Liken Simpleks Kronis
Transcript of Liken Simpleks Kronis
LIKEN SIMPLEKS KRONIS
Sinonim
Nama lain LSK adalah Neurodermatitis sirkumskripta, istilah yang pertama kali
dipakai oleh vidal, oleh karena itu juga disebut liken vidal.
Defenisi
Lsk adalah peradangan kulit kronis, gatal, sirkumskrip, dan khas ditandai dengan
likenifikasi. Likenifikasi merupakan pola yang terbentuk dari respon kutaneus
akibat garukan dan gosokan yang berulang dalam waktu yang cukup lama.
Likenifikasi timbul secara sekunder dan secara histologi memiliki karakteristik
berupa akantosis (penebalan stratum spinosum) dan hiperkeratosis (penebalan
stratum korneum), dan secara klinis tampak berupa penebalan kulit, dengan
peningkatan garis permukaan kulit pada daerah yang terkena sehingga tampak
seperti kulit batang kayu.
Epidemiologi
Lsk berlangsung secara kronis dan secara epidemiologi lebih banyak menyerang
kelompok dewasa yang berusia antara 30-50 tahun (jarang pada anak-anak).
Namun pasien yang memiliki riwayat dermatitis atopik dapat menderita LSK pada
onset usia yang lebih muda, yaitu rata-rata 19 tahun. Selain itu, LSK terjadi lebih
sering pada wanita dibanding laki-laki dengan insidensi lebih banyak pada bangsa
asia.
Etiopatogenesis
Etiologi pasti LSK belum diketahui, namun diduga pruritus mamainkan peranan
karena pruritus berasal dari pelepasan mediator atau aktivitas enzim proteolitik.
Pruritus memainkan peran sentral dalam timbulnya pola reaksi kulit berupa
likenifikasi dan prurigo nodularis. Hipotesis mengenai pruritus dapat oleh karena
adanya penyakit yang mendasari, misalnya gagal ginjal kronis, obstruksi saluran
empedu, limfoma hodgkin, hipertiroidia, penyakit kulit seperti dermatitis atopik,
dermatitis kontak alergik, gigitan serangga, dan aspek psikologik dengan tekanan
emosi.
Pada prurigo nodularis jumlah eosinofil meningkat. Eosinofil berisi protein X dan
protein kationik yang dapat menimbulkan degranulasi sel mas. Jumlah sel
langerhans juga dapat bertambah banyak. Saraf yang berisi CGRP (calcitonin
gene-related peptide) dan SP (substance P),bahan imunoreaktif, jumlahnya di
dermis bertambah pada prurigo nodularis, tetapi tidak pada LSK. SP dan CGRP
melepaskan histamin dari sel mas yang selanjutnya memicu pruritus. Ekspresi
faktor pertumbuhan saraf p75 pada membran sel Schwan dan sel perineurum
meningkat, mungkin ini menghasilkan hiperplasi neural.
Keadaan ini menimbulkan iritasi kulit dan sensasi gatal sehingga penderita sering
menggaruknya. Sebagai akibat dari iritasi menahun akan terjadi penebalan kulit.
Kulit yang menebal ini menimbulkan rasa gatal sehingga merangsang
penggarukan yang akan semakin mempertebal kulit.
Gejala klinis
Penderita mengeluh gatal sekali, bila timbul malam hari dapat mengganggu tidur.
Rasa gatal memang tidak terus menerus, biasanya pada waktu tidak sibuk, bila
muncul sulit ditahan untuk tidak digaruk. Penderita merasa enak bila digaruk;
setelah luka, baru hilang rasa gatalnya untuk sementara (karena diganti dengan
rasa nyeri).
Keluhan dan gejala dapat muncul dalam waktu hitungan minggu sampai bertahun-
tahun. Keluhan utama yang dirasakan pasien dapat berupa gatal dan seringkali
bersifat paroxismal. Lesi kulit yang mengalami likenifikasi umumnya akan
dirasakan sangat nyaman bila digaruk sehingga terkadang pasien secara refleks
menggaruk dan menjadi kebiasaan yang tidak disadari.
Lesi biasanya tunggal, pada awalnya berupa plak eritematosa, sedikit edematosa,
lambat laun edema dan eritema menghilang, bagian tengah berskuama dan
menebal, likenifikasi dan ekskoriasi; sekitarnya hiperpigmentasi, batas dengan
kulit normal tidak jelas. Gambaran klinis dipengaruhi juga oleh lokasi dan
lamanya lesi. Khusus pada pasien dengan etnis kulit hitam, likenifikasi dapat
diasumsikan dengan tipe pola yang khusus, tidak ada plak yang solid, namun
likenifikasinya terdiri atas papul-papul likenifikasi kecil dengan variasi ukuran 2
s.d 3 mm.
Letak lesi dapat timbul dimana saja, tetapi yang biasa ditemukan ialah di skalp,
tengkuk, samping leher, lengan bagian ekstensor, pubis, vulva, skrotum, perianal,
paha bagian medial, lutut, tungkai bawah lateral, pergelsngsn kaki bagian depan,
dan punggung kaki. Lsk di daerah tengkuk (lichen nuchae) umumnya hanya pada
wanita, berupa plak kecil di tengah tengkuk atau dapat meluas hingga ke skalp.
Biasanya skuamanya banyak menyerupai psoriasis.
Variasi klinis lsk dapat berupa prurigo nodularis, akibat garukan atau korekan
tangan penderita yang berulang-ulang pada suatu tempat. Lesi berupa nodus
berbentuk kubah, permukaan mengalami erosi tertutup krusta dan skuama, lambat
laun menjadi keras dan berwarna lebih gelap (hiperpigmentasi). Lesi biasanya
multipel; lokalisasi tersering di ekstremitas; berukuran mulai beberapa milimeter
sampai 2 cm.
Histopatologi
Gambaran histopatologik lsk sirkumskripta berupa ortokeratosis, hipergranulosis,
akantosis dengan rete ridges memanjang teratur. Berserbukan sel radang limfosit
dan histiosit di sekitar pembuluh darah dermis bagian atas, fibroblas bertambah,
kolagen menebal. Pada prurigo nodularis akantosis pada bagian tengah lebih tebal,
menonjol lebih tinggi dari permukaan sel schwan berproliferasi, dan terlihat
hiperplasi neural. Kadang terlihat krusta yang menutupi sebagian epidermis.
Diagnosis
Diagnosis LSK didasarkan gambaran klinis, biasanya tidak terlalu sulit. Namun
perlu dipikirkan kemungkinan penyakit kulit lain yang memberikan gejala
pruritus, misalnya liken planus, liken amiloidosis, psoriasis,dan dermatitis atopik.
Jika diagnosis likenifikasi telah ditegakkan, penyebab yang mendasarinya harus
dianalisa secara hati-hati. Lesi yang tersebar simetris dapat menandakan adanya
likenifikasi sekunder dari dermatitis kontak.
Diagnosis banding
a. Liken planus
Liken planus ditandai dengan timbulnya papul-papul yang berwarna
merah-biru, berskuama, dan berbentuk siku-siku. Biasanya lesi ini timbul
di ekstremitas sisi flexor, selaput lendir, dan alat kelamin. Pasien biasanya
merasa sangat gatal, dan gejala ini bisa menetap hingga waktu 1-2 tahun.
Selain itu, terdapat pula lesi patogmonik di mukosa, yaitu papul polygonal,
datar dan berkilat, serta kadang ditemukan delle.
Liken planus memiliki 5 bentuk morfologi : hipertrofik, folikular,
vesikular dan bulosa, erosif dan ulseratif, serta atrofi. Liken planus bentuk
hipertrofilah yang harus dibedakan dengan lsk. Bentuk ini meliputi plak
yang verukosa berwarna merah-coklat atau ungu, serta terletak pada tulang
kering.
Diagnosis liken planus yang khas dibantu dengan pemeriksaan
histopatologi, dimana papul menunjukkan penebalan lapisan granuloma,
degenerasi mencair membran basalis dan sel basal. Dapat pula ditemukan
infiltrat seperti pita yang terdiri atas limfosit dan histiosit pada dermis
bagian atas.
b. Dermatitis atopik
Keluhan gatal dan terdapat likenifikasi. Lokasi dermatitis atopik di lipat
siku dan lipat lutut (flexor), sedangkan pada lsk di siku dan punggung kaki
(ekstensor), ada pula yang di tengkuk. Dermatitis atopik biasanya sembuh
dalam usia 2 tahun sedangkan lsk dapat berlanjut sampai tua.
c. Psoriasis
Psoriasis adalah penyakit yang penyebabnya adalah autoimun, bersifat
kronik dan residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas
tegas dengan skuama yang kasar, berlapis dan transparan. Pada psoriasis
terdapat tanda khas fenomena tetesan lilin dan auspitz, serta tanda tak khas
yaitu fenomena kobner.
Pasien psoriasis umumnya mengeluh gatal ringan pada kulit kepala,
perbatasan rambut dengan muka, ekstremitas bagian ekstensor terutama
siku dan lutut, dan daerah lumbosakral.
Pemeriksaan penunjang
Kebutuhan untuk dilakukannya pemeriksaan tambahan sangat bergantung
pada kondisi masing-masing pasien berdasarkan riwayat perjalanan
penyakitnya, penyakit penyerta, dan komplikasi yang mungkin berkaitan.
Namun pemeriksaan yang paling bermakna pada lsk adalah pemeriksaan
dermatopathology. Pemeriksaan ini dapat memberikan gambaran yang
bervariasi mengenai derajat hiperkeratosis dengan paraorthokeratosis dan
orthokeratosis, serta psoriasiform epidermal hiperplasia. Biopsi mungkin
dapat bermanfaat dalam menemukan gangguan pruritus primer yang telah
menyebabkan timbulnya likenifikasi sekunder yang terjadi, seperti
psoriasis.
Pengobatan
Secara umum perlu dijelaskan kepada penderita bahwa garukan akan
memperburuk keadaan penyakitnya, oleh karena itu harus dihindari. Untuk
mengurangi rasa gatal dapat diberikan antipruritus, kortikosteroid topikal
atau intralesi, produk ter.
Antipruritus dapat berupa antihistamin yang mempunyai efek sedatif
(contoh : hidroksizin, difenhidramin, prometazin) atau tranquilizer. Dapat
pula diberikan secara topikal krim doxepin 5% dalam jangka pendek
(maksimum 8 hari). Kortikosteroid yang dipakai biasanya berpotensi kuat,
bila perlu ditutup dengan penutup impermeable; kalau masih tidak berhasil
dapat diberikan secara suntikan intralesi. Salep kortikosteroid dapat pula
dikombinasi dengan ter. Yang mempunyai efek anti-inflamasi. Ada pula
yang mengobati dengan UVB dan PUVA. Perlu dicari kemungkinan ada
penyakit yang mendasarinya, bila memang ad harus juga diobati.
Kortikosteroid
Kortikosteroid topikal, sampai saat ini masih merupakan pilihan
pengobatan. Pemberiannya akan lebih efektif jika diaplikasikan kemudian
dibalut dengan perban oklusif kering. Yang menjadi pilihan adalah
kortikosteroid dengan potensi tinggi seperti clobetassol propionat,
difloraseasone diasetat, atau bethametashon difrofionat. Pemberian
kortikosteroid berupa triamcinolone secara intralesi, biasanya sangat
efektif (3 mg/ml). Namun harus sangat diperhatikan karena pada
konsentrasi tinggi dapat menyebabkan atrophi.
Preparat tar
Kombinasi 5 % crude coal tar dalam pasta zinc oxide ditambah
kortikosteroid kelas II kemudian dibalut dengan perban oklusif kering,
akan efektif jika diaplikasikan pada daerah-daerah yang optimal misalnya
lengan dan kaki.
Perban oklusif
Preparat kortikosteroid biasanya diberikan pertama, kemudian diikuti
dengan perban oklusif saja (tanpa kortikosteroid), juga dapatbermanfaat
untuk mencegah pasien menggaruk lesinya dan merupakan tindakan yang
efektif mengingat kebiasaan menggaruk pada pasien lsk adalah tindakan
reflex dan kebiasaan yang tidak disadari.
Antihistamin
Pemberian topikal, salep doxepin 5%, krim capsaicin, atau salep
tacrolimus dapat bersifat efektif dan sgnifikan pada beberapa pasien dan
dapat dipertimbangkan sebagai terapi tambahan. Namun penggunaan
antihistamin topikal ini dapat menyebabkan efek samping ringan berupa
pusing.
Prognosis
Prognosis bergantung pada penyebab pruritus (penyakit yang mendasari),
dan status psikologik penderita.
TINEA CRURIS
Sinonim
Tinea cruris mempunyai nama lain eczema marginatum, jockey itch, ringworm of
the groin, dhobie itch.
Defenisi
Tinea Cruris adalah dermatofitosis pada sela paha, perineum dan sekitar anus.
Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit
yang berlangsun seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerahgenito-krural
saja atau bahkan meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian
bawah atau bagian tubuh yang lain.
Etiologi
Penyebab utama dari tinea cruris Trichopyhton
rubrum (90%) danEpidermophython fluccosum Trichophyton
mentagrophytes (4%), Trichopyhton tonsurans (6%)
Epidemiologi
Tinea cruris dapat ditemui diseluruh dunia dan paling banyak di daerah
tropis. Angka kejadian lebih sering pada orang dewasa, terutama laki-laki
dibandingkan perempuan. Tidak ada kematian yang berhubungan dengan tinea
cruris.Jamur ini sering terjadi pada orang yang kurang memperhatikan kebersihan
diri atau lingkungan sekitar yang kotor dan lembab.
Patofisiologi
Cara penularan jamur dapat secara angsung maupun tidak langsung. Penularan
langsung dapat secara fomitis, epitel, rambut yang mengandung jamur baik dari
manusia, binatang, atau tanah. Penularan tidak langsung dapat melalui tanaman,
kayu yang dihinggapi jamur, pakaian debu. Agen penyebabjuga dapat ditularkan
melalui kontaminasi dengan pakaian, handuk atau sprei penderita atau
autoinokulasi dari tinea pedis, tinea inguium, dan tinea manum. Jamur ini
menghasilkan keratinase yang mencerna keratin, sehingga dapat memudahkan
invasi ke stratum korneum. Infeksi dimulai dengan kolonisasi hifa atau cabang-
cabangnya didalam jaringan keratin yang mati. Hifa ini menghasilkan enzim
keratolitik yang berdifusi ke jaringan epidermis dan menimbulkan reaksi
peradangan. Pertumbuhannya dengan pola radial di stratum korneum
menyebabkan timbulnya lesi kulit dengan batas yang jelas dan meninggi
(ringworm). Reaksi kulit semula berbentuk papula yang berkembang menjadi
suatu reaksi peradangan.
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya kelainan di kulit adalah:
a.Faktor virulensi dari dermatofita
Virulensi ini bergantung pada afinitas jamur apakah jamur antropofilik, zoofilik,
geofilik. Selain afinitas ini massing-masing jamur berbeda pula satu dengan yang
lain dalam hal afinitas terhadap manusia maupun bagian-bagian dari tubuh
misalnya: Trichopyhton rubrum jarang menyerang rambut, Epidermophython
fluccosum paling sering menyerang liapt paha bagian dalam.
b.Faktor trauma
Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil lebih susah untuk terserang jamur.
c.Faktor suhu dan kelembapan
Kedua faktor ini jelas sangat berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak pada
lokalisasi atau lokal, dimana banyak keringat seperti pada lipat paha, sela-sela jari
paling sering terserang penyakit jamur.
d.Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan
Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur dimana terlihat insiden
penyakit jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih rendah sering
ditemukan daripada golongan ekonomi yang baik
e.Faktor umur dan jenis kelamin
Gejala klinis
Kelainan kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi berbatas tegas,
peradangan pada tepi lebih nyata daripada daerah tengahnya. Efloresensi terdiri
atas macam-macam bentuk yang primer dan sekunder (polimorfi). Bila penyakit
ini menjadi menahun, dapat berupa bercak hitam disertai sedikit sisik. Erosi dan
keluarnya cairan biasanya akibat garukan. Tinea kruris merupakan salah satu
bentuk klinis yang sering dilihat diindonesia.
1. Anamnesis
Keluhan penderita adalah rasa gatal dan kemerahan di regio inguinalis dan dapat
meluas ke sekitar anus, intergluteal sampai ke gluteus. Dapat pula meluas ke supra
pubis dan abdomen bagian bawah. Rasa gatal akan semakin meningkat jika
banyak berkeringat. Riwayat pasien sebelumnya adalah pernah memiliki keluhan
yang sama. Pasien berada pada tempat yang beriklim agak lembab, memakai
pakaian ketat, bertukar pakaian dengan orang lain, aktif berolahraga, menderita
diabetes mellitus. Penyakit ini dapat menyerang pada tahanan penjara, tentara,
atlit olahraga dan individu yang beresiko terkena dermatophytosis.
2. Pemeriksaan Fisik
Efloresensi terdiri atas bermacam-macam bentuk yang primer dan
sekunder. Makula eritematosa, berbatas tegas dengan tepi lebih aktif terdiri dari
papula atau pustula. Jika kronis atau menahun maka efloresensi yang tampak
hanya makula hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya dan disertai likenifikasi.
Garukan kronis dapat menimbulkan gambaran likenifikasi.
Manifestasi tinea cruris :
1.Makula eritematus dengan central healing di lipatan inguinal, distal lipat paha,
dan proksimal dari abdomen bawah dan pubis
2.Daerah bersisik
3.Pada infeksi akut, bercak-bercak mungkin basah dan eksudatif
4.Pada infeksi kronis makula hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya dan
disertai likenifikasi
5.Area sentral biasanya hiperpigmentasi dan terdiri atas papula eritematus yang
tersebar dan sedikit skuama
6.Penis dan skrotum jarang atau tidak terkena
7.Perubahan sekunder dari ekskoriasi, likenifikasi, dan impetiginasi mungkin
muncul karena garukan
8.Infeksi kronis bisa oleh karena pemakaian kortikosteroid topikal sehingga
tampak kulit eritematus, sedikit berskuama, dan mungkin terdapat pustula
folikuler
9.Hampir setengah penderita tinea cruris berhubungan dengan tinea pedis
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan mikologik untuk membantu penegakan diagnosis terdiri atas
pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan. Pada pemeriksaan mikologik
untuk mendapatkan jamur diperlukan bahan klinis berupa kerokan kulit yang
sebelumnya dibersihkan dengan alkohol 70%.
a.Pemeriksaan dengan sediaan basah
Kulit dibersihkan dengan alkohol 70% → kerok skuama dari bagian tepi lesi
dengan memakai scalpel atau pinggir gelas → taruh di obyek glass → tetesi KOH
10-15 % 1-2 tetes → tunggu 10-15 menit untuk melarutkan jaringan → lihat di
mikroskop dengan pembesaran 10-45 kali, akan didapatkan hifa, sebagai dua garis
sejajar, terbagi oleh sekat, dan bercabang, maupun spora berderet (artrospora)
pada kelainan kulit yang lama atau sudah diobati, dan miselium
b. Pemeriksaan kultur dengan Sabouraud agar
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada medium
saboraud dengan ditambahkan chloramphenicol dan cyclohexamide (mycobyotic-
mycosel) untuk menghindarkan kontaminasi bakterial maupun jamur kontaminan.
Identifikasi jamur biasanya antara 3-6 minggu (Wiederkehr, Michael. 2008)
c.Punch biopsi
Dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis namun sensitifitasnya
dan spesifisitasnya rendah. Pengecatan dengan Peridoc Acid–Schiff, jamur akan
tampak merah muda atau menggunakan pengecatan methenamin silver, jamur
akan tampak coklat atau hitam
d.Penggunaan lampu wood bisa digunakan untuk menyingkirkan adanya eritrasma
dimana akan tampak floresensi merah bata
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan
melihat gambaran klinis dan lokasi terjadinya lesi serta pemeriksaan penunjang
seperti yang telah disebutkan dengan menggunakan mikroskop pada sediaan yang
ditetesi KOH 10-20%, sediaan biakan pada medium Saboraud, punch biopsi, atau
penggunaan lampu wood.
Diagnosis banding
vCandidosis intertriginosa
Kandidosis adalah penyakit jamur yang disebabkan oleh spesies Candida
biasanya oleh Candida albicans yang bersifat akut atau subakut dan dapat
mengenai mulut, vagina, kulit, kuku, bronki.Penyakit ini terdapat di seluruh dunia,
dapat menyerang semua umur, baik laki-laki maupun perempuan.
Patogenesisnya dapat terjadi apabila ada predisposisi baik endogen maupun
eksogen. Faktor endogen misalkan kehamilan karena perubahan pH dalam vagina,
kegemukan karena banyak keringat, debilitas, iatrogenik, endokrinopati, penyakit
kronis orang tua dan bayi, imunologik (penyakit genetik). Faktor eksogen berupa
iklim panas dan kelembapan, kebersihan kulit kurang, kebiasaan berendam kaki
dalam air yang lama menimbulkan maserasi dan memudahkan masuknya jamur,
kontak dengan penderita.
Dapat mengenai daerah lipatan kulit, terutama ketiak, bagian bawah
payudara, bagian pusat, lipat bokong, selangkangan, dan sela antar jari; dapat juga
mengenai daerah belakang telinga, lipatan kulit perut, dan glans penis
(balanopostitis). Pada sela jari tangan biasanya antara jari ketiga dan keempat,
pada sela jari kaki antara jari keempat dan kelima, keluhan gatal yang hebat,
kadang-kadang disertai rasa panas seperti terbakar.
Lesi pada penyakit yang akut mula-mula kecil berupa bercak yang
berbatas tegas, bersisik, basah, dan kemerahan. Kemudian meluas, berupa lenting-
lenting yang dapat berisi nanah berdinding tipis, ukuran 2-4 mm, bercak
kemerahan, batas tegas, Pada bagian tepi kadang-kadang tampak papul dan
skuama. Lesi tersebut dikelilingi oleh lenting-lenting atau papul di sekitarnya
berisi nanah yang bila pecah meninggalkan daerah yang luka, dengan pinggir
yang kasar dan berkembang seperti lesi utama. Kulit sela jari tampak merah atau
terkelupas, dan terjadi lecet. Pada bentuk yang kronik, kulit sela jari menebal dan
berwarna putih.
vErytrasma
Erytrasma adalah penyakit bakteri kronik pada stratum korneum yang
disebabkan oleh Corynebacterium minitussismum, ditandai lesi berupa eritema
dan skuama halus terutama di daerah ketiak dan lipat paha. Gejala klinis lesi
berukuran sebesar milier sampai plakat. Lesi eritroskuamosa, berskuama halus
kadang terlihat merah kecoklatan. Variasi ini rupanya bergantung pada area lesi
dan warna kulit penderita. Tempat predileksi kadang di daerah intertriginosa lain
terutama pada penderita gemuk. Perluasan lesi terlihat pada pinggir yang
eritematosa dan serpiginose. Lesi tidak menimbul dan tidak terlihat vesikulasi.
Efloresensi yang sama berupa eritema dan skuama pada seluruh lesi merupakan
tanda khas dari eritrasma. Skuama kering yang halus menutupi lesi dan pada
perabaan terasa berlemak. Pada pemeriksaan dengan lampu wood lesi terlihat
berfluoresensi merah membara (coral red)
vPsoriasis
Psoriasis adalah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan
residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan
skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan, disertai fenomena tetesan lilin,
Auspitz, dan Kobner. Tempat predileksi pada skalp, perbatasan daerah tersebut
dengan muka, ekstremitas ekstensor terutama siku serta lutut dan daerah
lumbosakral. Kelainan kulit terdiri atas bercak eritema yang meninggi (plak)
dengan skuama diatasnya. Eritema sirkumskrip dan merata, tetapi pada stadium
penyembuhan sering bagian di tengah menghilang dan hanya terdapat di pinggir.
Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika, serta transparan.
Besar kelainan bervariasi dapat lentikular, numular atau plakat, dapat
berkonfluensi.
vDermatitis Seboroik
Dermatitis Seboroik merupakan penyakit inflamasi konis yang mengenai
daerah kepala dan badan. Prevalensi Dermatitis Seboroik sebanyak 1-5%
populasi.Lebih sering terjadi pada laki-laki daripada wanita. Penyakit ni dapat
mengenai bayi sampa orang dewasa. Umumnya pda bayi terjadi pada usia 3 bulan
sedang pada dewasa pada usia 30-60 tahun. Kelainan kulit berupa eritema dan
skuama yang berminyak dan agak kekuningan dengan batas kurang tegas. Bentuk
yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak berskuama dan berminyak
disertai eksudat dan krusta tebal.
Penatalaksanaan
Pada infeksi tinea cruris tanpa komplikasi biasanya dapat dipakai anti jamur
topikal saja dari golongan imidazole dan allynamin yang tersedia dalam beberapa
formulasi. Semuanya memberikan keberhasilan terapi yang tinggi 70-100% dan
jarang ditemukan efek samping. Obat ini digunakan pagi dan sore hari kira-kira 2-
4 minggu. Terapi dioleskan sampai 3 cm diluar batas lesi, dan diteruskan
sekurang-kurangnya 2 minggu setelah lesi menyembuh. Terapi sistemik dapat
diberikan jika terdapat kegagalan dengan terapi topikal, intoleransi dengan terapi
topikal. Sebelum memilih obat sistemik hendaknya cek terlebih dahulu interaksi
obat-obatan tersebut. Diperlukan juga monitoring terhadap fungsi hepar apabila
terapi sistemik diberikan lebih dari 4 mingggu.
Pengobatan anti jamur untuk Tinea cruris dapat digolongkan dalam emapat
golongan yaitu: golongan azol, golongan alonamin, benzilamin dan golongan
lainnya seperti siklopiros,tolnaftan, haloprogin. Golongan azole ini akan
menghambat enzim lanosterol 14 alpha demetylase (sebuah enzim yang berfungsi
mengubah lanosterol ke ergosterol), dimana truktur tersebut merupakankomponen
penting dalam dinding sel jamur. Goongan Alynamin menghambat keja dari
squalen epokside yang merupakan enzim yang mengubah squalene ke ergosterol
yang berakibat akumulasi toksik squalene didalam sel dan menyebabkan kematian
sel. Dengan penghambatan enzim-enzim tersebut mengakibatkan kerusakan
membran sel sehingga ergosterol tidak terbentuk. Golongan benzilamin
mekanisme kerjanya diperkirakan sama dengan golongan alynamin sedangkan
golongan lainnya sama dengan golongan azole. Pengobatan tinea cruris tersedia
dalam bentuk pemberian topikal dan sistemik:
Obat secara topikal yang digunakan dalam tinea cruris adalah:
1.Golongan Azol
a.Clotrimazole (Lotrimin, Mycelec)
Merupakan obat pilihan pertama yang digunakan dalam pengobatan tinea cruris
karena bersifat broad spektrum antijamur yang mekanismenya menghambat
pertumbuhan ragi dengan mengubah permeabilitas membran sel sehingga sel-sel
jamur mati. Pengobatan dengan clotrimazole ini bisa dievaluasi setelah 4 minggu
jika tanpa ada perbaikan klinis. Penggunaan pada anak-anak sama seperti dewasa.
Obat ini tersedia dalam bentuk kream 1%, solution, lotion. Diberikan 2 kali sehari
selama 4 minggu. Tidakada kontraindikasi obat ini, namun tidak dianjurkan pada
pasien yang menunjukan hipersensitivitas, peradangan infeksi yang luas dan
hinari kontak mata.
b.Mikonazole (icatin, Monistat-derm)
Mekanisme kerjanya dengan selaput dinding sel jamur yang rusak
akanmenghambat biosintesis dari ergosterol sehingga permeabilitas membran sel
jamur meningkat menyebabkan sel jamur mati. Tersedia dalam bentuk cream 2%,
solution, lotio, bedak. Diberikan 2 kali sehari selama 4 minggu. Penggunaan pada
anak sama dengan dewasa. Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan
hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata.
c.Econazole (Spectazole)
Mekanisme kerjanya efektif terhadap infeksi yang berhubungan dengan kulit yaitu
menghambat RNA dan sintesis, metabolisme protein sehingga mengganggu
permeabilitas dinding sel jamur dan menyebabkan sel jamur mati. Pengobatan
dengan ecnazole dapat dilakukan dalam 2-4 minggu dengan cara dioleskan
sebanyak 2kali atau 4 kali dalam sediaan cream 1%.. Tidak dianjurkan pada
pasien yang menunjukkan hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata.
d.Ketokonazole (Nizoral)
Mekanisme kerja ketokonazole sebagai turunan imidazole yang bersifat broad
spektrum akan menghambat sintesis ergosterol sehingga komponen sel jamur
meningkat menyebabkan sel jamur mati. Pengobatan dengan ketokonazole dapat
dilakukan selama 2-4 minggu. Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan
hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata.
e.Oxiconazole (Oxistat)
Mekanisme oxiconazole kerja yang bersifat broad spektrum akan menghambat
sintesis ergosterol sehingga komponen sel jamur meningkat menyebabkan sel
jamur mati. Pengobatan dengan oxiconazole dapat dilakukan selama 2-4 minggu.
Tersedia dalam bentk cream 1% atau bedak kocok. Penggunaan pada anak-anak
12 tahun penggunaan sama dengan orang dewasa. Tidak dianjurkan pada pasien
yang menunjukkan hipersensitivitas dan hanya digunakan untuk pemakaian luar.
f.Sulkonazole (Exeldetm)
Sulkonazole merupakan obat jamur yang memiliki spektrum luas. Titik
tangkapnya yaitu menghambat sintesis ergosterol yang akan menyebabkan
kebocoran komponen sel, sehingga menyebabkan kematian sel jamur. Tersedia
dalam bentuk cream 1% dan solutio. Penggunaan pada anak-anak 12 tahun
penggunaan sama dengan orang dewasa (dioleskan pada daerah yang terkena
selama 2-4 minggu sebanyak 4 kali sehari).
2.Golongan alinamin
a.Naftifine (Naftin)
Bersifat broad spektrum anti jamur dan merupakan derivat sintetik dari alinamin
yang mekanisme kerjanya mengurangi sintesis dari ergosterol sehingga
menyebabkan pertumbuhan sel amur terhambat. Pengobatan dengan naftitine
dievaluasi setelah 4 minggu jika tidak ada perbaikan klinis. Tersedia dalam bentuk
1% cream dan lotion. . Penggunaan pada anak sama dengan dewasa ( dioleskan 4
kali sehari selama 2-4minggu).
b. Terbinafin (Lamisil)
Merupakan derifat sintetik dari alinamin yang bekerja menghambat skualen
epoxide yang merupakan enzim kunci dari biositesis sterol jamur yang
menghasilkan kekurangan ergosterol yang menyebabkan kematian sel jamur.
Secara luas pada penelitian melaporkan keefektifan penggunaan terbinafin.
Terbenafine dapat ditoleransi penggunaanya pada anak-anak. Digunakan selama
1-4 minggu
3.Golongan Benzilamin
a. Butenafine (mentax)
Anti jamur yang poten yang berhuungan dengan alinamin. Kerusakan membran
sel jamur menyebabkan sel jamur terhambat pertumbuhannya. Digunakan dalam
bentuk cream 1%, diberikan selama 2-4 minggu. Pada anak tidak dianjurkan.
Untuk dewasa dioleskan sebanyak 4kali sehari.
4.Golongan lainnya
a. Siklopiroks (Loprox)
Memiliki sifat broad spektrum anti fungal. Kerjanya berhubunan dengan sintesi
DNA
b.Haloprogin (halotex)
Tersedia dalam bentuk solution atau spray, 1% cream. Digunakan selama 2-
4minggu dan dioleskan sebanyak 3kali sehari.
c.Tolnaftate
Tersedia dalam cream 1%,bedak,solution. Dioleskan 2kali sehari selama 2-4
minggu(Wiederkehr, Michael. 2008).
Pengobatan secara sistemik dapat digunakan untuk untuk lesi yang luas atau gagal
dengan pengobatan topikal, berikut adalah obat sistemik yang digunakan dalam
pengobatan tinea cruris:
a. Ketokonazole
Sebagai turunan imidazole, ketokonazole merupakan obat jamur oral
yangberspektrum luas. Kerja obat ini fungistatik. Pemberian 200mg/hari selama
2-4 minggu.
b. Itrakonazole
Sebagai turunan triazole, itrakonazole merupakan obat anti jamur oral yang
berspektrum luas yang menghambat pertumbuhan sel jamur dengan menghambat
sitokrom P-450 dependent sintetis dari ergosterol yang merupakan komponen
penting pada selaput sel jamur.Pada penelitian disebutkan bahwa itrakonazole
lebih baik daripada griseofulvin dengan hasil terbaik 2-3 minggu setelah
perawatan. Dosis dewasa 200mg po selam 1 minggu dan dosis dapat dinaikkan
100mg jika tidak ada perbaikan tetpi tidak boleh melebihi 400mg/hari.Untuk
anak-anak 5mg/hari PO selama 1 minggu. Obat ini dikontraindikasikan pada
penderita yang hipersensitivitas, dan jangan diberikan bersama dengan cisapride
karena berhubunngan dengan aritmia jantung.
c.Griseofulfin
Termasuk obat fungistatik, bekerja dengan menghambat mitosis sel jamur dengan
mengikat mikrotubuler dalam sel. Obat ini lebih sedikit tingkat keefektifannya
dibanding itrakonazole. Pemberian dosis pada dewasa 500mg microsize (330-375
mg ultramicrosize) PO selama 2-4minggu, untuk anak 10-25 mg/kg/hari Po atau
20 mg microsize /kg/hari
c.Terbinafine
Pemberian secara oral pada dewasa 250g/hari selama 2 minggu). Pada
anak pemberian secara oral disesuaikan dengan berat badan:
12-20kg :62,5mg/hari selama 2 minggu
20-40kg :125mg/ hari selama 2 minggu
>40kg:250mg/ hari selama 2 minggu
Edukasi kepada pasien di rumah :
1.Anjurkan agar menjaga daerah lesi tetap kering
2.Bila gatal, jangan digaruk karena garukan dapat menyebabkan infeksi.
3.Jaga kebersihan kulit dan kaki bila berkeringat keringkan dengan handuk dan
mengganti pakaian yang lembab
4.Gunakan pakaian yang terbuat dari bahan yang dapat menyerap keringat seperti
katun, tidak ketat dan ganti setiap hari.
5.Untuk menghindari penularan penyakit, pakaian dan handuk yang digunakan
penderita harus segera dicuci dan direndam air panas.
Komplikasi
Tinea cruris dapat terinfeksi sekunder oleh candida atau bakteri yang lain. Pada
infeksi jamur yang kronis dapat terjadi likenifikasi dan hiperpigmentasi kulit.
Prognosis
Prognosis penyakit ini baik dengan diagnosis dan terapi yang tepat asalkan
kelembapan dan kebersihan kulit selalu dijaga.