las.pdf

33
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelasan 2.1.1. Deskripsi Umum Las Menurut penemuan-penemuan benda bersejarah, dapat diketahui bahwa teknik penyambungan logam telah diketahui sejak dari zaman prasejarah, misalnya pembrasingan logam paduan emas tembaga dan pematrian timbal-timah, menurut keterangan telah diketahui dan dipraktekkan dalam rentang waktu antara tahun 4000 sampai 3000 SM dan diduga sumber panas berasal dari pembakaran kayu dan arang. Pada abad ke 19 teknologi pengelasan berkembang dengan pesat karena telah dipergunakannya sumber energi listrik (Suharno, 2008). Menurut Deutsce Industrie Normen (DIN) las adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam paduan yang dilaksankan dalam keadaan, dijelaskan lebih lanjut bahwa las adalah sesuatu proses dimana bahan dan jenis yang sama digabungkan menjadi satu sehingga terbentuk suatu sambungan melalui ikatan kimia yang dihasilkan dari pemakaian panas dan tekanan (Suharno, 2008). 2.1.2. Jenis-Jenis Pengelasan Berdasarkan proses pengelasan, maka pengelasan terbagi menjadi dua antara lain (Bintoro, 1999) : 1. Las Oksi Asetilen Las oksi asetilen merupakan proses pengelasan secara manual dengan pemanasan permukaan logam yang akan dilas atau disambung sampai mencair oleh nyala gas asetilen melalui pembakaran C 2 H 2 dengan gas O 2 dengan atau tanpa logam pengisi. Pembakaran gas C 2 H 2 oleh oksigen (O 2 ) dapat menghasilkan suhu yang Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

description

las

Transcript of las.pdf

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Pengelasan 2.1.1. Deskripsi Umum Las

    Menurut penemuan-penemuan benda bersejarah, dapat diketahui bahwa

    teknik penyambungan logam telah diketahui sejak dari zaman prasejarah, misalnya

    pembrasingan logam paduan emas tembaga dan pematrian timbal-timah, menurut

    keterangan telah diketahui dan dipraktekkan dalam rentang waktu antara tahun 4000

    sampai 3000 SM dan diduga sumber panas berasal dari pembakaran kayu dan arang.

    Pada abad ke 19 teknologi pengelasan berkembang dengan pesat karena telah

    dipergunakannya sumber energi listrik (Suharno, 2008).

    Menurut Deutsce Industrie Normen (DIN) las adalah ikatan metalurgi pada

    sambungan logam paduan yang dilaksankan dalam keadaan, dijelaskan lebih lanjut

    bahwa las adalah sesuatu proses dimana bahan dan jenis yang sama digabungkan

    menjadi satu sehingga terbentuk suatu sambungan melalui ikatan kimia yang

    dihasilkan dari pemakaian panas dan tekanan (Suharno, 2008).

    2.1.2. Jenis-Jenis Pengelasan

    Berdasarkan proses pengelasan, maka pengelasan terbagi menjadi dua antara

    lain (Bintoro, 1999) :

    1. Las Oksi Asetilen

    Las oksi asetilen merupakan proses pengelasan secara manual dengan

    pemanasan permukaan logam yang akan dilas atau disambung sampai mencair oleh

    nyala gas asetilen melalui pembakaran C2H2 dengan gas O2 dengan atau tanpa logam

    pengisi. Pembakaran gas C2H2 oleh oksigen (O2) dapat menghasilkan suhu yang

    Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

  • sangat sangat tinggi sehingga dapat mencairkan logam. Gas asetilen merupakan salah

    satu jenis gas yang sangat mudah terbakar dibawah pengaruh suhu dan tekanan. Gas

    asetilen disimpan di dalam suatu tabung yang mampu menahan tekanan kerja.

    Bahaya-bahaya yang dapat ditimbulkan oleh gas asetilen antara lain:

    a. Polimerisasi, peristiwa ini akan menyebabkan suhu gas meningkat jauh lebih

    tinggi dalam waktu yang sangat singkat. Polimerisasi ini akan terjadi pada suhu

    300C, jika berada pada tekanan 1 atm. Oleh sebab itu, gas asetilen tidak boleh

    disimpan atau digunakan pada suhu diatas 300C.

    b. Disosiasi, yaitu adanya panas yang ditimbulkan oleh proses pembentukan zat-zat.

    Disosiasi terjadi pada suhu 600C jika berada pada tekanan 1 atm atau 530C

    jika tekanan 3 atm. Jika terjadi disosiasi maka tekanan gas meningkat dan hal ini

    sangat membahayaka karena bisa menimbulkan ledakan.

    2. Las listrik

    Las tahanan listrik adalah proses pengelasan yang dilakukan dengan jalan

    mengalirkan arus listrik melalui bidang atau permukaan-permukaan benda yang akan

    disambung. Elektroda-elektroda yang dialiri listrik digunakan untuk menekan benda

    kerja dengan tekanan yang cukup. Penyambungan dua buah logam atau lebih menjadi

    satu dengan jalan pelelehan atau pencairan dengan busur nyala listrik. Tahanan yang

    ditimbulkan oleh arus listrik pada bidang-bidang sentuhan akan menimbulkan panas

    dan berguna untuk mencairkan permukaan yang akan disambung.

    Bahaya pada las listrik yaitu, loncatan bunga api yang terjadi pada nyala busur

    listrik karena adanya potensial tegangan atau beda tegangan antara ujung-ujung

    elektroda dan benda kerja. Tegangan yang digunakan sangat menentukan terjadinya

    loncatan bunga api, semakin besar tegangan semakin mudah terjadi loncatan bunga

    Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

  • api listrik. Hal yang perlu diperhatikan, bahwa tegangan yang tinggi akan

    membahayakan operator las, karena tubuh manusia hanya mampu menderita

    tegangan listrik sekitar 42 volt. Selain penggunaan arus dan tegangan yang bisa

    membahayakan operator, nyala busur listrik juga memancarkan sinar ultra violet dan

    sinar infra merah yang berinteraksi sangat tinggi. Pancaran atau radiasi dari sinar

    tersebut sangat membahayakan mata maupun kulit manusia (Bintoro, 1999).

    2.1.3. Manajemen dalam Pengelasan

    Juru las yang terampil dan peralatan las yang baik belum tentu dapat

    menjamin hasil las yang bermutu tinggi, apabila sarana lainnya tidak terpenuhi.

    Manajemen pengelasan dalam hal ini harus mengatur beberapa sarana penting yang

    dapat mempengaruhi hasil pengelasan seperti pelaksanaan yang aman, pengawasan

    mutu, dan pemeriksaan proses. Manajemen tersebut terdiri atas beberapa pengawasan

    (Wiryosumarto dan Okumura, 2004) antara lain :

    1. Pengamanan pelaksanaan

    Agar pengelasan dapat dilakukan dengan aman, alat-alat pengamanan harus

    lengkap dan juru las harus mengerti dan dapat serta mau menggunakan alat pengaman

    tersebut, dalam hal ini yang penting adalah :

    a. Pemakaian baju kerja yang sesuai dan aman.

    b. Pemakaian pelindung dengan baik.

    c. Pada pengelasan di tempat yang tinggi harus menggunakan alat pengaman agar

    tidak terjatuh.

    d. Pengamanan terhadap bahaya kebakaran dan ledakan.

    2. Pengawasan umum

    Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

  • Untuk mendapatkan mutu pengelasan yang baik perlu adanya pengawasan

    pada peralatan yang digunakan, bahan las yang dipilih, pelaksanaan dan

    keterampilan. Pengawasan yang dimaksud diatas diterangkan sebagai berikut

    a. Pengawasan peralatan

    Dengan menggunakan peralatan yang sempurna, akan diperoleh mutu hasil lasan

    yang baik dan efisiensi kerja yang tinggi, karena itu diperlukan sistem

    manajemen yang dapat menentukan cara-cara pemilihan alat, pembelian alat,

    peminjaman alat kepada pekerja dan cara memperbaiki alat yang rusak.

    b. Pengawasan bahan las

    Pengaturan pembelian bahan las baik dalam jenis maupun dalam jumlah harus

    menjamin agar selalu terdapat jumlah persediaan seperti yang telah ditentukan

    dan yang sesuai dengan jadwal pelaksanaan.

    c. Pengawasan pelaksanaan

    Apabila proses pengelasan telah ditentukan, maka perlu untuk mengadakan

    pengawasan agar prosedur pengelasan diikuti sepenuhnya. Untuk mempermudah

    pengawasan dan menghindari kesalahan perlu dibuat petunjuk kerja yang

    terperinci yang meliputi kondisi pengelasan, penggunaan alat, pemakaian bahan,

    prosedur pengerjaan dan cara-cara mengadakan perbaikan bila terjadi cacat.

    d. Pengawasan keterampilan

    Untuk mendapatkan juru las yang terampil perlu diadakan pelatihan dan

    pendidikan. Tiap-tiap juru las harus mempunyai kualifikasi berdasarkan

    peraturan yang ditentukan oleh badan yang berwenang dalam bidang konstruksi

    yang sesuai dan menguasai tentang pengelasan.

    e. Pengawasan proses

    Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

  • Pengawasan terhadap proses ditujukan untuk mempertinggi produktivitas, yang

    berarti hasil yang baik dengan cepat dan murah. Pengawasan proses meliputi

    pengawasan dan pengaturan tempat, pengaturan pekerja, pengaturan bahan, alat

    dan lain sebagainya.

    2.1.4. Bahaya Dalam Pengelasan

    Pada pekerjaan pengelasan banyak risiko yang akan terjadi apabila tidak hati-

    hati terhadap penggunaan peralatan, mesin dan posisi kerja yang salah. Beberapa

    risiko bahaya yang paling utama pada pengelasan (Wiryosumarto dan Okumura,

    2004) antara lain :

    1. Cahaya dan sinar yang berbahaya

    Selama proses pengelasan akan timbul cahaya dan sinar yang dapat

    membahayakan juru las dan pekerja lain yang ada di sekitar pengelasan. Cahaya

    tersebut meliputi cahaya yang dapat dilihat atau cahaya tampak, sinar ultraviolet dan

    sinar inframerah.

    a. Sinar ultraviolet

    Sinar ultraviolet sebenarnya adalah pancaran yang mudah diserap, tetapi sinar ini

    mempunyai pengaruh yang besar terhadap reaksi kimia yang terjadi di dalam

    tubuh. Bila sinar ultraviolet yang terserap oleh lensa dan kornea mata melebihi

    jumlah tertentu maka pada mata akan terasa seakan-akan ada benda asing di

    dalamnya. Dalam waktu antara 6 sampai 12 jam kemudian mata akan menjadi

    sakit selama 6 sampai 24 jam. Pada umunya rasa sakit ini akan hilang setelah 48

    jam.

    b. Cahaya tampak

    Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

  • Semua cahaya tampak yang masuk ke mata akan diteruskan oleh lensa dan

    kornea ke retina mata. Bila cahaya ini terlalu kuat maka akan segera menjadi

    lelah dan kalau terlalu lama mungkin akan menjadi sakit. Rasa lelah dan sakit ini

    sifatnya juga hanya sementara.

    c. Sinar inframerah

    Adanya sinar inframerah tidak segera terasa oleh mata, karena itu sinar ini lebih

    berbahaya sebab tidak diketahui, tidak terlihat dan tidak terasa. Pengaruh sinar

    inframerah terhadap mata sama dengan pengaruh panas, yaitu menyebabkan

    pembengkakan pada kelopak mata, terjadinya penyakit kornea, presbiopia yang

    terlalu dini dan terjadinya kerabunan.

    2. Arus listrik yang berbahaya

    Besarnya kejutan yang timbul karena listrik tergantung pada besarnya arus

    dan keadaan badan manusia. Tingkat dari kejutan dan hubungannya dengan besar

    arus adalah sebagai berikut:

    a. Arus 1 mA hanya akan menimbulkan kejutan yang kecil saja dan tidak

    membahayakan.

    b. Arus 5 mA akan memberikan stimulasi yang cukup tinggi pada otot dan

    menimbulkan rasa sakit.

    c. Arus 10 mA akan menyebabkan rasa sakit yang hebat.

    d. Arus20 mA akan menyebabkan terjadi pengerutan pada otot sehingga orang yang

    terkena tidak dapat melepaskan dirinya tanpa bantuan orang lain.

    e. Arus 50 mA sangat berbahaya bagi tubuh.

    f. Arus 100 mA dapat mengakibatkan kematian.

    3. Debu dan gas dalam asap las.

    Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

  • Debu dalam asap las besarnya berkisar antara 0,2 m sampai dengan 3 m.

    Komposisi kimia dari debu asap las tergantung dari jenis pengelasan dan elektroda

    yang digunakan. Bila elektroda jenis hydrogen rendah, di dalam debu asap akan

    terdapat fluor (F) dan oksida kalium (K2O). Dalam pengelasan busur listrik tanpa gas,

    asapnya akan banyak mengandung oksida magnesium (MgO).

    Gas-gas yang terjadi pada waktu pengelasan adalah gas karbon monoksida

    (CO), karbon dioksida (CO2), ozon (CO3) dan gas nitrogen dioksida (NO2).

    4. Bahaya kebakaran.

    Kebakaran terjadi karena adanya kontak langsung antara api pengelasan

    dengan bahan-bahan yang mudah terbakar seperti solar, bensin, gas, cat kertas dan

    bahan lainnya yang mudah terbakar. Bahaya kebakaran juga dapat terjadi karena

    kabel yang menjadi panas yang disebabkan karena hubungan yang kurang baik, kabel

    yang tidak sesuai atau adanya kebocoran listrik karena isolasi yang rusak.

    5. Bahaya Jatuh.

    Didalam pengelasan dimana ada pengelasan di tempat yang tinggi akan selalu

    ada bahaya terjatuh dan kejatuhan. Bahaya ini dapat menimbulkan luka ringan

    ataupun berat bahkan kematian karena itu usaha pencegahannya harus diperhatikan.

    2.1.5. Perlengkapan Keselamatan Kerja Las

    Demi keamanan dan kesehatan tubuh, operator las harus memakai alat-alat

    yang mampu melindungi tubuh dari bahaya-bahaya yang ditimbulkan akibat

    pengelasan. Perlengkapan tersebut antara lain (Bintoro, 1999):

    1. Pelindung muka

    Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

  • Bentuk dan pelindung muka ada beberapa macam tetapi secara prinsip

    pelindung muka mempunyai fungsi yang sama, yaitu melindungi mata dan muka dari

    pancaran sinar las dan percikan bunga api. Pelindung muka mempunyai kacamata

    yang terbuat dari bahan tembus pandang yang berwarna sangat gelap dan hanya

    mampu ditembus oleh sinar las. Kacamata ini berfungsi melihat benda kerja yang

    dilas dengan mengurangi intensitas cahaya yang masuk ke mata.

    2. Kacamata bening

    Untuk membersihkan torak atau untuk proses finishing misalnya

    penggerindaan, mata perlu perlindungan, tetapi tidak dengan pelindung muka las.

    Mata tidak mampu melihat benda kerja karena kacamata yang berada pada pelindung

    muka sangat gelap. Oleh karena itu, diperlukan kacamata bening yang mampu

    digunakan untuk melihat benda kerja dan sangat ringan sehingga tidak mengganggu

    proses pekerjaan.

    3. Masker wajah

    Masker berfungsi untuk menyediakan udara segar yang akan dihirup oleh

    sistem pernapasan manusia. Masker digunakan untuk pengelasan ruangan yang

    sistem sirkulasi udaranya tidak baik. Karena proses pengelasan akan menghasilkan

    gas-gas yang membahayakan sistem pernapasan jika dihirup dalam jumlah besar. Jika

    gas hasil pengelasan tidak segera dialirkan ke luar ruangan maka akan dihirup oleh

    operator.

    4. Pakaian las

    Pakaian ini berfungsi untuk melindungi tubuh dari percikan bunga api dan

    pancaran sinar las. Pakaian las terbuat dari bahan yang lemas sehingga tidak

    membatasi gerak si pemakai. Selain bahan pakaian yang digunakan lemas, juga harus

    Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

  • ringan, tidak mudah terbakar, dan mampu menahan panas atau bersifat isolator.

    Model lengan dan celana dibuat panjang agar mampu melindungi seluruh tubuh

    dengan baik.

    5. Pelindung badan (apron)

    Untuk melindungi kulit dan organ-organ tubuh pada bagian badan dari

    percikan bunga api dan pancaran sinar las yang mempunyai intensitas tinggi maka

    pada bagian badan perlu dilindungi sperti halnya pada bagian muka, karena baju las

    yang digunakan belum mampu sepenuhnya melindungi kulit dan organ tubuh pada

    bagian dada.

    6. Sarung tangan

    Kontak dengan panas dan listrik sering terjadi yaitu melewati kedua tangan,

    contoh: penggantian elektroda atau memegang sebagian dari benda kerja yang

    memperoleh panas secara konduksi dari proses pengelasan. Untuk melindungi tangan

    dari panas dan listrik maka operator las harus menggunakan sarung tangan, karena

    mempunyai sifat mampu menjadi isolator panas dan listrik (mampu menahan panas

    dan tidak menghantarkan listrik).

    7. Sepatu las

    Sepatu las dapat melindungi telapak dan jari-jari kaki kemungkinan tergencet

    benda keras, benda panas atau sengatan listrik. Dengan memakai sepatu las bebarti

    tidak ada aliran arus listrik dari mesin las ke ground (tanah) melewati tubuh kita,

    karena bahan sepatu berfungsi sebagai isolator listrik.

    Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

  • 2.2. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) 2.2.1. Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja

    Keselamatan (safety) mempunyai arti keadaan terbebas dari celaka (accident)

    ataupun hampir celaka (near miss acccident). Upaya kesehatan kerja adalah upaya

    penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja agar setiap

    pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun

    pekerja lain di sekelilingnya, sehingga diperoleh produktivitas kerja yang optimal.

    Kesehatan kerja merupakan hubungan dua arah antara pekerjaan dan

    kesehatan. Kesehatan kerja tidak hanya menyangkut hubungan antara efek

    lingkungan kerja misalnya panas, bising debu, zat-zat kimia dan lain-lain, tetapi

    hubungan antara status kesehatan pekerja dengan kemampuannya untuk melakukan

    tugas yang harus dikerjakannya. Tujuan utama kesehatan kerja adalah mencegah

    timbulnya gangguan kesehatan daripada mengobatinya (Sumamur, 2009).

    Menurut Depnaker RI (2005), Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah

    segala daya dan upaya dan pemikiran yang dilakukan dalam rangka mencegah,

    mengurangi, dan menanggulangi terjadinya kecelakaan dan dampaknya melalui

    langkah-langkah identifikasi, analisa, dan pengendalian bahaya dengan menerapkan

    sistem pengendalian bahaya secara tepat dan melaksanakan perundang-undangan

    tentang keselamatan dan kesehatan kerja.

    2.2.2. Persyaratan Keselamatan Kerja

    Persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja menurut Undang-undang No. 1

    tahun 1970 (Sumamur, 2009) adalah sebagai berikut :

    1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan, hal ini berkaitan dengan upaya

    pencegahan kecelakaan dan setiap pekerjaan atau kegiatan berbahaya.

    Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

  • 2. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran, berkaitan dengan sistem

    proteksi dan pencegahan kebakaran (fire protection system) dalam rancangan

    bangun, operasi, dan penggunaan sarana, pabrik, banguna dan fasilitas lainnya.

    3. Mencegah dan mengurangi bahaya kebakaran, meliputi upaya pencegahan

    bahaya kebakaran (fire prevention) dalam kegiatan yang dapat mengandung

    bahaya kebakaran, menggunakan api atau kegiatan lainnya.

    4. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri dalam kejadian kebakaran

    atau kejadian lainnya. Berkaitan dengan sistem tanggap darurat (emergency

    response) serta fasilitas penyelamat di dalam bangunan atau tempat kerja (means

    of escape).

    5. Memberikan pertolongan dalam kecelakaan. Menyangkut aspek P3K atau

    pertolongan jika terjadi kecelakaan termasuk resque dan pertolongan korban.

    6. Memberikan alat pelindung diri bagi pekerja. Berkaitan dengan penyediaan alat

    keselamatan yang sesuai untuk setiap pekerjaan yang berbahaya.

    7. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban,

    debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara

    atau getaran. Berkaitan dengan keselamatan lingkungan kerja, pencemaran atau

    buangan industri serta kesehatan kerja.

    8. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik, psikis,

    peracunan, infeksi, dan penularan.

    9. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.

    10. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik.

    11. Menyelenggarakan penyegaran udara yang baik.

    12. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban.

    Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

  • 13. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan dan proses

    kerja. Berkaitan dengan aspek ergonomi di tempat kerja.

    14. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan. Berkaitan dengan

    keselamatan konstruksi dan bangunan mulai dari pembangunan sampai

    penempatannya.

    15. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan, dan

    penyimpanan barang. Syarat ini berkaitan dengan kegiatan pelabuhan dan

    pergudangan.

    16. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya, berkaitan dengan keselamatan

    ketenagalistrikan.

    17. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang

    bahayanya menjadi bertambah tinggi .

    2.3. Kecelakaan Kerja

    Kecelakaan kerja tidak terjadi kebetulan, melainkan ada sebabnya, sebab

    kecelakaan harus diteliti dan ditemukan, agar selanjutnya dengan tindakan korektif

    yang ditujukan kepada penyebab itu serta dengan upaya preventif lebih lanjut

    kecelakaan dapat dicegah dan kecelakaan serupa tidak terulang kembali. Ada dua

    golongan penyebab kecelakaan kerja. Golongan pertama adalah faktor mekanisme

    dan lingkungan, yang meliputi segala sesuatu selain faktor manusia. Golongan kedua

    adalah faktor manusia itu sendiri yang merupakan penyebab kecelakaan (Sumamur

    2009)

    Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

  • Gambar 2.1 Teori Domino Heinrich

    Teori ini menyatakan bahwa kecelakaan merupakan akibat dari peristiwa

    berurutan, kiasan seperti garis domino jatuh. Jika salah satu domino jatuh, itu akan

    memicu jatuhnya berikutnya, dan domino berikutnya, dan domino berikutnya, hingga

    domino terakhir. Menghapus faktor kunci membantu mencegah terjadinya reaksi

    berantai. Heinrich menyoroti domino ketiga sebagai Kunci domino.

    Faktor-faktor yang berkaitan dengan terjadinya kecelakaan kerja antara lain :

    1. Situasi kerja

    Situasi kerja berkaitan dengan kondisi lingkungan kerja yang mempengaruhi

    produktivitas pekerja. Situasi kerja yang dimaksud meliputi :

    a. Pengendalian manajemen yang kurang

    b. Standar kerja yang minim

    c. Lingkungan kerja yang tidak memenuhi standar

    d. Peralatan kerja yang gagal atau tempat kerja yang tidak mencukupi

    2. Kesalahan orang

    Kesalahan orang meliputi :

    a. Keterampilan dan pengetahuan pekerja yang minim

    b. Masalah fisik dan mental

    c. Motivasi yang minim atau salah penempatan

    d. Perhatian yang kurang

    Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

  • 3. Tindakan tidak aman

    Kesepakatan domino ketiga Heinrich dengan penyebab langsung terjadinya

    kecelakaan. Heinrich merasa bahwa tindakan tidak aman dan kondisi tidak aman

    merupakan faktor utama penyebab terjadinya kecelakaan kerja. Kondisi lingkungan

    kerja yang dimaksud sperti :

    a. Tidak mengikut i metode kerja yang telah disetujui

    b. Mengambil jalan pintas

    c. Menyingkirkan atau tidak menggunakan perlengkapan keselamatan kerja.

    4. Kecelakaan

    Heinrich mendefinisikan kecelakaan sebagai kejadian yang sudah umum

    terjadi dilingkungan kerja.

    a. Kejadian yang tidak terduga

    b. Akibat kontak dengan mesin atau listrik yang berbahaya

    c. Terjatuh

    d. Terhantam mesin atau material yang jatuh, dan sebagainya

    5. Cedera/ kerusakan

    Cedera atau kerusakan terhadap pekerja dibedakan menjadi.

    a. Terhadap pekerja yang meliputi sakit dan penderitaan, kehilangan pendapatan,

    kehilangan kualitas hidup.

    b. Terhadap majikan meliputi kerusakan pabrik, pembayaran kompensasi, kerugian

    produksi, dan kemungkinan proses pengadilan (Ridley, 2006)

    Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

  • 2.4. Konsep Perilaku 2.4.1. Pengertian Perilaku

    Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta

    interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan,

    sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang

    individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya

    (Sarwono, 2007).

    Perilaku diartikan sebagai semua kegiatan atau aktivitas, baik yang dapat

    diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Menurut Skiner

    bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus

    (rangsangan dari luar). Oleh karena itu perilaku terjadi melalui proses adanya

    stimulus terhadap organism, dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori

    Skinner ini disebut teori S-O-R atau Stimulus-Organisme-Respons (Notoatmodjo,

    2003).

    Perilaku dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan bentuk respon terhadap

    stimulus yang diterima (Notoatmodjo, 2003) yakni :

    1. Perilaku tertutup (covert behavior)

    Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup.

    Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi,

    pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus

    tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

    2. Perilaku terbuka (overt behavior)

    Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau

    terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk-bentuk

    Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

  • tindakan atau praktek (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh

    orang lain.

    2.4.2. Determinan Perilaku

    Meskipun perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau

    rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respon sangat

    tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan.

    Hal ini berarti bahwa meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun

    respon tiap-tiap orang berbeda. Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap

    stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Faktor penentu atau determinan

    perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan penggabungan dari

    berbagai faktor. Faktor-faktor yang dimaksud yakni faktor internal dan faktor

    eksternal (lingkungan) (Notoatmodjo, 2003) antara lain:

    1. Faktor internal

    Faktor internal yaitu karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat

    bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan

    sebagainya. Aliran ini disebut aliran negatisme yang di tokohi oleh Schopenhower

    (Jerman) yang mengatakan bahwa perilaku manusia itu sudah dibawa sejak lahir.

    2. Faktor eksternal

    Faktor eksternal yaitu lingkungan baik lingkungan fisik, sosial, budaya,

    ekonomi, politik dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupaka faktor yang

    dominan mewarnai perilaku seseorang. Hal ini sesuai dengan aliran positivisme yang

    dikemukakan oleh Jhon Locke yang mengatakan bahwa perilaku manusia ditentukan

    oleh lingkungan.

    Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

  • 2.5. Tindakan Tidak Aman 2.5.1. Pengertian Tindakan Tidak Aman

    Menurut Illyas (2000) dalam Pratiwi (2009) perilaku tidak aman adalah

    perilaku yang dilakukan oleh pekerja yang menyimpang dari prinsip-prinsip

    keselamatan atau tidak sesuai dengan prosedur kerja yang berisiko untuk timbulnya

    masalah.

    Menurut Kletz (2001) dalam Pratiwi (2009) menyatakan bahwa pada dasarnya

    tindakan/perilaku tidak aman merupakan kesalahan manusia dalam mengambil

    sikap/tindakan. Klasifikasi kesalahan manusia antara lain :

    1. Kesalahan karena lupa

    Kesalahan terjadi biasanya pada seseorang yang sebetulnya tahu, mampu dan

    berniat, mengerjakan secara benar dan aman dan telah biasa dilakukan, namun

    melakukan kesalahan karena lupa. Contoh : menekan tombol yang salah, lupa

    membuka atau menutup keran.

    2. Kesalahan karena tidak tahu

    Kesalahan terjadi karena orang tersebut tidak mengetahui cara

    mengerjakan/mengoperasikan peralatan secara benar dan aman atau terjadi

    kesalahan perhitungan. Hal tersebut terjadi disebabkan karena kurang pelatihan,

    kurang/ salah instruksi, perubahan informasi.

    3. Kesalahan karena tidak mampu

    Kesalahan terjadi karena tidak mampu melakukan tugasnya. Contoh : pekerjaan

    terlalu sulit, beban fisik maupun mental pekerjaan terlalu berat, tugas/ informasi

    terlalu banyak.

    Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

  • 4. Kesalahan karena kurang motivasi

    Kesalahan karena kurang motivasi ini bisa terjadi karena hal-hal :

    a. Dorongan pribadi (desire) : ingin cepat selesai, melalui jalan pintas, ingin

    nyaman, malas memakai APD, menarik perhatian dengan mengambil resiko

    berlebihan.

    2.5.2. Klasifkasi tindakan tidak aman

    Menurut Bird (1990) dalam Pratiwi (2009) tindakan tidak aman meliputi

    sebagai berikut :

    1. Pengoperasian peralatan pada kecepatan yang tidak pantas.

    2. Mengoperasika peralatan pada otoritas yang tidak pantas.

    3. Penggunaan peralatan yang tidak sesuai.

    4. Penggunaan peralatan yang cacat.

    5. Tindakan yang menyebabkan alat keselamatan tidak dapat dioperasikan.

    6. Kegagalan memberi isyarat atau untuk menjalani/mengamankan peralatan.

    7. Kegagalan menggunakan APD.

    8. Penempatan peralatan/persediaan yang tidak sesuai.

    9. Pengambilan posisi kerja yang tidak sesuai.

    10. Memperbaiki/ merawat peralatan yang sedang bergerak.

    11. Bercanda dalam bekerja.

    12. Bekerja di bawah pengaruh alkohol.

    13. Penggunaan obat-obat terlarang.

    14. Merokok pada lokasi yang dilarang misalnya pada lokasi tempat bekerja.

    Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

  • 2.6. Teori dan Model Perilaku Kesehatan 2.6.1. Teori Lawrence Green

    Menurut Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2005), faktor perilaku

    ditentukan oleh tiga faktor utama, yaitu:

    a. Faktor predisposisi (disposing), yaitu faktor yang mempermudah terjadinya

    perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan,

    nilai-nilai dan tradisi.

    b. Faktor pemungkin (enabling), adalah faktor yang memungkinkan atau

    memfasilitasi perilaku, antara lain sarana dan prasarana atau fasilitas untuk

    terjadinya kesehatan.

    c. Faktor penguat (reinforcing), faktor yang mendorong atau memperkuat

    terjadinya perilaku, seperti pada tokoh panutan bagi seseorang dalam berperilaku.

    2.6.2. Behavior Based Safety (BBS)

    Pengertian Behavior Based Safety (BBS) atau perilaku berbasis keselamatan

    menurut Krause (1999) dalam Syaaf (2008) merupakan proses yang membantu

    pekerja mengidentifikasi dan memilih perilaku aman dan selamat atau tidak dengan

    proses sebagai berikut:

    1. Mengidentifikasi perilaku yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan

    kerja.

    2. Mengumpulkan data kelompok pekerja.

    3. Memberikan feedback dua arah mengenai perilaku keselamatan dan kesehatan

    kerja.

    4. Mengurangi atau meniadakan hambatan sistem untuk perkembangan lebih lanjut

    Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

  • Eckenfelder (2003) dalam Syaaf (2008) mengemukakan beberapa kelebihan

    dari pendekatan BBS yaitu:

    a. Mengutamakan pekerja.

    b. Mendefinisikan safe/unsafe behavior

    c. Melatih perilaku yang diharapkan dan mengurangi perilaku yang salah.

    d. Melibatkan partisipasi pekerja dalam prosesnya.

    e. Melibatkan Top supervisor untuk pelaksanaan program.

    Tujuan dari perilaku berbasis keselamatan adalah untuk mengubah perilaku

    pekerja dari perilaku berisiko menjadi perilaku aman. Para peneliti menggunakan

    apa yang disebut dengan model ABC untuk mengubah perilaku pekerja.

    2.6.3. Model ABC dan Perilaku

    Menurut Geller (2001) dalam Syaaf (2008) perilaku merupakan fungsi dari

    lingkungan sekitar. Kejadian yang terjadi di lingkungan sekitar dapat dibagi menjadi

    dua kategori, yaitu kejadian yang mendahului suatu perilaku dan kejadian yang

    mengikuti suatu perilaku. Kejadian yang muncul sebelum suatu perilaku disebut

    anteseden sedangkan kejadian yang mengikuti suatu perilaku disebut konsekuensi.

    Perilaku memiliki prinsip dasar dapat dipelajari dan diubah dengan mengidentifikasi

    dan memanipulasi keadaan lingkungan atau stimulus yang mendahului dan mengikuti

    suatu perilaku

    Fleming dan Lardner (2002) dalam Syaaf (2008) menjelaskan bahwa elemen

    inti dari modifikasi perilaku adalah model ABC dari perilaku. Menurut model ABC ,

    perilaku dipicu oleh beberapa rangkaian peristiwa anteseden (sesuatu yang

    mendahului sebuah perilaku dan secara kausal terhubung dengan perilaku itu sendiri)

    dan diikuti oleh konsekuensi (hasil nyata dari perilaku bagi individu) yang dapat

    Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

  • meningkatkan atau menurunkan kemungkinan perilaku tersebut akan terulang

    kembali. Analisis ABC membantu dalam mengidentifikasi cara-cara untuk mengubah

    perilaku dengan memastikan keberadaan anteseden yang tepat dan konsekuensi yang

    mengandung perilaku yang diharapakan Anteseden yang juga disebut sebagai

    aktivator dapat memunculkan suatu perilaku untuk mendapatkan konsekuensi yang

    diharapkan (reward) atau menghindari konsekuensi yang tidak diharapkan ( penalty).

    Dengan demikian, anteseden mengarahkan suatu perilaku dan konsekuensi

    menentukan apakah perilaku tersebut akan muncul kembali. Hubungan antara

    anteseden, perilaku, dan konsekuensi dapat dilihat pada gambar. Panah dua arah

    diantara perilaku dan konsekuensi menegaskan bahwa konsekuensi mempengaruhi

    kemungkinan perilaku tersebut akan muncul kembali. Konsekuensi dapat menguatkan

    atau melemahkan perilaku sehingga dapat meningkatkan atau mengurangi frekuensi

    kemunculan perilaku tersebut. Dengan kata lain, konsekuensi dapat meningkatkan

    atau menurunkan kemungkinan perilaku akan muncul kembali dalam kondisi yang

    serupa (McSween, 2003). Anteseden adalah penting namun tidak cukup berpengaruh

    untuk menghasilkan perilaku. Konsekuensi menjelaskan mengapa orang mengadopsi

    perilaku tertentu (Fleming dan. Lardner, 2002).

    Gambar 2.2 Hubungan anteseden, perilaku, dan konsekuensi

    Anteseden

    Conse

    quences

    Behavior

    Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

  • Model ABC dapat digunakan untuk mempromosikan perilaku sehat dan

    selamat. Sebagai contoh, analisis ABC dapat digunakan untuk menyelidiki mengapa

    pekerja tidak menggunakan alat pelindung telinga pada lingkungan yang bising dan

    mngidentifikasi bagaimana cara untuk mempromosikan penggunaan Alat Pelindung

    Telinga (APT) sehingga dapat mengurangi kehilangan pendengaran (Fleming dan

    Lardner, 2002).

    2.6.3.1. Anteseden (Antecedent)

    Anteseden adalah peristiwa lingkungan yang membentuk tahap atau pemicu

    perilaku. Anteseden yang secara reliable mengisyaratkan waktu untuk menjalankan

    sebuah perilaku dapat meningkatkan kecenderungan terjadinya suatu perilaku pada

    saat dan tempat yang tepat. Anteseden dapat bersifat alamiah (dipicu oleh peristiwa-

    peritiwa lingkungan) dan terencana (dipicu oleh pesan/peringatan yang dibuat oleh

    komunikator) (Graeff, dkk. 1996).

    Contoh anteseden yaitu peraturan dan prosedur, peralatan dan perlengkapan

    yang sesuai, informasi, rambu-rambu, keterampilan dan pengetahuan, serta pelatihan

    Menurut Anne R. French seperti yang dikutip Roughton (2002), anteseden dapat

    berupa safety meetings, penetapan tujuan, peraturan, perjanjian kontrak, kebijakan

    dan prosedur, penambahan dan pengurangan insentif, intruksi, penempatan rambu

    label keselamatan, pelatihan, permodelan ( Fleming dan Lardner, 2002).

    Meskipun anteseden diperlukan untuk memicu perilaku, namun kehadirannya

    tidak menjamin kemunculan suatu perilaku. Sebagai contoh, adanya peraturan dan

    prosedur keselamatan belum tentu memunculkan perilaku aman. Bagaimanapun

    anteseden yang memiliki efek jangka panjang seperti pengetahuan sangat penting

    untuk menciptakan perilaku aman. Anteseden adalah penting untuk memunculkan

    Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

  • perilaku, tetapi pengaruhnya tidak cukup untuk membuat perilaku tersebut bertahan

    selamanya. Untuk memelihara perilaku dalam jangka panjang dibutuhkan

    konsekuensi yang signifikan bagi individu (Fleming dan Lardner, 2002).

    2.6.3.2. Konsekuensi (Consequences)

    Konsekuensi adalah peristiwa lingkungan yang mengikuti sebuah perilaku,

    yang juga menguatkan, melemahkan atau menghentikan suatu perilaku. Secara

    umum, orang cenderung mengulangi perilaku-perilaku yang membawa hasil-hasil

    positif dan menghindari perilaku-perilaku yang memberikan hasil-hasil negatif.

    (Graeff, dkk, 1996).

    Konsekuensi didefenisikan sebagai hasil nyata dari perilaku individu yang

    mempengaruhi kemungkinan perilaku tersebut akan muncul kembali. Dengan

    demikian, frekuensi suatu perilaku dapat meningkat atau menurun dengan

    menetapkan konsekuensi yang mengikuti perilaku tersebut. (Fleming dan Lardner,

    2002).

    Konsekuensi dapa berupa pembuktian diri, penerimaan atau penolakan dari

    rekan kerja, sanksi, umpan balik, cedera atau cacat, penghargaan, kenyamanan atau

    ketidaknyamanan, rasa terimakasih, penghematan waktu (Roughton, 2002).

    Ada tiga macam konsekuensi yang mempengaruhi perilaku, yaitu penguatan

    positif, peguatan negatif, dan hukuman. Penguatan positif dan penguatan negatif

    memperbesar kemungkinan suatu perilaku untuk muncul kembali sedangkan

    hukuman memperkecil kemungkinan suatu perilaku untuk muncul kembali (Fleming

    dan Lardner, 2002).

    Penguatan positif dapat berupa mendapatkan sesuatu yang diinginkan seperti

    umpan balik positif terhadap pencapaian, dikenal oleh atasan, pujian dari rekan kerja,

    Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

  • dan penghargaan. Penguatan negative dapat berupa terhindar dari sesuatu yang tidak

    diingiinkan seperti terhindar dari pengucilan oleh rekan kerja, terhindar dari rasa

    sakit, terhindar dari kehilangan insentif, dan terhindar dari denda. Hukuman dapat

    berupa mendapatkan sesuatu yang tidak diinginkan atau kehilangan sesuatu yang

    dimiliki atau diinginkan seperti kehilangan keuntungan, aksipendisiplinan, rasa

    sakit/cedera, perasaaan bersalah (Fleming dan Lardner, 2002).

    Konsekuensi diatas dapat digunakan satu saja atau gabungan ketiganya untuk

    mengubah perilaku. Sebagai contoh, frekuensi seorang manajer mengadakan inspeksi

    dapat ditingkat dengan :

    1. Penguatan positif berupa pujian dari atasan setelah melakukan inspeksi.

    2. Penguatan negative untuk menghindari pengucilan oleh rekan kerja jika tidak

    melaksanakan inspeksi.

    3. Hukuman berupa bonus bagi manajer dikurangi jika tidak melakukan

    isnpeksi.

    Meskipun penguatan positif dan penguatan negatif sama-sama meningkatkan

    frekuensi kemunculan suatu perilaku, keduanya menimbulkan hasil yang berbeda.

    Penguatan negatif hanya menghasilkan perilaku untuk menghindari sesuatu yang

    tidak diinginkan. Dengan kata lain mempengaruhi penilaian individu. Seseorang

    memunculkan perilaku karena memang keinginannya bukan karena keharusan

    (Fleming dan Lardner, 2002).

    Penguatan dan hukuman ditentukan berdasarkan efeknya. Jadi sebuah

    konsekuensi yang tidak dapat mengurangi frekuensi dari perilaku bukan merupakan

    hukuman dan konsekuensi yang tidak dapat meningkatkan frekuensi bukan

    merupakan penguatan. Faktanya, suatu tindakan yang sama dapat sekaligus menjadi

    Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

  • penguatan bagi seseorang dalam situasi dan hukuman dalam situasi lain (Fleming dan

    Lardner, 2002).

    Seringkali konsekuensi menimbulkan efek yang bertentangan dengan efek

    yang diharapkan. Hal ini disebabkan karena konsekuensi pada perilaku tidak

    ditentukan oleh tindakan khusus atau tujuan yang diharapkan, tetapi orang yang

    melakukan perilaku tersebut. Sebagai contoh, seorang manajer ingin memberikan

    penghargaan atas keterlibatan pekerja dalam program peningkatan keselamatan, Ia

    mengundang pekerjanya untuk menghadiri makan malam dan upacara penghargaan

    serta menghadiahkan tiket permainan golf di akhir minggu untuk dua orang.

    Meskipun maksud manajer tersebut adalah memberikan penguatan positif, namun

    hadiah tersebut tidak memiliki efek yang diharapkan jika penerimanya merupakan

    orang tua tunggal. Karyawan tersebut kemungkinan besar tidak akan menggunakan

    kesempatannya untuk berlibur karena tidak memiliki seseorang untuk diajak, tidak

    dapat meninggalkan anaknya sehingga tidak bisa bermain golf (Fleming dan Lardner,

    2002).

    Berdasarkan ilustrasi diatas, aspek permasalahan ketika menggunakan

    modifikasi perilau untuk mengubah perilaku adalah dalam memiki konsekuensi yang

    menurut orang lain memberikan penguatan baginya. Apa yang kita pikir dapat

    memberikan penguatan belum tentu efeknya bagi orang lain. Ada beberapa strategi

    yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi penguatan yang efektif yaitu:

    a. Melibatkan target individu atau kelompok dalam menentukan konsekuensi.

    b. Memperhatikan apa yang dipilih oleh target individu atau kelompok untuk

    dilakukan ketika mereka meimiliki pilihan. Tugas kerja yang dipilih oleh

    Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

  • mereka secara aktif dapat digunakan untuk menguatkan aktivitas lain yang

    kurang diinginkan.

    c. Dalam menggunakan analisis ABC pada perilaku yang kompleks dibutuhkan

    beberapa kriteria untuk menilai efek konsekuensi.

    2.7. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Kerja 2.7.1. Pelatihan

    Salah satu cara yang baik untuk mempromosikan keselamatan di tempat kerja

    adalah dengan memberikan pelatihan bagi pekerja. Pelatihan keselamatan awal harus

    menjadi bagian proses orientasi pekerja baru. Pelatihan selanjutnya diarahkan pada

    pembentukan pengetahuan yang baru, spesifik dan lebih dalam serta memperbaharui

    pengetahuan yang sudah ada (Goestsch, 1996).

    Pelatihan memberikan manfaat ganda dalam promosi keselamatan. Pertama,

    pelatihan memastikan pekerja tahu bagaimana cara bekerja dengan aman dan

    mengapa hal itu penting. Kedua, pelatihan menunjukkan bahwa manajamen memiliki

    komitmen terhadap keselamatan. Pelatihan merupakan komponen utama dalam setiap

    program keselamatan. Pelatihan dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman kerja

    terhadap hazard dan risiko. Dengan adanya peningkatan kesadaran terhadap risiko,

    pekerja dapat menghindari kondisi tertentu dengan mengenali pajanan dan

    memodifikasinya dengan mengubah prosedur kerja menjadi lebih aman

    Latihan keselamatan adalah penting mengingat kebanyakan kecelakaan terjadi

    pada pekerja baru yang belum terbiasa bekerja dengan selamat. Sebabnya adalah

    ketidaktahuan cara mencegahnya, sekalipun tahu tentang adanya suatu risiko bahaya

    tersebut. Ada pula tenaga kerja baru yang sebenarnya menaruh perhatian tehadap

    Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

  • adanya bahaya, tetapi ia tidak mau disebut takut dan akhirnya menderita kecelakaan.

    Pentingnya segi keselamatan harus ditekankan kepada tenaga kerja oleh pelatih,

    pimpinan kelompok atau isntruktur (Sumamur 2009).

    2.7.2. Peraturan

    Dalam penelitiannya Pratiwi (2009) mengemukakan pendapat beberapa ahli

    seperti Peraturan merupakan dokumen tertulis yang mengkomunikasikan standar,

    norma dan kebijakan untuk perilaku yang diharapkan (Geller, 2001). Peraturan

    memiliki peran besar dalam menentukan perilaku mana yang dapat diterima dan tidak

    dapat diterima (Roughton, 2002).

    Notoatmodjo (1993) dalam Syaaf (2008) menyebutkan salah satu strategi

    perubahan perilaku adalah dengan menggunakan kekuatan atau kekuasaan misalnya

    peraturan-peraturan dan perundang-undangan yang harus dipatuhi oleh anggota

    masyarakat. Cara ini menghasilkan perilaku yang cepat, akan tetapi perubahan

    tersebut belum tentu akan berlangsung lama karena perubahan perilaku yang terjadi

    tidak atau belum didasari oleh kesadaran sendiri.

    Secara umum, kewajiban manajemen dalam peraturan keselamatan dapat

    dirangkum sebagai berikut (Goestch, 1996):

    1. Manajemen harus memiliki peraturan yang memastikan keselamatan dan

    kesehatan di tempat kerja.

    2. Manajemen harus memastikan bahwa setiap pekerjanya memahami peraturan

    tersebut.

    3. Manajamen harus memastikan bahwa peraturan tersebut dilaksanakan secara

    objektif dan konsisten.

    Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

  • Manajemen yang tidak memenuhi kriteria di atas dianggap teledor. Memiliki

    peraturan saja tidak cukup, demikian juga memiliki peraturan dan meningkatkan

    kesadaran pekerja terhadap peraturan. Manajemen harus merumuskan peraturan yang

    sesuai, mengkonsumsikan peraturan tersebut kepada pekerja, dan menegakkan

    peraturan tersebut di tempat kerja. Penegakkan peraturan merupakan hal yang sering

    dilupakan (Goestch, 1996).

    Objektivitas dan konsistensi merupakan hal yang penting ketika menegakkan

    peraturan. Objektivitas maksudnya peraturan tersebut berlaku bagi semua pekerja dari

    mulai pekerja baru hingga kepada eksekutif. Konsistensi maksudnya adalah peraturan

    tersebut ditegakkan dalam setiap kondisi tanpa ada pengaruh dari luar. Hal ini berarti

    hukuman diberikan kepada setiap pelanggaran. Gagal untuk menjadi objektif dan

    konsisten dapat menurunkan kredibilitas dan efektivitas upaya perusahaan untuk

    mempromosikan keselamatan (Goestch, 1996).

    Peraturan keselamatan akan lebih efektif jika dibuat dalam bentuk tertulis

    dikomunikasikan dan didiskusikan dengan seluruh pekerja yang terlibat. Hubungan

    antar peraturan keselamatan dan konsekuensi yang diterima akibat pelanggaran dapat

    didiskusikan bersama dengan pekerja. Pekerja kemudian diminta untuk

    menandatangani pernyataan bahwa mereka telah membaca dan memahami peraturan

    tersebut dan juga telah mendapatkan penjelasan tentang konsekuensi yang akan

    mereka terima bila melanggarnya. Ketika pekerja ikut dilibatkan dalam perumusan

    peraturan, mereka akan lebih memahami dan mau mengikuti peraturan tersebut

    (Roughton, 2002).

    Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

  • Petunjuk untuk membangun peraturan keselamatan (Goestch, 1996) antara lain:

    1. Kurangi jumlah peraturan. Terlalu banyak peraturan dapat menimbulkan

    overload.

    2. Tulis peraturan dalam bahasa yang jelas dan mudah dipahami. Langsung pada

    poin pentingnya saja dan hindari penggunaan kata-kata yang memiliki makna

    ambigu atau sulit dipahami.

    3. Tulis hanya peraturan penting untuk memastikan keselamatan dan kesehatan di

    tempat kerja.

    4. Libatkan pekerja dalam perumusan peraturan yang berlaku bagi area operasi

    tertentu.

    5. Rumuskan hanya peraturan yang dapat dan akan ditegakkan.

    6. Gunakan akal sehat dalam merumuskan peraturan.

    2.7.3. Pengawasan

    Kelemahan dari peraturan keselamatan adalah hanya berupa tulisan yang

    menyebutkan bagaimana seseorang bisa selamat, tetapi tidak mengawasi tindakan

    aktivitasnya. Pekerja akan cenderung melupakan kewajibannya dalam beberapa hari

    atau minggu (Roughton, 2002). Oleh karena itu, dibutuhkan pengawasan untuk

    menegakkan peraturan di tempat kerja.

    Menurut Roughton (2002), beberapa tipe individu yang harus terlibat dalam

    mengawasi tempat kerja yaitu :

    1. Pengawas (Supervisor)

    Setiap pengawas yang ditunjuk harus mendapatkan pelatihan terlebih dahulu

    mengenai bahaya yang mungkin akan ditemui dan juga pengendaliannya.

    Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

  • 2. Pekerja

    Ini merupakan salah satu cara untuk melibatkan pekerja dalam proses

    keselamatan. Setiap pekerja harus mengerti mengenai potensi bahaya dan cara

    melindungi diri dan rekan kerjanya dari bahaya tersebut. Mereka yang terlibat dalam

    pengawasan membutuhkan pelatihan dalam mengenali dan mengendalikan potensi

    hazard.

    3. Safety Professional

    Safety Professional harus menyediakan bimbingan dan petunjuk tentang

    metode inspeksi. Safety Professional dapat diandalkan untuk bertanggung jawab

    terhadap kesuksesan atau permasalahan dalam program pencegahan dan pengendalian

    bahaya.

    2.7.4. Ketersediaan Fasilitas

    Penggunaan APD merupakan penyambung dari berbagai upaya pencegahan

    kecelakaan lainnya atau ketika tidak ada metode atau praktek lain yang mungkin

    untuk dilakukan (Roughton, 2002).

    Aneka alat-alat APD adalah kaca mata (goggles), safety shoes, sarung tangan,

    topi pengaman, pelindung telinga, pelindung paru-paru, dan lain-lain. Desain dan

    pembuatan APD harus memenuhi standar-standar tertentu dan sudah diuji terlebih

    dahulu kemampuan perlindungannya (Sumamur, 2009).

    Melindungi Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2005) perilaku dapat

    terbentuk dari tiga faktor, salah satunya faktor pendukung (enabling) yaitu

    ketersediaan fasilitas atau sarana kesehatan. Ketersediaan APD dalam hal ini

    merupakan salah satu bentuk dari faktor pendukung perilaku, dimana suatu perilaku

    Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

  • otomatis belum terwujud dalam suatu tindakan jika tidak terdapat fasilitas yang

    mendukung terbentuknya sikap tersebut

    Pekerja membutuhkan pelatihan tentang APD agar dapat dimengerti arti

    pentingnya penggunaan APD dan bagaimana cara menggunakan serta merawatnya

    dengan baik. Pekerja juga harus diberitahu mengenai keterbatasan dari APD. APD

    tidak selalu cocok untuk digunakan dalam setiap situasi karena memang didesain

    secara khusus untuk suatu pekerjaan saja. Selain pelatihan, penguatan positif dan

    peraturan yang mengatur tentang penggunaan APD juga sangat dibutuhkan.

    2.7.5. Hukuman dan Penghargaan

    Menurut Geller (2011) hukuman adalah konsekuensi yang diterima individu

    atau kelompok sebagai bentuk akibat dari perilaku yang tidak diharapkan. Hukuman

    dapat menekan atau melemahkan perilaku. Hukuman tidak hanya berorientasi untuk

    meghukum pekerja yang melanggar peraturan, melainkan sebagai control terhadap

    lingkungan kerja sehingga pekerja terlindung dari insiden (Roughton, 2002).

    Sedangkan penghargaan menurut Geller (2001) dalam Syaaf (2008) adalah

    konsekuensi positif yang diberikan kepada individu atau kelompok dengan tujuan

    mengembangkan, mendukung dan memelihara perilaku yang diharapkan. Jika

    digunakan sebagaimana mestinya, penghargaan dapat memberikan yang terbaik

    kepada setiap orang karena penghargaan membentuk parasaan percaya diri,

    penghargaan diri, pengendalian diri, optimistisme, dan rasa memiliki.

    Menurut Wilde dalam Syaaf (2008) penekanan pada hukuman dapat

    memotivasi perilaku seseorang dalam keselamatan, namun bukti dari efektifitasnya

    tidak diketahui dengan pasti. Adapun kelemahan dari hukuman ini adalah :

    Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

  • 1. Efek Atribusi. Sebagai contoh, menilai seseorang sebagai karakteristik yang tidak

    diharapkan dapat merangsang seseorang untuk berperilaku seperti mereka benar-

    benar memiliki karakteristik itu. Menilai seseorang tidak bertanggung jawab

    akan membuat mereka berperilaku seperti itu.

    2. Penekanan pada pengendalian proses pembentukan perilaku. Sebagai contoh

    menggunakan alat pelindung diri atau mematuhi batas kecepatan kerja daripada

    menekankan pada hasil akhir yang ingin dicapai yaitu keselamatan. Pengendalian

    proses tidak praktis untuk didesain dan diimplementasikan serta tidak dapat

    merangkum seluruh perilaku yang tidak diharapkan dari pekerja dalam setiap

    waktu.

    3. Hukuman membawa efek samping negatif. Hukuman menimbulkan disfungsi

    iklim organisasi yang tidak ditandai oleh dendam, tidak mau bekerja sama, sikap

    antagonis, bahkan sabotase. Hasilnya, perilaku yang tidak diharapkan mungkin

    akan muncul.

    Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

  • 2.8. Kerangka Konsep

    Anteseden yang terdiri dari pengetahuan, pelatihan, peraturan, pengawasan

    dan ketersediaan fasilitas merupakan variable bebas (dependen) sedangkan

    konsekuensi merupakan variabel bebas (dependen) yang memiliki keterkaitan timbal

    balik dengan perilaku berisiko. Perilaku berisiko merupakan variabel terikat

    (independen).

    Anteseden

    1. Pengetahuan tentang

    bahaya di tempat kerja.

    2. Pelatihan keselamatan

    3. Peraturan

    4. Pengawasan

    5. Ketersediaan fasilitas

    Consequences 1. Sanksi

    2. Penghargaan

    Perilaku Berisiko

    Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara