lbm32.docx

30
GANGGUAN MOOD Mood didefinisikan sebagai “alam perasaan” atau “suasana perasaan” yang bersifat internal. Ekspresi eksternal dari mood disebut afek, atau “eksternal display”. Sejak lama dalam literatur psikiatri mood yang terganggu disebut gangguan afektif. Tapi kurang lebih dalam 5 tahun terakhir, gangguan afektif ini diubah namanya dengan gangguan mood. Yang paling utama dalam gangguan moodini adalah mood yang menurun atau tertekan yang disebut depresi, dan mood yang meningkat atau ekspansif yang disebut mania (manik). Baik mood yang menurun atau terdepresi dan mood yang meningkat bersifat graduil , suatu kontinuum dari keadaan normal ke bent6uk yang jelas- jelas patologik. Pada beberapa individu gejala-gejalanya bisa disertai dengan ciri psikotik. Tanda dan Gejala Depresi Depresi adalah keadaan emosional yang ditandai kesedihan yang sangat, perasaan bersalah dan tidak berharga, menarik diri dari orang lain, kehilangan minat untuk tidur, seks, serta hal-hal menyenangkan lainnya. Orang yang depresi mungkin: - Sulit konsentrasi, bicaranya pelan, kata-kata monoton, suara pelan - Memilih untuk sendirian dan berdiam diri; atau justru tidak bisa diam - Sulit menemukan solusi permasalahan Tanda dan gejala depresi mungkin bervariasi bergantung usia, anak-anak yang depresi seringkali menunjukkan keluhan somatis, seperti sakit perut atau sakit kepala, sedangkan orang dewasa yang depresi seringkali mudah lupa dan mudah terdistraksi. Gejala-gejala ringan dapat berupa peningkatan dari kesedihan atau elasi normal sedang gejala-gejala berat dikaitkan dengan sindrom gangguan mood yang terluhat berbeda secara kualitatif dari proses normal dan membutuhkan terapi spesifik. Gangguan depresi sering dijumpai. Prevalensi selama kehidupan pada wanita 10%-25% dan pada laki-laki 5%-12%. Walaupun depresi lebih sering pada wanita, bunuh diri lebih sering pada laki-laki terutama usia muda dan tua. Klasifikasi Gangguan mood berbeda dalam hal manifestasi klinik, perjalanan

Transcript of lbm32.docx

Page 1: lbm32.docx

GANGGUAN MOOD

Mood didefinisikan sebagai “alam perasaan” atau “suasana perasaan” yang bersifat internal. Ekspresi eksternal dari mood disebut afek, atau “eksternal display”. Sejak lama dalam literatur psikiatri mood yang terganggu disebut gangguan afektif. Tapi kurang lebih dalam 5 tahun terakhir, gangguan afektif ini diubah namanya dengan gangguan mood. Yang paling utama dalam gangguan moodini adalah mood yang menurun atau tertekan yang disebut depresi, dan mood yang meningkat atau ekspansif yang disebut mania (manik). Baik mood yang menurun atau terdepresi dan mood yang meningkat bersifat graduil , suatu kontinuum dari keadaan normal ke bent6uk yang jelas-jelas patologik. Pada beberapa individu gejala-gejalanya bisa disertai dengan ciri psikotik.

Tanda dan Gejala DepresiDepresi adalah keadaan emosional yang ditandai kesedihan yang sangat, perasaan bersalah dan tidak berharga, menarik diri dari orang lain, kehilangan minat untuk tidur, seks, serta hal-hal menyenangkan lainnya. Orang yang depresi mungkin:- Sulit konsentrasi, bicaranya pelan, kata-kata monoton, suara pelan- Memilih untuk sendirian dan berdiam diri; atau justru tidak bisa diam- Sulit menemukan solusi permasalahan

Tanda dan gejala depresi mungkin bervariasi bergantung usia, anak-anak yang depresi seringkali menunjukkan keluhan somatis, seperti sakit perut atau sakit kepala, sedangkan orang dewasa yang depresi seringkali mudah lupa dan mudah terdistraksi.Gejala-gejala ringan dapat berupa peningkatan dari kesedihan atau elasi normal sedang gejala-gejala berat dikaitkan dengan sindrom gangguan mood yang terluhat berbeda secara kualitatif dari proses normal dan membutuhkan terapi spesifik.Gangguan depresi sering dijumpai. Prevalensi selama kehidupan pada wanita 10%-25% dan pada laki-laki 5%-12%. Walaupun depresi lebih sering pada wanita, bunuh diri lebih sering pada laki-laki terutama usia muda dan tua.

KlasifikasiGangguan mood berbeda dalam hal manifestasi klinik, perjalanan penyakit, genetik, dan respons pengobatan. Kondisi ini dibedakan satu sama lain berdasarkan: (1) ada tidaknya mania (bipolar atau unipolar); (b) berat ringannya penyakit (mayor atau minor); (c) kondisi medik atau psikiatrik lain sebagai penyebab gangguan. Maka diklasifikasikan sebagai berikut:(I) Gangguan mood mayor : depresi mayor dan/ atau tanda-tanda gejala manik. Gangguan Bipolar I ( manik-depresi) – mania pada masa lalu atau saat ini ( dengan atau tanpa adanya depresi atau riwayat depresi). Gangguan Bipolar II – hipomania dan depresi mayor mesti ada saat ini atau pernah ada. Gangguan Depresi Mayor- hanya depresi berat saja.(II) Gangguan mood spesifik lainnya. Depresi minor dan/atau gejala-gejala dan tanda-tanda manik. Gangguan distimia – depresi saja. Gangguan siklotimia –depresi dan hipomanik saat atau baru saja berlalu (secara terus menerus selama 2 tahun).(III) Gangguan mood akibat kondisi medik umum dan gangguan mood akibat zat.(IV) Gangguan penyesuaian dengan mood depresi : depresi yang disebabkan oleh stressor.

Diagnostik Formal Gangguan Mood Menurut DSM IV-TRDepresi merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan sejumlah gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda pada masing-masing individu. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV) merupakan salah satu instrumen yang dipakai untuk

Page 2: lbm32.docx

menegakkan diagnosis depresi, selain PPDGJ-III (ICD-X) yang digunakan di RSJ-RSJ di Indonesia. Bila manifestasi gejala depresi muncul dalam bentuk keluhan yang berkaitan dengan mood (seperti murung, sedih, putus asa), diagnosis depresi dengan mudah dapat ditegakkan. Tapi bila gejala depresi muncul dalam keluhan psikomotor atau somatik seperti malas bekerja, lamban, lesu, nyeri ulu hati, sakit kepala terus menerus, adanya gejala depresi yang melatarbelakangi sering tidak terdiagtnosis. Ada masalah yang juga dapat menutupi diagnosis depresi, misalnya individu penyalahguna alkohol atau napza untuk mengatasi depresi, atau depresi muncul dalam bentuk gangguan perilaku.

A. Diagnosis Depresi (Depresi Mayor/ Unipolar)- Minimal 2 minggu kehilangan minat dan kesenangan dan mood depresif.- Minimal muncul 4 diantara simptom additional berikut ini, yaitu: gangguan tidur dan nafsu makan, hilang energi, worthlessness, suicidal thought, dan sulit konsentrasi.- Subclinical depression: individu yang simtomnya kurang dari 5, memiliki kesulitan dalam fungsi psikologisà mirip- Depresi 2-3x lebih sering pada wanita daripada pria; lebih sering terjadi pada golongan ekonomi bawah; dewasa muda- Depresi cenderung muncul berulang à 80 % penderita mengalami episode lain

B. Diagnosis Gangguan Bipolar- Gangguan Bipolar I: episode mania/ campuran, terdapat simtom mania dan depresi. Episode mania disini minimal muncul 3 simtom additional (4 simptom jika mood hanya irrirable).- Gangguan bipolar lebih jarang muncul daripada depresi mayor- Rata-rata onset: umur 20an, seimbang antara pria dan wanita

Heterogenitas Kategori DSM-IV- Banyak penderita dengan gejala heterogen, tapi dikelompokkan pada diagnosis yang sama.- Munculnya delusi dapat membedakan penderita depresi unipolar à tidak reaktif terhadap terapi obat-obatan biasa, kecuali dikombinasikan dengan terapi psikotik.- Sejumlah pasien depresi mengalami fitur melankolis (tidak bahagia/ senang meski terjadi peristiwa menggembirakan, bangun tidur 2 jam lebih cepat, cemas berlebihan) à reaktif terhadap terapi biologis.- Episode manik dan depresif mungkin ditandai fitur katatonik (gangguan motorik, aktifitas tidak bertujuan).- Gangguan bipolar dan unipolar mungkin sifatnya musiman bila pasien secara teratur mengalaminya.

Gangguan Mood KronikJangka panjang, minimal 2 tahun, belum cukup mengganggu fungsi sosial dan pekerjaan.Ada 2 jenis:a. Gangguan cyclothymicPeriode depresi dan hipomania berulang. Selama depresi pasien merasa inadekuat, selama hipomania self esteem meningkat. Menarik diri, tidur terlalu sering atau terlalu sebentar, sulit konsentrasi, dan jarang berbicara.

b. Gangguan dysthymicDepresi kronis, feeling blue, sedikit sekali merasa senang, insomnia atau justru terlalu banyak tidur, tidak efektif, letih, pesimis, sulit konsentrasi, dan berpikir jernih, menghindari bersama-sama dengan orang lain. Pasien distimia mengalami 3 atau lebih simtom additional, meliputi mood depresif tapi bukan suicidal thought. Minimal berlangsung selama 2 bulan.

Page 3: lbm32.docx

Gangguan Mood dan Depresi- Individu yang depresi lebih sedikit menunjukkan ekspresi wajah positif dan mengalami emosi menyenangkan- Gangguan kecemasan biasanya muncul bersamaan dengan depresi.

Teori Psikoanalisis Tentang DepresiTeori psikodinamika klasik mengenai depresi dari Freud dan para pengikutnya meyakini bahwa depresi mewakili kemarahan yang diarahkan ke dalam diri sendiri dan bukan terhadap orang-orang yang dikasihi. Rasa marah dapat diarahkan kepada self setelah mengalami kehilangan yang sebenarnya atau ancaman kehilangan dari orang-orang yang dianggap penting ini (Nevid dkk, 2005).

Menurut pandangan ini, gangguan bipolar mewakili dominansi yang berubah-ubah dari kepribadian individu antara ego dan superego. Dalam fase depresi, superego adalah dominan, memproduksi kesadaran yang berlebihan atas kesalahan-kesalahan dan membanjiri individu dengan perasaan bersalah dan ketidakberhargaan (Nevid dkk, 2005).

Model psikodinamika terbaru lebih terfokus pada isu-isu yang berhubungan dengan perasaan individual akan self-worth atau self-esteem. Suatu model, yang disebut model self-focusing, mempertimbangkan bagaimana mengalokasikan proses atensi mereka setelah suatu kehilangan (kematian orang yang dicintai, kegagalan personal, dll). Menurut model ini, orang yang mudah terkena depresi mengalami suatu periode self-examination (self-focusing) yang intens setelah terjadinya suatu kehilangan atau kekecewaan yang besar. Mereka menjadi terpaku pada pikiran-pikiran mengenai objek atau tujuan penting yang hilang dan tetaap tidak dapat merelakan harapan akan entah bagaimana cara mendapatkannya kembali (Nevid dkk, 2005).

Teori Kognitif Tentang Depresia. Teori depresi Beck (1967)Beck mengidentifikasikan 3 pola kognitif utama pada depresi yang disebut sebagai triad kognitif, yaitu pandangan negatif terhadap masa depan, pandangan negatif terhadap diri sendiri, individu menganggap dirinya tak mampu, bodoh, pemalas, tidak berharga, pandangan negatif terhadap pengalaman hidup (Durand dan Barlow, 2006).Model kognitif Beck berfokus pada peran berpikir yang negatif atau terdistorsi dalam depresi. Orang yang rentan mengalami depresi memegang keyakinan yang negatif terhadap dirinya sendiri, lingkungan, dan masa depan. Segi tiga kognitif dari depresi ini menghasilkan kesalahann tertentu dalam berpikir, atau distorsi kognitif, dalam berespons pada peristiwa negatif, yang pada gilirannya akan menyebabkan depresi (Nevid dkk, 2005).

b. Teori helplessness/ hopelessness1. Learned helplessness: kepasifan individu dan perasaan tak berdaya mengontrol hidupnya, didapat dari pengalaman-pengalaman buruk/ trauma, mengarah pada depresi2. Attribution and learned helplessness: pada situasi dimana individu pernah gagal, ia akan mencoba mengatribusikan penyebab kegagalan. Individu depresi bila mereka mengatribusikan kejadian negatif bersifat stabil dan global. Individu depresi biasanya menunjukkan depressive attributional styleàmengatribusikan rasa hasil negatif sebagai personal, global, penyebabnya stabil

3. Teori hopelessness

Page 4: lbm32.docx

Sejumlah bentuk depresi dianggap sebagai akibat hopelessnessà merasa hasil yang diharapkan takkan pernah muncul, individu tak bisa merubah situasi. Kemungkinan muncul akibat self esteem yang rendah, kecenderungan anggapan bahwa kejadian negatif akan mengakibatkan sejumlah hal negatif

Teori Interpersonal Tentang Depresi- Individu depresi cenderung terbatas jaringan dan dukungan sosialnyaàmengurangi kemampuan individu mengatasi kejadian negatif, rentan terhadap depresi- Individu depresi berusaha meyakinkan diri bahwa orang lain benar peduli. Namun ketika yakin, rasa puasnya hanya sebentar. Berhubungan dengan konsep diri negatif.- Kompetensi sosial yang rendah diperkirakan memunculkan depresi pada anak usia TK- Interpersonal problem solving skill yang rendah dapat meningkatkan depresi pada remaja

Teori Humanistik tentang DepresiMenurut kerangka kerja humanistik, orang menjadi depresi saat mereka tidak dapat mengisi keberadaan mereka dengan makna dan tidak dapat membuat pilihan-pilihan autentik yang menghasilkan self-fulfillment. Kemudian dunia dianggap menjadi tempat yang menjemukkan. Pencarian orang akan makna memberikan warna dan arti bagi kehidupan mereka. Perasaan bersalah dapat timbul saat orang percaya bahwa mereka tidak membangkitakn potensi-potensi mereka. Mereka dapat meningkatkan suatu perasaan suram yang terekspresikan dalam perilaku depresi – kelelahan, mood yang murung, dan menarik diri (Nevid dkk, 2005).Humanistik juga berfokus pada hilangnya self-esteem yang dapat muncul saat orangg kehilangan teman atau anggota keluarga, ataupun mengalami kemunduran atau kehilangan dalam pekerjaan. Depresi adalah konsekuensi yang sering terjadi dari kehilangan seperti itu, terutama jika kita mendasarkan self-esteem kita pada peran pekerjaan atau kesuksesan (Nevid dkk, 2005).

Teori Behavioristik tentang DepresiDalam perspektif teori belajar lebih kepada faktor-faktor situasional, seperti kehilangan reinforcement positif. Kita memiliki kinerja terbaik saat tingkat reinforcement sepadan dengan usaha kita. Perubahan pada frekuensi atau efektivitas reinforcement dapat mengubah keseimbangan sehingga kehidupan menjadi tidak berharga. Saat reinforcement berkurang, orang akan merasa tidak termotivasi dan depresi, yang dapat menyebabkan ketidakaktifan dan nantinya semakin mengurangi kesempatan untuk mendapatkan reinforcement (Nevid dkk,2005)

Teori Psikologi Tentang Gangguan Bipolar- Tekanan hidup adalah faktor penting munculnya gangguan bipolar- Dukungan sosial dapat mempercepat penyembuhan simptom depresi, tapi tidak simtom mania- Attributional style + sikap disfungsi + kejadian buruk ---->peningkatan simptom depresi ataupun mania pasien bipolar- Self esteem individu mania mungkin sangat rendah

DEPRESI PADA ANAK-ANAK DAN REMAJASimtom dan PrevalensiAnak-anak dan remaja menunjukkan kemiripan dengan orang dewasa dalam hal mood yang depresif, tidak mampu untuk merasakan kesenangan, kelelahan, sulit konsentrasi, dan ide bunuh diri. Perbedaannya pada tingkat usaha untuk bunuh diri dan rasa bersalah yang lebih

Page 5: lbm32.docx

tinggi pada anak dan remaja, sering bangun lebih awal di pagi hari, kehilangan selera dan berat badan, dan depresi di pagi hari pada orang dewasa. Terkadang depresi disebut sebagai masked depression, yaitu menampilkan perilaku agresif dan menyimpang, yang biasanya pada orang dewasa tidak dilihat sebagai refleksi dari depresi. Masalah dalam melakukan diagnosis depresi pada anak-anak adalah seringkali merupakan komorbiditas dengan gangguan lain, misalnya kecemasan. Lebih dari 70% dari anak-anak yang depresi juga memiliki gangguan kecemasan atau simtom kecemasan yang signifikan (Anderson et al., 1987: Brady & Kendall, 1992; Kovacs, 1990, dalam Davison, Neale, & Kring, 2004). Telah ditemukan bahwa anak-anak yang lebih muda dengan gangguan depresi dan gangguan lainnya mengalami pengalaman depresi yang parah dan membutuhkan waktu yang lama untuk penyembuhan (Keller et al., 1988; Kovacs et al., 1984, dalam Davison, Neale, & Kring, 2004).

Secara umum, depresi muncul kurang dari 1% pada anak-anak prasekolah (Kashani & Carlson, 1987; Kashani, Hoalcomb, & Orvaschel, 1986, dalam Davison, Neale, & Kring, 2004) dan 2–3% pada anak usia sekolah (Cohen et al., 1993; Costello et al., 1988, dalam Davison, Neale, & Kring, 2004). Pada remaja, rata-rata penderita depresi sama dengan orang dewasa, dengan rata-rata yang biasanya tinggi (7-13%) pada anak perempuan (Angold & Rutter, 1992; Kashani et al., 1987, dalam Davison, Neale, & Kring, 2004).

EtiologiDepresi pada anak-anak dan remaja juga dapat disebabkan oleh faktor genetik atau disebabkan oleh keluarga dan hubungan dengan orang lain sebagai sumber stress yang kemudian berinteraksi dengan penyebab biologis tersebut. Mempunyai ibu yang depresi meningkatkan resiko depresi pada anak dan remaja, namun tidak diketahui mengenai pengaruh dari ayah (Kaslow, Deering, & Racusin, 1994, dalam Davison, Neale, & Kring, 2004). Orang tua serta anak yang depresi akan berinteraksi secara negatif, seperti kurangnya kasih sayang dan saling menyakiti.

Penyebab depresi dan mania secara pasti belum diketahui. Faktor-faktor yang diduga berperan pada terjadinya gangguan mood ini, yaitu peristiwa-peristiwa kehidupan yang berakibat stressor (problem keuangan, perkawinan, pekerjaan, dll), faktor kepribadian, genetik, dan biologik lain seperti ganggtuan hormon, keseimbangan neurotransmiter, biogenik amin, dan imunologik..Bipolar Disorder Edit 0 0 3 … oleh : Adisti Nur Afrianti (9116)

1. I. Penjelasan

Ganguan bipolar atau sering disebut juga dengan manic - depresi merupakan kelainan pada otak yang menyebabkan ketidak normalan pergantian mood, energi, level aktivitas, dan kemampuan untuk mengerjakan aktivitas harian. Bipolar memiliki dua kutub, yaitu manik dan depresi. Gangguan ini bersifat episode yang cenderung berulang, menunjukkan suasana perasaan atau mood dan tingkat aktivitas yang terganggu.Seseorang yang mengidap Bipolar Disorder biasanya sering merasa euphoria berlebihan (mania) dan mengalami depresi yang sangat berat. Periode mania dan depresi ini bisa berganti dalam hitungan jam, minggu maupun bulan. Ini semua tergantung masing-masing pengidap.Mood atau keadaan emosi internal merupakan penyebab utama dari gangguan ini.Kadang penderita memiliki perasaan atau yang bisa disebut sebagai mood meninggi, energi

Page 6: lbm32.docx

dan aktivitas fisik dan mental meningkat atau episode manik atau hipomanik. Pada waktu lain berupa penurunan mood, energi dan aktivitas dan mental berkurang (episode depresi).Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara dua minggu sampai lima bulan. Sedangkan depresi cenderung berlangsung lebih lama. Episode hipomanik mempunyai derajat yang lebih ringan daripada manik.Mereka yang mengalami gangguan bipolar ini beralih dari perasaan sangat senang dan gembira ke perasaan sangat sedih atau sebaliknya. Dua kutub mood tinggi dan rendah, saling bergantian.Bipolar disorder sering dialami oleh remaja yang beranjak dewasa atau dewasa muda. setidaknya setengah dari kasus dimulai sebelum umur 25 tahun. beberapa orang memiliki gejala - gejalanya bahkan sejak kanak - kanak, sementara beberapa orang sisanya mengalami gejala - gejalanya lebih lama. Bipolar disorder tidak mudah dikenali saat kelainan ini dimulai. gejalanya terlihat seperti masalah - masalah yang berbeda, tidak tampak seperti bagian dari masalah lain yang lebih besar. beberapa orang menderita kelainan ini sampai bertahun - tahun sampai akhirnya terdiagnosis dan mendapatkan terapi. Seperti diabetes dan penyakit jantung, bipolar disorder adalah kelainan jangka panjang yang harus di awasi dan di managed seumur hidup.

1. II. GEJALA-GEJALA BIPOLAR2. a. Gejala-gejala dari mania atau episode manic:

Perubahan-Perubahan Suasana Hati

Periode yang panjang dari perasaan "puncak", atau suasana hati yang sangat gembira atau ramah

Suasana hati yang sangat teriritasi, agitasi, merasakan "jumpy (gelisah)" atau "wired".

Perubahan-Perubahan Kelakuan

Berbicara sangat cepat, melompat dari satu idea ke yang lainnya, mempunyai pemikiran-pemikiran yang bergegas-gegas

Sangat mudah dikacaukan Aktivitas-aktivitas yang menuju tujuan yang meningkat, seperti menerima proyek-

proyek baru Menjadi gelisah Tidur yang sedikit Mempunyai kepercayaan yang tidak realistik pada kemampuan-kemampuan

seseorang Berkelakuan secara impulsif dan mengambil bagian pada banyak kelakuan-kelakuan

yang menyenangkan dan berisiko tinggi, seperti membelanjakan sprees, seks yang impulsif, dan investasi-investasi bisnis yang impulsif.

1. b. Gejala-gejala dari episode depresi:

Perubahan-Perubahan Suasana Hati

Periode yang panjang dari perasaan khawatir atau kosong Kehilangan minat pada aktivitas-aktivitas yang pernah dinikmati, termasuk seks.

Perubahan-Perubahan Kelakuan

Page 7: lbm32.docx

Merasa lelah atau "slowed down" Mempunyai persoalan-persoalan berkonsentrasi, mengingat, dan membuat keputusan-

keputusan Menjadi gelisah atau teriritasi Merubah kebiasaan-kebiasaan makan, tidur, atau yang lain-lain Memikirkan kematian atau bunuh diri, atau mencoba bunuh diri.

1. c. Gejala-gejala dari episode hipomania :

Tahap hipomania mirip dengan mania. Perbedaannya adalah penderita yang berada pada tahap ini merasa lebih tenang seakan-akan telah kembali normal serta tidak mengalami hallucination dan delusion. Hipomania sulit untuk didiagnosis karena terlihat seperti kebahagiaan biasa, tapi membawa resiko yang sama dengan mania. Gejala-gejala dari tahap hipomania bipolar disorder adalah sebagai berikut.1. Bersemangat dan penuh energi, muncul kreativitas.2. Bersikap optimis, selalu tampak gembira, lebih aktif, dan cepat marah.3. Penurunan kebutuhan untuk tidur.

1. d. Gejala-gejala episode campuran (Mixed state episode) :

Dalam konteks bipolar disorder, mixed state adalah suatu kondisi dimana tahap mania dan depresi terjadi bersamaan. Pada saat tertentu, penderita mungkin bisa merasakan energi yang berlebihan, tidak bisa tidur, muncul ide-ide yang berlal-lalang di kepala, agresif, dan panik (mania). Akan tetapi, beberapa jam kemudian, keadaan itu berubah menjadi sebaliknya. Penderita merasa kelelahan, putus asa, dan berpikiran negatif terhadap lingkungan sekitarnya. Hal itu terjadi bergantin dan berulang-ulang dalam waktu yang relatif cepat. Mixed state bisa menjadi episode yang paling membahayakan penderita bipolar disorder. Pada episode ini, penderita paling banyak memiliki keinginan untuk bunuh diri karena kelelahan, putus asa, delusion, dan hallucination.Gejala-gejala yang diperlihatkan jika penderita akan melakukan bunuh diri antara lain sebagai berikut.

1. Selalu berbicara tentang kematian dan keinginan untuk mati kepada orang-orang di sekitarnya.

2. Memiliki pandangan pribadi tentang kematian.3. Mengkonsumsi obat-obatan secara berlebihan dan alkohol.4. Terkadang lupa akan hutang atau tagihan seperti; tagihan listrik, telepon.

Menurut DSM, ada empat tipe-tipe dasar dari penyakit bipolar:

1. Penyakit Bipolar I terutama ditentukan oleh episode-episode manic atau campuran yang berlangsung paling sedikit tujuh hari, atau oleh gejala-gejala manic yang begitu parah sehingga orang itu perlu segera perawatan rumah sakit. Biasanya, orang itu juga mempunyai episode-episode depresi, secara khas berlangsung paling sedikit dua minggu. Gejala-gejala dari mania atau depresi harus menjadi perubahan utama dari kelakuan normal seseorang.

2. Penyakit Bipolar II Hypomanic , ditentukan oleh pola dari episode-episode depresi namun bukan sepenuhnya episode-episode manic atau campuran.

3. Bipolar Disorder Not Otherwise Specified (BP-NOS) didiagnosa ketika seseorang mempunyai gejala-gejala dari penyakit yang tidak memenuhi kriteria diagnostik untuk

Page 8: lbm32.docx

salah satu dari bipolar I atau II. Gejala-gejala mungkin tidak berlangsung cukup lama, atau orang itu mungkin mempunyai terlalu sedikit gejala-gejala, untuk didiagnosa dengan bipolar I atau II. Bagaimanapun, gejala-gejala adalah dengan jelas keluar dari batasan kelakuan normal seseorang.

4. Penyakit Cyclothymic, atau Cyclothymia, adalah bentuk ringan dari penyakit bipolar. Orang-orang yang mempunyai cyclothymia mempunyai episode-episode dari hypomania dengan depresi ringan untuk paling sedikit dua tahun. Bagaimanapun, gejala-gejala tidak memenuhi kebutuhan-kebutuhan diagnostik untuk tipe lain apa saja dari penyakit bipolar.

5. Beberapa orang-orang mungkin didiagnosa dengan rapid-cycling bipolar disorder. Ini adalah ketika seorang mempunyai empat atau lebih episode-episode dari depresi utama, mania, hypomania, atau gejala-gejala campuran dalam satu tahun.III. PERSPEKTIF TEORITIS GANGGUAN MOOD1. TEORI PSIKOLOGI TENTANG GANGGUAN MOOD

Teori Psikoanalisis Tentang DepresiMenurut Freud (1917/ 1950) potensi depresi muncul pada awal masa kanak-kanak. Pada fase oral anak mungkin kurang terlalu terpenuhi kebutuhannya, sehingga ia terfiksasi pada fase ini mengakibatkan individu dependen, low self esteem. Hipotesanya adalah, setelah kehilangan orang yang dicintai, ia mengidentifikasi diri dengan orang tersebut seolah untuk mencegah kehilangan. Lama-lama ia malah marah pada dirinya sendiri, merasa bersalah.Teori Kognitif Tentang Depresia. Teori depresi Beck (1967)Individu menjadi depresi akibat interpretasi negatif yang bias. Pada waktu kecil/remaja muncul skema negatif akibat kejadian-kejadian buruk ia merasa akan selalu sial/gagal, dipadu dengan bias kognitif muncul triad negatif (pandangan sangat negatif tentang diri, dunia, masa depan)b. Teori helplessness/ hopelessness

Learned helplessness

Kepasifan individu dan perasaan tak berdaya mengontrol hidupnya, didapat dari pengalaman-pengalaman buruk/ trauma, mengarah pada depresi

Attribution and learned helplessness

Pada situasi dimana individu pernah gagal, ia akan mencoba mengatribusikan penyebab kegagalan. Individu depresi bila mereka mengatribusikan kejadian negatif bersifat stabil dan global. Individu depresi biasanya menunjukkan depressive attributional styleàmengatribusikan rasa hasil negatif sebagai personal, global, penyebabnya stabil

Teori hopelessness

Sejumlah bentuk depresi dianggap sebagai akibat hopelessnessà merasa hasil yang diharapkan takkan pernah muncul, individu tak bisa merubah situasi. Kemungkinan muncul akibat self esteem yang rendah, kecenderungan anggapan bahwa kejadian negatif akan mengakibatkan sejumlah hal negativeTeori Interpersonal Tentang Depresi

Individu depresi cenderung terbatas jaringan dan dukungan sosialnyaàmengurangi kemampuan individu mengatasi kejadian negatif, rentan terhadap depresi.

Page 9: lbm32.docx

Individu depresi berusaha meyakinkan diri bahwa orang lain benar peduli. Namun ketika yakin, rasa puasnya hanya sebentar. Berhubungan dengan konsep diri negatif.

Kompetensi sosial yang rendah diperkirakan memunculkan depresi pada anak usia TK Interpersonal problem solving skill yang rendah dapat meningkatkan depresi pada

remaja

Teori Psikologi Tentang Gangguan Bipolar

Tekanan hidup adalah faktor penting munculnya gangguan bipolar Dukungan sosial dapat mempercepat penyembuhan simptom depresi, tapi tidak

simtom mania Attributional style + sikap disfungsi + kejadian buruk ---->peningkatan simptom

depresi ataupun mania pasien bipolar Self esteem individu mania mungkin sangat rendah

2. TEORI BIOLOGI TENTANG GANGGUAN MOODGenetic DataPenelitian mengenai faktor genetis pada gangguan unipolar dan bipolar melibatkan keluarga dan anak kembar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 10-15% keluarga dari pasien yang mengalami gangguan bipolar pernah mengalami satu episode gangguan mood (Gherson, 1990, dalam Davison, Neale, & Kring, 2004). Pada gangguan unipolar, meskipun faktor genetis mempengaruhi, namun kurang menentukan dibandingkan gangguan bipolar. Resiko akan meningkat pada keluarga pasien yang memiliki onset muda saat mengalami gangguan.Berdasarkan beberapa data diperoleh bahwa onset awal untuk depresi, munculnya delusi, dan komorbiditas dengan gangguan kecemasan dan alkoholisme meningkatkan resiko pada keluarga (Goldstein, et al., 1994; Lyons et al., 1998, dalam Davison, Neale, & Kring, 2004).Neurochemistry dan Mood DisordersDua neurotransmitter yang berperan dalam gangguan mood adalah norepinephrine dan serotonin. Norepinephrine terkait dengan gangguan bipolar dimana tingkat norephinephrine yang rendah menyebabkan depresi dan tingkat yang tinggi menyebabkan mania. Sedangkan untuk serotonin, tingkatnya yang rendah juga menyebabkan depresi. Terdapat dua kelompok obat untuk depresi, yaitu tricyclics dan monoamine oxidase (MAO) inhibitors. Tricyclics seperti imipramine (tofranil) adalah obat antidepresan yang berfungsi untuk mencegah pengambilan kembali norephinephrine dan serotonin oleh presynaptic neuron setelah sebelumnya dilepaskan, meninggalkan lebih banyak neurotransmitter pada synapse sehingga transmisi pada impuls syaraf berikutnya menjadi lebih mudah. Monoamine oxidase (MAO) inhibitors merupakan obat antidepresan yang dapat meningkatkan serotonin dan norephineprhine. Terdapat pula obat yang dapat secara efektif mengatasi gangguan unipolar, yaitu Selective Serotonin Reuptake Inhibitors, seperti Prozac. Namun diperlukan penelitian lebih lanjut untuk melihat efek samping dari berbagai obat antidepresan tersebut sehingga peningkatan dari norephineprhine dan serotonin tidak menimbulkan komplikasi lainnya.Sistem NeuroendokrinArea limbik di otak berhubungan dengan emosi dan mempengaruhi hipotalamus. Hipotalamus kemudian mengontrol kelenjar endokrin dan tingkat hormon yang dihasilkannya. Hormon yang dihasilkan hipotalamus juga mempengaruhi kelenjar pituitary. Relevansinya terkait dengan simtom vegetatif pada gangguan depresi, seperti gangguan tidur dan rangsangan selera. Berbagai temuan mendukung hal tersebut, bahwa orang yang depresi memiliki tingkat dari cortisol (hormon adrenocortical) yang tinggi, hal itu disebabkan

Page 10: lbm32.docx

produksi yang berlebih dari pelepasan hormon rotropin oleh hipotalamus (Garbutt, et al., 1994 dalam Davison, Neale, & Kring, 2004). Produksi yang berlebih dari cortisol pada orang yang depresi juga menyebabkan semakin banyaknya kelenjar adrenal (Rubun et al., 1995, dalam Davison, Neale, & Kring, 2004). Banyaknya cortisol tersebut juga berhubungan dengan kerusakan pada hipoccampus dan penelitian juga telah membuktikan bahwa pada orang depresi menunjukkan hipoccampal yang tidak normal. Penelitian mengenai Cushing’s Syndrome juga dikaitkan dengan tingginya tingkat cortisol pada gangguan depresi.An Integrated Theory of Bipolar DisorderGangguan bipolar merefleksikan adanya gangguan pada sistem motivasional yang disebut dengan behavioral activation system atau BAS. BAS memfasilitasi kemampuan manusia unuk mendekati atau memperoleh reward dari lingkungannya dan ini telah dikaitkan dengan positive emotional states, karakteristik kepribadian seperti ekstrovert, peningkatan energi, dan berkurangnya kebutuhan untuk tidur. Secara biologis, BAS diyakini terkait dengan jalur syaraf dalam otak yang melibatkan dopamine neurotransmitter dan juga terkait dengan perilaku untuk memperoleh reward. Peristiwa kehidupan yang melibatkan pencapaian tujuan atau reward diprediksi meningkatkan simtom mania. Sedangkan peristiwa positif lainnya tidak terkait dengan perubahan pada simtom mania, dan pencapaian tujuan tidak terkait dengan perubahan dalam simtom depresi. Dengan demikian, BAS dan manifestasi perilakunya, yaitu pencapaian tujuan diasosiasikan dengan simtom mania dari gangguan bipolar.3. TEORI LINGKUNGAN TENTANG GANGGUAN MOODBipolar disorder tak hanya dipengaruhi oleh gen saja, tetapi juga didorong oleh faktor lingkungan. Penderita penyakit ini cenderung mengalami faktor pemicu munculnya penyakit yang melibatkan hubungan antar perseorangan atau peristiwa-peristiwa pencapaian tujuan (reward) dalam hidup. Contoh dari hubungan perseorangan antara lain jatuh cinta, putus cinta, dan kematian sahabat. Sedangkan peristiwa pencapaian tujuan antara lain kegagalan untuk lulus sekolah dan dipecat dari pekerjaan. Selain itu, seorang penderita bipolar disorder yang gejalanya mulai muncul saat masa ramaja kemungkinan besar mempunyai riwayat masa kecil yang kurang menyenangkan seperti mengalami banyak kegelisahan atau depresi. Selain penyebab diatas, alkohol, obat-obatan, dan penyakit lain yang diderita juga dapat memicu munculnya bipolar disorder. Di sisi lain, keadaan lingkungan di sekitarnya yang baik dapat mendukung penderita gangguan ini sehingga bisa menjalani kehidupan dengan normal.

IV. PREVENSI1. PsikodinamikPsikoanalisis tradisional bertujuan membantu orang yang depresi untuk memahami perasaan mereka yang ambivalen terhadap orang-orang (objek) penting dalam hidup mereka yang telah hilang atau yang terancam akan hilang. Dengan menggali perasaan-perasaan marah terhadap objek yang hilang ini, mereka dapat mengarahkan rasa merah keluar melalui ekspresi verbal dari perasaan, bukan membiarkannya menjadi lebih buruk.Psikoanalisis tradisional dapat menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk mengungkap dan menghadapi konflik-konflik yang tidak disadari. Pendekatan psikoanalisis modern juga berfokus pada konflik-konflik tidak disadari, namun secara lebih langsung, relative singkat, dan berfokus pada hubungan yang penuh konflik di masa kini maupun masa lalu. Terapis psikodinamika yang eklektik menggunakan metode-metode behavioral dalam membantu klien mencapai keterampilan sosial yang dibutuhkan untuk mengembangkan suatu jaringan sosial yang lebih luas.Psikoterapi interpersonal (interpersonal psychoteraphy/IPT) adalah suatu bentuk singkat dari terapi yang berfokus pada hubungan interpersonal klien disaat itu, biasanya tidak lebih dari 9 hingga 12 bulan. Perintis IPT percaya bahwa depresi terjadi dalam suatu konteks

Page 11: lbm32.docx

interpersonal dan bahwa isu hubungan perlu untuk ditekankan dalam penanganan. IPT membantu untuk menghadapi reaksi kesedihan yang tidak terselesaikan atau yang menganggu setelah kematian orang yang dicintai dan juga konflik-konflik peran dalam hubungan. Terapis membantu klien untuk mengekspresikan kesedihannya dan menghadapi rasa kehilangannya sambil membimbing mereka dalam mengembangkan aktivitas-aktivitas dan hubungan-hubungan baru untuk membantu memperbaharui kehidupan mereka.2. Behavioral Pendekatan penanganan behavioral beranggapan bahwa perilaku depresi dipelajari dan dapat dihilangkan. Terapis behavioral bertujuan untuk secara langsung memodifikasi perilaku dan bukan untuk menumbuhkan kesadaran terhadap kemungkinan penyebab yang tidak disadari dari perilaku-perilaku ini.Salah satu program behavioral yang ilustratif telah dikembangkan oleh Lewisohn dan kolega-koleganya, program ini terdiri dari sebuah program terapi kelompok. Hal ini membantu klien untuk memperoleh keterampilan relaksasi, meningkatkan aktivitas yang menyenangkan dan membangun keterampilan sosial yang memungkinkan mereka untuk mendapatkan reinforcement sosial. Terapi ini terdiri dari satu orang terapis yang dianggap sebagai seorang guru, dan kliennya sebagai siswa. Dalam terapi kelompok, orang belajar mereka tidak sendirian dengan penyakit, mereka menerima dukungan emosional penting, belajar keterampilan untuk mengatasi obat, masalah interpersonal dan terkait dengan pekerjaan, dan belajar cara untuk mengatasi dengan stigma dari orang lain. Memaksimalkan fungsi pekerjaan atau sosial merupakan aspek inti dari intervensi pemulihan dan berbasis keterampilan - misalnya, sekolah dan pekerjaan pelatihan dapat membantu dengan ini.3. Kognitif Cognitive teraphy atau terapi kognitif, berfokus pada membantu orang dengan depresi belajar untuk untuk menyadari dan mengubah pola berpikir mereka yang disfungsional. Terapi ini biasanya brejalan selama 14 hingga 16 sesi mingguan. Terapi ini menggunakan kombinasi antara behavioral dan kognitif untuk membantu klien mengidentifikasi dan mengubah pikiran-pikiran yang disfungsional serta mengembangkan perilaku yang lebih adaptif.4. Terapi KeluargaTerapi keluarga pyschoeducational dapat membantu dalam situasi ini dengan berfokus pada peningkatan komunikasi di antara anggota keluarga, membantu orang dengan penyakit bipolar memahami manfaat minum obat mereka secara konsisten dan belajar strategi untuk mencegah kambuh. Dalam hal ini jenis pengobatan, anggota keluarga bisa merasa didukung dan individu dengan penyakit dapat belajar cara-cara baru untuk mempertahankan pemulihan. perawatan psychoeducational membantu orang dan anggota keluarganya untuk lebih memahami penyakit bipolar sehingga pemulihan dapat dicapai lebih cepat. Dalam jenis pendekatan, individu dengan penyakit dan anggota keluarga mereka dapat berharap untuk mendiskusikan topik-topik seperti menerima penyakit, mengidentifikasi tanda-tanda peringatan awal akan terjadi kesulitan, belajar untuk mengatasi perubahan mood, obat pemahaman dan tempat untuk menemukan diri membantu kelompok-kelompok dan mengakses pekerjaan atau pelatihan sumber daya. 5. BiologisPenggunaan obat untuk bipolar, yaitu obat litium karbonat, berbentuk bubuk dari litum berelemen metalik. Litium efektif dalam menstabilkan mood orang yang menderita bipolar dan dalam mengurangi episode-episode kambuh dari manic dan depresi (Baldessarini & Tondo, 2000; Grof & Alda, 2000). Namun litium umumnya lebih efektif dalam menangani simptom-simptom manic dari pada depresi. Orang dengan gangguan bipolar kemungkinan perlu menggunakan litium secra terus-menerus untuk mengontrol perubahanmood-nya. Dalam pemakaian litium harus dimonitor, karena adanya efek beracun yang potensial dan efek samping lainnya. Obat ini dapat menambah berat badan, kelesuan, pusing dan penurunsn umum dari fungsi motorik, dalam jangka panjang obat ini dapat mengakibatkan masalah liver.

Page 12: lbm32.docx

Penstabil mood biasanya diresepkan untuk orang dengan perasaan "tinggi", banyak bicara, lekas marah, pidato dipercepat dan gejala manik lainnya serta depresi yang mengganggu fungsi seseorang. Obat-obat ini biasanya mengurangi intensitas perubahan suasana hati dan biasanya mengembalikan orang tersebut ke tingkat yang lebih normal berfungsi. Lithium, Depakote dan carbamazepine adalah obat-obat umum dalam grup ini. Mereka juga sangat penting untuk membantu orang mencegah gejala-gejala dari datang kembali setelah mereka dikendalikan. Antidepresan yang diresepkan untuk orang dengan gejala depresi. Ini mungkin termasuk perasaan sedih dan depresi serta melambat, perilaku lamban. Obat-obat ini membantu tubuh mendapatkan kembali energi sehingga orang tersebut memiliki lebih tertarik pada kehidupan sehari-hari. Penting untuk dicatat bahwa antidepresan dapat memperburuk gejala manik dan harus digunakan hati-hati setelah berkonsultasi dengan dokter Anda. Obat antipsikotik kadang-kadang digunakan untuk orang dengan gangguan bipolar yang mungkin memiliki halusinasi atau delusi. Halusinasi adalah pengalaman persepsi yang tidak benar-benar terjadi, seperti mendengar suara-suara mengatakan satu untuk menyakiti diri sendiri. Delusi adalah tetap keyakinan palsu tentang diri, seperti "Setiap orang keluar untuk mendapatkan saya." Obat antipsikotik dapat sangat membantu dalam kasus ini dan atau dokter Anda kekasih Anda akan memiliki beberapa untuk memilih dari, termasuk obat-obatan baru seperti olanzapine, quietiapine, risperidol dan ziprasidone. V. CONTOH KASUSSaat saya mulai merasa sangat senang, saya tidak tidak lagi merasa seperti ibu rumah tangga biasaa. Saya malah terasa terorganisasi dan terampil dan saya mulai merasa bahwa saya adalah orang yang paling kreatif. Saya dapat menulis puisi dengan mudah. Saya dapat mengubah melod tanpa usaha keras. Saya dapat melukis. Pikiran saya terasa lancar dan dapat menyerap apa pun. Saya memiliki ide yang tak terhitung mengenai perbaikan kondisi anak yang menderita keterbelakangan mental, atau tentang bagaimana rumah sakit untuk anak-anak itu seharusnya dijalankan, apa yang seharusnya ada di sekeliling mereka untuk membuat mereka tetap gembira.dan nyaman serta tidak merasa takut. Saya melihat diri saya mampu mencapai banyak hal demi kebaikan orang. Saya memiliki ide yang tak terhitung mengenai bagaimana masalah lingkungan dapat memberikan inspirasi terhadapat perjuangan untuk mendapat kesehatan dan perbaikan hidup bagi semua orang. Saya merasa mampu mencapai banyak hal demi kebaikan keluarga saya dan orang lain. Saya merasa senang, suatu perasaan euphoria atau kegirangan. Saya ingin hal ini berlangsung selamanya. Saya seperti tidak membutuhkan banyak tidur. Berat badab saya turun dan terasa sehat dan saya menyukai diri saya sendiri. Bahkan saya baru saja membeli 6 gaun baru dan semuanya terlihat bagus bila saya pakai. Saya merasa seksi dan para pria memperhatikan saya. Mungkin saya akan melakukan satu atau beberapa perselingkuhan. Saya merasa mampu berbicara dan akan berhasil dalam politik. Saya ingin menolong orang dengan masalah yang serupa seperti saya sehingga mereka tidak merasa putus harapan.Sangat indah bila anda merasakan hal ini…Perasaan kegembiraan yang kuat, mood yang baik, membuat saya merasa ringan dan penuh dengan kenikmatan hidup. Namun, saat melewati tahap ini, saya menjadi manic dan kreativitas saya menjadi sangat membesar sehingga saya mulai melihat hal-hal dalam pikiran saya yang tidak masuk akal. Misalnya, suatu malam saya menciptakan suatu keseluruhan film, lengkap dengan pemerannya, dimana saya masih berpikir bahwa hal itu akan menyenangkan. Saya melihat para pemarannya sejelas bila saya menonton mereka dalam kehidupan nyata. Saya juga mengalami terror yang sangat hebat, seperti benar-benar terjadi, saat saya tahu bahwa sebuah adegan pembunuhan akan berlangsung. Saya gemetar ketakutan dibawah selimut dan menjadi benar-benar tak berdaya. Seperti Anda kehatui, saya menjadi seorang psikosis manic pada saat itu. Teriakan saya membangunkan suami sya, yang mencoba meyakinkan saya bahwa kami berada di

Page 13: lbm32.docx

kamar tidur dan segalnya masih tetap sama. Tidak ada yang perlu ditakutkan. Namun, saya tetap dimasukan ke rumah sakit keesokan harinya.

MOOD DISORDER DAN SUICIDE (BUNUH DIRI)

1)    MOOD DISORDERMood adalah kondisi perasaan yang selalu ada dalam memberikan corak kehidupan

psikologis individu. Perasaan sedih atau depresi bukanlah hal yang abnormal dalam konteks peristiwa atau situasi yang penuh tekanan. Namun, orang dengan gangguan mood mengalami kendala mood yang luar biasa parah, atau bisa berlangsung lama, serta mengganggu kemampuan individu untuk berfungsi memenuhi tanggung jawab secara normal. Gangguan Mood adalah gangguan pada mood yang berlangsung sangat lama, tidak seperti biasanya, atau parah, serta cukup serius sehingga menghambat fungsi individu sehari-harinya. Terdapat beragam jenis gangguan mood, termasuk gangguan depresi (unipolar), seperti gangguan depresi mayor, dan gangguan distimik,dan gangguan yang melibatkan perubahan mood, seperti gangguan bipolar dan gangguan siklotimik.

      Gangguan Depresi MayorPada depresi mayor, seseorang mengalami suatu perubahan yang mendasar dalam

mood yang menghambat kemampuanya untuk berfungsi sebagaimana mestinya. Ada banyak ciri yang dihubungkan dengan gangguan depresi mayor, termasuk kemampuan mood yang menurun, perubahan selera makan, kendala dalam tidur, berkurangnya rasa bahagia pada aktivitas yang sebelumnya dinikmati, perasaan lelah atau kehilangan energi, rasa tidak berharga, rasa bersalah yang berlebihan atau yang tidak pada tempatnya, kesulitan berkonsentrasi, berpikir secara jernih, atau kesulitan dalam mengambil keputusan, pikiran berulang akan kematian atau bunuh diri, percobaan bunuh diri, dan bahkan pula perilaku psikosis (halusinasi maupun delusi).

      Gangguan DistimikGangguan Distimik adalah suatu bentuk depresi kronis yang lebih ringan dibandingkan

gangguan depresi mayor. Namun, tetap dapat diasosiasikan dengan penurunan pada fungsi peran-peran sosial dan fungsi pekerjaannya.

      Gangguan BipolarPada gangguan bipolar, orang mengalami kondisi mood yang berfluktuasi, dimana hal

tersebut mengganggu kemampuannya dalam berfungsi normal. Gangguan bipolar I diidentifikasikan dengan satu atau lebih episode manik. Bipolar II dicirikan dengan munculnya paling sedikit satu episode depresi mayor dan satu episode hipomanis, tapi tanpa disertai episode manik yang penuh. Ciri-ciri dari suatu episode manik antara lain :

       Adanya peningkatan atau ekspansi secara tiba-tiba dari mood dan perasaan self-importance.

       Perasaan memiliki energi yang hampir tak terbatas.       Hiperaktivitas.       Sosiabilitas yang ekstrem dimana sering kali dalam bentuk yang menuntut dan sangat

mengatur.       Memperlihatkan pembicaraan yang penuh tekanan dan sangat cepat.       Menurunnya kebutuhan untuk tidur.      Gangguan Siklotimik

Page 14: lbm32.docx

Gangguan Siklotimik adalah sebuah tipe gangguan bipolar yang ditandai dengan suatu pola yang kronis dari perubahan mood ringan yang kadang kala meningkat menjadi gangguan bipolar. Pandangan teoretis mengenai gangguan mood yaitu :

       Hubungan Stress Terhadap Gangguan Mood Deskripsi terhadap stress kehidupan berkaitan dengan suatu peningkatan resiko dari

perkembangan dan kambuhnya gangguan mood, terutama depresi mayor. Namun, sejumlah orang memang lebih tangguh dalam menghadapi stress. Hal ini mungkin karena faktor psikososial seperti dukungan sosial dan pola coping individu yang berbeda-beda.

       Teori Psikodinamis Mengkonsepkan Gangguan MoodDalam teori psikodinamis klasik, depresi dipandang sebagai bentuk dari rasa marah

yang diarahkan kedalam. Orang yang memegang kuat perasaan ambivalen terhadap orang yang telah hilang, atau terancam akan kehilangannya, dapat mengarahkan kemarahan yang belum terselesaikan terhadap representasi didalam dari orang-orang yang mereka rasa telah menyatu atau terintroyeksikan didalam diri mereka, menghasilkan self-loathing, serta depresi. Dalam teori psikodinamika, gangguan bipolar diasumsikan dalam bentuk keseimbangan yang berfluktuasi antara ego dan superego. Psikodinamis yang lebih mutakhir seperti model self-focusing, menggabungkan aspek-aspek psikodinamis dan kognitif untuk menjelaskan depresi dalam kaitannya dengan mengejar objek cinta yang hilang atau tujuan yang akan lebih adaptif bila direlakan.

       Teori Humanistik Memandang DepresiTeoretikus yang bekerja dalam kerangka kerja humanistik memandang depresi sebagai

refleksi dari kurangnya arti dan autentisitas dalam kehidupan seseorang.        Teori Belajar Memandang Depresi

Pandangan belajar berfokus pada faktor-faktor situasional dalam menjelaskan depresi , seperti perubahan-perubahan dalam tingkat reinforcement. Saat reinforcement berkurang, orang akan merasa tidak termotivasi dan depresi, yang dapat menyebabkan ketidakaktifan, akhirnya semakin mengurangi kesempatan untuk mendapat reinforcement. Teori interaksi dari Coyne berfokus pada interaksi keluarga yang negatif dapat menyebabkan anggota keluarga dari orang-orang yang mengalami depresi mengurangi pemberian reinforcement kepadanya.

       Teori Kognitif Memandang Depresi Pendekatan Kognitif Beck berfokus pada peran berpikir yang negatif atau terdistorsi

dalam depresi. Orang yang rentan mengalami depresi memegang keyakinan yang negatif terhadap dirinya sendiri, lingkungan, dan masa depannya. Segitiga kognitif dari depresi ini menghasilkan kesalahan tertentu dalam berpikir atau distorsi kognitif, dalam berespon pada peristiwa negatif, yang akhirnya dapat menyebabkan depresi. Pendekatan ketidakberdayaan yang dipelajari didasarkan pada keyakinan bahwa orang dapat menjadi depresi, jika mereka memandang dirinya sendiri tidak berdaya dalam mengontrol reinforcement yang ada pada lingkungannya, atau dalam mengubah kehidupannya menjadi lebih baik.

       Faktor -Faktor Biologis Dalam Gangguan MoodFaktor biologis juga memegang peran penting dalam gangguan mood, terutama dalam

menjelaskan gangguan depresi mayor dan gangguan bipolar. Ketidakseimbangan dalam aktivitas neurotransmiter dalam otak tampak terlibat dalam depresi dan maniak. Model-model diatesis-stress digunakan untuk mengasumsikan bahwa diatesis biologis atau psikologis bisa berinteraksi dengan stress dalam perkembangan depresi tersebut.

Penanganan terapis psikodinamis terhadap depresi secara tradisional berfokus membantu orang depresi untuk menggali perasaan ambivalennya terhadap objek yang hilang. Hal ini bertujuan untuk mereduksi kemarahan yang diarahkan kedalam. Pendekatan psikodinamis modern cenderung lebih berfokus pada pengembangan cara-cara yang lebih adaptif dalam mencapai self-worth dan menyelesaikan konflik-konflik interpersonal.

Page 15: lbm32.docx

Pendekatan teoretikus belajar berfokus dalam membantu orang depresi dalam meningkatkan frekuensi reinforcement pada kehidupannya melalui cara-cara seperti meningkatkan jumlah aktivitas menyenangkan, dimana mereka berpartisipasi dan membimbing mereka dalam mengembangkan ketrampilan sosial yang lebih efektif dalam meningkatkan kemampuannya untuk memperoleh reinforcement sosial dari orang lain. Terapis kognitif berfokus membentu orang depresi untuk mengidentifikasikan, memperbaiki pikiran-pikiran yang terdistorsi serta disfungsional, dan mempelajari lebih banyak perilaku yang adaptif. Pendekatan biologis berfokus pada penggunaan obat-obatan antidepresan dan pengobatan biologis lainnya, seperti terapi elektrokonvulsif (ECT). Obat-obatan anti depresan dapat menormalkan fungsi neurotransmiter pada otak. Gangguan bipolar biasanya diobati dengan litium.

2)    SUICIDE (BUNUH DIRI)Gangguan mood sering dihubungkan dengan bunuh diri. Meskipun wanita lebih

cenderung untuk mencoba bunuh diri, tetapi faktanya lebih banyak laki-laki yang berhasil, mungkin karena mereka memilih cara yang lebih mematikan. Orang lanjut usia lebih cenderung untuk melakukan bunuh diri, dan angka bunuh diri di antara orang lanjut usia tampaknya meningkat. Orang yang mencoba bunuh diri sering kali depresi, tapi mereka secara umum masih memiliki kontak dengan realitas. Mereka mungkin kurang memiliki keterampilan pemecahan masalah yang efektif dan merasa tidak ada alternatif lain untuk menghadapi stress kehidupan selain bunuh diri. Suatu perasaan tidak berdaya tergambarkan juga secara mencolok pada kasus-kasus bunuh diri. Pendekatan Psikodinamika klasik tentang kemarahan yang diarahkan kedalam, teori Durkeim tentang aliensi sosial, serta pandangan yang berdasarkan belajar, sosial kognitif, dan biologis diharapkan dapat menjelaskan fenomena suicide tersebut. Alasan seseorang untuk melakukan tindakan bunuh diri sesungguhnya dijelaskan sebagai berikut dalam beberapa perspektif :

  Orang yang mempertimbangkan bunuh diri pada saat stress kemungkinan kurang memiliki ketreampilan dalam memecahkan masalah serta kurang dapat menemukan alternatif cara untuk coping terhadap stressor.

  Psikodinamika : pengalihan ke dalam dari rasa marah terhadap representasi internal atas obyek cinta yang hilang.

  Teoritikus Belajar : kurangnya ketrampilan pemecahan masalah menangani tekanan yang berat   Teoritikus Sosial Kognitif : termotivasi dari harapan positif dan legitimasi dari bunuh diri, serta

faktor modeling.   Faktor Biologis : penurunan aktivitas serotonin (penghambat sistem syaraf), dan adanya

disposisi genetis   Akibat depresi, schizophrenia, penyalahgunaan alkohol dan zat.

Meskipun tidak semua orang yang mengancam akan bunuh diri akan meneruskan tindakannya, banyak juga yang melakukannya. Orang yang bunuh diri sering kali memberikan tanda dari niatnya seperti dengan mengatakan pada orang lain mengenai pikiran-pikiran dan keinginannya untuk bunuh diri.

jiwa berduka

defenisi berdukaberduka respon emosi yang di ekspresikan terhadap kehilangan yang dimanifestasikan

adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain.

Page 16: lbm32.docx

Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA

merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.

Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam

merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan,

objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam

batas normal.

Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang

responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial,

hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke

tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.

Jenis Berduka

1.         Berduka normal, terdiri atas perasaan, perilaku, dan reaksi yang normal terhadap

kehilangan.Misalnya, kesedihan, kemarahan, menangis, kesepian, dan menari diri dari

aktivitas untuk sementara.

2.         Berduka antisipatif, yaitu proses’melepaskan diri’ yng muncul sebelum kehilangan atau

kematian yang sesungguhnya terjadi.Misalnya, ketika menerima diagnosis terminal,

seseorang akan memulai proses perpisahan dan menyesuaikan beragai urusan didunia

sebelum ajalnya tiba

3.         Berduka yang rumit, dialami oleh seseorang yang sulit untuk maju ke tahap berikutnya,yaitu tahap kedukaan normal.Masa berkabung seolah-olah tidak kunjung

berakhir dan dapat mengancam hubungan orang yang bersangkutan dengan orang lain.

4.         Berduka tertutup, yaitu kedudukan akibat kehilangan yang tidak dapat diakui secara terbuka.Contohnya:Kehilangan pasangan karena AIDS, anak mengalami kematian orang tua tiri, atau ibu yang kehilangan anaknya di kandungan atau ketika bersalinTeori dari Proses Berduka

Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk menjalani proses berduka. Konsep

dan teori berduka hanyalah alat yang hanya dapat digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan

emosional klien dan keluarganya dan juga rencana intervensi untuk membantu mereka

memahami kesedihan mereka dan mengatasinya. Peran perawat adalah untuk mendapatkan

gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan

memberikan dukungan dalam bentuk empati.

1. Teori Engels

Page 17: lbm32.docx

Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase yang dapat diaplokasikan

pada seseorang yang sedang berduka maupun menjelang ajal.

1.      Fase I (shock dan tidak percaya)

Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk malas, atau

pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk pingsan, diaporesis, mual, diare, detak

jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan kelelahan.

2.      Fase II (berkembangnya kesadaran)

Seseoarang mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan mungkin mengalami putus

asa. Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi, dan kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.

3.      Fase III (restitusi)

Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan yang hampa/kosong, karena

kehilangan masih tetap tidak dapat menerima perhatian yang baru dari seseorang yang

bertujuan untuk mengalihkan kehilangan seseorang.

4.      Fase IV

Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap almarhum. Bisa merasa

bersalah dan sangat menyesal tentang kurang perhatiannya di masa lalu terhadap almarhum.

5.      Fase V

Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai diketahui/disadari. Sehingga pada fase ini

diharapkan seseorang sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran baru telah berkembang.

2. Teori Kubler-Ross

Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah berorientasi pada perilaku

dan menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai berikut:

a)  Penyangkalan (Denial)

Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak untuk mempercayai

bahwa telah terjadi kehilangan. Pernyataan seperti “Tidak, tidak mungkin seperti itu,” atau

“Tidak akan terjadi pada saya!” umum dilontarkan klien.

b)  Kemarahan (Anger)

Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin “bertindak lebih” pada setiap orang dan

segala sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan. Pada fase ini orang akan lebih sensitif

Page 18: lbm32.docx

sehingga mudah sekali tersinggung dan marah. Hal ini merupakan koping individu untuk

menutupi rasa kecewa dan merupakan menifestasi dari kecemasannya menghadapi

kehilangan.

c)  Penawaran (Bargaining)

Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelas untuk

mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien sering kali mencari pendapat orang lain.

d) Depresi (Depression)

Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna kehilangan tersebut.

Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk berupaya melewati kehilangan dan mulai

memecahkan masalah.

e)  Penerimaan (Acceptance)

Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut. Kubler-Ross mendefinisikan sikap

penerimaan ada bila seseorang mampu menghadapi kenyataan dari pada hanya menyerah

pada pengunduran diri atau berputus asa.

8. Teori Martocchio

Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang mempunyai lingkup yang

tumpang tindih dan tidak dapat diharapkan. Durasi kesedihan bervariasi dan bergantung pada

faktor yang mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus menerus dari

kesedihan biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka yang mendalam mungkin berlanjut

sampai 3-5 tahun.

9. Teori Rando

Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi 3 katagori:

a. Penghindaran

Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya.

b. Konfrontasi

Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara berulang-ulang

melawan kehilangan mereka dan kedukaan mereka paling dalam dan dirasakan paling akut.

c. Akomodasi

Page 19: lbm32.docx

Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut dan mulai memasuki kembali

secara emosional dan sosial dunia sehari-hari dimana klien belajar untuk menjalani hidup

dengan kehidupan mereka.

2.4  Respons Berduka

Respons berduka seseorang terhadap kehilangan dapat melalui tahap-tahap

berikut(Kubler-Ross, dalam Potter dan Perry,1997)

PengingkaranMarahTawar-MenawarDepresiPenerimaan

1.      Tahap Pengingkaran.

 Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya, atau

mengingkarikenyataan bahwa kehilangan benar-benar terjadi.Reaksi fisik yang terjadi pada

tahap ini adalah letih,lemah,pucat,mual,diare,gangguan pernafasan,detak jantung

cepat,menangis,gelisah,dan sering kali individu tidak tahu harus berbuat apa.Reaksi ini dapat

berlangsung selama beberapa menit hingga beberapa tahun.

2.      Tahap Marah.

Pada tahap ini individu menolak kehilangan. Kemarahan yang timbul sering

diproyeksikan kepada orang lain atau dirinya sendiri.Orang yang mengalami kehilangan juga

tidak jarang menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar, menyerang orang lain, menolak

pengobatan, bahkan menuduh dokter atau perawat tidak berkompeten. Respon fisik yang

sering terjadi antara lain muka merah, denyut nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan

mengepal, dan seterusnya.

3.     Tahap Tawar-menawar.

 Pada tahap ini terjadi penundaan kesadaran atas kenyataan terjadinya kehilangan dan

dapat mencoba untuk membuat kesepakatan secara halus atau terang-terangan seolah

kehilangan tersebut dapat dicegah.Individu mungkin berupaya untuk melakukan tawar-

menawar dengan memohon kemurahan Tuhan.

4.     Tahap depresi.

 Pada tahap ini pasien sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang-kadang bersikap

sangat menurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusan, rasa tidak berharga, bahkan bisa

muncul keinginan bunuh diri. Gejala fisik ditunjukkan antara lain menolak makan, susah

tidur, letih, dan lain-lain.

5.      Tahap Penerimaan.

Page 20: lbm32.docx

 Tahap ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang selalu

berpusat pada objek yg hilang akan mulai berkurang atau bahkan hilang. Perhatiannya akan

beralih pada objek yg baru.Apabila individu dapat memulai tahap tersebut dan menerima

dengan perasaan damai, maka dia dapat mengakhiri proses kehilangan secara

tuntas.Kegagalan untuk masuk ke proses ini akan mempengaruhi kemampuannya dalam

mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya.