Lemak Dan Minyak

44
LEMAK DAN MINYAK 1. PENDAHULUAN 1.1.Tinjauan Pustaka Minyak atau lemak bersifat tidak larut dalam semua pelarut berair, tetapi larut dalam pelarut organik seperti misalnya : petroleum eter, dietil eter, alkohol panas, khloroform dan bensena. Dimana asam lemak rantai pendek sampai panjang rantai atom karbon sebanyak delapan bersifat larut dalam air. Makin panjang rantai sehingga akan terbentuk gugus karboksil yang tidak bermuatan. Kemudian dilakukan ekstraksi menggunakan pelarut non- polar seperti petroleum. Asam lemak jenuh sangat stabil terhadap oksidasi, akan tetapi asam lemak tidak jenuh sangat mudah terserang oksidasi. Dimana lemak tidak dapat meleleh pada satu titik suhu, akan tetapi lemak akan menjadi lunak pada suatu interval suhu tertentu. Hal ini disebabkan karena pada umumnya lemak merupakan campuran gliserida dan masing-masing gliserida mempunyai titik cair sendiri-sendiri (Tranggono & Setiaji, 1989). Lemak dan minyak hampir terdapat dalam semua bahan pangan dengan kandungan yang berbeda-beda. Tetapi lemak dan minyak seringkali ditambahkan dengan sengaja ke bahan makanan dengan berbagai tujuan. Dalam pengolahan bahan

description

Lemak Dan Minyak

Transcript of Lemak Dan Minyak

LEMAK DAN MINYAK

1. PENDAHULUAN

1.1.Tinjauan PustakaMinyak atau lemak bersifat tidak larut dalam semua pelarut berair, tetapi larut dalam pelarut organik seperti misalnya : petroleum eter, dietil eter, alkohol panas, khloroform dan bensena. Dimana asam lemak rantai pendek sampai panjang rantai atom karbon sebanyak delapan bersifat larut dalam air. Makin panjang rantai sehingga akan terbentuk gugus karboksil yang tidak bermuatan. Kemudian dilakukan ekstraksi menggunakan pelarut non-polar seperti petroleum. Asam lemak jenuh sangat stabil terhadap oksidasi, akan tetapi asam lemak tidak jenuh sangat mudah terserang oksidasi. Dimana lemak tidak dapat meleleh pada satu titik suhu, akan tetapi lemak akan menjadi lunak pada suatu interval suhu tertentu. Hal ini disebabkan karena pada umumnya lemak merupakan campuran gliserida dan masing-masing gliserida mempunyai titik cair sendiri-sendiri (Tranggono & Setiaji, 1989).Lemak dan minyak hampir terdapat dalam semua bahan pangan dengan kandungan yang berbeda-beda. Tetapi lemak dan minyak seringkali ditambahkan dengan sengaja ke bahan makanan dengan berbagai tujuan. Dalam pengolahan bahan pangan, minyak dan lemak berfungsi sebagai media penghantar panas, seperti minyak goreng, shortening (mentega putih), lemak (gajih), mentega dan margarin. Di samping itu penambahan lemak dimaksudkan untuk menambah kalori serta memperbaiki tekstur dan cita rasa bahan pangan. Lemak hewani mengandung banyak sterol yang disebut kolesterol sedangkan lemak nabati mengandung fitosterol dan lenih banyak mengandung asam lemak tidak jenuh sehingga umumnya berbentuk cair (Winarno, 1997).Mentega menurut Winarno (1997), lemak dari susu terdiri dari trigliserida-trigliserida butirat, dimana asam lemak butirat dan kapoat dalam keadaan bebas akan menimbulkan bau dan rasa tidak enak. Kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang disebut proses ketengikan. Hal ini disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Otooksidasi dimulai dengan pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh faktor yang dapat mempercepat reaksi seperti cahaya, panas, peroksida lemak atau hidroperoksida, logam-logam berat seperti Cu, Fe, Co dan Mn. Bau tengik yang tidak sedap disebabkan oleh pembentukan senyawa-senyawa hasil pemecahan hidroperoksida. Kemudian dengan adanya radikal bebas ini dengan 02 membentuk peroksida aktif yang dapat membentuk hidroperoksida yang bersifat sangat tidak stabil dan mudah pecah menjadai senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek oleh radiasi energi tinggi, energi panas, katalis logam, atau enzim.Titik asap (smoke point) adalah temperatur dimana sampel mulai berasap ketika berada di bawah kondisi spesifik. Cup di isi dengan minyak atau lemak yang mendidih dan dipanaskan di kontainer yang menyala. Titik asap (smoke point) pada temperatur yang rendah, diteruskan secara tajam oleh bluish smoke dan menjadi menurun. Tes ini memberikan reflek material organik yang volatil pada minyak dan lemak, terutama asam amino bebas dan sisa ekstraksi pelarut. Minyak penggorengan dan minyak olahan harus memiliki titik asap sekitar 2000C dan 3000C (Nielsen, 1998). Bila suatu lemak dipanaskan, pada suhu tertentuk timbul asap tipis kebiruan. Titik ini disebut titik asap (smoke point). Bila pemanasan diteruskan akan tercapai flash point, yaitu minyak mulai terbakar (terlihat nyala). Jika minyak sudah terbakar secara tetap disebut fire point. Suhu terjadinya smoke point ini bervariasi dan dipengaruhi oleh jumlah asam lemak bebas. Jika asam lemak bebas banyak, ketiga suhu tersebut akan turun. Demikian juga bila berat molekul rendah, ketiga suhu itu lebih rendah (Winarno, 1997).Karena tiap jenis lemak berbeda smoke point-nya, lemak yang digunakan untuk menggoreng sebaiknya dipilih lemak yang tahan untuk membentuk asap pada temperatur yang digunakan untuk menggoreng. Lemak yang mengandung tambahan mono- dan di-gliserida cocok digunakan untuk membuat cake dan kurang sesuai jika digunakan untuk menggoreng karena pada lemak tersebut ditambahkan emulsifier pada titik asapnya. Faktor lain, selama penggorengan juga menghasilkan suatu perubahan pada titik asap. Perkembangan dari asam lemak bebas pada beberapa hidrolisis dari lemak selama penggorengan menyebabkan menururnnya titik asap (Bennion & Hughes, 1975).Molekul-molekul lemak yang mengandung radikal asam lemak tidak jenuh mengalami oksidasi dan menjadi tengik. Bau tengik yang tidak sedap tersebut disebabkan pembentukkan senyawa-senyawa hasil pemecahan hidroperoksida. Menurut teori yang sampai kini masih dianut orang sebuah atom hidrogen yang terikat pada suatu atom karbon yang letaknya disebelah atom karbon lain yang mempunyai ikatan rangkap dapat disingkirkan oleh suatu kuantum energi sehingga membentuk radikal bebas. Kemudian radikal ini dengan oksigen membentuk peroksida aktif yang dapat membentuk hidroperoksida yang bersifat sangat tidak stabil dan mudah pecah menjadi senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek oleh radiasi energi tinggi, energi panas, katalis logam, atau enzim. Senyawa dengan rantai C lebih pendek ini adalah asam-asam lemak, aldehid-aldehid, dan keton yang bersifat volatil dan menimbulkan bau tengik pada lemak (Winarno, 1997)Minyak goreng berfungsi sebagai pengantar panas, penambah rasa gurih dan penambah kalori bahan pangan. Mutu minyak goreng ditentukan oleh titik asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Hidrasi gliserol akan membentuk aldehida tidak jenuh atau akrolein tersebut. Makin tinggi titik asap makin baik mutu minyak goreng tersebut. Titik asap suatu minyak goreng tergantung dari kadar gliserol bebas. Lemak yang telah digunakan untuk menggoreng titik asapnya akan turun, karena telah terjadi hidrolisis lemak (Winarno, 1997).Reaksi oksidasi bergantung pada banyak frekuensi reaksi dari lemak dalam bahan makanan. Ini biasanya terdiri oleh atmosfer oksigen, frekuensi yang sedikit oleh ozon, peroksida, logam dan agen oksidasi yang lain. Dalam penambahan untuk oksigen dan ozon, lemak dapat dirusak oleh pembentukan reaksi lain, seperti anion superoksida (O2) dan radikal (O2), radikal perhidrosilik (HO2), hidrogen peroksida dan hidrosil radikal (HO). Asam peroksida diproduksi oleh autoxidasi dari aldehid, dan mungkin reaksi dengan molekul lain dari produk aldehid asam karboksilat. Oksidasi langsung dari lemak oleh reaksi dengan ion logam sangat lambat dibawah kondisi normal tetapi mungkin menjadi penting seperti inisiator dari rantai radikal bebas autoxidasi karena ion Fe3+ atau Ca2- dapat di produksi raddikal bebas oleh reakssi dengan asam lemak tidak jenuh, dimana tahap oksidasi dari ion metal ditingkatkan dengan : R H + Cu2+ R + Cu + H

Ion mengandung logam yang diubah tahap oksidasinya oleh dua elektron (Pb4+, MnO42-, CrO42-) bereaksi dengan rantai ganda dari lemak tidak jenuh untuk membentuk asam hidroksi tetapi beberapa reaksi tidak disukai didalam produk makanan (Nielsen, 1998).Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada lemak dan minyak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Peroksida dapat ditentukan dengan metode iodometri. Cara yang sering digunakan untuk menentukan bilangan peroksida, berdasarkan pada reaksi antara alkali iodida dalam larutan asam dengan ikatan peroksida. Iod yang dibebaskan apda reaksi ini kemudian dititrasi dengan natrium tiosilfat. Penentuan peroksida ini kurang baik dengan cara iodometri biasa meskipun bereaksi sempurna dengan alkali iod. Hal ini disebabkan karena peroksida jenis lainnya hanya bereaksi sebagian. Di samping itu dapat terjadi kesalahan yang disebabkan oleh reaksi antara alkali iodida dengan oksigen dari udara (Ketoren, 1986).Jenis minyak yang mudah teroksidasi adalah jenis minyak yang tidak jenuh. Semakin tidak jenuh asam lemaknya akan semakin cepat teroksidasi. Selain itu, faktor faktor seperti suhu, adanya logam berat dan cahaya, tekanan udara, enzim dan adanya senyawa peroksida juga semakin mempercepat berlangsungnya oksidasi dan dengan demikian akan semakin cepat terjadi ketengikan. Berlangsungnya proses oksidasi tersebut dapat diamati dengan beberapa cara, salah satunya dengan mengamati jumlah senyawaan hasil penguraian senyawaan peroksida (asam asam, alkohol, ester, aldehid, keton, dan sebagainya). Uji peroksida ini pada dasarnya mengukur kadar senyawaan peroksida yang terbentuk selama proses oksidasi. Cara ini biasa diterapkan untuk menilai mutu minyak tetapi cara ini sangat sulit diterapkan untuk jenis makanan yang berkadar lemak rendah (Syarief & Hariyadi, 1991).

Pada proses oksidasi ini akan dihasilkan sejumlah aldehid, asam bebas dan peroksida organik. Untuk mengetahui tingkat ketengikan dari minyak atau lemak, dapat dilakukan dengan menggunakan jumlah peroksida yang telah terbentuk pada minyak atau lemak tersebut. Lemak tidak jenuh khususnya oleat ternyata lebih cepat tengik dibandingkan lemak jenuh. Lemak yang tengik menimbulkan rasa tidak enak, bahkan pada beberapa individu dapat menimbulkan keracunan ringan, dan dapat merusak zat-zat lain yang ada dalam makanan seperti karoten, vitamin A dan vitamin E. Kerusakan minyak dan lemak selain disebabkan oleh proses oksidasi dapat juga disebabkan oleh proses hidrolisa. Pada proses hidrolisa dihasilkan gliserida dari asam-asam lemak berantai pendek (C4-C12) sehingga akan terjadi perubahan rasa dan bau menjadi tengik (Winarno, 1997).Menurut Buckle et al. (1997) ada dua tipe kerusakan yang utama pada minyak dan lemak, yaitu : KetengikanKetengikan terjadi bila komponen cita-rasa dan bau yang mudah menguap terbentuk sebagai akibat kerusakan oksidatif dari lemak dan minyak tak jenuh. Komponen-komponen ini menyebabkan bau dan cita-rasa yang tak diinginkan dalam lemak dan minyak produk-produk yang mengandung lemak dan minyak itu. HidrolisaHidrolisa minyak dan lemak menghasilkan asam-asam lemak bebas yang dapat mempengaruhi cita-rasa dan bau daripada bahan itu. Hidrolisa dapat disebabkan oleh adanya air dalam lemak atau minyak atau karena kegiatan enzim.Hidrogenasi terjadi karena enzim lipase menghidrolisis lemak, memecahnya menjadi gliserol dan asam lemak. Lipase dapat terkandung secara alami pada lemak dan minyak, tetapi enzim itu dapat diaktivasi dengan pemanasan. Hidrogenasi minyak tumbuhan dilakukan untuk meningkatkan titik lebur dan untuk memperlambat oksidasi serta kerusakan rasa selama hidrogenasi. Beberapa asam lemak mengubah susunan alami bentuk cis menjadi trans, ketika minyak kelapa dihidrogenasi. Sehingga jumlah isomer trans asam lemak yang dibentuk, relatif sedikit daripada minyak tumbuhan lainnya. Lemak yang telah terhidrogenasi, titik asapnya akan meningkat karena lebih stabil terhadap pemanasan. Contoh produk hasil hidrogenasi lemak tumbuhan adalah margarin (deMan, 1997). Menurut Soedarmo et al (1988), kerusakan karena proses hidrolisa terutama banyak terjadi pada minyak atau lemak yang mengandung asam lemak jenuh dalam jumlah cukup banyak seperti pada minyak kelapa yang mengandung asam laurat, sedangkan bau yang tengik ditimbulkan oleh asam lemak bebas yang terbentuk selama proses hidrolisa. Proses hidrolisa pada minyak atau lemak umumnya disebabkan oleh aktifitas enzim dan mikroba. Proses hidrolisa dapat dipercepat dengan kondisi kelembaban yang tinggi, kadar air tinggi serta temperatur tinggi. Proses hidrolisa pada minyak dan lemak akan menghasilkan ketengikan hidrolitik, dimana terjadi pembebasan asam-asam lemak yang mempengaruhi rasa dari minyak tersebut. Enzim yang dapat menimbulkan ketengikan hidrolitik adalah enzim lipase. Ketengikan pada minyak dan lemak nabati terjadi karena berkurangnya kandungan vitamin E (tocopherol) yang dapat berfungsi sebagai anti oksidan.Angka peroksida merupakan cara pengujian yang paling sering digunakan untuk uji oksidasi lemak atau minyak. Metode iodometri yang paling banyak digunakan untuk menentukan angka peroksida umumnya ditentukan dengan pengukuran banyaknya iod bebas dari larutan kalium iodida jenuh pada suhu ruang dari lemak atau minyak yang dipisahkan dalam pencampuran asam asetat dan kloroform. Iod bebas ditritasi dengna natrium thiosulfat standar. Angka peroksida sebagai indikator produk dasar oksidasi. Angka ini menyatakan milimol oksigen peroksida per kilogram lemak (Pomeranz & Meloan, 1987). Peroksida merupakan produk utama otooksidasi yang dapat diukur dengan teknik berdasarkan pada kemampuannya untuk melepaskan iodin dari kalium iodida atau untuk mengoksidasi ion fero menjadi feri. Kandungannya biasanya diistilahkan dengan miliekuivalen oksigen per kg lemak, yaitu sejumlah oksigen yang diserap atau peroksida yang dibentuk untuk menghasilkan ketengikan dari berbagi macam komposisi minyak (Fennema, 1985).Lemak netral murni tidak berbau, tidak ada rasa, dan umumnya tidak berwarna. Warna dari lemak dan minyak alami adalah karena adanya pigmen-pigmen yang bercampur atau larut dalam lemak. Lemak tidak larut dalam semua pelarut berair tetapi langsung larut dalam benzena, eter, kloroform, alkohol panas, dan pelarut organik lainnya. Asam lemak rantai pendek dapat larut dalam air dan semakin panjang rantai asam-asam lemaknya semakin berkurang daya kelarutannya dalam air. Bila lemak dibiarkan dalam waktu yang lama kontak langsung dengan udara dan lembab, khususnya ada cahaya dan panas, akan terjadi perubahan menjadi tengik. Perubahan ini terjadi karena proses oksidasi dan proses ini akan dipercepat dengan adanya logam-logam yang bersifat katalisator seperti Zn, Cu (Soedarno & Girindra, 1988).Kerusakan lemak pada daging ikan dapat terjadi karena oksidasi, baik secara oto-oksidasi (enzimatis) maupun secara non enzimatik. Pemeriksaan kerusakan lemak dapat dikerjakan dengan memeriksa kandungan peroksidanya atau jumlah monaldehida yang bisanya dinyatakan sebagai angka TBA (thiobarbituric acid) (Hadiwiyoto, 1993). Selama penggorengan dengan suhu tinggi, minyak mengalami hidrolisis menjadi asam lemak bebas dan gliserol dan selanjutnya gliserol akan terdehidrasi menjadi senyawa akrolein (Bennion & Hughes, 1975). Lemak yang telah terhidrogenasi, titik asapnya akan meningkat karena lebih stabil terhadap pemanasan. Contoh produk hasil hidrogenasi lemak tumbuhan adalah margarin (deMan, 1997).Lemak yang mengalami ketengikan akan mengandung senyawa aldehid dan kebanyakan berbentuk malonaldehid. Banyaknya malonaldehid dapat ditentukan melalui proses destilasi. Malonaldehid yang terbentuk kemudian direaksikan dengan Thiobarbiturat, sehingga terbentuk senyawa komplek yang berwarna merah. Intensitas warna merah sebanding dengan jumlah malonaldehid dalam suspensi. Pengukuran intensitas warna merah ini dapat dilakukan dengan menghitung abosbansinya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 528 nm. Semakin besar angka TBA maka semakin tengik larutan yang diuji (Sudarmadji et al., 1989).Penambahan antifoam bertujuan untuk mencegah terjadinya pembentukan buih. Pemanasan pada suhu tinggi akan mempercepat proses autooksidasi sehingga akan terbentuk polimer. Pembentukan polimer tersebut akan mengakibatkan kekentalan minyak menjadi naik yang nantinya dapat meningkatkan pembentukan buih pada minyak (deMan, 1999).

1.2.Tujuan PraktikumTujuan dari diadakannya praktikum ini yaitu untuk membandingkan smoke point pada minyak baru dan minyak bekas menggoreng serta minyak nabati dan minyak hewani, mengetahui pengaruh jenis bahan yang digoreng terhadap smoke point minyak, mengetahui besarnya bilangan peroksida pada minyak baru dan minyak bekas menggoreng, membandingkan bilangan peroksida bahan pangan (udang) mentah maupun yang sudah mengalami penggorengan, serta menentukan angka TBA minyak baru dan minyak bekas menggoreng.

2. MATERI DAN METODA2.1. Materi2.1.1. AlatAlat-alat yang digunakan pada praktikum ini antara lain termometer, buret, statif, corong, pemanas elektrik, timbangan elektrik, pipet ukur, pompa, erlenmeyer, plastik hitam, kardus, labu destilasi, destilator, gelas ukur, gelas piala, batu didih, tabung reaksi bertutup, rak tabung rekasi, spektrofotometer, alu, mortar dan pengaduk.2.1.2 BahanBahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain udang, mentega, lemak sapi, simas margarin, filma margarin, blue band, larutan asam asetat, kloroform, larutan KI, Na2S2O3 0,1N, indikator amilum 1 %, HCl 4N, reagen TBA, aquades, dan antifoam.2.2 Metode2.2.1. Penentuan Smoke Point Pertama-tama diambil sampel untuk dari tiap-tiap kelompok sebanyak 20 ml dan dimasukkan ke dalam bekker glass. Kelompok C1 digunakan bahan mentega putih, kelompok C2 digunakan bahan lemak sapi, kelompok C3 digunakan bahan simas margarin, kelompok C4 digunakan bahan blue band, sedangkan kelompok C5 digunakan bahan filma margarin. Lalu diberi thermometer yang dipasang sedemikian rupa agar suhu terbaca. Kemudian sampel tersebut dipanaskan hingga timbul asap, dan suhu yang ditunjukkan thermometer pada saat asap mulai muncul dicatat dan dimasukkan ke dalam tabel. Pengukuran smoke point ini dilakukan terhadap kondisi sampel baru, setelah penggorengan pertama, setalah penggorengan ketiga, dan setelah penggorengan kelima.2.2.2. Penggorengan SampelPertama kali sampel berupa udang digoreng hingga matang minyak atau margarin kemudian ditiriskan. Setelah digoreng, sampel tersebut dihaluskan di dalam mortar hingga halus. Minyak atau margarin bekas penggorengan pertama, ketiga, dan kelima didinginkan. Minyak atau margarin bekas penggorengan diukur bilangan peroksida dan TBA-nya . Sampel udang yang digoreng juga diuji TBA-nya.

2.2.3. Penentuan Bilangan PeroksidaPertama-tama margarin atau minyak ditimbang sebanyak 2,5 ml. Kelompok C1 digunakan bahan mentega putih, kelompok C2 digunakan bahan lemak sapi, kelompok C3 digunakan bahan simas margarin, kelompok C4 digunakan bahan blue band, sedangkan kelompok C5 digunakan bahan filma margarin. Margarin atau minyak ini kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml dan ditambahkan dengan 15 ml larutan asam asetat dan kloroform dengan perbandingan 3 : 2 dan digoyang sampai bahan terlarut sempurna. Kemudian ditambahkan 0,5 ml larutan KI jenuh, digoyang sebentar dan ditutup dengan plastik hitam. Kemudian erlenmeyer dimasukkan ke dalam kardus selama 5 menit, setelah itu ditambahkan 15 ml aquadest dan digojog. Larutan dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N dengan indikator amilum 1% sebanyak 0,5 ml sampai titik akhir titrasi. Langkah tersebut diulangi namun dengan menggunakan minyak atau margarin yang sebelumnya telah digunakan untuk pengorengan sampel pertama, ketiga, dan kelima. Data dari percobaan ini dihitung dan dicatat didalam tabel.

2.2.4. Penentuan Harga TBAMinyak atau margarin baru diambil sebanyak 3 ml lalu ditambahkan 50 ml aquades hingga larut. Larutan sampel tersebut kemudian dimasukkan ke dalam labu destilasi sambil dicuci dengan aquades sebanyak 48,5 ml. Ke dalam dalam labu destilasi ditambahkan dengan HCl 4 N sebanyak 1,5 ml sampai pH menjadi 1,5 lalu ditambahkan pula batu didih dan anti buih. Kemudian larutan tersebut didestilasi dengan pemanasan setinggi mungkin sampai diperoleh destilat sebanyak 50 ml. Destilat yang diperoleh diaduk lalu diambil sebanyak 5 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer kemudian ditambah 5 ml reagen TBA, dipanaskan selama kurang lebih 35 menit. Selanjutnya diamati besarnya nilai absorbansi dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 528 nm. Dibuat pula pengukuran untuk minyak atau margarin bekas penggorengan pertama, ketiga, dan kelima.3. HASIL PENGAMATAN3.1. Penentuan Smoke PointHasil analisa penentuan Smoke Point dapat dilihat dari Tabel 1.Tabel 1.KELOMPOKBAHANKONDISISUHU (oC)

C1Mentega PutihBaru218

Penggorengan 1210

Penggorengan 3180

Penggorengan 5140

C2Lemak SapiBaru220

Penggorengan 1192

Penggorengan 3192

Penggorengan 5190

C3Simas MargarinBaru280

Penggorengan 1225

Penggorengan 3210

Penggorengan 5150

C4Blue BandBaru210

Penggorengan 1200

Penggorengan 3180

Penggorengan 5160

C5Filma MargarinBaru280

Penggorengan 1214

Penggorengan 3205

Penggorengan 5202

3.2. Penentuan Bilangan PeroksidaHasil analisa Bilangan Peroksida dapat dilihat dari Tabel 2.Tabel 2.KEL.BAHANMINYAK BARUPENGGORENGAN 1PENGGORENGAN 3PENGGORENGAN 5

Vol Na2S2O3Bilangan PeroksidaVol Na2S2O3Bilangan PeroksidaVol Na2S2O3Bilangan PeroksidaVol Na2S2O3Bilangan Peroksida

C1.Mentega putih0,440,440,580,612

C2.Lemak sapi0,440,5280,580,716

C3.Simas margarine0,716101283,5128

C4.Blue band0,8200,300,580,44

C5.Filma margarine0,6120,6120,710,812

Blanko0,3

3.3. Tabel Bilangan Peroksida UdangHasil analisa bilangan peroksida pada udang dapat dilihat pada Tabel 3.Tabel 3.KEL.BAHANPENGGORENGAN 1PENGGORENGAN 3PENGGORENGAN 5

Vol Na2S2O3Bilangan PeroksidaVol Na2S2O3Bilangan PeroksidaVol Na2S2O3Bilangan Peroksida

C1.Udang0,8200,924128

C2.Udang0,440,580,612

C3.Udang1,7562,5882,796

C4.Udang1,4441,8602,172

C5.Uudang1,5480,300,44

Blanko

3.4. Penentuan Harga TBAHasil analisa TBA dapat dilihat dari Tabel 4.Tabel 4.KELOMPOKBAHANKONDISIABSORBANSI

C1Mentega PutihBaru0

Penggorengan 10

Penggorengan 30

Penggorengan 50,01

C2Lemak SapiBaru0,007

Penggorengan 10,015

Penggorengan 30,242

Penggorengan 50,179

C3Simas MargarinBaru0,001

Penggorengan 10,009

Penggorengan 30,010

Penggorengan 50,07

C4Blue BandBaru0,007

Penggorengan 10,015

Penggorengan 30,013

Penggorengan 50,013

C5Filma MargarinBaru0,002

Penggorengan 10,003

Penggorengan 30,008

Penggorengan 50,013

4. PEMBAHASANPada praktikum ini, percobaan yang dilakukan adalah Penentuan Smoke Point, TBA, Bilangan Peroksida. Bahan yang digunakan kelompok 1 adalah mentega putih, kelompok 2 menggunakan lemak sapi, kelompok 3 menggunakan simas margarin, kelompok 4 menggunakan blue band, dan kelompok 5 menggunakan bahan filma margarin. Minyak atau lemak bersifat tidak larut dalam semua pelarut berair, tetapi larut dalam pelarut organik seperti misalnya : petroleum eter, dietil eter, alkohol panas, khloroform dan bensena. Dimana asam lemak rantai pendek sampai panjang rantai atom karbon sebanyak delapan bersifat larut dalam air. Makin panjang rantai sehingga akan terbentuk gugus karboksil yang tidak bermuatan. Kemudian dilakukan ekstraksi menggunakan pelarut non-polar seperti petroleum. Asam lemak jenuh sangat stabil terhadap oksidasi, akan tetapi asam lemak tidak jenuh sangat mudah terserang oksidasi. Dimana lemak tidak dapat meleleh pada satu titik suhu, akan tetapi lemak akan menjadi lunak pada suatu interval suhu tertentu. Hal ini disebabkan karena pada umumnya lemak merupakan campuran gliserida dan masing-masing gliserida mempunyai titik cair sendiri-sendiri (Tranggono & Setiaji, 1989).

4.1. Smoke PointTitik asap (smoke point) adalah temperatur dimana sampel mulai berasap ketika berada di bawah kondisi spesifik. Cup di isi dengan minyak atau lemak yang mendidih dan dipanaskan di kontainer yang menyala. Titik asap (smoke point) pada temperatur yang rendah, diteruskan secara tajam oleh bluish smoke dan menjadi menurun. Tes ini memberikan reflek material organik yang volatil pada minyak dan lemak, terutama asam amino bebas dan sisa ekstraksi pelarut. Minyak penggorengan dan minyak olahan harus memiliki titik asap sekitar 2000C dan 3000C (Nielsen, 1998). Bila suatu lemak dipanaskan, pada suhu tertentuk timbul asap tipis kebiruan. Titik ini disebut titik asap (smoke point). Bila pemanasan diteruskan akan tercapai flash point, yaitu minyak mulai terbakar (terlihat nyala). Jika minyak sudah terbakar secara tetap disebut fire point. Suhu terjadinya smoke point ini bervariasi dan dipengaruhi oleh jumlah asam lemak bebas. Jika asam lemak bebas banyak, ketiga suhu tersebut akan turun. Demikian juga bila berat molekul rendah, ketiga suhu itu lebih rendah (Winarno, 1997).Pengujian ini dibedakan menjadi dua perlakuan yaitu sebelum penggorengan dan sesudah sampel digunakan untuk menggoreng udang pertama kali, bekas penggorengan ke 3, dan bekas penggorengan ke 5. Langkah awal percobaan dengan penimbangan masing-masing sampel sebanyak 20 ml minyak baru dan minyak bekas pengorengan pertama, ketiga, dan kelima, kemudian dimasukkan dalam bekerglass. Bahan selanjutnya dipanaskan di atas penangas air dengan memasangkan thermometer di dalamnya sehingga pada suhu saat tercapainya smoke point dapat teranalisa. Dari hasil pengamatan smoke point sebelum penggorengan, suhu tertinggi dicapai simas margarine dan filma margarine, kemudian lemak sapi, mentega putih, dan blue band. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan minyak penggorengan dan minyak olahan harus memiliki titik asap sekitar 2000C dan 3000C (Nielsen, 1998). Setelah penggorengan pertama, suhu tertinggi dicapai oleh simas margarine, diikuti filma margarine, mentega putih, blue band, dan lemak sapi. Pada percobaan dengan menggunakan minyak bekas penggorengan pertama ini, lemak sapi tidak memenuhi criteria minyak penggorengan yang baik karena mempunyai titik asap di bawah 2000C. Setelah penggorengan ketiga, suhu tertinggi dicapai oleh simas margarine, diikuti oleh filma margarine, lemak sapi, mentega putih, dan blue band. Pada percobaan dengan minyak bekas penggorengan ketiga ini, hanya simas margarine dan filma margarine yang mempunyai suhu di atas 2000C. Setelah penggorengan kelima, suhu tertinggi dicapai oleh filma margarine, diikuti lemak sapi, blue band, simas margarine, dan mentega putih. Pada percobaan dengan minyak bekas penggorengan kelima ini, hanya filma margarine yang memenuhi criteria di atas 2000C. Kesalahan ini diakibatkan karena kesalahan pembacaan titik asap, dimana saat titik asap mulai muncul, praktikan menganggap titik asap belum muncul. Diantara minyak baru dan minyak bekas penggorengan, terjadi penurunan titik asap. Hal ini dikarenakan telah terjadi hidrolisis lemak. Lemak yang telah digunakan untuk menggoreng titik asapnya akan turun, karena telah terjadi hidrolisis lemak (Winarno, 1997). Penurunan titik asap ini juga mengindikasikan minyak mengalami penurunan mutu.

4.2. Bilangan PeroksidaBilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada lemak dan minyak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Peroksida dapat ditentukan dengan metode iodometri. Cara yang sering digunakan untuk menentukan bilangan peroksida, berdasarkan pada reaksi antara alkali iodida dalam larutan asam dengan ikatan peroksida. Iod yang dibebaskan apda reaksi ini kemudian dititrasi dengan natrium tiosilfat. Penentuan peroksida ini kurang baik dengan cara iodometri biasa meskipun bereaksi sempurna dengan alkali iod. Hal ini disebabkan karena peroksida jenis lainnya hanya bereaksi sebagian. Di samping itu dapat terjadi kesalahan yang disebabkan oleh reaksi antara alkali iodida dengan oksigen dari udara (Ketoren, 1986).Pada percobaan ini dilakukan uji bilangan peroksida pada bahan sebelum menggoreng, setelah digunakan untuk menggoreng pertama, ketiga, dan kelima, dan juga sampel berupa udang sebelum dan sesudah digoreng. Dilakukannya uji bilangan peroksida ini dilakukan untuk mengetahui tingkat ketengikan suatu lemak atau minyak. Hal ini sesuai dengan Sudarmadji et al (1989) bahwa bilangan peroksida merupakan suatu bilangan yang menentukan kualitas minyak atau lemak. Peroksida dihasilkan karena adanya reaksi oksidasi lemak, hasil lainnya antara lain asam lemak, aldehid dan keton. Girindra & Soedarno (1988) menambahkan bahwa Pada proses oksidasi, akan dihasilkan sejumlah aldehid, asam bebas, dan peroksida organik. Untuk mengetahui tingkat ketengikan dari minyak atau lemak, dapat dilakukan dengan menentukan jumlah peroksida yang telah terbentuk pada minyak atau lemak tersebut. Secara alam proses ketengikan tidak dapat dijelaskan secara memuaskan, hanya diketahui bahwa lemak-lemak tidak jenuh khususnya asam oleat ternyata lebih cepat menjadi tengik dibandingkan lemak jenuh. Lemak yang tengik menimbulkan rasa tidak enak, bahkan pada beberapa individu dapat meniimbulkan keracunan ringan, dan merusak zat-zat lain yang ada dalam makanan seperti karoten, vitamin A dan vitamin E. Hal serupa juga ditambahkan oleh Syarief & Hariyadi (1991), bahwa berlangsungnya proses oksidasi tersebut dapat diamati dengan beberapa cara, salah satunya dengan mengamati jumlah senyawaan hasil penguraian senyawaan peroksida (asam asam, alkohol, ester, aldehid, keton, dan sebagainya). Uji peroksida ini pada dasarnya mengukur kadar senyawaan peroksida yang terbentuk selama proses oksidasi. Cara ini biasa diterapkan untuk menilai mutu minyak tetapi cara ini sangat sulit diterapkan untuk jenis makanan yang berkadar lemak rendah.Pada uji bilangan peroksida hal yang perlu dilakukan adalah mula-mula margarine / minyak ditimbang sebanyak 2,5 gr, demikin pula dengan udang sebanyak 2.5 ml dan dimasukkan dalam erlenmeyer 100 ml dan ditambahkan dengan 15 ml larutan asam asetat dan kloroform ( 3 : 2 ). Kemudian larutan digoyang sampai bahan terlarut sempurna, lalu ditambahkan dengan 1 ml larutan KI jenuh. Selanjutnya sampel tersebut segera ditutup dengan menggunakan plastik hitam dan didiamkan selama 5 menit, kemudian ditambahkan dengan 15 ml aquadest dan digojog. Setelah itu sampel kemudian ditambahkan dengan 1 ml indikator amylum 1 % dan segera dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N sampai warna akhir titrasi menjadi jernih. Hal ini sesuai dengan Sudarmadji et al (1989 ), bahwa cara penentuan angka peroksida dapat dilakukan dengan metoda titrasi iodine, yaitu sejumlah minyak dilarutkan dalam campuran asetat:kloroform (2:1) yang mengandung KI maka akan terjadi pelepasan iod. Iod yang bebas dititrasi dengan natrium thiosulfat menggunakan indikator amilum sampai warna biru hilang, titrasi sampel = ts ml. hal serupa juga diungkapkan oleh Fennema (1996), bahwa bilangan peroksida dapat diukur dengan menggunakan kemampuan minyak mengikat iodin dari potasium iodin atau mengoksidasi ion ferro menjadi ion ferri. Penyusunnya biasanya ditunjukkan dengan miliequivalen oksigen per kilogram minyak. Metode pengukuran bilangan peroksida lainnya adalah dengan menggunakan metode kolorimeter. Meskipun bilangan peroksida dapat dipakai untuk menentukan susunan peroksida pada proses oksidasi awal, namun sifatnya masih bersifat umum. Sehingga keakuratannya masih dipertanyakan, dengan hasil yang bervariasi berdasarkan prosedur percobaan yang dipakai dan sampel yang diuji sangat peka terhadap perubahan suhu yang tinggi. Dan pada percobaan, bilangan peroksida akan mencapai puncak dan akhirnya akan turun. Sedangkan Pomeranz & Meloan (1971), mengungkapkan bahwa angka peroksida umumnya ditentukan dengan mengukur jumlah iodin yang dibebaskan dari larutan potasium iodida pada suhu ruang, lemak atau minyak dilarutkan dalam campuran asam asetat dan kloroform ( 2:1 ). Iodin yang dibebaskan dititrasi dengan larutan standar natrium thiosulfat, dan angka peroksida dinyatakan dalam miliequivalen oksigen peroksida per kilogram lemak. Angka peroksida adalah penanda dari produk oksidasi primer. Angka peroksida mengukur ketengikan atau tingkat oksidasi tapi tidak mengukur stabilitas lemak.Pada percobaan penentuan bilangan peroksida proses penuangan reagen dilakukan dalam kondisi gelap dengan cara dibungkus dengan plastik hitam. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya proses oksidasi lebih lanjut karena dengan terjadinya oksidasi oleh cahaya mengakibatkan makin tengiknya bahan sehingga terjadi perubahan bilangan peroksida. Hal ini sesuai dengan Herschdoerfoer (1986), bahwa perlakuan penting dalam pengukuran peroksida adalah menjaga sampel lemak jauh dari cahaya, dalam keadaan dingin dan berada diisi dalam tempat yang sepenuhnya dari gelas dan diberi penutup yang benar-benar rapat (kedap udara). Waktu reaksi dapat dalam 1 menit atau 6 menit, setelah penambahan asam asetat dan kloroform. Bilangan peroksida biasanya ditentukan dengan mengukur jumlah iodin yang dibebaskan dari larutan potasium iodin yang dijenuhkan pada suhu kamar, dari lemak atau minyak yang dilarutkan pada campuran asam asetat glacial dan chlorofoam (2:1). Iodin yang terbebas dititrasi dengan sodium thiosulfat standart. Metode ini dapat dipakai untuk minyak, lemak, dan margarin. Minyak dan air harus dipisahkan sebelum dianalisa. Bilangan peroksida merupakan indikator produk yang pertama kali mengalami oksidasi. Hal serupa juga diungkapkan oleh Winarno (1992), bahwa Autooksidasi dimulai dengan pembentukan radikal radikal bebas yang disebabkan oleh faktor faktor yang dapat mempercepat reaksi seperti cahaya, panas, peroksida lemak atau hidroperoksida, logam-logam berat seperti Cu, Fe, Co dan Mn, logam porfirin seperti hematin, haemoglobin, mioglobin, klorofil dan enzim enzim lipooksidase.Bilangan peroksida merupakan indikator produk yang pertama mengalami oksidasi (Herschdoerfer, 1986). Pada hasil pengamatan dapat dilihat bahwa bilangan peroksida minyak baru dari tinggi ke rendah, yaitu : blue band, simas margarin, filma margarin, diikuti mentega putih dan lemak sapi. Berdasarkan bilangan peroksidanya, maka blue band mudah mengalami oksidasi. Sedangkan bilangan peroksida minyak penggorengan pertama dari tinggi ke rendah, yaitu simas margarin, filma margarin, lemak sapi, metega putih, dan blue band. Bilangan peroksida minyak penggorengan ketiga dari tinggi ke rendah, simas margarine, mentega putih, lemak sapi, blue band, filma margarine. Bilangan peroksida minyak penggorengan kelima dari tinggi ke rendah, simas margarine, lemak sapi, mentega putih, filma margarine, blue band. Berdasarkan bilangan peroksidanya, maka simas margarine mudah mengalami oksidasi.

4.3. TBAPada percobaan yang selanjutnya dilakukan uji TBA untuk bahan minyak baru, bekas penggorengan pertam, bekas penggorengan ketiga, dan bekas penggorengan kelima. Hal ini sesuai dengan Hadiwiyoto (1993), bahwa kerusakan lemak dapat terjadi karena oksidasi, baik secara oto-oksidasi (enzimatis) maupun secara non enzimatik. Pemeriksaan kerusakan lemak dapat dikerjakan dengan memeriksa kandungan peroksidanya atau jumlah monaldehida yang bisanya dinyatakan sebagai angka TBA (thiobarbituric acid). Pada percobaan ini, dilakukan pula penambahan batu antifoam untuk mencegah terjadinya pembentukan buih. Hal ini sesuai dengan teori bahwa penambahan antifoam bertujuan untuk mencegah terjadinya pembentukan buih. Pemanasan pada suhu tinggi akan mempercepat proses autooksidasi sehingga akan terbentuk polimer. Pembentukan polimer tersebut akan mengakibatkan kekentalan minyak menjadi naik yang nantinya dapat meningkatkan pembentukan buih pada minyak (deMan, 1999).Pada data didapati bahwa nilai absorbansi TBA pada bahan sebelum digunakan bila diurutkan dari yang tinggi adalah lemak sapi, blue band, filma margarine, simas margarine, dan mentega putih. Untuk bekas penggorengan pertama, urutan dari tertinggi ke rendah adalah lemak sapi, blue band, simas margarine, filma margarine, dan mentega putih. Untuk bekas penggorengan ketiga, urutan dari tertinggi ke rendah adalah lemak sapi, blue band, simas margarine, filma margarine, dan mentega putih. Dan untuk bekas penggorengan kelima, urutan dari tertinggi ke rendah adalah lemak sapi, blue band, filma margarine, simas margarine, dan mentega putih. Hasil tersebut menunjukkan lemak / minyak digunakan untuk menggoreng berulangkali absorbansi semakin tinggi sehingga mudah mengalami ketengikan. Lemak yang mengalami ketengikan akan mengandung senyawa aldehid dan kebanyakan berbentuk malonaldehid. Banyaknya malonaldehid dapat ditentukan melalui proses destilasi. Malonaldehid yang terbentuk kemudian direaksikan dengan Thiobarbiturat, sehingga terbentuk senyawa komplek yang berwarna merah. Intensitas warna merah sebanding dengan jumlah malonaldehid dalam suspensi. Pengukuran intensitas warna merah ini dapat dilakukan dengan menghitung abosbansinya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 528 nm. Semakin besar angka TBA maka semakin tengik larutan yang diuji (Sudarmadji et al., 1989). Ketengikan juga dapat terjadi akibat otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Hal ini sesuai dengan teori kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang disebut proses ketengikan. Hal ini disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Otooksidasi dimulai dengan pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh faktor yang dapat mempercepat reaksi seperti cahaya, panas, peroksida lemak atau hidroperoksida, logam-logam berat seperti Cu, Fe, Co dan Mn. Bau tengik yang tidak sedap disebabkan oleh pembentukan senyawa-senyawa hasil pemecahan hidroperoksida. Kemudian dengan adanya radikal bebas ini dengan 02 membentuk peroksida aktif yang dapat membentuk hidroperoksida yang bersifat sangat tidak stabil dan mudah pecah menjadai senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek oleh radiasi energi tinggi, energi panas, katalis logam, atau enzim.Lemak hewani mengandung banyak sterol yang disebut kolesterol sedangkan lemak nabati mengandung fitosterol dan lenih banyak mengandung asam lemak tidak jenuh sehingga umumnya berbentuk cair (Winarno, 1997).

5. KESIMPULAN Analisa untuk menentukan kualitas minyak adalah melalui smoke point, TBA, dan bilangan peroksida. Smoke point merupakan suhu yang dicapai lemak atau minyak untuk menghasilkan asap tipis kebiruan. Semakin tinggi smoke point berarti kualitas lemak atau minyak semakin baik. Faktor yang mempengaruhi tercapainya smoke point antara lain jenis lemak, suhu pemanasan, berat molekul dan jumlah asam lemak bebas. Nilai smoke point akan menurun setelah dilakukan penggorengan karena adanya reaksi hidrolisis. Makin sering lemak/ minyak untuk menggoreng, makin banyak asam lemak bebas, makin rendah smoke pointnya dan makin buruk mutu lemak/ minyak. Pengukuran bilangan peroksida menggunakan metode titrasi Iodine yaitu dengan menangkap jumlah iod yang dibebaskan pada saat titrasi. Prinsip kerja penentuan bilangan peroksida adalah lemak direaksikan dengan KI dalam pelarut asam asetat dan kloroform (2:1), kemudian iodin yang terbentuk ditentukan dengan titrasi Na2S2O3. Penutupan sampel dengan plastik hitam bertujuan untuk menghindarkan sampel lemak dari faktor-faktor seperti cahaya, udara dan panas. Proses ketengikan minyak terjadi karena proses hirolisis dan oksidasi. Semakin tinggi bilangan peroksida berarti minyak semakin tengik. Bilangan peroksida lemak/ minyak baru lebih rendah dibandingkan lemak/ minyak bekas. Penambahan antifoam bertujuan untuk mencegah terjadinya pembentukan buih. Angka TBA lemak/ minyak baru lebih rendah dibandingkan lemak/ minyak bekas. Semakin tinggi nilai absorbansi suatu minyak atau lemak maka minyak atau lemak tersebut semakin tengik dan terjadi perubahan warna yang menjadi semakin keruh.

6. DAFTAR PUSTAKABennion, M. & O. Hughes. (1975). Introductory Food 6th ed. Macmillan Publishing Co., Inc. New York.Buckle, K. A.; R.A Edwards; G.H Sheet & M. Wootton. (1997). Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press. Jakarta.deMan, J.M. (1997). Kimia Makanan 2nd ed. ITB. Bandung.deMan, J.M. (1999). Kimia Makanan. ITB. Bandung.Fennema, O. R. (1985). Food Chemsitry. Marcell Dekker, Inc. New York.Ketoren,S. (1986). Pengantar Teknologi : Lemak dan Minyak Pangan. UI Press. Jakarta.Nielsen, S. S. (1998). Food Analysis Second Edition. Aspen Publishers, Inc. Indiana.Pomeranz, Y. & C.E. Meloan. (1987). Food Anlysis Theory and Practise. Van Nostrand Reinhold Company. New York.Soedarmo, D.M.; A. Girindra. & A. Manaf. (1988). PAU IPB. Bogor.Sudarmadji.; Budiono. & S. Ningrum. (1989). Analisis Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.Syarief, R. & Hariyadi. H. (1991). Teknologi Penyimpanan Pangan. Arcon. Jakarta.Tranggono & B. Setiaji. (1989). Biokimia Pangan. PAU Pangan dan Gizi UGM. YogyakartaWinarno, F. G. (1997). Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

7. LAMPIRAN7.1. Perhitungan7.1.1. Penentuan bilangan peroksida minyak dan lemakRumus :Bilangan Peroksida (BP) = (S B) x N x 1000Berat Sampel (gr)Dengan S = ml Na2S2O3 sampelB = ml Na2S2O3 kontrolN = Normalitas Na2S2O3 Kelompok C1 BaruBilangan Peroksida (BP) = (0,4 0,3) x 0,1 x 10002,5= 4 Penggorengan 1Bilangan Peroksida (BP) = (0,4 0,3) x 0,1 x 10002,5= 4 Penggorengan 3Bilangan Peroksida (BP) = (0,5 0,3) x 0,1 x 10002,5= 8 Penggorengan 5Bilangan Peroksida (BP) = (0,6 0,3) x 0,1 x 10002,5= 12 Kelompok C2 BaruBilangan Peroksida (BP) = (0,4 0,3) x 0,1 x 10002,5= 4 Penggorengan 1Bilangan Peroksida (BP) = (0,5 0,3) x 0,1 x 10002,5= 8 Penggorengan 3Bilangan Peroksida (BP) = (0,5 0,3) x 0,1 x 10002,5= 8 Penggorengan 5Bilangan Peroksida (BP) = (0,7 0,3) x 0,1 x 10002,5= 16 Kelompok C3 BaruBilangan Peroksida (BP) = (0,7 0,3) x 0,1 x 10002,5= 16 Penggorengan 1Bilangan Peroksida (BP) = (1 0,3) x 0,1 x 10002,5= 28 Penggorengan 3Bilangan Peroksida (BP) = (1 0,3) x 0,1 x 10002,5= 28 Penggorengan 5Bilangan Peroksida (BP) = (3,5 0,3) x 0,1 x 10002,5= 28 Kelompok C4 BaruBilangan Peroksida (BP) = (0,8 0,3) x 0,1 x 10002,5= 20 Penggorengan 1Bilangan Peroksida (BP) = (0,3 0,3) x 0,1 x 10002,5= 0 Penggorengan 3Bilangan Peroksida (BP) = (0,5 0,3) x 0,1 x 10002,5= 8 Penggorengan 5Bilangan Peroksida (BP) = (0,4 0,3) x 0,1 x 10002,5= 4 Kelompok 5 BaruBilangan Peroksida (BP) = (0,6 0,3) x 0,1 x 10002,5= 12 Penggorengan 1Bilangan Peroksida (BP) = (0,6 0,3) x 0,1 x 10002,5= 12 Penggorengan 3Bilangan Peroksida (BP) = (0,7 0,3) x 0,1 x 10002,5= 16 Penggorengan 5Bilangan Peroksida (BP) = (0,8 0,3) x 0,1 x 10002,5= 207.2. Penentuan Bilangan Peroksida pada Udang Kelompok C1 Penggorengan 1Bilangan Peroksida (BP) = (0,8 0,3) x 0,1 x 10002,5= 20 Penggorengan 3Bilangan Peroksida (BP) = (0,9 0,3) x 0,1 x 10002,5= 24 Penggorengan 5Bilangan Peroksida (BP) = (1 0,3) x 0,1 x 10002,5= 28 Kelompok C2 Penggorengan 1Bilangan Peroksida (BP) = (0,4 0,3) x 0,1 x 10002,5= 4 Penggorengan 3Bilangan Peroksida (BP) = (0,5 0,3) x 0,1 x 10002,5= 8 Penggorengan 5Bilangan Peroksida (BP) = (0,6 0,3) x 0,1 x 10002,5= 12 Kelompok C3 Penggorengan 1Bilangan Peroksida (BP) = (1,7 0,3) x 0,1 x 10002,5= 56 Penggorengan 3Bilangan Peroksida (BP) = (2,5 0,3) x 0,1 x 10002,5= 88 Penggorengan 5Bilangan Peroksida (BP) = (2,7 0,3) x 0,1 x 10002,5= 96 Kelompok C4 Penggorengan 1Bilangan Peroksida (BP) = (1,4 0,3) x 0,1 x 10002,5= 44 Penggorengan 3Bilangan Peroksida (BP) = (1,8 0,3) x 0,1 x 10002,5= 60 Penggorengan 5Bilangan Peroksida (BP) = (2,1 0,3) x 0,1 x 10002,5= 72 Kelompok C5 Penggorengan 1Bilangan Peroksida (BP) = (1,5 0,3) x 0,1 x 10002,5= 48 Penggorengan 3Bilangan Peroksida (BP) = (0,3 0,3) x 0,1 x 10002,5= 0 Penggorengan 5Bilangan Peroksida (BP) = (0,4 0,3) x 0,1 x 10002,5= 4