Latissimus Dorsi Muscle Flap (Ldmf)

17
LATISSIMUS DORSI MUSCLE FLAP (LDMF) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bedah rekonstruksi merupakan tindakan bedah yang mengkhususkan diri pada penanganan deformitas/kecacatan serta defek/kelainan pada kulit, jaringan lunak, dan rangka tulang dan otot di bawahnya. Cacat tersebut dapat disebabkan oleh kelainan bawaan, trauma, penyakit infeksi dan keganasan. 15 Aksila merupakan daerah dengan aktivitas gerakan yang banyak dan termasuk mobile joint. Jika daerah aksila dibiarkan dalam posisi istirahat, maka memicu terjadinya kontraktur. Untuk meminimalkan atau mencegah kontraktur pada regio aksila, manajemen awal luka bakar di regio ini harus dapat mencegah kontraktur dengan splint posisi abduksi bahu sedini mungkin dan fisioterapi agresif yang diikuti latihan gerak aktif yang berguna untuk mempertahankan fungsi dan meminimalkan deformitas sekunder. Luka bakar dalam pada regio aksila dapat mengakibatkan kontraktur yang membatasi gerakan sendi bahu, terutama abduksi dan ekstensi. 5,6, 13 Flap adalah cangkok jaringan kulit beserta jaringan lunak dibawahnya, yang diangkat dari tempat asalnya tetapi tetap mempunyai hubungan pendarahan dengan tempat asal. Flap yang dipindahkan akan membentuk pendarahan baru di tempat resipien. Tindakan bedah rekonstruksi ini antara lain sering

description

Flap adalah cangkok jaringan kulit beserta jaringan lunak dibawahnya, yang diangkat dari tempat asalnya tetapi tetap mempunyai hubungan pendarahan dengan tempat asal. Flap yang dipindahkan akan membentuk pendarahan baru di tempat resipien. Tindakan bedah rekonstruksi ini antara lain sering digunakan untuk memperbaiki kecacatan atau kelainan yang timbul akibat kecelakaan. Aplikasi teknik bedah ini antara lain digunakan pada rekonstruksi cuping hidung, memperbaiki kelainan pada wajah pasca operasi (misalnya kelainan pada pipi pasca operasi tumor), kelainan pada pasien yang mengalami kerusakan kulit akibat luka bakar.

Transcript of Latissimus Dorsi Muscle Flap (Ldmf)

LATISSIMUS DORSI MUSCLE FLAP (LDMF)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bedah rekonstruksi merupakan tindakan bedah yang mengkhususkan diri pada

penanganan deformitas/kecacatan serta defek/kelainan pada kulit, jaringan lunak, dan rangka

tulang dan otot di bawahnya. Cacat tersebut dapat disebabkan oleh kelainan bawaan, trauma,

penyakit infeksi dan keganasan.15

Aksila merupakan daerah dengan aktivitas gerakan yang banyak dan termasuk mobile

joint. Jika daerah aksila dibiarkan dalam posisi istirahat, maka memicu terjadinya kontraktur.

Untuk meminimalkan atau mencegah kontraktur pada regio aksila, manajemen awal luka

bakar di regio ini harus dapat mencegah kontraktur dengan splint posisi abduksi bahu sedini

mungkin dan fisioterapi agresif yang diikuti latihan gerak aktif yang berguna untuk

mempertahankan fungsi dan meminimalkan deformitas sekunder. Luka bakar dalam pada

regio aksila dapat mengakibatkan kontraktur yang membatasi gerakan sendi bahu, terutama

abduksi dan ekstensi. 5,6, 13

Flap adalah cangkok jaringan kulit beserta jaringan lunak dibawahnya, yang diangkat

dari tempat asalnya tetapi tetap mempunyai hubungan pendarahan dengan tempat asal. Flap

yang dipindahkan akan membentuk  pendarahan baru di tempat resipien. Tindakan bedah

rekonstruksi ini antara lain sering digunakan untuk memperbaiki kecacatan atau kelainan

yang timbul akibat kecelakaan. Aplikasi teknik bedah ini antara lain digunakan pada

rekonstruksi cuping hidung, memperbaiki kelainan pada wajah pasca operasi (misalnya

kelainan pada pipi pasca operasi tumor), kelainan pada pasien yang mengalami kerusakan

kulit akibat luka bakar. 12

Laporan kasus ini membahas mengenai defek pada regio aksila akibat luka bakar

listrik, yang melibatkan kubah aksila kanan dan kiri, serta teknik rekonstruksi yang

dilakukan.

BAB II

LAPORAN KASUS

Seorang laki-laki 37 tahun datang ke Rumah Sakit dr. Moewardi dengan keluhan luka

dan nyeri pada tubuh setelah tersengat listrik. Sekitar 20 jam sebelum masuk RS saat sedang

bekerja memotong antena televisi di atas genteng, karena terlalu berat, tiang jatuh mengenai

kabel listrik. Setelah kejadian pasien mengeluh luka dan nyeri pada tubuh. Tangan kanan dan

kiri semakin bengkak dan kaku. Pingsan (-), muntah (-), kejang (-). Oleh penolong pasien

dibawa ke RSUD Salatiga, diinfus, diinjeksi obat-obatan dan dirawat di HCU. Oleh karena

keterbatasan sarana, dirujuk ke RSDM. Di RS Dr Moewardi, pasien diberikan pertolongan di

UGD serta dilakukan assesmen ulang, dengan diagnosa Combustio Listrik 19 %, kemudian

diamputasi pada kedua ektremitas atas atas indikasi dead limb, masih terdapat raw surface

pada kedua regio aksila. Sudah dilakukan eskarektomi pada luka bakar grade III di kedua

aksila, kemudian dilakukan lattisimus dorsi muscle flap pada aksila dekstra. Karena

didapatkan dehisiensi post lattisimus dorsi flap maka dilakukan tindakan VY advancement

flap pada aksila dekstra, serta untuk menutup defek pada aksila sinisitra, dilakukan lattisimus

dorsi muscle flap.

Aksila kiri, sebelum dilakukan LDMF

Aksila kiri post LDMF

Aksila kiri, 3 bulan post LDMF

Aksila kanan sebelum dilakukan tindakan operasi

Aksila kanan post latissimus dorsi flap

Aksila kanan post LDMF dan VY advancement flap

Aksila kanan, 3 bulan post LDMF dan VY advancement flap

Aksila kanan, 3 bulan post LDMF dan VY advancement flap

BAB III

DISKUSI

Pada kasus ini, anamnesis yang didapat adalah pasien mengalami luka bakar jenis

thermal flame, secara tidak sengaja pada saat memotong antena, pasien jatuh ke kabel listrik,

lama kontak 15-20 menit, saat pertama kali mengalami kejadian pasien sadar, pertolongan

pertama di rumah tidak dilakukan, pasien dibawa ke RSUD Salatiga dan disana dilakukan

pertolongan dengan pemasangan infus dan obat-obatan, kemudian dirujuk ke RSUD Dr

Moewardi. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit berat dan alergi.

Luka bakar menyebabkan kehilangan jaringan, luka yang menyembuh mengalami

kontraksi dan menghasilkan kontraktur. Band-band yang menegangkan jaringan skar dapat

membatasi gerakan sendi, sehingga mengikabatkan hilangnya mobilitas sendi, dan secara

permanen merusak fungsi sendi yang normal. Pada pasien ini terjadi luka bakar yang

melibatkan kedua tangan dan lengan. Pasien mengalami sindroma kompartemen, yang setelah

dilakukan fasciotomi, ekstremitas yang terlibat tidak menunjukkan perbaikan dan harus

dilakukan amputasi. Luka bakar yang terjadi melibatkan kubah dari kedua aksila, sehingga

defek yang timbul perlu ditutup dengan graft atau flap. 11

Luka bakar pada aksila dapat mengakibatkan gangguan fungsi ekstremitas atas dalam

melakukan kegiatan sehari-hari, terutama pada usia yang paling rentan, seperti dewasa muda

dan anak-anak. 5

Kedalaman dan kerusakan luka bakar berhubungan dengan jumlah energi panas yang

dihantarkan dan ketebalan kulit. Berdasarkan tingkat kerusakan jaringan, luka bakar

diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar, yaitu: 16,17

1. Luka bakar parsial (partial thickness burn)

a. Epidermal/superfisial: luka bakar hanya meliputi epidermis, tidak sampai ke

dermis. Misalnya luka bakar akibat sengatan matahari. Sering disebut luka bakar

epidermal/luka bakar derajat I

b. Dermal superficial : luka bakar yang meluas sampai ke lapisan atas dermis. Sering

terjadi pembentukan bula. Disebur juga luka bakar derajat II (superfisial). Dapat

sembuh kira-kira dalam 14 hari dengan meninggalkan sedikit bekas luka.

c. Dermal deep: luka bakar derajad II (deep) dimana luka bakar tersebut meluas

hingga ke lapisan bawah dermis tetapi belum sampai seluruh ketebalan dermis.

Luka bakar ini membutuhkan waktu yang lama untuk sembuh dan meninggalkan

bekas luka yang berat.

2. Luka bakar yang meliputi seluruh ketebalan kulit (full thickness burn) disebut juga luka

bakar derajat III.

Permasalahan pada kasus ini adalah ditemukannya defek yang cukup luas pada kedua

kubah aksila, sehingga diperlukan jaringan lunak yang cukup luas untuk menutup defek.

Dengan keterbatasan jaringan lunak pada aksila, maka diperlukan berbagai teknik

rekonstruksi yang telah diperkenalkan untuk memperbaiki keadaan ini. Beberapa pilihan

teknik rekonstruktif telah lama diperkenalkan, meskipun dengan berbagai macam kelebihan

dan kekurangannya, diantaranya: 14

a. Skin Graft

Dapat berupa split thickness skin grafts (anterior or lateral thigh) atau full

thickness skin grafts (inguinal atau subclavicular). Dilakukan jika didapat defek

yang cukup lebar. Jahitan harus dilakukan dengan hati-hati, kemudian dilakukan

balut tekan.

b. Flap

Dapat berupa:

1. Local flap transfer (Z plasty, square flap, transposition flap, propeller flap)

2. Regional flap transfers (aksial/pedicled)

3. Free flap transfer

Apabila terjadi bulkiness pasca rekonstruksi, hal tersebut membatasi abduksi dan

mengganggu kosmetik, untuk mengatasinya dapat dilakukan lipectomy atau liposuction. 10

Penggunaan graft dan flap merupakan modalitas terapi yang biasa digunakan. Skin

grafts lebih mudah digunakan, tapi tidak dapat dipakai pada defek yang luas dan dalam. Pada

keadaan ini digunakan latissimus dorsi muscule flap yang merupakan salah satu modalitas

terapi untuk rekonstruksi aksila. 5,8

Bila tampak defek pada tendon, nervus, tulang atau sendi, penutupan luka dilakukan

dengan teknik flap. Namun bila tendon, nervus, tulang atau sendi tidak tampak, dapat

dilakukan teknik skin graft. 7

Teknik flap dapat dibagi menjadi beberapa kategori. Berdasarkan komponen yang di

flap, dapat dibagi atas cutaneous, musculocutaneus, osseocutaneus. Berdasarkan

hubungannya dengan daerah defek dapat dibagi menjadi lokal, regional dan distant.

Berdasarkan asal vascularisasi dapat dibagi menjadi random dan axial. 2

Pada kasus ini, terdapat defek pada regio aksila, dengan kedalaman 1-2 cm dan luas

permukaan 8x6 cm, dengan dasar otot. Regio aksila merupakan daerah gerak pergerakan

sendi bahu, maka perlu diperhitungkan keterbatasan gerak pada sendi bahu. Dengan

pertimbangan tersebut, agar luka dapat menutup dengan baik, maka dipilih prosedur flap,

yaitu latisimus dorsi muscle flap (LDMF), karena flap ini paling fleksibel dan memiliki luas

permukaan dan pembuluh darah yang besar yang digunakan untuk penutupan kerusakan

jaringan lunak besar. 8,18

LDMF awalnya digunakan untuk rekonstruksi payudara setelah mastektomi, dengan

berkembangnya pengetahuan tentang teknik operasi, teknik ini mulai digunakan untuk

menutup defek di tempat lain. 4

Latisimus dorsi merupakan otot yang berbentuk kipas, datar, luas berukuran sekitar 20

x 40 cm yang cukup luas untuk menutupi hamper separuh daerah punggung. Latisimus dorsi

adalah otot yang berasal dari krista iliaka posterior dan dari prosesus spinosus vertebra

thoracal 6, vertebra lumbal dan sacrum dan fascia thoracolumbalis muncul dari krista iliaka

dorsalis. Latisimus berfungsi sebagai adductor dan medial rotator lengan atas untuk menarik

bahu ke inferior dan posterior. 9

Otot latisimus dorsi dipersarafi oleh nervus thoracodorsal (C6-C8). Walaupun otot

latisimus dorsi berperan dalam adduksi, ekstensi, rotasi ke medial bahu, dengan teknik

muscle-sparing otot latisimus dorsi dapat digunakan secara luas untuk rekonstruksi bagian

punggung tanpa menimbulkan gangguan fungsional bermakna. 2

Yang perlu diperhatikan selama prosedur operasi adalah penempatan flap serta

pembalutan luka flap yang baik untuk menghindari tekanan berlebihan pada pedikel

pembuluh darah. Selain itu perawatan pasca operasi, posisi dari sendi bahu harus dijaga

dalam kondisi abduksi, pembalutan luka untuk imobilisasi yang benar yaitu tidak terlalu ketat

supaya tidak menekan pembuluh darah dan fisioterapi. Komplikasi pasca operasi adalah flap

loss, nekrosis tepi flap, infeksi serta hematom. 3

Keuntungan LDMF meliputi: 1

1. Volume jaringan besar, dengan panjang pedikel vascular memiliki rentang yang

sangat baik untuk pedikel flaps

2. Paddle kulit multiple dan kedua terbesar

3. Memungkinkan axillary megaflap

4. Morbiditas tempat donor minimal

5. Memungkinkan re-inervasi otot dan melalui saraf thoracodorsal

6. Terdapat tulang costa dan scapula

Kerugian LDMF, meliputi: 1

1. Sulit memposisikan

2. Pembentukan seroma pasca operasi

Pada pasien ini, masih didapatkan raw surface pasca LDMF flap pada aksila dekstra,

karena terjadi dehisiensi. Untuk menutup defek tersebut, dilakukan V-Y advancement flap.

Pada dasarnya desain yang dibuat berupa sayatan berbentuk segitiga sama kaki (seperti huruf

V) dengan puncak segitiga berada pada titik terjauh dari defek. Sementara basis segitiga juga

merupakan bagian tepi defek. Sayatan yang dibuat mengikuti desain huruf V tersebut

memberi makna menghasilkan sebuah pulau kulit berbentuk segitiga sama kaki yang terputus

dari hubungan kontinum dengan epitel kulit di sekitarnya. Dengan demikian terkesan bahwa

flap tersebut tidak memiliki basis. Namun demikian kesan flap tanpa basis ini tidak berarti

bahwa flap tersebut tidak memiliki pedikel karena pedikel flap tetap ada dan merupakan

jaringan subcutis di sekitar garis sayatan segitiga. 12

Dari hasil observasi selama tiga bulan pasca rekontruksi defek dengan LDMF,

diperoleh hasil yang baik, dengan evaluasi pasca operasi didapatkan flap viabel, ROM sendi

bahu kanan 140° dan sendi bahu kiri 90°. Dilaporkan oleh Mahadi, Endi P (2008) dan Fadli,

M (2012) tentang penggunaan LDMF sebagai modalitas rekonstruksi kontraktur aksila,

dengan hasil yang baik pula. 5,8

BAB IV

KESIMPULAN

Telah dilaporkan pasien dengan defek regio aksila bilateral post luka bakar listrik

yang dilakukan eskarektomi dan rekonstruksi defek kubah aksila menggunakan latissimus

dorsi muscle flap, serta V-Y advancement flap pada aksila dekstra. Evaluasi pascaoperasi:

flap viabel, ROM sendi bahu kanan 140° dan sendi bahu kiri 90°, masih diperlukan

fisioterapi untuk ROM yang lebih maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Abo-Hashem A, Zakaria Y. Role of Latissimus Dorsi Island Flap in Coverage of

Mutilating Upper Limb Injuries in Pediatric Age Group. Annals of Pediatric Surgery.

2010; 6(3): 154-160.

2. Brunicardi C. Schwartz’s Priciples of Surgery. 8th Ed. Mc Graw Hill 2005;1784-9.

3. Converse JM. Reconstructive Plastic Surgery. 2nd Ed. WB Saunders, 1977; 1596-

1635

4. Emsen IM. A New Method in the Treatment of Postburn and Posttraumatic Scar

Contractures; Double-opposing Z and V-(K-M-N) Plasty. Can J Plast Surg 2012;

18(2):20-26.

5. Fadli, M. Laporan Kasus: Latissimus Dorsi Musculocutaneus Flap sebgai Modalitas

Reonstruksi Kontraktur Aksila Pasca Luka Bakar. 2012.

6. Goel A, Shricastava P. Post Burn Scar and Scar Contracture: Review article.

Association of Plastic Surgeon of India. 2010; 43:63-71.

7. Grabb W, Smith J. Plastic Surgery, 3rd Ed. Boston: Little Brown Comapny; 1978.

8. Mahadi, Endi P. Laporan Kasus: Latissimus Dorsi Musculocutaneus Flap sebagai

Salah Satu Modalitas Rekonstruksi Kontraktur Aksila. 2008.

9. Mc Carthy J. Current Therapy in Plastic Surgery. Texas; Saunders Elsevier; 2006.

10. Ogawa, Rei et al. Reconstruction of Axilary Scar Contractures. BMJ. 2003.

11. Palmieri TL, Petuskey K, Bagley A, Takashiba S, Greenhalgh DG, Ledbetter K, et al.

Alterations in Functional Movement After Axillary Burn Scar Contracture: A Motion

Analysis Study. J Burn Care Rehabil. 2003; 24:104-108.

12. Prasetyono, T. Flap, Penuntun Dasar dalam Ilmu Bedah Plastik. Edisi pertama.

Sagung Seto, 2011.

13. Sakr WM, Maged MA, El M’ez W, Ismail M. Options for Treatment of Post Burn

Axilla Deformities. J. Plast Reconstruction Surg. 2007. 31(1):63-71

14. Schwartz RJ. Management of Postburn Contractures of the Upper Extremity. J. Burn

Care Res. 2007. 28:212-219

15. Shenaq S. Plastic and Reconstructive Surgery. Dalam: Schwartz’s Principles of

Surgery. 8th Ed. USA: Mc Graw Hill Companies, 2005.

16. Spanholtz TA, Theodoru P, Amini P, Spliker G. Severe Burn Injury: Review Article.

Medicine. 2009. 38:6-7-13

17. Sudjatmiko, G. Petunjuk Praktis Ilmu Bedah Plastik Rekonstruksi. Jakarta;2007.

18. Vasconez H. Plastic and Reconstructive Surgery. Dalam: Current Surgical Diagnosis

and Treatment. USA: McGraw Hill Companies. 2006.