Lemah Separuh Badan
-
Upload
sela-arini-putri -
Category
Documents
-
view
228 -
download
0
description
Transcript of Lemah Separuh Badan
LEMAH SEPARUH BADAN (http://one.indoskripsi.com/node/6005)
SKENARIO
Seorang gadis berumur 15 tahun menemui dokter keluarganya karena tiba-tiba merasakan lemah
pada lengan dan tungkainya. Ia juga merasa nyeri pada kepala bagian belakang. Tidak ada
riwayat cedera kepala, hanya diketahui bahwa sebelumnya gadis remaja ini pernah ke dokter gigi
karena sakit gigi.
KATA KUNCI
? Perempuan 15 tahun
? Tiba-tiba merasa lemah pada lengan dan tungkainya
? Nyeri pada kepala bagian belakang
? Tidak ada riwayat cedera kepala
? Ada riwayat sakit gigi
PERTANYAAN
1. Jelaskan anatomi system yang terkait?
2. Jelaskan mekanisme lemah separuh badan!
3. Bagaimana patomekanisme nyeri pada kepala bagian belakang?
4. Bagaimana hubungan sakit gigi dengan keluhan yang dialami gadis tersebut?
5. Bagaimana diferential diagnosis dari kasus tersebut?
6. Bagaimana gejala klinis dari penyakit?
7. Bagaimana pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan dalam kasus hemiparesis?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari kasus tersebut?
JAWABAN
1. Anatomi sistem yang terkait
UPPER MOTOR NEURON (UMN)
Impuls motoris dari korteks motoris menuju ke LMN melalui:
? Traktur pyramidalis (traktus kortiko-spinalis)
? Traktus ekstra-pyramidalis.
Kumpulan Sel-sel motoris korteks pre-sentralis (area4) dan neuraxia akson inilah disebut traktus
pyramidalis. Impuls motorik dan korteks cerebri disalurkan melalui traktus pyramidalis ke LMN
yang terdapat di batang otak dan medulla spinalis.
Traktus pyramidalis dalam perjalannya ke caudal melalui:
• Capsula interna: 2/3 bagian depan crus posterior.
• Diencephalon dan mesencephalon berkumpul bagian tengah dari pedunculus cerebri.
• Pons melalui pusat dari pes pontis.
• Medulla oblongata berkumpul dalam pyramid.
• Decussatio pyramid.
Pada batas antara medulla oblongata dan medulla spinalis, traktus pyramidalis mengadakan
persilangan yang disebut Decussatio Pyramiden. Sebagian besar menyilang garis tengah dan
selanjutnya disebut traktus kortiko spinalis lateralis dan sebagian kecil tidak menyilang garis
tengah dan tetap berjalan homolateral dan disebut traktus kortikos spinalis sentralis.
Medulla spinalis: Traktus kortikospinalis lateralis ke LMN tanpa menyilang garis tengah
sedangkan traktus kortikospinalis ventralis ke LMN menyilang garis tengah.Dalam batang otak
traktus pyramidalis umumnya menyilang garis tengah ke sel motor neuron. Pada umumnya
nuclei dari nervi cranialis mendapat impuls motorik bilateral dari korteks cerebri, kecuali nervus
VII dan nervus XII mendapat impuls motorik secara kontralateral. Traktus pyramidalis berfungsi
untuk mengatur gerak otot tangkas yakni pergerakan untuk suatu keterampilan.
Susunan ekstrapyramidal terdiri atas rangkaian neuron dan serabut saraf yang dalam
keseluruhannya membentuk jalan saraf sirkuit, yang meliputi korteks, berbagai inti subkorteks
dan kemudian kembali ke tingkat korteks.
Secara anatomis, susunan ekstrapyramidal terdiri atas:
• Corteks cerebri, di luar gyrus presentralis (area 4, 6, dan 8).
• Ganglia basalis: nucleus caudatus, putamen, globus pallidus, substansia nigra, corpus sub-
thalamikum dan nucleus ventrolateralis, thalami.
• Nucleus ruber dan formation retikularis batang otak.
• Cerebellum berikut inti dan nucleus vestibularis lateralis batang otak.
Substansia retikularis/formation retikuler merupakan bagian dari susunan saraf pusat dan
merupakan jalan saraf yang multi sinaps yang ascenderen dan descenderen. Di batang otak
substansia retikuler terdapat
Nervus Trigeminus (N.V)
Nervus Trigeminus merupakan nervus cranialis yang terbesar dan melayani arcus branchialis
pertama. Nervus ini mengandung serat-serat branchiomotorik dan aferen somatik umum (yang
terdiri atas komponen ekteroseptif dan komponen proprioseptif), dengan nuclei sebagai berikut:
a. Nucleus Motorius Nervi Trigemini
Dari Nucleus ini keluar serat-serat branchiomotorik yang berjalan langsung ke arah ventrolateral
menyilang serat-serat pedunculus cerebellaris medius (fibrae pontocerebellares) dan pada
akhirnya akan melayani m. Masticatores melalui rami motori nervi mandibularis dan m. Tensor
Veli Palatini serta m. Mylohyoideus.
b. Nucleus Pontius, Nervi Trigemini dan Nucleus Spinalis Nervi Trigemini
Kedua Nucleus ini menerima impuls-impuls eksteroseptif dari daerah muka dan daerah calvaria
bagian ventral sampai vertex.
Di antara kedua nucleus di atas terdapat perbedaan fungsional yang penting: di dalam nucleus
Pontius berakhir serat-serat aferan N. V yang relatif kasar, yang mengantarkan impuls-impuls
rasa raba, sedangkan nucleus spinalis N. V terdiri atas sel-sel neuron kecil dan menerima serat-
serat N. V yang halus yang mengantarkan impuls-impuls eksteroseptif nyeri dan suhu.
Fisiologi Nervus Trigeminus
Fungsi nervus Trigeminus dapat dinilai melalui pemeriksaan rasa suhu, nyeri dan raba pada
daerah inervasi N. V (daerah muka dan bagian ventral calvaria), pemeriksaan refleks kornea, dan
pemeriksaan fungsi otot-otot pengunyah. Fungsi otot pengunyah dapat diperiksa, misalnya
dengan menyuruh penderita menutup kedua rahangnya dengan rapat, sehingga gigi-gigi pada
rahang bawah menekan pada gigi-gigi rahang atas, sementara m. Masseter dan m. Temporalis
dapat dipalpasi dengan mudah.
Pada kerusakan unilateral neuron motor atas, mm. Masticatores tidak mengelami gangguan
fungsi, oleh karena nucleus motorius N. V menerima fibrae corticonucleares dari kedua belah
cortex cerebri.
Sebagai tambahan terhadap fungsi cutaneus, cabang maxillaris dan mandibularis penting pada
kedokteran gigi. Nervus maxillaris memberikan inervasi sensorik ke gigi maxillaris, palatum,
dan gingiva. Cabang mandibularis memberikan persarafan sensorik ke gigi mandibularis, lidah,
dan gingiva. Variasi nervus yang memberikan persarafan ke gigi diteruskan ke alveolaris, ke
soket di mana gigi tersebut berasal nervus alveolaris superior ke gigi maxillaris berasal dari
cabang maxillaris nervus trigeminus. Nervus alveolaris inferior ke gigi mandibularis berasal dari
cabang mandibularis nervus trigeminus.
2. Mekanisme lemah separuh badan
Hemiparesis umumnya disebabkan oleh lesi pada traktus kortikospinalis, yang menjalar turun
dari kortikal neuron di lobus frontal ke motor neuron di medula spinalis dan bertanggung jawab
terhadap pergerakan otot-otot badan dan tungkai.
Dalam perjalanannya, traktus melewati beberapa bagian dari batang otak, yaitu mesencephalon,
pons, dan medulla oblongata. Traktus menyilang ke sisi berlawanan pada ujung medulla
(membentuk struktur anatomi yang dinamakan piramid) dan terus berjalan pada sisi berlawanan
itu sampai bertemu kontralateral motor neuron. Sehingga, satu sisi otak mengontrol pergerakan
otot pada sisi berlawanan dari tubuh, serta kerusakan pada traktus kortikospinalis kanan pada
batang otak atau otak akan menyebabkan hemiparesis pada sisi kiri tubuh, dan sebaliknya. Di
luar itu, lesi traktus pada medulla spinalis menyebabkan hemiparesis pada sisi yang sama dari
tubuh. Otot-otot wajah pun diatur traktus yang sama.
Traktus tersebut mengaktifkan fasial nuklei dan nervus fasial yang muncul mengaktifkan otot-
otot fasial ketika ada kontraksi. Karena fasial nuklei terletak di pons, lesi dari traktus pada pons
menyebabkan hemiparesis pada sisi tubuh yang berlawanan dan paresis pada sisi sama pada
wajah. Ini dinamakan crossed hemiparesis. Jika wajah pasien tidak termasuk, hampir dipastikan
bahwa lesi pada traktus terdapat di bagian bawah dari batang otak atau medula spinalis. Karena
medula spinalis merupakan struktur yang kecil, sangat aneh jika hanya satu sisi saja yang terkena
lesi dan umumnya memang kedua traktus terpengaruh. Oleh karena itu, lesi pada medula spinalis
biasanya ditandai dengan paralisis pada kedua lengan dan kaki (quadriparesis) atau kedua kaki
(paraparesis).
3. Patomekanisme nyeri pada kepala bagian belakang
Nyeri kepala timbul karena perangsangan terhadap bangunan-bangunan di daerah kepala dan
leher yang peka terhadap nyeri.
Bangunan-bangunan ekstrakranial yang peka terhadap nyeri ialah kulit kepala, periosteum,
otot¬-otot (m.frontalis, m.temporalis, m.oksipitalis), pembuluh-pembuluh darah (a.frontali,
a.temporalis, a.oksipitalis), saraf-saraf (n.frontalis, n.aurikulotemporalis, n.oksi-pitalis mayor,
n.oksipitalis minor). Bangunan-bangunan intrakranial yang peka terhadap nyeri ialah: meninges
(terutama sepanjang arteri-arteri meningeal yang besar dan arteri-arteri besar pada dasar otak,
sekitar sinus-sinus venosus, di basis kranii, dan di tentorium serebeli), bagian proksimal atau
basal arteri-arteri serebri, vena-vena otak di sekitar sinus-sinus, dan saraf-saraf (n.trigeminus,
n.fasialis, n.glosofaringeus, n.vagus, radiks-radiks servikal dua, tiga dan cabang-cabangnya).
Sedangkan bangunan-bangunan yang tidak peka terhadap nyeri ialah: parenkim otak, ependim
ventrikel, pleksus koroideus, sebagian besar meninges yang meiputi konveksitas otak dan tulang
kepala.
Perangsangan bangunan-bangunan ektrakranial akan dirasakan pada umumnya sebagai nyeri
pada daerah yang terangsang. Sedangkan nyeri kepala sebagai akibat perangsangan bangunan
intrakranial akan diproyeksikan ke permukaan dan dirasakan di daerah distribusi saraf yang
bersangkutan.
4. Hubungan sakit gigi dengan keluhan yang dialami gadis tersebut
Nervus Trigeminus (N.V) cranialis memiliki 3 percabangan inervasi pada wajah, yaitu nervus
opthalmicus (N.V1) yang mempersarafi daerah orbicularis occuli dan daerah mata, nervus
maxilaris (N.V2) yang mempersarafi daerah maxila, dan nervus mandibularis (N.V3) yang
mempersarafi daerah mandibula. Ketika terdapat suatu massa atau tumor pada otak atau batang
otak, massa tersebut akan menekan nervus V, sehingga mengakibatkan efek fungsional dari
percabangan N V terganggu. Pada kasus yang kami dapatkan, penderita mengalami sakit gigi,
hal ini dapat disuspect sebagai hasil dari compresssi percabangan N.V3 ataupun N.V2, sehingga
pada daerah maxilla atau mandibula (daerah gigi) dapat dirasakan rasa nyeri.
5. Diferential diagnosis dari kasus tersebut
a. abses otak
Abses otak adalah kumpulan nanah yang terbungkus oleh suatu kapsul dalam jaringan otak yang
disebabkan karena infeksi bakteri atau jamur. Abses otak biasanya akibat komplikasi dari suatu
infeksi, trauma atau tindak pembedahan. Keadaan-keadaan ini jarang terjadi, namun demikian
insidens terjadinya abses otak sangat tinggi pada penderita yang mengalami gangguan kekebalan
tubuh (seperti penderita HIV positif atau orang yang menerima transplantasi organ).
b. tumor otak
Tumor otak bisa primer (50%) dan bisa sekunder (50%). Tumor primer bisa timbul dari jaringan
otak, meninges, hipofisis, dan selaput mielin. Tumor sekunder bisa berasal dari hampir semua
tumor di tubuh. Yang paling sering berasal dari tumor paru-paru pada pria dan tumor payudara
pada perempuan.
c. neuralgia trigeminal
Neuralgia trigeminus idiopatik (Tic Douloureux) merupakan neuralgia dengan nyeri yang
paroksismal dan berulang, dirasakan lebih sering di daerah sensibilitas cabang mandibularis
(20%), cabang maksilaris (14%), atau cabang maksilaris dan mandibularis (36%), dan oftalmikus
(36%), dan sama sekali tidak ada rasa nyeri di luar serangan.
6. Gejala klinis dari penyakit
a. abses otak
Pada permulaan terdapat gejala-gejala yang tidak khas seperti infeksi umum, kemudian timbul
tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial berupa nyeri kepala yang makin lama makin hebat,
muntah-muntah, tak ada nafsu makan, demam, penglihatan kabur, kejang umum atau fokal, dan
akhirnya kesadaran menurun.
Gejala-gejala defisit neurologik bergantung pada lokasi dan luas abses, antara lain defisit nervi
kraniales, hemiparesis, refleks tendon meningkat, kaku kuduk, afasia, hemianopsia, nistagmus,
ataksia, dan sebagainya. Pada abses serebeli nyeri kepala terasa di daerah suboksipital dan
belakang telinga.
b. tumor otak
? Kenaikan tekanan intrakranial menyebabkan sefalgia, mual, dan muntah.
? Manifestasi klinik fokal seperti hemiparesis, afasia, dan gangguan visus, bergantung pada
lokasi tumor dan edema otak di sekitarnya.
? Konvulsi lokal, umum, atau keduanya.
? Perdarahan pada tumor.
c. neuralgia trigeminal
Serangan nyeri wajah yang sifatnya tajam membakar dan menusuk-nusuk. Serangan nyeri terjadi
secara tiba-tiba, singkat dan kemudian menghilang secara tiba-tiba pula, serta terjadi berulang-
ulang pada distribusi satu atau lebih cabang nervus trigeminus. Tidak ada defisit motorik atau
sensorik.
Serangan nyeri dapat dicetuskan oleh perangsangan ringan pada daerah picu (trigger zone) di
daerah nyeri, misalnya sewaktu mengunyah makanan, gosok gigi, menguap, menelan, mencukur
kumis atau jenggot, mengusap wajah, dll.
7. Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan dalam kasus hemiparesis
a. Abses Otak
Pemeriksaan fisik/neurologik perlu dikonfirmasikan dengan hasil anamnesis, dan
sebaliknya:anamnesis dapat diulang berdasarkan atas temuan pada pemeriksaan ini. Pemeriksaan
fisik/neurologik harus dikerjakan secara sistemik.
Pemeriksaan tambahan meliputi analisis CSS (hati-hati bila akan melakukan pungsi lumbal:
perhatikan tentang kenaikan tekanan intrakranial), foto toraks dan tengkorak, dan bila perlu dapat
dilakukan pemeriksaan EEG, CT scan atau MRI.
b. Tumor Otak
1) Pungsi lumbal, arteriografi, dan pneumoensefalografi (jarang digunakan lagi karena
pemeriksaan ini bersifat invasif).
2) Foto rontgen sekurang-kurang AP dan lateral.
3) CT Scan.
c. Neuralgia Trigeminus
Pemeriksaan penunjang diagnostik seperti CT-scan kepala atau MRI dilakukan untuk mencari
etiologi primer di daerah posterior atau sudut serebelo-pontin.
8. Penatalaksanaan dari kasus tersebut
a. Abses Otak
Pada umumnya terapi AO meliputi pemberian antibiotik dan tindakan operatif berupa eksisi
(aspirasi), drainase dan ekstirpasi. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam menentukan
pemberian antibiotik, sebagai berikut:
1) Bila gejala klinik belum berlangsung lama (kurang dan 1 minggu) atau kapsul belum
terbentuk.
2) Sifat-sifat abses:
a) Abses yang lokasinya jauh dalam jaringan otak merupakan kontraindikasi operasi.
b) Besar abses.
c) Soliter atau multipel; pada abses multipel dilakukan operasi.
Pemilihan antibiotik didasarkan hasil pemeriksaan bakteriologik dan sensitivitas. Sebelum ada
hash pemeriksaan bakteriologik dapat diberikan antibiotik secana polifragmasi
ampisilin/penisilin dan kloramfenikol. Bila penyebabnya kuman anaerob dapat diberikan
metronidasol. Golongan sefalosporin generasi ketiga dapat pula digunakan. Tindakan
pembedahan dapat dilakukan dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut di atas.
b. Tumor Otak
? Untuk mengatasi edema otak : kortikosteroid, manitol
? Tindakan pembedahan
? Radioterapi
? Kemoterapi
Pemilihan jenis terapi bergantung pada beberapa faktor, antara lain kondisi umum penderita,
tersedianya alat diagnostik yang lengkap atau tidak, tingkat pengertian penderita dan
keluarganya, luasnya metastasis, dan sebagainya. Pendekatan terhadap penderita dan
keluarganya harus benar-benar baik sehingga pihak penderita/keluarganya tidak merasakan
dirugikan sebagai akibat dari tindakan yang akan dilakukan.
c. Neuralgia Trigeminus
Serangan nyeri sifatnya berulang dan singkat, karena itu biasanya tidak diberi obat nyeri. Obat
yang diberikan adalah anti kejang, yang akan menstabilkan selaput saraf. Biasanya diberikan
karbamazepin, jika tidak berhasil atau menimbulkan efek samping yang berat, diganti dengan
fenitoin. Pada beberapa kasus digunakan baklofen dan obat anti depresi. Biasanya terjadi
perbaikan spontan, tetapi serangan nyeri bisa kambuh setiap saat.
INFORMASI TAMBAHAN
Abses Otak
Abses otak adalah kumpulan nanah yang terbungkus oleh suatu kapsul dalam jaringan otak yang
disebabkan karena infeksi bakteri atau jamur. Abses otak biasanya akibat komplikasi dari suatu
infeksi, trauma atau tindak pembedahan. Keadaan-keadaan ini jarang terjadi, namun demikian
insidens terjadinya abses otak sangat tinggi pada penderita yang mengalami gangguan kekebalan
tubuh (seperti penderita HIV positif atau orang yang menerima transplantasi organ).
Infeksi otak awalnya berasal dari penyebaran langsung bibit penyakit dari sumber infeksi di
daerah lain yang berdekatan dengan otak (seperti infeksi pada telinga tengah, infeksi sinus, abses
pada gigi) atau melalui peredaran darah yang berasal dari sumber infeksi di seluruh tubuh.
Masuknya kuman penyakit ke dalam jaringan otak dapat terjadi secara langsung akibat trauma
lesakkan (misalnya peluru yang menembuk otak) sehingga terjadi pembentukkan abses. Abses
otak juga dapat disebabkan karena tindakan pembedahan pada otak dan trauma di daerah wajah.
Gejala-Gejala
Gejala yang timbul bervariasi dari seorang dengan yang lain, tergantung pada ukuran dan lokasi
abses pada otak. Lebih dari 75% penderita mengeluh sakit kepala dan merupakan gejala utama
yang paling sering dikeluhkan. Sakit kepala yang dirasakan terpusat pada daerah abses dan rasa
sakit semakin hebat dan parah. Aspirin atau obat lainnya tidak akan menolong menyembuhkan
sakit kepala tersebut. Kuranglebih separuh dari penderita mengalami demam tetapi tidak tinggi.
Gejala-gejala lainnya adalah mual dan mintah, kaku kuduk, kejang, gangguan kepribadian dan
kelemahan otot pada salah satu sisi bagian tubuh.
Diagnosis
Gejala awal abses otak tidak jelas karena tidak spesifik. Pada beberapa kasus, penderita yang
berobat dalam keadaan distress, terus menerus sakit kepala dan semakin parah, kejang atau
defisit neurologik (misalnya otot pada salah satu sisi bagian tubuh melemah). Dokter harus
mengumpulkan riwayat medis dan perjalanan penyakit penderita serta keluhan-keluhan yang
diderita oleh pasien. Harus diketahui kapan keluhan pertama kali timbul, perjalanan penyakit dan
apakah baru-baru ini pernah mengalami infeksi.
Untuk mendiagnosis abses otak dilakukan pemeriksaan CT sken (computed tomography) atau
MRI sken (magnetic resonance imaging) yang secara mendetil memperlihatkan gambaran
potongan tiap inci jaringan otak. Abses terlihat sebagai bercak/noktah pada jaringan otak. Kultur
darah dan cairan tubuh lainnya akan menemukan sumber infeksi tersebut. Jika diagnosis masih
belum dapat ditegakkan, maka sampel dari bercak/noktah tersebut diambil dengan jarum halus
yang dilakukan oleh ahli bedah saraf.
Perjalanan Penyakit
Abses otak akan memburuk dengan cepat, dan jelas terlihat sekitar 2 minggu. Jika diagnosis
telah ditegakkan, maka dokter segera mengobatinya. Terapi yang cepat dan tepat merupakan
kunci utama dalam mengatasi dan mengobati gejala dengan cepat. Pengobatan dan tindakan
lanjut dilakukan selama 2 atau beberapa bulan.
Pencegahan
Kebanyakkan abses otak berhubungan dengan higiene mulut yang buruk, infeksi sinus yang
kompleks atau gangguan sistem kekebalan tubuh. Oleh karena itu, pencegahan yang terbaik
adalah menjaga dan membersihkan rongga mulut dan gigi dengan baik serta secara teratur
mengunjungi dokter gigi. Infeksi sinus diobati dengan dekongestan dan antibiotika yang tepat.
Infeksi HIV dicegah dengan tidak melakukan hubungan seks yang tidak aman.
Ada 2 pendekatan yang dilakukan dalam terapi abses otak, yaitu :
? Antibiotika untuk mengobati infeksi---Jika diketahui infeksi yang terjadi disebabkan oleh
bakteri yang spesifik, maka diberikan antibiotika yang sensitif terhadap bakteri tersebut, paling
tidak antibiotika berspektrum luas untuk membunuh lebih banyak kuman penyakit. Paling sedikit
antibiotika yang diberikan selama 6 hingga 8 minggu untuk menyakinkan bahwa infeksi telah
terkontrol.
? Aspirasi atau pembedahan untuk mengangkat jaringan abses---Jaringan abses diangkat atau
cairan nanah dialirkan keluar tergantung pada ukuran dan lokasi abses tersebut. Jika lokasi abses
mudah dicapai dan kerusakkan saraf yang ditimbulkan tidak terlalu membahayakan maka abses
diangkat dengan tindakan pembedahan. Pada kasus lainnya, abses dialirkan keluar baik dengan
insisi (irisan) langsung atau dengan pembedahan yaitu memasukkan jarum ke lokasi abses dan
cairan nanah diaspirasi (disedot) keluar. Jarum ditempatkan pada daerah abses oleh ahli bedah
saraf dengan bantuan neurografi stereotaktik, yaitu suatu tehnik pencitraan radiologi untuk
melihat jarum yang disuntikkan ke dalam jaringan abses melalui suatu monitor. Keberhasilan
pengobatan dilakukan dengan menggunakan MRI sken atau CT sken untuk menilai keadaan otak
dan abses tersebut. Antikonvulsan diberikan untuk mengatasi kejang dan penggunaanya dapat
diteruskan hingga abses telah berhasil diobati.
Prognosis
Tanpa pengobatan yang adekuat, abses otak berakibatkan fatal. Saat ini, dengan pemeriksaan
diagnostik dan antibiotika yang canggih, banyak penderita abses otak terobati dengan sangat
baik. Sayangnya, masalah-masalah neurologis jangka lama sering terjadi setelah abses diangkat
dan infeksi telah diobati. Misalnya, gejala-gejala sisa yang menyangkut fungsi tubuh, perubahan
kepribadian atau kejang akibat jaringan parut atau kerusakan lain yang terbentuk pada jaringan
otak.
Tumor Otak
KLASIFIKASI
Terdapat bermacam-macam klasifikasi, baik atas dasar jaringan asal tumor maupun atas dasar
lokasi tumor. Berdasarkan lokasi tumor, yaitu:
1. Tumor supratentorial
a. Hemisfer otak:
glioma : - glioblastoma multiforme
- astrostoma
- oligodendroglioma
meningioma
Tumor metastasis
b. Tumor struktur median:
Adenoma hipofisis
Tumor glandula pinealis
Kraniofaringioma
2. Tumor Infratentorial
a. Schwannoma akustikus
b. Tumor metastasis
c. Meningioma
d. Mengioblastoma
3. Tumor Medula spinalis
a. Ekstradural : metastasis
b. Intradural
c. Ekstramedular : - meningioma
- neurofibroma
d. Intramedular : - ependimoma
- astrositoma
Berdasarkan skenario yang kami dapatkan, penderita berusia 15 tahun, maka klasifikasi tumor
otak yang akan saya bahas adalah tumor otak pada anak.
Tumor Otak pada Anak
Etiologi
Penyebab tumor masih sangat sedikit yang diketahui. Mengioma sedikit lebih banyak pada
wanita. Radiasi merupakan satu faktor untuk timbulnya tumor otak. Trauma, infeksi dan toksin
Belem dapat dibuktikan sebagai penyebab timbulnya tumor otak. Tetapi bahan industri tertentu
seperti nitrosourea adalah karsinogen yang poten, setidak-tidaknya pada kelinci percobaan.
Limfoma lebih sering terdapat pada mereka yang mendapat imunosupresan seperti pada
transplantasi ginjal, sumsum dan pada AIDS.
Gambaran Klinik
Gambaran klinik ditentukan oleh lokasi tumor dan peningkatan tekanan intrakranial. Tanda
penting dari tumor otak ialah adanya gejala neurologik yang progresif. Progresifitas ini
bergantung pada lokasi, kecepatan pertumbuhan tumor dan edema di sekitarnya.
1. Kenaikan tekanan intrakranial yang terdapat pada sebagian besar tumor otak menyebabkan
sefalgia, mual, dan muntah. Nyeri kepala pada orang dewasa yang timbal berulang-ulang,
sedangkan sebelumnya tidak tenderita sefalgia kronis, harus dicurigai tumor otak.
2. Manifestasi klinik fokal seperti hemiparesis, afasia, dan gangguan visus, bergantung pada
lokasi tumor dan edema otak di sekitarnya. Tumor pada silent region bisa hanya memberi gejala
edema papil atau gangguan mental
3. Konvulsi fokal, konvulsi umum atau keduanya terdapat pada sepertiga penderita tumor otak.
Epilepsi dapat disebabkan oleh supratentoiral dan lebih sering pada tumor dengan pertumbuhan
lambat
4. Perdarahan pada tumor yang kaya akan pembuluh darah bisa disangka sebagai GPDO. Pada
glioblastoma multiforme, metastasis dari koriokarsinoma, melanoma, dan karsinoma paru
anaplastia, sering terjadi perdarahan spontan.
Pemeriksaan Penunjang
Evaluasi diagnostik pada penderita yang dicurigai tenderita tumor otak harus dimulai dengan
anamnesis dan pemeriksaan neurologic yang telita.
Pungís lumbal, arteriografi, dan pneumoensefalografi praktis sudah tidak dilakukan lagi karena
pemeriksaan ini bersifat invasif. Walaupun demikian pada keadaaan tertentu arteriografi masig
diperlukan.
Foto rontgen, untuk diagnostik, sekurang-kurangnya diambil dari dua arah, ahíla antero-posterior
dan lateral.Gambaran rontgen yang diperoleh
a. Pelebaran fosa hiposis dan destruksi tulang disebabkan oleh tumor hipofisis atau tumor di
sekitarnya
b. Pengapuran local, terutama pada glioma
c. Atrofi tulang local dan tumor pembuluh darah
d. Hiperostosis local, terutama endostosis, dapat timbal oleh menigioma
e. Pengapuran glandula pinealis
Penatalaksanaan
1. Untuk mengatasi edema otak : kortikosteroid, manitol
2. Tindakan pembedahan
3. Radioterapi
4. Kemoterapi
Pemilihan jenis terapi bergantung pada beberapa faktor, antara lain kondisi umum penderita,
tersedianya alat diagnostik yang lengkap atau tidak, tingkat pengertian penderita dan
keluarganya, luasnya metastasis, dan sebagainya. Pendekatan terhadap penderita dan
keluarganya harus benar-benar baik sehingga pihak penderita/keluarganya tidak merasakan
dirugikan sebagai akibat dari tindakan yang akan dilakukan.
Neuralgia Trigeminal
Neuralgia Trigeminal (tic douloureux) merupakan kelainan fungsi dari saraf trigeminal (saraf
kranial V), yang membawa sensasi dari wajah ke otak. Kelainan fungsi saraf trigeminal
menyebabkan serangan nyeri tajam yang hebat selama beberapa detik sampai beberapa menit.
Neuralgia trigeminal terjadi pada dewasa, tetapi lebih sering ditemukan pada usia lanjut.
Penyebab
Mekanisme patofisiologis yang mendasari NT belum begitu pasti, walau sudah sangat banyak
penelitian dilakukan. Kesimpulan Wilkins, semua teori tentang mekanisme harus konsisten
dengan:
1. Sifat nyeri yang paroksismal, dengan interval bebas nyeri yang lama.
2. Umumnya ada stimulus 'trigger' yang dibawa melalui aferen berdiameter besar (bukan serabut
nyeri) dan sering melalui divisi saraf kelima diluar divisi untuk nyeri.
3. Kenyataan bahwa suatu lesi kecil atau parsial pada ganglion gasserian dan/ atau akar-akar
saraf sering menghilangkan nyeri.
4. Terjadinya NT pada pasien yang mempunyai kelainan demielinasi sentral (terjadi pada 1%
pasien dengan sklerosis multipel).
Kenyataan ini tampaknya memastikan bahwa etiologinya adalah sentral dibanding saraf tepi.
Paroksisme nyeri analog dengan bangkitan dan yang menarik adalah sering dapat dikontrol
dengan obat-obatan anti kejang (karbamazepin dan fenitoin).
Tampaknya sangat mungkin bahwa serangan nyeri mungkin menunjukkan suatu cetusan
'aberrant' dari aktivitas neuronal yang mungkin dimulai dengan memasukkan input melalui saraf
kelima, berasal dari sepanjang traktus sentral saraf kelima, atau pada tingkat sinaps sentralnya.
Berbagai keadaan patologis menunjukkan penyebab yang mungkin pada kelainan ini. Pada
kebanyakan pasien yang dioperasi untuk NT ditemukan adanya kompresi atas ‘nerve root entry
zone' saraf kelima pada batang otak oleh pembuluh darah (45-95% pasien). Hal ini meningkat
sesuai usia karena sekunder terhadap elongasi arteria karena penuaan dan arteriosklerosis dan
mungkin sebagai penyebab pada kebanyakan pasien.
Otopsi menunjukkan banyak kasus dengan keadaan penekanan vaskuler serupa tidak
menunjukkan gejala saat hidupnya. Kompresi nonvaskuler saraf kelima terjadi pada beberapa
pasien. 1-8% pasien menunjukkan adanya tumor jinak sudut serebelopontin (meningioma, sista
epidermoid, neuroma akustik, AVM) dan kompresi oleh tulang (misal sekunder terhadap
penyakit Paget). Tidak seperti kebanyakan pasien dengan NT, pasien ini sering mempunyai
gejala dan/atau tanda defisit saraf kranial.
Penyebab lain yang mungkin, termasuk cedera perifer saraf kelima (misal karena tindakan
dental) atau sklerosis multipel, dan beberapa tanpa patologi yang jelas.
Gejala
Nyeri bisa terjadi secara spontan, tetapi lebih sering timbul karena tersentuhnya titik tertentu
(titik pemicu) atau karena aktivitas tertentu (misalnya menggosok gigi atau mengunyah).
Serangan ulang dari nyeri yang luar biasa bisa dirasakan di setiap bagian pada wajah bagian
bawah.
Nyeri paling sering dirasakan di pipi dekat hidung atau di daerah rahang. Nyeri bisa terjadi
sampai 100 kali/hari dan yerinya dapat melumpuhkan.
Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan nyerinya yang khas. Juga dilakukan pemeriksaan untuk
menemukan penyebab lain dari nyeri di wajah (misalnya kelainan pada rahang, gigi atau sinus,
atau penekanan saraf trigeminal oleh tumor atau suatu aneurisma).
Pengobatan
Serangan nyeri sifatnya berulang dan singkat, karena itu biasanya tidak diberi obat nyeri. Obat
yang diberikan adalah anti kejang, yang akan menstabilkan selaput saraf. Biasanya diberikan
karbamazepin, jika tidak berhasil atau menimbulkan efek samping yang berat, diganti dengan
fenitoin. Pada beberapa kasus digunakan baklofen dan obat anti depresi. Biasanya terjadi
perbaikan spontan, tetapi serangan nyeri bisa kambuh setiap saat.
Neuralgia trigeminal kadang disebabkan oleh penekanan arteri terhadap saraf yang terletak di
dekat otak. Pada keadaan ini dilakukan pembedahan untuk memisahkan arteri dari saraf dan
untuk mengurangi nyeri.
Pada penderita yang tidak memberikan respon terhadap pemberian obat bisa dilakukan
pemeriksaan dimana alkohol disuntikkan ke dalam saraf untuk menyumbat fungsinya sementara
waktu. Jika tindakan ini menyebabkan berkurangnya nyeri, maka saraf bisa dipotong atau
dihancurkan dengan menyuntikkan obat ke dalammnya. Hal ini merupakan pilihan terakhir dari
pengobatan karena seringkali menyebabkan rasa tidak nyaman di wajah.
ANALISA DAN SINTESA
Kriteria Tumor pons Abses serebral Trigeminal Neurolgia
Umur 15 tahun + + +
Lemah pada lengan dan tungkai + + +
Nyeri pada kepala bagian belakang + + -
Tidak ada riwayat cedera kepala + + +
Riwayat sakit gigi + + +
Tabel 1. Diffrential Diagnosis
Dari diskusi dan informasi baru yang diperoleh, diagnosa kami mengarah pada abses otak dan
tumor otak.
Pada umumnya abses otak sering terjadi pada umur di bawah 15 tahun, karena pada umur ini
frekuensi penyakit-penyakit sinus nasalis maupun mastoiditis masih tinggi. Namun perlu
diperhatikan pula bahwa insiden abses otak sangat jarang terjadi, yaitu hanya lebih kurang 2%
dari semua tindakan bedah otak, dan kurang lebih 5% dari kasus-kasus penyakit jantung bawaan,
terutama tetralogi Fallot memberi komplikasi abses otak.
Sedangkan tumor otak lebih sering mengenai pria daripada wanita dengan perbandingan 55:45,
kecuali meningioma yang lebih sering timbul pada wanita daripada pria dengan perbandingan
2:1.
Oleh karena data yang diberikan mengenai kasus terbatas, kami mengalami kesulitan dalam
menegakkan diagnosis utama. Untuk itu diperlukan anamnesis sistematis yang lebih akurat dan
pemeriksaan penunjang.
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Hartanto, H., dkk.. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Ed. 29. Jakarta : Penerbit buku kedokteran
EGC.
http//www.medicastore.com/cybermed/detaile_pyk.php?idktg=3&iddtl=18-16 k th 2004
Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran edisi ke-3.Jilid I. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Purnawan Junadi, dkk, Kapita selekta kedokteran, edisi 2, penerebit Media Aesculapius fakultas
kedokteran UI, 1982
Price, Sylvia A., dkk. 2002. Patofisiologi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC
Werner Kahle, Atlas dan buku teks anatomi manusia, cetakan I, EGC, 1990.