Mamita, mamita eres tan bonita , como la estrella que me alumbra todo el día .
LEMBAR PENGESAHAN -...
Transcript of LEMBAR PENGESAHAN -...
LEMBAR PENGESAHAN
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT UMKM AGRIBISNIS UNIT KREDIT KECIL PT. BNI
(PERSERO),TBK CABANG KARAWANG
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
pada Program Studi Agribisnis Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh: MAMITA DERAMAYANG
105092002954
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Achmad Tjachja Nugraha,S.P, M.Si Drs. Abdul Hamid Cebba,MBA,CPA
Mengetahui,
Ketua Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agribisnis
Ir. Lilis Imamah Ichdayati, M.Si NIP. 19620617 198903 2 003
iv
RINGKASAN
Mamita Deramayang, Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Penyaluran Kredit UMKM Agribisnis di Unit Kredit Kecil PT. BNI (Persero), Tbk Cabang Karawang. (Di bawah bimbingan Achmad Tjachja Nugraha dan Abdul Hamid Cebba).
Suatu usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang sedang beroperasi seringkali membutuhkan pemberian kredit atau pinjaman dari pihak lain seperti perbankan sehingga dapat menambah jumlah modal usaha, mengembangkan usaha yang tengah berjalan dan meningkatkan laba usaha. Program Pemerintah dalam bidang pemberdayaan kegiatan ekonomi masyarakat digulirkan dengan penyaluran kredit UMKM berupa Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan produk internal bank, dalam hal ini BNI Wirausaha yang bertujuan menyalurkan kredit pada skala usaha UMKM khususnya sektor agribisnis yang berada di daerah Kabupaten Karawang. Berkenaan dengan upaya akselerasi penyaluran kredit, maka terdapat faktor – faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit UMKM antara lain character, capacity, capital, collateral, conditions dan constrain . Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prosedur penyaluran kredit UMKM sektor agribisnis yang dilakukan oleh Unit Kredit Kecil BNI Cabang Karawang dan mengetahui faktor – faktor yang berpengaruh baik secara simultan maupun parsial terhadap penyaluran kredit UMKM sektor Agribisnis di Unit Kredit Kecil BNI Cabang Karawang.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah faktor kredibilitas calon debitur merupakan variabel bebas dan penyaluran kredit merupakan variabel terikat. Faktor kredibilitas calon debitur yang diteliti adalah character (X1), capacity (X2), capital (X3), collateral (X4), conditions (X5) dan constrains (X6). Indikator yang digunakan untuk penyaluran kredit UMKM (Y) yaitu peraturan / regulasi BI, partisipasi pemerintah, nilai pagu kredit, penentuan legal lending limit.
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan kuesioner. Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan Unit Kredit Kecil BNI Cabang Karawang dan Sentra Kredit Kecil BNI Cabang Bekasi Barat, dengan jumlah sampel sebanyak 20 orang. Analisis deskriptif untuk menggambarkan prosedur penyaluran kredit dan permasalahan yang timbul dalam teknis penyaluran kredit, sedangkan analisis data yang digunakan adalah regresi berganda untuk mengetahui pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat dan uji hipotesis dengan uji t dan uji F masing-masing untuk uji parsial dan uji simultan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel faktor – faktor kredibilitas calon debitur secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel penyaluran kredit dan bersifat positif dengan nilai pengaruh sebesar 88,90% sedang sisanya sebesar 11,10% dipengaruhi oleh faktor di luar kredibilitas calon debitur seperti aspek hukum (yuridis), aspek manajemen, aspek produksi, aspek
v
pemasaran, jumlah unit usaha UMKM yang ada di daerah tersebut, tingkat suku bunga kredit yang berlaku dan sebagainya.
Sedangkan secara parsial variabel faktor kredibilitas calon debitur berpengaruh signifikan terhadap variabel penyaluran kredit dengan nilai thitung variabel character sebesar 2,826, capacity sebesar 4,554, capital sebesar 3,468, collateral sebesar 4,017, conditions sebesar 2,599 dan constrains sebesar 4,349. Hasil pengujian hipotesis dengan Uji F menunjukkan bahwa nilai F hitung sebesar 17,290 > F tabel sebesar 2,92 sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel independen (X1, X2, X3, X4, X5, X6) secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen yaitu penyaluran kredit UMKM.
Adapun saran yang dapat penulis kemukakan adalah sebaiknya pihak BNI dapat meningkatkan lagi penyaluran kredit kepada sektor UMKM khususnya dalam hal ini bidang agribisnis dengan mempermudah akses penyaluran kredit dengan mempersingkat prosedur yang harus dijalani seperti BI Checking kemudian menurunkan tingkat suku bunga kredit sehingga dapat bersaing di kalangan bank penyalur di Kabupaten Karawang.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peranan sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) telah berhasil
menyelamatkan perekonomian kita selama krisis ekonomi. Ketika banyak
perusahaan skala besar (korporasi) yang ambruk karena beban hutang yang sangat
besar, justru para pelaku UMKM bertindak sebagai katup pengaman
perekonomian nasional. Sebagian besar diantara mereka mampu bertahan dengan
baik ketika krisis ekonomi yang berkepanjangan sedang melanda negara kita.
Padahal sektor ini memiliki akses yang minim dalam menerima penyaluran kredit
maupun pembiayaan dari bank maupun lembaga keuangan lainnya.
Menurut Sudarwanto (2008:52), akses terhadap dunia perbankan ini dapat
dilihat dari indikator masih rendahnya tingkat penyaluran kredit ke sektor usaha
mikro, kecil dan menengah (UMKM). Data yang tercatat selama Januari 2009
sampai dengan September 2009, kredit untuk skala UMKM yang disalurkan bank
umum konvensional di Jawa Barat tumbuh 12,55% atau lebih rendah
dibandingkan periode yang sama tahun 2008 yaitu 16,60%. Rendahnya
penyaluran kredit pada sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) ini
menggambarkan masih belum sejalannya antara bank dengan UMKM. Di satu
sisi, kalangan perbankan dianggap terlalu hati-hati dalam menerapkan prinsip
prudential banking, sementara di sisi lain usaha mikro, kecil dan menengah
(UMKM) masih belum mampu memenuhi persyaratan yang diminta kalangan
perbankan.
1
Pemerintah menyadari akan arti pentingnya sektor usaha mikro, kecil dan
menengah dalam menunjang stabilitas perekonomian nasional. Hal ini terlihat
dalam upaya rangka pengembangan UMKM dimana pemerintah mengeluarkan
program baru berupa Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan sistem penjaminan.
Melalui Inpres nomor 6/2007 tentang kebijakan percepatan pengembangan sektor
riil dan pemberdayaan UMKM maka dibuatlah nota kesepahaman antara
pemerintah (Departemen Terkait) dengan Perum Sarana Pengembangan Usaha
(SPU) Askrindo dan Bank BNI, BRI, Mandiri, BTN, Bukopin, BSM tentang
penjaminan kredit/pembiayaan kepada UMKM serta koperasi.
Sektor pertanian yang terkait dengan komoditas agribisnis yang dihasilkan
adalah sub sektor tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan, perikanan
dan kehutanan. Agribisnis merupakan suatu cara lain melihat pertanian sebagai
suatu sistem yang terdiri dari subsistem-subsistem yang terkait satu dengan yang
lainnya. Keterkaitan antar sub sistem ini bertujuan untuk memandang kegiatan
pertanian sebagai suatu kegiatan bisnis yang memiliki daya saing. Penekanan
keterkaitan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dengan sistem agribisnis
terletak pada hubungan dan integrasi vertikal antara beberapa subsistem agribisnis
dalam satu sistem komoditas.
Menurut Uno dalam Hari (2009:1), sektor agribisnis merupakan sektor
paling potensial untuk bisa digunakan dalam bidang UMKM. Agribisnis
merupakan sektor yang mempunyai nilai tambah yang paling banyak. Berkenaan
dengan itu maka seharusnya sektor agribisnis ini bisa dimanfaatkan.
2
Melihat dari pemaparan yang ada, maka pemberdayaan kegiatan ekonomi
kemasyarakatan yang direfleksikan kepada kegiatan usaha mikro, kecil dan
menengah (UMKM) khususnya bidang agribisnis di daerah Kabupaten Karawang
akan menghasilkan suatu resultante yang dapat mendukung perekonomian negara
Indonesia menjadi lebih baik. Program pemberdayaan kegiatan ekonomi
kemasyarakatan ini tentunya tidak terlepas dari peran perbankan selaku mitra
kerjasama usaha dalam bidang permodalan (kredit/pembiayaan).
Melihat potensi proporsi UMKM yang cukup besar terutama dalam bidang
agribisnis yang terkait pula dengan penyaluran kredit UMKM yang sekarang ini
banyak digulirkan oleh pemerintah, maka diperlukan identifikasi lebih lanjut
mengenai “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyaluran Kredit
UMKM Sektor Agribisnis di Unit Kredit Kecil (UKC) BNI Cabang
Karawang”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan
yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut :
1. Bagaimanakah prosedur penyaluran kredit UMKM agribisnis yang dilakukan
oleh Unit Kredit Kecil BNI Cabang Karawang ?
2. Seberapa besar pengaruh faktor-faktor tersebut dalam mempengaruhi
penyaluran kredit UMKM agribisnis di Unit Kredit Kecil BNI Cabang
Karawang?
3
1.3 Tujuan Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, penulis memiliki tujuan yang hendak
dicapai yaitu, sebagai berikut :
1. Mengetahui prosedur penyaluran kredit UMKM agribisnis yang dilakukan oleh
Unit Kredit Kecil BNI Cabang Karawang.
2. Menganalisis besar pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi penyaluran
kredit UMKM agribisnis di Unit Kredit Kecil BNI Cabang Karawang.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :
1. Bagi Unit Kredit Kecil BNI Cabang Karawang : sebagai salah satu gambaran
mengenai kondisi objektif penyaluran kredit pada segmen usaha mikro, kecil
dan menengah (UMKM) dalam hal ini sektor agribisnis. Selain itu juga sebagai
bahan masukan kepada pihak Unit Kredit Kecil BNI Cabang Karawang dalam
meningkatkan pelayanan kredit kepada debitur.
2. Bagi Peneliti : sebagai sarana untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan
mengenai penyaluran kredit UMKM di bidang agribisnis sehingga dapat
menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama berada di bangku perkuliahan.
Selain itu juga sebagai syarat kelulusan di tingkat Strata 1 (S-1) Jurusan
Agribisnis Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah.
3. Bagi Pembaca : sebagai bahan informasi dan masukan bagi penelitian
selanjutnya dalam cakupan bidang penyaluran kredit UMKM.
4
1.5 Pembatasan Penelitian
Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah yang ada di tempat
penelitian dalam hal ini pihak Unit Kredit Kecil BNI Cabang Karawang, maka
penulis akan membatasi permasalahannya sebagai berikut:
1. Penelitian ini dilakukan di Sentra Kredit Kecil cabang Bekasi Barat dan Unit
Kredit Kecil BNI cabang Karawang, Jawa Barat.
2. Penelitian ini dianalisa secara kualitatif dan kuantitatif untuk mendapatkan
informasi mengenai pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi penyaluran
kredit UMKM agribisnis di Unit Kredit Kecil BNI Cabang Karawang.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Gambaran Umum Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
Menurut Sudarwanto (2007:52), sektor usaha mikro, kecil dan menengah
(UMKM) merupakan basis ekonomi nasional yang kerap menunjukkan bukti
memiliki kelenturan gerak usaha sehingga bisa beradaptasi terhadap perubahan
lingkungan ekonomi global. Berkenaan dengan itu, maka sektor UMKM
mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan sesuai komoditi sehingga
dapat menyerap tenaga kerja, menyumbang devisa, menghasilkan berbagai barang
murah yang terjangkau oleh kekuatan ekonomi rakyat, dengan pendistribusian
yang memancar luas melewati batas-batas teritorial dan sosial.
2.1.2 Pengertian Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
Cukup banyak definisi mengenai usaha mikro, kecil dan menengah
(UMKM) yang dipahami baik dari lembaga lokal maupun asing, namun bagi
pihak perbankan Indonesia definisi umum tentang UMKM adalah sesuai
kesepakatan Menko Kesra dengan Bank Indonesia (BI).
Menurut Adi (2007:12), definisi usaha mikro secara tidak langsung sudah
termasuk dalam definisi Usaha Kecil berdasarkan UU nomor 9 tahun 1995,
namun secara spesifik didefinisikan sebagai berikut:
a. Usaha mikro adalah kegiatan ekonomi rakyat berskala kecil yang bersifat
tradisional dan informal dalam arti belum terdaftar, belum tercatat, dan belum
6
pula berbentuk badan hukum. Hasil penjualan tahunan bisnis tersebut sebesar
Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah) dan milik warga negara Indonesia.
b. Usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memiliki kekayaan bersih
paling banyak Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah
dan bangunan tempat usaha atau yang memiliki hasil penjualan tahunan
sebanyak Rp. 1.000.000.000 (satu milyar rupiah) dan milik warga negara
Indonesia.
Menurut Undang-Undang nomor 20 Tahun 2008 dalam Bab I Ketentuan
Umum Pasal 1 dalam Nurlan (2008:69) telah disebutkan mengenai definisi dari
usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) antara lain:
a. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan
usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur
dalam undang – undang ini.
b. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki maupun
dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha
menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana
dimaksud dalam undang – undang ini.
c. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau
menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau
7
usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan
sebagaimana dimaksud dalam undang – undang ini.
Adanya krisis moneter yang berkepanjangan membuat bangsa indonesia
mengubah paradigma dalam kebijakan ekonominya, yang tadinya berpihak pada
para pengusaha besar dalam pertumbuhan ekonomi negara, sekarang berbalik arah
berpihak kepada usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) untuk
menyelesaikan masalah pengangguran dan pengentasan kemiskinan melalui
ekonomi kerakyatan terpadu.
Adapun sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) memiliki visi
dan misi yang erat kaitannya dengan peningkatan kesejahteraan ekonomi
indonesia. Menurut Adi (2007:19), visi UMKM adalah menanggulangi
kemiskinan sedangkan misi UMKM adalah peningkatan pendapatan penduduk
miskin dengan memperluas kesempatan kerja dan usaha. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa pengertian usaha mikro, kecil dan menengah adalah usaha
ekonomi rakyat baik yang berskala kecil, tradisional dan memiliki tujuan ekonomi
produktif sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan pendapatan
masyarakat.
8
2.1.3 Penggolongan Usaha Kecil Menengah
Menurut Adi (2007:15), sekarang ini banyak ragam jenis usaha usaha
mikro, kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia, tetapi secara garis besar
dikelompokkan ke dalam 4 (empat) kelompok antara lain:
1. Usaha perdagangan yang meliputi usaha di bidang keagenan seperti agen
koran/majalah, sepatu, pakaian, dan lain-lain, pengecer minyak, kebutuhan
pokok, buah-buahan, bidang ekspor-impor baik produk lokal dan internasional
kemudian sektor informal seperti pengumpul barang bekas, pedagang kaki
lima, dan lain-lain.
2. Usaha pertanian yang meliputi usaha di bidang perkebunan baik pembibitan
dan kebun buah-buahan, sayur-sayuran, bidang peternakan antara lain ternak
ayam petelur, susu sapi dan bidang perikanan seperti perikanan darat/laut
seperti tambak udang, kolam ikan, dan lain-lain.
3. Usaha industri yang meliputi usaha di bidang industri makanan/minuman,
pertambangan, pengrajin, konveksi, dan lain-lain.
4. Usaha jasa yang meliputi usaha jasa antara lain mencakup jasa konsultan
seperti perbengkelan, restoran, jasa konstruksi, jasa transportasi, jasa
telekomunikasi, jasa pendidikan, dan lain-lain.
9
2.1.4 Gambaran Umum Bank Umum Nasional
Menurut Undang-Undang nomor 10 tahun 1998 dalam Hasibuan
(2007:10), pengertian mengenai bank umum adalah bank yang melaksanakan
usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya memberikan jasa lalu lintas pembayaran.
2.1.5 Pengertian Bank Umum Nasional
Menurut Adi (2007:30), berdasarkan konsep yang telah disusun oleh API
(Arsitektur Perbankan Indonesia) dalam program API maka perbankan
dikelompokkan dalam empat struktur permodalan, salah satunya adalah konsep
mengenai bank umum nasional yang merupakan bank yang wilayah operasinya
berada di seluruh kawasan Indonesia dengan modal yang disetor minimal
sejumlah Rp. 10.000.000.000.000 (sepuluh trilyun rupiah) sampai dengan
sejumlah Rp. 50.000.000.000.000 (lima puluh trilyun rupiah).
2.1.6 Gambaran Umum Penyaluran Kredit
Perencanaan penyaluran kredit harus dilakukan secara realistis dan
objektif, agar pengendalian dapat berfungsi dan tujuan tercapai. Perencanaan
penyaluran kredit harus didasarkan pada keseimbangan antara jumlah, sumber,
dan jangka waktu agar tidak menimbulkan masalah terhadap tingkat kesehatan
dan likuiditas bank. Dalam rencana penyaluran kredit ini harus ada pedoman
tentang prosedur, alokasi dan kebijaksanaannya.
10
2.1.7 Pengertian Kredit
Menurut Hasibuan (2007:87), kredit berasal dari bahasa Italia yakni
credere yang artinya kepercayaan. Hal ini berarti kepercayaan yang berasal dari
kreditur bahwa debitur akan mengembalikan pinjaman beserta bunganya sesuai
dengan perjanjian kedua belah pihak.
Menurut Undang-Undang RI nomor 7 tahun 1992 dalam Hermansyah
(2005:30), mengenai perbankan pada pasal I ayat 12 menyatakan bahwa kredit
adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga imbalan atau pembagian hasil
keuntungan.
Menurut Hasibuan (1997:10), kredit adalah semua jenis pinjaman yang
harus dibayar kembali bersama bunganya oleh peminjam sesuai dengan perjanjian
yang telah disepakati, sedangkan menurut Kent dalam Hasibuan (1997:15), kredit
adalah hak untuk menerima pembayaran atau kewajiban untuk melakukan
pembayaran pada waktu diminta atau pada waktu yang akan datang karena
penyerahan barang- barang sekarang.
Dalam tulisan Hermansyah (2005:57), salah satu pengertian kredit adalah
pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara mengangsur atau
pinjaman sampai batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh bank atau badan lain.
Adapun dalam pengertian yang berlaku dalam ekonomi islam terdapat
definisi tentang qardh yang hampir sama dengan definisi kredit. Menurut Arifin
11
(2002:256), Qardh adalah penyediaan dana atau tagihan antara bank syariah
dengan pihak peminjam yang mewajibkan pihak peminjam melakukan
pembayaran sekaligus atau secara cicilan dalam jangka waktu tertentu. Dalam
definisi lain menyebutkan Menurut Antonio (2001:131), Al – Qardh adalah
pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau
dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Dalam literatur
fiqih klasik, qardh dikategorikan dalam aqd tathawwui atau akad saling
membantu dan bukan transaksi komersial.
Menurut Hermansyah (2005:58), dalam kredit terdapat unsur esensial
yakni adanya kepercayaan dari bank sebagai kreditur terhadap nasabah peminjam
atau debitur. Kepercayaan tersebut timbul karena dipenuhinya segala ketentuan
dan persyaratan untuk memperoleh kredit bank oleh debitur antara lain jelasnya
tujuan peruntukan kredit, adanya benda jaminan atau agunan, dan lain-lain. Selain
unsur kepercayaan, dalam permohonan dan pemberian kredit juga mengandung
unsur lain, yaitu unsur waktu, unsur risiko dan unsur prestasi.
Dalam pemberian kredit ditentukan juga mengenai unsur waktu. Unsur
waktu ini merupakan jangka waktu atau tenggang waktu tertentu antara pemberian
atau pencairan kredit oleh bank dengan pelunasan kredit oleh debitur. Lazimnya
pelunasan kredit tersebut dilakukan melalui angsuran dalam jangka waktu tertentu
sesuai dengan kemampuan debitur.
12
2.1.8 Fungsi dan Tujuan Kredit
Menurut Hasibuan (2007:88), adapun fungsi dari kredit antara lain sebagai
berikut:
1. Dapat menjadi motivator dan dinamisator peningkatan kegiatan perdagangan
dan perekonomian.
2. Dapat memperluas lapangan pekerjaan bagi masyarakat.
3. Dapat memperlancar arus barang dan arus uang.
4. Dapat meningkatkan hubungan internasional seperti L/C, CGI dan lain-lain.
5. Dapat meningkatkan produktivitas dana yang ada.
6. Dapat meningkatkan daya guna (utility) barang.
7. Dapat meningkatkan kegairahan berusaha masyarakat.
8. Dapat memperbesar modal kerja perusahaan.
9. Dapat meningkatkan income per capita (IPC) masyarakat.
10. Dapat mengubah cara berpikir atau bertindak masyarakat supaya lebih
ekonomis.
Menurut Hasibuan (2007: 88), dijelaskan mengenai tujuan dari kredit,
yang mencakup antara lain:
1. Untuk memperoleh pendapatan bank dari bunga kredit.
2. Untuk memanfaatkan dan memproduktifkan dana-dana yang ada.
3. Untuk melaksanakan kegiatan operasional bank.
4. Untuk memenuhi permintaan kredit dari masyarakat.
5. Untuk memperlancar lalu lintas pembayaran.
6. Untuk menambah modal kerja perusahaan.
13
7. Untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.
2.1.9 Penggolongan Kredit
Kredit yang berusaha disalurkan oleh pihak perbankan terdiri atas
beberapa jenis yang telah dibedakan berdasarkan sudut pendekatan yang kita
lakukan yaitu berdasarkan tujuan ataupun kegunaan, jangka waktu, macam, sektor
perekonomian.
Menurut Hasibuan (2007:89), terdapat beberapa jenis-jenis kredit antara
lain:
1. Berdasarkan tujuan atau kegunaannya terdiri atas:
a. Kredit konsumtif yaitu kredit yang dipergunakan untuk kebutuhan sendiri
bersama keluarganya seperti kredit rumah, atau mobil yang akan digunakan
sendiri bersama keluarganya dimana kredit ini tidak bersifat produktif.
Secara rinci didefinisikan bahwa Kredit konsumsi, yaitu kredit jangka
pendek atau panjang yang diberikan kepada debitur untuk membiayai
barang-barang kebutuhan atau konsumsi dalam skala kebutuhan rumah
tangga yang pelunasannya dari penghasilan bulanan debitur yang
bersangkutan. Kredit konsumsi merupakan kredit perorangan untuk tujuan
non bisnis, termasuk kredit kepemilikan rumah.
b. Kredit modal kerja yaitu kredit yang akan dipergunakan untuk menambah
modal usaha debitur dan kredit ini bersifat produktif. Secara rinci
didefinisikan bahwa Kredit Modal Kerja yaitu kredit modal yang diberikan
baik dalam rupiah maupun valuta asing untuk memenuhi modal kerja yang
14
habis dalam satu siklus usaha dengan jangka waktu maksimal 1 (satu) tahun
dan dapat diperpanjang sesuai kesepakatan antara pihak yang bersangkutan.
c. Kredit investasi yaitu kredit yang dipergunakan untuk investasi produktif
akan tetapi baru dapat menghasilkan dalam jangka waktu yang relatif lama.
Kredit ini biasanya diberikan pada grace period misalnya kredit untuk
perkebunan sawit, dan lain-lain. Secara rinci didefinisikan bahwa Kredit
investasi merupakan kredit jangka menengah atau panjang yang tujuannya
untuk pembelian barang modal dan jasa yang diperlukan untuk rehabilitasi,
modernisasi, perluasan, proyek penempatan kembali dan/atau pembuatan
proyek baru.
2. Berdasarkan jangka waktu terdiri atas:
a. Kredit jangka pendek yaitu kredit yang jangka waktunya paling lama satu
tahun saja.
b. Kredit jangka menengah yaitu kredit yang jangka waktunya antara satu
sampai tiga tahun saja.
c. Kredit jangka panjang yaitu kredit yang jangka waktunya lebih dari tiga
tahun saja.
3. Berdasarkan sektor perekonomian terdiri atas:
a. Kredit pertanian adalah kredit yang diberikan kepada sektor perkebunan,
peternakan, dan perikanan.
b. Kredit perindustrian yaitu kredit yang disalurkan kepada beraneka macam
industri kecil, menengah, dan besar.
15
c. Kredit pertambangan yaitu kredit yang disalurkan kepada beraneka macam
pertambangan.
d. Kredit ekspor-impor yaitu kredit yang diberikan kepada eksportir dan
importir beraneka barang.
e. Kredit koperasi yaitu kredit yang diberikan kepada jenis-jenis koperasi.
f. Kredit profesi yaitu kredit yang diberikan kepada beragam profesi seperti
dokter dan guru.
Kemudian berdasarkan kesepakatan bersama Menko Kesra selaku ketua
komite penanggulangan kemiskinan melalui pemberdayaan dan pengembangan
usaha mikro, kecil dan menengah (nomor 11/KEP/MENKO/KESRA/IV/2002 dan
nomor 4/2/KEP.GBI/2002/ tanggal 22 April 2002) maka definisi mengenai kredit
usaha mikro, kecil dan menengah diartikan sebagai berikut:
a. Kredit usaha mikro adalah kredit yang diberikan kepada debitur usaha mikro,
baik langsung maupun tidak langsung yang dimiliki dan dijalankan oleh
penduduk miskin dengan kriteria penduduk miskin. Menurut Badan Pusat
Statistik dalam Sekretaris Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah (2007: 50), kemiskinan didefinisikan sebagai ketidakmampuan
dalam memenuhi kebutuhan dasar. Kredit usaha mikro ini memiliki nilai
plafond kredit sebesar Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).
b. Kredit usaha kecil adalah kredit yang diberikan kepada debitur usaha kecil,
yang memiliki kekayaan bersih Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) di luar
tanah dan bangunan tempat usaha atau yang memiliki hasil penjualan maksimal
16
Rp. 1.000.000.000 (satu miliar rupiah) per tahun, dengan plafond kredit
maksimum sebesar Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
c. Kredit usaha menengah adalah kredit yang diberikan kepada pengusaha di luar
usaha mikro dan usaha kecil atau kepada usaha pengusaha yang ditetapkan
kemudian, plafond sebesar Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) sampai
dengan Rp. 5.000.000.000.0000 (lima miliar rupiah).
2.1.10 Pengertian Penyaluran Kredit
Menurut Hasibuan (2007:87), adapun terdapat beberapa prinsip
penyaluran kredit yakni prinsip kepercayaan dan kehati-hatian. Indikator dari
kepercayaan ini adalah kepercayaan moral, komersial, finansial, dan agunan.
Kepercayaan itu sendiri dibedakan berdasarkan atas:
a. Kepercayaan murni yakni jika kreditur memberikan kredit kepada debiturnya
hanya atas kepercayaan saja, tanpa ada jaminan lainnya. Misalnya dalam hal
ini yakni masyarakat yang menabungkan uangnya dalam bentuk deposito
ataupun rekening koran (R/K) pada suatu bank hanya berdasarkan atas
kepercayaan saja. Hal ini dikarenakan bank hanya memberikan tanda bukti
berupa bilyet deposito, blanko buku cek, atau bilyet giro kepada penabungnya.
Maka jika bank dilikuidasi, penabung hanya memiliki bilyet deposito atau
blanko bilyet giro saja.
b. Kepercayaan reserve yakni kreditor menyalurkan kredit atau pinjaman kepada
debitur atas kepercayaan, akan tetapi kurang yakin sehingga bank selalu
17
meminta agunan berupa materi seperti BPKB dan lain-lain. Bahkan suatu bank
dalam penyaluran kredit lebih mengutamakan atas agunan pinjaman tersebut.
Menurut Hermansyah (2005:61), dalam melaksanakan pemberian suatu
kredit atau suatu pembiayaan pihak bank sebagai kreditur dan pihak nasabah
sebagai debitur, maka terdapat beberapa ketentuan dan persyaratan umum yang
berlaku antara lain terdiri dari 9 (sembilan) persyaratan yakni:
1. Mempunyai feasibility study, yang dalam penyusunannya melibatkan konsultan
terkait.
2. Mempunyai dokumen administrasi dan izin-izin usaha misalnya akta
perusahaan, NPWP, SIUP, dan lain-lain.
3. Maksimum jangka waktu kredit adalah 15 tahun dan masa tenggang waktu
(grace period) maksimum 4 tahun.
4. Agunan utama adalah usaha yang dibiayai. Debitur menyerahkan agunan
tambahan jika menurut penilaian bank diperlukan. Dalam hal ini akan
melibatkan pejabat penilai (appraisal) independen untuk menentukan nilai
agunan.
5. Maksimum pembiayaan bank adalah 65% (enam puluh lima persen) dan self
financing adalah sebesar 35% (tiga puluh lima persen).
6. Penarikan atau pencairan kredit biasanya didasarkan atas dasar prestasi proyek.
Dalam hal ini biasanya melibatkan konsultan pengawas independen untuk
menentukan pengurus proyek.
7. Pencairan biasanya dipindahbukukan ke rekening giro.
18
8. Rencana angsuran ditetapkan atas dasar cashflow yang disusun berdasarkan
analisis dalam feasibility study.
9. Pelunasan sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan.
Untuk memperoleh kredit bank, seorang debitur harus melalui beberapa
tahapan, yaitu dari tahap pengajuan aplikasi kredit sampai dengan tahap
penerimaan kredit. Tahapan-tahapan tersebut merupakan suatu proses baku yang
berlaku bagi setiap debitur yang membutuhkan kredit bank.
Proses pemberian kredit oleh satu bank dengan bank lain tidak jauh
berbeda. Proses pemberian kredit oleh bank secara umum dijelaskan sebagai
berikut ini:
1. Pengajuan permohonan/aplikasi kredit
Tahap pertama yaitu mengajukan permohonan aplikasi kredit kepada bank
yang bersangkutan. Permohonan aplikasi kredit tersebut harus dilengkapi dengan
dokumen-dokumen yang dipersyaratkan. Dalam pengajuan permohonan/aplikasi
kredit oleh perusahaan sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut:
a. Profil perusahaan beserta pengurusnya.
b. Tujuan dan manfaat kredit.
c. Besarnya kredit dan jangka waktu pelunasan kredit.
d. Cara pengembalian kredit.
e. Agunan atau jaminan kredit.
Sedangkan untuk permohonan/aplikasi kredit tersebut dilampirkan dengan
dokumen-dokumen pendukung yang dipersyaratkan, yaitu:
1. Akta pendirian perusahaan
19
2. Identitas para pengurus (KTP)
3. Tanda Daftar Perusahaan
4. NPWP
5. Neraca dan laporan rugi/laba 3 tahun terakhir
6. Fotokopi sertifikat yang dijadikan jaminan.
Menurut Hasibuan (2007;91) dijelaskan bahwa secara prosedural,
penyaluran kredit menjadi tugas dan tanggung jawab atau job description dari
departemen (bagian) pemasaran suatu bank. Dalam prosedur penyaluran kredit,
terdapat beberapa prosedur yang harus dijalani antara lain:
1. Calon debitur menulis nama, alamat, agunan, dan jumlah kredit yang
diinginkan pada formulir aplikasi permohonan kredit.
2. Calon debitur mengajukan jenis kredit yang diinginkan.
3. Analisis kredit dengan mengikuti azas 5C,7P, dan 3R dari permohonan kredit
tersebut.
4. Karyawan analis kredit menetapkan besarnya plafond kredit atau legal
lending limit atau BMPKnya.
5. Jika BMPK disetujui debitur, maka akad kredit (perjanjian kredit) ditanda
tangani oleh kedua belah pihak.
Setelah prosedur penyaluran kredit telah disetujui dan dipahami maka
beranjak pada alokasi penyaluran kredit yang harus berpedoman pada ketetapan
dan surat edaran otoritas moneter dan Bank Indonesia, yaitu sebagai berikut:
a. Pemilik bank (pemegang saham) yang mendapatkan maksimal 20% dari
jumlah kredit yang disalurkan oleh pihak yang bersangkutan.
20
b. Kredit Usaha Kecil atau Kredit Usaha Tani mendapatkan minimal 20% dari
jumlah kredit yang disalurkan bank.
c. Masyarakat (di luar poin a dan b) sebanyak 60% dari jumlah kredit yang
diberikan, disalurkan, kepada sektor-sektor perekonomian seperti sektor
pertanian, pertambangan dan perdagangan.
d. Kredit rekening koran dan kredit berjangka.
2. Penelitian berkas kredit
Setelah permohonan aplikasi kredit tersebut diterima oleh bank, maka
bank melakukan penelitian secara mendalam dan mendetail terhadap aplikasi
kredit yang diajukan. Apabila dari hasil penelitian yang dilakukan itu, bank
berpendapat bahwa berkas aplikasi tersebut telah lengkap dan memenuhi syarat,
maka bank akan melakukan tahap selanjutnya yaitu penilaian kelayakan kredit.
Sedangkan apabila ternyata berkas aplikasi kredit yang diajukan tersebut belum
lengkap dan belum memenuhi persyaratan yang ditentukan, maka bank akan
meminta kepada pemohon kredit untuk melengkapinya.
Proses kredit untuk usaha mikro tidak serumit usaha skala kecil dan
menengah, mengingat untuk usaha mikro usahanya terbatas di suatu tempat
tertentu (lebih bersifat lokal) dan biasanya sudah sangat dikenal oleh petugas
lembaga keuangan setempat, sehingga tidak perlu legalitas yang formal, cukup
dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Berikut disajikan proses kredit untuk skala
usaha yang lebih besar, yang sudah memiliki kelengkapan secara bank teknis dan
sudah bankable. Hal ini dimaksudkan agar para pihak yang terkait dengan sektor
21
UMKM semakin mengerti mengenai prosedur penyaluran kredit di lembaga
keuangan.
Berikut bagan proses kredit secara singkat yang digambarkan dalam
diagram panah:
Permohonan Kredit
Gambar 1. Bagan Prosedur Kredit Sumber: Adi ( 2007: 114)
Menurut Adi (2007:51), kreditur dalam hal ini lembaga keuangan, sebelum
menyetujui permohonan kredit terlebih dahulu akan memperhatikan syarat bank
teknis dan bankable (menurut business english dictionary : bankable diartikan
Petugas Administrasi Calon Peminjam 2. Proses Awal
- Pengecekan legalitas Usaha
Petugas pemrakarsa kredit (AO)
Petugas pemrakarsa kredit (AO)
-Kredit yang dilarang. -Dan Lain-lain
3. Proses Lanjutan -analisa dan evaluasi - pengecekan lapangan - dan lain-lain
Pejabat pemutus
kredit
5b. Pemberitahuan putusan diterima (surat penawaran) dan proses realisasi kredit
Petugas Administrasi Kredit
4a.Putusan ditolak
2b. Diterima2a. Ditolak
3b.Diterima
22
which a bank will accept as security for a loan yaitu pemenuhan hal- hal yang
disyaratkan bank dalam rangka pengamanan suatu kredit). Hal ini terkait dengan
manajemen resiko yang harus diterapkan oleh pihak lembaga keuangan.
Mengingat skala usaha debitur (peminjam) bervariasi meliputi usaha
mikro, kecil dan menengah, bahkan korporasi, maka analisisnya pun berbeda
sesuai dengan skala usahanya.
Menurut Adi (2007:51), secara bank teknis permohonan kredit harus
memenuhi kriteria 6C’s (Character, Capacity, Capital, Collateral, Condition,
Constrain). Selanjutnya dilakukan analisis pemenuhan persyaratan bankable yang
lain.
Persyaratan bankable ini dilakukan untuk usaha yang sudah lebih besar
yang sudah memenuhi syarat legal (memiliki izin usaha dan kelengkapan lain
sesuai aturan hukum yang berlaku di negara Indonesia). Dengan demikian, untuk
kredit mikro tidak diwajibkan dipersyaratkan analisis di atas, karena usaha skala
mikro rata-rata belum bankable, umumnya sebatas usaha tersebut
direkomendasikan oleh lurah atau kepala desa setempat, dan benar-benar warga
desa di lokasi usaha tersebut.
Menurut Adi (2007:52), berikut ini disajikan secara garis besar beberapa
indikator analisis kualitatif kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM)
sebagai bagian proses kredit yang dilakukan oleh lembaga keuangan sebagai
tambahan wacana.
Indikator utama yang dipakai untuk analisis kualitatif usaha mikro, kecil
dan menengah (UMKM) adalah kriteria 6 C’s, sebagai berikut:
23
1. Character (Karakter/Kepribadian)
Karakter adalah watak atau sifat debitur (peminjam/pengusaha) UMKM,
baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam lingkungan usaha. Kegunaannya
untuk mengetahui sampai sejauh mana tingkat kejujuran, integritas serta itikad
debitur dalam memenuhi kewajiban sesuai dengan perjanijian yang ditetapkan
pihak bank.
2. Capacity (Kapasitas)
Kapasitas adalah kemampuan debitur dalam menjalankan usahanya guna
memperoleh laba yang diharapkan. Kegunaannya untuk mengukur sampai sejauh
mana nasabah mampu melunasi utang-utangnya secara tepat waktu dari kegiatan
usahanya.
3. Capital (Modal)
Capital adalah kemampuan untuk menyediakan modal sendiri.
Kegunaannya untuk melihat sejauh mana debitur mampu berbagi dari modal
sendiri (tidak modal dengkul/tanpa modal) dalam mengelola usahanya.
4. Collateral (Jaminan/Agunan)
Collateral adalah barang-barang yang diserahkan oleh debitur sebagai
agunan terhadap kredit (pinjaman) yang akan diterima. Bentuknya dapat berupa
jaminan utama (first way out) berupa usahanya dan jaminan tambahan (second
way out) berupa jaminan kebendaan atau jaminan pihak ketiga. Umumnya nilai
jaminan minimal 120% dari total jaminannya.
24
5. Condition (Kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan)
Kondisi adalah situasi politik, sosial, ekonomi dan budaya yang
mempengaruhi keadaan perekonomian yang kemungkinannnya dapat
mempengaruhi kelancaran usaha debitur.
6. Constrain (batasan atau hambatan)
Constrains adalah batasan atau hambatan yang tidak memungkinkan
seseorang melakukan bisnis di suatu tempat di luar kriteria condition (kriteria ke-
5).
Selain analisis kualitatif dengan menggunakan penilaian 6 C’s, juga
terdapat penilaian terhadap aspek-aspek lain. Penilaian ini merupakan tindak
lanjut penilaian terhadap kriteria 6 C’s, dimana lebih difokuskan pada aspek
legalitas usaha, manajemen usaha, produksi, pemasaran dan aspek keuangan.
Penilaian pada tahap ini untuk usaha yang sudah memiliki administrasi
pembukuan yang tertib dan sudah bankable, sedangkan untuk skala mikro belum
memerlukan analisis terhadap aspek ini, karena usahanya begitu kompleks.
Berikut beberapa aspek – aspek penilaian kredit usaha mikro, kecil dan menengah
(UMKM) yang mencakup antara lain:
1. Aspek Legalitas Usaha
Menurut Hermansyah (2005:70), yang dimaksud dengan aspek hukum
adalah penilaian terhadap keaslian dan keabsahan dokumen – dokumen yang
diajukan oleh pemohon kredit. Penilaian terhadap dokumen – dokumen tersebut
dilakukan oleh pejabat yang berwenang untuk itu.
25
Menurut Adi (2007:55), aspek kelengkapan secara legal (hukum) seperti
perizinan maka untuk usaha skala mikro tidak diperlukan perizinan apapun. Hal
ini berlaku selama calon debitur tersebut memiliki tempat tinggal yang jelas dan
mempunyai Kartu Tanda Penduduk (KTP). Pada skala usaha yang lebih besar,
seperti usaha kecil dan menengah yang telah berbadan hukum maka persyaratan
yang perlu dilengkapi antara lain Surat Ijin Usaha Perusahaan (SIUP), Surat Izin
Tempat Usaha (SITU), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Tanda Daftar
Perusahaan (TDP), Izin Gangguan (HO), Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL), dan lain-lain. Selain mengacu kepada aspek legal, maka perlu
diperhatikan mengenai aspek moral hazard kepada pihak pengusaha UMKM.
Sebagaimana dipaparkan Krisna dalam Adi (2007:112), dikarenakan
terpusat pada modal, maka peran pemerintah cenderung menjadi pemodal bukan
sebagai pelindung agar UMKM mendapatkan posisi tawar yang lebih baik. Oleh
karena hanya terfokus kepada pemberian modal melalui kredit maka hal ini dapat
melahirkan kecenderungan timbulnya moral hazard yang dapat dimanfaatkan bagi
kalangan UMKM yang nakal.
Berikut tabel perbandingan identifikasi moral hazard yang dilakukan
dengan metode bagi hasil dari bank syariah dan metode penerapan sistem bunga
oleh bank konvensional.
26
Tabel 1.Perbandingan Metode Bagi Hasil dan Bunga Pada Unsur Moral Hazard Debitur
Metode Bagi Hasil Metode Bunga
Moral Hazard Bank dapat langsung mengetahui masalah yang dihadapi oleh mudharib dalam pemasaran (omzet penjualan maupun gejolak harga penjualan)
Debitur tidak ada motivasi untuk berbohong karena beban hutangnya tetap sama apakah ia berbohong atau tidak.
Bila nasabah mengalami kegagalan usaha / panen maka akan dibayar pada masa panen berikutnya sampai lunas
Bank hanya akan memberikan sanksi bagi yang menunggak tanpa memberikan insentif setiap kali pembayaran angsuran.
Sumber : Mengapa Memilih Bank Syariah (2005:50).
2. Aspek Manajemen
Menurut Hermansyah (2005:71), penilaian terhadap aspek manajemen ini
adalah untuk menilai pengalaman dari perusahaan yang memohon kredit dalam
mengelola kegiatan usahanya termasuk sumber daya manusia yang mendukung
kegiatan usahanya tersebut. Menurut Adi (2007:55), aspek tata kelola manajemen
mencakup lamanya pengusaha bergelut di bidang usaha yang akan dibiayai
(semakin lama semakin bagus), struktur organisasi perusahaan dimana dikerjakan
oleh satu orang atau melibatkan cukup orang, pencatatan pembukuan, jumlah
Sumber Daya Manusia (SDM), kualitas usaha dan sebagainya.
3. Aspek Produksi
Menurut Adi (2007:55) dijelaskan bahwa aspek pemenuhan bahan baku,
teknologi, dan sarana prasarana berkaitan dengan berlangsungnya proses produksi
secara optimal. Ketersediaan bahan baku (apakah diperoleh dengan mudah, bahan
lokal/impor, apakah harga bahan baku berfluktuasi tinggi), kondisi mesin (masih
layak/tidak, kemampuan produksi sudah optimal/belum), sarana penunjang lain
(tempat penyimpanan bahan baku dan barang jadi sudah ada atau belum, tempat
27
penyimpanan sudah layak atau belum, jumlah sumber daya manusia (SDM) cukup
atau tidak, bagaimana pengaturan kerja), dan lain-lain.
4. Aspek Pemasaran
Menurut Adi (2007:56), aspek pemasaran adalah aspek yang berkaitan
dengan pemasaran hasil produksinya. Sistem pemasaran (direct selling atau
dengan cara lain), daerah pemasaran (lokal/ekspor), tingkat persaingan (sudah
jenuh/belum), antisipasi pemasaran ke depan, dan lain-lain.
5. Aspek Keuangan
Menurut Hermansyah (2005:70), dalam aspek keuangan yang dinilai
dengan menggunakan analisis keuangan adalah aspek keuangan perusahaan yang
dilihat dari laporan keuangan yang termuat dalam neraca dan laporan laba rugi
yang dilampirkan dalam aplikasi kredit.
Aspek tata kelola keuangan perusahaan tersebut mencakup pencatatan
keuangan (sudah tertib/belum), cashflow keuangan perusahaan (apakah perputaran
keuangan masih dapat memutar jalannya roda perusahaan, apakah masih ada
kemampuan untuk mengangsur kredit), struktur aktiva-pasiva perusahaan (wajar
atau tidak), dan lain – lain.
6. Aspek Sosial Ekonomi
Menurut Hermansyah (2005:71), aspek sosial ekonomi digunakan untuk
melakukan penilaian terhadap dampak dari kegiatan usaha yang dijalankan oleh
perusahaan yang memohon kredit khususnya bagi masyarakat baik secara
ekonomis maupun sosial.
28
7. Aspek AMDAL
Menurut Hermansyah (2005:71), penilaian terhadap aspek AMDAL ini
sangat penting karena merupakan salah satu persyaratan pokok untuk dapat
beroperasinya perusahaan. Oleh karena kegiatan usaha yang dijalankan oleh suatu
perusahaan pasti mempunyai dampak terhadap lingkungan baik darat, air dan
udara.
2.1.11 Pengertian, Fungsi dan Syarat Agunan Kredit
Menurut Hasibuan (2007:109), agunan atau jaminan kredit adalah barang-
barang dan atau surat- surat efek yang diserahkan debitur kepada bank dan
menjadi syarat utama dalam menentukan besarnya plafond kredit. Agunan kredit
harus memenuhi keabsahan hukum, mempunyai nilai ekonomi, dan akan disita
untuk dijual sehingga dapat membayar kredit macet.
Menurut Surat Keputusan direksi Bank Indonesia nomor 23/69/KEP/DIR ,
tanggal 28 Februari 1991 tentang jaminan pemberian kredit pasal 2 ayat 1 dalam
Hermansyah (2005:73), dinyatakan bahwa bank tidak diperkenankan memberikan
kredit kepada siapapun tanpa adanya jaminan. Pentingnya jaminan atas pemberian
kredit berkaitan dengan keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi
kredit sesuai perjanjian yang telah disepakati antara calon debitur dengan pihak
bank.
Adapun yang menjadi fungsi agunan kredit antara lain:
1. Untuk memenuhi persyaratan Bank Indonesia, setiap bank hanya boleh
memberikan kredit jika ada jaminannya.
29
1) Agunan harus berupa barang dan atau surat berharga yang mempunyai
nilai nyata seperti tanah dan bangunan.
2) Harga agunan harus lebih besar daripada kredit yang diberikan.
2. Untuk menjamin pembayaran kredit macet dengan menyita atau menjual
agunan tersebut agar:
1) Keamanan dan keselamatan kredit akan lebih terjamin.
2) Pemberian kredit akan lebih selektif sehingga korupsi, kolusi dan
nepotisme (KKN) dapat dihindari.
3) Debitur akan lebih berhati-hati mempergunakan kredit karena takut
agunannya disita bank.
3. Untuk melindungi keamanan tabungan masyarakat pada bank dari pemberian
kredit yang tidak wajar oleh manajer bank maka:
1) Pimpinan bank tidak dapat memberikan kredit seenaknya saja.
2) Agunan merupakan penjamin tabungan masyarakat karena bank menyita
agunan jika kredit macet.
Menurut Hasibuan (2007: 110), agunan kredit harus memenuhi baik aspek
hukum (yuridis) maupun ekonomis dengan baik dan benar. Syarat-syarat yang
termasuk ke dalam aspek hukum (yuridis) dan ekonomis adalah sebagai berikut:
1. Syarat – syarat hukum (yuridis) agunan
a. Agunan harus mempunyai wujud yang nyata (tangible).
b. Agunan harus merupakan milik debitur dengan bukti surat-surat
autentiknya.
30
c. Jika agunan berupa barang yang dikuasakan, pemiliknya harus ikut
menandatangani akad kredit.
d. Agunan tidak sedang dalam proses pengadilan.
e. Agunan bukan sedang dalam keadaan sengketa.
f. Agunan bukan yang terkena proyek pemerintah.
2. Syarat – syarat ekonomis agunan
a. Agunan harus mempunyai nilai ekonomis pasar.
b. Nilai agunan kredit harus lebih besar daripada plafond kreditnya.
c. Marketability, yaitu agunan harus mempunyai sasaran yang cukup luas atau
mudah dijual.
d. Ascertainability of value, yaitu agunan kredit yang diajukan oleh debitur
harus mempunyai standar harga tertentu (harga pasar).
e. Transferable, yaitu agunan kredit yang diajukan debitur harus mudah
dipindahtangankan baik secara fisik maupun hukum.
2.1.12 Perjanjian Kredit
Menurut Hermansyah (2005:71), perjanjian adalah suatu peristiwa di
mana dua orang atau dua pihak saling berjanji untuk melakukan suatu hal atau
suatu persetujuan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing – masing
bersepakat akan menaati apa yang tersebut dalam perjanjian itu.
Perjanjian kredit adalah perjanjian pokok (prinsipil) yang bersifat riil.
Sebagai perjanjian prinsipil, maka perjanjian jaminan adalah asessornya. Ada dan
berakhirnya perjanjian jaminan bergantung pada perjanjian pokok. Arti riil adalah
31
bahwa terjanjinya perjanjian kredit ditentukan oleh penyerahan uang oleh bank
kepada debitur.
Perjanjian kredit perbankan pada umumnya menggunakan bentuk
perjanjian baku (standard contract). Berkaitan dengan itu, memang dalam
praktiknya bentuk perjanjiannya telah disediakan oleh pihak bank sebagai kreditur
sedangkan debitur hanya mempelajari dan memahaminya dengan baik. Perjanjian
yang demikian itu biasa disebut dengan perjanjian baku (standard contract).
Perjanjian kredit ini perlu memperoleh perhatian yang khusus baik oleh
bank sebagai kreditur maupun oleh nasabah sebagai debitur, karena perjanjian
kredit mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pemberian, pengelolaan, dan
penatalaksanaan kredit tersebut. Berkaitan dengan itu, menurut Ch. Gatot
Wardoyo dalam Hermansyah (2005:72), perjanjian kredit mempunyai fungsi –
fungsi sebagai berikut:
a. Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok.
b. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan – batasan hak
dan kewajiban di antara kreditur dan debitur.
c. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit.
32
2.1.13 Pengertian Bunga Kredit
Menurut Hasibuan (2007:18), bunga merupakan hal penting bagi suatu
bank dalam penarikan tabungan dan pemberian kredit selalu dihubungkan dengan
tingkat suku bunganya. Bunga bagi bank bisa menjadi biaya (cost of fund) dan
bunga dapat juga merupakan pendapatan bank yang diterima dari debitur karena
kredit yang diberikannya.
Besarnya bunga ini adalah selisih yang dikembalikan dengan yang dipinjam
(kredit) oleh debitur. Misalnya dipinjam dari bank sebesar Rp. 500.000 (lima ratus
ribu rupiah) untuk kemudian dikembalikan sebesar Rp 525.000 (lima ratus dua
puluh lima ribu rupiah). Jadi dapat disimpulkan bahwa besarnya nilai bunga
adalah Rp. 500.000 - Rp. 525.000 = Rp. 25.000 (dua puluh lima ribu rupiah) atau
sebesar 5% (lima persen).
Untuk jelasnya, beberapa definisi mengenai pengertian bunga:
a. Bunga adalah balas jasa atas pinjaman uang atau barang yang dibayar oleh
debitur kepada kreditur. (Hasibuan, 1997:125)
b. Rate of Interest adalah harga dari penggunaan uang atau bisa juga dipandang
sebagai sewa atas penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu. (Boediono,
1992:32).
Kreditur meminta bunga atas uang yang dipinjamkannya kepada debitur
dan bunga tersebut harus dibayar maka hal ini dapat dijelaskan menurut teori
bunga yang dikenal antara lain teori nilai, teori pengorbanan, dan teori
keuntungan.
33
a. Teori Nilai
Teori ini didasarkan pada anggapan bahwa nilai sekarang (present value)
lebih besar daripada nilai yang akan datang (future value). Menurut Keown
(2004:13), uang yang kita terima pada saat ini akan jauh lebih berharga
dibandingkan dengan uang yang akan kita terima tahun depan. Perbedaan nilai ini
harus mendapat penggantian dari peminjam atau debitur sehingga dikaitkan
dengan bunga. Secara teori, bunga adalah besarnya penggantian perbedaan antara
nilai sekarang dengan nilai yang akan datang. Kita bisa mendapatkan bunga atas
uang yang kita terima sekarang, sehingga kita suka menerimanya sekarang
daripada kemudian.
Menurut Bawerk dalam Antonio (2001:74), pendukung utama pendapat
menurunnya nilai uang di waktu mendatang dibanding dengan nilai uang di waktu
kini terdapat tiga alasan mengapa nilai barang di waktu yang mendatang akan
berkurang, yaitu sebagai:
1. Keuntungan di masa yang akan datang diragukan. Hal tersebut disebabkan
oleh ketidakpastian peristiwa serta kehidupan manusia yang akan datang,
sedangkan keuntungan masa kini sangat jelas dan pasti.
2. Kepuasan terhadap kehendak atau keinginan masa kini lebih bernilai bagi
manusia daripada kepuasan mereka pada waktu yang akan datang. Pada masa
yang akan datang, mungkin saja seseorang tidak mempunyai kehendak
semacam sekarang.
34
3. Kenyataannya, uang pada waktu kini lebih penting dan berguna. Dengan
demikian uang tersebut mempunyai nilai yang lebih tinggi dibanding dengan
barang – barang pada waktu yang akan datang.
Alasan – alasan tersebut meyakinkan mereka bahwa keuntungan pasti masa
kini jelas diutamakan daripada keuntungan pada masa yang akan datang. Dengan
demikian maka modal yang dipinjamkan kepada seseorang pada saat sekarang
lebih bernilai dibanding uang yang akan dikembalikan beberapa tahun kemudian.
Bunga menurut paham ini merupakan nilai lebih yang ditambahkan pada modal
yang dipinjamkan agar nilai pembayarannya sama dengan nilai modal pinjaman
semula.
b. Teori Pengorbanan
Teori ini didasarkan pada pemikiran bahwa pengorbanan yang diberikan
seharusnya mendapatkan balas jasa berupa pembayaran. Teori ini mengemukakan
bahwa jika pemilik uang meminjamkan uangnya kepada debitur, selama uangnya
belum dikembalikan debitur atau bank, kreditur tidak dapat mempergunakan uang
tersebut. Pengorbanan kreditur inilah yang harus dibayar debitur. Pembayaran
inilah yang disebut bunga.
c. Teori Laba
Teori ini mengemukakan bahwa bunga ada karena adanya motif laba
(spread profit) yang ingin dicapai. Bank dan para pelaku ekonomi mau dan
bersedia membayar bunga didasarkan atas laba yang akan diperolehnya.
Sedangkan untuk kondisi dimana bank yang menawarkan bunga simpanan
yang lebih rendah otomatis akan ditinggalkan oleh nasabahnya. Di lain pihak,
35
bunga kredit yang tinggi jika dinaikkan lagi maka semakin menyengsarakan
masyarakat karena pada akhirnya debitur sebagai produsen akan membebankan
biaya tersebut kepada masyarakat. Penerapan metode bunga inilah yang sering
menyebabkan perekonomian menjadi tidak stabil.
Menurut Sjahdeini dalam Wibowo (2005:8), pada perekonomian yang tidak
stabil akan berimplikasi kembali kepada bank, yaitu banyak bank konvensional
yang mengalami negative spread. Hal itu disebabkan oleh tingkat bunga simpanan
yang sangat tinggi, sedangkan bunga kredit hanya dapat ditentukan di bawah
bunga simpanan karena kondisi riil dunia usaha yang masih lemah. Tentu saja
pendapatan bank menjadi negatif karena uang yang harus dikeluarkan sebagai
bunga simpanan kepada nasabah penyimpan dana lebih besar daripada
penghasilan bunga kredit dari debitur. Bank akan semakin merugi jika memiliki
banyak kredit yang semula tidak bermasalah berubah menjadi kredit bermasalah
yang tidak menghasilkan bunga (non performing loan). Fenomena ini
menggambarkan bahwa metode bunga tidak memberikan keseimbangan posisi di
antara pelaku, yaitu nasabah penyimpan dana, bank dan debitur. Bahkan bank
sebagai lembaga intermediary justru berada di pihak yang dirugikan.
d. Teori Klasik
Teori ini dikemukakan oleh John Maynard Keynes dalam teori liquidity
preference. Teori ini menjelaskan bahwa semakin lama jangka waktu kredit maka
suku bunga akan semakin besar. Hal ini disebabkan semakin singkat pinjaman
maka orang merasa semakin likuid. teori ini pada dasarnya hanya dapat diterapkan
dalam kondisi moneter dan perbankan yang normal.
36
Berikut ini merupakan rumus umum perhitungan bunga
Bunga = pinjaman x hari x tingkat suku bunga 360 1
2.2 Penelitian Terdahulu
Karina (2005) dalam penelitiannya yang berjudul “Faktor-faktor yang
mempengaruhi penyaluran kredit Bank Umum terhadap usaha kecil di Indonesia”
menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit Bank
Umum terhadap usaha kecil di Indonesia adalah jumlah unit usaha, tingkat suku
bunga kredit, kapasitas kredit, dan GDP pada periode kuartal sebelumnya
memberikan pengaruh positif dan signifikan pada taraf nyata 1 persen.
Hasanah (2007) dalam penelitiannya yang berjudul “Faktor-faktor yang
mempengaruhi penyaluran pembiayaan usaha budidaya kelapa sawit pada Bank
Syariah Mandiri” menyatakan Dari hasil regresi tersebut, dapat dilihat tingkat
kelayakan (goodness of fit) suatu model, pertama dengan melihat nilai dari
koefisien determinasi (R2) untuk faktor-faktor yang mempengaruhi penyaluran
pembiayaan usaha budidaya kelapa sawit adalah sebesar 0,859 pada taraf 5
persen. Nilai ini berarti 85,9 persen variasi penyaluran pembiayaan usaha
budidaya kelapa sawit dapat dijelaskan oleh variabel independen yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu Character, Capacity, Capital, Collateral, Condition dan
sisanya sebesar 14,1 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar penelitian ini di
antaranya aspek hukum/yuridis, aspek manajemen, aspek produksi, aspek
pemasaran, dan sebagainya. Sedangkan secara statistik, dari 5 variabel independen
faktor-faktor yang berpengaruh nyata pada taraf signifikansi 5 persen terhadap
37
penyaluran pembiayaan usaha budidaya kelapa sawit adalah Capacity (X2),
Capital (X3), dan Collateral (X4). Sedangkan sisanya yaitu Character (X1) dan
Condition (X5) tidak berpengaruh nyata terhadap penyaluran pembiayaan usaha
budidaya kelapa sawit.
2.3 Kerangka Pemikiran
Dengan diberlakukannya Undang-undang tentang Bank Indonesia nomor
23 Tahun 1999, peranan Bank Indonesia dalam membantu usaha mikro, kecil dan
menengah (UMKM) menjadi bersifat tidak langsung dan lebih terfokus kepada
bantuan teknis serta pengembangan kelembagaan yang menunjang UMKM.
Upaya-upaya Bank Indonesia tersebut dilakukan melalui:
1. Pemberian bantuan teknis.
2. Pengembangan kelembagaan.
3. Kebijakan kredit perbankan.
4. Kerjasama Bank Indonesia, pemerintah dan lembaga terkait lainnya.
Meninjau pada poin 3 dalam upaya – upaya yang dilakukan oleh Bank
Indonesia yakni kebijakan kredit perbankan, pada dasarnya pemberian kredit
dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan yang terwujud dalam bentuk bunga
yang diterima. Namun, tujuan pemberian kredit disesuaikan juga dengan tujuan
negara yaitu untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Pemberian kredit
untuk usaha produktif diharapkan dapat meningkatkan kapasitas produksi,
pendapatan dan kesempatan kerja yang secara langsung dapat meningkatkan taraf
hidup masyarakat.
38
Menurut Ali (2009:6), hingga saat ini permodalan masih menjadi kendala
utama bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) sebagai pelaku usaha
terbesar di Tanah Air. Di sisi UMKM sebagai pelaku usaha maka permasalahan
yang dihadapi antara lain adalah keterbatasan dalam mengakses sumber – sumber
permodalan, dalam penyediaan agunan serta akses informasi mengenai produk –
produk atau fasilitas kredit perbankan bagi UMKM.
Menurut Muharram (2009: 11), dalam memberikan pembiayaan kita harus
memilah antara sektor UMKM yang tidak layak dan belum bankable, sudah layak
usaha tapi belum bankable dan sudah layak usaha tapi juga sudah bankable.
Untuk kriteria pertama dan kedua, pendekatannya harus bantuan langsung yang
sifatnya pemberdayaan.
Sementara itu, untuk UMKM yang sudah layak dan bankable perlu
ditingkatkan melalui dana bergulir dan perbankan. Layaknya saat ini pemerintah
memang sedang berupaya mengatasi kendala pembiayaan atau permodalan bagi
usaha mikro dan kecil. Adapun pemerintah mulai menggulirkan program
penyaluran kredit skala UMKM dalam bentuk Kredit Tanpa Agunan (KTA),
Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan produk kredit UMKM dari bank tersebut seperti
halnya BNI yang menggulirkan program BNI Wirausaha (BWU).
Menurut Pramiyanti (2002:11), usaha mikro,kecil dan menengah
(UMKM) merupakan salah satu kekuatan pendorong terdepan dalam
pembangunan ekonomi. Gerak sektor UMKM amat vital untuk menciptakan
pertumbuhan dan lapangan pekerjaan. UMKM cukup fleksibel dan dapat dengan
mudah beradaptasi dengan pasang surut dan arah permintaan pasar. Mereka juga
39
menciptakan lapangan pekerjaan lebih cepat dibandingkan sektor usaha lainnya,
dan mereka juga memberikan kontribusi penting dalam ekspor dan perdagangan.
Untuk sebagian masyarakat Indonesia, sumber penghidupan amat
bergantung pada sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Sebagian
besar usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang berjalan terkonsentrasi
pada sektor perdagangan, pangan, olahan pangan, tekstil dan garmen,kayu dan
produk kayu serta produksi mineral nonlogam.
Begitupun di daerah Kabupaten Karawang yang iklim usahanya terkenal
dengan ciri khas pertanian dan agribisnis juga tak luput dari peran serta UMKM
juga penyaluran kredit UMKM didalamnya. Maka diperlukan identifikasi lebih
lanjut mengenai analisis faktor – faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit
UMKM di daerah Kabupaten Karawang.
Mengenai kredibilitas mengenai calon debitur pada skala UMKM dapat
dilihat melalui Character (X1), Capacity (X2), Capital (X3), Collateral (X4),
Condition (X5), Constrain (X6).
Character dianggap memiliki pengaruh yang penting dalam penyaluran
kredit UMKM. Pada variabel Character, diduga semakin baik karakter calon
debitur maka akan berdampak pada semakin mudahnya mendapatkan pinjaman
dari pihak perbankan kepada calon debitur.
Capacity dianggap memliki pengaruh yang penting. Hal ini beralasan
karena calon debitur dianggap memiliki pengalaman usaha yang cukup baik
sehingga pihak perbankan menganggap tidak akan bermasalah dengan
pengembalian pinjaman setiap bulannya.
40
Capital (Modal) juga dianggap memiliki pengaruh yang cukup penting.
Capital (Modal) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah modal calon debitur
sendiri dalam menjalankan usaha. Kredit UMKM yang diberikan kepada debitur
memiliki ketentuan antara lain minimal calon debitur memiliki modal sekitar 35
% dari nilai kredit yang diajukan. Akan tetapi biasanya pihak perbankan meminta
calon debitur untuk meningkatkan modal sendiri (self financing) sampai pada 65
% – 70 % dari nilai kredit yang diajukan.
Collateral adalah barang-barang yang diserahkan oleh debitur sebagai
agunan terhadap kredit (pinjaman) yang akan diterima. Bentuknya dapat berupa
jaminan utama (first way out) berupa usahanya dan jaminan tambahan (second
way out) berupa jaminan kebendaan atau jaminan pihak ketiga. Umumnya nilai
jaminan minimal 120% dari total jaminannya.
Collateral diduga memiliki pengaruh yang cukup penting. Hal ini
dikarenakan pihak perbankan selaku kreditor yang menyalurkan kredit untuk
membiayai usaha calon debitur, memerlukan jaminan dari calon debitur tersebut
seperti yang telah dikatakan diatas berupa jaminan utama yakni usahanya maupun
jaminan tambahan. Bentuk jaminan yang diberikan kepada bank biasanya terkait
dengan barang usaha, tanah dan bangunan fisik yang nilainya setara dengan
jaminan atau lebih tinggi. Jaminan memiliki peranan cukup penting terkait dengan
tindakan antisipatif bila sewaktu – waktu calon debitur tersebut tidak dapat
melunasi pinjaman dari perbankan sehingga jaminan tersebut dapat diuangkan.
Condition dianggap memiliki pengaruh yang cukup penting. Hal ini
terkait dengan situasi dan kondisi usaha dari debitur. Condition ini dapat
41
mencakup situasi politik, sosial, ekonomi baik makro maupun mikro dan budaya
yang mempengaruhi keadaan perekonomian yang kemungkinannnya dapat
mempengaruhi kelancaran usaha debitur.
Constrain secara definisi harfiah yakni batasan atau hambatan. Constrain
diduga memliki pengaruh yang cukup penting terkait dengan batasan maupun
hambatan debitur dalam melaksanakan usaha di tempat tersebut maupun jenis
barang yang diusahakan oleh debitur.
Hasil dari analisis ini maka diperoleh pengaruh faktor – faktor tersebut
dalam penyaluran kredit UMKM Agribisnis sehingga dapat menjadi rekomendasi
bagi pihak UKC BNI dalam rangka meningkatkan pelayanan dalam penyaluran
kredit UMKM Agribisnis di Kabupaten Karawang. Berikut merupakan kerangka
penelitian yang dilakukan mengenai penyaluran kredit UMKM Agribisnis di
Kabupaten Karawang.
42
Program Penyaluran Kredit UMKM
Penyaluran Kredit UMKM di sektor Agribisnis
Prosedur Penyaluran Kredit UMKM
Permasalahan yang timbul dalam penyaluran Kredit UMKM bidang
Agribisnis
Faktor-Faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit UKM:
• Character (X1) • Capacity (X2) Analisa Deskriptif Kualitatif • Capital (X3) • Collateral (X4) • Condition (X5) • Constrain (X6)
Analisis Regresi Berganda
Faktor – faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit UMKM sektor Agribisnis
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Penelitian
43
2.4 Hipotesis
Hipotesis tidak lain dari jawaban sementara terhadap masalah penelitian,
yang kebenarannya harus diuji secara empiris. Hipotesis menyatakan hubungan
apa yang kita cari atau yang ingin kita pelajari. Hipotesis adalah penyataan yang
diterima secara sementara sebagai suatu kebenaran sebagaimana adanya (Nazir,
2005:151).
Hipotesis dalam penelitian ini mengacu pada variabel – variabel yang
diduga mempengaruhi penyaluran kredit UMKM. Menurut Adi (2007:51), adapun
variabel – variabel tersebut yang digunakan adalah indikator utama yang dipakai
untuk analisis kualitatif UMKM adalah kriteria 6 C’s antara lain adalah
Character (karakter/kepribadian), Capacity (kapasitas), Capital (modal),
Collateral (jaminan/agunan), Condition (kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan),
Constrain (batasan atau hambatan)
Berikut adalah hipotesis untuk penelitian ini yakni:
1. Diduga bahwa variabel Character (karakter/kepribadian), Capacity (kapasitas),
Capital (modal), Collateral (jaminan/agunan), Condition (kondisi sosial,
ekonomi dan lingkungan), Constrain (batasan atau hambatan) secara parsial
berpengaruh nyata terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis di UKC BNI
Cabang Karawang
2. Diduga bahwa variabel Character (karakter/kepribadian), Capacity (kapasitas),
Capital (modal), Collateral (jaminan/agunan), Condition (kondisi sosial,
ekonomi dan lingkungan), Constrain (batasan atau hambatan) secara bersama -
44
sama berpengaruh nyata terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis di
UKC BNI Cabang Karawang.
45
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan pada Sentra Kredit Kecil (SKC) dan Unit
Kredit Kecil (UKC) BNI Cabang Karawang yang beralamat di Jl. Tuparev nomor
301 Karawang, Jawa Barat pada bulan Januari – Februari 2010. Lokasi penelitian
ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa lembaga
keuangan tersebut telah melakukan penyaluran kredit pada jenis Kredit Usaha
Rakyat (KUR) dan BNI Wirausaha (BWU). Selain itu pemilihan lokasi
didasarkan pula pada kondisi bisnis di daerah lokal yang sebagian besar memiliki
karakteristik usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) sektor agribisnis.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Kedua jenis data ini diperoleh dari sumber yang berbeda, antara lain :
1. Data primer meliputi wawancara dan penyebaran kuisioner kepada karyawan
relationship officer, kepala Unit Kredit Kecil (UKC) BNI Cabang Karawang
dan Sentra Kredit Kecil (SKC) BNI Cabang Bekasi Barat.
2. Data sekunder meliputi dari dokumen perusahaan yang bersifat umum seperti
dokumen perusahaan, makalah, jurnal dan literatur lain yang terkait dan
relevan. Sumber data sekunder berasal dari studi literatur internet dan instansi
pemerintah seperti Badan Pusat Statisik, Kementerian Koperasi dan Usaha
Kecil Menengah.
46
3.3. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data primer dilakukan dengan teknik wawancara terstruktur
dan penyebaran kuisioner. Responden terdiri dari para pegawai bidang kredit
(relationship officer) dan pimpinan bagian kredit yang terkait dengan ruang
lingkup penelitian. Wawancara dan kuisioner dilakukan untuk mengetahui
prosedur penyaluran kredit yang diterapkan oleh pihak bank dan mengidentifikasi
faktor-faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit UMKM yang dilakukan oleh
pihak Bank.
Mengenai data sekunder diperoleh melalui makalah-makalah, literatur,
dan data-data yang relevan dengan penelitian yang berasal dari instansi yang
terkait seperti Badan Pusat Statistik (BPS), dan lain-lain.
Pengumpulan data ini dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi penyaluran kredit UMKM agribisnis dari pihak Bank. Maka dari
faktor - faktor tersebut, telah diketahui faktor – faktor yang dominan
mempengaruhi, sehingga dapat ditangani secara efektif. Untuk mendapatkan
informasi yang sesuai, maka dilakukan pertanyaan dan pengisian kuesioner
kepada internal Bank yang melakukan penyaluran kredit pada sektor UMKM.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut mengenai 1) Character (X1), 2) Capacity (X2), 3)
Capital (X3), 4) Collateral (X4), 5) Condition (X5) , 6) Constrain (X6).
47
3.4. Metode Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dalam penelitian menggunakan metode sampel
bertujuan (purposive sampling). Sampel responden yang diambil dalam penelitian
ini adalah para karyawan bagian kredit pada Sentra Kredit Kecil (SKC) BNI
cabang Bekasi dan Unit Kredit Kecil (UKC) yang termasuk cakupan wilayah
penyaluran Sentra Kredit Kecil (SKC) termasuk di dalamnya Unit Kredit Kecil
(UKC) cabang Karawang. Responden terdiri atas kepala Sentra Kredit Kecil
(SKC),Unit Kredit Kecil (UKC) dan relationship officer yang bertugas mengurusi
penyaluran kredit dalam hal ini kredit program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan
BNI Wirausaha (BWU). Jumlah responden merupakan populasi dalam penelitian
yang seluruhnya dijadikan sebagai sampel (Metode Sensus) dengan jumlah 20
responden. Hal ini dikarenakan oleh populasi yang sedikit dan sangat spesifik.
3.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data
3.5.1 Analisis Kualitatif
Hasil analisis kualitatif secara deskriptif meliputi gambaran umum
penyaluran kredit UMKM, gambaran penyaluran kredit UMKM yang berada di
sektor agribisnis dan prosedur penyaluran kredit UMKM di Unit Kredit Kecil
(UKC) dan Sentra Kredit Kecil (SKC) BNI. Analisis deskriptif digunakan
menjelaskan informasi mengenai penyaluran kredit UMKM sektor Agribisnis
3.5.2 Analisis Kuantitatif
Pengolahan data kuantitatif digunakan untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh dari variabel Character, Capacity, Capital, Collateral, Conditions,
48
Constrains terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis. Metode analisis
kuantitatif yang digunakan adalah Analisis Regresi Berganda. Data kuantitaif
yang telah diperoleh kemudian diolah dengan alat bantu Microsoft Excel 2007,
Excel Methode Successive Interval (MSI) dan Statistical Package for the Social
Sciences (SPSS) 15.0 For Windows .
3.5.2.1 Methode Succesive Interval (MSI)
Menurut Salim (2010: 1), methode succesive interval merupakan skala
pengukuran yang dipilih oleh peneliti berkaitan erat dengan teknik analisis data
yang digunakan. Oleh karena itu setiap skala pengukuran yang tidak memenuhi
syarat dilakukannya suatu teknik analisis tertentu, harus diubah atau dikonversi ke
dalam skala pengukuran yang sesuai dengan teknik analisis yang akan digunakan.
Salah satu metode konversi data yang sering digunakan oleh peneliti
untuk menaikan tingkat pengukuran ordinal ke interval adalah methode succesive
interval (MSI). Methode ini dapat diaplikasikan dengan menggunakan aplikasi
program Excel MSI sehingga akan terlihat transformasi data dari data ordinal ke
dalam data interval.
Koding data hasil transformasi dari Excel MSI yang berbentuk data
interval selanjutnya dimasukkan ke dalam olahan data Statistical Package for the
Social Sciences (SPSS) 15.0 For Windows sehingga akan diperoleh hasil akhir
dan kemudian dilakukan interpretasi data keluaran (output). Data ditampilkan
dalam bentuk uraian, tabel, dan gambar.
49
3.5.2.2 Analisis Regresi Berganda
Menurut Nachrowi (2002 ; 117), model regresi yang digunakan untuk
membuat hubungan antara satu variabel terikat dan beberapa variabel bebas
disebut model regresi berganda.
Model yang diduga, secara matematis dapat dituliskan dalam persamaan
berikut :
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + ei
di mana :
Y = Penyaluran kredit UMKM agribisnis
X1 = Pengaruh Character
X2 = Pengaruh Capacity
X3 = Pengaruh Capital
X4 = Pengaruh Collateral
X5 = Pengaruh Condition
X6 = Pengaruh Constrain
a = Koefisien konstanta
b1 – b6 = Koefisien independent variabel
ei = error term
Pengujian hipotesis ini yang dilakukan dengan menggunakan alat bantu
program Statistical Program for Social Science (SPSS) baik uji F maupun uji t
yaitu dengan melihat tingkat signifikansi (α) yaitu probabilitas kesalahan menolak
hipotesis α = 5 persen pada selang kepercayaan 95 persen.
50
Untuk dapat memperoleh hasil regresi terbaik maka harus memenuhi
kriteria statistik, sebagai berikut :
a. Uji R2 (Koefisien Determinasi)
Uji ini juga digunakan untuk melihat seberapa kuat variabel yang
dimasukkan ke dalam model regresi dapat menerangkan model regresi tersebut.
Secara verbal, R2 merupakan besaran yang paling sering digunakan untuk
mengukur goodness of fit (kesesuaian model) garis regresi. Koefisien determinasi
mengukur persentase atau proporsi total varians dalam variabel endogen yang
dijelaskan model regresi. Sifat dasar dari R2 adalah besaranya yang selalu bernilai
positif namun lebih kecil dari satu, yang dirumuskan sebagai berikut (Irianto,
2004 : 206) :
di mana :
2/2
ySSR ab
Σ= SSb/a = Jumlah kuadrat regresi
Σy2 = Jumlah Kuadrat total
b. Uji F
Pengujian ini dilakukan untuk melihat pengaruh variabel-variabel bebas
(independent) secara keseluruhan terhadap variabel tidak bebas (dependent).
Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan F hitung dengan F tabel. Jika F
hitung lebih besar dari F tabel (F hitung ≥ F tabel), atau nilai signifikan lebih kecil
dari taraf signifikansi (sig < 0,05) maka H0 ditolak. Hal ini berarti variabel bebas
(independent) secara keseluruhan berpengaruh nyata terhadap penyaluran kredit
UMKM Agribisnis (variable dependent). Dan sebaliknya, F hitung < F tabel atau sig
> 0,05 maka H0 diterima yang berarti variabel bebas (independent) secara
51
keseluruhan tidak berpengaruh nyata terhadap penyaluran kredit UMKM
Agribisnis. Hipotesis untuk uji F dalam penelitian ini adalah :
H0 : bi = 0, artinya bahwa masing-masing variabel bebas (independent)
dalam model tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas
(dependent).
H1 : bi ≠ 0, artinya bahwa masing-masing variabel bebas (independent)
dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas
(dependent)
Uji statistik yang digunakan untuk pengujian ini menurut sebaran F, yaitu
(Irianto, 2004 : 207) :
di mana :
)1/()1(
/2
2
−−−=
knR
kRFhitung
R2 = Koefisien Determinasi
n = Jumlah Data
k = Jumlah Koefisien Parameter
c. Uji t
Pengujian ini dilakukan untuk melihat apakah masing-masing variabel
bebas berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas dengan menganggap
variabel lain bersifat tetap. Uji t ini juga dilakukan dengan membandingkan t
hitung dengan t tabel. Jika t hitung lebih besar dari t tabel (t hitung > t tabel), atau nilai
signifikan lebih kecil dari taraf signifikansi (sig < 0,05) maka H0 ditolak. Hal ini
berarti variabel bebas (independent) berpengaruh nyata terhadap penyaluran kredit
UMKM Agribisnis (variable dependent). Dan sebaliknya, t hitung < t tabel atau sig >
0,05 maka H0 diterima yang berarti variabel bebas (independent) tidak
52
berpengaruh nyata terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis. Hipotesis
untuk uji t dalam penelitian ini adalah :
H0 : bi = 0, artinya bahwa masing-masing variabel bebas (independent)
dalam model tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas
(dependent).
H1 : bi ≠ 0, artinya bahwa masing-masing variabel bebas (independent)
dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas
(dependent)
Uji statistik yang akan dilakukan untuk pengujian ini adalah (Irianto,
2004 : 204) :
i
ihitung Sb
bt = Di mana : bi = koefisien b ke i
Sbi = Standar error koefisien bi
3.6 Definisi Operasional
Menurut Nazir (2005:126), definisi operasional adalah suatu definisi yang
diberikan kepada suatu variabel atau konstrak dengan cara memberikan arti, atau
menspesifikasikan kegiatan ataupun memberikan suatu operasional yang
diperlukan untuk mengukur konstrak atau variabel tersebut. Definisi operasional
yang dibuat dapat berbentuk definisi operasional yang diukur (measured) ataupun
definisi operasional eksperimental. Berikut adalah definisi operasional yang
digunakan dalam penelitian ini, antara lain:
53
1. Bank umum nasional adalah bank umum adalah bank yang melaksanakan
usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya memberikan jasa lalu lintas pembayaran.
2. Kredit adalah semua jenis pinjaman yang harus dibayar kembali bersama
bunganya oleh peminjam sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.
3. Kredit UMKM Agribisnis adalah pemberian kredit pada ciri usaha pertanian
yang meliputi perkebunan; pembibitan dan kebun buah-buahan, sayur-sayuran,
dan lain-lain; peternakan: ternak ayam petelur, susu sapi; dan perikanan :
darat/laut seperti tambak udang, kolam ikan, dan lain-lain.
4. Analisis Regresi Berganda adalah model regresi yang digunakan untuk
membuat hubungan antara satu variabel terikat dan beberapa variabel bebas
disebut model regresi berganda.
54
BAB IV GAMBARAN PERUSAHAAN
4.1. Gambaran Umum Bank Negara Indonesia
4.1.1. Profil Bank Negara Indonesia
1. Nama Perusahaan : Sentra Kredit Kecil (SKC) BNI Cabang Bekasi Barat dan
Unit Kredit Kecil (UKC) BNI Cabang Karawang .
2. Alamat Perusahaan : Jl. Ahmad Yani nomor 15 Bekasi 17141 dan Jl.Tuparev
nomor 301 Karawang Jawa Barat
3. Telepon : (62-21) 88855368 (Hunting)
4. Situs Web : www.bni.co.id
5. Jumlah ATM : 5 unit ATM
6. Jumlah Karyawan:
1. Karyawan Sentra Kredit Kecil (SKC) : 10 Orang Relationship Officer
(RO), 3 Orang Administrasi Kredit (ADC), 1 orang Wakil Pemimpin, 1
Orang Pemimpin SKC.
2. Karyawan Unit Kredit Kecil (UKC) : 4 Orang Relationship Officer (RO),
2 Orang Administrasi Kredit, 1 Orang Pemimpin UKC.
55
4.1.2. Sejarah Singkat Bank Negara Indonesia
Menurut BNI ’46 (2008:1), bank yang berdiri sejak 1946 dahulu dikenal
sebagai Bank Negara Indonesia dan merupakan bank pertama yang didirikan dan
dimiliki oleh Pemerintah Indonesia. Bank Negara Indonesia mulai mengedarkan
alat pembayaran resmi pertama yang dikeluarkan Pemerintah Indonesia, yaitu
ORI atau Oeang Republik Indonesia tepat pada malam menjelang tanggal 30
Oktober 1946. Hingga kini, tanggal tersebut diperingati sebagai Hari Keuangan
Nasional, sementara hari pendiriannya yang jatuh pada tanggal 5 Juli ditetapkan
sebagai Hari Bank Nasional.
Menyusul penunjukan De Javasche Bank yang merupakan warisan dari
Pemerintah Belanda sebagai Bank Sentral pada tahun 1949, pemerintah
membatasi peranan Bank Negara Indonesia sebagai bank sirkulasi atau bank
sentral. Bank Negara Indonesia lalu ditetapkan sebagai bank pembangunan, dan
kemudian diberikan hak untuk bertindak sebagai bank devisa, dengan akses
langsung untuk transaksi luar negeri.
Sehubungan dengan penambahan modal pada tahun 1955, status Bank
Negara Indonesia diubah menjadi bank komersial milik pemerintah. Perubahan ini
melandasi pelayanan yang lebih baik dan tuas bagi sektor usaha nasional.
Sejalan dengan keputusan penggunaan tahun pendirian sebagai bagian dari
identitas perusahaan, nama Bank Negara Indonesia 1946 resmi digunakan mulai
akhir tahun 1968. Perubahan ini menjadikan Bank Negara Indonesia lebih dikenal
sebagai 'BNI 46'. Penggunaan nama panggilan yang lebih mudah diingat - 'Bank
BNI' - ditetapkan bersamaan dengan perubahaan identitas perusahaan tahun
56
1988.Tahun 1992, status hukum dan nama BNI berubah menjadi PT Bank Negara
Indonesia (Persero), sementara keputusan untuk menjadi perusahaan publik
diwujudkan melalui penawaran saham perdana di pasar modal pada tahun 1996.
Kemampuan BNI untuk beradaptasi terhadap perubahan dan kemajuan
lingkungan, sosial-budaya serta teknologi dicerminkan melalui penyempurnaan
identitas perusahaan yang berkelanjutan dari masa ke masa. Hal ini juga
menegaskan dedikasi dan komitmen BNI terhadap perbaikan kualitas kinerja
secara terus-menerus.
Pada tahun 2004, identitas perusahaan yang diperbaharui mulai digunakan
untuk menggambarkan prospek masa depan yang lebih baik, setelah keberhasilan
mengarungi masa-masa yang sulit. Sebutan 'Bank BNI' dipersingkat menjadi
'BNI', sedangkan tahun pendirian - '46' - digunakan dalam logo perusahaan untuk
meneguhkan kebanggaan sebagai bank nasional pertama yang lahir pada era
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berangkat dari semangat perjuangan yang
berakar pada sejarahnya, BNI bertekad untuk memberikan pelayanan yang terbaik
bagi negeri, serta senantiasa menjadi kebanggaan negara.
57
4.2. Visi dan Misi Bank Negara Indonesia
4.2.1 BNI
Bank Negara Indonesia ’46 yang telah disingkat menjadi BNI ’46 dan
sekarang biasa disebut dengan BNI, merupakan suatu bank umum nasional yang
memiliki suatu visi dan misi perusahaan. Adapun visi dan misi dari BNI adalah
sebagai berikut:
a. Visi :
Menjadi bank yang unggul,terkemuka dalam layanan dan kinerja.
b. Misi :
1. Memberikan layanan prima dan solusi yang bernilai tambah kepada seluruh
nasabah dan selaku mitra pilihan utama (the bank of choice).
2. Meningkatkan nilai investasi yang unggul bagi investor.
3. Menciptakan kondisi terbaik sebagai tempat kebanggaan untuk berkarya dan
berprestasi.
4. Meningkatkan kepedulian dan tanggung jawab terhadap lingkungan sosial.
5. Menjadi acuan pelaksanaan kepatuhan dan tata kelola perusahaan yang baik.
4.2.2 Sentra Kredit Kecil BNI
Sentra Kredit Kecil (SKC) dan Unit Kredit Kecil (UKC) BNI sebagai
suatu bagian pengelolaan kredit dari BNI tentunya memiliki suatu visi dan misi
perusahaan. Adapun visi, misi dan value dari Sentra Kredit Kecil (SKC) dan Unit
Kredit Kecil (UKC) BNI adalah sebagai berikut:
58
a. Visi : Menjadi unit bisnis pengelola kredit usaha kecil kebanggaan BNI yang
unggul dalam layanan dan kinerja.
b. Misi: Memberi kontribusi laba yang maksimal bagi BNI melalui pengelolaan,
pengembangan dan pelayanan bisnis yang unggul kepada segmen usaha kecil.
c. Value: Proses cepat kredit berkualitas.
4.3. Struktur Organisasi Bank Negara Indonesia
Menurut Daniel (2009:1), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) tak lagi
fokus pada portofolio kredit korporasi. Bank BUMN ini meningkatkan porsi
penyaluran kreditnya ke sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
Sektor UMKM memiliki risiko kredit yang kecil dibanding sektor korporasi, yang
sangat rentan terhadap kondisi perekonomian. Oleh karena itu untuk
meningkatkan ekspansi kredit UMKM, BNI akan menyiapkan infrastruktur
penunjang penyaluran kredit, seperti pembentukan Sentra Kredit Kecil dan Unit
Kredit Kecil hingga tingkat Kecamatan.
Sentra Kredit Kecil (SKC) merupakan unit yang terpisah dengan bagian
Kantor Cabang Utama BNI. Sentra Kredit Kecil mempunyai struktur organisasi
yang terpisah begitupun dengan operasional secara teknis di lapangan.
Untuk divisi perkreditan di BNI, seperti yang terdapat pada lampiran 2,
maka tingkatan paling atas yakni adalah divisi usaha kecil (USK) dimana
biasanya berlokasi di kantor besar, kemudian bagian selanjutnya yaitu Sentra
Kredit Kecil (SKC), dimana sampai saat ini telah terdapat 50 unit SKC yang
tersebar di seluruh Indonesia (terlampir pada lampiran 5). Selanjutnya yang paling
59
bawah yakni Unit Kredit Kecil (UKC) yang biasanya berlokasi di kantor-kantor
layanan maupun Kantor Cabang Utama.
Secara struktural, Sentra Kredit Kecil (SKC) BNI Cabang Bekasi Barat,
membawahi 5 Unit Kredit Kecil (UKC), diantaranya adalah Unit Kredit Kecil
(UKC) Pondok Gede, Unit Kredit Kecil (UKC) Jababeka, Unit Kredit Kecil
(UKC) Cikampek, Unit Kredit Kecil (UKC) Karawang, Unit Kredit Kecil (UKC)
Cikarang.
Dalam susunan organisasi internal Sentra Kredit Kecil (SKC) BNI Cabang
Bekasi Barat seperti yang terdapat pada daftar pada lampiran 3, Sentra Kredit
Kecil (SKC) dipimpin oleh seorang pemimpin Sentra Kredit Kecil (SKC) yang
diaudit oleh pihak Quality Assurance (QA) dan berkoordinasi dengan pihak
Risiko Kredit (RKC) atau yang sekarang disebut dengan unit Manajemen Resiko
(MAR). Pihak pemimpin Sentra Kredit Kecil (SKC) berkoordinasi langsung
dengan pihak wakil pimpinan, pihak Unit Kredit Kecil (UKC), pihak pemasaran
(Relationship Officer), Pemasaran Bisnis Kecil dan Unit Kredit Sarana Program.
Adapun pihak wakil pimpinan dalam hal ini memiliki tanggung jawab untuk
memimpin Appraisal, Unit Kredit Khusus (KKS), dan ADC (Administrasi
Kredit). Dalam struktur Sentra Kredit Kecil (SKC), juga terdapat bagian umum
yang merupakan perpanjangan tanggung jawab dari Kantor Cabang Utama BNI.
Mengenai struktur organisasi yang ada di Unit Kredit Kecil (UKC)
Cabang BNI Karawang cukup sederhana. Pada lampiran 4, pucuk kepemimpinan
di Unit Kredit Kecil (UKC) dipegang oleh penyelia Unit Kredit Kecil (UKC) yang
membawahi staf administrasi dan relationship officer. Sama halnya seperti Sentra
60
Kredit Kecil (SKC) BNI, pihak Unit Kredit Kecil (UKC) pun memiliki sistem
manajemen yang terpisah dengan Kantor Cabang Utama BNI.
61
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Gambaran Umum Penyaluran Kredit UMKM di BNI
Program penyaluran kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM)
yang digulirkan pemerintah yakni Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan
produk BNI Wirausaha (BWU) terus digalakkan untuk meningkatkan
penghidupan masyarakat. Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah kredit/pembiayaan
yang diberikan oleh perbankan kepada usaha mikro, kecil dan menengah
(UMKM) yang feasible tapi belum bankable. Dalam pengertiannya usaha tersebut
memiliki prospek bisnis yang baik dan memiliki kemampuan untuk
mengembalikan.
Tujuan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yakni memperkuat
kemampuan permodalan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) melalui
penerapan skim penjaminan kredit. Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR)
dilaksanakan secara serempak oleh BRI, BNI, BTN, Bank Mandiri, Bank Syariah
Mandiri, dan Bukopin. Dalam penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) itu,
pemerintah memberikan jaminan sebesar 70% melalui Perum Jaminan Kredit
Indonesia (Jamkrindo), dan PT. Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo). Kredit
Usaha Rakyat (KUR) bersumber dana perbankan dan disediakan untuk keperluan
modal kerja dan investasi. Hal ini bertujuan agar usaha mikro, kecil dan
menengah (UMKM) yang diharapkan dapat mengakses Kredit Usaha Rakyat
(KUR) adalah yang bergerak di sektor usaha produktif antara lain pada sektor
62
pertanian, perikanan dan kelautan, perindustrian, kehutanan, dan jasa keuangan
simpan pinjam.
Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) dapat dilakukan secara langsung,
dalam hal ini usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dapat langsung
mengakses Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Kantor Cabang atau Kantor Cabang
Pembantu Bank Pelaksana. Untuk lebih mendekatkan pelayanan kepada usaha
mikro, maka penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) dapat juga dilakukan secara
tidak langsung, maksudnya usaha mikro dapat mengakses Kredit Usaha Rakyat
(KUR) melalui Lembaga Keuangan Mikro atau melalui kegiatan linkage program
lainnya yang bekerjasama dengan Bank Pelaksana.
Produk kredit yang ditujukan untuk segmen usaha mikro, kecil dan
menengah (UMKM) lainnya adalah BNI Wirausaha (BWU). Pelaksanaan produk
ini berdasarkan keputusan rapat direksi tanggal 18 Oktober 2006 yang menyetujui
kredit BNI Wirausaha (BWU) untuk dipasarkan oleh unit Operasional (OPR)
yang mencakup Sentra Kredit Kecil (SKC), Standing Alone (STA), Unit Kredit
Kecil (UKC) dan diradisi tanggal 22 Maret 2007 yang menyetujui beberapa revisi
produk BNI Wirausaha (BWU). Adapun terdapat beberapa pertimbangan sebelum
diluncurkannya produk BNI Wirausaha (BWU) ini antara lain:
a. Kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) lebih dapat bertahan
terhadap gejolak maupun krisis ekonomi yang terjadi.
b. Upaya BNI meningkatkan komposisi penyaluran kredit kepada segmen usaha
kecil dibanding ke korporasi.
63
c. Keberpihakan kepada usaha kecil dan menengah untuk memperoleh kredit
yang lebih mudah dan cepat.
Adapun maksud, tujuan serta sasaran diadakannya program BNI Wirausaha
(BWU) ini antara lain adalah:
a. Maksud
1. Pemberian kredit BNI Wirausaha (BWU) berbasis komunitas (community
lending) sehingga dalam memberikan kredit, pengelola kredit mampu
memahami karakter dan mengenal debitur atau calon lebih mendalam dan
komunikasi dan intensif agar pemantauan kredit dapat efektif dan efisien.
2. Memberikan pilihan dan kemudahan kepada debitur atau calon dalam
memperoleh kredit dengan syarat lebih mudah dan proses cepat serta tetap
mengutamakan prinsip kehati-hatian berdasarkan penilaian karakter
debitur, kelayakan usaha dan agunan.
b. Tujuan
1. Meningkatkan portepel kredit usaha kecil
2. Meningkatkan profitabilitas dan kolektibilitas portofolio kredit BNI
c. Sasaran
1. Kepada debitur atau calon yang berusaha di seluruh sektor ekonomi
segmen usaha kecil.
2. Pemberian kredit untuk tujuan produktif baik untuk penggunaan tambahan
modal kerja atau pengembangan usaha perorangan, badan hukum dan
badan usaha.
64
Untuk lebih memahami mengenai produk kredit UMKM berikut adalah
tabel perbandingan mengenai kredit yang mendukung sektor UMKM yakni
program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan BNI Wirausaha (BWU)
Tabel 2. Perbandingan Produk Kredit UMKM
No Call Name Tingkat Bunga
Rentang Peminjaman Dana
Bentuk dan Sifat
1 Kredit Usaha Rakyat (KUR)
12 – 16 % Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah) sampai dengan sejumlah Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
Kredit Modal Kerja (KMK) dan Kredit Invetasi (KI)
2 BNI Wirausaha (BWU) Cicilan Tetap
17 – 18 % Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp. 1.000.000.000
Kredit Investasi (KI) dan Kredit Modal Kerja (KMK) Aflopend
3 BNI Wirausaha (BWU) Investasi
17 – 18 % Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp. 1.000.000.000
Kredit Investasi (KI) Aflopend
4 BNI Wirausaha (BWU) Modal Kerja
17 – 18 % Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp. 1.000.000.000
Kredit Modal Kerja (KMK) R/C (Rekening Koran terbatas dengan penarikan penuh), Kredit Modal Kerja (KMK) Aflopend
Sumber: Petunjuk Pelaksanaan BNI Wirausaha (2006: 30)
Berdasarkan tabel 2 dijelaskan bahwa besar kredit yang dapat disalurkan
kepada peserta linkage program dengan bank umum sesuai kesepakatan,
sedangkan dengan bank umum peserta Kredit Usaha Rakyat (KUR) diberikan
rentang pinjaman mulai dari Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah) sampai dengan
maksimal Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah). Kemudian jenis kredit dan
65
jangka waktu permohonan sesuai kesepakatan dengan bank umum, sedangkan
bank umum peserta Kredit Usaha Rakyat (KUR) jenis kredit diperuntukkan modal
kerja dan jangka waktu maksimal tiga tahun, kemudian memberikan suku bunga
kredit dengan bank umum peserta Kredit Usaha Rakyat (KUR) maksimal 16% per
tahun efektif.
Bagi produk kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dari pihak
BNI sendiri yakni BNI Wirausaha (BWU), terdapat 3 bentuk produk kredit
UMKM antara lain BNI Wirausaha (BWU) cicilan investasi, BNI Wirausaha
(BWU) investasi tetap dan BNI Wirausaha (BWU) modal kerja. Tingkat bunga
yang dikenakan pada BNI Wirausaha (BWU) adalah 17 – 18 % per tahun flat.
Untuk program Kredit Usaha Rakyat (KUR), selain model penyaluran
antara bank umum dan calon debitur juga terdapat model linkage program Kredit
Usaha Rakyat (KUR) antara bank umum dan koperasi dilakukan dalam tiga
bentuk antara lain:
1. Executing yaitu pinjaman yang diberikan oleh bank umum kepada koperasi
dalam rangka pinjaman untuk disalurkan kepada anggota koperasi.
2. Channeling dengan pinjaman yang diberikan bank umum kepada anggota
koperasi melalui koperasi yang bertindak sebagai agen dan tidak mempunyai
kewenangan memutus kredit kecuali mendapat surat kuasa dari bank umum.
Pencatatan di bank umum sebagai pinjaman kepada anggota koperasi,
sedangkan pencatatan di koperasi pada off balance sheet.
3. Model joint financing, dimana pembiayaan bersama oleh bank umum dan
koperasi terhadap anggota koperasi. Pencatatan outstanding kredit di bagian
66
umum dan bagian koperasi sebesar porsi pembiayaan kepada anggota
koperasi.
5.1.1 Prosedur dan Ketentuan Penyaluran Kredit UMKM
Menurut Marimbo (2008:15), perbankan mulai sadar bahwa peranan kredit
usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam menyehatkan kinerja
keuangannya tidak boleh dipandang sebelah mata. Pada saat krisis, bank-bank
yang memiliki porsi kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) cukup
besar terbukti mampu menyelamatkan perahu bisnisnya. Belajar sejarah, bank-
bank akhirnya membalikkan porsi – porsi kredit mereka yang selama ini dikuasai
oleh kredit buat pengusaha - pengusaha kakap namun terbukti membawa beban
Non Performing Loan (NPL) yang tidak kecil bagi perbankan.
Menurut Marimbo (2008:16) , Bank BNI yang banyak menyalurkan kredit
ke sektor korporasi, kini menyediakan 60% dari total kreditnya untuk usaha
mikro, kecil dan menengah (UMKM). Bank ini bahkan memperbanyak sentra-
sentra kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) hingga ke pelosok
daerah. Rupa – rupa produk dirancang oleh BNI yang disesuaikan dengan
kebutuhan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Tidak hanya itu,
bank – bank lain juga menyalurkan kredit usaha mikro, kecil dan menengah
(UMKM) dalam berbagai cara misalnya melalui mitra Linkage bersama Bank
Perkreditan Rakyat (BPR) atau Koperasi.
Penyaluran kredit untuk segmentasi usaha mikro, kecil dan menengah
(UMKM) yang ada di BNI dapat menggunakan skim pinjaman berupa Kredit
67
Tanpa Agunan (KTA), Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan produk BNI sendiri yakni
BNI Wirausaha (BWU). Baik Kredit Tanpa Agunan (KTA), Kredit Usaha Rakyat
(KUR) maupun BNI Wirausaha memiliki jenis kredit modal kerja dan kredit
investasi.
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, secara umum dalam hal prosedur
pengajuan kredit dan proses kredit tidak berbeda jauh dengan teori yang ada
sebagaimana telah dipaparkan terlebih dahulu. Tahapan dalam prosedur
penyaluran kredit antara lain dapat terbagi menjadi:
1. Pengajuan permohonan kredit yang mencakup Fotocopy Identitas diri calon
debitur, izin usaha.
2. Prescreening yakni proses dimana petugas melakukan prescreening atau biasa
disebut dengan pemeriksaan awal dalam proses penyaluran kredit. Pemeriksaan
awal ini terkait dengan pemeriksaan terhadap
dokumen atau informasi yang diberikan kemudian petugas mengambil
kesimpulan untuk memutuskan proses pemberian kredit dilanjutkan atau tidak.
3. Permohonan kredit yang telah disetujui kemudian diproses yang dilakukan oleh
pihak relationship officer dengan mengumpulkan data dan verifikasi on the
spot atau komunikasi lain dengan pihak terkait.
4. Setelah itu dilakukan analisa dan penyiapan perangkat analisa kredit (PAK).
5. Kemudian diketahui bahwa Permohonan Kredit dapat disetujui atau ditolak.
Bila ditolak, maka calon debitur menerima surat penolakan kredit dan bila
diterima maka diterbitkan surat keputusan kredit yang kemudian persetujuan
kredit.
68
( 4 )
Gambar 3. Bagan Prosedur Permohonan Kredit di BNI Sumber: Petunjuk Pelaksanaan BNI Wirausaha (2007: 25)
Pre-Screening Pemeriksaan awal : 1. BI Checking 2. Pemeriksaan
dokumen lainnya.
Permohonan kredit (pemasaran SKC)
Pengumpulan dan Verifikasi Data
Data – data ini diperoleh lewat On the spot, call memo
Persyaratan: 1. Fotocopy Identitas diri 2. Izin Usaha yang dimiliki 3
1 2 Analisa Kredit
1. Memorandum pengusulan kredit (MPK)
2. Laporan kunjungan setempat (On The Spot/OTS)
3. Form berita acara taxasi agunan dan plotting jaminan
4. Formulir penunjang lainnya seperti form call memo, dan form penunjang lain
4
Persetujuan Kredit
Dokumen yang dikeluarkan: 1. Surat Keputusan
Kredit 2. Perjanjian Kredit
5
69
Dalam pelaksanaan secara teknis, prosedur kredit umumnya lebih banyak
dilakukan oleh pihak analisa kredit (Relationship Officer). Mengenai prosedur
analisis kredit ini menggunakan form dalam bentuk BNI Wirausaha (BWU)
yang terdiri dari:
1. Memorandum pengusulan kredit (MPK) Kredit BNI Wirausaha
2. Laporan kunjungan setempat (On The Spot/OTS)
3. Form berita acara taxasi agunan dan plotting jaminan (ditandatangani oleh
penyelia Unit Kredit Kecil (UKC) untuk proses yang di Unit Kredit Kecil
(UKC).
4. Formulir penunjang lainnya seperti form call memo, dan form penunjang lain
Pengelolaan BNI Wirausaha (BWU) dan BNI Kredit Usaha Rakyat (KUR)
oleh Relationship Officer di Sentra Kredit Kecil (SKC) atau Unit Kredit Kecil
(UKC) atau Standing Alone (STA) adalah berisi fax sementara, kemudian
selanjutnya dikelola oleh tenaga ASP (Analis Standar Program). Format
perjanjian kredit menggunakan perjanjian kredit umum yang berlaku di BNI
dimana komparisi perjanjian kredit tetap menggunakan pemimpin Sentra Kredit
Kecil (SKC) atau Standing Alone (STA) tidak termasuk kewenangan putus kredit
yang diberikan kepada pejabat di bawah pemimpin yaitu penyelia Unit Kredit
Kecil (UKC).
Hal penting dan belum terakomodasi dalam Perjanjian Kredit Umum dapat
ditambahkan dalam Perjanjian Kredit tambahan. Dalam pelaksanaannya, terdapat
biaya – biaya yang dikenakan selama masa pengurusan kredit baik Kredit Tanpa
Agunan (KTA), Kredit Usaha Rakyat (KUR) maupun BNI Wirausaha (BWU) ini
70
antara lain terbagi menjadi biaya administrasi secara umum, biaya provisi, dan
biaya appraisal. Umumnya biaya ini dikenakan kepada calon debitur baik dengan
mengambil langsung biaya dari rekening debitur setelah pinjaman itu diberikan
maupun secara tunai. Berikut rincian dari masing-masing biaya tersebut:
a. Biaya yang dibebankan selama masa pengurusan kredit meliputi biaya
administrasi Rp. 100.000 (seratus ribu rupiah), Biaya jasa pengurusan
dokumen di notaris dimana besar biayanya relatif terkait dengan jenis surat
tanah milik debitur dan proses pengurusan yang harus ditempuh, bea materai,
asuransi kerugian, biaya denda, biaya jurnal dan rekening, beban-beban yang
mencakup biaya premi asuransi jiwa.
b. Biaya Appraisal Independent ini digunakan sebagai biaya untuk
memperkirakan dan menentukan nilai agunan yang dilakukan oleh pihak
appraisal independent yang telah ditunjuk dan bekerjasama dengan pihak
yang bersangkutan. Untuk BNI Wirausaha (BWU), masih dikenakan biaya
appraisal independent senilai kurang lebih Rp. 250.000 (dua ratus lima puluh
ribu rupiah) untuk masing-masing titik agunan yang mana dalam hal ini
biasanya agunan tersebut dalam bentuk tanah dan bangunan calon debitur.
71
5.1.2 Ketentuan dan Syarat Pemberian Kredit UMKM
Produk kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang dikaji
dalam penelitian ini antara lain program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan BNI
Wirausaha (BWU). Adapun syarat pemberian kredit BNI Wirausaha (BWU)
antara lain:
a. Legalitas usaha lengkap dan masih berlaku
Pengajuan kredit maksimum di atas Rp. 50.000.000 (lima puluh juta
rupiah) sampai dengan Rp. 150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah),
persyaratan legalitas misalnya ada surat keterangan berusaha dari kelurahan
ataupun kecamatan, sedangkan pengajuan kredit maksimal lebih dari sebesar
Rp. 150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah) dengan legalitas usaha sesuai
dengan ketentuan BNI.
b. Identitas diri dan bukti kepemilikan jaminan yang masih berlaku.
c. NPWP Pemohon kredit (perorangan dan perusahaan).
d. Pengalaman di bidang usaha minimal 1 (satu) tahun.
e. Tidak termasuk ke dalam daftar hitam BI dan tidak tercatat sebagai debitur
yang macet dan bermasalah.
f. Fotocopy rekening bank selama 6 (enam) bulan terakhir bila ada.
Sedangkan mengenai ketentuan Pemberian kredit BNI Wirausaha (BWU)
adalah sebagai berikut:
a. Maksimal sampai dengan Rp. 150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah)
wajib aflopend BWU Cicilan tetap. Artinya maksimal pinjaman Rp. 150.000.000
72
Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang merupakan kredit program
dengan plafond Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah) sampai dengan Rp. 500.000.000
(lima ratus juta rupiah) maka kredit program ini menggunakan subsidi melalui
skema penjaminan sehingga pengusaha usaha mikro, kecil dan menengah
(UMKM) tidak perlu menyerahkan jaminan secara penuh. Pada program Kredit
Usaha Rakyat (KUR), calon debitur cukup menyerahkan jaminan yang nilainya
minimal hanya 30% dari jumlah kredit yang diajukan sehingga sisa nilai jaminan
yang harus dipenuhi sebesar 70% telah ditutup oleh perusahaan penjaminan
(Perum Sarana dan Askrindo), dengan premi penjaminan menjadi beban
pemerintah. Untuk persyaratan legalitas usaha juga sangat ringan, yakni calon
debitur yang belum memiliki SIUP,TDP, dan sebagainya cukup diganti dengan
surat keterangan dari kantor kelurahan atau kecamatan setempat.
5.1.3 Kondisi Penyaluran Kredit UMKM Agribisnis di BNI
Pada segmentasi untuk usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) pihak
BNI sendiri juga telah memiliki space available yang terdapat pada lampiran 6
yang digunakan untuk segmentasi usaha kecil, termasuk diantaranya sektor
pertanian. Pada BNI sektor pertanian terbagi menjadi beberapa unit sektor atau
biasa disebut dengan sub sektor antara lain:
a. Sektor pertanian itu sendiri yang mencakup tanaman pangan,tanaman
perkebunan, perikanan dan peternakan.
73
b. Sektor kehutanan dan pemotongan kayu (logging)
c. Sektor perburuan
d. Sektor sarana pertanian.
Untuk segmentasi usaha pertanian itu sendiri, kredit yang disalurkan
melalui BNI berada pada mapping dark green yang artinya sektor ini masih
diperbolehkan dalam segi penyaluran kredit.
Bagi Kabupaten Karawang, penyaluran kredit UMKM potensial untuk
pertumbuhan usaha mikro, kecil dan menengah. Iklim usaha yang potensial ini
membuat lembaga keuangan berproyeksi bahwa penyaluran kredit usaha mikro,
kecil dan menengah (UMKM) akan menjadi suatu yang profitable.
Dalam teknis penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR), terdapat beberapa
permasalahan mengenai kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan
proses penyaluran kredit tersebut seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan produk
BNI sendiri yakni BNI Wirausaha (BWU). Permasalahan yang ditinjau dari sisi
perbankan selaku penyalur dana antara lain:
a. Debitur merupakan debitur baru dan tidak sedang menerima kredit.
b. Aksesibilitas penyaluran dana ke masyarakat di tingkat desa maupun kelurahan
dirasakan masih kurang.
c. Karakter masyarakat peminjam kredit yang lebih senang membayar tidak
sekaligus, seperti : membayar Rp 1.500.000 (satu juta lima ratus ribu rupiah)
per bulan lebih berat daripada sebesar Rp. 100.000 (seratus ribu rupiah) per
hari.
74
d. Tingkat bunga yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan bank konvensional
lain.
Sistem Informasi Debitur (SID) yang dibuktikan dengan hasil BI Checking
menyulitkan bagi bank mendapatkan debitur. Sebaliknya bagi debitur yang telah
mendapatkan kredit baik dalam bentuk kredit konsumsi, kredit investasi dan
kredit modal kerja) menjadi penghalang untuk permohonan Kredit Usaha Rakyat
(KUR) padahal mereka sangat membutuhkan modal usaha. Selain itu definisi
debitur baru telah menutup peluang bagi debitur yang sedang menerima kredit
dari lembaga perbankan atau kredit program pemerintah untuk mengajukan Kredit
Usaha Rakyat (KUR) atau sehingga solusi yang dilaksanakan oleh pihak bank
adalah memberikan skim pinjaman komersial lain kepada calon debitur tersebut.
Selain permasalahan mengenai status calon debitur, masalah lain yakni
mengenai aksesibilitas penyaluran dana ke masyarakat di tingkat Desa maupun
Kelurahan masih kurang sehingga perlu dilakukan penambahan bank penyalur.
Hal ini diperlukan mengingat jumlah bank penyalur yang ada sekarang dirasakan
sangat terbatas bila menginginkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) lebih merakyat
terutama dalam menjangkau calon debitur sektor pertanian dan perikanan.
Keberadaan Unit Kredit Kecil (UKC) dan Sentra Kredit Kecil (SKC) sebagian
besar berada di kantor cabang BNI tingkat Kabupaten maupun Kecamatan. Oleh
karena itu, masyarakat yang berada di Desa maupun Kelurahan kurang dapat
terjangkau oleh pihak BNI.
Lain halnya dengan aksesibilitas salah satu bank BUMN yang sudah lama
dikenal oleh rakyat karena aksesnya yang merata hingga ke tingkat pedesaan. Bila
75
pihak BNI menambah Unit Kredit Kecil (UKC) untuk memenuhi kebutuhan
penyaluran dana masyarakat, maka perlu ditinjau ulang mengenai urgensinya. Hal
ini erat kaitannya dengan penambahan sumber daya manusia (SDM ) dan beban
biaya yang akan dikeluarkan untuk operasionalisasi kantor tersebut. Adapun
solusi yang ditawarkan untuk sementara waktu yakni dengan diadakannya kerja
sama dengan pihak bank perkreditan rakyat yang dapat menjangkau hingga ke
tingkat Desa dan Kelurahan. Selain itu perlu terus dilaksanakannya metode
jemput bola kepada usaha – usaha usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM)
yang berada di tingkat pedesaan dan berpotensi untuk disalurkannya kredit kepada
usaha tersebut.
Permasalahan ketiga yakni mengenai karakter masyarakat peminjam yang
lebih senang membayar secara rutin per hari dengan nominal yang lebih kecil
dibandingkan pembayaran sekaligus per bulan. Mengingat karakter masyarakat
daerah yang seperti itu, maka pihak perbankan hanya memaklumi sambil terus
melakukan penagihan cicilan pinjaman dengan rutin setiap bulannya. Hal ini lebih
efektif dibandingkan mengikuti karakteristik masyarakat untuk menagih setiap
hari. Perlu diketahui bahwa batasan kemampuan pihak bank dalam penagihan
dikarenakan sumber daya manusia dari tiap Unit Kredit Kecil yang terbatas.
Pertimbangan akan tingkat bunga yang cukup tinggi juga menjadi
permasalahan di kalangan perbankan. Dimana tingkat bunga dari Kredit Usaha
Rakyat (KUR) yang berkisar 16% efektif dan BNI Wirausaha (BWU) sekitar 17 -
18% flat cukup tinggi dibandingkan tingkat bunga di bank lain yakni sekitar 12 %
efektif. Tingkat bunga yang tinggi akan menyulitkan debitur dalam pengembalian
76
pinjaman terkait persaingan bisnis yang cukup ketat sehingga menekan perolehan
laba. Oleh sebab itu pengenaan tingkat bunga kredit haruslah layak dengan
mempertimbangkan tingkat pengembalian modal yang ditanamkan dalam suatu
usaha.
Pada Unit Kredit Kecil (UKC) BNI Cabang Karawang, penyaluran kredit
kepada sektor agribisnis tidak terlalu banyak. Hal ini dikarenakan penyaluran
kredit terkait dengan permohonan kredit itu sendiri. Penyaluran kredit usaha
mikro, kecil dan menengah (UMKM ) dari pihak BNI yang telah disalurkan antara
lain mayoritas disalurkan ke sektor perdagangan umum. Sedangkan yang
berkaitan dengan penelitian ini yakni untuk sektor agribisnis, kredit usaha mikro,
kecil dan menengah (UMKM) yang telah disalurkan oleh pihak BNI yakni kepada
bidang perdagangan beras dan sarana produksi pertanian (saprotan).
Secara umum dapat dilihat bahwa penyaluran kredit yang dilakukan oleh
pihak BNI sebagian besar berasal dari pengajuan kredit dari calon debitur
walaupun usaha untuk mencari prospek calon debitur pun tetap dilakukan dengan
beberapa cara seperti menawarkan kredit dan partisipasi dalam pameran usaha
mikro, kecil dan menengah (UMKM) baik tingkat regional maupun nasional.
Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan kredit program yang ditawarkan
untuk koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dengan komposisi
perbandingan penjaminan antara pemerintah dengan perbankan sebesar 70% :
30% dengan bunga maksimum 16% per tahun efektif serta jumlah kredit
maksimum Rp. 500.000.000 (lima ratus ribu rupiah) per debitur. Program Kredit
Usaha Rakyat (KUR) memang bukan produk satu institusi pemerintah saja.
77
Akibatnya, realisasi program Kredit Usaha Rakyat (KUR) sangat bergantung pada
koordinasi antarinstitusi. Saat ini penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR)
terhambat dengan tidak sejalannya kebijakan antar institusi. Pengawasan
pengusaha bermodal kecil tetap diperlakukan sama seperti investor kelas kakap.
Salah satunya penerapan kebijakan baru BI yang mengatur mekanisme penyaluran
Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Sementara itu dana-dana perbankan konvensional, yang memiliki
likuiditas sangat cukup masih tetap kurang menarik bagi para pelaku bisnis usaha
mikro, kecil dan menengah (UMKM). Selain aspek formalitas yang masih sulit
dipenuhi seperti aspek jaminan dan proposal kelayakan usaha, bunga kredit
perbankan pun saat ini masih dianggap terlalu mewah. Menurunnya bunga
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) di bawah 7% ternyata tidak serta-merta
menurunkan bunga bank penyalur kredit di lapangan. Dengan demikian, likuiditas
besar yang tersedia itu tidak mampu secara signifikan memberikan kontribusi
pada perkembangan usaha para pelaku bisnis mikro, kecil, menengah, dan
koperasi.
Indikasi rendahnya penyaluran kredit usaha mikro, kecil dan menengah
(UMKM) kepada sektor agribisnis cukup disayangkan mengingat potensi usaha
UMKM di daerah Kabupaten Karawang sebagian besar masih berskala usaha
rumah tangga dan pertanian masih menjadi tumpuan hidup sebagian besar pelaku
usaha UMKM di daerah tersebut. Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM)
yang berada di daerah Kabupaten Karawang umumnya berupa usaha penggilingan
padi organik, usaha olahan herbal seperti jahe instan, temulawak instan, kunyit
78
instan, usaha makanan olahan seperti kue kering, tepung roti, rangginang,
pengolahan escargot (olahan bekicot), kue semprong, usaha pengolahan telur asin,
usaha pengolahan madu hutan, kerajinan tangan (handicraft) yang berupa
kerajinan rotan dan pahatan kayu, usaha konveksi jaket, usaha pembuatan bola
sepak dan kerajinan boneka anak.
Sebagai bahan evaluasi dari perkembangan usaha mikro, kecil dan
menengah (UMKM) di Karawang adalah publisitas informasi produk UMKM
yang baik sehingga produk UMKM Kabupaten Karawang dapat dikenal dengan
baik dan meningkatkan kapasitas penjualan. Selain publisitas informasi produk
UMKM, diperlukan juga pendekatan kerja sama antar daerah sehingga dapat
meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pengalokasian sumber daya. Kerja
sama antar daerah dalam pengembangan UMKM ini dapat menumbuhkan iklim
usaha kondusif secara regional, mengelola pemasaran bersama, meningkatkan
akses baik pembiayaan, informasi maupun teknologi bagi UMKM.
Pendekatan kegiatan dapat dilakukan secara regional karena kekuatan
kewilayahan dalam mengembangkan UMKM diperlukan untuk membentuk skala
ekonomi yang besar dan tidak terpisah secara kedaerahan. Kerja sama beberapa
Kabupaten/Kota yang tergabung dalam suatu daerah diharapkan mampu
mengerahkan seluruh potensi wilayah dalam semangat kebersamaan
pengembangan UMKM.
79
5.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Penyaluran Kredit UMKM Agribisnis Dalam melakukan penyaluran kredit UMKM, pihak perbankan biasanya
melakukan analisis kepada calon debitur yang mencakup Character, Capacity,
Capital, Collateral, Conditions dan Constrains. Oleh karena itu, ke enam faktor di
atas diduga memiliki pengaruh yang cukup signifikan dalam penyaluran kredit
UMKM sektor agribisnis di Unit Kredit Kecil (UKC) dan Sentra Kredit Kecil
(SKC) BNI.
Besar pengaruh yang ditimbulkan oleh variabel Character, Capacity,
Capital, Collateral, Conditions dan Constrains terhadap penyaluran kredit
UMKM agribisnis di Unit Kredit Kecil (UKC) dan Sentra Kredit Kecil (SKC)
BNI dapat dilihat di tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi penyaluran kredit UMKM Agribisnis
No Variabel Koefisien Regresi t hitung Signifikan
1 2 3 4 5 6 7
Konstanta Character Capacity Capital Collateral Condition Constrains
13,638 0,381 -0,475 0,519 -0,508 0,324 0,653
2,451 2,826 4,554 3,468 4,017 2,599 4,349
0,029 0,014* 0,001* 0,004* 0,001* 0,022* 0,000*
R Square R Square (adj)
0, 889 0, 837
F hitung Durbin-Watson
17,290 1,879
Keterangan : *) signifikan pada taraf 5 persen.
80
Berdasarkan Tabel 3 tersebut, maka dapat dibuat persamaan regresi
berganda untuk faktor-faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit UMKM
Agribisnis sebagai berikut :
Y = 13,368 + 0,381 (X1) - 0,475 (X2) + 0,519 (X3) - 0,508 (X4) – 0,324 (X5) +
0,653 (X6)+ ei
Pada model persamaan analisis regresi berganda tersebut, diperoleh nilai
konstanta sebesar 13,368. Artinya bila faktor lain dianggap nol, maka penyaluran
kredit UMKM sektor agribisnis di Unit Kredit Kecil (UKC) dan Sentra Kredit
Kecil (SKC) BNI sebesar 13,368 rupiah.
Hasil regresi menunjukkan bahwa koefisien dari masing-masing variabel
dalam model memiliki tanda yang sesuai dengan hipotesis dan ada pula yang
memiliki tanda yang tidak sesuai dengan hipotesis. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi penyaluran kredit UMKM Agribisnis diantaranya adalah :
a. Character (X1)
Dari hasil regresi yang dilakukan, koefisien dari character bernilai
positif sebesar 0,381. Angka ini menunjukkan hubungan yang searah dengan
penyaluran kredit UMKM sektor agribisnis.Artinya apabila character debitur naik
sebesar sepuluh ribu poin maka penyaluran kredit UMKM Agribisnis akan naik
sebesar Rp. 3.810 (tiga ribu delapan ratus sepuluh rupiah) begitupun bila tanda
koefisien terjadi sebaliknya.
Hal ini berdampak dari semakin baiknya karakter debitur maka akan
semakin meningkatkan penyaluran kredit, sehingga pihak perbankan akan cukup
81
merasa aman untuk menyalurkan kredit UMKM Agribisnis kepada debitur
tersebut.
b. Capacity (X2)
Koefisien regresi capacity bernilai negatif sebesar - 0,475 sehingga hal
ini berarti adanya penurunan yakni apabila capacity debitur turun sebesar sepuluh
ribu rupiah maka penyaluran kredit UMKM Agribisnis akan turun Rp. 4.750
(empat ribu tujuh ratus lima puluh rupiah) begitupun bila tanda koefisien terjadi
sebaliknya.
Hal ini dikarenakan jika capacity atau dalam hal ini kemampuan debitur
dalam mengelola usaha dinilai oleh pihak perbankan cukup bagus dan dianggap
mampu mengelola usaha sehingga penyaluran kredit UMKM kepada debitur
dikurangi porsi peminjamannya.
c. Capital (X3)
Koefisien regresi dari capital yang diperoleh bernilai positif sebesar 0,519.
Nilai ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan sebesar sepuluh ribu rupiah
maka penyaluran kredit UMKM Agribisnis itu akan naik sebesar Rp. 5.190 (lima
ribu seratus sembilan puluh rupiah) begitupun bila tanda koefisien terjadi
sebaliknya.
Hal ini berdampak dari sermakin banyaknya modal yang dimiliki debitur
mencerminkan bahwa debitur tersebut memang bersungguh – sungguh dalam
menjalankan usaha sehingga semakin menjamin kepercayaan pihak perbankan
terhadap debitur. Kepercayaan pihak perbankan tersebut akan dapat meningkatkan
porsi penyaluran kredit UMKM Agribisnis .
82
d. Collateral (X4)
Dari hasil regresi yang dilakukan koefisien dari collateral bernilai negatif
yaitu sebesar - 0,508, nilai ini menunjukkan bahwa jika terjadi penurunan nilai
jaminan sebesar sepuluh ribu rupiah maka penyaluran kredit UMKM Agribisnis
akan turun sebesar Rp. 5.080 (lima ribu delapan puluh rupiah) begitupun bila
tanda koefisien terjadi sebaliknya.
Hal ini terkait dikarenakan kredit yang diteliti adalah kredit yang
digulirkan pada skala usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) maka nilai
jaminan atau agunan yang terlalu tinggi dapat memberikan kecurigaan terhadap
calon debitur tersebut. Secara rasional bila jaminan yang dimiliki oleh debitur
cukup tinggi maka akan memberikan asumsi pantas atau tidaknya calon debitur
tersebut masih menerima kredit dikarenakan calon debitur tersebut dianggap
mampu.
e. Condition (X5)
Dari hasil regresi yang dilakukan, koefisien dari variabel condition bernilai
positif yaitu sebesar 0,324 . Nilai ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan
pada condition sebesar sepuluh ribu poin maka penyaluran kredit UMKM
Agribisnis akan kenaikan sebesar Rp. 3.240 (tiga ribu dua ratus empat puluh
rupiah) begitupun bila tanda koefisien terjadi sebaliknya.
Hal ini dikarenakan semakin kondusif kondisi yang mendukung usaha
debitur maka akan meningkatkan penyaluran kredit UMKM Agribisnis sehingga
pihak perbankan mempercayai dan beranggapan bahwa usaha debitur tersebut
aman serta berprospek cukup baik.
83
f. Constrains (X6)
Dari hasil regresi yang dilakukan, koefisien dari variabel constrains
bernilai positif yaitu sebesar 0,653 nilai ini menunjukkan bahwa jika terjadi
kenaikan pada constrains sebesar sepuluh ribu poin maka penyaluran kredit
UMKM Agribisnis akan kenaikan sebesar Rp. 6.530 (enam ribu lima ratus tiga
puluh rupiah) begitupun bila tanda koefisien terjadi sebaliknya.
Hal ini terkait dengan pembatas – pembatas usaha yang ada dalam
menjalankan usaha debitur tersebut. Semakin meningkatnya pembatas usaha maka
akan semakin meningkatkan penyaluran kredit UMKM tersebut sebagaimana
terlampir dalam lampiran 10.
5.2.1 Uji R2 (Koefisien Determinasi)
Uji Koefisien Determinasi (R2) ini juga digunakan untuk melihat seberapa
kuat variabel Character, Capacity, Capital, Collateral, Conditions dan Constrains
yang dimasukkan ke dalam model regresi dapat menerangkan model regresi
tersebut. Secara verbal, R2 merupakan besaran yang paling sering digunakan
untuk mengukur goodness of fit (kesesuaian model) garis regresi. Berikut nilai
koefisien determinasi pada tabel 4.
Tabel 4. Koefisien Determinasi R2
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate
Durbin-Watson
1 ,943a ,889 ,837 1,11303 1,879
84
Dari hasil regresi tersebut, maka dapat dilihat tingkat kelayakan (goodness
of fit) suatu model, pertama dengan melihat nilai dari koefisien determinasi (R2)
untuk faktor-faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit UMKM Agribisnis
adalah sebesar 0,889 pada taraf 5 persen. Nilai ini berarti 88,9 persen variasi
penyaluran kredit UMKM Agribisnis dapat dijelaskan oleh variabel independen
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Character, Capacity, Capital,
Collateral, Condition dan Constrains sedangkan sisanya sebesar 11,1 persen
dijelaskan oleh variabel lain diluar penelitian ini di antaranya aspek hukum
(yuridis), aspek manajemen, aspek produksi, aspek pemasaran, jumlah unit usaha
UMKM yang ada di daerah tersebut, tingkat suku bunga kredit yang berlaku dan
sebagainya.
5.2.2 Uji F (Uji Signifikansi Simultan)
Uji F (Uji signifikansi simultan) dalam penelitian ini digunakan untuk
mengetahui apakah variabel-variabel independen seperti Character, Capacity,
Capital, Collateral, Conditions dan Constrains secara bersama-sama berpengaruh
terhadap variabel dependen yaitu kredit UMKM Agribisnis, maka perlu dilakukan
pengujian terhadap F statistik.
Uji F ini dilakukan dengan membandingkan nilai F hitung dengan F tabel
atau dari perbandingan probabilitasnya (Sig dengan α ), dengan ketentuan:
Ho : ditolak, jika F hitung > F tabel, derajat bebas tertentu atau sig < α.
H1 : ditolak jika F hitung < F tabel, derajat bebas tertentu atau sig > α
85
Nilai F statistik (F hitung ) yang lebih besar dari F tabel menyimpulkan tolak
H0 yang berarti secara bersama-sama variabel-variabel independen berpengaruh
nyata terhadap variabel dependen.
Pada analisis regresi berganda yang dilakukan untuk menentukan faktor -
faktor yang dianggap berpengaruh nyata terhadap kredit UMKM Agribisnis ini
digunakan tingkat kepercayaan 95 persen dengan tingkat alpha (α) sebesar 5
persen. Berdasarkan hasil regresi tersebut diperoleh Fhitung sebesar 17,290
sedangkan Ftabel pada α = 0,05 adalah 2,92. Dengan demikian, Fhitung > Ftabel
(17,290 > 2,92) maka H0 ditolak.
Hal ini berarti variabel independen dalam penelitian ini secara bersama-
sama berpengaruh nyata terhadap kredit UMKM Agribisnis. Hasil uji F dapat
dilihat pada tabel berikut dan untuk lebih jelas serta terperinci hasil output
perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 15.
Tabel 5. Uji Statistik F
Model Sum of Squares Df
Mean Square F hitung
F tabel Sig. 1 Regression 128,518 6 21,420 17,290 2,92 ,000(a)
Residual 16,105 13 1,239 Total 144,623 19
86
5.2.3 Uji t (Uji Regresi Parsial)
Berdasarkan hasil regresi berganda dengan menggunakan selang
kepercayaan 95% dengan α = 0.05, maka terdapat 2 variabel independen yang
memiliki pengaruh nyata terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis yakni
variabel Character , Capital , Conditions dan Constrains sedangkan empat
variabel independen lain yakni, Capacity, Collateral dan tidak memiliki pengaruh
yang nyata.
Uji ini dilakukan dengan membandingkan t hitung dengan t tabel (terima H0
jika t hitung < t tabel atau tolak H0 jika t hitung > t tabel) atau dari probabilitasnya (sig <
α), yaitu serta masing – masing berdasarkan dua hipotesis yakni:
H0 : tidak terdapat pengaruh variabel independen dengan penyaluran kredit
UMKM Agribisnis
H1 : terdapat pengaruh variabel independen dengan penyaluran kredit UMKM
Agribisnis
Hasil uji t dapat dilihat pada tabel 6 berikut :
Tabel 6. Uji Statistik t
Variabel t hitung Sig Keterangan Berpengaruh berdasarkan Uji t
Character Capacity Capital Collateral Condition Constrains
2,826 4,554 3,468 4,017 2,599 4,349
0,014* 0,001* 0,004* 0,001* 0,022* 0,000*
Berpengaruh Berpengaruh Berpengaruh Berpengaruh Berpengaruh Berpengaruh
Keterangan : *) berpengaruh pada perbandingan Uji t hitung dan t tabel
87
Berikut penjabaran mengenai pengujian masing - masing variabel
independen terhadap variabel dependen yakni:
1. Pengujian character terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis
Character ini merupakan watak atau sifat debitur (peminjam/pengusaha)
UMKM, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam lingkungan usaha.
Kegunaannya untuk mengetahui sampai sejauh mana tingkat kejujuran, integritas
serta itikad debitur dalam memenuhi kewajiban sesuai dengan perjanijian yang
ditetapkan pihak bank.
Berdasarkan hasil perhitungan olahan SPSS 15.0 pada tingkat kepercayaan
95% dengan nilai signifikansi 0,014 dalam tabel 6. Nilai t hitung untuk character
adalah 2,826 > t tabel = 1,792 atau tingkat signifikansinya lebih besar dari α yaitu
0, 014 < 0,05 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tolak H0 (t hitung > t tabel ;
sig < α), yang berarti bahwa variabel character memiliki pengaruh nyata atau
signifikan secara statistik terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis.
Hal ini cukup beralasan karena usaha – usaha yang ditempuh untuk
memperoleh gambaran dari karakter debitur tersebut dapat melalui BI Checking
yang akan menggambarkan karakter debitur dalam melakukan transaksi
perbankan seperti kartu kredit maupun aktivitas peminjaman ke bank lain. Selain
itu juga dapat mencari tahu reputasi debitur di lingkungan usahanya seperti
kepada pelanggan maupun supplier barang dari usaha debitur.
2. Pengujian capacity terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis
Kapasitas adalah kemampuan debitur dalam menjalankan usahanya guna
memperoleh laba yang diharapkan. Kegunaannya untuk mengukur sampai sejauh
88
mana debitur mampu melunasi utang-utangnya secara tepat waktu dari kegiatan
usahanya.
Berdasarkan hasil perhitungan olahan SPSS 15.0 pada tingkat kepercayaan
95% dengan nilai signifikansi 0,001 dalam tabel 6. Nilai t hitung untuk capacity
adalah 4,554 > t tabel = 1,792 atau tingkat signifikansinya lebih besar dari α yaitu
0,001 < 0,05 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tolak H0 (t hitung > t tabel ;
sig < α), yang berarti bahwa variabel capacity memiliki pengaruh nyata dan
signifikan secara statistik terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis.
Pendekatan yang dilakukan dalam menilai kemampuan capacity debitur
meliputi pendekatan finansial (analisis neraca, L/R, likuiditas, solvabilitas,
rentabilitas), pendekatan profesional (pendidikan dan pengalaman), pendekatan
yuridis, pendekatan manajerial dan aspek teknis.
Pengaruh variabel capacity tidak nyata dalam penyaluran kredit UMKM
Agribisnis dikarenakan jika capacity atau dalam hal ini kemampuan debitur dalam
mengelola usaha dinilai oleh pihak perbankan cukup bagus dan dianggap mampu
mengelola usaha sehingga penyaluran kredit UMKM kepada debitur dikurangi
porsi peminjamannya.
Penyaluran kredit UMKM tersebut dialihkan kepada calon – calon debitur
yang dinilai masih perlu dibantu dengan tingkat kemampuan mengelola usaha
yang masih rendah. Hal ini pun terkait dengan sikap pihak perbankan sendiri yang
senantiasa melakukan tindakan preventif kepada setiap debitur yang hendak
melakukan pinjaman kredit.
89
Kekhawatiran penyalahgunaan hasil pinjaman kepada bank yang tidak
tepat guna itulah yang mendorong pihak perbankan untuk selalu berjaga – jaga
dalam proses pengguliran kredit kepada debitur, khususnya kepada skala UMKM
yang memiliki kecenderungan budaya konsumsi yang lebih konsumtif ketika telah
menerima pinjaman kredit yang cukup besar nilainya.
3. Pengujian capital terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis
Upaya penilaian terhadap capital yang dilakukan pihak bank dapat
diperoleh dengan menghitung jumlah dana atau modal yang dimiliki debitur yang
tercermin dalam laporan keuangan, yaitu semakin besar modal yang dimiliki
debitur maka semakin tinggi kesungguhan debitur dalam menjalankan usahanya.
Berdasarkan hasil perhitungan olahan SPSS 15.0 pada tingkat kepercayaan
95% dengan nilai signifikansi 0,004 dalam tabel 6. Nilai t hitung untuk capital
adalah 3,468 > t tabel = 1,792 atau tingkat signifikansinya lebih kecil dari α yaitu
0,004 < 0,05 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tolak H0 (t hitung > t tabel ;
sig < α), yang berarti bahwa variabel capital memiliki pengaruh nyata atau
signifikan secara statistik terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis.
Capital dalam penelitian ini berhubungan dengan modal usaha yang
dimiliki oleh debitur baik itu berupa harta bergerak maupun harta tidak bergerak
yang ditujukan untuk usaha debitur tersebut. Semakin besar modal usaha yang
dimiliki debitur, maka kredit pun dapat segera disalurkan oleh bank. Hal ini pun
terkait dengan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh debitur pada saat
mengajukan pembiayaan pada bank yaitu modal usaha yang dimiliki debitur (self
90
financing) adalah minimal sebesar 35 % dari nilai kredit yang diajukan atau lebih
dari itu.
4. Pengujian collateral terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis
Collateral adalah barang-barang yang diserahkan oleh debitur sebagai
agunan terhadap kredit (pinjaman) yang akan diterima. Bentuknya dapat berupa
jaminan utama (first way out) berupa usahanya dan jaminan tambahan (second
way out) berupa jaminan kebendaan atau jaminan pihak ketiga. Umumnya nilai
jaminan minimal 120% dari total jaminannya. Penilaian terhadap collateral ini
dapat ditinjau dari 2 (dua) segi yaitu segi ekonomis yaitu nilai ekonomis dan segi
yuridis yaitu apakah barang tersebut memenuhi syarat-syarat yuridis sebagai
agunan atau tidak.
Berdasarkan hasil perhitungan olahan SPSS 15.0 pada tingkat kepercayaan
95% dengan nilai signifikansi 0,001 dalam tabel 6. Nilai t hitung untuk collateral
adalah 4,017 > t tabel = 1,792 atau tingkat signifikansinya lebih kecil dari α yaitu
0,001 < 0,05 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tolak H0 (t hitung > t tabel ;
sig < α), yang berarti bahwa variabel collateral memiliki pengaruh nyata dan
signifikan secara statistik terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis. Hal ini
mengindikasikan bahwa variabel collateral memang memiliki pengaruh yang
nyata terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis dan dibutuhkan sebagai
syarat dalam memenuhi penyaluran kredit tersebut.
Pengaruh variabel collateral memang memiliki pengaruh nyata, hal ini
dikarenakan jaminan atau agunan tersebut hanya sebagai syarat penyaluran
kredit. Begitupun dikarenakan kredit yang diteliti adalah kredit yang digulirkan
91
pada skala usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) maka nilai jaminan atau
agunan yang terlalu tinggi dapat memberikan kecurigaan terhadap calon debitur
tersebut. Secara rasional bila jaminan yang dimiliki oleh debitur cukup tinggi
maka akan memberikan asumsi pantas atau tidaknya calon debitur tersebut masih
menerima kredit dikarenakan calon debitur tersebut dianggap mampu.
5. Pengujian conditions terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis
Kondisi adalah situasi politik, sosial, ekonomi dan budaya yang
mempengaruhi keadaan perekonomian yang kemungkinannnya dapat
mempengaruhi kelancaran usaha debitur. Penilaian terhadap condition ini dapat
dilakukan dengan melihat situasi dan kondisi secara agregat dari kondisi ideologi,
politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan yang berkaitan dengan
usaha yang dijalankan oleh debitur.
Berdasarkan hasil perhitungan olahan SPSS 15.0 pada tingkat kepercayaan
95% dengan nilai signifikansi 0,022 dalam tabel 6. Nilai t hitung untuk conditions
adalah 2,599 > t tabel = 1,792 atau tingkat signifikansinya lebih besar dari α yaitu
0,022 < 0,05 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tolak H0 (t hitung > t tabel ;
sig > α), yang berarti bahwa variabel conditions memiliki pengaruh nyata atau
signifikan secara statistik terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis.
Hal ini dikarenakan semakin kondusif kondisi politik, semakin stabil iklim
ekonomi, dan semakin baik kondisi sosial budaya, pertahanan serta keamanan
yang mempengaruhi usaha debitur maka akan meningkatkan penyaluran kredit
UMKM Agribisnis.
92
6. Pengujian constrains terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis
Konstrain adalah batasan atau hambatan yang tidak memungkinkan
seseorang melakukan bisnis di suatu tempat di luar kriteria condition (kriteria ke-
5).
Berdasarkan hasil perhitungan olahan SPSS 15.0 pada tingkat kepercayaan
95% dengan nilai signifikansi 0,001 dalam tabel 6. Nilai t hitung untuk constrains
adalah 4,349 > t tabel = 1,792 atau tingkat signifikansinya lebih besar dari α yaitu
0,001 < 0,05 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tolak H0 (t hitung > t tabel ;
sig < α), yang berarti bahwa variabel constrains memiliki pengaruh nyata atau
signifikan secara statistik terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis.
Hal ini terkait dengan pembatas – pembatas usaha yang ada dalam
menjalankan usaha debitur tersebut. Semakin meningkatnya pembatas usaha maka
akan semakin meningkatkan penyaluran kredit.
93
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Sebagai penutup, maka penulis akan mencoba untuk menyimpulkan dari
uraian yang telah dijelaskan dalam bab-bab terdahulu sehingga mempermudah
permasalahan yang ada dan akhirnya akan diberikan saran sebagai pendapat
alternatif pemecahan yang akhirnya dapat membantu dalam pemecahan
permasalahan. Mengambil inti dari uraian-uraian yang telah disajikan dalam bab-
bab terdahulu maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Secara umum prosedur penyaluran kredit tersebut yang dilakukan oleh pihak
BNI sudah sesuai dengan yang berlaku di teori penyaluran kredit. Adapun
tahapan penyaluran kredit yang berlaku yakni dimulai dari Pengajuan
permohonan kredit, Prescreening, Pemutusan proses pemberian kredit
dilanjutkan atau tidak, Permohonan kredit yang telah disetujui kemudian
diproses yang dilakukan oleh pihak relationship officer, kemudian dilakukan
analisa dan penyiapan perangkat analisa kredit (PAK) selanjutnya diterbitkan
surat keputusan kredit dan perjanjian kredit bagi debitur.
2. Dari hasil analisis regresi diperoleh nilai koefisien determinasi sebesar 0,889
hal ini berarti 88,9 persen variasi penyaluran kredit UMKM Agribisnis dapat
dijelaskan oleh variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini dan
sisanya sebesar 11,1 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar penelitian ini.
Sedangkan secara statistik, dari 6 variabel independen faktor-faktor yang
94
berpengaruh nyata berdasarkan uji t hitung terhadap penyaluran kredit UMKM
Agribisnis adalah Character (X1), Capacity (X2) , Capital (X3), Collateral
(X5), Condition (X5), dan Constrains (X6),
6.2 Saran
Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini antara lain:
1. Mengenai prosedur sebenarnya tidak terlalu rumit, hanya saja perlu
diperhatikan BI Checking yang berfungsi untuk periksa silang mengenai
status debitur. BI Checking merupakan kebijakan dari Bank Indonesia,
tetapi pelaksanaannya agak sedikit menghambat Kredit Usaha Rakyat
(KUR) sehingga diperlukan model penyaluran kredit dengan prosedur
yang lebih sederhana agar usaha UMKM dapat tepat sasaran. Kemudian
mengenai bunga kredit yang dikenakan untuk Kredit Usaha Rakyat (KUR)
sebaiknya diturunkan, mengingat cukup tinggi untuk sektor UMKM dan
dibandingkan dengan bank sejenis yang melakukan penyaluran Kredit
Usaha Rakyat (KUR) dengan bunga sekitar 12-14%.
2. Variasi penyaluran kredit UMKM Agribisnis dapat dijelaskan oleh
variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini yang mencakup
variabel Character (X1), Capacity (X2), Capital (X3), Collateral (X4),
Condition (X5), dan Constrains (X6). Sisanya sebesar 11,1 persen
dijelaskan oleh variabel lain seperti aspek hukum (yuridis), aspek
manajemen, aspek produksi, aspek pemasaran, jumlah unit usaha UMKM
yang ada di daerah tersebut, tingkat suku bunga kredit yang berlaku dan
95
96
sebagainya. Melihat dari variabel yang berlaku di luar penelitian, maka
variabel – variabel tersebut dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya
berkaitan dengan kredit UMKM.
Lampiran 14
Succesive Detail
Freq Prop Cum Density Z Scale12.000 0.600 0.600 0.386 0.253 4.0008.000 0.400 1.000 0.000 5.6102.000 0.100 0.100 0.175 -1.282 3.000
10.000 0.500 0.600 0.386 0.253 4.3338.000 0.400 1.000 0.000 5.7217.000 0.350 0.350 0.370 -0.385 3.000
12.000 0.600 0.950 0.103 1.645 4.5041.000 0.050 1.000 0.000 6.1215.000 0.250 0.250 0.318 -0.674 3.000
10.000 0.500 0.750 0.318 0.674 4.2715.000 0.250 1.000 0.000 5.5422.000 0.100 0.100 0.175 -1.282 4.000
18.000 0.900 1.000 0.000 5.9503.000 0.150 0.150 0.233 -1.036 2.0004.000 0.200 0.350 0.370 -0.385 2.8686.000 0.300 0.650 0.370 0.385 3.5547.000 0.350 1.000 0.000 8.161 4.6133.000 0.150 0.150 0.233 -1.036 3.0009.000 0.450 0.600 0.386 0.253 4.2148.000 0.400 1.000 0.000 5.5203.000 0.150 0.150 0.233 -1.036 3.000
11.000 0.550 0.700 0.348 0.524 4.3466.000 0.300 1.000 0.000 5.7138.000 0.400 0.400 0.386 -0.253 4.000
12.000 0.600 1.000 0.000 5.6102.000 0.100 0.100 0.175 -1.282 2.0004.000 0.200 0.300 0.348 -0.524 2.894
14.000 0.700 1.000 0.000 4.2527.000 0.350 0.350 0.370 -0.385 4.000
13.000 0.650 1.000 0.000 5.6281.000 0.050 0.050 0.103 -1.645 3.0009.000 0.450 0.500 0.399 0.000 4.405
10.000 0.500 1.000 0.000 5.8616.000 0.300 0.300 0.348 -0.524 4.000
14.000 0.700 1.000 0.000 5.6562.000 0.100 0.100 0.175 -1.282 3.0005.000 0.250 0.350 0.370 -0.385 3.975
13.000 0.650 1.000 0.000 5.3252.000 0.100 0.100 0.175 -1.282 2.0001.000 0.050 0.150 0.233 -1.036 2.602
11.000 0.550 0.700 0.348 0.524 3.5476.000 0.300 1.000 0.000 4.914
Lampiran 14 (lanjutan)
Succesive Detail
Freq Prop Cum Density Z Scale9.000 0.450 0.450 0.396 -0.126 3.000
10.000 0.500 0.950 0.103 1.645 4.4651.000 0.050 1.000 0.000 5.9424.000 0.200 0.200 0.280 -0.842 2.0002.000 0.100 0.300 0.348 -0.524 2.7238.000 0.400 0.700 0.348 0.524 3.4006.000 0.300 1.000 0.000 4.5598.000 0.400 0.400 0.386 -0.253 4.000
12.000 0.600 1.000 0.000 5.6105.000 0.250 0.250 0.318 -0.674 4.000
15.000 0.750 1.000 0.000 5.6951.000 0.050 0.050 0.103 -1.645 3.000
10.000 0.500 0.550 0.396 0.126 4.4779.000 0.450 1.000 0.000 5.9423.000 0.150 0.150 0.233 -1.036 2.0005.000 0.250 0.400 0.386 -0.253 2.942
12.000 0.600 1.000 0.000 4.1983.000 0.150 0.150 0.233 -1.036 4.000
17.000 0.850 1.000 0.000 5.82910.000 0.500 0.500 0.399 0.000 4.00010.000 0.500 1.000 0.000 5.5962.000 0.100 0.100 0.175 -1.282 1.000
14.000 0.700 0.800 0.280 0.842 2.6064.000 0.200 1.000 0.000 4.1551.000 0.050 0.050 0.103 -1.645 2.0007.000 0.350 0.400 0.386 -0.253 3.254
12.000 0.600 1.000 0.000 4.7071.000 0.050 0.050 0.103 -1.645 2.0008.000 0.400 0.450 0.396 -0.126 3.3317.000 0.350 0.800 0.280 0.842 4.3944.000 0.200 1.000 0.000 5.463
13.000 0.650 0.650 0.370 0.385 4.0007.000 0.350 1.000 0.000 5.6281.000 0.050 0.050 0.103 -1.645 2.000
18.000 0.900 0.950 0.103 1.645 4.0631.000 0.050 1.000 0.000 6.125
16.000 0.800 0.800 0.280 0.842 4.0004.000 0.200 1.000 0.000 5.750
17.000 0.850 0.850 0.233 1.036 4.0003.000 0.150 1.000 0.000 5.829
17.000 0.850 0.850 0.233 1.036 4.0003.000 0.150 1.000 0.000 5.829