LITERASI BUKU SEBAGAI SARANA MENUMBUHKAN...
Transcript of LITERASI BUKU SEBAGAI SARANA MENUMBUHKAN...
LITERASI BUKU SEBAGAI SARANA MENUMBUHKAN KEPRIBADIAN PESERTA
DIDIK YANG UNGGUL
Sekar Pinilih
Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta
e-mail: [email protected] Abstrak: Globalisasi telah membuat perubahan disegala bidang termasuk di dunia pendidikan.
Hal ini secara tidak langsung juga mempengaruhi perilaku generasi muda di Indonesia dalam
kegiatan pembelajaran. Artikel ini membahas tentang fenomena menurunnya moral dan
kepribadian peserta didik akibat dari dampak globalisasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa
peserta didik pada zaman sekarang tidak menunjukan sikap yang baik dan memprihatinkan
bagi dunia pendidikan. Oleh karena itu, sebagai pendidik guru harus bisa menumbuhkan
kepribadian peserta didik yang baik dengan mengerti arti pembelajaran yang sesungguhnya.
Sehingga dunia pendidikan bisa mencetak SDM yang unggul dan berguna bagi nusa dan
bangsa.
Kata Kunci: Globalisasi, Generasi Muda, dan Unggul Abstract: Globalisation has made changes in all sector including in education.This is
indirectly also affect the attitude of young generasion’s Indonesia in learning activity.This
article discusses Phenomena of decreased morale and personality of learners as a result of
the impact of globalisation.Research result show that learners today not showing a good
attitude and concern for education.Therefore, as a teacher educators should be able to grow
the personality of good learners with understand the meaning of real learning.So that the
world of education can produce superior human resources and useful for nusa and nation.
Keywords: Globalisation, Young Generation, and Excellent
PENDAHULUAN Arus globalisasi telah membawa
banyak perubahan di seluruh bidang
kehidupan secara universal. Dengan
didukung oleh perkembangan Iptek yang
begitu pesat, semua hal yang menyangkut
hajat hidup banyak orang dapat dilakukan
secara praktis. Manusia dengan mudahnya
dapat berhubungan dengan manusia
lainnya dari berbagai letak penjuru dunia.
Selain itu akses untuk mengetahui
berbagai macam informasi dan berita di
dunia sangatlah cepat dan dimudahkan.
Dunia seakan tidak ada sekat atau tanpa
ada pembatas.
Istilah globalisasi sendiri berasal
dari kata globe (peta dunia yang berbentuk
bola) yang selanjutnya lahir istilah global
(yang artinya meliputi seluruh dunia).Dari
kata global lahirlah istilah globalisasi,
yang bermakna sebuah proses
mendunia.Globalisasi adalah suatu proses
dibentuknya suatu tatanan, aturan,dan
sistem yang berlaku bagi bangsa-bangsa di
seluruh dunia.Globalisasi tidak mengenal
adanya batas-batas wilayah: bahkan tidak
mengenal aturan lokal regional, kebijakan
negara yang dapat mengurangi ruang gerak
masuknya nilai, ide, pikiran, atau gagasan
yang dianggap sudah merupakan kemauan
masyarakat dunia harus dihilangkan.
Globalisasi berlaku di semua bidang
kehidupan seperti politik ekonomi, sosial,
dan budaya.
Soedjatmoko (1991:97)
menggambarkan sifat-sifat dan
kemampuan yang harus dimiliki manusia
Indonesia di masa mendatang sebagai
berikut.
1. Orang harus serba tahu (well
informed), dan harus selalu
menyadari bahwa proses
belajar tidak akan pernah
selesai di dalam dunia yang
etrus berubah secara sangat
cepat. Dia harus mampu
mencerna informasi yang
banyak tapi tuntas, itu artinya
harus mempunyai kemampuan
analisis yang tajam, mampu
berpikir integratif serta dapat
bereaksi cepat.
2. Orang harus kreatif dalam
memberikan jawaban terhadap
tantangan baru, serta
mempunyai kemampuan
mengantisipasi setiap
perkembangan.
3. Mempunyai kepekaan terhadap
keadilan sosial dan solidaritas
sosial. Peka terhadap batas-
batas toleransi masyarakat serta
terhadap perubahan sosial dan
ketidakadilan.
4. Memiliki harga diri dan
kepercayaan pada diri sendiri
berdasarkan iman yang kuat.
5. Sanggup mengidentifikasi
dimensi-dimensi moral dan etis
dalam perubahan sosial dan
pilihan teknologi. Selanjutnya
juga sanggup
menginterpretasikan ketentuan
–ketentuan agama sehingga
terungkaplah relevansinya
dalam pemecahan masalah dan
perkembangan-perkembangan
baru.
Sebagai perbandingan Ulrih Teicer
(1997:540) mengemukakan bahwa
manusia masa depan harus
mempunyai persyaratan kualitas
dan kemampuan sebagai berikut.
1. Fleksibel.
2. Mmapu dan bersedia untuk
berpartisipasi dalam inovasi
serta menjadi kreatif.
3. Mampu menguasai hal-hal
yang tidak menentu atau
seringkali berubah-ubah.
4. Tertarik dan siap belajar
seumur hidup.
5. Memiliki kepekaan sosial dan
ketrampilan berkomunikasi.
6. Mampu bekerja dalam tim.
7. Mampu mengambil tanggung
jawab yang diserahkan
padanya.
8. Mampu menyiapkan diri untuk
melakukan internasionalisasi
pasaran kerja melalui
pengertian tentang macam-
macam budaya.
9. Cakap dalam berbagai hal, baik
ketrampilan umum maupun
ketrampilan profesional.
Dari dua pendapat tersebut dapat
disimpulkan bahwa manusia Indonesia
yang ideal adalah manusia yang mampu
menghadapi tantangan masa depan yang
semakin rumit dan tidak menentu.Mereka
itu adalah yang memiliki beberapa sifat
sebagai berikut.
1. Mampu meningkatkan
produktivitas kerja.
2. Memiliki kemampuan berpikir
kreatif dan analitis.
3. Memiliki ilmu dasar yang luas
serta ketrampilan kerja yang
tinggi.
4. Kesiapan untuk belajar
sepanjang hidup agar dapat
meningkatkan kemampuannya
secara berkelanjutan.
5. Fleksibel dan adaptif, yang
keduanya digunakan untuk
menghadapi berbagai
perubahan yang sangat cepat.
6. Memiliki moralitas yang baik,
yang bersumber pada agama
yang diyakini.
Menghadapi globalisasi yang
memiliki dampak positif dan negatif,
dibutuhkan komitmen terhadap prinsip-
prinsip moral yang semakin kuat. Era
Globalisasi bisa dikatakan sebagai
tantangan untuk umat manusia. Bagaimana
cara mensikapi adanya globalisasi adalah
hal yang sangat penting. Seseorang bisa
menghasilkan peluang usaha dengan
memanfaatkan perkembangan iptek
dampak globalisasi, namun seseorang juga
bisa terseret arus globalisasi karena tidak
mempunyai pendirian yang tetap.
Salah satu bidang kehidupan yang
banyak berubah akibat dari globalisasi
yaitu dunia pendidikan. Dilihat dari segi
metode pembelajaran, kurikulum,
interaksi guru-murid dan pergaulan peserta
didik antara zaman dahulu dengan
sekarang jelas terlihat berbeda. Perubahan
tidak hanya dalam hal positif saja, namun
juga dalam hal negatif. Bahkan di
Indonesia dampak negatif lebih dominan.
Pancasila adalah falsafah hidup
atau ideologi dasar bagi Negara Republik
Indonesia. Kata pancasila tersebut berasal
dari bahasa sansekerta panca dan sila.
Panca berarti lima dan sila mempunyai arti
asas. Jadi pancasila ini merupakan
rumusan dan pedoman hidup bagi segenap
rakyat Indonesia. Maksudnya sebagai
pedoman hidup yaitu setiap perilaku dan
tindakan yang dilakukan oleh warga
negara harus sesuai dengan apa yang
termuat dalam nilai-nilai Pancasila.Namun
walaupun negara sudah mempunyai
Pancasila sebagai landasan berpikir dan
benteng untuk mengahadapi globalisasi
namun kenyataannya masih banyak orang
yang terseret ke dalam arus. Begitu juga
dengan peserta didik di Indonesia pada
jenjang sekolah dasar. Badan
Pengembangan dan Pengkajian
Keilmuwan Wilayah IV, Daerah Istimewa
Yogyakarta mengadakan diskusi ilmiah
mengenai “Perilaku Menyimpang Anak
SD usia (6-12 tahun). Diskusi dilakukan
atas dasar keprihatinan melihat kondisi
anak-anak zaman sekarang. Berdasarkan
hasil diskusi penyimpangan yang
dilakukan atau biasa disebut dengan nama
penyimpangan sosial adalah perilaku yang
tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan
atau kepatuhan baik dari sudut pandang
kemanusiaan dan spiritualitas secara
individu maupun sebagai makhluk sosial.
Dapat dilihat anak SD zaman
sekarang banyak mengalami degradasi
moral. Contohnya dalam pemakaian tata
bahasa yang tidak sopan kepada guru dan
sering membantah intruksi ataupun tugas
yang diberikan. Berikut data indeks
Pembanguan manusia dalam laporan
terbaru Program Pembangunan tahun 2013,
Indonesia menempati posisi 121 dari 185
negara dalam indeks Pembangunan
Manusia (IPM) dengna angka 0,629.
Hasilnya Indonesia tertinggal dari dua
negara tetangga ASEAN yaitu Malaysia
(64) dan Singapura (18). Berdasarkan data
tersebut kenyataannya pendidikan karakter
di Indonesia belum optimal sehingga
banyak peserta didik yang tidak memiliki
akhlak dan moral yang baik. Secara tidak
langsung motivasi belajar menurun dan
menyebabkan indeks prestasi akademik
yang rendah.
Sebagai seorang pendidik guru
mempunyai tanggung jawab untuk
menumbuhkan karakter peserta didik yang
baik dan sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila. Pemberian nilai karakter dapat
dilakukan dengan berbagai macam metode
saat pembelajaran berlangsung. Oleh
karena itu, peningkatan kualitas sumber
daya manusia merupakan kenyataan yang
harus dilakukan secara terencana, terarah,
intensif, efektif dan efisien dalam proses
pembangunan, kalau tidak ingin bangsa ini
kalah bersaing dalam menjalani era
globalisasi tersebut. Sehingga nantinya
dapat menghasilkan sumber daya manusia
(SDM) berkualitas dan berguna bagi
negara.
METODE Peneitian ini menggunakan metode
survey, deskriptif, dan studi pustaka.
...Survey research designs are
procedures in quantitative research in
which investigators administer a
survey to a sample or to teh entire
population of people to describe the
attitudes, opinions, behaviors, or
characteristic of the population.
(Creswell, 2012: 376)
Penelitian survey digunakan untuk
mengumpulkan data atau informasi tentang
populasi yang besar dengan menggunakan
sampel yang relatif kecil.Penelitian survey
memiliki tiga tujuan utama yaitu
menggambarkan keadaan pada saat itu,
mengidentifikasi secara terukur keadaan
sekarang untuk membandingkan, dan
menentukan hubungna kejadian yang
spesifik.Metode survey Survey dilakukan di
SD Negeri Golo Yogyakarta selama
sembilan hari dalam kurun waktu tiga
minggu. Setiap satu kali dalam seminggu
diadakan sebuah kegiatan rutin yaitu literasi
buku yang dilakukan oleh kelas satu (I)
sampai dengan kelas enam (VI ). Literasi
dilakukan pada awal pelajaran sekitar pukul
06.45 WIB dan diawasi oleh guru kelas
masing-masing. Sedangkan metode
dekriptif digunakan dalam penelitian saat
peneliti mendeskripsikan tentang gejala,
peristiwa, ataupun kejadian yang
berhubungan dengan tema yang
dibahas.Penelitian ini tidak mengadakan
manipulasi atau pengubahan pada variabel-
variabel bebas, tetapi menggambarkan
suatu kondisi apa adanya.Penggambaran
kondisi bisa individual atau menggunakan
angka-angka. (Sukmadinata,2006:5)
Terakhir penulis juga mencari
sumber dengan studi pustaka melalui buku-
buku dan journal valid yang berada di
internet.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Secara umum literasi dapat
didefinisikan sebagai kemampuan mengolah
dan memahami informasi saat melakukan
kegiatan membaca dan menulis. Literasi baik
diterapkan sejak pendidikan anak usia dini.
Pada masa sekarang kegiatan literasi gencar
dilakukan oleh para praktisi
pendidikan.Contohnya SD Negeri Golo
Yogyakarta yang sudah menerarapkan
kegiatan literasi setiap satu kali dalam
seminggu. Tujuan utama literasi bukan untuk
mencetak generasi yang cerdas dalambidang
akademik saja, namun juga untuk memacu
pola pikir kritis dan logis. Dari hasil tes dan
evaluasi PISA 2015 performa siswa-siswi
Indonesia masih tergolong rendah.Berturut-
turut rata-rata skor pencapaian siswa-siswi
Indonesia untuk sains, membaca, dan
matematika berada di peringkat 62, 61, dan 63
dari 69 negara yang dievaluasi. Peringkat dan
rata-rata skor Indonesia tersebut tidak jauh
berbeda dengan hasil tes dan survey PISA
terdahulu pada tahun 2012. Melihat dari
indikator tersebut keadaan peserta didik di
Indonesia dapat disimpulkan memiliki nilai
daya saing yang rendah dibandingkan dengan
negara lain. Untuk itulah kegiatan literasi
sangat diperlukan untuk menaikan nilai minat
baca anak sejak dini dan mengembangkan
kemampuan berpikir kritis seperti halnya
dengan fungsi pendidikan yang tertuang
dalam UUD 1945 adalah untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal
tersebut juga tercantum dalam Undang-
undang No 23 Tahun 2003 dalam (Hasbullah
2013) tentang sistem pendidikan nasional
yang berfungsi mengembangkan kemampuan
dalam bentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan
Pendidikan tersebut jelas menggambarkan
bagaimana urgensitas pendidikan dalam
mempersiapkan manusia atau menghadapi
tantangan global.
Pembahasan
Definisi literasi
Secara bahasa, literasi adalah
keberaksaraan, yaitu kemampuan
menulis dan membaca. Dalam bahasa
Inggris yaitu literacy yang artinya
kemampuan membaca dan menulis (the
ability to read and write) dan
“kompetensi atau pengetahuan di bidang
khusus” (competence or knowledge in a
specified area).
Kebalikannya adalah illiteracy
dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan
istilah buta huruf atau tidak bisa
membaca.Literasi adalah kualitas atau
kemampuan melek huruf (aksara) yang
di dalamnya meliputi kemampuan
membaca dan menulis.Melek visual
yaitu kemampuan untuk mengenali dan
memahami ide-ide yang disampaikan
secara visual (video/gambar).
Sebagaimana pengertian literasi
yang dikemukakan National Institute for
Literacy (NIFL):
...Literasi adalah kemampuan
individu untuk membaca, menulis,
berbicara, menghitung, dan
memecahkan masalah pada tingkat
keahlian yang diperlukan dalam
pekerjaan, keluarga, dan masyarakat.
Education Development Center
(EDC) juga menyatakan literasi lebih
dari sekedar kamampuan baca
tulis.Literasi adalah kemampuan
individu untuk menggunakan segenap
potensi dan ketrampilan (skills) yang
dimiliki dalam hidupnya. Dengan
pemahaman bahwa literasi mencangkup
kemampuan membaca kata dan
membaca dunia.
Menurut UNESCO, pemahaman
orang tentang makna literasi sangat
dipengaruhi oleh penelitian akademik,
institusi, konteks nasional, nilai-nilai
budaya, dan pengalaman.
Pemahaman paling umum dari
literasi adalah seperangkat ketrampilan
nyata, khususnya ketrampilan kognitif
membaca dan menulis, yang terlepas
dari konteks dimana ketrampilan itu
diperoleh dan dari siapa yang
memperolehnya.UNESCO menjelaskan
kemampuan literasi merupakan hak setia
orang dan merupakan dasar untuk belajar
sepanjang hayat. Kemampuan literasi
dapat memberdayakan dan
meningkatkan kualitas individu,
keluarga, dan masyarakat.
Jenis Literasi
Beberapa definisi
menggambarkan bahwa informasi dapat
ditampilkan dalam beberapa format dan
dapat dimasukan ke dalam sumber yang
terdokumentasi (buku, jurnal, laporan,
tesis, grafik, lukisan, multimedia,
rekaman suara).Di masa depan, mungkin
ada format lain dalam menampilkan
informasi di luar imaginasi kita pada saat
ini. Dalam perkembangan teknologi
informasi dan internet (ICT) dewasa
ini,maka timbul beberapa perkembangan
ynag mendorong perubahan konsep
literasi awal, menjadi konsep baru
literasi yang memiliki pengertian yang
berkaitan dengan beberapa keahlian baru
yang harus dimiliki oleh siswa.
International Literacy Institute,
menjelaskan bahwa pengertian literasi
sendiri sekarang sudah berkembang dan
diartikan menjadi sebuah “range”
keahlian yang relatif (tidak absolut)
untuk membaca, menulis,
berkomunikasi, dan berpikir secara
kritis. Karena itu maka Tapio Varis,
ketua umum UNESCO untuk global E-
Learning mengatakan bahwa dengan
berkembangnya teknologi komputer dan
informasi, maka literasi dapat terbagi
menjadi beberapa jenis, yaitu: a. Literasi
teknologi, yaitu keahlian untuk
menggunakan internet dan
mengkomunikasikan informasi. b.
Literasi informasi, yaitu keahlian untuk
melakukan riset dan menganalisa
informasi sebagai dasar oengambilan
keputusan. c. Literasi media, yaitu
keahlian untuk menghasilkan,
mendistribusikan, serta mengevaluasi isi
koleksi pandang dengar (Audio Visual).
d. Literasi global, yaitu pemahaman
akan saling ketergantungan manusia di
dunia global, sehingga mampu
berpartisipasi di dunia global dan
berkolaborasi. e. Literasi kompetensi
sosial dan tanggung jawab lebih kepada
pemahaman etika dan pemahaman
terhadap keamanan dan privasi dalam
berinternet (MCPerson,2007). Di tengah
keberagaman bentuk dan jenis informasi,
maka seseorang dituntut tidak hanya
dapat membaca dan menulis bahan
tertulis (dalam bentuk buku atau tercetak
saja), tetapi bentuk-bentuk lain seiring
dengan perkembangan teknologi
informasi. Menurut Elsenberg (2004)
selain memiliki kemampuan literasi
informasi, seseorang juga harus
membekali dirinya dengan literasi yang
lain, seperti:a. Literasi visual, adalah
kemampuan seseorang untuk
memahami, menggunakan, dan
mengekspresikan gambar. b. Literasi
media, merupakan kemampuan untuk
mengakses, menganalisis dan
menciptakan informasi untuk hasil yang
spesifik.Media tersebut adalah televisi,
radio, surat kabar, film, dan musik. c.
Literasi komputer,dimana kemampuan
untuk membuat dan memanipulasi
dokumen dan data melalui perangkat
lunak pangkalan data dan pengolah data
dan sebagainya. Literasi komputer juga
dikenal dengan istilah literasi elektronik
atau literasi teknologi informasi. d.
Literasi digital, merupakan keahlian
yang berkaitan dengan penguasaan
sumber dan perangkat digital. Beberapa
institusi pendidikan menyadari dan
melihat hal ini merupakan cara praktis
untuk mengajarkan literasi informasi,
salahsatunya melalui tutorial. e. Literasi
jaringan, adalah kemampuan untuk
menggunakan, memahami, menemukan,
dan memanipulasikan informasi dalam
jaringan misalnya internet.Istilah
lainnya dari literasi jaringan adalah
literasi internet atau hiperliterasi.
Secara garis besar Bawden (2001)
menggemukakan tiga jenis literasi
berbasis ketrampilan yaitu literasi
media, literasi komputer, dan literasi
perpustakaan. Literasi perpustakaan
memiliki dua pengertian, pengertian
pertama adalah mengacu pada
kemampuan dalam menggunakan
perpustakaan dan menandai awal
lahirnya literasi informasi yang
menekankan pada kemampuan
menetapkan sumber informasi yang
tepat. Pengertian yang kedua
berhubungan dengan keterlibatan
perpustakaan dalam program literasi
tradisional seperti pengajaran
kemampuan membaca. Literasi
perpustakaan biasanya disinonimkan
dengan ketrampilan perpustakaan dan
intruksi blibiografis. Menurut Snvely
dan Cooper (2007) literasi perpustakaan
merupakan istilah alternativ untuk
literasi informasi yang merupakan
bentuk terbaru dari intruksi
perpustakaan dan sumber informasi
lainnya. Saat ini kemampuan literasi
informasi merupakan sasaran atau tujuan
yang ingin dicapai dalam program
pendidikan pemustaka di perpustakaan.
Pendidikan pemustaka saat ini mulai
berkembang dan mencangkup segala
aspek mengenai pencarian informasi,
untuk mempersiapkan pemustaka
mencapai pembelajaran sepanjang hayat
(Versosa,2008: 12).
Buku Literasi
Ada banyak jenis buku yang
dapat dijadikan sebagai literasi seperti
sebagai berikut.
1. Novel
Novel merupakan karya fiksi
berupa cerita yang saling
berkaitan dalam buku tersebut.
Panjangnya bervariasi, ada yang
100 halaman bahkan ada yang
sampai lebih dari 700
halaman.Beberapa jenis genre
novel berdasarkan jenis ceritanya
yaitu: romantik, misteri, ilmiah,
inspiratif, islami, dan komedi.
2. Komik
Komik adalh suatu buku yang
berisi gambar-gambar tidak
bergerak yang diisi dialog atau
kata-kata didalamnya untuk
menceritakan cerita yang
dimaksud.
3. Antologi
Buku antalogi terdiri dari
kumpulan – kumpulan tulisan
yang tidak berkaitan. Namun
masih satu jenis tulisan dan
biasanya juga satu tema. Antalogi
biasanya berupa kumpulan
cerpen, kumpulan puisi,
kumpulan esai, dan lain
sebagainya.
4. Biografi
Biografi merupakan buku yang
berisi kisah hidup seseorang.
Biasanya biografi dibuat oleh
orang – orang populer dan
terkenal.
5. Dongeng
Dongeng merupakan buku yang
berisi kisah fiktif yang berasal
dari khayalan dan imajinasi.
Biasanya dongeng adalah sesuatu
yang mustahil dalam dunia nyata.
6. Novelet
Novelet merupakan cerita yang
terlalu pendek untuk disebut
novel, namun juga terlalu panjang
untuk disebut cerpen. Biasanya
Novelet berkisar antara 40 – 50
halaman.
7. Catatan Harian/Diary
Catatan harian adalah buku yang
dibuat dari catatan harian atau
jurnal atau diary yang ditulis.
8. Karya Ilmiah
Karya ilmiah adalah buku yang
berupa laporan dari suatu
penelitian atau percobaan dan
sebagainya.
9. Kamus
Kamus adalah buku acuan untuk
megalihkan dari bahasa yang satu
ke bahasa yang lainnya. Atau
untuk memberikan penjelasan
dari kata – kata dalam suatu
bahasa.
10. Panduan
Panduan adalah buku yang berisi
tata cara mengenai hal – hal
tertentu.
Gerakan Literasi Sekolah
Dengan bergulirnya era reformasi
pada tahun 1998, semua orang merasa
memiliki kebebasan untuk berkreasi,
berinovasi, maupun berekspresi. Karena
memang hambatan ataupun penghalang
untuk berkreatifitas, berinovasi, maupun
berekspresi hampir tidak ada.Dapat
dlilihat dari dukungan segala aspek
terutama teknologi memudahkan orang
untuk menggali potensi mereka masing –
masing. Kebebasan yang terus – menerus
terjadi rupanya tidak selalu
memunculkan efek positif pula. Terlihat
dikalangan pelajar bahwa kebebasan
yang tidak terkontrol memperlihatkan
gejala atau akibat yang kurang baik.
Terutama pada pola dan perilaku
kaumpelajar pada masa sekarang.
Pada sisi lain kebebasan
mengekspresikan diri bagi kaum
terpelajar mendatangkan efek yang tidak
sesuai dengan norma dan aturan yang
berlaku di lingkungannya. Sekarang
dalam hal menulis, berbicara, bahkan
memfitnah dan memaki dapat dilakukan
dengan mudah oleh setiap individu.
Namun kebebasan tersebut tidak
terkontrol jumlahnya. Baik kepada yang
lebih tua, sama besar ataupun lebih kecil.
Kebebasan yang terus – menerus
membuat orang tidak terkendali dan
terpicu melakukan penyimpangan sosial,
seperti maraknya penyebaran berita
hoax. Masyarakat luas kembali menilai
bahwa lembaga pendidikan belum
berhasil dalam upaya memanusiakan
anak manusia seperti halnya dengan
tujuan pendidikan. Keberhasilan
lembaga pendidikan memang lebih
banyak diukur dari seberapa baik sikap
dan tingkah laku yang diperlihatkan oleh
para lulusannya. Ketika seorang peserta
didik kurang berkenan dimata
masyarakat, maka yang menjadi sasaran
utama adalah sekolah. Namun jika
perilaku sesuai dengan keinginan
masyarakat, sekolah tidak begitu
diapresiasi.
Selaras dengan fenomena diatas,
PISA 2009 juga menyimpulkan bahwa
praktik pendidikan yang dilaksanakan di
sekolah belum mampu memperlihatkan
fungsi sekolah sebagai organisasi
pembelajaran yang berupa menjadikan
semua peserta didiknya terampil
membaca untuk mendukung mereka
menjadi pembelajar sepanjang hayat.
Oleh sebab itu Kementrian Pendidikan
dan Kebudayaan meluncurkan sebuah
terobosan untuk semua jenjang
pendidikan. Terobosan tersebut adalah
Gerakan Literasi Sekolah (GLS).
Gerakan Literasi Sekolah atau GLS
adalah sebuah upaya yang dilakukan
secara meyeluruh dan berkelanjutan
untuk menjadikan sekolah sebagia
organisasi pembelajaran yang
menyenangkan bagi peserta didik
dengan melibatkan semua elemen
masyarakat. Secara umum tujuan
Gerakan Literasi Sekolah (GLS)
memiliki tujuan untuk
menumbuhkembangkan budi pekerti
peserta didik melalui pembudayaan
ekosistem literasi sekolah yang
diwujudkan dalam Gerakan Literasi
Sekolah (GLS) agar mereka menjadi
pembelajar sepanjang hayat. Artinya
terobosan Gerakan Literasi Sekolah
(GLS) ini ingin memberikan efek yang
positif terhadap tingkah laku seluruh
warga sekolah. Sedangkan tujuan
khususnya sebagai berikut.
1. Menumbuhkembangkan budaya
literasi membaca dan menulis
sisiwa di sekolah.
2. Meningkatkan kapasitas warga
dan lingkungan sekolah agar
literat.
3. Menjadikan sekolah sebagai
taman belajar yang
menyenangkan dan ramah anak
agar sekolah mampu mengelola
pengetahuan.
4. Menjaga berkelanjutan
pembelajaran dengan
menghadirkan beragam buku
bacaan dan mewadahi berbagai
strategi membaca.
Merujuk pada tujuan tersebut,
Gerakan Literasi Sekolah (GLS)
harus dilaksanakan secara
kolaboratif oleh seluruh
komponen yang ada di sekolah
maupun masyarakat di luar
sekolah. Artinya Gerakan Literasi
Sekolah (GLS) mempu
menggerakan seluruh komponen
internal maupun eksternal
sekolah. Seiring dengan
kemajuan teknologi gerakan
literasi ini tidak hanya sekedar
berupa kegiatan membaca dan
menulis saja, namun mencangkup
kepada kemampuan seseorang
mengadopsi informasi dari
berbagai sumber baik audio,
video, cetak, ataupun elektronik.
Clay (2001) dan Ferguson
menjabarkan bahwa komponen
literasi informasi terdiri atas
literasi dini, literasi dasar, literasi
perpustakaan, lietrasi media,
literasi teknologi, dan literasi
visual. Dalam konteks Indonesia,
literasi dini diperlukan sebagai
dasar pemerolehan berliterasi
tahap selanjutnya. Kompetensi
literasi tersebut dijelaskan
sebagai berikut.
1. Literasi Dini atau Early
Literacy (Clay,2001)
Kemampuan untuk
menyimak, memahami bahasa
lisan, dan berkomunikasi
melalui gambar dan lisan
yang dibentukoleh
pengalamannya berinteraksi
dengan lingkungan sosial di
rumah. Pengalaman peserta
didik dalam berkomunikasi
dengan bahasa ibu menjadi
fondasi dasar perkembangan
literasi dasar.
2. Literasi dasar atau Basic
Literacy
Kemampuan untuk
mendengarkan, berbicara,
membaca, menulis, dan
menghitung (counting)
berkaitan dengan kemampuan
analisis untuk
memperhitungkan
(calculating),
mempersepsikan informasi
(perceiving),
mengkomunikasikan, serta
menggambarkan informasi
(drawing) berdasarkan
pemahaman dan pengambilan
kesimpulan pribadi.
3. Literasi Perpustakaan atau
Library Literacy
Kegiatan ini antara lain
memberikan pemahaman cara
membedakan bacaan fiksi dan
nonfiksi, memanfaatkan
koleksi referensi dan
periodikal, memahami Dewey
Decimal System sebagai
klasifikasi pengetahuan yang
memudahkan dalam
menggunakan
perpustakaan,memahami
penggunaan katalog dan
pengindeksan, hingga
memiliki pengetahuan dan
memahami informasi ketika
sedang menyelesaikan sebuah
tulisan, penelitian, pekerjaan,
atau mengatasi masalah.
4. Literasi Media atau Media
Literacy
Kemampuan untuk
mengetahui berbagai bentuk
media yang berbeda, seperti
media cetak, media elektronik
(media radio dan media
televisi), media digital (media
internet), dan memahami
tujuan penggunaannya.
5. Literasi Teknologi atau
Technology Literacy
Kemampuan memahami
kelengkapan yang mengikuti
teknologi seperti peranti keras
(hardware), peranti lunak
(software), serta etika dan
etiket dalam memanfaatkan
teknologi.
6. Literasi Visual atau Visual
Literacy
Kemampuan pemahaman
tingkat anjut antara literasi
media dan literasi teknologi,
yang mengembangkan
kemampuan dan kebutuhan
belajar dengan memanfaatkan
materi visual dan audiovisual
secara kritis dan bermartabat.
Tafsir terhadap materi visual
yang tidak terbendung, baik
dalam bentuk cetak, auditori,
maupun digital (perpaduan
ketiganya disebut teks
multimodal), perlu dikelola
dengan baik. Bagaimanapun
didalamnya banyak
manipulasi dan hiburan yang
benar – benar perlu disaring
berdasarkan etika dan
kepatutan.
Dalam rangka
mengimplementasi Gerakan
Literasi Sekolah (GLS), maka
sekolah bisa mengukur dan
merencanakan tentang
kegiatan literasi seperti apa
yang bisa diterapkan. Hal ini
tentu bergantung pada sarana
dan prasarana pendukung
disebuah sekolah. Semnetara
itu seluruh warga sekolah
harus punya komitmen dan
keteladanan terhadap seluruh
peserta didik tentang upaya
menjadikan sekolah sebagia
lingkungan literat sehingga
perilaku warga sekolah
bermartabat.
Literasi pada Anak Sekolah Dasar
Pendidikan literasi pada anak-
anak dilakukan pada masa prasekolah.
Literasi dapat dilakukan dari hal-hal
sederhana seperti membacakan cerita
dongeng, mengenalkan huruf dan angka
dengan cara yang menyenangkan, dan
mengajarkan cara menulis angka dan
huruf. Kegiatan tersebut akan berguna
bagi anak ketika nantinya memasuki
dunia sekolah.Anak akan memiliki minat
baca yang tinggi dan mudah diarahkan
saat usia sekolah. Orang tua tidak perlu
memaksakan anak untuk belajar karena
mereka sudah memiliki kesadaran diri
untuk belajar dan membaca.
Pada jenjang sekolah dasar,
kegiatan literasi lebih ditekankan
melihat akan manfaat dan pentingnya
literasi untuk peserta didik.
Gerakan Literasi Sekolah (GLS)
dilaksanakan secara bertahap dengan
mempertimbangkan kesiapan sekolah di
seluruh Indonesia. Kesiapan ini
mencangkup kesiapan kapasitas sekolah
(ketersediaan fasilitas, bahan bacaan,
sarana, prasarana literasi), kesiapan
warga sekolah, dan kesiapan sistem
pendukung lainnya (partisipasi publik,
dukungan kelembagaan, dan perangkat
kebijakan yang relevan).Geraka Literasi
Sekolah (GLS) di sekolah dasar
dilaksanakan dalam tiga tahap yaitu
tahap pembiasaan, tahap pengembangan,
dan tahap pembelajaran.
1. Tahap pembiasaan
Literasi dapat dilakukan secara
berskala namun konsisten. Literasi pada
tahap ini bertujuan untuk menumbuhkan
minat peserta didik terhadap buku
bacaan.Penumbuhan minat baca melalui
kegiatan 15 menit membaca (sesuai
dengan Permendikbud No 23 Tahun
2015). Dalam kegiatan pembiasaan
tersebut indikator yang harus dicapai
oleh peserta didik: a. melakukan
kegiatan 15 menit membaca ( membaca
dalam hati ataupun nyaring)yang
dilakukan setiap hari.Namun untuk
pemula kegiatan membaca dapat
dilakukan secara berskala namun
konsisten, b. peserta didik memiliki
jurnal membaca harian, c. guru, kepala
sekolah, dan atau/ tenaga kependidikan
menjadi model dalam kegiatan 15 menit
membaca dengan ikut membaca selama
kegiatan berlangsung, d. adanya
perpustakaan,sudut baca ditiap kelas,
dan area baca yang nyaman dengan
koleksi buku nonpelajaran, e. adanya
poster-poster kampanye membaca di
kelas, koridor, dan atau/ area lainnya di
sekolah, f. adanya bahan teks yang
terpampang di tiap kelas, kebun sekolah,
kantin, dan UKS menjadi lingkungan
yang bersih, sehat, dan kaya teks, g.
terdapat poster-poster tentang
pembiasaan hidup bersih, sehat, dan
indah, h. sekolah berupaya melibatkan
publik (orangtua, alumni, dan elemen
masyarakat) untuk mengembangkan
kegiatan literasi sekolah, i. kepala
sekolah dan jajarannyaberkomitmen
melaksanakan dan mendukung gerakan
literasi sekolah, j. adanya kegiatan
akademik yang mendukung budaya
literasi sekolah, misalnya wisata ke
perpustakaan atau kunjungan
perpustakaan keliling ke sekolah, k.
adanya kegiatan perayaan hari-hari
tertentu yang bertemakan literasi, dan l.
adanya tim literasi sekolah yang
dibentuk oleh kepala sekolah yang
terdiri atas guru bahasa, guru mata
pelajaran, dan tenaga kependidikan.
2. Tahap pengembangan
Kegiatan literasi pada tahap ini
bertujuan untuk mempertahankan minta
baca peserta didik sekaligus
meningkatkan kelancaran dan
pemahaman mereka terhadap buku
bacaan. Dalam tahap pelaksanaan
pengembangan Gerakan Literasi
Sekolah (GLS) indikator yang harus
dicapai: a. adanya kegiatan 15 menit
membaca (membaca dalam hati dan atau/
membaca nyaring) yang dilakukan
secara rutin, b. adanya berbagai kegiatan
tindak lanjut dalam bentuk
menghasilkan respon secara lisan
maupun tulisan, c. peserta didik
memiliki portofolio yang berisi
kumpulan jurnal respon membaca, d.
guru menjadi model dalam kegiatan 15
menit membaca dengan ikut membaca
selama kegiatan berlangsung, e. tagihan
lisan dan tulisan digunakan sebagai
penilaian nonakademik, f. jurnal respon
membaca peserta didik dipajang di kelas
dan atau/koridor sekolah, g.
perpustakaan, sudut baca disetiap kelas
dan area bacayang nyaman dengan
koleksi buku nonpelajaran dimanfaatkan
untuk berbagai kegiatan literasi, h.
adanya penghargaan terhadap
pencapaian peserta didik dalamkegiatan
literasi secara berskala, i. adanya poster-
poster kampanye membaca, dan j.ada
bahan kaya teks yang terpampang di tip
kelas,koridor, dan area sekolah lainnya.
3. Tahap pembelajaran
Pada tahap ini literasi lebih fokus
pada peningkatan kemampuan berbahasa
represif (membaca dan menyimak) dan
aktif (menulis dan berbicara).Pada tahap
ini menggunakan buku pengayaan dan
strategi membaca disemua mata
pelajaran.Indikator yang dicapai dalam
pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah
(GLS): a. kegiatan membaca pada
tempatnya (selain lima belas menit
sebelum pembelajaran) sudah
membudaya dan menjadi kebutuhan
warga sekolah, b. kegiatan limabelas
menit membaca setiap hari sebelum jam
pembelajaran diikuti kegiatan lain
dengan tagihan nonakademik atau
akademik, c. ada pengembangan
berbagai strategi membaca, d. kegiatan
membaca buku nonpelajaran yang terkait
dengan buku pelajaran dilakukan oleh
peserta didik dan guru (ada tagihan
akademik untuk peserta didik), e. adanya
berbagai kegiatan tindak lanjut dalam
bentuk menghasilkan respon secara lisan
amupun tulisan (tagihan akademik), f.
peserta didik memiliki potofolio yang
berisi kumpulan jurnal respon membaca
minimal dua belas buku nonpelajaran, g.
melaksanakan berbagai strategi untuk
memahami teks dalam semua mata
pelajaran, misalkan dengan
menggunakan tabel TIP:Tahu-Ingin-
Pelajari, h.guru menjadi model dalam
kegiatan membaca buku nonpelajaran
dengna ikut membaca buku-buku pilihan
(nonpelajaran) yang dibaca oleh siswa, i.
tagihan lisan dan tulisan digunakan
sebagai penilaian akademik, j. peserta
didik menggunakan lingkungan fifik,
sosial, afektif, dan akademik disertai
dengan beragam bacaan (cetak, visual,
auditori, digital) yang kaya literasi-di
luar buku teks pelajaran dan untuk
memperkaya pengetahuan dalammata
pelajaran, k. adanya penghargaan
terhadap pencapaian peserta didik
dalamkegiatan berliterasi (berdasarkan
tagihan akademik), l. adanya poster-
poster kampanye membaca untuk
memperluas pemahaman dan tekad
warga sekolah untuk mejadi pembelajar
sepanjang hayat, m. adanya bahan kaya
teks terkait dengan mata pelajaran yang
terpampang di tipa kelas, n. adanya
unjuk karya (hasil dari kemampuan
berpikir kritis dan kemampuan
berkomunikasi secara kreatif verbal
tulisan, visula atau digital)
dalamperayaan hari-hari tertentu yang
bertemakan literasi, o. perpustakaan
sekolah menyediakan beraragam buku
bacaan (buku-buku nonpelajaran:fiksi
dan nonfiksi) yang diperlukan peserta
didik untuk memperlus
pengetahuannyadalampelajaran tertentu,
p.tim literasi sekolah bertugas
melakukan perencanaan, pelaksanaan,
dan asesmen program literasi sekolah, q.
sekolah berjejaringan dengan pihak
eksternal untuk pengembangan program
literasi sekolah dan pengembangan
profesional warga sekolah tentang
literasi.
Jika semua indikator dalam tahap
pembelajaran sudah dipenuhi, sekolah
ataupun kelas dapat mempertahankan
serta terus – menerus melakukan kreasi
dan inovasi. Selain itu, sekolah dapat
menjadi contoh bagi sekolah – sekolah
lainnya.
Peran Guru dalam Kegiatan Literasi
Peserta Didik
Menurut Soedjiarto (1993: 27 –
28), proses belajar bahasa di kelas
merupakan bagian yang sangat penting
yang akan berpengaruh pada hasil
belajar.Namun bukan hanya dalam hal
bahasa saja tetapi kesuksesan pada
semua mata pelajaran juga penting dan
bergantung bagaimana cara guru
mendidik dan memotivasi. Kelas
merupakan tempat yang aktif untuk para
guru dan peserta didik berinteraksi.
...suatu aktivitas mengorganisasi atau
mengatur lingkungan sebaik-baiknya
dan menghubungkannya dengan
anak, sehingga terjadi proses
belajar.(Nasution.1986)
Namun bukan hanya hal itu saja.
Belajar tidak hanya melibatkan pembelajaran
keterampilan (misalnya, berenang atau
menjahit) atau pemerolehan pengetahuan,
namun belajar juga merujuk pada belajar
untuk belajar dan belajar untuk berpikir,
perubahan perilaku, pemerolehan
kesenangan, nilai sosial, atau peran sosial, dan
bahkan perubahan kepribadian.
Hakekat dari pembelajaran sendiri
bukan mengacu pada prestasi akademis saja
namun perkembangan moral dan akhlak yang
baik menjadi tujuan utama yang
sesungguhnya.
Hubungan dan keterkaitannya dengan
kegiatan literasi yaitu dimana manfaat literasi
sebagai pemacu pola pikir kritis dan logis bagi
peserta didik. Pola pikir kritis diperlukan
ketika peserta didik menghadapi berbagai
macam situasi yang terjadi baik dilingkungna
keluarga, sekolah, maupun di masyarakat.
Cara berpikir peserta didik yang logis juga
membantu bagaimana mereka membedakan
mana hal yang seharusnya dilakukan dan hal
yang dijauhi.
Guru sebagai pendidik hendaknya
mampu mengarahkan kegiatan peserta
didiknya kearah yang lebih positif, seperti
melakukan literasi. Baik guru kelas maupun
guru per mata pelajaran semua memiliki
kewajiban mengawasi dan memotivasi
peserta didik rutin melakukan literasi. Di
rumah kegiatan peserta didik berada
dalam pengawasan keluarga, namun
pada saat di sekolah guru yang
bertanggung jawab mengawasi kegiatan
peserta didiknya. Oleh sebab itu posisi
atau peran guru dalam kegiatan literasi
sebagai sarana menumbuhkan
kepribadian peserta didik sangat
dibutuhkan kinerjanya.
Manfaat dan Tujuan Literasi bagi
Peserta Didik
Literasi banyak diterapkan oleh
praktisi pendidikan. Salah satunya
adalah lembaga sekolah pada jenjang
pendidikan sekolah dasar.
Perlu diketahui bahwa literasi
memiliki banyak manfaat. Salah satunya
yaitu dengan literasi seseorang dapat
mendapatkan informasi dan
pengetahuan. Misalkan membaca koran
dan majalah. Dengan membaca
seseorang juga mendapatkan hiburan.
National Institute for Literacy,
mendefenisikan Literasi sebagai
“kemampuan individu untuk membaca,
menulis, berbicara, menghitung, dan
memecahkan masalah pada tingkat
keahlian yang diperlukan dalam
pekerjaan, keluarga, dan masyarakat”.
Definisi ini memakai Literasi dari
Perspektif yang lebih kontekstual. Dari
definisi ini terkandung makna bahwa
definisi Literasi bergantung pada
ketrampilan yang dibutuhkan dalam
lingkungan tertentu.
PENUTUP Arus globalisasi telah membawa
banyak perubahan di seluruh bidang
kehidupan secara universal. Dengan
didukung oleh perkembangan Iptek yang
begitu pesat, semua hal yang menyangkut
hajat hidup banyak orang dapat dilakukan
secara praktis. Manusia dengan mudahnya
dapat berhubungan dengan manusia
lainnya dari berbagai letak penjuru dunia.
Selain itu akses untuk mengetahui
berbagai macam informasi dan berita di
dunia sangatlah cepat dan dimudahkan.
Dunia seakan tidak ada sekat atau tanpa
ada pembatas.
Menghadapi globalisasi
yang memiliki dampak positif dan negatif,
dibutuhkan komitmen terhadap prinsip-
prinsip moral yang semakin kuat. Era
Globalisasi bisa dikatakan sebagai
tantangan untuk umat manusia. Bagaimana
cara mensikapi adanya globalisasi adalah
hal yang sangat penting. Seseorang bisa
menghasilkan peluang usaha dengan
memanfaatkan perkembangan iptek
dampak globalisasi, namun seseorang juga
bisa terseret arus globalisasi karena tidak
mempunyai pendirian yang tetap.
Salah satu bidang kehidupan yang
banyak berubah akibat dari globalisasi
yaitu dunia pendidikan. Dilihat dari segi
metode pembelajaran, kurikulum,
interaksi guru-murid dan pergaulan peserta
didik antara zaman dahulu dengan
sekarang jelas terlihat berbeda. Perubahan
tidak hanya dalam hal positif saja, namun
juga dalam hal negatif. Bahkan di
Indonesia dampak negatif lebih dominan.
Dapat dilihat anak SD zaman
sekarang banyak mengalami degradasi
moral. Contohnya dalam pemakaian tata
bahasa yang tidak sopan kepada guru dan
sering membantah intruksi ataupun tugas
yang diberikan. Berikut data indeks
Pembanguan manusia dalam laporan
terbaru Program Pembangunan tahun 2013,
Indonesia menempati posisi 121 dari 185
negara dalam indeks Pembangunan
Manusia (IPM) dengna angka 0,629.
Hasilnya Indonesia tertinggal dari dua
negara tetangga ASEAN yaitu Malaysia
(64) dan Singapura (18). Berdasarkan data
tersebut kenyataannya pendidikan karakter
di Indonesia belum optimal sehingga
banyak peserta didik yang tidak memiliki
akhlak dan moral yang baik. Secara tidak
langsung motivasi belajar menurun dan
menyebabkan indeks prestasi akademik
yang rendah.
Sebagai seorang pendidik guru
mempunyai tanggung jawab untuk
menumbuhkan karakter peserta didik yang
baik dan sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila. Pemberian nilai karakter dapat
dilakukan dengan berbagai macam metode
saat pembelajaran berlangsung. Sehingga
nantinya dapat menghasilkan sumber daya
manusia (SDM) berkualitas dan berguna
bagi negara.
Pendidikan literasi pada anak-
anak dilakukan pada masa prasekolah.
Literasi dapat dilakukan dari hal-hal
sederhana seperti membacakan cerita
dongeng, mengenalkan huruf dan angka
dengan cara yang menyenangkan, dan
mengajarkan cara menulis angka dan
huruf. Kegiatan tersebut akan berguna
bagi anak ketika nantinya memasuki
dunia sekolah.Anak akan memiliki minat
baca yang tinggi dan mudah diarahkan
saat usia sekolah. Orang tua tidak perlu
memaksakan anak untuk belajar karena
mereka sudah memiliki kesadaran diri
untuk belajar dan membaca.
UCAPAN TERIMA KASIH Dalam pembuatan journal penulis
pertama – tama mengucapkan Puji Syukur
kepada Tuhan Yang Maha Esa k a r e n a
b e r k a t r a h m a t d a n k a r u n i a N y a
p e n u l i s d a p a t m e n g e r j a k a n
t u g a s d e n g a n l a n c a r .
S e l a n j u t n y a K e p a d a D o s e n
p e n g a m p u m a t a k u l i a h
L a n d a s a n P e n d i d i k a n d a n k e d u a
o r a n g t u a p e n u l i s y a n g t e l l a h
m e m o t i v a s i p e n u l i s . T e r a k h i r
u c a p a n t e r i m a k a s i h p e n u l i s
u c a p k a n k e p a d a S D N e g e r i
G o l o Y o g y a k a r t a y a n g t e l a h
m e n j a d i o b j e k p e n e l i t i a n
p e n u l i s .
DAFTAR PUSTAKA
Mustadi Ali.(2014). KESIAPAN GURU
SD DALAM PELAKSANAAN
PEMBELAJARAN
TEMATIKINTEGRATIF PADA
KURIKULUM 2013 DI DIY.(
<https://journal.uny.ac.id/index.php/jpe/art
icle/view/2717>. Date accessed: 23 oct.
2017.
doi:http://dx.doi.org/10.21831/jpe.v2i2.27
17.
Richard, K. (1985). Bagaimana Membesarkan
Anak yang Baik. Jakarta: Cipta Loka
Caraka.
Schunr, D. H. (2012). Motivasi Dalam
Pendidikan. Jakarta: PT Indeks.
Siswoyo, D. (2013). Ilmu Pendidikan.
Yogyakarta: UNY Press.
Sunarso. (2006). Pendidikan
Kewarganegaraan. Yogyakarta: UNY
Press.
Syah, M. (2011). Psikologi Pendidikan.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Setiawati K.(2013).
Darmi. (2015). KOMPETENSI GURU
PRODUKTIF DALAM MENINGKATKAN
SIKAP KEWIRAUSAHAAN SISWA PADA
SMK NEGERI 3 BANDA ACEH . Jurnal
Administrasi Pendidikan , 33- 45 .
I. K. Setiawati1*, A. R. (2013). PEMBUATAN
BUKU CERITA IPA YANG
MENGINTEGRASIKAN MATERI
KEBENCANAAN ALAM UNTUK
MENINGKATKAN LITERASI MEMBACA
DAN PEMBENTUKAN KARAKTER.
Jurnal Pendidikan IPA Indonesia, 129-
135.
Mardalis, A. (2005 ). MERAIH LOYALITAS
PELANGGAN . BENEFIT, 111 - 119 .
Muhammad Nur Wangid, A. M. ( 2013 ).
KESIAPAN GURU SD DALAM
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
TEMATIKINTEGRATIF PADA
KURIKULUM 2013 DI DIY . Jurnal
Pendidikan, 175.
Sihombing, C. E. (2007). ANALISIS PROGRAM
PERCEPATAN BELAJAR (AKSLERASI ) DI
SMAK 1 BPK PENABUR JAKARTA
DALAM RANGKA MENINGKATKAN
PRESTASI SISWA. Jurnal Kompetensi
Manajemen Bisnis , 79 - 105.