LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

74
Hilman LBM 3 PANAS DENGAN MIMISAN STEP 1 Ptekiae : bintik merah atau pendarahan ringan karena permeabilitas pembuluh darah meningkat Mimisan : suatu perdarahan yang terjadi akibat pecahnya kapiler pada mukosa hidun(plexus kiessele bach) Blank hart : suatu metode yang digunakan untuk mengukur adanya pembesaran orgam limfa pada baby STEP 2 1. Kenapa panas 3 hari disertai mimisan? 2. Kenapa terjadi nyeri pada ulu hati dan pada otot? 3. Kenapa di dapatkan hasil lab Hb 14,7g/dL,Ht 44%,Leukosit 2300/mm3,trombosit 80.000/mm3 ? 4. Mengapa di temukan hepatomegali? 5. Mengapa anak mual,muntah,dan nafsu makan menurun? 6. Rapid test yang digunakan untuk menegakan diagnosa diatas dan cara kerjanya? 7. Mengapa mimisan tidak disertai ptikiae? 8. DD?paket lengkap! STEP 3 1. Kenapa panas 3 hari disertai mimisan? Mimisan Adanya infeksimengaktifkan makrofag(harusnya mengahancurkan)bakteri replikasi di dalam makrofagagregasi trombosit(proses pembekuan darah)hancurtrombositopeniagangguan fungsi trombositperdarahan yang masif Di hidung terdapat banyak pembuluh darah Anak2: jaringan pembuluh darah pada anak2 lebih tipis Faktor2 yang mempengaruhi gangguan fungsi trombosit? Demam Adanya infeksi bakteri. Ada macam2 demam.

Transcript of LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Page 1: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman SuhailiLBM 3

PANAS DENGAN MIMISAN

STEP 1

Ptekiae : bintik merah atau pendarahan ringan karena permeabilitas pembuluh darah meningkat

Mimisan : suatu perdarahan yang terjadi akibat pecahnya kapiler pada mukosa hidun(plexus kiessele bach)

Blank hart : suatu metode yang digunakan untuk mengukur adanya pembesaran orgam limfa pada baby

STEP 2

1. Kenapa panas 3 hari disertai mimisan?2. Kenapa terjadi nyeri pada ulu hati dan pada otot?3. Kenapa di dapatkan hasil lab Hb 14,7g/dL,Ht 44%,Leukosit 2300/mm3,trombosit

80.000/mm3 ?4. Mengapa di temukan hepatomegali?5. Mengapa anak mual,muntah,dan nafsu makan menurun?6. Rapid test yang digunakan untuk menegakan diagnosa diatas dan cara kerjanya?7. Mengapa mimisan tidak disertai ptikiae?8. DD?paket lengkap!

STEP 3

1. Kenapa panas 3 hari disertai mimisan? Mimisan

Adanya infeksimengaktifkan makrofag(harusnya mengahancurkan)bakteri replikasi di dalam makrofagagregasi trombosit(proses pembekuan darah)hancurtrombositopeniagangguan fungsi trombositperdarahan yang masifDi hidung terdapat banyak pembuluh darahAnak2: jaringan pembuluh darah pada anak2 lebih tipisFaktor2 yang mempengaruhi gangguan fungsi trombosit?

DemamAdanya infeksi bakteri. Ada macam2 demam.DBD: demam terus menerus 2-7 hari ditandai adanya perdarahanCikungunya:2-5 hari,ditandai seperti nyeri ototInfluenza:1-2 hari disertai pilek, batuk dan gangguan saluran pernafasanMalaria:2-7 hari terdapat nyeri kepala dan menggigilTyphoid: lebih dari 7 hari disertai gangguan pencernaan seperti mual, muntah, dan diare

Page 2: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman SuhailiSifat mendadak tergantung dari antigen pengeluaran IL-1.IL-6. Karakteristik antigen. Berlangsung

continyusmenandakan sifat demamPeningkatan termostatadanya vasokonstriksi

Nyamuk gigit manusia virus masuk aliran darah bereplikasi sebagai perlawanan , tubuh membentuk antibodyselanjutnya akan terbentuk kompleks virus antibodi komlek antigen antibody tersebut akn melepaskan zat zat yg merusak sel sel pembuluh darah proses autoimun. menyebabkan permeabilitas meningkat yang salah satunya di tujukan dengan melebarnya pori pori pembuluh darah kapiler mengakibatkan bocornya sel sel darah (trombosit, eritrosit) akibatnya tubuh akan mengalami perdarahan mulai dari bercak hingga perdarahan pada kulit, saluran pencernaan (muntah darah, berak darah), saluran pernafasan (mimisan, batuk darah), dan organ vital (jantung, hati , ginjal) yang sering mengakibatkan kematian.

Sumber : penyakit tropis . MMS

Epistaksis adalah satu keadaan pendarahan dari hidung yang keluar melalui lubang hidung akibat sebab kelainan lokal pada rongga hidung ataupun karena kelainan yang terjadi di tempat lain dari tubuh. Mimisan terjadi pada hidung karena hidung punya banyak pembuluh darah, terutama di balik lapisan tipis cupingnya. Mimisan sendiri bukan merupakan suatu penyakit tetapi merupakan gejala dari suatu penyakit, itu artinya mimisan bisa terjadi karena bermacam sebab dari yang ringan sampai yang berat. Pada umumnya ini terjadi pada anak-anak karena pembuluh darahnya masih tipis dan sensitif, selain karena pilek. Gangguan mimisan umumnya berkurang sesuai dengan pertambahan usia. Semakin tambah usia, pembuluh darah dan selaput lendir di hidungnya sudah semakin kuat, hingga tak mudah berdarah. Epistaksis bukan suatu penyakit melainkan gejala suatu kelainan.

Klasifikasi

Sumber perdarahan berasal dari bagian anterior atau posterior rongga hidung.

  Epistaksis Anterior (Mimisan Depan)

Jika yang luka adalah pembuluh darah pada rongga hidung bagian depan, maka disebut 'mimisan depan'

(=epistaksis anterior). Lebih dari 90% mimisan merupakan mimisan jenis ini. Mimisan depan lebih sering mengenai anak-

anak, karena pada usia ini selapun lendir dan pembuluh darah hidung belum terlalu kuat.

Mimisan depan biasanya ditandai dengan keluarnya darah lewat lubang hidung, baik melalui satu maupun kedua

lubang hidung. Jarang sekali perdarahan keluar lewat belakang menuju ke tenggorokan, kecuali jika korban dalam posisi

telentang atau tengadah.

Pada pemeriksaan hidung, dapat dijumpai lokasi sumber pedarahan. Biasanya di sekat hidung, tetapi kadang-

kadang juga di dinding samping rongga hidung.

Mimisan depan akibat :

1. Mengorek-ngorek hidung

2. Terlalu lama menghirup udara kering, misalnya pada ketinggian atau ruangan berAC

3. Terlalu lama terpapar sinar matahari

4. Pilek atau sinusitis

5. Membuang ingus terlalu kuat

Biasanya relatif tidak berbahaya. Perdarahan yang timbul ringan dan dapat berhenti sendiri dalam 3 - 5 menit,

walaupun kadang-kadang perlu tindakan seperti memencet dan mengompres hidung dengan air dingin.

Beberapa langkah untuk mengatasi mimisan depan:

Page 3: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman Suhaili1. Penderita duduk di kursi atau berdiri, kepala ditundukkan sedikit ke depan.

Pada posisi duduk atau berdiri, hidung yang berdarah lebih tinggi dari jantung. Tindakan ini bermanfaat untuk mengurangi

laju perdarahan. Kepala ditundukkan ke depan agar darah mengalir lewat lubang hidung, tidak jatuh ke tenggorokan,

yang jika masuk ke lambung menimbulkan mual dan muntah, dan jika masuk ke paru-paru dapat menimbulkan gagal

napas dan kematian.

2. Tekan seluruh cuping hidung, tepat di atas lubang hidung dan dibawah tulang hidung. Pertahankan tindakan ini

selama 10 menit. Usahakan jangan berhenti menekan sampai masa 10 menit terlewati. Penderita diminta untuk bernapas

lewat mulut.

3. Beri kompres dingin di daerah sekitar hidung. Kompres dingin membantu mengerutkan pembuluh darah,

sehingga perdarahan berkurang.

4. Setelah mimisan berhenti, tidak boleh mengorek-ngorek hidung dan menghembuskan napas lewat hidung terlalu

kuat sediktinya dalam 3 jam.

Jika penanganan pertama di atas tidak berhasil, korban sebaiknya dibawa ke rumah sakit, karena mungkin

dibutuhkan pemasangan tampon (kasa yang digulung) ke dalam rongga hidung atau tindakan kauterisasi. Selama dalam

perjalanan, penderita sebaiknya tetap duduk dengan posisi tunduk sedikit kedepan.

  Epistaksis Posterior (Mimisan Belakang)

Mimisan belakang (=epistaksis posterior) terjadi akibat perlukaan pada pembuluh darah rongga hidung bagian

belakang. Mimisan belakang jarang terjadi, tapi relatif lebih berbahaya. Mimisan belakang kebanyakan mengenai orang

dewasa, walaupun tidak menutup kemungkinan juga mengenai anak-anak.

Perdarahan pada mimisan belakang biasanya lebih hebat sebab yang mengalami perlukaan adalah pembuluh

darah yang cukup besar.

Karena terletak di belakang, darah cenderung jatuh ke tenggorokan kemudian tertelan masuk ke lambung,

sehingga menimbulkan mual dan muntah berisi darah. Pada beberapa kasus, darah sama sekali tidak ada yang keluar

melalui lubang hidung.

Beberapa penyebab mimisan belakang :

1. Hipertensi

2. Demam berdarah

3. Tumor ganas hidung atau nasofaring

4. Penyakit darah seperti leukemia, hemofilia, thalasemia dll.

5. Kekurangan vitamin C dan K.

6. Dan lain-lain

Perdarahan pada mimisan belakang lebih sulit diatasi. Oleh karena itu, penderita harus segera dibawa ke

puskesmas atau RS.

Biasanya petugas medis melakukan pemasangan tampon belakang. Caranya, kateter dimasukkan lewat lubang

hidung tembus rongga belakang mulut (faring), kemudian ditarik keluar melalui mulut. Pada ujung yang keluar melalui

mulut ini dipasang kasa dan balon. Ujung kateter satunya yang ada di lubang hidung ditarik, maka kasa dan balon ikut

tertarik dan menyumbat rongga hidung bagian belakang. Dengan demikian diharapkan perdarahan berhenti.

Jika tindakan ini gagal, petugas medis mungkin akan melakukan kauterisasi. Langkah lain yang mungkin

dipertimbangkan adalah operasi untuk mencari pembuluh darah yang menyebabkan perdarahan, kemudian mengikatnya.

Tindakan ini dinamakan ligasi.

.      PATOFISIOLOGI

Hidung kaya akan vaskularisasi yang berasal dari arteri karotis interna dan arteri karotis eksterna. Arteri karotis

eksterna menyuplai darah ke hidung melalui percabangannya arteri fasialis dan arteri maksilaris. Arteri labialis superior

merupakan salah satu cabang terminal dari arteri fasialis. Arteri ini memberikan vaskularisasi ke nasal arterior dan

septum anterior sampai ke percabangan septum. Arteri maksilaris interna masuk ke dalam fossa pterigomaksilaris dan

memberikan enam percabangan : a.alveolaris posterior superior, a.palatina desenden , a.infraorbitalis, a.sfenopalatina,

pterygoid canal dan a. pharyngeal.

Page 4: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman SuhailiArteri palatina desenden turun melalui kanalis palatinus mayor dan menyuplai dinding nasal lateral, kemudian

kembali ke dalam hidung melalui percabangan di foramen incisivus untuk menyuplai darah ke septum anterior.

Arteri karotis interna memberikan vaskularisasi ke hidung. Arteri ini masuk ke dalam tulang orbita melalui fisura

orbitalis superior dan memberikan beberapa percabangan. Arteri etmoidalis anterior meninggalkan orbita melalui foramen

etmoidalis anterior. Arteri etmoidalis posterior keluar dari rongga orbita, masuk ke foramen etmoidalis posterior, pada

lokasi 2-9 mm anterior dari kanalis optikus. Kedua arteri ini menyilang os ethmoid dan memasuki fossa kranial anterior,

lalu turun ke cavum nasi melalui lamina cribriformis, masuk ke percabangan lateral dan untuk menyuplai darah ke dinding

nasal lateral dan septum.

Pleksus kiesselbach yang dikenal dengan “little area” berada diseptum kartilagenous anterior dan merupakan

lokasi yang paling sering terjadi epistaksis anterior. Sebagian besar arteri yang memperdarahi septum beranastomosis di

area ini.

Sebagian besar epistaksis (95%) terjadi di “little area”. Bagian septum nasi anterior inferior merupakan area yang

berhubungan langsung dengan udara, hal ini menyebabkan mudah terbentuknya krusta, fisura dan retak karena trauma

pada pembuluh darah tersebut.

Walaupun hanya sebuah aktifitas normal dilakukan seperti menggosok-gosok hidung dengan keras, tetapi hal ini

dapat menyebabkan terjadinya trauma ringan pada pembuluh darah sehingga terjadi ruptur dan perdarahan. Hal ini

terutama terjadi pada membran mukosa yang sudah terlebih dahulu mengalami inflamasi akibat dari infeksi saluran

pernafasan atas, alergi atau sinusitis.

2. Kenapa terjadi nyeri pada ulu hati dan pada otot?

3. Kenapa di dapatkan hasil lab Hb 14,7g/dL,Ht 44%,Leukosit 2300/mm3,trombosit 80.000/mm3 beserta nilai normal masing2 untuk anak2 ?

Hemoglobin (Hb)Nilai normal anak 11-16 gram/dL, batita 9-15 gram/dL, bayi 10-17 gram/dL, neonatus

14-27 gram/dL. Nilai normal dewasa pria 13.5-18.0 gram/dL, wanita 12-16 gram/dL, wanita

hamil 10-15 gram/dL

Interpretasi Hasil

Hb rendah (<10 gram/dL) biasanya dikaitkan dengan anemia defisiensi besi. Sebab lainnya

dari rendahnya Hb antara lain pendarahan berat, hemolisis, leukemia leukemik, lupus

eritematosus sistemik, dan diet vegetarian ketat (vegan). Dari obat-obatan: obat antikanker,

Page 5: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman Suhailiasam asetilsalisilat, rifampisin, primakuin, dan sulfonamid. Ambang bahaya adalah Hb < 5

gram/dL.

Hb tinggi (>18 gram/dL) berkaitan dengan luka bakar, gagal jantung, COPD (bronkitis

kronik dengan cor pulmonale), dehidrasi / diare, eritrositosis, polisitemia vera, dan pada

penduduk pegunungan tinggi yang normal. Dari obat-obatan: metildopa dan gentamisin.

HematokritNilai normal anak 31-45%, batita 35-44%, bayi 29-54%, bayi kurang 1 bulan atau

neonatus 40-68% Nilai normal dewasa pria 40-54%, wanita 37-47%, wanita hamil 30-46%

Hematokrit merupakan persentase konsentrasi eritrosit dalam plasma darah. Secara kasar,

hematokrit biasanya sama dengan tiga kali hemoglobin.

Interpretasi Hasil

Ht tinggi (> 55 %) dapat ditemukan pada berbagai kasus yang menyebabkan kenaikan Hb;

antara lain penyakit DBD, penyakit Addison, luka bakar, dehidrasi / diare, diabetes melitus,

dan polisitemia. Ambang bahaya adalah Ht >60%.

Ht rendah (< 30 %) dapat ditemukan pada anemia, sirosis hati, gagal jantung, perlemakan

hati, hemolisis, pneumonia, dan overhidrasi. Ambang bahaya adalah Ht <15%.

Leukosit (Hitung total) Nilai normal 4500-10000 sel/mm3

Nilai normal bayi di bawah 1 bulan atau Neonatus 9000-30000 sel/mm3, Bayi sampai balita

rata-rata 5700-18000 sel/mm3, Anak 10 tahun 4500-13500/mm3, ibu hamil rata-rata 6000-

17000 sel/mm3, postpartum 9700-25700 sel/mm3

Interpretasi Hasil

Segala macam infeksi menyebabkan leukosit naik; baik infeksi bakteri, virus, parasit, dan

sebagainya. Kondisi lain yang dapat menyebabkan leukositosis yaitu:

Anemia hemolitik

Sirosis hati dengan nekrosis

Stres emosional dan fisik (termasuk trauma dan habis berolahraga)

Keracunan berbagai macam zat

Obat: allopurinol, atropin sulfat, barbiturat, eritromisin, streptomisin, dan sulfonamid.

Leukosit rendah (disebut juga leukopenia) dapat disebabkan oleh agranulositosis, anemia

aplastik, AIDS, infeksi atau sepsis hebat, infeksi virus (misalnya dengue), keracunan kimiawi,

dan postkemoterapi. Penyebab dari segi obat antara lain antiepilepsi, sulfonamid, kina,

kloramfenikol, diuretik, arsenik (terapi leishmaniasis), dan beberapa antibiotik lainnya.

Leukosit (hitung jenis)Nilai normal hitung jenis

Basofil 0-1% (absolut 20-100 sel/mm3)

Eosinofil 1-3% (absolut 50-300 sel/mm3)

Netrofil batang 3-5% (absolut 150-500 sel/mm3)

Netrofil segmen 50-70% (absolut 2500-7000 sel/mm3)

Limfosit 25-35% (absolut 1750-3500 sel/mm3)

Monosit 4-6% (absolut 200-600 sel/mm3)

Page 6: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman SuhailiPenilaian hitung jenis tunggal jarang memberi nilai diagnostik, kecuali untuk penyakit alergi di

mana eosinofil sering ditemukan meningkat.

Interpretasi Hasil

shift to the left. Peningkatan jumlah netrofil (baik batang maupun segmen) relatif

dibanding limfosit dan monosit dikenal juga dengan sebutan shift to the left. Infeksi yang

disertai shift to the left biasanya merupakan infeksi bakteri dan malaria. Kondisi noninfeksi

yang dapat menyebabkan shift to the left antara lain asma dan penyakit-penyakit alergi

lainnya, luka bakar, anemia perniciosa, keracunan merkuri (raksa), dan polisitemia vera.

Shift to the right. Sedangkan peningkatan jumlah limfosit dan monosit relatif dibanding

netrofil disebut shift to the right. Infeksi yang disertai shift to the rightbiasanya merupakan

infeksi virus. Kondisi noninfeksi yang dapat menyebabkan shift to the right antara lain

keracunan timbal, fenitoin, dan aspirin.

TrombositNilai normal dewasa 150.000-400.000 sel/mm3, anak 150.000-450.000 sel/mm3.

Interpretasi Hasil

Penurunan trombosit (trombositopenia) dapat ditemukan pada demam berdarah dengue,

anemia, luka bakar, malaria, dan sepsis. Nilai ambang bahaya pada <30.000 sel/mm3.

Peningkatan trombosit (trombositosis) dapat ditemukan pada penyakit keganasan, sirosis,

polisitemia, ibu hamil, habis berolahraga, penyakit imunologis, pemakaian kontrasepsi oral,

dan penyakit jantung. Biasanya trombositosis tidak berbahaya, kecuali jika >1.000.000

sel/mm3.

Laju endap darahNilai normal anak <10 mm/jam pertama

Nilai normal dewasa pria <15 mm/jam pertama, wanita <20 mm/jam pertama Nilai normal

lansia pria <20 mm/jam pertama, wanita <30-40 mm/jam pertama Nilai normal wanita

hamil 18-70 mm/jam pertama

Interpretasi Hasil

LED yang meningkat menandakan adanya infeksi atau inflamasi, penyakit imunologis,

gangguan nyeri, anemia hemolitik, dan penyakit keganasan.

LED yang sangat rendah menandakan gagal jantung dan poikilositosis.

Hitung eritrositNilai normal bayi 3.8-6.1 juta sel/mm3, anak 3.6-4.8 juta sel/mm3. Nilai normal dewasa

wanita 4.0-5.5 juta sel/mm3, pria 4.5-6.2 juta sel/mm3.

Interpretasi Hasil

Peningkatan jumlah eritrosit ditemukan pada dehidrasi berat, diare, luka bakar, perdarahan

berat, setelah beraktivitas berat, polisitemia, anemia sickle cell.

Penurunan jumlah eritrosit ditemukan pada berbagai jenis anemia, kehamilan, penurunan

fungsi sumsum tulang, malaria, mieloma multipel, lupus, konsumsi obat (kloramfenikol,

parasetamol, metildopa, tetrasiklin, INH, asam mefenamat)http://childrengrowup.wordpress.com/2012/03/09/manfaat-dan-interpretasi-hasil-laboratorium-hematologi-pada-anak/

Nilai Laboratorium Normal Pada Anak dan Dewasa

Page 7: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman SuhailiNilai laboratorium normal (rujukan) pada anak bisa berbeda tergantung pada metode dan reagent yang

dipergunakan oleh laboratorium atau rumah sakit masing-masing. Berikut ini ada nilai lab normal pada anak dan dewasa menurut American Academy of Pediatrics :

Darah Rutin / Darah Lengkap

Usia Hb (g/dL)

Ht (%)

Eritrosit (mill/mm3)

RDW MCV (fL)

MCH (pg)

MCHC (%)

Trombosit (x 103/mm3)

0-3 hari 15.0-20.0 45-61 4.0-5.9 <18 95-115 31-37 29-37 250-4501-2 minggu 12.5-18.5 39-57 3.6-5.5 <17 86-110 28-36 28-38 250-4501-6 bulan 10.0-13.0 29-42 3.1-4.3 <16.5 74-96 25-35 30-36 300-7007 bulan – 2 tahun

10.5-13.0 33-38 3.7-4.9 <16 70-84 23-30 31-37 250-600

2-5 tahun 11.5-13.0 34-39 3.9-5.0 <15 75-87 24-30 31-37 250-5505-8 tahun 11.5-14.5 35-42 4.0-4.9 <15 77-95 25-33 31-37 250-55013-18 tahun 12.0-15.2 36-47 4.5-5.1 <14.5 78-96 25-35 31-37 150-450Laki-laki dewasa

13.5-16.5 41-50 4.5-5.5 <14.5 80-100 26-34 31-37 150-450

Wanita dewasa 12.0-15.0 36-44 4.0-4.9 <14.5 80-100 26-34 31-37 150-450

Sel Darah Putih dan Hitung Jenis

Usia Leukosit

(x 103/mm3)

Seg Bat Limf Mono

Eos

Bas

0-3 hari 9.0-35.0 32-62

10-18

19-29

5-7 0-2 0-1

1-2 minggu 5.0-20.0 14-34

6-14 36-45

6-10 0-2 0-1

1-6 bulan 6.0-17.5 13-33

4-12 41-71

4-7 0-3 0-1

7 bulan – 2 tahun

6.0-17.0 15-35

5-11 45-76

3-6 0-3 0-1

2-5 tahun 5.5-15.5 23-45

5-11 35-65

3-6 0-3 0-1

5-8 tahun 5.0-14.5 32-54

5-11 28-48

3-6 0-3 0-1

13-18 tahun 4.5-13.0 34-64

5-11 25-45

3-6 0-3 0-1

Dewasa 4.5-11.0 35-66

5-11 24-44

3-6 0-3 0-1

Seg = neutrofil segmenBat = neutrofil batangLimf = limfositMono = monositEos = eosinofilBas = basofil

Laju Endap Darah (LED) and Hitung Retikulosit

Laju endap darah, Anak 0-20

Page 8: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman SuhailiWestergren mm/jam

  Pria dewasa 0-15 mm/jam

  Wanita dewasa 0-20 mm/jam

     Sedimentation rate, Wintrobe Anak 0-13

mm/jam  Pria dewasa 0-10

mm/jam  Wanita dewasa 0-15

mm/jam     Hitung Retikulosit Newborns (<28

hari)2%-6%

  1-6 bulan 0%-2.8%  Dewasa 0.5%-1,5%

 

Referensi :

http://www.pediatriccareonline.org/pco/ub/view/Pediatric-Drug-Lookup/153930/0/normal_laboratory_values_for_children

4. Mengapa di temukan hepatomegali?

5. Mengapa anak mual,muntah,dan nafsu makan menurun? Lesu,lemahoksigen yang di edarkan keseluruh tubuh sedikit,kurang nafsu makan, metabolisme

meningkat mengakibatkan intake sedikit tapi yg dikeluarkan banyak Hepar membesarmual,muntahNafsu makan menurun

Page 9: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman Suhaili Hipoksia Gen leptin hipotalamusdihambtnafsu makan menurun

Page 10: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman Suhaili

Buku Ajar Patologi Obstetri, Oleh dr. Ida Ayu Chandranita Manuaba, SpOG, dkk

Page 11: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman Suhaili

Efektor Hipotalamus, suatu bagian otak merupakan pusat pengatur utama dari napsu makan. Neuron-neuron yang mengatur napsu makan tampaknya didominasi oleh neuron serotoninergik, walaupun neuropeptidea Y (NPY) dan Agouti-related peptide (AGRP) juga memainkan peran penting. Cabang-cabang Hypothalamocortical dan hypothalamolimbic projections berkontribusi terhadap kesadaran adanya rasa lapar. Proses-proses somatik yang dikendalikan oleh hipotalamus meliputi tonus vagus (aktivitas sistem saraf parasimpatis), stimulasi tiroid (tiroksin mengatur laju metabolisme), poros hipotalamus-hipofisis-adrenal serta sejumlah mekanisme lain.

Page 12: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman Suhaili

 SensorHipotalamus merasakan rangsang-rangsang eksternal melalui sejumlah hormon, seperti leptin, ghrelin, PYY 3-36, orexin dan CCK (cholecystokinin); semua ini memodifikasi respon hipotalamus. Beberapa diproduksi di saluran cerna dan lainnya oleh jaringan adiposa (leptin). Mediator sistemik, seperti tumor necrosis factor-alpha (TNFα), interleukin 1 dan 6 serta corticotropin-releasing hormone (CRH) originally named corticotropin-releasing factor(CRF), mempengaruhi napsu makan secara negatif; mekanisme ini menjelaskan mengapa orang sakit makan lebih sedikit. Sitokin-sitokin ini bekerja dengan menambah jumlah serotonin (5-hidroksitriptofan atau 5-HT) di hipotalamus. Kadar serotonin yang meninggi ini pada gilirannya akan merangsang sistem melanocortin dan menyebabkan anoreksia.dr Iyan Darmawan

1.

Page 13: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman Suhaili

Page 14: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman Suhaili

Sesak napas kekurangan oksigen, tubuh melakukan adaptasi dengan menginduksi faktor molekuler penting,

yakni Hypoxia Inducible Factor-1a (HIF-a). Molekul ini ikut berpengaruh pada gen lapar, yakni leptin. Sehingga

nafsu makan berkurang.

Cytogenetic Location: 7q31.3

Molecular Location on chromosome 7: base pairs 127,881,330 to 127,897,681

The LEP gene is located on the long (q) arm of chromosome 7 at position 31.3.

DR. dr. Ari Fahrial Syam, Sp.PD, dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia (FKUI)/RSCM Jakarta.

Page 15: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman SuhailiGangguan proses makan —tidak mau makan atau menolak makan —— merupakan gangguan konsumsi makan atau

minum dengan jenis dan jumlah sesuai usia secara fisiologis, mulai dari membuka mulutnya tanpa paksaan, mengunyah,

menelan hingga sampai terserap di pencernaan secara baik tanpa paksaan dan tanpa pemberian vitamin dan obat

tertentu. Jadi gangguan dalam proses makan itu sendiri adalah gejala atau tanda adanya penyimpangan, kelainan dan

penyakit yang sedang terjadi pada tubuh seseorang.

Sedangkan pengaruh psikologis berhubungan dengan perilaku makan yang kadang ditentukan oleh kondisi lingkungan,

social dan mental yang dapat dikendalikan secara sadar misalnya kebiasaan makan dalam sehari, makan karena

kelezatan makanan yang disajikan dengan meningkatkan selera, kondisi stress, cemas dan depresi yang dengan mudah

mengubah pola makan.

Sebenarnya nafsu makan itu berhubungan dengan sinyal syaraf yang mempengaruhi Hormon dan enzim ketika

lambung kosong atau terisi. Nafsu Makan juga dapat terjadi pada tingkat sensor selera pada lidah termasuk lambung

dan adanya sinyal lapar dari otak.

Proses dimulai ketika syaraf pada lambung dan usus dimana otak menerima informasi isi pencernaan dari lambung

dan usus dan metabolisme zat-zat makanan dari hati, termasuk adanya peningkatan kosentrasi glukosa setelah

makan menyebabkan adanya rangsangan dari sekitar lambung dan usus ke beberapa jaringan syaraf, informasi

rangsang ini kemudian diteruskan ke hipothalamus yang berada di otak

Ada dua daerah sinyal syaraf di hipothamus (otak) yang berperan dalam nafsu makan (respon makan) yaitu daerah

yang disebut dengan pusat kenyang (satiety sistem) dan daerah yang disebut dengan pusat lapar atau pusat makan

(feeding sistem).

Beberapa ahli kedokteran dan kesehatan tentang nafsu makan menjelaskan, ada beberapa input sinyal yang berperan

dalam pengaturan dua daerah nafsu makan (respon makan) tersebut dan akan menghasilkan perilaku makan yang

sesuai kebutuhan tubuh Input-input sinyal tersebut diantaranta Kader Leptin, Ghrelin, Distensi Gastrointesyinal, Sekresi

Colecistokinin dan tingkat pemakain glukosa dan sekresin insulin. Masing-masing dapat dijelas sebagai berikut :

Kadar Leptin

Leptin adalah hormone yang dihasilkan oleh sel di jaringan adiposa (jaringan lemak). Kadar leptin meningkat sebanding

dengan banyaknya simpanan lemak trigeliserida di jaringan lemak. Semakin banyak cadangan lemak semakin banyak

leptin yang disekresi, keberadaan leptin ini akan menyebabkan penekanan keinginan untuk makan. Semakin banyak

kadar leptin maka keinginan makan semakin berkurang, sebaliknya semakin sedikit kadar leptin maka keinginan makan

semakin besar. Fungsi utama hormon ini adalah kontrol makan terutama menyangkut gangguan makan terutama

kegemukan.

Kadar Ghrelin

Ghrelin merupakan stimulant nafsu makan, terbanyak di produksi di lambung, ghrelin mampu menyebabkan

peningkatan asupan makanan dan mengurangi pemakaian cadangan lemak. Grelin berfungsi juga sebagai stimulan

sekresi hormon pertumbuhan (Growth Hormone), pemasukan makanan dan penambahan berat badan. Sekresi ghrelin

meningkat pada kondisi keseimbangan energy negative misalnya kelaparan, anoreksia nervosa dan lain-lain. Dan

Page 16: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman Suhailisebaliknya kadar Ghrelin menurun pada kondisi keseimbangan energy positif seperti setelah makan, hiperglikemia dan

obesitas.

Distensi Gastrointestinal

Ketika lambung dan usus terisi oleh makanan maka syaraf-syaraf yang berada di lambung dan usus akan terangsang,

sinyal rangsangan syaraf tersebut di bawah ke inti syaraf pencernaan, nantinya akan disampaikan ke pusat pengaturan

nafsu makan di otak (Hipothalamus). Ada dua sinyal balik yang akan di keluarkan oleh otal yaitu sinyal kenyang dan

sinyal lapar. Dalam keadaan Distensi Gastrointestinal atau ketika lambung dan usus terisi, maka otak akan

mengeluarkan sinyal kenyang, sebaliknya jika lambung dan usus dalam keadaan kosong, maka otak akan mengeluarkan

sinyal lapar atau sinyal makan.

Sekresi Colecistokinin (CCK)

Sekresi Colecistokinin (CCK) adalah sekresi hormon dari mukosa dinding usus (duodenum) pada saat pencernaan

makanan yang mengandung lemak. Adanya sekresi Colecistokinin menunjukkan sinyal kenyang. CCK juga dapat

menyebabkan peningkatan hormon serotonin di hypothalamus. Serotonin adalah hormon yang berhubungan dengan

perasaan tenang (nyaman), dalam hal makan akan mendukung perasaan nyaman setelah makan.

Sherwood, Lauralee. Human Physiology. 6thed. USA: The Thomson Corporation. 2007.

Guyton A.C. Physiology of The Human Body. 5th ed. Philadelphia: W.B. Saunders Company. 1979.

6. Rapid test yang digunakan untuk menegakan diagnosa diatas dan cara kerjanya?interpretasi hasil dari Ig G dan Ig M?

7. Mengapa mimisan tidak disertai ptikiae?

8. DD?paket lengkap!DBD/DHF

Page 17: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman Suhaili Definisi

Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus. Vektor:nyamuk aedes aegepty Etiologi

Disebabkan oleh virus dengue family:flaviviridae. Genus flavivirus. Virus mempunyai 4 serotipe dikenal dengan DEN 1,2,3,4. Viris Rna rantai tunggal ukuran 30 nm. Punya protein envelope,premembran,core.berat molekul 11kb.Siklus hidup: replikasi pada vektorMorfologi:

PatogenesisVirus masukmelekatpenetrasipelepasan asam nukleat(uncoating)replikasitergantung RNA/DNAterjadi perakitan untuk menjadi virus2 baruperedaran darahberinteraksimengeluarkan mediator inflamasi yg merugikan bagi tubuhpembuluh darah melebarsubstansi keluar(eritosit)terjadi ptekie, mimisanmengaganggu proses metabolismeagregasi trombositdibawa ke oragan RESdihancurkantrombositopeniakebocoran plasma: endotel terinduksi oleh kompleks antigen dan atibodi mengeluarkan substansiplasma keluar di jaringan

Patofisiologi Manifestasi klinis

DDMalaria

TyphoidCikungunyaBeda DD dan DBD?apa penyakit yg sama?apa berkelanjutan?

DBDPenyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai dengan demam mendadak dua sampai tujuh hari tanpa penyebab yang jelas, lemah/lesu, gelisah, nyeri hulu hati, disertai tanda perdarahan dikulit berupa petechie, purpura, echymosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena, hepatomegali, trombositopeni, dan kesadaran menurun atau renjatan.

Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue serta memenuhi kriteria WHO untuk demam berdarah dengue. Demam berdarah dengue adalah salah satu manifestasi simptomatik dari infeksi virus dengue.

Manifestasi simptomatik infeksi virus dengue adalah1. Demam tidak terdiferensiasi2. Demam dengue (dengan atau tanpa perdarahan): demam akut selama2-7 hari, ditandai dengan 2 atau lebih manifestasi klinis (nyeri kepala, nyeri retroorbital, mialgia/ atralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan [petekie atau uji bendung positif], leukopenia) dan pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan pasien yang sudah dikonfirmasi menderita demam dengue/ DBD pada lokasi dan waktu yang sama.3. Demam Berdarah Dengue (dengan atau tanpa renjatan)

Etiologi

Page 18: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman SuhailiDemam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang merupakan anggota genus Flavivirus dari famili

Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm yang terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106.Virus dengue mempunyai 4 serotipe DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam berdarah dengue. Keempat serotipe virus dengue ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe terbanyak. Reaksi silang dapat terjadi antara serotipe dengue dengan Flavivirus yang lain seperti Yellow fever, Japanese Encephalitis dan West Nile virus.Masing masing saling berkaitan sifat antigennya dan dapat menyebabkan sakit pada manusia. Keempat tipe virus ini telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia.

PatogenesisPatogenesis terjadinya DBD hingga saat ini masih diperdebatkan. Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme immunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue. Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah :

a. Respons humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dlam proses netralisasi virus , sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dangue berpera dalam mempercepat replikasi virus pada makrofag.

b. limfosit T baik T helper dan T sitotoksik berperan dalam respon imun seluler terhadap virus dengue. Dferensiasi T helper Th 1 akan memproduksi interferon gamma, IL 2 dan limfokin sedangkan TH 2 akan memperoduksi IL 4 ,IL 5 ,IL 6, IL 10.

c. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus, namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag.

Dua teori yang banyak dianut dalam menjelaskan patogenesis infeksi dengue adalah hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory) dan hipotesis immune enhancement.Menurut hipotesis infeksi sekunder yang diajukan oleh Suvatte, 1977 (gambar 2),

sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berbeda, respon antibodi anamnestik pasien akan terpicu, menyebabkan proliferasi dan transformasi limfosit dan menghasilkan titer tinggi IgG antidengue. Karena bertempat di limfosit, proliferasi limfosit juga menyebabkan tingginya angka replikasi virus dengue. Hal ini mengakibatkan terbentuknya kompleks virus-antibodi yang selanjutnya mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini terbukti dengan peningkatan kadar hematokrit, penurunan natrium dan terdapatnya cairan dalam rongga serosa.

Page 19: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman SuhailiHipotesis immune enhancement menjelaskan secara tidak langsung bahwa mereka yang terkena infeksi kedua oleh

virus heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita demam berdarah dengue berat. Antibodi herterolog yang telah ada akan mengenali virus lain kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan Fc reseptor dari membran leukosit terutama makrofag. Sebagai tanggapan dari proses ini, akan terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.

???

Page 20: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman Suhaili

Virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama kali mungkin memberi gejala seperti DF. Reaksi tubuh merupakan reaksi yang biasa terlihat pada infeksi oleh virus. Reaksi yang amat berbeda akan tampak bila seseorang mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan. Re-infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks antigen antibodi (kompleks virus antibodi) yang tinggi. 2,3,5

Terdapatnya komplek virus-antibodi dalam sirkulasi darah mengakibatkan hal sebagai berikut :1. Kompleks virus-antibodi akan mengaktivasi sistem komplemen, berakibat dilepaskannya anafilatoksin C3a dan C5a. C5a menyebabkan meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangnya plasma melalui endotel dinding tersebut, suatu keadaan yang amat berperan dalam terjadinya renjatan. Pada DSS kadar C3 dan C5 menurun masing-masing sebanyak 33% dan 89%. Nyata pada DHF pada masa renjatan terdapat penurunan kadar komplemen dan dibebaskannya anafilatoksin dalam jumlah besar, walupun plasma mengandung inaktivator ampuh terhadap anafilatoksin, C3a Dan c5a agaknya perannya dalam proses terjadinya renjatan telah mendahului proses inaktivasi tersebut. Anafilaktoksin C3a dan C5a tidak berdaya untuk membebaskan histamin dan ini terbukti dengan ditemukannya kadar histamin yang meningkat dalam air seni 24 jam pada pasien DHF. 3,52. Timbulnya agregasi trombosit yang melepaskan ADP akan mengalami metamorfosis. Trombosit yang mengalami kerusakan metamorfosis akan dimusnahkan oleh sistem retikuloendotel dengan berakibat trombositopenia hebat dan perdarahan.Pada keadaan agregasi, trombosit akan melepaskan amin vasoaktif (histamin dan serotonin) yang bersifat meninggikan permeabilitas kapiler dan melepaskan trombosit faktor III yang merangsang koagulasi intravaskular.

Page 21: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman Suhaili3. Terjadinya aktivasi faktor Hageman (faktor XII) dengan akibat akhir terjadinya pembekuan intravaskular yang

meluas. Dalam proses aktivasi ini, plasminogen akan menjadi plasmin yang berperan dalam pembentukan anafilatoksin yang penghancuran fibrin menjadi fibrin degradation product. Disamping itu aktivasi akan merangsang sistem kinin yang berperan dalam proses meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah. 2,3,5

Proses Perjalanan Penyakit DBDDSS terjadi biasanya pada saat atau setelah demam menurun, yaitu diantara hari ke-3 dan ke-7 sakit. Hal ini dapat diterangkan dengan hipotesis meningkatnya reaksi imunologis, yang dasarnya sebagai berikut 2,3,51. Pada manusia, sel fagosit mononukleus, yaitu monosit, histiosit, makrofag dan sel kupfer merupakan tempat utama terjadinya infeksi verus dengue.2. Non-neutralizing antibody, baik yang bebas di sirkulasi maupun spesifik pada sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya virus dengue pada permukaan sel fogosit mononukleus.3. Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononukleus yang telah terinfeksi itu. Parameter perbedaan terjadinya DHF dan DSS ialah jumlah sel yang terinfeksi.4. Meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan disseminated intravaskular coagulation (DIC) terjadi sebagai akibat dilepaskannya mediator-mediator oleh sel fagosit mononukleus yang terinfeksi itu. Mediator tersebut berupa monokin dan mediator lain yang mengakibatkan aktivasi komplemen dengan efek peninggian permeabilitas dinding pembuluh darah, serta tromboplastin yang memungkinkan terjadinya DIC. 2,3,5

PATOFISIOLOGISetelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemia di tenggorok, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi pada sistem retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar–kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DF disebabkan oleh kongesti pembuluh darah dibawah kulit. 2,3,5Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DF dengan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilatoksin, histamin dan serotonin serta aktivasi sistem kalikrein

Page 22: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman Suhailiyang berakibat ekstravasasi cairan intravaskular. Berakibat mengurangnya volum plasma, terjadi hipotensi,

hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi pleura dan renjatan. Plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari saat permulaan demam dan mencapai puncaknya saat renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapat menurun sampai lebih dari 30%. 2,3,5Adanya kebocoran plasma ke daerah ektravaskular dibuktikan dengan ditemukannya cairan dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura dan perikard. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera diatasi dapat berakibat anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian. 2,5Perdarahan pada DHF umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan sistem koagulasi.

Trombositopenia yang dihubungkan dengan meningkatnya megakariosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit menimbulkan dugaan meningkatnya destruksi trombosit dalam sistem retikuloendotelial.Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis dengan terdapatnya sistem koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang terganggu oleh aktivitasi sistem koagulasi. 2,5DIC secara potensial dapat juga terjadi pada pasien DHF tanpa renjatan. Pada awal DHF pernah DIC tidak menonjol dibanding dengan perembesan plasma, tetapi bila penyakit memburuk dengan terjadinya asidosis dan renjatan, maka akan memperberat DIC sehingga perannya akan menonjol. 2,51. Hadinegoro SRH, et al. (editor). Tata laksana demam berdarah dengue di Indonesia. Departemen Kesehatan RI dan

Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. 2004.

2. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan RI. Profil pengendalian

penyakit dan penyehatan lingkungan. Jakarta, 2007.

3. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah dengue. Dalam: Sudoyo, A. et.al. (editor). Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi 4. Jakarta:Pusat Penerbitan IPD FKUI, 2006.p.1774-9.Patofisiologi DBD

Sistim vaskuler

Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler, sehingga menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Volume plasma menurun lebih dari 20% pada kasus-kasus berat, hal ini didukung penemuan post mortem meliputi efusi pleura, hemokonsentrasi dan hipoproteinemi.(6)

Tidak terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler, menunjukkan bahwa perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja singkat. Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh, cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan cepat, menimbulkan penurunan hematokrit. Perubahan hemostasis pada DBD dan DSS melibatkan 3 faktor: perubahan vaskuler, trombositopeni dan kelainan koagulasi. Hampir semua penderita DBD mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopeni, dan banyak diantaranya penderita menunjukkan koagulogram yang abnormal.

Sistim respon imun

Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia, virus berkembang biak dalam sel retikuloendotelial yang selanjutnya diikuiti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari. Akibat infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral maupun selular, antara lain anti netralisasi, anti-hemaglutinin, anti komplemen. Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan IgM, pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk, dan pada infeksi sekunder kadar antibodi yang telah ada meningkat (booster effect).

Page 23: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman Suhaili

Gambar 3. Respon Imun Infeksi Virus Dengue(dikutip dari Suroso, Torry C. Panbio Dengue Fever Rapid Strip IgG dan IgM, 2004)

Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5, meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga, dan menghilang setelah 60-90 hari. Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM, oleh karena itu kinetik antibodi IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder. Pada infeksi primer antibodi IgG meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada hari kedua. Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima, diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan lebih dini dengan adanya peningkatan antibody IgG dan IgM yang cepat.(7)

Perubahan Patofisiologi DBD

Patofisiologi DBD dan DSS seringkali mengalami perubahan, oleh karena itu muncul banyak teori respon imun seperti berikut.

Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang memiliki aktifitas netralisasi yang mengenali protein E dan monoclonal antibodi terhadap NS1, Pre M dan NS3 dari virus penyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus tersebut melalui aktifitas netralisasi atau aktifasi komplemen. Akhirnya banyak virus dilenyapkan dan penderita mengalami penyembuhan, selanjutnya terjadilah kekebalan seumur hidup terhadap serotip virus yang sama tersebut, tetapi apabila terjadi antibodi yang non-netralisasi yang memiliki sifat memacu replikasi virus dan keadaan penderita menjadi parah; hal ini terjadi apabila epitop virus yang masuk tidak sesuai dengan antibodi yang tersedia di hospes.

Pada infeksi kedua yang dipicu oleh virus dengue dengan serotipe yang berbeda terjadilah proses berikut : Virus dengue tersebut berperan sebagai super antigen setelah difagosit oleh monosit atau makrofag. Makrofag ini menampilkan Antigen Presenting Cell (APC). Antigen ini membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Mayor Histocompatibility Complex (MHC II).

Antigen yang bermuatan peptida MHC II akan berikatan dengan CD4+ (TH-1 dan TH-2) dengan perantaraan TCR ( T Cell Receptor ) sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap infeksi tersebut, maka limfosit T akan mengeluarkan substansi dari TH-1 yang berfungsi sebagai imuno modulator yaitu INF gama, Il-2 dan CSF (Colony Stimulating Factor). (8,9)

Dimana IFN gama akan merangsang makrofag untuk mengeluarkan IL-1 dan TNF alpha. IL-1 sebagai mayor imunomodulator yang juga mempunyai efek pada endothelial sel termasuk didalamnya pembentukan prostaglandin dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule 1 (ICAM 1).

Page 24: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman Suhaili

Dikutip dari CDC

Sedangkan CSF (Colony Stimulating Factor) akan merangsang neutrophil, oleh pengaruh ICAM 1 Neutrophil yang telah terangsang oleh CSF akan mudah mengadakan adhesi Neutrophil yang beradhesi dengan endothel akan mengeluarkan lisosim yang akan menyebabkan dinding endothel lisis dan akibatnya endothel terbuka. Neutrophil juga membawa superoksid yang termasuk dalam radikal bebas yang akan mempengaruhi oksigenasi pada mitochondria dan siklus GMPs. Akibatnya endothel menjadi nekrosis, sehingga terjadi kerusakan endothel pembuluh darah yang mengakibatkan terjadi gangguan vaskuler sehingga terjadi syok.

Antigen yang bermuatan MHC I akan diekspresikan dipermukaan virus sehingga dikenali oleh limfosit T CD8+, limfosit T akan teraktivasi yang bersifat sitolitik, sehingga semua sel mengandung virus dihancurkan dan juga mensekresi IFN gama dan TNF alpha.

Patogenesis

Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes Aegypti atau Aedes Albopictus. Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi sel kuffer hepar, endotel pembuluh darah, nodus limfaticus, sumsum tulang serta paru-paru. Data dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini. Dalam peredaran darah, virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer.

Virus DEN mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut. Infeksi virus dengue dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-organel sel, genom virus membentuk komponen-komponennya, baik komponen perantara maupun komponen struktural virus. Setelah komponen struktural dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel. Proses perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel.

Semua flavivirus memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang menimbulkan “cross reaction” atau reaksi silang pada uji serologis, hal ini menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit ditegakkan. Kesulitan ini dapat terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN. Infeksi oleh satu serotip virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut, tetapi tidak ada “cross protektif” terhadap serotip virus yang lain. (8,14,15)

Page 25: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman SuhailiSecara in vitro antibodi terhadap virus DEN mempunyai 4 fungsi biologis: netralisasi virus; sitolisis komplemen;

Antibody Dependent Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement. (3)

Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid), M (membran) dan E (envelope), sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-membran atau pre-M.

Glikoprotein E merupakan epitop penting karena : mampu membangkitkan antibodi spesifik untuk proses netralisasi, mempunyai aktifitas hemaglutinin, berperan dalam proses absorbsi pada permukaan sel, (reseptor binding), mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan virion.

Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein E yang berperan sebagai epitop yang memiliki serotip spesifik, serotipe-cross reaktif atau flavivirus-cross reaktif. Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi terhadap infeksi virus DEN. Antibodi monoclonal terhadap NS1 dari komplemen virus DEN dan antibodi poliklonal yang ditimbulkan dari imunisasi dengan NS1 mengakibatkan lisis sel yang terinfeksi virus DEN.

Antibodi terhadap virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua hal yang berbeda : (8)

a. Antibodi netralisasi atau “neutralizing antibodies” memiliki serotip spesifik yang dapat mencegah infeksi virus.

b.Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat meningkatkan infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS.

Dikutip dari CDC

Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD yaitu hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hypothesis antibody dependent enhancement ( ADE ). Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi primer dengan satu jenis virus, akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi terhadap jenis virus tersebut untuk jangka waktu yang lama. Pengertian ini akan lebih jelas bila dikemukakan sebagai berikut:

Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue, akan mempunyai antibody yang dapat menetralisasi yang sama (homologous).

Page 26: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman Suhaili

Dikutip dari CDC

Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang lain, maka terjadi infeksi yang berat. Hal ini dapat dijelaskan dengan uraian berikut:

Pada infeksi selanjutnya, antibody heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda; namun tidak dapat dinetralisasi virus baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius.

Dikutip dari CDCAkibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan serotipe lain atau virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka partikel virus DEN dan molekul antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan reseptor Fc gama pada sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement) infeksi virus DEN. Kompleks virus antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi tersebut akan bersifat opsonisasi, internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-1, IL-6 dan TNF alpha dan juga “Platelet Activating Faktor” (PAF).

Karena antibodi bersifat heterolog, maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi bebas bereplikasi di dalam makrofag; informasi ini akan lebih jelas bila diuraikan dalam betuk gambar berikut:

Page 27: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman Suhaili

Dikutip dari CDC

TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi antigen antibodi kompleks, dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah, merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas, dimana hal tersebut akan mengakibatkan syok.(10)

Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang komplemen, yang farmakologis cepat dan pendek. Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan. (11)

Dikutip dari CDC

Pada anak umur dibawah 2 tahun, yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi virus DEN, dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak tersebut telah terjadi “Non Neutralizing Antibodies” akibat adanya infeksi yang persisten, sehingga infeksi baru pertama kali sudah terjadi proses “Enhancing” yang akan memacu makrofag sehingga mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1, IL-6 dan TNF alpha juga PAF. Dimana bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh darah dan system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan.(11,12,13)

Page 28: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman Suhaili

Dikutip dari CDC

Pada teori kedua (ADE), menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection, T-cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi terhadap terjadinya DBD dan SSD

Dikutip dari CDC

Singkatnya secara umum ADE dijelaskan sebagai berikut, bahwa jika terdapat antibodi spesifik terhadap jenis virus tertentu, maka antibodi tersebut dapat mencegah penyakit, tetapi sebaliknya apabila antibodi yang terdapat dalam tubuh merupakan antibodi yang tidak dapat menetralisasi virus, justru dapat menimbulkan penyakit yang berat.

Kinetik dari kelas imunoglobulin spesifik terhadap virus dengue di dalam serum pasien DD, DBD dan SSD ternyata didominasi oleh IgM, IgG1 dan IgG3, sedangkan IgA level tertinggi dijumpai pada fase akut dari SSD. Dikatakan pula bahwa IgA, IgG1 dan IgG4 dapat digunakan sebagai marker dari risiko berkembangnya DBD dan SSD, oleh karenanya pengukuran kadar imunoglobulin tersebut sejak awal pengobatan dapat membantu mengetahui perkembangan penyakit.(16) Disamping kedua teori tersebut masih ada teori-teori lain tentang patogenesis dari DBD, diantaranya adalah teori virulensi virus yang mendasarkan pada perbedaan serotipe virus dengue Den-1, Den-2, Den-3 dan Den-4 yang kesemuanya dapat ditemukan pada kasus-kasus yang fatal, tetapi berbeda antara daerah yang satu dengan yang lain. Teori antigen-antibodi, dimana pada teori ini berdasarkan kenyataan bahwa pada penderita DBD terjadi penurunan aktivitas sistem komplemen yang ditandai dengan penurunan dari kadar C3, C4 dan C5. Disamping itu 48-72% penderita DBD terbentuk kompleks imun antara IgG dengan virus Dengue, selanjutnya kompleks imun tersebut dapat menempel pada trombosit, sel B, dan sel-sel dalam organ tubuh lain. Terbentuknya kompleks imun tersebut akan

Page 29: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman Suhailimempengaruhi aktivitas komponen sistem imun yang lain. Teori mediator, dimana makrofag yang terinfeksi virus

Dengue akan melepas berbagai mediator seperti interferon, IL-1, IL-6, IL-12, TNF dll. Diperkirakan mediator dan endotoksin bertanggung jawab atas terjadinya syok septik, demam dan peningkatan permeabilitas kapiler.(17)

Pada infeksi virus dengue, viremia terjadi sangat cepat, hanya berselang beberapa hari dapat terjadi infeksi di beberapa tempat, akan tetapi derajad kerusakan jaringan (tissue destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadikan penyebab kematian dari infeksi virus tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik. Diketahui juga bahwa akibat dari replikasi virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik, baik in vitro maupun in vivo. Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan lokal (local tissue injury) atau ketidakseimbangan homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain.

Sistem HLA/MHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi respons imun. Peran dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen, yang berlanjut pada proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul HLA/MHC kelas I (lokus A,B,C) dan kelas II (lokus D/DR,DQ,DP). Penelitian oleh Azaredo EL dkk, 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBD/SSD umumnya disebabkan oleh disregulasi respon imunologik. Monosit/makrofag yang terinfeksi virus Dengue akan mensekresi monokin yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBD/SSD.

Pada penelitian invitro oleh Ho LJ dkk 2001, ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi antigen HLA B7-1, B7-2, HLA-DR, CD11b dan CD83. Anehnya DC yang terinfeksi virus dengue ini sanggup memproduksi TNF- dan IFN-, namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12. Oberholzer dkk, 2002, menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T.Jadi IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai limfosit Th1, yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya.

Page 30: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman Suhaili

Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai subsetnya CD4+ dan CD8+. Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue, sebaliknya pada fase konvalesen respon proliferatif kembali normal. Terjadi peningkatan konsentrasi IFN-, TNF-, IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBD/SSD. Peningkatan TNF- berkorelasi dengan manifestasi hemoragik, sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan dengan platelet decay. Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T, sedangkan sitokin proinflamasi TNF- berperan penting dalam severity dan patogenesis DBD/SSD, begitu juga meningkatnya IL-10 akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit.

Hipotesis tentang patogenesis DBD/SSD seperti antibody-dependent enhancement, virus virulence, dan imunopatogenesis yang diprakarsai oleh IFN-/TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBD/SSD. Menurut Lei HY dkk, 2001, infeksi virus dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4/CD8, overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut. Begitu juga sistem koagulasi dan fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue. Gangguan terhadap respon imun tidak hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh, akan tetapi over produksi sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel, monosit dan hepatosit. Kerusakan trombosit akibat dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit, karena overproduksi IL-6 yang berperan besar dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel, serta meningkatnya level dari tPA dan defisiensi koagulasi.

Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari aktivasi komplemen, induksi kemokin dan kematian sel apoptotik.(18)

Dihipotesiskan bahwa peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada pasien DBD dan SSD. Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBD/DSS berat terjadi peningkatan level IL-8, dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2, terjadi peningkatan level IL-8 dalam supernatan kultur, yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari NF-kappaB. Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular adhesion molecule-1 rendah, hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi seiring dengan beratnya penyakit.

http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=10&ved=0CGsQFjAJ&url=http%3A%2F%2Fwww.dexa-medica.com%2Fimages%2Fpublication_upload090324152955001237863562medicinus_maret-mei_2009.pdf&ei=S8GZT9aAHMW8rAfGm7i1BA&usg=AFQjCNGb_PQJshlR05WgkfydxqP_Q9z3cA

Manifestasi Klinis

Page 31: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman SuhailiDemam Dengue (DD):

Penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dgn 2 atau lebih manifestasi klinis sbb:· Nyeri kepala· Nyeri retroorbital· Mialgia/ artralgia· Ruam kulit· Ptekie/ uji bendung positif· Leucopenia

Demam Berdarah Dengue (DBD):Berdasarkan criteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal dibawah ini di penuhi:· Demam akut 2-7 hari, bifasik· Terddapat minimal 1 dari:o Uji bendung positifo Ptekie, purpurao Perdarahan mukosa (epistaksis atau perdarahan gusi) atau perdarahan ditempat lain.o Hematemesis atau melena· Trombositopenia· Terdapat minimal 1 dari tanda kebocoran plasma:o Peningkatan Ht > 20%o Penurunan Ht > 20%o Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, atau hipoproteinemia

Sindrom Syok Dengue (DSS):Seluruh kriteria DBD + nadi yang cepat dan lemah + tekanan darah turun < 20 mmHg + hipotensi + kulit dingin dan lembab serta gelisah.

Klasifikasi

DD/ DBD Derajat Gejala Laboratorium

DD Demam disertai 2 atau lebih tanda: sakit kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, artralgia.

Leukopenia, trombositopenia, tidak ditemukan adanya kebocoran plasma, serologi dengue (+)

DBD I Gejala diatas+uji bendung (+)

Trombositopenia (<100.000), terbukti adanya kebocoran plasma

DBD II Gejala diatas+perdarahan spontan

Trombositopenia (<100.000), terbukti adanya kebocoran plasma

Page 32: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman SuhailiDBD III Gejala diatas+kegagalan

sirkulasi (kulit dingin dan lembab serta gelisah)

Trombositopenia (<100.000), terbukti adanya kebocoran plasma

DBD IV Syok berat disertai dengan tekanan darah dan nadi tidak terukur

Trombositopenia (<100.000), terbukti adanya kebocoran plasma

Pemeriksaan Penunjang• Pemeriksaan Darah rutin: Hb, Ht, Trombosit, dan hapusan darah tepi.

Pemeriksaan laboratorium darah rutin meliputi kadar hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru (sejak hari ke 3).Parameter laboratoris yang dapat diperiksa antara lain : Leukosit, dapat menunjukkan nilai normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relatif (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15 % dari total jumlah yang pada fase syok akan meningkat. Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8. Hematokrit: kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkata hematokrit ≥ 20% dari hematokrit awal, biasanya pada demam hari ke-3. Hemostasis: pemeriksaan PT, aPTT, fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada keadaan yang dicurigai perdarahan atau kelainan pembekuan darah. Protein/albumin: hipoproteinemia dapat terjadi akibat kebocoran plasma. SGOT/SGPT: ini dapat meningkat. Ureum dan kreatinin: ini dapat meningkat bila terdapat gangguan fungsi ginjal. Elektrolit: parameter pemantauan pemberian cairan. Golongan darah dan cross match: ini dilakukan bila akan diberikan transfusi darah atau komponen darah. Uji HI: pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang perawatan yang bertujuan untuk kepentingan surveilans.

• Uji serologi: Menghitung antibodi total, IgM, dan IgG.Uji diagnostik melalui pemeriksaan isolasi virus, pemeriksaan serologi atau biologi molekular dapat dilakukan untuk membuktikan etiologi demam berdarah dengue. Di antara tiga jenis uji etiologi, yang dianggap sebagai baku emas adalah metode isolasi virus. Namun, metode ini membutuhkan tenaga laboratorium yang ahli, waktu yang lama (lebih dari 1–2 minggu), serta biaya yang relatif mahal. Oleh karena keterbatasan ini, seringkali yang dipilih adalah metode

Page 33: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman Suhailidiagnosis molekuler dengan deteksi materi genetik virus melalui pemeriksaan reverse transcriptionpolymerase chain

reaction (RT-PCR). Pemeriksaan RT-PCR memberikan hasil yang lebih sensitif dan lebih cepat bila dibandingkan dengan isolasi virus, tapi pemeriksaan ini juga relatif mahal serta mudah mengalami kontaminasi yang dapat menyebabkan timbulnya hasil positif semu. Pemeriksaan yang saat ini banyak digunakan adalah pemeriksaan serologi, yaitu dengan mendeteksi IgM dan IgG-anti dengue. Imunoserologi berupa IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke 3 dan menghilang setelah 60-90 hari. Pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke 14, sedangkan pada infeksi sekunder dapat terdeteksi mulai hari ke 2.

• Pemeriksaan Radiologis: Foto rontgen, USGPemeriksaan radiologis seperti foto dada dapat mendeteksi adanya efusi pleura, terutama pada hemithoraks kanan. Efusi pleura dapat ditemukan pada kedua hemithoraks bila terjadi perembesan plasma hebat. Pemeriksaan rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan atau pasien tidur pada sisi sebelah kanan. Pemeriksaan USG dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya asites dan efusi pleura.

Diagnosa Banding:A. Demam tifoidB. CampakC. InfluenzaD. ChikungunyaE. Leptospirosis

PenatalaksanaanTidak ada terapi spesifik.Terapi bersifat suportif. Tindakan paling penting adalah pemeliharan volume cairan sirkulasi.Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersama dengan divisi penyakit tropik dan infeksi dan divisi hematologi dan onkologi klinik FK UI telah menyusun protokol penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa berdasarkan kriteria :– Protokol 1 : Penanganan tersangka (probable) DBD dewasa tanpa syok– Protokol 2: Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat– Protokol 3 : Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%– Protokol 4 : Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa– Protokol 5 : Tatalaksana sindrom syok Dengue pada dewasa

Protokol 1 (tersangka DBD tanpa syok)Pemeriksaan di UGDIndikasi rawat inap :1. DBD dengan syok, disertai atau tidak dengan perdarahan.2. DBD dengan perdarahan masif dengan atau tanpa syok.3. DBD tanpa perdarahan masif dengan:· Hb, Ht normal dengan trombosit <100.000/mm· Hb, Ht yang meningkat dg trombositopenia <150.000/mm3

Page 34: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman Suhaili

Protokol 2 (tersangka DBD di ruang rawat)• Pasien DBD tanpa perdarahan spontan dan masif, tanpa syok.• Diberikan cairan kristaloid.• Kebutuhan cairan perhari:1500 + {20 x (BB dlm kg – 20)}Contoh BB 55 kg:1500 + {20 x (55 – 20)} = 2200 ml

Protokol 3 ( DBD dengan Ht > 20%)• Peningkatan Ht > 20% tubuh mengalami defisit cairan 5%.• Pada keadaan ini terapi awal berikan infus cairan kristaloid 6-7 ml/kgBB/jam dievaluasi setelah 3-4 jam.• Bila membaik, kurangi menjadi 5 ml/kgbb/jam, evaluasi setelah 2 jam.• Bila membaik, kurangi menjadi 3 ml/kgbb/jam.• Infus dihentikan setelah 24-48 jam.

• Jika setelah pemberian 6-7ml/kgbb/jam kondisi tidak membaik (Ht & nadi meningkat, tekanan nadi turun <20mmHg, produksi urin berkurang, naikkan menjadi 10ml/kgbb/jam, evaluasi setelah 2 jam.• Bila membaik turunkan 5 ml/kgbb/jam, bila memburuk naikkan menjadi 15 ml/kgbb/jam.• Bila memburuk, lakukan tatalaksana syok.

Page 35: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman Suhaili

Protokol 4 (Perdarahan spontan pada DBD)• Perdarahan spontan dan masif adalah : epistaksis yang tak terkendali, perdarahan Sal. Cerna, saluran kencing, otak atau tersembunyi sebanyak 4-5 ml/kgbb/jam.• Pemberian cairan tetap seperti keadaan DBD tanpa syok lannya.• Pemeriksaan tanda vital (TD, TN, Pernafasan) dan jumlah urin sesering mungkin.• Pemeriksaan Hb, Ht, Trombosit sebaiknya diulang tiap 4-6 jam.• Heparin diberikan apabila ada tanda Koagulasi Intravaskular Deseminata (KID).• Tranfusi komponen darah sesuai indikasi.• Pemberian FFP bila di dapat defisiensi faktor-faktor pembekuan.• Pemberian PRC bila Hb < 10 g/dl.• Pemberian Trombosit bila perdarahan spontan dan masif, trombosit < 100.000 dengan atau tanpa KID.

Protokol 5 (Tatalaksana SSD)• Angka kematian meningkat 10 x lipat di bandingkan dengan penderita DBD tanpa renjatan, dan renjatan dapat terjadi karena keterlambatan mendapatkan pertolongan/pengobatan, dan penatalaksanaan yang kurang tepat.• Cairan kristaloid tetap pilihan utama, ditambah oksigenasi 2-4 L/menit.• Periksa darah perifer lengkap, hemostasis, Analisis Gas Darah, elektrolit, ureum dan kreatinin.• Fase awal : guyur cairan kristaloid 10-20 ml/kgbb dan dievaluasi setelah 15-30 menit.• Jika membaik cairan diberikan 7 ml/kgbb/jam.• Bila dalam 1-2 jam tetap stabil, cairan diberikan 5 ml/kgbb/jam, bila 1-2 jam keadaan tetap stabil turunkan menjadi 3 ml/kgbb/jam.• Bila 24-48 jam paska syok teratasi tanda-tanda vital dan hematokrit tetap stabil, infus harus dihentikan.• diuresis diusahakan 2 ml/kgbb/jam.

• Bila fase awal belum teratasi cairan ditingkatkan menjadi 20-30 ml/kgbb/jam, evaluasi 20-30 menit.• Bila belum teratasi lihat Ht, bila nilai Ht meningkat berarti kebocoran plasma masih berlangsung – pilihan terapi cairan koloid.

Page 36: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman Suhaili• Bila Ht turun berarti ada perdarahan, lakukan tranfusi darah segar 10 ml/kgbb.

• Cara pemberian cairan koloid sebaiknya kita harus mengetahui sifat-sifat cairan tsb.• Pemberian koloid mula-mula di berkan dengan tetesan cepat 10-20 ml/kgbb/jam dievaluasi setelah 10-30 menit.• Bila belum membaik pasang kateter vena sentral untuk memantau kecukupan cairan, naikkan cairan sampai maksimum 30 ml/kgbb (maksimal 1-1,5 L/hari).• Bila belum teratasi , koreksi gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemi, anemia, KID dan infeksi sekunder.• Bisa diberikan inotropik atau vasopresor apabila tekanan vena sentral penderita sudah sesuai dengan target tetapi renjatan tetap belum teratasi.

Page 37: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman Suhaili

Komplikasi• Kelainan GinjalGagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal sebagai akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik.• Ensefalopati Dengue Umumnya terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan dengan perdarahan, Penyebabnya berupa edema otak perdarahan kapiler serebral, kelainan metabolik, dan disfungsi hati.

Pencegahan

Page 38: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman Suhaili

IReferensi:• Buku Panduan Pelayanan Medik PAPDI• Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam UI Edisi 4• Penyakit Tropis Erlangga Medical Series• Buku Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam Edisi 2

Tabel 1. Manifestasi klinis infeksi virus dengue

Spektrum

Klinis Manifestasi Klinis

DD

• Demam akut selama 2-7 hari, disertai dua atau lebih manifestasi berikut:

nyeri kepala, nyeri retroorbita,   mialgia, manifestasi perdarahan, dan

leukopenia.

• Dapat disertai trombositopenia.

• Hari ke-3-5 ==> fase pemulihan (saat suhu turun), klinis membaik.

DBD

• Demam tinggi mendadak selama 2-7 hari disertai nyeri kepala, nyeri

retroorbita, mialgia dan nyeri perut.

• Uji torniquet positif.

• Ruam kulit : petekiae, ekimosis, purpura.

• Perdarahan mukosa/saluran cerna/saluran kemih : epistaksis, perdarahan

gusi, hematemesis, melena, hematuri.

• Hepatomegali.

• Perembesan plasma: efusi pleura, efusi perikard, atau perembesan ke

rongga peritoneal.

• Trombositopenia.

• Hemokonsentrasi.

• Hari ke 3-5 ==> fase kritis (saat suhu turun), perjalanan penyakit dapat

berkembang menjadi syok

Uji torniquet positif : terdapat 10 – 20 atau lebih petekiae dalam diameter 2,8 cm (1 inchi).

Page 39: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman SuhailiPEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah :

Pemeriksaan darah perifer: Hb, leukosit dan hitung jenis, hematokrit, dan trombosit.

Pada DBD berat/SSD : monitor hematokrit tiap 4-6 jam, trombosit, AGD, kadar elektrolit, ureum, kreatinin, SGOT,

SGPT, protein serum, PT dan APTT.

DIAGNOSIS

Diagnosis DD ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan penunjang sesuai tabel 1, dan tidak

ditemukan adanya tanda-tanda perembesan plasma (hemokonsentrasi, hipovolemia, dan syok).

Sedangkan diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis WHO sebagai berikut:

1. Kriteria klinis

Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari.

Terdapat manifestasi perdarahan : uji torniquet positif, petekiae, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi,

hematemesis, dan atau melena.

Hepatomegali.

Syok

2. Kriteri laboratoris

Trombositopenia (trombosit =100.000 mm3)

Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit =20% menurut standar umur dan jenis kelamin)

Diagnosis DBD dapat ditegakkan bila memenuhi kriteria : 2 kriteria klinis pertama + trombositopenia dan

hemokonsentrasi.

Pada DBD harus dinilai derajat penyakit, karena membutuhkan penatalaksanaan yang berbeda.

Tabel 2. Derajat penyakit DBD

Derajat

Penyakit Kriteria

DBD derajat I

Demam disertai gejala tidak khas, dan satu-satunya manifestasi

perdarahan ialah uji torniquet positif.

DBD derajat II

Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit atau

perdarahan lain.

DBD derajat III

Terdapat kegagalan sirkulasi (nadi cepat dan lembut, tekanan nadi

menurun ( < 20 mmHg) atau hipotensi, sianosis disekitar mulut, kulit

dingin dan lembab, dan anak tampak gelisah.

DBD derajat IV

Syok berat (profound shock): nadi tidak dapat diraba, dan tekanan

darah tidak dapat diukur.

KOMPLIKASI DBD

Pada DD tidak terdapat komplikasi berat namun anak dapat mengeluh lemah/lelah (fatigue) saat fase pemulihan.

Komplikasi berat dapat terjadi pada DBD yaitu ensefalopati dengue, gagal ginjal akut, atau udem paru akut.

PENATALAKSANAAN

1. Demam Dengue

Medikamentosa:

Antipiretik (apabila diperlukan) : paracetamol 10 – 15 mg/kg BB/kali, 3 kali/hari. Tidak dianjurkan pemberian asam

asetilsalisilat/ibuprofen pada anak yang dicurigai DD/DBD.

Edukasi orang tua:

Anjurkan anak tirah baring selama masih demam.

Bila perlu, anjurkan kompres air hangat.

Page 40: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman Suhaili Perbanyak asupan cairan per oral: air putih, ASI, cairan elektrolit, jus buah, atau sup. Tidak ada larangan konsumsi

makanan tertentu.

Monitor keadaan dan suhu anak dirumah, terutama selama 2 hari saat suhu turun. Pada fase demam, kita sulit

membedakan antara DD dan DBD, sehingga orang tua perlu waspada.

Segera bawa anak ke rumah sakit bila : anak gelisah, lemas, muntah terus menerus, tidak sadar, tangan/kaki

teraba dingin, atau timbul perdarahan.

2. Demam Berdarah Dengue

Fase demam

Prinsip tatalaksana DBD fase demam sama dengan tatalaksana DD.

Antipiretik: paracetamol 10 – 15 mg/kg BB/kali, 3 kali/hari.

Perbanyak asupan cairan oral.

Monitor keadaan anak (tanda-tanda syok) terutama selama 2 hari saat suhu turun. Monitor trombosit dan

hematokrit secara berkala.

Penggantian volume plasma

Anak cenderung menjadi dehidrasi. Penggantian cairan sesuai status dehidrasi pasien dilanjutkan dengan terapi

cairan rumatan.

Jenis cairan adalah kristaloid : RL, 5% glukosa dalam RL, atau NaCl.

Tabel 3. Kebutuhan cairan pada rehidrasi ringan-sedang

Berat Badan (Kg)

Jumlah Cairan

(ml/kg BB/hari)

< 7 220

7 – 11 165

12 – 18 132

>18 88

Tabel 4. Kebutuhan cairan rumatan

Berat Badan (Kg) Jumlah cairan (ml)

10 100 per kg BB

10 – 20 1000 + 50 x kg BB (untuk BB di atas 10 kg)

>20 1500 + 20 x kg BB (untuk BB di atas 20 kg)

Tabel 5. Kriteria rawat inap dan memulangkan pasien

Kriteria rawat inap Kriteria memulangkan pasien

Ada kedaruratan:

• Syok

• Muntah terus menerus

• Kejang

• Kesadaran turun

• Muntah darah

• Berak hitam

Hematokrit cenderung meningkat setelah 2 kali

pemeriksaan berturut-turut

Hemokonsentrasi (Ht meningkat = 20%)

Tidak demam selama 24 jam

tanpa antipiretik

Nafsu makan membaik

Secara klinis tampak perbaikan

Hematokrit stabil

Tiga hari setelah syok teratasi

Trombosit > 50.000/uL

Tidak dijumpai distres pernafasan

Referensi

1. Demam Berdarah Dengue: Pelatihan bagi pelatih, dokter spesialis anak, dan dokter spesialis penyakit dalam, dalam

Page 41: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman Suhailitatalaksana kasus DBD. Balai Penerbit FKUI; Jakarta, 1999.

2. Dengue Haemorrhagic Fever: Diagnosis, treatment, prevention and control, second edition. WHO: 1997.

Algoritma 1. Diagnosis Demam Dengue dan DBD

Algoritma 2. Tatalaksana DBD Derajat II

Page 42: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman Suhaili

Algoritma 3. Tatalaksana DBD Derajat III/IV atau SSD

Page 43: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman Suhaili

dr. Purnamawati, http://www.sehatgroup.web.id/?p=128http://www.dexa-medica.com/images/publication_upload090324152955001237863562medicinus_maret-mei_2009.pdf

Virus DengueDemam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengueyang termasuk kelompok B Arthtropod Borne Virus (Arbovirus) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu : DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Serotipe virus dengue (DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4) secara antigenik sangat mirip satu dengan lainnya, tetapi tidak dapat menghasilkan proteksi silang yang lengkap setelah terinfeksi oleh salah satu tipe. Keempat serotipe virus dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat.

Page 44: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman Suhaili

Gambar 1.1 Virus Dengue dengan TEM micrographKlasifikasi Virus

Group: Group IV ((+)ssRNA)

Family: Flaviviridae

Genus: Flavivirus

Species: Dengue virus

VektorVirus dengue ditularkan kepada manusia terutama melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Selain itu dapat juga ditularkan oleh nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain yang merupakan vektor yang kurang berperan. Nyamuk Aedes aegypti hidup di daerah tropis dan subtropis dengan suhu 28-32OC dan kelembaban yang tinggi serta tidak dapat hidup di ketinggian 1000 m. Vektor utama untuk arbovirus bersifat multiple bitter, antropofilik, dapat hidup di alam bebas, terbang siang hari (jam 08.00-10.00 dan 14.00-16.00), jarak terbang 100 m – 1 km, dan ditularkan oleh nyamuk betina yang terinfeksi.

Gambar 1.2 Nyamuk Aedes aegypti

Page 45: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman Suhaili

Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. Selain dengue, A. aegypti juga merupakan pembawa virus demam kuning (yellow fever) dan chikungunya. Penyebaran jenis ini sangat luas, meliputi hampir semua daerah tropis di seluruh dunia. Sebagai pembawa virus dengue, A. aegypti merupakan pembawa utama (primary vector) dan bersama Aedes albopictus menciptakan siklus persebaran dengue di desa dan kota. Mengingat keganasan penyakit demam berdarah, masyarakat harus mampu mengenali dan mengetahui cara-cara mengendalikan jenis ini untuk membantu mengurangi persebaran penyakit demam berdarah.

Ciri Morfologi

Nyamuk Aedes aegypti dewasa memiliki ukuran sedang dengan tubuh berwarna hitam kecoklatan. Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik dengan gari-garis putih keperakan. Di bagian punggung (dorsal) tubuhnya tampak dua garis melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri dari spesies ini. Sisik-sisik pada tubuh nyamuk pada umumnya mudah rontok atau terlepas sehingga menyulitkan identifikasi pada nyamuk-nyamuk tua. Ukuran dan warna nyamuk jenis ini kerap berbeda antar populasi, tergantung dari kondisi lingkungan dan nutrisi yang diperoleh nyamuk selama perkembangan. Nyamuk jantan dan betina tidak memiliki perbedaan dalam hal ukuran nyamuk jantan yang umumnya lebih kecil dari betina dan terdapatnya rambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan. Kedua ciri ini dapat diamati dengan mata telanjang.

Perilaku dan Sikulus Hidup

Page 46: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman Suhaili

Aedes aegypti bersifat diurnal atau aktif pada pagi hingga siang hari. Penularan penyakit dilakukan oleh nyamuk betina karena hanya nyamuk betina yang mengisap darah. Hal itu dilakukannya untuk memperoleh asupan protein yang diperlukannya untuk memproduksi telur. Nyamuk jantan tidak membutuhkan darah, dan memperoleh energi dari nektar bunga ataupun tumbuhan. Jenis ini menyenangi area yang gelap dan benda-benda berwarna hitam atau merah. Demam berdarah kerap menyerang anak-anak karena anak-anak cenderung duduk di dalam kelas selama pagi hingga siang hari dan kaki mereka yang tersembunyi di bawah meja menjadi sasaran empuk nyamuk jenis ini.Infeksi virus dalam tubuh nyamuk dapat mengakibatkan perubahan perilaku yang mengarah pada peningkatan kompetensi vektor, yaitu kemampuan nyamuk menyebarkan virus. Infeksi virus dapat mengakibatkan nyamuk kurang handal dalam mengisap darah, berulang kali menusukkan proboscis nya, namun tidak berhasil mengisap darah sehingga nyamuk berpindah dari satu orang ke orang lain. Akibatnya, risiko penularan virus menjadi semakin besar.Di Indonesia, nyamuk A. aegypti umumnya memiliki habitat di lingkungan perumahan, di mana terdapat banyak genangan air bersih dalam bak mandi ataupun tempayan. Oleh karena itu, jenis ini bersifat urban, bertolak belakang dengan A. albopictus yang cenderung berada di daerah hutan berpohon rimbun (sylvan areas).Nyamuk A. aegypti, seperti halnya culicines lain, meletakkan telur pada permukaan air bersih secara individual. Telur berbentuk elips berwarna hitam dan terpisah satu dengan yang lain. Telur menetas dalam 1 sampai 2 hari menjadi larva. Terdapat empat tahapan dalam perkembangan larva yang disebut instar. Perkembangan dari instar 1 ke instar 4 memerlukan waktu sekitar 5 hari. Setelah mencapai instar ke-4, larva berubah menjadi pupa di mana larva memasuki masa dorman. Pupa bertahan selama 2 hari sebelum akhirnya nyamuk dewasa keluar dari pupa. Perkembangan dari telur hingga nyamuk dewasa membutuhkan waktu 7 hingga 8 hari, namun dapat lebih lama jika kondisi lingkungan tidak mendukung.Telur Aedes aegypti tahan kekeringan dan dapat bertahan hingga 1 bulan dalam keadaan kering. Jika terendam air, telur kering dapat menetas menjadi larva. Sebaliknya, larva sangat membutuhkan air yang cukup untuk perkembangannya. Kondisi larva saat berkembang dapat mempengaruhi kondisi nyamuk dewasa yang dihasilkan. Sebagai contoh, populasi larva yang melebihi ketersediaan makanan akan menghasilkan nyamuk dewasa yang cenderung lebih rakus dalam mengisap darah. Sebaliknya, lingkungan yang kaya akan nutrisi menghasilkan nyamuk-nyamuk.

Pengendalian Vektor

Cara yang hingga saat ini masih dianggap paling tepat untuk mengendalikan penyebaran penyakit demam berdarah adalah dengan mengendalikan populasi dan penyebaran vektor.Program yang sering dikampanyekan di Indonesia adalah 3M, yaitu menguras, menutup, dan mengubur.# Menguras bak mandi, untuk memastikan tidak adanya larva nyamuk yang berkembang di dalam air dan tidak ada telur yang melekat pada dinding bak mandi.# Menutup tempat penampungan air sehingga tidak ada nyamuk yang memiliki akses ke tempat itu untuk bertelur.# Mengubur barang bekas sehingga tidak dapat menampung air hujan dan dijadikan tempat nyamuk bertelur.

Beberapa cara alternatif pernah dicoba untuk mengendalikan vektor dengue ini, antara lain mengintroduksi musuh alamiahnya yaitu larva nyamuk Toxorhyncites sp. Predator larva Aedes sp. ini ternyata kurang efektif dalam mengurangi penyebaran virus dengue.Penggunaan insektisida yang berlebihan tidak dianjurkan, karena sifatnya yang tidak spesifik sehingga akan membunuh berbagai jenis serangga lain yang bermanfaat secara ekologis. Penggunaan insektisida juga akhirnya memunculkan masalah resistensi serangga sehingga mempersulit penanganan di kemudian hari.

Sumber :http://id.wikipedia.org/wiki/Aedes_aegypti10 Maei 2009

Sumber Gambar :

Page 47: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman Suhailihttp://www.chikungunya.in/images/global-distribution-of-aedes-aegypti.jpg

http://neeladri.files.wordpress.com/2006/10/aedes-aegypti.gif

Cara PenularanVirus yang ada di kelenjar ludah nyamuk ditularkan ke manusia melalui gigitan. Kemudian virus bereplikasi di dalam tubuh manusia pada organ targetnya seperti makrofag, monosit, dan sel Kuppfer kemudian menginfeksi sel-sel darah putih dan jaringan limfatik. Virus dilepaskan dan bersirkulasi dalam darah. Di tubuh manusia virus memerlukan waktu masa tunas intrinsik 4-6 hari sebelum menimbulkan penyakit. Nyamuk kedua akan menghisap virus yang ada di darah manusia. Kemudian virus bereplikasi di usus dan organ lain yang selanjutnya akan menginfeksi kelenjar ludah nyamuk. Virus bereplikasi dalam kelenjar ludah nyamuk untuk selanjutnya siap-siap ditularkan kembali kepada manusia lainnya. Periode ini disebut masa tunas ekstrinsik yaitu 8-10 hari. Sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat emnularkan virus selama hidupnya (infektif).EpidemiologiInfeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke-18 seperti yang dilaporkan oleh David Bylon, dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus dengue menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam lima hari (vijfdaagse koorts) kadang juga disebut sebagai demam sendi (knokkel koorts). Disebut demikian karena demam yang terjadi menghilang dalam 5 hari disertai dengan nyeri pada sendi, nyeri otot, dan nyeri kepala.Di Indonesia, pertama sekali dijumpai di Surabaya pada tahun 1968 dan kemudian disusul dengan daerah-daerah yang lain. Jumlah penderita menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun, dan penyakit ini banyak terjadi di kota-kota yang padat penduduknya. Akan tetapi dalam tahun-tahun terakhir ini, penyakit ini juga berjangkit di daerah pedesaan.Berdasarkan penelitian di Indonesia dari tahun 1968-1995 kelompok umur yang paling sering terkena ialah 5 – 14 tahun walaupun saat ini makin banyak kelompok umur lebih tua menderita DBD. Saat ini jumlah kasus masih tetap tinggi rata-rata 10-25/100.000 penduduk, namun angka kematian telah menurun bermakna < 2%. PatogenesisVirus merupakan mikroorganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup. Maka demi kelangsungan hidupnya virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai penjamu terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Beberapa faktor resiko yang dilaporkan pada infeksi virus dengue antara lain serotipe virus, antibodi dengue yang telah ada oleh karena infeksi sebelumnya atau antibodi maternal pada bayi, genetic penjamu, usia penjamu, resiko tinggi pada infeksi sekunder, dan resiko tinggi bila tinggal di tempat dengan 2 atau lebih serotipe yang bersirkulasi tinggi secara simultan.Ada beberapa patogenesis yang dianut pada infeksi virus dengue yaitu hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection), teori virulensi, dan hipotesis antibody dependent enhancement (ADE). Hipotesis infeksi sekunder menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai resiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD/berat. Antibodi heterolog yang ada tidak akan menetralisasi virus dalam tubuh sehingga virus akan bebas berkembangbiak dalam sel makrofag. Hipotesis antibody dependent enhancement (ADE) adalah suatu proses dimana antibodi nonnetralisasi yang terbentuk pada infeksi primer akan membentuk kompleks antigen-antibodi dengan antigen pada infeksi kedua yang serotipenya heterolog. Kompleks antigen-antibodi ini akan meningkatkan ambilan virus yang lebih banyak lagi yang kemudian akan berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel monosit. Teori virulensi menurut Russel, 1990, mengatakan bahwa DBD berat terjadi pada infeksi primer dan bayi usia < 1 tahun, serotipe DEN-3 akan menimbulkan manifestasi klinis yang berat dan fatal, dan serotipe DEN-2 dapat menyebabkan syok. Hal-hal diatas menyimpulkan bahwa virulensi virus turut berperan dalam menimbulkan manifestasi klinis yang berat. Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis infeksi sekunder yang dirumuskan oleh Suvatte tahun 1977. Sebagai akibat infeksi sekuder oleh tipe virus dengue yang beralinan pada seorang pasien, respon antibody anamnestik yang

Gambar 1.4.2 Penyebaran infeksi virus dengue di dunia tahun 2006. Merah: epidemic dengue, Biru: nyamukAe.aegypti

Page 48: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman Suhailiakan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer

antibody IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat etrdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang selanjutnya akn mengakibatkan aktivasi system komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravascular ke ruang ekstravaskular. Perembesan plasma ini terbeukti dengan adanya peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat akan menimbulkan asidosis dan anoksia yang dapat berakhir dengan kematian.Kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi komplemen dapat juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosine difosfat) sehingga trombosit melekat satu sama lain. Adanya trombus ini akan dihancurkan oleh RES (retikuloendotelial system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit juga menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulasi intravskular deseminata yang ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degradation product) sehingga terjadi penurunan factor pembekuan. Agregasi trombosit juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfunsgi baik. Di sisi lain aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi perdarahan massif pada DBD disebabkan oleh trombositopenia, penurunan factor pembekuan (akibat koagulasi intravascular deseminata), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.Tanda dan Gejala1. Demam Dengue (DD)Masa inkubasi 4-6 hari (rentang 3-14 hari). Setelahnya akan timbul gejala prodromal yang tidak khas seperti nyeri kepala, nyeri tulang belakang, dan perasaan lelah. Tanda khas dari DD ialah peningkatan suhu mendadak (suhu pada umumnya antara 39-400C, bersifat bifasik, menetap antara 5-7 hari), kadang disertai menggigil, nyeri kepala, muka kemerahan. Dalam 24 jam terasa nyeri retroorbita terutama pada pergerakan mata atau bila bola mata ditekan, fotofobia, dan nyeri otot serta sendi. Pada awal fase demam terdapat ruam yang tampak di muka, leher, dada. Akhir fase demam (hari ke-3 atau ke-4) ruam berbentuk makulopapular atau skarlatina. Pada fase konvalesens suhu turun dan timbul petekie yang emnyeluruh pada kaki dan tangan. Perdarahan kulit terbanyak adalah uji turniket positif dengan atau tanpa petekie. 2. Demam Berdarah Dengue (DBD)Kriteria Diagnosis (WHO, 1997)

o Kriteria Klinis1. DemamDiawali dengan demam tinggi mendadak, kontinu, bifasik, berlangsung 2-7 hari, naik-turun tidak mempan dengan antipiretik. Pada hari ke-3 mulai terjadi penurunan suhu namun perlu hati-hati karena dapat sebagai tanda awal syok. Fase kritis ialah hari ke 3-5.

Page 49: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman Suhaili

Gambar 1.6.3.1 Kurva Suhu DBD2. Terdapat manifestasi perdarahan

o Uji turniket positif berarti fragilitas kapiler meningkat. Hal ini juga dapat dijumpai pada campak, demam chikungunya, tifoid, dll. Dinyatakan positif bila terdapat > 10 petekie dalam diameter 2,8 cm (1 inchi persegi) di lengan bawah bagian volar termasuk fossa cubiti.

o Petekie, Ekimosis, Epistaksis, Perdarahan gusi, Melena, Hematemesis3. HepatomegaliUmumnya bervariasi, mulai dari hanya sekedar dapat diraba sampai 2-4 cm dibawah lengkungan iga kanan. Proses hepatomegali dari yang sekedar dapat diraba menjadi terba jelas dapat meramalkan perjalanan penyakit DBD. Derajat pemebsaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit namun nyeri tekan pada daerah tepi hati berhubungan dengan adanya perdarahan.4. Kegagalan sirkulasi ditandai dengan nadi cepat dan elmah serta penurunan tekanan nadi (≤ 20 mmHg), hipotensi (sitolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang), akral dingin, kulit lembab, dan pasien tampak gelisah.

o Kriteria laboratoris1. Trombositopenia (≤ 100000/µl)2. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan Ht ≥ 20 %.TatalaksanaKetentuan umum tatalaksana DBD

o Perawatan sesuai derajat penyakito Der I/ II: Puskesmas / ruang rawat sehario Der III/ IV: Rumah Sakit, bila perlu ICU (syok berkepanjangan, syok berulang, perdarahan saluran cerna,

ensefalopati)o Fasilitas laboratorium (24 jam)o Perawat terlatiho Fasilitas bank daraho Terapi suportifo Perembesan plasma terjadi pada 24-48 jam setelah suhu reda (time of fever defervescence)o Penggantian volume plasma (volume replacement)o Pemilihan jenis cairan

o Kristaloid : Ringer laktat, Ringer asetat, NaCl 0,9%o Koloid : Dextran, Gelatin, HES sterilo FFPo Untuk resusitasi syok digunakan RL/RA, dekstran kontraindikasi.o Indikasi pemberian plasma/koloid

Page 50: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman Suhailio Syok tidak teratasi dalam 60 menit (maksimal 90 menit)

o Dosis 20-30 ml/kgBB/jamo Melalui jalur infus berbeda dengan cairan RLo 25% kasus DBD syok memerlukan koloido Pemberian obat atas indikasio Perlu monitor berkala : pemantauan tanda vital (kesadaran, tekanan darah, frek.nadi, jantung, nafas),

pembesaran hati, nyeri tekan hipokondrium kanan, diuresis (>1ml/kgBB/jam), kadar Ht.o Hasil tidak memuaskan:o perbaiki oksigenasio Syok menyebabkan hipoksiao Hipoksiaàkegagalan mengalirkan O2àkerusakan jaringano Oksigen 2-4 liter/menit mutlak diberikano Hipoksia memicu DICàperdarahano Gangguan asam basa & elektrolit

Koreksi asidosis dengan: Analisis gas darah (bila ada), segera koreksi gangguan asam basa, resusitasi cairan dengan RL (Derajat III asidosis diatasi dengan RL,Derajat IV perlu + bikarbonat).

o Perdarahano Tanda adanya perdarahan: penurunan Ht dan tanpa perbaikan klinis walaupun telah diberikan terapi cairan

yang cukup, pasien gelisah, adanya nyeri di hipokondrium kanan, perut yang semakin membuncit dan lingkar perut yang bertambah.

o Yang diberikan bisa whole blood atau komponen (PRC, FFP, trombosit).o Indikasi pemberian trombosit: klinis terdapat perdarahan, harus disertai pemberian FFP (kadang + PRC), jumlah

trombosit rendah bukan indikasi, dan suspensi trombosit tidak pernah diberikan sebagai profilaksisPengobatan DD

o Dapat berobat jalano Tirah baring selama demamo Kompres hangat atau antipiretik (hanya parasetamol, asetosal merupakan kontraindikasi)o Analgesik bila perlu (anak besar)

DiagnosisSpektrum Klinis (WHO, 1977)

Laboratoris

Page 51: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman SuhailiFase akut (awal demam) akan dijumpai jumlah lekukosit yang normal kemudian menjadi leukopenia selama fase

demam. Jumlah trombosit pada umumnya normal demikian pula semua faktor pembekuan. Tetapi saat epidemi dapat dijumpai trombositopenia. Serum biokimia pada umumnya normal namun enzim hati dapat meningkat.Infeksi virus chkungunya, demam tifoid, leptospirosis dan malaria.Diagnosis pasti DBD = dua kriteria klinis pertama + trombositopenia + hemokonsentrasi serta dikonfirmasi secara uji serologik hemaglutinasi.

Gambar 1.6.3.2 Perubahan Ht, Trombosit, dan LPB dalam perjalanan penyakit DBD

DEMAM TAPAL KUDA

Derajat Penyakit (WHO, 1997)o Derajat I : demam disertai gejala tidak khas + uji turniket (+)o Derajat II : derajat I + perdarahan spontan di kulit /perdarahan laino Derajat III : didapat kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan elmah serta penurunan tekanan nadi (≤ 20 mmHg),

hipotensi (sitolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang), sianosis di sekitar mulut, akral dingin, kulit lembab, dan pasien tampak gelisah.

o Derajat IV : syok berat (profound shock) yaitu nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.Pemeriksaan Laboratorium

o Leukopenia dengan limfositosis relatif yang ditandai dengan peningkatan limfosit plasma biru > 4 % di darah tepi yang dijumpai pada hari ke-3 sampai ke-7.

o Albumin menurun sedikit dan bersifat sementarao Penurunan faktor koagulasi dan fibrinolitik yaitu fibrinogen, protrombin, factor VIII, factor XII, dan antitrombin

IIIo Kasus berat dijumpai disfungsi hati dijumpai penurunan kelompok vitamin K-dependent protrombin seperti

factor V, VII, IX, dan X.o PT dan APTT memanjango Serum komplemen menuruno Hiponatremiao Hipoproteinemiao SGOT/SGPT meningkato Asidosis metabolic dan peningkatan kadar urea nitrogen pada syok berkepanjangan.

Page 52: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman Suhailio Eritrosit dalam tinja hampir selalu ditemukan.

Pemeriksaan Radiologiso Foto dada dilakukan atas indikasi (1) dalam keadaan klinis ragu-ragu, namun perlu diingat bahwa terdapat

kelainan radiologis pada perembesan plasma 20-40%, (2) pemantauan klinis sebagai pedoman pemberian cairan.

o Kelainan radiologi : dilatasi pembuluh darah paru terutama daerah hilus kanan, hemitoraks kanan lebih radioopak dibandingkan kiri, kubah diafragma kanan lebih tinggi daripada kiri, dan efusi pleura terutama hemitoraks kanan. Foto dada dilakukan dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur di sisi kanan).

o USG : efusi pleura, kelainan dinding vesica felea dan dinding buli-buli.Diagnsosis Serologis

o Uji hemaglutinasi inhibisi (uji HI)o Tes ini adalah gold standard pada pemeriksaan serologis, sifatnya sensitive namun tidak spesifik artinya

tidak dapat menunjukkan tipe virus yang menginfeksi. Antibody HI bertahan dalam tubuh lama sekali (> 48 tahun) sehingga uji ini baik digunakan pada studi sero-epidemiologi. Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen 4x lipat dari titer serum akut atau titer tinggi (> 1280) baik pada serum akut atau konvalesen dianggap sebagai presumtif (+) atau diduga keras positif infeksi dengue yang baru terjadi.

o Uji komplemen fiksasi (uji CF)o Jarang digunakan secara rutin karena prosedur pemeriksaannya rumit dan butuh tenaga

berpengalaman. Antibody komplemen fiksasi bertahan beberapa tahun saja (sekitar 2-3 tahun).o Uji neutralisasi

o Uji ini paling sensitive dan spesifik untuk virus dengue. Biasanya memakai cara Plaque Reduction Neutralization Test (PNRT) yaitu berdasarkan adanya reduksi dari plaque yang terjadi. Antibody neutralisasi dapat dideteksi dalam serum bersamaan dnegan antibody HI tetapi lebih cepat dari antibody komplemen fiksasi dan bertahan lama ( > 4-8 tahun). Prosedur uji ini rumit dan butuh waktu lama sehingga tidak rutin digunakan.

o IgM Elisa (Mac Elisa, IgM captured ELISA)o Banyak sekali dipakai. Uji ini dilakukan pada hari ke-4-5 infeksi virus dengue karena IgM sudah timbul

kemudian akan diikuti IgG. Bila IgM negative uji ini perlu diulang. Apabila hari sakit ke-6 IgM masih negative maka dilaporkan sebagai negative. IgM dapat bertahan dalam darah sampai 2-3 bulan setelah adanya infeksi. Sensitivitas uji Mac Elisa sedikit di bawah uji HI dengan kelebihan uji Mac Elisa hanya memerlukan satu serum akut saja dengan spesifitas yang sama dengan uji HI.

o IgG Elisao Isolasi Viruso Identifikasi Virus, dengan fluorescence antibody technique test secara indirek dengan menggunakan antibody

monoclonal.o Cara diagnostik baru dengan reverse transcriptase polymerase chain reaction (RTPCR) sifatnya sangat

sensitive dan spesifik terhadap serotype tertentu, hasil cepat didapat dan dapat diulang dengan mudah. Cara ini dapat mendeteksi virus RNA dari spesimen yang berasal dari darah, jaringan tubuh manusia, dan nyamuk. Sensitivitas PCR sama dengan isolasi virus namun pada PCR tidak begitu dipengaruhi oleh penanganan specimen yang kurang baik bahkan adanya antibody dalam darah juga tidak mempengaruhi hasil dari PCR.

Diagnosis bandingo Awal perjalanan penyakit : demam tifoid, campak, influenza, hepatitis, demam chikungunya, leptospirosis, dan

malariao Demam chikungunya(DC)

o Serangan demam mendadak, masa demam lebih pendek, suhu lebih tinggi, hampir selalu disertai ruam makulopapular, injeksi konjungtiva, lebih sering dijumpai nyeri sendi, biasanya menyerang seluruh

Page 53: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman Suhailianggota keluarga dan penularannya mirip influenza. Tidak ditemukan adanya perdarahan

gastrointestinal dan syok.o Perdarahan juga terjadi pada penyakit infeksi seperti sepsis dan meningitis meningokokus.

o Pada sepsis pasien tampak sakit berat dari semula, demam naik turun, ditemukan tanda-tanda infeksi, leukositosis disertai dominasi sel polimormonuklear. Pada meningitis meningokokus jelas terdapat gejala rangsang meningeal dan kelainan pada pemeriksaan cairan serebrospinalis.

o ITP dengan DBD derajat IIo Pada ITP demam cepat menghilang (atau bisa tanpa demam), tidak ada leucopenia, tidak ada

hemokonsentrasi, tidak dijumpai pergeseran ke kanan pada hitung jenis. Pada fase konvalesen DBD jumlah trombosit lebih cepat kembali ke normal daripada ITP.

o Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia atau anemia aplastik.o Pada leukemia demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba, anak sangat anemis, dan apus darah

tepi/sumsum tulang menujukkan peningkatan sel blast. Pada anemia aplastik anak sangat anemic, demam timbul karena infeksi sekunder, dan pansitopenia.

KomplikasiEnsefalopati DengueUmumnya terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan dengan perdarahan tetapi dapat juga terjadi pada DBD tanpa syok. Didapatkan kesadaran pasien menurun menjadi apatis/somnolen, dapat disertai kejang. Penyebabnya berupa edema otak perdarahan kapiler serebral, kelainan metabolic, dan disfungsi hati. Tatalaksana dengan pemberian NaCl 0,9 %:D5=1:3 untuk mengurangi alkalosis, dexametason o,5 mg/kgBB/x tiap 8 jam untuk mengurangi edema otak (kontraindikasi bila ada perdarahan sal.cerna), vitamin K iv 3-10 mg selama 3 hari bila ada disfungsi hati, GDS diusahakan > 60 mg, bila perlu berikan diuretik untuk mengurangi jumlah cairan, neomisin dan laktulosa untuk mengurangi produksi amoniak.Kelainan GinjalGagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal sebagai akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Diuresis merupakan parameter yang penting dan mudah dikerjakan untuk mengetahui apakah syok telah teratasi. Dieresis diusahakan > 1 ml/kg BB/jam.Edema ParuAdalah komplikasi akibat pemberian cairan yang berlebih.http://www.klikdokter.com/medisaz/read/2010/07/05/218/demam-dengue

Demam Dengue & Demam Berdarah Dengue 

pearls & pitfalls 

Sri Rezeki S.HadinegoroDepartemen Ilmu Kesehatan Anak

FKUI-RSCM, Jakarta

Page 54: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman SuhailiRenungan

Mengingat infeksi Dengue/DBD termasuk penyakit endemis di Indonesia,seharusnya tidak boleh terjadi lagi misdiagnosis atau kegagalan pengobatan infeksi Dengue/ DBD di Indonesia

1. Infeksi dengue sudah menjadi masalah global di Indonesia dan seluruh dunia

2. Di seluruh dunia diasumsikan setiap tahun terdapat 50 – 100 juta DD dan 250.000 – 500.000 DBD

3. Angka kematian umum DBD di Indonesia sudah turun 2,5%, tetapi untuk SSD masih tinggi

4. Angka kematian SSD di PICU RSDK masih tinggi 51,2% (1998), 26% (2000), dan 12% (2002)

5. Angka kematian yang tinggi disebabkan krn perjalanan klinis dan patogenesis/patofisiologi DBD masih belum sepenuhnya diketahui

6. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa gangguan hemostasis dan vaskuler leakage merupakan faktor prediktor syok pada DBD

7. PEI > 6% mempunyai resiko syok 13,86 kali

8. Kinetik kadar faktor hemostasis dan kebocoran vaskuler perlu dipantau pada fase akut DBD, untuk segera diberikan terapi, sehingga dapat menurunkan mortalitas

9. Beberapa teori telah dikemukakan untuk menerangkan patogenesis/patofisiologi DBD

10. Teori : Antibody Dependent Enhancement (ADE), virulensi virus dan beban virus, endotoksin, apoptosis, mediator, endotel, dan hemostasis

11. Semua teori menekankan bahwa gangguan hemostasis dan kebocoran vaskuler merupakan inti dari patogenesis DBD

Definisi DBD12.

1. Penyakit akut dengan demam disertai perdarahan, trombositopenia (<>20% dari Ht rekonvalesen atau menurut umur), efusi pleura, asites, efusi perikardium, hipoproteinemia, dan hipoalbuminemia

2. Perbedaan DBD dengan DD adalah adanya kebocoran plasma melalui celah endotel, tanpa nekrosis atau inflamasi kapiler endotel 

3. Hal-hal Umum yang perlu mendapat perhatian

Sel Target Virus Dengue

1. Monosit /Makrofag : ADE Antibodi pre-infeksi dlm tubuh penderita berikatan dgn virus dengue membentuk kompleks imun. Dokmain Fc antibodi menjadi perantara pengikatan ke sel-sel monosit/makrofag, terjadi fusi, neutralisasi, dan infeksi

2. Sel hepar: Diketemukan virus dengue RNA dengan RT-PCR didalam jar.hepar dan limfoid. Hepar diduga sbg tempat replikasi virus utama;

3. Peneliti lain virus dengue menginfeksi sel kupffer, lalu sel ini mengalami apoptosis dan difagositosis. Hepatosit mungkin menjadi sel target primer di hepar, terutama untuk DBD berat dan fatal

1. Sel endotel :

− Autopsi 100 SSD tidak berhasil menemukan antigen virus dengue dlm sel endotel epidermis. Penelitian dgn mikroskop elektron menunjukkan pembengkakan mitokondria, vakuolisasi sitoplasma, peningkatan sel pinositikMembuktikan bhw kebocoran vaskuler diperankan oleh sel endotel

− Sel Langerhans : Darah berasal dari sel dendrit manusia, terbukti mempunyai kemungkinan terinfeksi virus dengue 10 kali lebih tinggi daripada monosit/ makrofag

Patogenesis / Patofisiologi DBD1. Virulensi Virus dan Beban Virus

Page 55: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman Suhaili2. Imunopatogenesis : 1. Teori Antibody Dependent Enhancement (ADE) 2. Aktivasi Imunologik Aberans

3. Deviasi Imun

3. Teori Endotel

4. Teori Endotoksin

5. Teori Mediator

6. Teori apoptosis

7. Faktor Genetik

8. Teori hemostasis

Virulensi Virus dan Beban Virus

1. Terdapat perbedaan galur virus dalam kemampuan mengikat dan menginfeksi sel target. Dalam hal ini kemampuan menghasilkan virus progenik dengan hasil produk gen yang berlainan dan memberikan aspek berbeda

2. Serotipe Den-2 sering menyebabkan syok ; Serotipe Den-3 sering diisolasi dari DBD berat

3. Vaughn Beratnya DBD berkorelasi dgn tingginya titer viremia, infeksi sekunder, Den-2

Perjalanan Penyakit Virus Dengue

1. Perjalanan infeksi dengue sangat klasik, namun para dokter mengatakan sulit diramal (unpredictable)

2. Tidak banyak dokter mempunyai pemahaman dasar patogenesis infeksi dengue. Padahal hal ini penting sebagai dasar pengobatan dan meramal perjalanan penyakit

Gambar: Perjalanan Penyakit Infeksi Dengue

Gambar: Perubahan Ht, Trombosit & LPB dalam Perjalanan Penyakit DBD

Page 56: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman Suhaili

Hal-hal Umum yang perlu mendapat perhatian

1. Untuk ketepatan diagnosis perlu pemantauan cermat & berkala, karena tidak adanya alat diagnostik yang dapat memastikan diagnosis dengan sekali pemeriksaan

2. Dasar pengobatan: volume replacement dan pertahankan oksigenasi dg baik untuk mencegah terjadinya perdarahan masif & kematian.

Pearls dalam Diagnosis

1. Anak dengan demam tinggi mendadak

– Uji tourniquet positif dengan atau terdapat petekie– Facial flushing tanpa pilek atau batuk, membedakan dg influenza & ISPA– Demam 2-3 hari + uji tourniquet pos + leukosit <5000/ul,>positive predictive value unt diagnosis

dengue/ DBD

Uji Tourniquet1. Manset 2/3 lengan atas

2. Pertahankan antara sistolik & diastolik

3. Tunggu 5 menit

4. Lakukan sendiri

Positif bila petekie ≥ 20 / inchatau 2,5 cm2

Page 57: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman Suhaili

Perhatikan penampakan pasien DBD1. Tampak lesu, lemah, ingin tidur terus

Pearls dalam Diagnosis1. Anak dengan demam tinggi mendadak

– + hepatomegali– Leukopenia, penurunan PMN, relatif limfositosis, tanda akhir fase demam– Penurunan drastis trombosit bersamaan dengan peningkatan Ht (20%) dugaan kuat DBD, segera

intervensi2 Syok disertai LED rendah/normal (<10mm/jam)>3 Adanya efusi pleura dan asites membantu diagnosis, walaupun Ht <20%>

Konsep yang Salah1. Demam + perdarahan = DBD

Perlu 4 kriteria WHO, plasma leakage2. Uji Tourniquet positif = DBD

Uji Tourniquet tidak spesifik, fragilitas kapiler3. Infeksi dengue yang tidak diobati dengan baik akan menjadi DBD

Infeksi dengue bila tidak diobati dengan baik akan menjadi berat, tapi DBD merupakan spektrum klinis yang berbeda tetap terjadi walaupun diobati dengan baik

4 DBD merupakan penyakit pada anakSemua umur dapat terkena

5 DBD merupakan masalah masyarakat sosial rendahSemua kelompok masyarakat dapat terkena

6 Kematian pada DBD disebabkan oleh perdarahanPerdarahan terjadi akibat syok tidak teratasi (syok berkepanjangan & syok berulang)

Pitfalls dalam Diagnosis

1. Ketidaktepatan waktu pemeriksaan leukosit, trombosit, Ht untuk meramal fase kristis (time of fever defervescence)

2. Kegagalan membedakan demam dengue dengan demam berdarah dengue

3. Kegagalan mendeteksi awal terjadinya syok

Spektrum klinis infeksi virus dengue

Page 58: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman Suhaili

Kurva Suhu Demam Dengue

Kurva Suhu Demam Berdarah Dengue

Pitfalls dalam Diagnosis1. Kriteria diagnosis WHO hanya berlaku untuk DBD tidak untuk spektrum infeksi dengue yang lain

2. Kesalahan diagnosis

– umur <2th + demam tinggi, diare, kejang diduga menderita ensefalitisseharusnya dengue ensefalopati

– anak besar + demam, nyeri perut didiagnosis sebagai apendisitis akut

Page 59: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman Suhaili3. Rapid sero diagnostic test sering menghasilkan negatif palsu pada hari demam 2-3

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada kriteria diagnosis WHO 19861. Berlaku untuk DBD, tidak untuk DD

2. Kriteria

Dua atau lebih tanda klinis + trombositopenia + hemokonsentrasi (harus ada)dan dikonfirmasi dengan uji serologi3. Perlu pemeriksaan berkala (klinis & lab)

4. Penting untuk laporan epidemiologi

Foto toraks pasien DBD derajat III

Gambaran Foto Toraks1. Vaskular marking bertambah (engorgement)

2. Cloudy (radio opak) hemitoraks kanan

3. Sinus kardiotorasik tumpul

4. Kubah diafragma kanan > tinggi dp kiri

5. Efusi pleura

Kapan foto toraks dilakukan?1. Konfirmasi diagnosis: ingat kelainan foto toraks baru akan tampak apabila perembesan plasma>20%

2. Saat diagnosis ragu-ragu, dengan mengingat bahwa perembesan plasma terjadi pada hari ketiga sakit dan selanjutnya

3. Sebagai evaluasi pemberian cairan

Pleural Effusion Index

Page 60: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman Suhaili

Viremia, IgM, dan IgG pada Infeksi Virus Dengue Primer & Sekunder

Rapid Sero Diagnostic Test

Pearl dalam Tata laksana1. Dengan deteksi dini dan pemantauan berkala terhadap plasma leakage, pemberian cairan pengganti mencegah terjadinya syok

2. Fase perembesan plasma singkat 24-48 jam. Perlu pemantauan tanda vital, Ht, jumlah urin

3. 60% DSS berhasil diatasi hanya dengan larutan kristaloid, 20% perlu koloid, 15% perlu transfusi darah

4. Dengan deteksi syok sedini mungkin & pengobatan tepat,

akan segera terjadi penyembuhan

Page 61: LBM 3 modul 14 HILMAN SUHAILI.docx

Hilman Suhailiperdarahan masif tidak akan terjadi walaupun jumlah trombosit <50.000/>

5. Indikator stop IVFD apabila Ht & gejala vital stabil, cukup diuresis, nafsu makan membaik.

Pitfalls dalam Tata laksana1. Penggantian volume cairan terlalu dini

– sebelum terjadi perembesan plasma,– tidak diperlukan pada DD (tidak ada perembesan plasma)

2. Terlambat memberi koloid pada fase kritis

3. Terlambat memberi transfusi darah pada syok berkepanjangan

4. Kegagalan pada pemantauan penggantian volume cairan

– Berlebih : efusi pleura & distres pernafasan– Terlalu lama setelah perembesan plasma berhenti (24-48jam) : edema paru & gagal jantung

5. Kegagalan mendeteksi asidosis

6. Kegagalan mendeteksi perdarahan internal: syok berkepanjangan

7. Pemberian trombosit suspensi sebagi profilaksis