Liem Koen Hian
-
Upload
mirah-wilayadi -
Category
Documents
-
view
224 -
download
0
description
Transcript of Liem Koen Hian
Tugas Mata Kuliah Pancasila
Nama : I Made Ananta Wiguna
NIM :10.2015.
Kelas : D
Liem Koen Hian
Pada penulisan esay ini, sebagai tugas mata kuliah Pancasila, saya akan membahas seorang tokoh
sejarah yang namanya masih jarang didengar “Lien Koen Hian”. Saya sangat tertarik menulis Lien Koen
Hian sebagai tema esay saya, karena saya ingin mengenal tokoh politik di kalangan warga Tionghoa di
era tahun 1900an. Selama belajar di bangku sekolah, saya hanya tahu tokoh nasionalis yang ikut dalam
memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, seperti Soekarno, Moh. Hatta, Adam Malik, Soeharto dan yang
lain. Dengan menulis ini, akan menambah pengetahuan saya mengenai tokoh nasionalis Indonesia.
Lien Koen Hian dilahirkan di Banjarmasin pada tahun 1869. Ayahnya adalah seroang pedagang
kecil yang kemudian menjadi pegawai Hindia Belanda. Liem begitu nama panggilanya, menerima
pendidikan sekolah dasar Belanda di kota kelahirannya. Setelah meninggalkan bangku sekolah ia bekerja
sebagai juru tulis pada sebuah perusahaan minyak Snell di Balikpapan, namun ia tidak senang dengan
pekerjaan itu. Ia kembali ke kota kelahirannya untuk bekerja di sebuah kantor surat kabar yang bernama
Penimbangan. Pada 1915 (Perang Dunia I) Liem bermigrasi ke Surabaya dan bekerja sebagai anggota
dewan redaksi majalah Tjhoen Tjhioe (dari tahun 1915 sampai tahun 1916). Pada awal tahun 1917 Liem
mendirikan surat kabar Soo Lim Poo, sekaligus menjadi pemimpin redaksi, namun surat kabar ini tidak
berumur panjang. Pada akhir tahun 1918 ia diminta untuk memimpin surat kabar Sinar Soematra di
Padang hingga tahu 1921, kiprahnya berlanjut setika tahun 1921 hingga tahun 1925 Liem menjadi
pemimpin redaksi Pewarta Soerabaia, sebuah harian mulik The Kian Sing, seorang peranakan penganut
nasionalisme Cina yang sangat aktif.1,2
Di awal abad ke-20 nasionalisme Cina tumbuh subur di tengah memuncakknya ketidakpuasan
masyarakat Tionghoa terhadap pemerintah kolonial Hindia Belanda. Negeri Cina mulai memperhatikan
kaumnya di perantauan. Kekaisaran Cina mengeluarkan Undang-Undang Kewarganegaraan Kekaisaran
yang menyatakan bahwa semua orang yang berdarah Cina dianggap berkewarganegaraan Cina. Situasi
ini membuat pemerintah Hindia Belanda khawatir dan terpaksa melakukan tekanan-tekanan terhadap
masyarakat Tionghoa dengan mengeluarkan Wet op het Nederlandsch Onderdaanschap (WNO) yang
ditetapkan bahwa penduduk yang lahir di Hindia Belanda adalah kaula Belanda sehingga peranakan
Tionghoa otomatis menjadi kaula Belanda. Pemberlakuan WNO bagi masyarakat Tionghoa sangat
ditentang, bagi mereka merupakan suatu penghinaan karena kedudukan peranakan Tionghoa berada
bibawah bangsa Eropa dan Jepang selain itu hak-hak mereka sangat dibedakan, hal ini membuat
1
Tugas Mata Kuliah Pancasila
masyarakat Tionghoa tidak mau menjadi rakyat Hindia Belanda meskipun diberikan kedudukan yang
sama dengan bangsa Eropa.1,2
Pada tahun 1925 Liem keluar dari Pewarta Soerabaia dan menjadi pemimpin redaksi Soeara
Publiek. Peristiwa ini bersamaan waktunya dengan perubahan pandangan Liem setelah ia banyak
membaca dan makin banyak mengenal gagasan-gagasan dr. Tjipto Mangunkusumo. Ia setuju dengan
pengapat Tjipto tentang perkembangan bertahap dari “bangsa Hindia Belanda” yang terdiri dari semua
orang yang menganggap Hindia Belanda sebagai tananh airnya serta yang secara aktif ikut membantu
mengembangkan negara itu. Kaum peranakan (Indo-Belanda, Tionghoa peranakan dan Arab peranakan)
merupakan bagian dari bangsa Hindia Belanda. Gagasan nasionalisme Hindia pertama kali dicetuskan
oleh Douwess Dekker dan diperjuangkan melalui Indische Partij. Gagasan ini kemudian kemudian
dikembangkan oleh Tjipto Mangunkusumo menjadi Indier Burgerschap. Pemikiran Tjipto
Mangunkusumo inilah yang menjadi cikal bakal gagasan Indonesierschao Liem Koen Hian. Di Surabaya
Liem tinggal di antara kaum nasionalis dan pekerjaannya sebagai wartawan menyebabkan ia terus
berhubungan dengan kaum nasionalis Indonesia. Hubungan antara Liem dan kaum nasionalus ini nampak
ketika Liem ditahan akibat boikot sepak bola tahun 1932, ia dibebaskan karena tekanan para tokoh
nasionalis.1
Pada dasarnya pemikiran Liem Koen Hian memperjuangkan persamaan kedudukan atas dasar
kemanusiaan. Ia menentang diskriminasi rasial yang secara sistematis dilakukan oleh pemerintah kolonial
Hindia Belanda. Dalam salah satu surat kabar yang ditulis “Soeal- Soeal dari Thionghoa Peranakan” ia
menceritakan sebuah diskriminasi yang didalamnya sendiri ketika ia berada dalam tahanan akibat
persdelict. Liem mempertanyakan mengapa para tahanan dari golongan Eropa dan Jepang memperoleh
perlakuan yang lebih baik daripada tahanan dari golongan Tionghoa. Ia mencontohkan bahwa hanya
hanya orang Eropa dan Jepang yang diperbolehkan menggunakan sepatu dalam tahanan dan mendapatkan
kasur serta kelambu untuk tidur, berbeda dengan golongan lainnaya yag hanya bisa tidur dibangku beton
selebar setengah meter. 1
Dasar perubahan pikiran Liem Koen Hian tadi adalah hasil dari kemampuan membaca
perubahan-perubahan keadaan yang terjadi disekitarnya. Liem kemudian menjelaskan alasan mengapa ia
melepaskan haluan nasionalisme Cina dalam harian Sin Tit Po dimana ia menjadi pemimpin redaksinya.
Lien melihat bahwa nasionalisme Cina yang dianut oleh golongan Sin Po telah memperlihatkan gejala
ultra-nasionalisme yang tidak menghormati bangsa lain, sehingga dapat menjadi sumber permusuhan
dengan bangsa Indonesia di kemudian hari. Perasaan kebangsaan yang berlebihan akan berakibat
kesobongan dan dapat mendorong ambisi imperialisme. Selain itu nasionalisme Cina tidak ada gunanya
bagi Tionghoa peranakan yang nasibnya terikat pada Hindia Belanda. Kepentingan Tionghoa peranakan
tidak ada sangkut pautnya dengan negeri Cina. Nasionalisme Cina hanya berguna bagi orang-orang
2
Tugas Mata Kuliah Pancasila
Tionghoa di negeri Cina sendiri. Nasionalisme Cina membuat Tionghoa peranakan melupakan
kepentingan yang nyata di Indonesia, dimana Tionghoa peranakan hidup dan bekerja. Cina hanyalah
negeri asing bagi Tionghoa pernakan, segala yang terjadi di sana tidak ada sangkut pautnya dengan
Tionghoa peranakan di Hindia Belanda. Liem berpendapat bahwa kaum Tionghoa peranakan seharusnya
tidak terus menerus menjadi orang asing di Hindia Belanda yang tidak ikut campur tangan sama sekali
dengan apa yang terjadi di Hindia Belanda. Kedudukan kaum Tionghoa peranakan dapat diperbaiki hanya
melalui keikutsertaan dalam perjuangan mewujudkan cita-cita Indonesia merdeka.1
Definisi Liem mengenai kebangsaan Indonesia dimana mendasarkan kebangsaan pada persamaan
nasib, kepentingan dan cita-cita. Konsep kebangsaaan Indonesia yang dibangun Liem serupa dengan
pemikiran Ernest Renan yang mengungkapkan bahwa bangsa adalah suatu kelompok manusia yang ingin
bersatu. Dalam pemikiran Liem, jika seorang Tionghoa peranakan memiliki keinginan untuk bergabung
dalam kebangsaan Indonesia dan bersedia ikut serta mewujudkan negara Indonesia merdeka maka ia telah
menjadi Indonesia. Pada tahun 1930 semakin memperjelas haluannya, Ia yakin bahwa akan datang suatu
masa ketika Tionghoa perankan menyadari bahwa dirinya adalah bagian dari bangsa Indonesia. Ikatan
Tionghoa peranakan tidak hanya karena kepentingannya saja ada di Indonesia, melainkan lebih dari itu.
Rasa cinta kepada tanah air akan tumbuh secara alamiah sebab Indonesia adalah tempat tingggal
Tionghoa peranakan. Persamaan budaya, hubungan kekeluargaan, hubungan pergaulan sehari-hari dan
persamaan kepentingan antara kaum bumiputra Indonesia dan Tionghoa peranakan pada akhirnya akan
menciptakan persaaan sebagai satu bangsa. Dalam pengertan ini, pemikiran Liem memiliki kesamaan
dengan pemikiran Oto Bauuer yang menyatakan bahwa bangsa adalah suatu komunitas-karakter yang
tumbuh dari suatu kumunitas denga pengalaman yang sama. lebih lanjut Liem mengungkapkan bahwa
Tionghoa peranakan adalah bagian dari bangsa Indonesia juga oleh karena adanya hubungan secara
genealogis. Secara kultural pun Tionghoa peranakan dalam pandangan Liem sangat dekat dengan bangsa
Indonesia, maka menurut Liem Tionghoa perankan bukanlah “orang asing” yang tidak perlu turut campur
dalam memperjuangkan rakyat Indonesia seperti yang didengung-dengungkan oleh Sin Po. Tionghoa
perankan memiliki “kewajiban suci” untuk memerdekaan Indonesia sebab merka juga bagian dari bangsa
Indonesia.1
Berikut diatas adalah uraian esay saya mengenai tokoh Tionghoa peranakan, Liem Koen Hian
yang saya nilai pantas untuk disebut seorng pahlawan setelah membaca dan menulis biografi beliau. Liem
Koen Hian adalah seorang pahlawan yang memiliki rasa nasionalisme yang tinggi terhadap bangsa
Indonesia, walaupun beliau merupakan peranakan Cina, beliau tetap membantu bangsa Indonesia untuk
mencapai kemerdekaan dengan mempersatuakan bangsa Indonesia dengan Tionghoa peranakan.
3
Tugas Mata Kuliah Pancasila
DAFTAR PUSTAKA
1. Agustinus M. Dari nasionalisme Cina hinggan indonesierschap:pemikiran Liem Koen Hian
tentang kedudukan orang Tiongkok di Indonesia (1919-1951). Jakarta:Universitas Indonesia.
2012.h 31-56.
2.
4