Lindung Nilai - bi.go.id OKTOBER 2013.pdf · Hedging Mengelola Risiko Nilai Tukar Mengapresiasi...
Transcript of Lindung Nilai - bi.go.id OKTOBER 2013.pdf · Hedging Mengelola Risiko Nilai Tukar Mengapresiasi...
HedgingMengelola RisikoNilai Tukar
Mengapresiasi Inspirasi Bersama Kick Andy
Mendudukkan Untung Rugi di Neraca Hedging
Mendorong Hedging BUMN
3
14
12
6
Nilai tukar menjadi salah satu isu besar di tengah perekonomian dunia yang sedang gonjangganjing dengan beragam sebab. Apalagi ketika banyak faktor secara bersamaan punya kontribusi menentukan arah laju penentuan
nilai tukar mata uang.Upaya untuk melakukan lindung nilai alias hedging
terhadap kurs mata uang pun tak sesederhana membalik telapak tangan, di tengah situasi yang terlanjur kompleks. Upaya pendalaman pasar pun menjadi tantangan.
Belum lagi masalah pemahaman mengenai akuntansi hedging yang sekian lama belum sama di antara semua institusi terkait keuangan, juga merupakan faktor lain
yang menjadi tantangan penerapan transaksi lindung nilai. Per soalan yang menghadang adalah potensi implikasi hukum berikut konsekuensinya.
Pada saat yang sama, gonjangganjing dunia pun harus disikapi dengan memastikan pasar keuangan tak kekeringan likudititas. Tak terkecuali di perbankan. Stabilitas pada akhirnya harus mengemuka di depan segala indikator ekonomi.
Komunikasi, kembali memegang pe ran kunci. Kebijakan bank sentral dalam menyikapi segala dinamika perekonomian pun perlu memiliki saluran yang dipastikan cukup lebar, untuk tersosialisasikan maupun mendapatkan masukan. u
Menggagas Strategi Reposisi Bank Indonesia
8
EDISI 43 n oktoBER 2013 n tAHUN 4 n NEWSLEttER BANk INDoNESIA
gerai
Lindung NilaiJaminan dan Pendalaman Pasar
Ada tantangan pendalaman pasar dan kepastian hukum untuk memberikan pilihan lebih luas bagi transaksi lindung nilai.
2 EDISI 43 u oKToBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDoNESIA
mEj
A R
EDA
kSI
Hedging atau lindung nilai, sebenarnya merupakan prak tik lama dan biasa digunakan
di industri keuangan. Tujuannya, me mitigasi risiko pergerakan aset keuangan seperti nilai tukar.
Bahwa isu ini sekarang baru mun cul di Indonesia, lebih kare na belum banyak pihak yang pa ham dan menggunakan hed ging dalam praktik di tanah air. Di samping, masih terbatasnya ins trumen hedging yang tersedia di dalam negeri.
Karena berkaitan dengan manajemen risiko di masa depan, prak tik hed ging sebenarnya mirip dengan praktik manajemen risiko lain. Seperti, asuransi yang lebih umum dikenal dan digunakan ma syarakat.
Asuransi, mensyaratkan ada pi hak yang ingin melindungi diri, kekayaan, atau harta dari risiko, sehingga bersedia membayar pre mi ke pada pihak lain yang ber sedia menanggung bila terjadi risiko, da lam hal ini adalah perusahaan asu ransi.
Hedging pun sama. Dalam konteks hedging, ada pengusaha yang ingin melindungi bisnisnya dari gejolak dan risiko nilai tukar.
Caranya, pengusaha membuat kontrak dengan bank yang mampu melindungi risikonya dan untuk per lindungan tersebut si pengusaha akan membayar premi yang diminta. Dengan analogi asuransi, bank bertindak sebagai perusahaan asuransi yang menanggung risiko gejolak nilai tukar pengusaha.
Jadi, hedging di nilai tukar itu lum rah dilakukan selama ada dua pihak yang sepakat. Satu pihak me mindahkan risiko nilai tukar nya ke pihak lain, dengan membayar premi.
Karena itu, lumrah juga bila kedua pihak kemudian legawa atau ikhlas menerima apa pun yang terjadi di kemudian hari, berdasarkan kontrak yang sudah disepakati. Jangan sampai di kemudian hari kedua pihak ini ribut, dengan anggapan ada yang di rugikan.
Inilah pentingnya pemahaman soal lindung nilai sebagai mana jemen risiko. Kedua pihak, baik pihak yang memindahkan risiko mau pun penerima risiko, harus punya pemahaman yang sama soal lindung nilai ini. Nah.. u
Kebijakan bank sentral di Amerika hingga persoalan struktural di dalam negeri, pada hari ini bersamasama mempengaruhi nilai tukar ru
piah. Situasi pun menjadi kompleks, karena setiap faktor saling berbalasan memberikan pengaruh pada masingmasing indikator dan instrumen.
Berdiam diri jelas bukan pilihan, meskipun beberapa hal tak bisa ditepis tetap akan terjadi apa pun upaya yang diambil. Imbas pengurangan stimulus The Fed, misalnya, adalah contoh faktor yang tak bisa dikendalikan dari dalam negeri.
Pasar keuangan yang masih dangkal, adalah tantangan dari waktu ke waktu yang terus butuh solusi. Termasuk saat mengambil langkah untuk melakukan lindung nilai alias hedging terhadap mata uang. Pilihan instrumen masih terbatas, sementara yang ada pun pemakaiannya tak merata.
Di tengah pasar keuangan yang masih butuh pendalaman berkelanjutan, implikasi hukum mengintai ketika pemahaman mengenai hedging sebagai semacam asuransi bagi pelaku ekonomi lintasmata uang belum dipahami. Persoalan ini terutama dihadapi oleh perusahaan milik negara atau yang memiliki penyertaan modal negara.
Karenanya, upaya mencari kesepahaman di antara institusi terkait keuangan tentang hedging dan akuntansi hedging tak bisa dinafikan. Butuh dukungan dan pemahaman dari semua otoritas untuk mewujudkan pasar keuangan yang dalam dengan pilihan instrumen yang luas. Apa lagi pada akhirnya kesepahaman ini pun memberi kesempat an kepada perbankan sebagai transmisi likuiditas untuk bergerak lebih lega.
Pada saat bersamaan, kepastian tentang likuiditas harus dijaga pula. Tak terkecuali di perbankan. Pembaruan pengaturan menjadi mendesak, untuk menjaga segala kemungkinan dari situasi perekonomian yang memperlihatkan gelagat akan kembali mendorong terjadinya pembalikan arus modal. Inilah latar dari terbitnya aturan baru terkait giro wajib minimum, yang pada akhirnya tak melulu untuk kepentingan perbankan. u
Ibarat Asuransi…DIFI A JoHANSyAHDepartemen Komunikasi
editorial kolom
D A
ulia
Di Tengah Pusaran
Penanggung JawabDIFI A JoHANSyAH
Pemimpin RedaksiPETER JACoBS
Redaksi PelaksanaRIzANA NooR
DWI MUKTI WIBoWoERNAWATI JATININGRUM
WAHyU INDRA SUKMASURyA NANGGALA
DAHLIA DESSIANAyANTHI
Alamat RedaksiHumas Bank Indonesia
Jl MH Thamrin 2 JakartaTelp : 021 29817317, 29817187
email : [email protected] website : www.bi.go.id
Redaksi menerima kiriman naskah dan mengedit naskah sebelum dipublikasikan.
redaksi
3EDISI 43 u oktoBER 2013 u tAHUN 4 u NEWSLEttER BANk INDoNESIA
fok
US
Di tengah gonjangganjing perekonomian global pada 2013, rupiah terimbas menjadi mata uang yang nilai tukarnya paling fluktuatif di kawasan. Setelah pada 2012 nilai tukar rupiah melemah 6,9 persen, dari Rp 8.779 menjadi Rp 9.384 per dolar AS, fluktuasi terus berlanjut. Pada
awal Januari 2013, nilai tukar rupiah berada pada level Rp 9.785 per dolar AS, terendah dalam kurun tiga tahun terakhir.
Namun, pada pertengahan bulan itu, ada jeda ketika pergerakan rupiah tibatiba sesaat terhenti. Pembicaraan antara Bank Indonesia dan Kementerian BUMN disebut sebagai salah satu penyebab, setelah menyepakati mencegah PT Pertamina dan PT PLN mencari dolar AS langsung ke pasar. Kedua BUMN butuh uang itu untuk membayar impor minyak. Selama ini, kebutuhan dolar kedua BUMN dipenuhi perbankan pelat merah.
Kebutuhan harian dolar AS PT Pertamina berkisar antara 150 sampai 200 juta dolar AS, sementara PT PLN butuh sekitar 20 juta dolar AS per hari. Sebelum ada pertemuan BI dan Kementerian BUMN, bankbank pelat merah harus berburu ke pasar spot demi meme nuhi kebutuhan dolar AS kedua BUMN. Ini menjadi salah satu penyebab nilai tukar rupiah sangat fluktuatif, mengingat besarnya proporsi kebutuh an harian kedua BUMN di pasar valas domestik.
Dukungan terhadap hasil pembicaraan tersebut datang dari beragam kalangan. Kebijakan itu dinilai dapat meredam volatilitas nilai tukar rupiah karena berkurangnya tekanan kebutuhan di pasar spot, transaksi yang dise lesaikan maksimal dalam dua hari kerja.
Valuta asing paling banyak dicari korporasi untuk keperluan pembayaran impor, pelunasan utang, dan kegiatan investasi. Nilai transaksi harian pasar valuta asing di dalam negeri (on shore) pada Juli sampai September 2013 ratarata mencapai 2,2 sampai 2,8 miliar dolar AS.
Sebagian besar pembelian valuta asing dilayani di pasar spot, dengan proporsi 73 persen. Barulah selebihnya merupakan pangsa pasar swap (21 persen) dan forward (6 persen).
Tingginya porsi transaksi spot membuka kemungkinan munculnya lonjakan kebutuhan valuta asing, yang dipastikan membuat nilai tukar rupiah menjadi fluktuatif. Rupanya masih banyak BUMN mengandalkan pasar spot dalam mencari valuta asing pada saat kalangan
swasta lebih mengandalkan transaksi forward. Bagi kalangan swasta, pilihan transaksi selain spot tak sekadar memenuhi kebutuhan valuta asing, tetapi juga menjadi sarana lindung nilai (hedging) di tengah fluktuasi nilai tukar mata uang.
Hedging semestinya menjadi salah satu strategi manajemen risiko, bagi perusahaan yang punya tanggungan dalam bentuk dolar AS. Utang, misalnya. Laiknya manajemen risiko, hedging juga adalah upaya menjaga korporasi dari risiko kerugian, terkait nilai tukar mata uang.
Nah, masalahnya, bagi perusahaan BUMN dan pelat merah lainnya, ada sisi lain yang juga butuh diantisipasi. yakni audit keuangan. Tidak tertutup kemungkinan, nilai tukar yang di sepakati pada waktu
kesepakatan kontrak hedging ternyata lebih mahal dibandingkan nilai tukar spot pada masa mendatang.
Bagi BUMN dan per usahaan yang memiliki penyertaan modal negara, selisih dalam kasus hedging semacam ini bisa disalahtafsirkan sebagai tindakan yang merugikan keuangan negara dan berimplikasi hukum. Di sinilah mendesaknya keperluan pemaham an tentang prinsip dan akuntansi hedging. Demi kian pula kebijakan yang memayunginya.
Menyadari persoalan ini, Kementerian Politik, Hukum, dan Keamanan pada 12 September 2013 mempertemukan Badan Pemeriksa Ke uangan dan Kementerian BUMN. Pertemuan memutus
kan Pertamina diminta melakukan transaksi forward valuta asing untuk kebutuhan pembayaran impor minyak. Kementerian BUMN memperluas cakupan keputusan itu, dengan menerbitkan surat edaran tertanggal 25 September 2013, mendorong seluruh BUMN melakukan transaksi lindung nilai dalam pemenuhan kebutuhan valuta asing.
Gayung bersambut. Bank Indonesia menyambut baik langkah Pemerintah. Terbitlah Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/2013 pada 7 oktober 2013. Merangkum beragam peraturan yang pernah diterbitkan, peraturan ini menegaskan dukungan dan dorongan Bank Indonesia bagi BUMN memanfaatkan fasilitas lindung nilai di pasar keuangan untuk pemenuhan kebutuhan valuta asing. Di tengah gejolak, sinergi pun tercipta. u
HedgingMengelola RisikoNilai TukarPangsa pasar spot mencapai 73 persen dari total transaksi valuta asing, selebihnya adalah swap (21 persen) dan forward (6 persen).
Valuta asing paling banyak dicari korporasi untuk keperluan pembayaran impor, pelunasan utang, dan kegiatan investasi.
4 EDISI 43 u oKToBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDoNESIA
fok
US
Bagi para mahasiswa, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mungkin berarti harga laptop bakal segera naik. Lalu, para keluarga muda barangkali punya arti harus
menyiapkan uang muka kredit lebih banyak karena harga mobil idaman ikut terke rek naik. Sementara bagi PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan perusahaan lain yang harus mengimpor bahan baku, pelemahan nilai tukar rupiah adalah mimpi buruk.
Tengok apa yang terjadi pada PLN keti ka nilai rupiah anjlok pada 2008. Patokan kurs yang semula Rp 9.400 per dolar AS pada 2007 naik menjadi Rp 10.900 per dolar AS pada 2008. Dari beban utang 6,6 miliar dolar AS, PLN menderita rugi kurs sampai Rp 9,3 triliun.
Sejak April 2009 PLN sebenarnya sudah ber niat melakukan lindung nilai (hedging) ter hadap setengah dari beban utangnya. Namun, sampai tahun ini PLN belum melakukan hedging karena ada persoalan per sep si soal tindakan tersebut dengan implikasi hukum. Beda per sepsi itu terkait dengan audit
Badan Pe meriksa Keuangan. Penundaan hedging, menyebabkan PLN kembali mengalami kerugian kurs pada September 2012, senilai Rp 9,16 triliun.
Lindung NilaiSetelah pada 1973 sistem Bretton Woods
yang menjamin nilai tukar tetap mata uang ko laps, perekonomian dunia dipenuhi ketidakpastian. Nilai tukar mata uang satu sama lain berfluktuasi.
Sejak saat itulah mulai muncul jasa lindung nilai. Jasa ini ditawarkan lembaga keuangan kepada korporasi yang memerlukan kepastian nilai tukar mata uang. yaitu kepada perusahaan yang menggunakan lebih dari satu mata uang dalam operasionalnya.
Skema paling sederhana dari lindung nilai adalah transaksi forward (berjangka) antara korporasi dengan bank. Misalnya, sebuah korporasi di Indonesia punya beban utang dalam dolar AS yang segera jatuh tempo.
Untuk melunasi utang, korporasi itu ber sepakat dengan bank membeli dolar AS
memakai nilai tukar tertentu dalam rupiah pada tanggal tertentu di masa depan. Bila transaksi spot dilakukan maksimal dalam dua hari, maka transaksi forward punya batasan minimal waktu transaksi lebih dari dua hari sampai maksimal satu tahun.
Kurs atau nilai tukar forward biasanya ditentukan berdasarkan kurs spot dan selisih su ku bunga kedua mata uang yang dipertukarkan. Dalam hal ini, korporasi memindahkan risiko penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kepada bank. Namun, bila ternyata saat transaksi dieksekusi nilai tukar rupiah jusru menguat, korporasi itu menanggung potensi kerugian selisih kurs dibanding bila mereka membeli dolar langsung secara tunai di pasar spot.
Transaksi lindung nilai lain yang lazim di lakukan adalah swap yang merupakan gabungan dari transaksi spot dan forward. Ini ada lah transaksi pertukaran valuta a sing ter hadap rupiah melalui pembelian atau pen jualan tunai di pasar spot, yang diikuti pen jualan atau pembelian kembali secara ber jangka (forward). Transaksi ini dilakukan dengan counterparty atau bank yang sama pa da tingkat harga yang disepakati kedua pihak.
Misalnya, sebuah perusahaan membutuhkan dana dalam dolar AS untuk keperluan operasional. Perusahaan itu kemudian mengikat perjanjian dengan bank untuk membeli dolar AS. Dolar yang dibeli perusahaan itu bakal dijual kembali ke bank untuk ditukar lagi dengan rupiah menggunakan kurs yang disepakati pada tanggal tertentu.
Transaksi swap biasanya melibatkan dana yang cukup besar. Misalnya untuk memenuhi kebutuhan mata uang lokal sekali gus pembayaran utang dalam mata uang asing. Urutan transaksinya, sebuah perusaha an bisa saja meminjam dolar AS dari bank yang menawarkan bunga rendah. Karena perusahaan sebenarnya lebih banyak membutuhkan mata uang rupiah, maka pinjaman dolar AS itu ditukarkan dengan mata uang
Bukan SekadarZero Sum GamePenerbitan PBI 15/8/2013 bertujuan mempermudah para pelaku ekonomi, baik perbankan maupun korporasi, untuk mendapatkan sandaran ketentuan teknis terkait pelaksanaan hedging.
5EDISI 43 u oktoBER 2013 u tAHUN 4 u NEWSLEttER BANk INDoNESIA
fok
US
ru piah. Nah, saat pembayaran utang di masa yang akan datang tiba, perusahaan tetap membayar nya dengan dolar AS menggunakan kurs dan suku bunga yang disepakati bersama bank.
Payung Hukum Bank Indonesia jauhjauh hari sudah
meng atur masalah transaksi lindung nilai. Antara lain melalui PBI Nomor 7/31 tahun 2005 dan PBI Nomor 10/38 tahun 2008 tentang transaksi derivatif, serta PBI 7/36 tahun 2005 mengenai transaksi swap. Dua peraturan pertama lebih mengatur batasan bagi bank dalam melakukan transaksi derivatif. Se dangkan PBI transaksi swap terbitan 2005 bertujuan mempromosikan transaksi pasar swap dengan jangka waktu menengah dan panjang.
Pada saat aturanaturan tersebut diterbitkan, perbankan domestik lebih banyak menawarkan transaksi swap berjangka pendek. Pelaku usaha pun cenderung tak melakukan lindung nilai. Demi mendorong fasilitas lindung nilai berjangka menengah atau panjang, bankbank domestik kemudian diberi kesempatan meneruskan transaksi lindung nilai nasabahnya ke Bank Indonesia.
Ada lagi PBI Nomor 10/37 tahun 2008 mengenai transaksi derivatif yang lebih merupakan reaksi terhadap krisis finansial global. Peraturan itu mencegah bank melayani transaksi derivatif valuta asing yang bersifat spekulatif. Ditegaskan dalam peraturan ini,
diwajibkannya underlying untuk transaksi de ri vatif. Maklum, transaksi derivatif dituding sebagai penyebab krisis yang bermula di Amerika itu.
PBI terbaru, Nomor 15/8/2013, merangkum semua peraturan yang pernah diterbitkan BI terkait masalah lindung nilai. Beberapa penyempurnaan dilakukan, tentu saja.
Tercakup di dalam peraturan terbaru antara lain penyesuaian jangka waktu untuk transaksi swap dan forward. Rujukan waktu maksimalnya dapat disesuaikan dengan tenggat waktu transaksi yang menjadi underlying. Peraturan ini memungkinkan pula dijalankan transaksi roll over.
PBI terbaru juga memberi peluang dilakukannya netting atau penyelesaian transaksi tanpa pemindahan dana pokok secara penuh dalam kasus force majeur. Misalnya, ketika sebuah perusahaan tertunda menerima pembayaran valuta asing karena pengirim an melalui kapal terkendala.
Penerbitan PBI 15/8/2013 ini bertujuan mem permudah para pelaku ekonomi, baik perbankan maupun korporasi, untuk mendapatkan sandaran ketentuan teknis terkait pelaksanaan hedging. Tujuannya, mendorong lebih banyak transaksi hedging di pasar keuangan domestik.
Harapan berikutnya, dominasi transaksi spot dapat ditekan di tengah pasar valuta asing yang belum dalam. Dampak ikutannya, meredam pelemahan kurs karena bertumpuk nya permintaan dolar pada satu
waktu.Hedging bisa jadi adalah zero sum game,
keuntungan satu pihak adalah kerugian pihak lain. Ketika kurs hedging ternyata sesuai perkiraan, nominal kontrak lebih bagus daripada kurs spot pada saat jatuh tempo, seolah kerugian ditanggung bank. Namun ketika volumenya meningkat dan selalu terjadi timbal balik, titik kesetimbangan pun tercipta. Pada periode yang sama, sangat mungkin pula ada pihak lain yang sebaliknya membutuhkan mata uang lokal, pada nilai kotrak yang setara juga. Pada situasi itu, bank mendapatkan kurs lebih baik dalam transaksinya.
Pemahaman yang tepat soal apa itu transaksi hedging, semestinya juga menghapus kekhawatiran soal potensi kerugian negara dari sebuah transaksi yang jamak saja di kalangan dunia usaha. Tak ubahnya asuransi, belum tentu premi yang dibayarkan pada setiap kali berarti mengharapkan akan ada klaim pada suatu hari. Prinsipnya tetap sama, mengantisipasi risiko di masa mendatang, ketika hari esok ada lah hal yang tak pasti. Hedging, bukan semata soal untung rugi kurs dari upaya pro teksi, yang dalam hal ini terkait nilai tukar mata uang di tengah pusaran perekonomian glo bal. u
Kurs atau nilai tukar forward biasanya di tentukan berdasarkan kurs spot dan selisih su ku bunga kedua mata uang yang dipertu karkan. Dalam hal ini, korporasi memindah kan risiko penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kepada bank.
6 EDISI 43 u oKToBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDoNESIA
Ketika harga dolar AS melambung, pa ra importir pening. Harga barang impor melangit, omzet terancam berkurang, harga jual pun tak bisa dihitung akurat dengan mata
uang lokal. Ujungnya, beban bagi konsumen. Naluri bisnis menggiring penggunaan
asumsi harga dolar yang menguntungkan pedagang. Margin keuntungan ditetapkan berlebihan mengatasnamakan ketidakpas tian harga dolar AS, menjadi tempat berse mayam komponen biaya yang tidak transparan.
Pasar sebenarnya mengenal betul instru men lindung nilai (hedging) untuk memitigasi risiko pasar. Jepang, misalnya, mem budayakan hedging agar produsen dapat menjual barang dengan harga wajar berdasar prinsip fairness. Perusahaan pun lebih fokus pada core bussiness tanpa khawatir tergerus kerugian kurs.
Sementara otoritas moneter Cina menjaga nilai yuan agar super stabil. Ditun jang jumlah cadangan devisa yang luar biasa besar, senilai 3,5 triliun dolar AS yang mewa kili sepertiga cadangan devisa dunia, People Bank of China (PBoC) menjaga penuh stabilitas yuan. Fungsi lindung nilai diambil sepenuhnya oleh bank sentral.
Adapun kelaziman pada banyak negara, lindung nilai merupakan kegiatan bussiness to bussiness sesama pelaku pasar. otoritas lebih berperan memberikan fasilitas agar ter bentuk pasar yang sehat.
Sayangnya, hedging masih sangat terbatas di Indonesia. Pembelian dolar AS di dominasi transaksi today dengan penyelesaian pada hari yang sama. Ini menggambarkan pengelolaan keuangan yang masih sederhana, perencanaan arus kas terbatas, pembelian dolar AS pun tergantung ketersediaan rupiah yang ada.
Hanya tersisa ruang sempit bagi bank untuk menyediakan likuiditas dolar AS, berakibat bank harus membeli berapa pun harga dolar yang diminta eksportir pemasok valas. Ujungnya, harga dolar AS mudah tereskalasi.
Selama ini, transaksi hedging relatif jarang dilakukan korporasi. Dari total pembelian valas pada 2012, hanya sebagian kecil yang dilakukan dengan hedging. Secara keseluruhan industri, porsi transaksi derivatif domestik sebesar 34 persen, tertinggal jauh dibanding peer countries sekitar 55 persen (BIS Triennial Survey, 2013).
Dukungan OtoritasAkumulasi tekanan rupiah meneguhkan
pemerintah dan BI mendorong korporasi
BUMN memitigasi risiko. Melalui Peraturan Menteri PER9/MBU/2013, Menteri BUMN mewajibkan BUMN memantau risiko dan memitigasinya, termasuk melalui hed ging. Diutamakan hedging dilakukan dengan coun terparty BUMN di sektor keuangan. Bila BUMN di sektor keuangan itu tidak mampu memenuhi, transaksi bisa dilakukan dengan pihak lain yang mampu.
Di sisi perbankan, BI juga mendukung BUMN memitigasi risiko melalui hedging de ngan peraturan 15/8/PBI/2013. BI menyatakan bank dapat menyediakan kebutuhan lindung nilai nasabah BUMN, misalnya untuk pembayaran impor dan utang luar negeri sebagai underlying transaksi. Lindung nilai tersebut perlu didukung dokumentasi formal dan diharapkan efektif sebagai instrumen lindung nilai.
Selain mendukung stabilitas nilai tukar dan mengembangkan pasar keuangan domestik, langkah lintas otoritas mendorong BUMN melakukan hedging juga memberi manfaat mikro dan makro. Di sisi mikro, mitigasi risiko ini mengarahkan korporasi BUMN fokus pada core bussiness tanpa terganggu risiko pasar dan meningkatkan kualitas tata kelola BUMN.
Di ranah makro, penggunaan lindung ni lai mengurangi dominasi pembelian dolar AS secara today. Melalui forward, misalnya, bank domestik mempunyai kelonggaran wak tu memenuhi kebutuhan dolar nasabah korporasi, semisal dalam waktu satu bulan. Transaksi forward juga memecah konsentra
si pembelian today menjadi transaksi yang lebih kecil dengan waktu yang tersebar. Tekanan terhadap rupiah lebih terkendali, sekaligus menekan biaya korporasi BUMN yang umumnya dalam bentuk dolar AS.
Untuk mendorong keberhasilan implementasi hedging oleh BUMN, setidaknya ada lima langkah dapat dilakukan. Pertama, penegasan pada auditor dan auditee bahwa untung atau rugi transaksi hedging diperlakukan sebagai pendapatan atau biaya. Hedging dipandang sebagai transaksi derivatif dengan underlying transaksi. Misalnya, pembelian dolar forward untuk pembayaran utang luar negeri. Kerugian transaksi forward dipandang sebagai biaya, sebaliknya keuntungannya dipersepsikan penerimaan.
Kedua, perlunya hukum ditegakkan berdasar kesepakatan kontrak. Praktik yang acap muncul adalah perusahaan membatalkan kontrak secara sepihak bila transaksi hedging dinilai merugikan. Sebagai contoh, importir membeli dolar AS secara forward 1 bulan dengan harga Rp 11.600 per dolar AS. Ternyata satu bulan ke depan saat transaksi jatuh waktu, harga dolar AS justru turun ke Rp 11.000 per dolar AS.
Dalam situasi itu, nasabah kerap memilih ngemplang membatalkan kesepakatan kon trak pembelian forward. Celakanya, peng adilan sering memenangkan gugatan perusahaan nakal dengan dalih perlindungan konsumen. Kepercayaan pada lembaga peradilan sangat dibutuhkan untuk meng awal prinsip fairness sesuai kontrak perikat an yang disepakati.
Ketiga, perlunya perbaikan tata kelola arus kas. Keempat, perbankan perlu meningkatkan limit transaksi kepada nasabah korporasi. Selama ini, limit cenderung terbatas karena bank khawatir nasabah tidak menyelesaikan transaksi sesuai kontrak. Kelima, perlu dukungan bank sentral khususnya saat bank domestik tidak mampu menyediakan kebutuhan hedging nasabah.
Terkait dukungan bank sentral, BI telah menyiapkan lelang FX Swap secara reguler. Instrumen ini memberikan kesempatan pada bank untuk meneruskan sebagian transaksi hedging nasabah ke bank sentral. Bila pasar telah berkembang, transaksi hedging cukup dipenuhi sesama pelaku pasar dan bank sentral hanya memantau transaksi tersebut bukan spekulasi.
Harapannya, kinerja BUMN pun sema kin mengkilap lewat cara yang sehat, terma suk menggunakan fasilitas lindung nilai. Setidaknya sakit kepala saat pembayaran impor jatuh tempo bisa sedikit berkurang. u
fok
US
GAToT MIFTAHUL MANANDepartemen Pengelolaan Moneter
Mendorong Hedging BUMN
7EDISI 43 u oktoBER 2013 u tAHUN 4 u NEWSLEttER BANk INDoNESIA
fok
US
Pada Juli 2013, The Fed mengumumkan akan segera mengurangi kucuran quantitative easing. Pasar keuangan langsung bereaksi. Para pedagang valuta asing di Si ngapura melihat peningkatan besar
tran saksi hedging, terutama dari para importir. Pada saat yang sama, hampir semua mata uang di Asia serentak melemah terhadap dolar AS.
Peningkatan permintaan lindung nilai ternyata tak hanya datang dari kawasan Asia yang juga meng khawatirkan pelemahan ekonomi Cina. Sejak awal tahun hingga oktober 2013, perbankan Ameri ka pun melaporkan peningkatan hedging sebesar 35 persen. Permintaan hedging di Amerika ratarata untuk mata uang emerging market.
Sebuah firma penjual valuta asing di Singapura menyebutkan perusahaan Asia lebih banyak memilih hedging jangka panjang terhadap dolar AS. Di Amerika, yang terjadi adalah kebalikannya, memilih tenggat tiga hingga enam bulan saja. Banyak pelaku hedging di Amerika dinilai tak tak yakin dengan arah pergerakan nilai tukar sekarang. Dalam bahasa lain, prospek ekonomi ke depan tak teraba.
Di Asia, yang mata uangnya tak banyak diperdagangkan, pilihan hedging paling populer masih nondeliverable forward (NDF) dan cross currency swap. Masalahnya, pihak yang mau melepas dolar AS secara forward semakin sulit didapat saat banyak orang memburu mata uang itu. Kecuali, ada premi menggiurkan, dan jelas mahal.
Muncullah kemudian synthetic forward alias forward jadijadian, untuk mengakali fenomena itu. Lang kah pertama, beli dolar AS sekarang untuk disimpan jangka panjang, meski suku bunga yang didapat sangat rendah. Bersamaan, pinjam mata
uang asing yang diprediksi melemah. Adapun cross currency swap dilakukan ketika
ada dua pihak saling menukar dua mata uang berbeda, dengan suku bunga yang disepakati bersama. Praktik ini biasanya berjangka panjang. Saat jatuh tempo, kedua mata uang dipertukarkan kembali berdasarkan kurs dalam kontrak swap.
Mekanisme cross currency swap ini pernah dijalani PT Indorama Synthetics Tbk, perusahaan tekstil untuk tujuan ekspor dengan bahan baku impor. Transaksi Indorama ini merupakan contoh buah manis hedging.
Pada Maret 2001, Indorama meraup dana Rp 1 triliun dari penerbitan obligasi berjangka lima ta hun dengan kupon setara SBI tiga bulan. Dana itu kemudian menjadi ‘modal’ kontrak swap yang di sepakati bersama International Finance Corporation.
IFC menukar dana Rp 1 triliun itu dengan 115 juta dolar AS, menggunakan bunga LIBoR sebagai acuan. Kurs yang disepakati saat kontrak dibuat adalah Rp 8.695 per dolar AS.
Setiap kuartal selama lima tahun, Indorama membayar cicilan beserta bunga dalam dolar AS ke IFC. Sebaliknya, IFC membayar cicilan dan bunga dalam rupiah kepada Indorama. Transaksi ini telah membantu Indorama terbebas dari imbas fluktuasi kurs dalam lima tahun. Saat jatuh tempo, kurs yang berlaku adalah Rp 9.000 per dolar AS.
Memang tak semua hedging berakhir manis. Misalnya seperti yagn dialami salah satu perusahaan operator telekomunikasi Indonesia. Perusahaan itu melakukan transaksi interest rate swap ber samaan dengan cross currency swap, senilai Rp 2,5 triliun. Selama jangka waktu yang disepakati, perusahaan tersebut membayar bunga kupon mengambang, sembari menerima pembayaran bunga kupon tetap.
Pada Desember 2004, utang hedging perusahaan itu tercatat 400 juta dolar AS. Masalahnya, pada kurun 2005 sampai 2006, dolar AS melemah ter hadap rupiah. Tak pelak pada 2007, pilihan hedging tersebut mencatatkan kerugian kurs hingga mencapai Rp 653 miliar pada 2007.
Mengutip kata Ross Niland, kepala penjualan valu ta asing JP Morgan, “Tak melakukan hedging sejak awal sebelum pergerakan pasar, sama saja dengan ketinggalan kereta.” Saat terbaik melakukan hed ging adalah ketika huruhara nilai tukar belum muncul, saat pasar masih kalemkalemnya.
Sayangnya, banyak perusahaan baru melakukan hedging saat pasar uang mulai bergejolak, sehingga biaya lindung nilai jadi lebih mahal. Namun barangkali, kalaupun sudah ada kereta yang terlanjur lewat maka setidaknya jangan sampai tertinggal kereta berikutnya. Tabik. u
HedgingJangan Ketinggalan Kereta
Kalaupun sudah ada kereta terlewat, jangan ketinggalan kereta berikutnya.
8 EDISI 43 u oKToBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDoNESIA
LIpU
tAN
Pagi 9 oktober 2013, jadi pijakan baru bagi Mirza Adityaswara. Mulai ha ri itu, Mirza menempati jabatan se bagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Pagi 9 oktober
2103, lelaki kelahiran 6 April 1965 ini mengucapkan sumpah jabatan di depan Ketua Mah kamah Agung.
Sebelum mengantongi Keputusan Presiden Nomor 113/P tahun 2013 tertanggal 30 September 2013, payung hukum pengangkatannya, sederet strategi terkait kebanksetralan dia paparkan di parlemen. Dalam uji kelayakan dan kepatutan, Mirza membawakan makalah “Reposisi Peran Bank Indonesia: Nilai Rupiah, Pertumbuhan, dan Stabilitas”.
Di depan para anggota Komisi XI DPR yang mengujinya, Mirza menegaskan bahwa stabilitas nilai tukar rupiah punya posisi vital untuk membangun kepercayaan pelaku bisnis dan pasar keuangan. “Tanpa kestabilan (nilai tukar rupiah), banyak kesempatan bisnis menjadi tak feasible,” kata dia.
Bila bisnis tak lagi feasible, lanjut Mirza, output ekonomi yang dihasilkannya pun tak bakal optimal bahkan rendah. Karenanya, kata dia, peran Bank Sentral sebagai otoritas moneter, menjadi punya peran sentral dalam mendukung pertumbuhan ekonomi.
Mirza pun berkeyakinan perlu ada reposisi Bank Indonesia, terkait perannya dalam perekonomian. Terutama, berkaitan dengan keseimbangan kinerja perekonomian yang rumit, mencakup nilai tukar rupiah, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas.
Pemegang Sarjana Ekonomi dari Universitas Indonesia dan Master of Applied Finan
ce Macquarie University, Sydney, Australia ini
berpendapat pula bahwa stabilitas rupiah harus menjadi prioritas. Termasuk saat kebijakan bank sentral diarahkan untuk lebih mendukung pertumbuhan dan stabilitas per ekonomian.
StrategiBerdasarkan paparan pemikiran terse
but, Mirza pun menyampaikan sederet strategi untuk mewujudkannya. Penerapan strategi itu pun, ujar dia, harus berlandaskan analisis data, pen dekatan sistematis, komitmen, kerja sa ma, dan pemikiran yang kreatif.
Ada empat strategi utama yang ditawarkan Mirza dalam kesempatan itu. yaitu, kebijakan moneter yang ramah pertumbuhan, me nempatkan Bank Indonesia sebagai garda terdepan stabilitas keuangan, mendorong kebijakan yang menuju terwujudnya sistem keuangan modern, serta optimalisasi koordinasi dan kerja sama.
Kebijakan moneter yang ramah pertumbuhan alias growth friendly, menurut Mirza akan dapat diwujudkan dengan tiga cara. Per tama, memposisikan ulang peran Kantor Perwakilan Bank Indonesia di daerah sebagai
instrumen koordinasi operasi pasar. Kedua, memastikan kredibilitas. Ketiga, meningkatkan peran perbankan dalam kebijakan moneter.
Sedangkan untuk menjadi garda terdepan bagi stabilitas sistem keuangan, kata Mir za, Bank Indonesia harus melakukan monitoring terhadap kondisi perekonomian. Dari pemantauan itu, Bank Indonesia pun ha rus segera melakukan tindakan jika terjadi gejolak.
Adapun sebagai upaya mendorong terwujudnya sistem keuangan yang modern, ujar Mirza, pengembangan pasar keuangan me rupakan peran strategis lain yang dimiliki Bank Indonesia. Sektor keuangan, kata dia, punya peran penting sebagai tulang punggung perekonomian.
Industri keuangan yang dewasa dan sehat memungkinkan terlaksananya aktivitas in termediasi yang efisien. Indikatornya, kucuran kredit yang melimpah tetapi berbiaya murah.
Bagaimanapun, aktivitas konsumsi dan in vestasi domestik yang tinggi akan ber
ujung pada pertumbuhan ekonomi dan pe
MenggagasSTRATeGI RePoSISIBANK INDoNeSIA
Reposisi diperlukan Bank Indonesia untuk dapat berperan mewujudkan keseimbangan perekonomian, mencakup masalah nilai tukar, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas perekonomian.
ERIK MULIAWAN Departemen Komunikasi
9EDISI 43 u oktoBER 2013 u tAHUN 4 u NEWSLEttER BANk INDoNESIA
mo
NEt
AR
IA
moNEtARIA
Kontrak swap merupakan transaksi di an ta ra dua pihak yang sepakat saling menukarkan arus kas di masa mendatang berdasar
kan kesepakatan tertentu saat kontrak dibuat. Dua bentuk kontrak swap yang jamak dilakukan adalah interest rate swap (IRS) dan currency swap.
IRS adalah penukaran pembayaran suku bu nga pada periode tertentu, menggunakan pem bayaran suku bunga tetap untuk pembayaran suku bunga mengambang. Misalkan seorang pengusaha punya utang ke sebuah bank,
dengan suku bunga mengambang LIBoR+1 per sen per tahun. Kemudian, pengusaha dan bank itu mengikat kesepakatan IRS dengan bunga tetap 10 persen.
Bila suku bunga LIBoR pada masa mendatang adalah 10 persen, maka bunga utang peng usaha itu 11 persen. Namun, kontrak IRS membuat pengusaha itu membayar bunga utang 10 persen saja ke bank. Jika LIBoR pada masa mendatang adalah 8 persen sehingga bunga utangnya adalah 9 persen, pengusaha itu
tetap harus membayar bunga 10 persen karena ada kontrak IRS.
Sedangkan currency swap adalah kesepakatan untuk membeli atau menjual valuta asing kepada pihak lain untuk waktu tertentu di masa mendatang, bersamaan dengan kesepakatan untuk menjual atau membeli mata uang dari pihak yang diajak membuat kesepakatan. Kesepakatan ini dibuat bersamaan di antara dua pihak yang sama. Nilai kedua mata uang di masa mendatang disepakati pada saat kontrak dibuat. u
Swap
ningkatan kesejahteraan. Tingkat penetrasi keuangan yang lebih tinggi juga diperlukan agar kebijakan moneter dapat berjalan lebih efektif.
Soal koordinasi dan kerja sama, alumni Le a ders in Development dari Harvard, Kennedy School of Government dan Executive Program di Darden School of Business, University of Virginia ini mengatakan bahwa krisis global mengajarkan pentingnya koordinasi dan kerja sama diantara regulator.
Selain dengan regulator, Bank Indonesia pun menurut Mirza perlu pula meningkatkan koordinasi dengan pihak lain. Di antaranya, sebut dia, otoritas moneter asing dari negaranegara ASEAN+3 dan G3, dalam rangka koordinasi negaranegara yang berbatasan. Juga, lanjut dia, dengan instansi di dalam negeri, baik di tingkat lembaga seperti Bulog, maupun kementerian, pemerintah daerah, dan BUMN.
Strategi kerja sama dengan otoritas moneter negara lain, papar Mirza, juga punya korelasi dengan upaya memperkuat cadangan devisa. Membuka ja lur swap, sebut dia, dapat dilakukan baik dalam kerangka bilateral maupun multilateral terkait hal ini.
Jalur tersebut memungkinkan Indonesia memenuhi kebutuhan likuiditas valuta asing di saat sulit, misalnya ketika terjadi turbulensi ekonomi, sehingga tekanan terhadap nilai tukar rupiah dapat dikurangi. Tak hanya mementingkan jumlah nominal maupun jalurnya, imbuh Mirza, kerja sama ini juga harus mempertimbangkan kualitas seperti kemudahan akses. u
10 EDISI 43 u oKToBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDoNESIA
Sebagai lembaga publik, Bank Indonesia punya kewajiban me nye dia kan informasi sesuai ketentuan da lam Undangun dang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Infor masi
Publik. Untuk mengoptimalkan layanan informasi, Se nin (28/10/2013), Bank Indonesia meluncurkan layanan contact center baru.
Bank Indonesia menyematkan nama BICARA, untuk layanan tersebut. Nama itu merupakan kependekan dari BI Call and Interaction. Peresmian (soft launching) layanan ini dilakukan oleh Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara.
Sebelum peluncuran BICARA, selama ini permintaan layanan informasi dilayani melalui jalur telepon dan surat elektronik (email). Ke hadiran BICARA diharapkan mendorong pengelolaan informasi publik yang lebih baik dan efisien.
BICARA merupakan solusi strategis untuk pengendalian dan pe ngelolaan arus per mintaan informasi publik. Fasilitas ini ber lokasi di lantai dua Menara Sjafruddin Pra wiranegara, Jakarta. Dengan hadir nya
BICARA, semua layanan call center di satuan kerja akan diintegrasikan.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Difi Ahmad Johansyah, mengatakan peluncuran di lingkungan internal bertujuan menumbuhkan rasa memiliki (sense of belonging) atas BICARA. Soft launching ini juga sekaligus menandai dimulainya sosialisasi dan edukasi layanan informasi publik melalui layanan contact center yang terpadu, untuk kalangan lebih luas di internal Bank Indonesia.
Mirza dalam sambutan peresmiannya me nyatakan kehadiran BICARA menunjukkan Bank Indonesia peduli soal transparansi, efek tivitas dan efisiensi, akuntabilitas, serta tang gung jawab. "Menunjukkan bahwa kami menyadari pentingnya keterbukaan informasi sebagai bagian dari good governance," kata dia.
FasilitasBICARA menyediakan dua fasilitas layan
an. Pertama, Visitor Center Gerai Info di lobi Menara Sjafrudin Prawiranegara. Fasilitas ini mena ngani layanan informasi secara langsung kepada masyarakat.
Fasilitas di lobi menara tersebut sudah beroperasi sejak 2008. Kehadiran BICARA meng integrasikannya ke dalam fungsi layanan informasi publik. Dalam 'struktur' BICARA, layanan ini ditandai sebagai 'visitor center'.
Fasilitas layanan kedua adalah call center di nomor 500131. Layan an inilah yang me nempati lantai dua Menara Sjafruddin Prawiranegara. Inilah layanan yang bisa dibilang sebagai fasilitas teranyar dan baru beroperasi per oktober 2013.
"Kami semua berharap agar call center ini tidak hanya sekadar menjadi check list pemenuhan (ketentuan) undangundang," kata Mirza. Kehadiran call center, ujar dia, harus dapat memberikan manfaat berupa peningkatan layanan informasi publik sekaligus menye rap masukan yang dapat menajamkan kebijakan Bank Indonesia.
Ke depan, pengembangan BICARA akan dilakukan bertahap. Tahun ini, program BICARA adalah mengintegrasikan layanan infor masi Departemen Komunikasi de ngan dua satuan kerja lain di Bank Indonesia, yakni DPSP dan DKSP. Integrasi ini dilakukan bersamaan dengan penggunaan perangkat lunak standar pencatatan call center.
Pada 2014, integrasi akan diperluas ke satuan kerja lain. Targetnya, dalam satu hingga dua tahun sejak diluncurkan, semua layanan informasi publik di Bank Indonesia sudah menyatu dalam wadah BICARA.
Selain visitor center dan call center, BICARA juga ditunjang aplikasi layanan informasi publik lain. Seperti, website, akun Twitter, email, surat, fax, dan kunjungan masyarakat. "Saya percaya contact center ini akan sema kin berkembang, sekaligus mengembangkan efektivitas dan efisiensi layanan informasi publik Bank Indonesia," kata Mirza. u
RUA
Ng
BA
cA
BICARA=BI Call and Interaction
Kehadiran BICARA menunjukkan Bank Indonesia peduli soal transparansi, efektivitas dan efisiensi, akuntabilitas, serta tanggung jawab.
WAHyU INDRA SUKMA Departemen Komunikasi
11EDISI 43 u oktoBER 2013 u tAHUN 4 u NEWSLEttER BANk INDoNESIA
gER
AI c
AN
DA
kUIS
Jawab pertanyaan berikut dan rebut hadiah menarik dari Gerai Info Bank
Indonesia:
Mengapa hedging oleh BUMN sempat berpotensi punya implikasi hukum?
Apa skema hedging yang paling sederhana?
Jawaban dapat dikirimkan ke email: [email protected] paling lambat 10 Januari 2014. Di dalam subyek email, cantumkan “Kuis Gerai Info Edisi oktober 2013”, dan di dalam email sertakan pula nama lengkap, alamat, profesi, dan nomor te lepon yang dapat dihubungi.
Pemenang akan diumumkan dalam Gerai Info Bank Indonesia
edisi Januari 2014.
1
2
Budi bercerita kepada seorang teman soal kesulitannya tidur pada malam hari. Beragam obat sudah dijajal, lelap tetap tak menyambangi.
“Mungkin kamu tak perlu obat. Coba saja cara tradisional,” kata Parjo, teman Budi. “Apa itu?” tanya Budi. “Coba kau menghitung dan niatkan sungguhsungguh untuk tidur. Itu latihan untuk fokus dan melupakan urusan seha
rian,” papar Parjo dengan mantap.Pulanglah Budi. Hari berganti, sepekan kemudian
mereka bertemu lagi. “Bagaimana? Sudah bisa tidur sekarang?” tanya Parjo. “Tipsmu itu nyaris berhasil, kawan. Tapi, nyaris saja,” jawab Budi.
“Kenapa?” tanya Parjo. “Kamu lupa kawan, kalau aku ini petinju,” kata Budi. “Apa hubungannya?” tanya Parjo.
Budi pun menjawab, “Setiap hitungan kelima, aku mulai mengantuk. Hitungan ketujuh, mataku sudah terpejam. Tapi setiap kali hitungan kedelapan aku pasti bangun lagi, seperti perintah pelatihku setiap kali aku dipukul jatuh lawan tan ding.” u
Petinju Susah Tidur
Nama Pemenang Kuis Gerai Info Bank Indonesia Edisi Agustus 2013.
1. SuryonoAlamat : Jl. Sutisna Senjaya 19 Tasikmalaya
2. Indra Gunawan SAlamat : Jl. Kelapa Hijau IX Blok Q2/12, Komp Billymoon, Kalimalang, Jaktim
3. Rahmat HidayatAlamat : Regensi Melati Mas F10/26 Tangerang
Dja
lu’1
3
Dja
lu’1
3
12 EDISI 43 u oKToBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDoNESIA
Ekonomi dunia hari ini tidak bisa lagi diselesaikan dalam satu wilayah dengan satu mata uang saja. Muncullah variabel bernama nilai tukar alias kurs, di antara beberapa mata
uang yang dipertukarkan. Masalahnya, kurs bukan lagi barang mati yang bisa dipastikan nilainya setiap saat.
Kebijakan moneter Bank Sentral Amerika dan imbasnya pada perekonomian global dapat menjadi contoh kasus dinamika fluktuasi kurs. Ketika ekonomi Amerika terpuruk dan harus ditopang stimulus The Fed, dolar AS pun ‘turun harga’. Sebaliknya, ketika waca na pengurangan stimulus diumumkan, pa ra pelaku ekonomi melihat akan ada pe ngetatan fiskal di Amerika, terjadi penguat an kurs dolar AS.
Pada situasi tersebut, hedging atau lindung nilai bak ‘asuransi’ yang meminimalkan ancaman kerugian dari transaksi bisnis. Tantangannya, lindung nilai tetap bukan tanpa risiko, karena tetap melibatkan prakiraan terkait kurs pada masa mendatang.
Ada kalanya hedging memberikan nilai tukar yang lebih murah daripada ‘harga’ pa da masa mendatang. Namun tidak tertutup kemungkinan sebaliknya, kurs hedging melebihi nilai tukar pada masa mendatang dan muncul ‘kerugian’.
‘Kerugian’ dalam transaksi hedging bisa menjadi temuan audit ketika pemahaman soal lindung nilai belum utuh. Implikasi hukum pun dapat menyertai ketidakutuhan pe mahaman tersebut, terutama bila melibatkan perusahaan milik negara atau perusahaan dengan penyertaan modal negara.
Padahal, ‘kerugian’ maupun ‘keuntungan’ dalam hedging semestinya adalah biaya atau pendapatan sebagai bagian dari manajemen risiko. Pemahaman soal hedging dan akuntansi hedging merupakan jembatan yang menghubungkan ‘kepentingan’ lindung nilai untuk transaksi bisnis dengan prinsip pencatatan akuntansi dan
perhitungan laba rugi.
’Untung-Rugi’ HedgingMisal, seorang importir harus memba
yar barang yang dibelinya seharga 100 ribu dolar AS, dengan tenggat waktu tiga bulan. Pilihannya, dia membayar dengan membeli dolar AS pada saat jatuh tempo waktu pembayaran, atau melakukan transaksi hedging untuk mendapatkan dolar menggunakan transaksi forward tiga bulan.
Tak pernah ada yang dapat memastikan berapa nilai tukar dolar AS pada tiga bu lan mendatang. Bila memilih membeli dolar AS pada saat jatuh tempo, maka importir ini akan mengikuti kurs saat itu. Sementara harga melalui transaksi forward, ditentukan pada saat kesepakatan dibuat.
Katakanlah, kurs saat dia membeli ba rang adalah Rp 11.000, lalu tiga bulan kemudian kurs yang berlaku adalah Rp 11.500. Sementara kurs forward pada saat kontrak dibuat tiga bulan sebelum jatuh tempo adalah Rp 11.100.
Bila importir memilih membeli dolar AS untuk membayar barangnya tepat pada saat jatuh tempo, maka rupiah yang harus dia bayarkan sesuai kurs mencapai Rp 115 juta. Sementara bila memakai forward, rupiah yang dibutuhkan sesuai harga kontrak adalah Rp 111 juta. Ada Rp 4 juta dapat ‘dihemat’ dan menjadi ‘keuntungan’ hedging untuk kebutuhan mendapatkan sejumlah dolar AS yang sama.
Ketepatan membuat prakiraan nilai tukar pada masa mendatang, menjadi salah satu faktor kunci hedging. Prakiraan ini pun menjadi tolok ukur keefektifan manajemen risiko, untuk menjadikan hedging sahih dipakai dalam akuntansi hedging dan me
nempatkan ‘kerugian’ sebagai biaya transaksi dan ‘keuntungan’ sebagai penerimaan.
Tak Asal HedgingDi Indonesia, penerapan akuntansi hed
ging merujuk pada ketentuan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 55, dengan revisi terakhir dirilis pada 2006. Ada beberapa syarat harus dipenuhi dalam penerapan akuntansi hedging. Di antara atur an yang ditetapkan adalah soal rentang efektivitas hedging pada kisaran 80125 persen.
Rentang efektivitas itu memberi ba tas terendah dan tertinggi kemungkinan selisih, baik lebih maupun kurang, dari hedging. Inilah fungsi dari persyaratan keharusan keberadaan underlying sebagai da sar transaksi hedging.
Dalam kasus utang importir di atas, saat kurs spot di masa mendatang adalah Rp 11.500 per dolar AS, ada ‘keuntungan’ Rp 4 juta dibandingkan bila membeli spot pada saat jatuh tempo. Sementara selisih harga spot dengan harga barang yang menjadi ‘jaminan’ transaksi, adalah Rp 5 juta. Proporsi yang terjadi adalah Rp 4 juta berbanding Rp 5 juta, setara 80 persen.
Sedangkan ketika kurs di masa mendatang ternyata Rp 10.500 per dolar AS, maka nominal yang harus dibayarkan adalah Rp 105.000 bila membeli di pasar spot. Ada ‘kerugian’ hedging Rp 5 juta di sana. Sementara selisih antara nominal dengan hedging atau tanpa hedging adalah Rp 6 juta, sehingga proporsinya adalah 120 persen.
Proporsi itu sekaligus menjadi prasyarat netralitas atau off set dari transaksi hedging dibandingkan transaksi tanpa hedging, baik saat ‘untung’ maupun ‘rugi’. Dalam hedging, dimungkinkan terjadi offsetting profit/loss instrumen lindung nilai dengan hedged item pada periode yang sama, sehingga berdampak netral.
Dalam konteks terjadi pelemahan nilai tukar mata uang lokal, kerugian dari utang berbentuk valuta asing tertutupi keuntungan dari transaksi forward. Bila seluruh prasyarat hedging berbasis underlying ini terpenuhi, maka diksi ‘untung’ dan ‘rugi’ dalam hedging dapat dinyatakan sebagai ‘penerimaan’ dan ‘biaya’ dalam pencatatan akuntansi hedging. Kekhawatiran implikasi hukum dari kerugian negara di perusahaan BUMN atau dengan modal penyertaan negara yang melakukan hedging pun semestinya tertepis. u
pER
SpEk
tIf
WIDyA oCTAVIA DIAN AP Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan
Bila seluruh prasyarat hedging berbasis underlying ini terpenuhi, maka diksi ‘untung’ dan ‘rugi’ dalam hedging dapat dinyatakan sebagai ‘penerimaan’ dan ‘biaya’ dalam pencatatan akuntansi hedging.
Mendudukkan Untung Rugidi Neraca Hedging
12 EDISI 43 u oKToBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDoNESIA
13EDISI 43 u oktoBER 2013 u tAHUN 4 u NEWSLEttER BANk INDoNESIA
pER
SpEk
tIf
Dulu, para orang tua menabung dalam bentuk emas, termasuk untuk mengumpulkan biaya pergi haji. Mereka menyimpan emas dalam bentuk perhiasan, saat logam batangan belum populer. Hari ini, langkah mereka bisa disebut sebagai 'lindung nilai' alias hedging dalam ben
tuk aset.Menyimpan emas, memberi lindung nilai untuk biaya haji dari
gerusan inflasi. Pada 2000, ongkos naik haji (oNH) per orang ditetapkan Rp 25 juta yang setara 333 gram emas dan pada 2013 menjadi Rp 35 juta yang setara 70 gram emas. Artinya, hedging untuk biaya haji dengan menyimpan emas itu berhasil. Biaya haji terpenuhi, bahkan ada 'keuntungan' didapat.
Ada beragam aktivitas hedging terjadi di pasar keuangan. Pelakunya terutama adalah mereka yang berisiko dengan nilai tukar mata uang, misalnya importir dan pemilik utang luar negeri. Aktivitas ini pun punya manfaat lebih luas untuk pasar keuangan.
Salah satu ciri pasar keuangan yang da lam adalah ketika pelaku pasar punya banyak pilihan instrumen untuk melakukan hedging, termasuk berupa aset. Memakai contoh oNH, para calon jamaah haji sekarang punya pilihan lebih luas untuk hedging, seperti sukuk ritel atau reksadana syariah.
Pasar keuangan yang dalam juga akan meminimalkan kejadian dan biaya krisis, sekaligus meningkatkan kapasitas pengelolaan arus modal masuk. Pada era keterbukaan pasar finansial, arus modal dapat dengan mudah keluar dan masuk suatu negara.
Bagi pasar keuangan yang dangkal, mu dah dan cepatnya modal keluar masuk berpotensi memberikan guncangan terhadap mata uang domestik. Pilihan instrumen yang terbatas akan mendorong para investor berlaku homogen, bertumpu pada jenis investasi tertentu saja. Bagi pasar keuangan yang dalam, luasnya pilihan instrumen akan menjadi basis bagi investor, sehingga guncangan di satu sektor tertentu belum tentu berkorelasi dengan sektor lain.
Realita dan TerobosanPasar keuangan yang tak efisien, terutama sebagai akibat dari
asimetri ekonomi, menimbulkan biaya tinggi yang menjadikan perekonomian tak kompetitif di tingkat global. Sayangnya, berdasar beragam penilaian termasuk dari Bank Indonesia, pasar keuangan Indonesia saat ini relatif tidak efisien, kurang likuid, dan dangkal.
Ketika pasar keuangan masih dangkal, dengan 30 persen surat berharga negara (SBN) dimiliki nonresiden, harga SBN akan sertamerta jatuh saat terjadi pembalikan arus modal. Kecenderungannya, investor domestik akan mengikuti aksi jual investor nondomestik. Pasar SBN yang hanya bergerak di satu sisi memperberat tekanan
jual, pada akhirnya menekan nilai tukar rupiah. Baik saat rupiah menguat maupun melemah, pelaku pasar cen
derung tetap membeli dolar AS, sangat terbatas pelaku mengambil posisi jual. Padahal, pasar keuangan merupakan sarana utama yang menjembatani kebijakan moneter dan sektor riil, sekaligus sarana alternatif pembiayaan bagi perekonomian selain dari perbankan.
Berkaca pada situasi itu, Bank Indonesia menginiasi akselerasi pendalaman pasar sejak 2012. Tiga sasaran jangka pendek dipatok. yaitu, membuat transaksi valuta asing lebih efisien dan murah, memberi pilihan instrumen yang beragam, serta memperbanyak jumlah pelaku pasar untuk meningkatkan daya serap pasar menghadapi penawaran dan permintaan.
Lima pilar pengembangan pasar pun ditegakkan secara paralel dan terintegrasi. yakni, aspek regulasi dan standardisasi, market dan instrumen, infrastruktur, peningkatan dukungan kelembagaan, serta edukasi dan sosialisasi.
Koordinasi di antara otoritas pasar keuang an pun diperkuat, de ngan mempertimbangkan pula aspek makroprudensial di tengah kondisi perekonomian global yang tak menentu. Hedging merupakan salah satu program pendalaman pasar keuangan.
Mengacu pada lima pilar di atas, dilakukanlah pelonggaran ketentuan transaksi derivatif untuk keperluan lindung nilai, dengan mengedepankan prinsip kehatihatian. Dari sisi operasional, dilakukan pula penyempurnaan administrasi dokumen transaksi lindung nilai untuk mengurangi beban bank.
Pengembangan instrumen pasar valas dila ku kan dengan mendorong penggunaan instrumen lindung nilai jangka panjang. Misalnya, interest rate swap (IRS) dan cross currency swap (CCS), dan interbank swap. BI juga mendorong berkembangnya pasar keuangan syariah, termasuk instrumen hedging syariah.
Dari sisi kelembagaan, BI menggandeng Badan Pemeriksa Keuangan sebagai auditor negara serta Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN untuk mendorong hedging oleh BUMN. Dibangun bersama persepsi yang sama mengenai hedging, termasuk berbagi pe mahaman bahwa 'kerugian' dalam hedging
merupakan biaya transaksi. Bersama Kementerian Keuangan dibahas pula masalah lindung nilai SBN dengan IRS.
Terobosan lain yang dapat dipertimbangkan untuk meningkat kan instrumen hedging adalah mewajibkan seluruh instansi pemerintah melakukan hedging nilai tukar. Pewajiban hedging akan memitigasi risiko nilai tukar instansi pemerintah yang dalam operasionalnya berurusan dengan valas.
PLN, misalnya, bisa menerapkan hedging untuk pembayaran impor listrik dan peralatan terkait kegiatan usahanya. Demikian pula PT KAI, dalam pengadaan kereta dan peralatan teknis.
Bahkan urus an penyelenggaran haji, semestinya tak mustahil menerapkan hed ging untuk oNH yang rentan terekspos nilai tukar. Bila saja dilakukan hedging, adalah niscaya oNH dapat difixed sejak awal. Tak akan ada lagi cerita calon jamaah haji harus menambah biaya menjelang keberangkatan karena terjadi pelemahan nilai tukar rupiah. u
Memperdalam Pasar dengan Hedging
SHELLy KRISMIRINDA KoSASIH Departemen Kebijakan Makroprudensial
Bagi pasar yang dalam, guncangan di satu sektor tertentu belum tentu berkorelasi dengan sektor lain.
14 EDISI 43 u oKToBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDoNESIA
pER
ISt
IWA
& H
Um
AN
IoR
A
”Pendidikan adalah senjata paling mematikan, karena dengan itu Anda dapat mengubah dunia” Nelson Mandela.
Ini adalah kutipan Nelson Mandela yang menginspirasi Bank Indonesia untuk berbagi pengetahuan tentang bank sentral kepada publik. Tanpa terkecuali, dalam praktik kehidupan seharihari. Salah satu langkah konkret yang ditempuh, memasukkan kurikulum bank sentral di Perguruan Tinggi. Kamis, 24 oktober 2013, Deputi Gubernur Bank Indonesia Perry
War jiyo menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan zulkiefli
mansyah yang mewakili Universitas Teknologi Sumbawa (UTS). Dua institusi ini sepakat bekerja sama mengembangkan ilmu tentang bank sentral dalam bidang pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat.
Tidak hanya nota kesepahaman. Bank Indonesia juga menyepakati kerja sama pengembangan mata kuliah kebanksentralan di perguruan tinggi dan bantuan dana penelitian. Kerja sama disahkan dengan Surat Perjanjian Kerjasama (SPK) antara Iskandar Simorangkir, Kepala Departemen Pusat Riset dan Edukasi Bank Sentral, dan Wied yunianto, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UTS.
SPK adalah penjabaran MoU yang berisi butirbutir kesepahaman. Beberapa hal yang diatur meliputi tiga kegiatan utama. yakni, pengembangan mata kuliah kebanksentralan di UTS, pemberian bantuan dana penelitian, dan membuka kesempatan bagi mahasiswa UTS magang di BI.
Jumlah perguruan tinggi yang bekerja sama dengan Bank Indonesia terus bertambah. Saat ini sudah 48 perguruan tinggi. “BI akan te rus meningkatkan peran dalam mendorong pengembangan kegiatan edukasi kebanksentralan di dunia akademisi,” jelas Iskandar dalam sambutannya.
Bank Indonesia berharap kerja sama pengembangan mata kuliah kebanksentralan dengan UTS dapat berjalan baik. Tak hanya itu, kerjasama ini akan memberi warna ‘berbeda’ serta ‘lebih’ bagi pengem
bangan mata kuliah kebanksentralan. u
Kolaborasi Pendidikan Kebanksentralan
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII Provinsi Sumatra Barat dan Departemen Komunikasi Bank Indonesia bekerja sa ma dengan Kick Andy Foundation memberikan bantuan ke
pada dua pejuang inspiratif yang berjasa di bidang lingkungan dan pendidikan. Kolaborasi ini dikemas dalam bingkai program Kick Andy on Location.
Pejuang inspiratif pertama adalah petani bernama Kasmir Gindo Sutan. Pada 2004 ia menjadi kader hutan dan pelestari lingkungan. Sebelumnya, pada 2000, banjir bandang memporakporan dakan kampung Kasmir di Padang Laweh Malalo, Tanah Datar, Su matera Barat. Kasmir terpanggil menjaga, merawat, dan melin dungi hutan yang ada di sepanjang Danau Singkarak, Sumatra Barat.
Hutan botak dan padang ilalang bekas banjir bandang, Kasmir tanami dengan beragam pohon seperti kemiri dan mahoni. Hasilnya, sumber air yang dulu hilang, kini muncul kembali. Seribu hektare lahan hutan pun bersemi di Bukit Patah Gigi yang dijaga dan dirawat Kasmir setiap hari.
Pada 2009 Kasmir mendapat penghargaan Kalpataru, untuk ka tegori perintis yang melindungi hutan dan menjaga delapan be las mata air. Namun, Kasmir masih ingin menanam paling tidak 5.000 pohon lagi. “Jumlah yang gagal atau rusak setelah penanaman dulu, sekarang masih belum ditanam ulang karena kami perlu ongkos untuk menanamnya,” ujar Kasmir.
Pejuang inspiratif kedua adalah Nancy Eradona, seorang guru SMP. Tak sekadar guru, karena dia pun merintis sekolah gratis untuk para siswa dari keluarga tak mampu, anak terlantar, dan putus se kolah. yayasan Humaira Minangkabau, nama sekolah gratis di Batang Kabung, Padang, itu.
Awalnya, sekolah Nancy menampung anakanak usia PAUD, TK, SD, SMP, hingga SMA. Keterbatasan dana dan pengajar memaksanya menutup PAUD dan TK. Maklum, sekolah Nancy tak memungut
satu sen pun dari para siswa. Para guru yang mengajar di sekolah Nancy juga adalah para relawan, berlatar mahasiswa dan komunitas. Keterbatasan sarana dan prasarana pendukung menjadi hambatan dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah ini.
Kepada kedua pejuang inspiratif ini, Bank Indonesia menyerahkan bantuan senilai total Rp 150 juta melalui Kick Andy Foundation. Kasmir mendapatkan pohonpohon dan perlengkapan yang dibutuhkannya, senilai Rp 50 juta. Sekolah Nancy mendapatkan beragam sarana belajar dan perbaikan fasilitas senilai Rp 100 juta.
Bantuan diserahkan langsung oleh Kepala Perwakilan Bank In donesia Wilayah VIII Provinsi Sumatera Barat, Mahdi Mahmudy. Pengampu acara Kick Andy, yakni Andy F Noya, hadir pula di lokasi, sekaligus merekam bahan siaran untuk program Kick Andy on Location yang disiarkan Metro TV. u
Mengapresiasi Inspirasi Bersama Kick Andy
15EDISI 43 u oktoBER 2013 u tAHUN 4 u NEWSLEttER BANk INDoNESIA
pER
ISt
IWA
& H
Um
AN
IoR
A
Central Banking Course
Bank Indonesia menjadi tuan rumah pelatihan internasional Bank In donesia Central Banking Course (BICBC) bagi pegawai bank sentral seAsia Pasifik pada 2125 oktober 2013. Mengang
kat tema “Applied Econometrics for Central Bankers seAsia Pasifik”, pelatihan dibuka oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia, Ronald Waas.
Tujuan utama pelatihan adalah meningkatkan kapasitas analisa para pejabat bank sentral di kawasan Asia Pasifik. yaitu, melalui peningkatan keterampilan teknis yang berkaitan dengan perumusan kebijakan bank sentral. Juga, memfasilitasi knowledge sharing di an tara bank sentral dalam merumuskan kebijakan ekonomi makro.
Pe latihan pun bertujuan memperkuat kerja sama antarbank sentral seAsia Pasifik, sehingga stabilitas kondisi ekonomi makro regional dapat dicapai.
Pelatihan diikuti 32 peserta, terdiri atas 17 peserta internasional dan dari 14 negara, dan 15 pegawai Bank Indonesia. Narasumber pelatihan adalah Ben Gardiner dari Cambridge Econometrics London dan Pawel zabcyk dari CCBS Bank of England, Prof Dr Ari Kuncoro dari Universitas Indonesia, Prof Dr Insukindro dari Universitas Gadjah Mada, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Hartadi A Sarwono, Direktur LPPI, serta narasumber internal dari Bank Indonesia yakni Harmanta dan Rizki E Wimanda.
Selama lima hari, para peserta mendapatkan bekal berupa ragam teori penggunaan model makroekekonomi dalam formulasi pengambilan kebijakan ekonomi, paradigma ekonometri dan metode estimasi, ekonometrik dan time series modelling untuk kebijakan moneter, teori VAR dan forecasting kebijakan moneter, serta aplikasi ekonometri dalam rangka pengambilan kebijakan moneter.
Paket pelatihan teori tersebut diakhiri dengan workshop aplikasi ekonometrika dengan contoh data dari lima negara terpilih. Dengan pola pelatihan yang memadukan teori dan praktik, peserta diharapkan akan lebih mudah memahami materi pelatihan, menerapkannya dalam penyusunan kebijakan bank sentral masingmasing, dan mengembangkannya. u
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Daerah Istimewa yogyakarta bekerja sama dengan Komunitas Tangan Di Atas Kampus Jogja, Sabtu (19/10/2013), menyeleng
garakan Diskusi Entrepreneurship 2013. Pembicara utama diskusi asalah Menteri BUMN Dahlan Iskan.
Ratusan anak muda yang haus ilmu kewirausahaan memadati acara. Tak kurang 500 mahasiswa menyesaki Ruang Bangsal Mataram Kantor Perwakilan BI DI yogyakarta. Sebagian besar berasal dari yog yakarta. Sebagian yang lain da tang dari Jawa Tengah, Jawa Timur, bahkan dari Maluku dan Papua.
Hadir di tengah para mahasiswa, Kepala Perwakilan Bank Indonesia DI yogyakarta, Arief Budi Santoso dan jajarannya. Tema diskusi adalah “Bisnis ala Sepatu Kets”. Pengusaha muda yogyakarta turut urun suara di dalamnya, antara lain Hanafi Rais dari Lembaga Pendidikan Budi Mulia dan Nanang Syaifurozi dari Rumah Warna.
Bersepatu kets, yang sudah menjadi cirinya, Dahlan berbagi tips yang mengantarkannya sukses berbisnis sebelum men
jadi menteri. “Selalu optimistis, fokus, dan harus mempunyai target,” sebut dia. Ke depan, tambah Dahlan, bisnis yang berkembang adalah yang mengedepankan kreativitas.
Dahlan pun menantang para peserta memaparkan ide kreatif yang layak menja
di bisnis. Sontak beberapa peserta menjawab tantangan itu. Beragam ide terkait pen didikan, kuliner, dan kerajinan, satu per satu disebutkan di panggung acara. Ter nyata banyak peserta yang sudah merintis usaha.
Lalu, Dahlan bertutur pula tentang
per jalanan masa mudanya saat berjuang membangun bisnis. Dia mengatakan intuisi bisnisnya banyak tertempa justru ketika menjadi wartawan, yang setiap hari dikejar deadline. “Semakin sering kepepet, semakin baik,” ujar dia, separuh berbagi tips, separuh bercanda.
Pengalaman terbiasa kepepet, kata Dahlan, membuat dia selalu optimistis dalam kondisi paling sulit sekalipun. Misal, saat usahanya kekurangan da na. Pada saat bersamaan dia harus menjaga kepercayaan bank maupun mitra bisnis, yang menurut dia merupakan salah satu syarat penting bila bisnis ingin berkembang dan membesar.
Diskusi menjadi semakin semarak saat seorang peserta ne kat meminta sepatu kets Dah lan untuk kenangkenangan. Tak dinyana, Dahlan spontan melepas sepatunya, dan tetap
mengikuti acara de ngan nyeker alias tak bersepatu.
Selesai diskusi, satu lagi rahasia sepatu kets Dahlan ungkap. Kali ini kepada wartawan yang meliput kegiatan. “(Pakai sepatu kets) supaya bisa lari kencang. Kan pengusaha harus gerak cepat.” u
Tips Bisnis ala Sepatu Kets Dahlan Iskan
16 EDISI 43 u oKToBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDoNESIA
EkSp
oSE
Lagilagi Amerika menjadi pemicu gon jangganjing perekonomian du nia, meskipun bukan lagi faktor tunggal. Mengawali krisis keuangan global pada 2008 dengan
skandal subprime mortgage, Amerika pun kembali menggoyang ekonomi dunia dengan wacana pengurangan stimulus yang du lu dikucurkan untuk selamat dari krisis itu.
Pengurangan stimulus (tapering) ber arti pengetatan likuiditas di Amerika. Na mun dampaknya meluas. Arus modal akan berbalik ketika harga instrumen keuangan di negara maju kembali meningkat karenanya. Harga dolar AS pun bakal menguat lagi.
Bagi negara berkembang, apalagi yang punya porsi utang besar dalam valuta asing dan neraca perdagangannya di penuhi angka impor, mahalnya dolar AS berarti defisit terancam membesar. Sudah begitu, nilai tukar mata uang lokal melemah, inflasi karena kenaikan barang pun tak terhindarkan. Likuiditas bakal kembali menjadi isu.
Stabilitas, mau tak mau harus menjadi prioritas. Perlu ada upaya agar stabilitas sektor keuangan tetap terjaga. Termasuk di perbankan. Jangan sampai likuiditas di perbankan kering sementara kredit yang mengucur pun masih lebih kencang untuk kebutuhan konsumsi.
Karenanya, Bank Indonesia merevisi ke bijakan terkait giro wajib minimum (GWM) sekunder dan GWM berbasis pro porsi pinjaman terhadap simpanan masyarakat di perbankan (loan to deposit ratio atau LDR). Kebijakan diterbitkan pada 26 September 2013 dan mulai berlaku secara bertahap pada 1 oktober 2013.
“Kebijakan ini untuk memperkuat likuiditas perbankan,” ujar Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo. Tujuan lainnya, menjaga sta bilitas harga, mengendalikan inflasi, dan akhirnya memperkuat stabilitas pengendalian keuangan. “Ketiga tujuan ini bisa tercapai (dengan kebijakan) dalam instrumen penguatan likuiditas,” sebut Perry.
Rincian PerubahanAda tiga jenis GWM yang sekarang
berlaku di Indonesia. Pertama, GWM primer, yakni simpanan minimum yang wajib dipenuhi bank berupa rekening giro di Bank Indonesia.
Kedua, GWM sekunder, yakni cadangan minimum yang wajib dipenuhi bank dalam rupa Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI), dan Surat Berharga Negara (SBN). SDBI adalah instrumen yang baru diperhitungkan untuk GWM per 1 oktober 2013.
Ketiga, GWMLDR simpanan minimum perbankan dalam rupa saldo rekening giro di Bank Indonesia, dengan perhitungan yang mengaitkannya ke selisih antara LDR bank dan rentang target LDR yang ditentukan.
Saat ini GWM primer ditentukan sebesar 8 persen, baik untuk simpanan ma syarakat di bank (DPK) berupa rupiah maupun valuta asing. Perubahan peraturan tak mengusik aturan soal GWM primer yang ditetapkan pada 2010.
Adapun GWM sekunder yang pada 2010 ditetapkan sebesar 2,5 persen, secara bertahap dinaikkan menjadi 4 persen da lam aturan baru. Tahapannya, per 1 ok tober sampai 31 oktober 2013, GWM
sekunder naik menjadi 3 persen. Lalu per 1 November sampai 30 November 2013, naik lagi menjadi 3,5 persen. Terakhir, per 2 Desember 2013, GWM sekunder dipatok minimal 4 persen.
Penyesuaian GWM berbasis LDR dilakukan per 2 Desember 2013. Besaran GWMLDR yang pada 2010 ditetapkan di kisaran 78100 persen, dipersempit menjadi 7892 persen.
Bila LDR kurang dari 78 persen, maka bank akan dikenakan tambahan GWM sebesar 10 persen (0,1) dari selisih persentase kekurangan LDR (78x persen) dikalikan dengan nominal simpanan masyarakat di perbankan. Bila bank memenuhi kisaran GWMLDR, maka bank hanya dikenakan aturan GWM sesuai ketentuan yang baru.
Lalu, ketika LDR bank melampaui 92 per sen tetapi memiliki rasio kecukupan modal (CAR) minimal 14 persen, tidak ada tambahan kewajiban GWM yang dikenakan. Namun, bila LDR bank melampaui 92 persen dan CAR kurang dari 14 persen, bank dikenakan tambahan GWM sebesar 20 persen (0,2) selisih kelebihan LDR (x92 persen) dikalikan nominal simpanan masyarakat di bank itu.
Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah mengatakan, sejauh ini LDR masih aman. Uji ketahanan perbankan mendapatkan pada 2013 likuiditas perbankan masih akan mampu memenuhi penarikan hingga 18,2 persen. Sementara per Mei 2013 angka kucuran kredit tercatat Rp 2.887 triliun dan simpanan tabungan masyarakat Rp 3.349 triliun, dengan Rp 2.843 triliun dalam bentuk rupiah.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Difi Ahmad Johansyah mengatakan, ketentuan baru soal GWM ini erat kaitannya dengan kondisi perekonomian Indonesia yang bergejolak akibat faktor dari dalam dan luar negeri. “Untuk mengantisipasi berbagai risiko dari dinamika perekonomian saat ini, dibutuhkan kondisi likuiditas perbankan yang kuat dan memadai guna mendukung stabilitas moneter dan sektor keuangan,” kata Difi. u
Aturan Baru GWMMenjaga Likuiditas PerbankanDibutuhkan kondisi likuiditas perbankan yang kuat dan memadai guna mendukung stabilitas moneter dan sektor keuangan.
16 EDISI 43 u oKToBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDoNESIA