. Walaupun demikian, sampai saat ini persalinan
melalui sectio caesar belum ditentukan sebagai metode terpilih pada janin dengan defek dinding
abdomen. Ascraft (1993) menyatakan bahwa beberapa ahli menganjurkan pengakhiran
kehamilan jika terdiagnosa omphalokel yang besar atau janin memiliki kelainan konggenital
multipel.
b. Penatalaksanan postnatal
Penatalaksannan postnatal meliputi penatalaksanaan segera setelah lahir (immediate postnatal),
kelanjutan penatalakasanaan awal apakah berupa operasi atau nonoperasi (konservatif) dan
penatalaksanaan postoperasi. Secara umum penatalaksanaan bayi dengan omphalokele dan
gastroskisis adalah hampir sama. Bayi sebaiknya dilahirkan atau segera dirujuk ke suatu pusat
yang memiliki fasilitas perawatan intensif neonatus dan bedah anak. Bayi-bayi dengan
omphalokel biasanya mengalami lebih sedikit kehilangan panas tubuh sehingga lebih sedikit
membutuhkan resusitasi awal cairan dibanding bayi dengan gastroskisis.
Penatalaksanaan segera bayi dengan omphalokel adalah:
1. Tempatkan bayi pada ruangan yang asaeptik dan hangat untuk mencegah kehilangan cairan,
hipotermi dan infeksi.
14
2. Posisikan bayi senyaman mungkin dan lembut untuk menghindari bayi menagis dan air
swallowing. Posisi kepala sebaiknya lebih tinggi untuk memperlancar drainase.
3. Lakukan penilaian ada/tidaknya distress respirasi yang mungkin membutuhkan alat bantu
ventilasi seperti intubasi endotrakeal. Beberapa macam alat bantu ventilasi seperti mask
tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan masuknya udara kedalam traktus
gastrointestinal.
4. Pasang pipa nasogastrik atau pipa orogastrik untuk mengeluarkan udara dan cairan dari
sistem usus sehingga dapat mencegah muntah, mencegah aspirasi, mengurangi distensi dan
tekanan (dekompresi) dalam sistem usus sekaligus mengurangi tekanan intra abdomen,
demikian pula perlu dipasang rectal tube untuk irigasi dan untuk dekompresi sistem usus.
5. Pasang kateter uretra untuk mengurangi distensi kandung kencing dan mengurangi tekanan
intra abdomen.
6. Pasang jalur intra vena (sebaiknya pada ektremitas atas) untuk pemberian cairan dan nutrisi
parenteral sehingga dapat menjaga tekanan intravaskuler dan menjaga kehilangan protein
yang mungkin terjadi karena gangguan sistem usus, dan untuk pemberian antibitika broad
spektrum.
7. Lakukan monitoring dan stabilisiasi suhu, status asam basa, cairan dan elektrolit
8. Pada omphalokel, defek ditutup dengan suatu streril-saline atau povidone -iodine soaked
gauze, lalu ditutup lagi dengn suatu oklusif plastik dressing wrap? atau plastik bowel bag.
Tindakan harus dilakukan ekstra hati hati diamana cara tersebut dilakukan dengan tujuan
melindungi defek dari trauma mekanik, mencegah kehilangan panas dan mencegah infeksi
serta mencegah angulasi sistem usus yang dapat mengganggu suplai aliran darah.
9. pemeriksaan darah lain seperti fungsi ginjal, glukosa dan hematokrit perlu dilakukan guna
persiapan operasi bila diperlukan
10.evaluasi adanya kelainan kongenital lain yang ditunjang oleh pemeriksaan rongent thoraks
dan ekhokardiogram.
Bila bayi akan dirujuk sebaiknya bayi ditempatkan dalam suatu inkubator hangat dan ditambah
oksigen.
Pertolongan pertama saat lahir
1. Kantong omfalokel dibungkus kasa yang dibasahi betadin, selanjutnya dibungkus dengan
plastic.
15
2. Bayi dimasukkan incubator dan diberi oksigen
3. Pasang NGT dan rectal tube
4. Antibiotika
Konservatif
Dilakukan bila penutupan secara primer tidak memungkinkan, misal pada omfaokel dengan
diameter > 5 cm
Perawatan dilakukan dengan cara :
1. Bayi dijaga agar tetap hangat
2. Kantong ditutup kasa steril dan ditetesi NaCl 0,9% kalo perlu ditutup dengan lapisan silo
yang dikecilkan secara bertahap
3. Posisi penderita miring
4. NGT diisap-isap tiap 30 menit
1. Penatalaksanaan konservatif
Penatalaksanaan omfalokel secara konservatif dilakukan pada kasus omfalokel besar atau
terdapat perbedaan yang besar antara volume organ-organ intraabdomen yang mengalami
herniasi atau eviserasi dengan rongga abdomen seperti pada giant omphalocele atau terdapat
status klinis bayi yang buruk sehingga ada kontra indikasi terhadap operasi atau pembiusan
seperti pada bayi-bayi prematur yang memiliki hyaline membran disease atau bayi yang
memiliki kelainan kongenital berat yang lain seperti gagal jantung. Pada giant omphalocele bisa
terjadi herniasi dari seluruh organ-organ intraabdomen dan dinding abdomen berkembang sangat
buruk, sehingga sulit dilakukan penutupan (operasi/repair) secara primer dan dapat
membahayakan bayi. Beberapa ahli, walaupun demikian, pernah mencoba melakukan operasi
pada giant omphalocele secara primer dengan modifikasi dan berhasil. Tindakan nonoperatif
secara sederhana dilakukan dengan dasar merangsang epitelisasi dari kantong atau selaput. Suatu
saat setelah granulasi terbentuk maka dapat dilakukan skin graft yang nantinya akan terbentuk
hernia ventralis yang akan direpair pada waktu kemudian dan setelah status kardiorespirasi
membaik.
Beberapa obat yang biasa digunakan untuk merangsang epitelisasi adalah 0,25 %
merbromin (mercurochrome), 0,25% silver nitrat, silver sulvadiazine dan povidone iodine
(betadine). Obat-obat tersebut merupakan agen antiseptik yang pada awalnya memacu
16
pembentukan eskar bakteriostatik dan perlahan-lahan akan merangsang epitelisasi. Obat tersebut
berupa krim dan dioleskan pada permukaan selaput atau kantong dengan elastik dressing yang
sekaligus secara perlahan dapat menekan dan menguragi isi kantong.
Tindakan nonoperatif lain dapat berupa penekanan secara eksternal pada kantong.
Beberapa material yang biasa digunakan ialah Ace wraps, Velcro binder, dan poliamid mesh
yang dilekatkan pada kulit. Glasser (2003) menyatakan bahwa tindakan nonoperatif pada
omfalokel memerlukan waktu yang lama, membutuhkan nutrisi yang banyak dan angka
metabolik yang tinggi serta omfalokel dapat ruptur sehingga dapat menimbulkan infeksi organ-
organ intraabdomen. Ashcraft (2000) menyebutkan bahwa dari suatu studi, bayi-bayi yang
menjalani penatalaksanaan nonoperatif ternyata memiliki lama rawat inap yang lebih pendek dan
waktu full enteral feeding yang lebih cepat dibanding dengan penatalaksanaan dengan silastic.
Indikasi terapi non bedah adalah:
1. Bayi dengan ompalokel raksasa (giant omphalocele) dan kelainan penyerta yang mengancam
jiwa dimana penanganannya harus didahulukan daripada omfalokelnya.
2. Neonatus dengan kelainan yang menimbulkan komplikasi bila dilakukan pembedahan.
3. Bayi dengan kelainan lain yang berat yang sangat mempengaruhi daya tahan hidup.
Kerugian dari metode ini adalah kenyataan bahwa organ visera yang mengalami kelainan
tidak dapat diperiksa, sebab itu bahaya yang terjadi akibat kelainan yang tidak terdeteksi dapat
menyebabkan komplikasi misalnya obstruksi usus yang juga bisa terjadi akibat adhesi antara
usushalus dan kantong. Jika infeksi dan ruptur kantong dapat dicegah, kulit dari dinding anterior
abdomen secara lambat akan tumbuh menutupi kantong, dengan demikian akan terbentuk hernia
ventralis, karena sikatrik yang terbentuk biasanya tidak sebesar bila dilakukan operasi. Metode
ini terdiri dari pemberian lotion antiseptik secara berulang pada kantong, yang mana setelah
beberapa hari akan terbentuk skar. Setelah sekitar 3 minggu, akan terjadi pembentukan jaringan
granulasi yang secara bertahap kana terjadi epitelialisasi dari tepi kantong. Penggunaan
antiseptik merkuri sebaiknya dihindari karena bisa menghasilkan blood and tissue levels of
mercury well above minimum toxic levels. Alternatif lain yang aman adalah alkohol 65% atau
70% atau gentian violet cair 1%. Setelah keropeng tebal terbentuk,bubuk antiseptik dapat
digunakan. Hernia ventralis memerlukan tindakan kemudian tetapi kadang-kadang menghilang
secara komplet.
2. Penatalaksanaan dengan operatif
17
Tujuan mengembalikan organ visera abdomen ke dalam rongga abdomen dan menutup
defek. Dengan adanya kantong yang intak, tak diperlukan operasi emergensi, sehingga seluruh
pemeriksaan fisik dan pelacakan kelainan lain yang mungkin ada dapat dikerjakan. Keberhasilan
penutupan primer tergantung pada ukuran defek serta kelainan lain yang mungkin ada (misalnya
kelainan paru)
Tujuan operasi atau pembedahan ialah memperoleh lama ketahanan hidup yang optimal
dan menutup defek dengan cara mengurangi herniasi organ-organ intraabomen, aproksimasi dari
kulit dan fascia serta dengan lama tinggal di RS yang pendek. Operasi dilakukan setelah tercapai
resusitasi dan status hemodinamik stabil. Operasi dapat bersifat darurat bila terdapat ruptur
kantong dan obstruksi usus.
Operasi dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu primary closure (penutupan secara
primer atau langsung) dan staged closure (penutupan secara bertahap). Standar operasi baik pada
primary ataupun staged closure yang banyak dilakukan pada sebagiaan besar pusat adalah
dengan membuka dan mengeksisi kantong. Organ-organ intraabdomen kemudian dieksplorasi,
dan jika ditemukan malrotasi dikoreksi.
a. Primary Closure
Primary closure merupakan treatment of choice pada omfalokel kecil dan medium atau
terdapat sedikit perbedaan antara volume organ-organ intraabdomen yang mengalami herniasi
atau eviserasi dengan rongga abdomen. Primary closure biasanya dilakukan pada omfalokel
dengan diameter defek < 5-6 cm. Operasi dilakukan dengan general anestesi dengan obat-obatan
blok neuromuskuler. Mula-mula hubungan antara selaput dengan kulit serta fascia diinsisi dan
vasa–vasa umbilkus dan urakus diidentifikasi dan diligasi. Selaput kemudian dibuang dan organ-
organ intraabddomen kemudian diperiksa. Sering defek diperlebar agar dapat diperoleh suatu
insisi linier tension free dengan cara memperpanjang irisan 2 –3 cm ke superior dan inferior.
Kemudian dilakukan manual strecthing pada dinding abdomen memutar diseluruh kuadran
abdomen. Manuver tersebut dilakukan hati-hati agar tidak mencederai liver atau ligamen. Kulit
kemudiaan dideseksi atau dibebaskan terhadap fascia secara tajam. Fascia kemudian ditutup
dengan jahitan interuptus begitu pula pada kulit. Untuk kulit juga dapat digunakan jahitan
subkutikuler terutama untuk membentuk umbilikus (umbilikoplasti) dan digunakan material
yang dapat terabsorbsi. Standar operasi ialah dengan mengeksisi kantong dan pada kasus giant
18
omphalocele biasanya dilakukan tindakan konservatif dahulu, namun demikian beberapa ahli
pernah mencoba melakukan operasi langsung pada kasus tersebut dengan teknik modifikasi
b. Staged Closure
Pada kasus omfalokel besar atau terdapat perbedaan yang besar antara volume organ-
organ intraabdomen yang mengalami herniasi atau eviserasi dengan rongga abdomen seperti
pada giant omphalocele, dapat dilakukan tindakan konservatif. Cara tersebut ternyata memakan
waktu yang lama, membutuhkan nutrisi yang banyak dan beresiko terhadap pecahnya kantong
atau selaput sehingga dapat timbul infeksi. Juga pada keadaan tertentu selama operasi, ternyata
tidak semua pasien dapat dilakukan primary closure. Yaster M. et al (1989) dari suatu studinya
melaporkan bahwa kenaikan IGP (intra gastricpressure) > 20 mmHg dan CVP > 4 mmHg
selama usaha operasi primer dapat menyebabkan kenaikan tekanan intraabdomen yang dapat
berakibat gangguan kardiorespirasi dan dapat membahayakan bayi sehingga usaha operasi
dirubah dengan metode staged closure.21 Beberapa ahli kemudian mencari solusi untuk
penatalaksanaan kasus-kasus tersebut, yang akhirnya ditemukan suatu metode staged closure.4
Staged closure telah diperkenalkan pertama kali oleh Robet Gross pada tahun 1948 dengan
teknik skin flap yang kemudian tejadi hernia ventralis dan akhirnya cara tersebut dikembangkan
oleh Allen dan Wrenn paada tahun 1969 dengan suatu teknik “silo”
Teknik skin flap
Pada prosedur ini, dibuat skin flap melalui cara undermining /mendeseksi/membebaskan
secara tajam kulit dan jaringan subkutan terhadap fascia anterior muskulus rektus abdominis dan
aponeurosis muskulus obliqus eksternus disebelah lateralnya sampai batas linea aksilaris anterior
atau media. Kantong atau selaput dibiarkan tetap utuh. Skin flap kemudian ditarik dan
dipertemukan pada garis tengah untuk menutupi defek yang kemudian cara tersebut
menimbulkan hernia ventralis.2 Hernia ventralis timbul karena kulit terus berkembang sedangkan
otot-otot dinding abdomen tidak2 Biasanya 6-12 minggu kemudian dapat dilakukan repair
terhadap hernia ventralis Cara tersebut juga dapat menimbulkan skar pada garis tengah yang
panjang sehingga menimbulkan bentuk umbilikus yang relatif jauh dari normal. Beberapa ahli
kemudian mencoba suatu usaha agar didapatkan bentuk umbilikus yang mendekati normal yaitu
dengan cara umbilical preservation.
19
Prosedur dilakukan dengan cara tidak memotong kantong pada tempat melekatnya urakus
dan vasa umbilikus serta tidak memisahkan kutis dan subkutis dari fascia pada daerah tersebut.
Kemudian pada tempat tersebut dibuat neoumbilikus dengan jahitan kontinyu.
Teknik silo
Teknik silo dapat dilakukan juga bila terdapat omfalokel yang sangat besar sehingga
tidak dapat dilakukan dengan teknik skin flap. Silo merupakan suatu suspensi prostetik yang
dapat menjaga organ-organ intraabdomen tetap hangat dan menjaga dari trauma mekanik
terutama saat organ-organ tersebut dimasukkan ke dalam rongga abdomen. Operasi diawali
dengan mengeksisi kantong atau selaput omfalokel. Kemudian cara yang sama dilakukan seperti
membuat skin flap namun dengan lebar yang sedikit saja sehingga cukup untuk memaparkan
batas fascia atau otot. Suatu material prostetik silo (Silastic reinforced with Dacron) kemudian
dijahitkan dengan fascia dengan benang nonabsorble, sehingga terbentuk kantong prostetik
ekstraabdomen yang akan melindungi organ-organ intraabdomen. Organ-organ intraabdomen
dalam silo kemudian secara bertahap dikurangi dan kantong diperkecil. Usaha reduksi dapat
dilakukan tanpa anestesi umum, tetapi bayi harus tetap dimonitor di ruangan neonatal intensiv
care. Reduksi dapat dicapai seluruhnya dalam beberapa hari sampai beberapa minggu. Pada
beberapa kasus, reduksi komplet dapat dicapai dalam 7-10 hari. Ashcraft (2000) menyebutkan
adanya kegagalan reduksi lebih dari 2 minggu dapat berakibat infeksi dan terpisahnya silo dari
jaringan. Kimura K dan Soper R.T (1992) melaporkan dari kasusnya, bahwa penggunaan dacron
felt pledgets dapat mengurangi resiko terlepasnya atau kerusakan sambungan karena terlalu
tegang dan lama. Setelah seluruh isi kantong masuk ke rongga abdomen kemudian dilakukan
operasi untuk mengambil silo dan menutup kulit.
Selama operasi terutama pada primary closure, haruslah dipantau tekanan airway dan
intra abdomen. Dulu beberapa kriteria digunakan untuk memonitor selama operasi, diantaranya
angka respirasi, tekanan darah, warna kulit, dan ferfusi ferifer. Observasi tersebut menjadi sulit
dan kurang reliabel karena bayi dibius dan mengalami paralisis. Yaster M, et al (1989)
melaporkan dari hasil studinya bahwa Intraoperatif Measurement dengan cara memonitor
perubahan nilai CVP dan IGP (intra gastricpressure) dapat digunakan untuk menentukan teknik
yang sebaiknya dilakukan dan memperkirakan hasil dari teknik operasi yang dilakukan. Dia
menyimpulkan pula bahwa kenaikan IGP > 20 mmHg dan CVP > 4 mmHg selama usaha
20
primary closure dapat menyebabkan kenaikan tekanan intraabdomen yang dapat berakibat
gangguan kardiorespirasi bayi sehingga usaha operasi dirubah dengan metode staged closure dan
didapatkan hasil yang memuaskan dari metode operasi tersebut.
Perawatan praoperasi meliputi pemberian glukosa 10% intravena, NGT dan irigasi rektal
untuk dekompresi usus serta antibiotik. Cairan infus seluruhnya diberikan melalui ektremitas
atas. Pada penutupan primer omfalokel, eksisi kantong amnion, pengembalian organ visera yang
keluar ke dalam kavum peritoneal dan penutupan defek dinding anterior abdomen pada 1 tahap
merupakan metode operasi pertama untuk omfalokel and masih merupakan metode yang
memuaskan. Hal ini dikerjakan untuk ompalokel dengan ukuran defek yang kecil dan sedang.
Pada sebagian besar kasus omfalokel secara tehnik masih mungkin untuk mengembalikan organ
visera ke dalam abdomen dan memperbaiki dinding abdomen. Pada kasus dengan defek yang
besar , terutama bila sebagian besar hepar menempati kantung, rongga abdomen tidak cukup
untuk ditempati seluruh organ visera, hal ini akan menyebabkan peningkatan tekanan intra
abdomen karena rongga abdomen terlalu penuh.
Terdapat 2 pilihan untuk penanganan omfalokel yang lebih besar atau gastroschizis.
1. Secara sederhana mengabaikan luasnya defek, dimana defek akan ditutup belakangan,
namun untuk menutup ompalokel atau usus yang terburai dengan kulit dinding abdomen
yang dibebaskan ke lateral sampai hampir garis tengah punggung, ke superior sampai
dinding dada, ke inferior sampai pubis serta dijahitkan pada garis tengah. Bila anak tersebut
bertahan, hernia ventralis yang besar tersebut direpair 1 tahun kemudian.
2. Pilihan yang paling sering dilakukan adalah secara manual menekan dinding abdomen
dengan membangun suatu tudung bungkus silastik untuk menutup usus. Tudung (silo)
tersebut secara progresif ditekan ke arah profunda kantong amnion dan isinya ke dalam
cavum abdomen dan mendekatkan tepi linea alba oleh peregangan otot abdomen. Prosedur
ini memerlukan waktu 5 sampai 7 hari, sebelum defek ditutup secara primer.
Menurut Steven (1992) penanganan emergensi omfalokel dibagi 2, yaitu:
Kantong intak
NGT dengan penghisap
21
Melapisi kantong dengan salep (Povidon-Iodin/betadin) atau kasa
yang dibasahi minyak
Membungkus kantong dengan kasa Kling untuk menyangga usus
berada di dinding abdomen .
Bungkus seluruh tubuh bayi untuk mencegah kehilangan panas
(hipotermi).
Dilarang mengecilkan ukuran kantong karena dapat menyebabkan
ruptur kantong dan distres pernapasan.
Infus melalui lengan.
Antibiotik spektrum luas (Ampicillin dan Gentamicin).
Konsultasi rencana bedah, operasi definitif seharusnya ditunda
sampai bayi stabil teresusitasi. Monitor suhu dan pH. Adanya
kelainan lain yang lebih serius (pernapasan atau jantung)
penanganan definitif bisa ditunda selama kantong masih intak.
Ruptur kantong
NGT dengan penghisap
Melapisi usus yang terburai dengan kasa salin dan bungkus bayi
dengan kain kering dan handuk steril untuk mencegah
kehilangan panas.
Monitor suhu dan pH.
Pasang infus.
Antibiotik spektrum luas (Ampicillin dan Gentamicin).
Rencanakan bedah emergensi untuk menutup usus.
Viabilitas usus mungkin kurang baik pada defek yang sempit pada
segmen usus yang terjebak. Perlu memperlebar dengan incisi
ke arah kranial atau kaudal untuk membebaskan organ visera
yang strangulasi 11.
Penanganan pascaoperasi
22
Hiperalimentasi perifer dianjurkan pada hari ke-2 atau ke-3 pascaoperasi atau jika
penutupan kulit dapat dicapai, hiperalimentasi sentral is inserted. Resiko sepsis meningkat saat
kateter sentral terpasang pada bayi dengan pemasangan silastic.Konsekuensinya pada bayi ini
tidak ada alternatif selain alimentasi perifer. Gastrostomi meningkatkan resiko infeksi.
Konsekuensinya lambung didrainase dengan kateter plastik kecil. Fungsi usus pada bayi dengan
omfalokel adalah tertunda. Disfungsi usus membutuhkan waktu lama untuk normal, dari 6
minggu sampai beberapa bulan. Dalam waktu kurang dari 2 minggu pasca penutupan primer ,
mereka jarang toleransi penuh dengan makanan oral
Pemantauan selama operasi haruslah dilanjutkan setelah operasi, termasuk pemberiaan
antibiotik dan nutrisi. Pemberian antibitoik berfungsi mencegah infeksi seperti selulitis dan
biasanya dilanjutkan sampai gejala peradangan mereda atau selama terpasang material prostetik.
Fungsi usus biasanya akan kembali setelah 2-3 hari dari waktu primary closure sehingga nutrisi
enteral awal dapat diberikan.8 Pada staged repair, total perenteral nutrisi (TPN) diberikan lebih
lama lagi sampai dengan fungsi usus kembali normal. Glasser (2003) menyebutkan bahwa fungsi
usus akan cepat kembali normal jika peradangan mereda5 Akibat awal operasi dapat terjadi
kenaikan tekanan intraabdomen yang berakibat menurunnya aliran vena kava (venous return) ke
jantung dan menurunnya kardiac output. Selain itu diafragma dapat terdorong ke rongga thoraks
yang menyebabkan naiknya tekanan airway dan beresiko terjadinya barotrauma dan insufisiensi
paru.7 Keadaan itu semua dapat menimbulkan hipotensi, iskemia usus, gangguan respirasi
(ventilasi) serta gagal ginjal. Termasuk dari komplikasi awal operasi adalah timbulnya obtruksi
intestinal, NEC, infeksi yang dapat berakibat sepsis, juga dapat terjadi kegagalan respirasi yang
menyebabkan pasien tergantung pada ventilator yang lama sehingga timbul pneumonia. Wakhlu
A (2000) melaporkan dari kasusnya bahwa obstruksi usus dapat disebabkan karena adhesi usus
dengan jaringan fibrous pada penutupan skin flap. NEC dapat disebabkan karena iskemia usus
karena volvulus atau karena tekanan intraabdomen yang meningkat.5 Infeksi biasanya terjadi
pada staged closure dimana terdapat pemaparan luka berulang dan penggunaan material
prostetik. Komplikasi lanjut dari operasi termasuk hernia ventralis dan lambatnya pertumbuhan
anak
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Puri P, Hollwarth M. Omphalocele. In: Sweed Y,editors.Pediatric surgery.
Germany:Springer;2006.p.203-212
2. Kaddah, SN et al. Omphalocele. Annals of pediatric surgery. 2006:130 -5
3. D A Nyberg, J Fitzsimmons, L A Mack, M Hughes, D H Pretorius, D Hickok and T H
Shepard. Chromosomal abnormalities in fetuses with omphalocele. Significance of
omphalocele contents. Washington: aium.
4. Alexis S. Davis, Yair Blumenfeld, Erika Rubesova, Claire Abrajano, MD, Yasser Y. El-
Sayed, Sanjeev Dutta, MD, Richard A. Barth, MD and Susan R. Hintz, MD. Challenges
of Giant Omphalocele From Fetal Diagnosis to Follow-up. Palo: American Academy of
Pediatrics, 2008
5. Robert G Allen, Earle L Wrenn Jr. Silon as a sac in the treatment of omphalocele and
gastroschisis. USA: Journal of Pediatric Surgery.
24