Lapsus Thypoid

42
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM LAPORAN KASUS FAKULTAS KEDOKTERAN Mei 2015 UNIVERSITAS HASANUDDIN DEMAM TIFOID OLEH : ERIK PURNOMO C111 11 275 PEMBIMBING : dr. SYAHRIR PAHRAWANSYAH SUPERVISOR: dr. HASYM KASIM, Sp.PD-KGH DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN

description

Case presentation. medical case, thypoid

Transcript of Lapsus Thypoid

Page 1: Lapsus Thypoid

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN Mei 2015

UNIVERSITAS HASANUDDIN

DEMAM TIFOID

OLEH :

ERIK PURNOMO

C111 11 275

PEMBIMBING :

dr. SYAHRIR PAHRAWANSYAH

SUPERVISOR:

dr. HASYM KASIM, Sp.PD-KGH

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2015

Page 2: Lapsus Thypoid

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Erik Purnomo

Nim : C111 11 275

Judul Kasus : Demam Tifoid

Telah menyelesaikan tugas tersebut dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu Penyakit Dalam Universitas Hasanuddin.

Makassar, Mei 2015

Supervisor Pembimbing

(dr. Hasyim Kasim, Sp.PD-KGH) (dr. Syahrir Parawansyah)

Page 3: Lapsus Thypoid

LAPORAN KASUS

DEMAM TIFOID

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. R

Jenis kelamin : Laki-Laki

Tanggal lahir : 19 Maret 1996 (19 tahun0

Alamat : Jalan Ca’dika No. 24 Maros

No. Rekam Medik : 710709

Usia : 19 tahun

Tanggal Pemeriksaan : 6 mei 21015

II. ANAMNESIS

1) Keluhan utama

Demam

2) Riwayat penyakit sekarang

Keluhan demam dialami sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit, dirasakan

terus menerus dan demam dirasakan lebih tinggi pada sore dan malam hari. Saat pasien

demam tidak disertai keringat ataupun mengigil.

Sebelum demam pasien tidak bergian ke daerah daerah tetentu sebelumnya dan

sering mengkonsumsi jajanan seperti bakso di sekitar rumah.Keadaan lingkungan

tempat tinggal pasien bersih dan setiap pagi halaman rumah pasien

dibersihkan.Aktivitas pasien sehari hari adaah bersekolah dan rutin berolahraga setiap

minggu. Pada anggota keluarga tidak didapati keluhan yang sama seperti pasien.

.Sakit kepala ada, pusing ada dirasakan pada saat demam.

Batuk ada disertai dahak berwarna putih kadang kuning dan hijau.

Mual dan Muntah ada 1-2 kali sehari, berisi sisa makanan yang dimakan pasien

Nyeri perut ada. Pada daerah epigastrium, riwayat nyeri perut sebelumnya

tidak ada.

Page 4: Lapsus Thypoid

Buang air kecil tidak mengalami gangguan, lancar warna kuning dan kesan

cukup. Buang air besar encer, ampas ada darah tidak ada.

Pasien juga sekarang mengalami penurunan nafsu makan dan merasa lemah.

Pasien tidak memperhatikan apakah terdapat perubahan pada berat badannya, namun

ukuran pakaian dan celana biasa-biasa saja. Pasien sempat berobat ke dokter dan

diberikan beberapa obat paracetamol dan metronidazole obatnya sudah habis dimakan

namun keluhan tetap ada.

3) Riwayat penyakit dahulu

Riwayat menderita penyakit sebelumnya tidak ada, riwayat penyakit yang sama

dalam keluarga dan sekitar lingkungan tidak ada.

Riwayat alergi disangkal oleh pasien.

4) Riwayat keluarga

Ayah : Hidup dan sehat

Ibu : Hidup dan sehat

Saudra : 2 orang hidup dan

5) Riwayat Pribadi

Riwayat pekerjaan : Pelajar dan tinggal bersama keluarga

Riwayat alergi : Disangkal

Riwayat imunisasi : Lengkap

Olahraga : Rutin setiap minggu

Kebiasaan makan : Sering mengkosumsi jajanan luar

Merokok : Tidak pernah

Alkohol : Tidak pernah

Page 5: Lapsus Thypoid

III. Pemeriksaan Fisik (6 Mei 2105)

Status Present :

Sakit sedang/ gizi baik/ Compos mentis (GCS 15)

Tanda vital :

Tekanan Darah : 120/80

Nadi : 80 x / menit

Pernapasan : 24 x / menit

Suhu : 38,0C

Kepala : Ekspresi : Biasa

Wajah : Simetris kiri = kanan

Deformitas : tidak ada

Rambut : hitam, lurus, kering, sukar dicabut

Mata : Eksopthalmus/Enophtalmus : tidak ada

Kelopak mata : edema palpebra tidak ada, ptosis tidak ada

Konjungtiva : anemis tidak ada

Sklera : ikterus tidak ada

Kornea : jernih, refleks cahaya dextra = sinistra

Pupil : isokor, diameter 2.5 mm/2.5 mm

Telinga : Tophi : Tidak ada

Pendengaran : normal

Hidung : Perdarahan : Tidak ada

Sekret : tidak ada

Mulut : Bibir : kering ada

Mulut : Stomatitis tidak ada

Tonsil : T1-T1 hiperemis tidak ada

Faring : Hiperemis tidak ada

Gigi geligi : caries dentis tidak ada

Page 6: Lapsus Thypoid

Gusi : Perdarahan tidak ada

Lidah : Kotor ada tepi hiperemis

Leher : Kelenjar getah bening : pembesaran tidak ada

Kelenjar gondok : pembesaran tidak ada

DVS : R+1 cm H2O

Massa Tumor : tidak ada

Thoraks : Inspeksi :Simetris kiri dan kanan,

Payudara : simetris kiri = kanan

Sela iga : kesan normal

Pembuluh darah : Spider nevi tidak ada

Palpasi :Nyeri tekan : tidak ada

Massa tumor : tidak ada

Vokal fremitus : kiri = kanan

Perkusi :Sonor kiri = kanan

Batas paru hepar : ICS VI dextra anterior

Batas paru belakang kanan : Vertebra Thoracal X

Batas paru belakang kiri : Verteba Thoracal XI

Auskultasi :Bunyi pernapasan : Vesikuler

Bunyi tambahan : Ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada

Jantung : Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak

Palpasi : Iktus cordis tidak teraba

Perkusi :Pekak

Batas jantung kiri ICS V linea midclavicula sinistra

Batas jantung kanan ICS IV linea parasternalis dextra

Batas jantung atas l ICS II parasternalis sinistra

Batas jantung bawah ICS V midclavicularis sinistra

Auskultasi :Bunyi jantung I/II murni reguler, murmur tidak ada

Abdomen : Inspeksi : Datar ikut gerak napas

Auskultasi : Peristaltik ada, kesan normal

Palpasi : Massa tumor tidak ada, nyeri tekan epigastrium tidak

ada,Hepar dan lien tak teraba.

Page 7: Lapsus Thypoid

Ginjal : ballotement tidak ada kiri dan kanan

Perkusi :Tympani

Ekstremitas : Edema : tidak ada, bercak kemerahan ada pada kedua extremitas superior

dan kedua extremitas inferior.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

HASIL LABORATORIUM (5 Mei 2015)

Hematologi

Tes Hasil Satuan Nilai Normal

Darah Lengkap      

Hemoglobin 12,8 (↓) g/dl 13,20 - 17,30

Hematokrit 37,1 (↓) % 40,00 - 52,00

Eritrosit 4,84 10^6/µl 4,40 - 5,90

Leukosit 6.1 10^3/µl 3,80 - 10,60

Hitung jenis      

Basofil 1,2 % 0 – 1

Eosinofil 0,7 % 1 – 3

Limfosit 25,3 % 25 – 40

Monosit 6,6 % 2 – 8

Trombosit 49 10^3/µl 150,000 - 440,000

Biokimia

SGOT (AST)

47 (↑) u/l <38

SGPT (ALT) 65 (↑) u/l <41

Fungsi Ginjal

 Ureum

21 mg/dl 10-50

Creatinine 0,80 mg/dl L(<1.3);P(<,1.1)

Elektrolit

Natrium

133 127

3.3 3.5

Mmol/L

Mmol/L

136-145

3.5-5.1

Page 8: Lapsus Thypoid

Kalium

Klorida

100 97 Mmol/L 97-111

Widal

S. typhi

-

O: pos 1/320;

H : 1/60

S. paratyphi A O: Neg;

H:1/80

S. paratyphi B O :Neg;

H:1/160

S. paratyphi C O:1/80 H:

1/80

Tubex Test (IgM

salmonella)

Postif/6

DHF IgG/igM Negatif –

V. RESUME

Seorang laki laki umur 19 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan demam dialami sejak

10 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam diraskan terus menerus dan suhunya lebih

tinggi pada sore hari dan malam hari. Sebelum demam pasien tidak bergian ke daerah

daerah tetentu sebelumnya dan sering mengkonsumsi jajanan seperti bakso di sekitar

rumah. Keadaan lingkungan tempat tinggal pasien bersih dan setiap pagi halaman

rumah pasien dibersihkan.Sakit kepala ada, pusing ada dirasakan pada saat demam.m

Selain demam pasien juga megeluhkan sakit kepala saat demam, batuk ada

disertai dengan dahak yag berwana putih kekuningan. Mual dan muntah ada dialami 1

hari setelah demam frekuensi 1-2 kali sehari berisi sisa makanan. Nyeri perut ada pada

daerah epigastrium, riwayat nyeri perut sebelumnya tidak ada.

Pada pemeriksaan fisis awal didapatkan pasien dalam keadaan lemas, GCS 15,

tekanan darah 120/80 mmHg,nadi 80 x/menit, pernapasan 20 x/menit. Anemis dan

ikterik tidak tampak, bibir kering ada, lidah kotor ada dan tampak hiperemis pada

pinngir lidah.Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan enzim

transminase, hiponatremia, trombositopenia tes widal titer O: 1/320 dan IgM

Page 9: Lapsus Thypoid

salmonella positif (+)6 . Berdasarkan anamnesis,pemeriksaan fisis dan penunjang

pasien ini didiagnosis debagai demam tifoid.

VI. Assesment

Diagnosis Kerja

Demam tifoid

Diagnosis Banding

1. Malaria

VII. Planning

a. Pengobatan

- Diet biasa rendah serat

- Infus Nacl 0,5 % 500 cc

- Ceftriaxone 2 gram/ 24 jam/drips dalam NaCl 100cc

- Paacetamol tab 500 mg/8jam/oral

- Ambroxol 30 mg/8jam/oral

b. Rencana Pemeriksaan

- Urinalisa

- Kultur Darah

IX. Prognosis

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

Ad sanactionam : dubia

Page 10: Lapsus Thypoid

CATATAN PERJALANAN PENYAKIT

TANGGAL PERJALANAN PENYAKIT TERAPI

05/05/2015

BP : 120/80

HR : 88 x/menit

RR: 20 x/menit

T : 39,0 C

Perawatan hari- 1

S : Demam sudah 10 hari, pusing ada,

batuk ada, mual muntah ada, BAB

encer ada.

O : sakit sedang/gizi baik/ GCS 15

Anemis (-) , lidah kotor (+), nyeri

tekan epgastrium (+),

Hasil Laboratorium (4/5/2015)

WBC : 6100

HGB : 12,8

HCT : 37,1

PLT : 49000

Natrium : 133

Kalium : 3.3

Klorida : 100

SGOT : 47

SGPT : 65

GDS : 107

DHF IgM/IgG : -/-

IgM salmonella : +6

Tes widal : Titer O = 1/320

A : - Demam Tifoid

Peningkatn enzim transminase

Trombositopenia

R/

-Diet makanan biasa rendah

serat

-Ceftriaxon 3 gam/ 24jam/

intravena (drips dalam nacl

0,9% 100cc)

-Paracetamol tab/8jam/oral

-ambroxol 30 mg/8jam/oral

-Maxiliv 1 tablet/8jam/oral

--Infus Nacl 0,9 % 500 cc

06/05/2015

BP : 120/80mmHg

Perawatan hari- 2

S : Demam sudah 11 hari, pusing ada,

R/

-Diet makanan biasa rendah

Page 11: Lapsus Thypoid

HR : 88 x/menit

RR: 20 x/menit

T : 39,4 C

batuk ada, mual muntah ada, BAB

encer ada.

O : sakit sedang/gizi baik/ GCS 15

Anemis (-) , lidah kotor (+), nyeri

tekan epgastrium (+),

Hasil Laboratorium (5/5/2015)

WBC : 6100 5880

HGB : 12,8 12,3

HCT : 37,1 36,6

PLT : 49000 41000

Natrium : 133

Kalium : 3.3

Klorida : 100

SGOT : 47

SGPT : 65

GDS : 107

DHF IgM/IgG : -/-

IgM salmonella : +6

Tes widal : Titer O = 1/320

A : - Demam Tifoid

Peningkatn enzim transminase

Trombositopenia

serat

-Ceftriaxon 3 gam/ 24jam/

intravena (drips dalam nacl

0,9% 100cc

-Paracetamol tab/8jam/oral

-ambroxol 30 mg/8jam/oral

-new diatabs 2-1-1

-Maxiliv 1 tablet/8jam/oral

--Infus Nacl 0,9 % 500 cc

- metilprednisolon 125

mg/24jam/intravena

07/05/2015

BP : 110/80mmHg

HR : 88 x/menit

RR: 20 x/menit

T : 37,4 C

Perawatan hari- 3

S : Demam sudah 12 hari naik turun,

pusing ada, batuk ada, mual muntah

ada, BAB encer (-).

O : sakit sedang/gizi baik/ GCS 15

Anemis (-) , lidah kotor (-), nyeri

tekan epgastrium (+), Perdarahan

tidak ada

R/

-Diet makanan biasa rendah

serat

-Ceftriaxon 3 gam/ 24jam/

intravena (drips dalam nacl

0,9% 100cc) -Paracetamol

tab/8jam/oral

-Paracetamol tab/8jam/oral

Page 12: Lapsus Thypoid

Hasil Laboratorium (6/5/2015)

WBC : 6100 5880

HGB : 12,8 12,3

HCT : 37,1 36,6

PLT : 49000 41000

Natrium : 133127

Kalium : 3.3

Klorida : 100

SGOT : 47

SGPT : 65

GDS : 107

DHF IgM/IgG : -/-

IgM salmonella : +6

Tes widal : Titer O = 1/320

A : - Demam Tifoid

Peningkatn enzim transminase

Trombositopenia

-ambroxol 30 mg/8jam/oral

-Maxiliv 1 tablet/8jam/oral

--Infus Nacl 0,9 % 500 cc

- metilprednisolon 125

mg/24jam/intravena

08/05/2015

BP : 110/80mmHg

HR : 88 x/menit

RR: 20 x/menit

T : 37,4 C

Perawatan hari- 4

S : Demam sudah 14 hari naik turun,

pusing (-), batuk(-), mual muntah

berkurang , BAB encer (-).

O : sakit sedang/gizi baik/ GCS 15

Anemis (-) , lidah kotor (-), nyeri

tekan epgastrium (+), Perdarahan

tidak ada

Hasil Laboratorium (6/5/2015)

WBC : 58802900

HGB : 12,312,7

HCT : 37,1 36,637,5

PLT : 4100020000

R/

-Diet makanan biasa rendah

serat

-Ceftriaxon 3 gam/ 24jam/

intravena (drips dalam nacl

0,9% 100cc)

-Paracetamol tab/8jam/oral

-Maxiliv 1 tablet/8jam/oral

--Infus Nacl 0,9 % 500 cc

- metilprednisolon 125

mg/24jam/intravena

Cek trombosit per 12 jam

Page 13: Lapsus Thypoid

Natrium : 133127

Kalium : 3.3

Klorida : 100

SGOT : 47

SGPT : 65

GDS : 107

DHF IgM/IgG : -/-

IgM salmonella : +6

Tes widal : Titer O = 1/320

A : - Demam Tifoid

Peningkatn enzim transminase

Trombositopenia

09/05/2015

BP : 110/80mmHg

HR : 88 x/menit

RR: 20 x/menit

T : 37,4 C

Perawatan hari- 5

S : Demam sudah 15 hari naik turun,

pusing (-), batuk(-), mual muntah

berkurang , BAB encer (-).

O : sakit sedang/gizi baik/ GCS 15

Anemis (-) , lidah kotor (-), nyeri

tekan epgastrium (+), Perdarahan

tidak ada

Hasil Laboratorium (8/5/2015)

WBC : 29002600

HGB : 12,7

HCT : 37,5

PLT : 2000026000

Natrium : 133127

Kalium : 3.3

Klorida : 100

SGOT : 47

SGPT : 65

R/

-Diet makanan biasa rendah

serat

-Ceftriaxon 3 gam/ 24jam/

intravena (drips dalam nacl

0,9% 100cc)

-Paracetamol tab/8jam/oral

-Maxiliv 1 tablet/8jam/oral

--Infus Nacl 0,9 % 500 cc

- metilprednisolon 125

mg/24jam/intravena

Cek trombosit per 12 jam

Page 14: Lapsus Thypoid

GDS : 107

DHF IgM/IgG : -/-

IgM salmonella : +6

Tes widal : Titer O = 1/320

A : - Demam Tifoid

Peningkatn enzim transminase

Trombositopenia

-

X. Analisa Kasus

Pada pasien didapatkan manifestasi klinis berupa demam sejak 10 hari sebelum masuk

rumah sakit yang lebih sering timbul pada malam hari. Demam awalnya tidak terlalu dirasa

tinggi namun semakin lama semakin panas pada hari-hari berikutnya, adanya lidah kotor.Dari

gejala-gejala tersebut yang dapat dipikirkan adalah demam tifoid dan diagnosis banding.

Malaria dijadikan diagnosis banding demam tifoid karena pada malaria ditemukan

demam, sakit kepala, malaise, nyeri sendi dan tulang, anoreksia, nyeri perut, diare, dan

hepatomegali. Malaria juga merupakan penyakit endemik di beberapa daerah di Indonesia. Dari

anamnesis diketahui pasien tidak melakukan perjalanan ke tempat-tempat selain Tangerang dan

sekitarnya. Selain itu malaria juga memiliki pola demam yang khas yaitu demam intermiten,

sedangkan demam yang dialami pasien adalah demam remiten dimana suhu badan dapat turun

setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal. Perbedaan suhu dapat mencapai 2°.

Jika dilihat pola demam pasien yang cenderung meningkat pada malam hari dan

peningkatan suhu yang semakin tinggi setelah masuk minggu kedua, ditambah dengan adanya

lidah kotor dan nafsu makan menurun. maka diagnosis sementara adalah suspek demam tifoid.

Namun hal ini masih perlu dibuktikan dengan beberapa pemeriksaan. Untuk menegakkan

diagnosis demam tifoid harus terbukti ditemukannya kuman Salmonella typhi pada kultur dengan

spesimen darah pada akhir minggu pertama, spesimen urin pada minggu ketiga, atau spesimen

feses pada minggu kedua dan ketiga.

Page 15: Lapsus Thypoid

Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh kuman gram negatif

Salmonella typhi. Selama terjadi infeksi, kuman tersebut bermultiplikasi dalam sel fagositik

mononuklear dan secara berkelanjutan dilepaskan ke aliran darah.

Istilah demam tifoid sebaiknya tidak dikacaukan dengan tifus yang sering disebutkan

oleh masyarakat awam karena istilah tifus mengarah kepada suatu kelompok penyakit infeksius

yang disebabkan oleh organisme Rickettsial yang dapat mengakibatkan penyakit demam akut.

Penyakit tifus ditransmisikan oleh vektor artropoda seperti Pediculosis corporis yang

mengandung Rickettsia prowazekii yaitu agen etiologi tifus ke manusia. Gejala-gejala demam

tifoid memang mirip dengan tifus maka dinamakan tifoid (menyerupai tifus).

Salmonellosis dibagi menjadi 2 yaitu demam tifoid/enterik yang disebabkan oleh S.typhi

dan S.paratyphi serta salmonellosis nontifoidal yang disebabkan oleh S.typhimurium dan

S.enteritidis. Transmisi salmonellosis nontifoidal berasal dari makanan yang terkontaminasi

misalnya daging yang kurang matang, makanan laut, produk susu sapi yang tidak terpasteurisasi,

dan makanan mentah lainnya. Transmisi S.enteritidis terutama berasal dari telur. Infeksi juga

dapat terjadi apabila seseorang terpapar dengan hewan terutama reptil. Pada salmonellosis

nontifoidal manifestasi klinis yang timbul adalah demam hingga menggigil, mual, muntah, nyeri

abdominal, diare dengan konsistensi cair tanpa darah, nyeri kepala, tenesmus, dan mialgia yang

timbul 6-48 jam setelah terpapar organisme penyebab. Demam biasanya membaik dalam 48 jam.

Pada beberapa kasus yang jarang dapat yang dapat ditemukan diare bervolume banyak seperti

pada kolera namun dapat sembuh secara spontan dalam 3-7 hari.

Jika organisme Salmonella masuk ke dalam tubuh manusia sebanyak 103-106 maka

individu tersebut akan terinfeksi. Infeksi Salmonella dapat mengakibatkan 3 sindroma yang

berbeda, yaitu enterokolitis nontifoidal, penyakit fokal nontifoidal, atau demam tifoid/demam

enterik. Infeksi ekstraintestinal yang dapat terjadi pada salmonellosis nontifoidal adalah

bakteriemia (5% kasus) yang dapat berkembang menjadi infeksi lokal seperti aneurisma aortik,

abses, meningitis, pneumonia, infeksi saluran kemih, dan lain-lain. Penyakit fokal nontifoidal

diakibatkan oleh bakteriemia yang sementara ataupun permanen. Hampir semua organ dapat

terkena, namun lokasi-lokasi yang rentan terkena biasanya merupakan organ yang memang

memiliki abnormalitas atau kelainan struktural.

Demam yang timbul sebagai gejala demam tifoid merupakan akibat dari terangsangnya

makrofag oleh kuman Salmonella typhi sehingga makrofag melepas sitokin, interleukin, dan

Page 16: Lapsus Thypoid

mediator-mediator inflamasi lainnya yang dapat mengganggu termoregulasi tubuh sehingga

timbullah demam. Demam biasanya berkisar antara suhu 39° - 40° C.

Pada pasien telah diperiksa uji Widal namun sekarang sudah kurang dipakai karena

Indonesia merupakan negara yang endemik demam tifoid. Apalagi pada pasien baru diperiksa

Widal satu kali. Seharusnya satu minggu kemudian diperiksa lagi apakah ada kenaikan titer 4x

lipat. Pada prinsipnya pemeriksaan Widal menggunakan reaksi aglutinasi yang terjadi bila serum

penderita dicampur dengan suspensi antigen Salmonella typhi. Pemeriksaan disebut positif

apabila terjadi reaksi aglutinasi. Dengan mengencerkan serum, maka kadar zat anti dapat

ditentukan, yaitu pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan reaksi aglutinasi.

Untuk mendukung diagnosis yang diperlukan ialah titer zat anti tehadap antigen O. titer

yang bernilai 1/200 atau lebih dan atau menunjukkan kenaikan yang progresif diperlukan untuk

membuat diagnosis. Titer tersebut mencapai puncaknya bersamaan dengan penyembuhan

penderita dan bertahan hingga 4-6 bulan. Titer terhadap antigen H tidak diperlukan untuk

diagnosis karena tetap bertahan hingga 9-12 bulan setelah mendapat imunisasi atau penderita

telah lama sembuh. Pemeriksaan widal tidak selalu positif walaupun penderita sungguh-sungguh

menderita demam tifoid.

Sebaliknya titer dapat positif (False Positive) pada keadaan tertentu seperti didapatkan

Titer O dan H tinggi karena terdapatnya aglutinin normal akibat infeksi kuman E. coli patogen

dalam usus, Pada neonates dimana zat anti tersebut diperoleh dari ibunya melalui plasenta,

terdapat infeksi silang dengan Rickettsia (Weil Felix), serta akibat imunisasi secara alamiah

karena masuknya basil peroral atau pada keadaan infeksi subklinis.

Pada kasus ini pasien sempat pergi ke dokter dan diberi obat paracetamol dan

metronidazole dan obat sudah habis dimakan tapi keluhan tetap ada, hal tersebut dimungkinkan

karena obat yang diberikan tidak cocok untuk pengobatan mikroorganisme penyebab penyakit

atau kemungkinan yang kedua adalah pasien mengalami resistensi obat.

Saran pemeriksaan tambahan untuk kasus ini adalah pemeriksaan IgG anti-Salmonella,

kultur mikroorganisme dari spesimen darah, uji resitensi dan sensitivitas obat untuk menentukan

pemilihan obat yang cocok bagi pasien, namun karena menunggu hasilnya lama maka

pengobatan tetap dimulai sesuai protokol yang ada.

Pada pasien ini dapat diberikan obat pilihan utama saat ini yaitu golongan Cephalosporin

generasi ketiga seperti Ceftriaxone 1-2 gram intravena atau intramuskular selama 5 hari atau 3

Page 17: Lapsus Thypoid

gram dalam 3 hari dan Cefotaxime 1-2 gram intravena atau intramuskular.Fluoroquinolone

selama 5-7 hari seperti Ciprofloksasin 20 mg/kgbb/hari selama 6 hari atau Levofloksasin 10

mg/kgbb/hari selama 1-2 minggu atau Ofloxacin 20 mg/kgbb/hari selama 7 hari.

Page 18: Lapsus Thypoid

PENDAHULUAN

Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh kuman gram negatif

Salmonella typhi. Selama terjadi infeksi, kuman tersebut bermultiplikasi dalam sel fagositik

mononuklear dan secara berkelanjutan dilepaskan ke aliran darah.1

Pada tahun 2000, terdapat sekitar 21,6 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dan

diantaranya menyebabkan 216.500 kematian. Insidensi demam tifoid di Asia Tengah, Selatan,

dan Tenggara serta Afrika Selatan mencapai lebih dari 100 kasus per 100.000 populasi setiap

tahunnya.2,3

Di Indonesia sendiri demam tifoid merupakan penyakit endemik dan tergolong penyakit

menular yang tercantum dalam undang-undang nomor 6 tahun 1962 tentang wabah. Menurut

data dari Departemen Kesehatan RI, frekuensi kejadian demam tifoid di Indonesia pada tahun

1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan frekuensi menjadi 15,4 per 10.000

penduduk.1

Manifestasi klinis yang timbul pada penderita demam tifoid adalah demam yang

berkepanjangan dimana awalnya tidak terlalu tinggi namun lama kelamaan terus meningkat,

dapat disertai rasa menggigil, sakit kepala, berkeringat, batuk, malaise, dan atralgia. Gejala-

gejala saluran pencernaan bervariasi mulai dari diare, konstipasi, mual, muntah, sampai

anoreksia.4

Karena demam tifoid merupakan endemik di negara ini dan insidensinya yang masih

tinggi, pencegahan dan tatalaksana penting diketahui sehingga tidak menimbulkan komplikasi

seperti perdarahan usus, perforasi usus, ileus paralitik, dan komplikasi ekstra-intestinal seperti

meningitis, miokarditis, pleuritis, pneumonia, hepatitis, kolesistitis, glomerulonefritis,

pielonefritis, osteomielitis, spondilitis, artritis, dan lain-lain.

Page 19: Lapsus Thypoid

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh kuman gram negatif Salmonella

typhi. Selama terjadi infeksi, kuman tersebut bermultiplikasi dalam sel fagositik mononuklear

dan secara berkelanjutan dilepaskan ke aliran darah.1

Epidemiologi

Demam tifoid merupakan penyakit endemik di Indonesia. Penyakit ini termasuk penyakit

menular yang tercantum dalam undang-undang nomor 6 tahun 1962 tentang wabah.

Surveilans Departemen Kesehatan RI, frekuensi kejadian demam tifoid di Indonesia pada

tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan frekuensi menjadi 15,4 per

10.000 penduduk. Dari survey berbagai rumah sakit di Indonesia dari tahun 1981 sampai

dengan 1986 memperlihatkan peningkatan jumlah penderita sekitar 35,8% yaitu dari 19.596

menjadi 26.606 kasus. Case Fatality Rate (CFR) demam tifoid pada tahun 1996 sebesar

1,08% dari seluruh kematian di Indonesia. 1,2,3

Etiologi

Demam tifoid disebabkan oleh jenis salmonella tertentu yaitu S. typhi, S. paratyphi A, S.

paratyphi B, dan S. paratyphi C. Demam yang disebabkan oleh S. Typhi cenderung untuk

menjadi lebih berat daripada bentuk infeksi salmonella yang lain. Salmonella merupakan

bakteri batang gram negatif yang bersifat motil, tidak membentuk spora, dan tidak berkapsul.

Kebanyakkan strain meragikan glukosa, manosa dan manitol untuk menghasilkan asam dan

gas, tetapi tidak meragikan laktosa dan sukrosa. Organisme salmonella tumbuh secara aerob

dan mampu tumbuh secara anaerob fakultatif. Kebanyakan spesies resistent terhadap agen

fisik namun dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 54,4º C (130º F) selama 1 jam atau 60

º C (140 º F) selama 15 menit. Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang

rendah selama beberapa hari dan dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam

sampah, bahan makannan kering, agen farmakeutika, dan bahan tinja. Salmonella memiliki

Page 20: Lapsus Thypoid

antigen somatik O dan antigen flagella H. Antigen O adalah komponen lipopolisakarida

dinding sel yang stabil terhadap panas sedangkan antigen H adalah protein labil panas.

Antigen Vi adalah simpai atau kapsul kuman. Masa inkubasi S. typhi adalah 3-21 hari.

Patogenesis

Salmonella typhi masuk ketubuh manusia melalui makanan dan air yang tercemar. Sebagian

kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus. Jika IgA

kurang baik pertahanannya, maka kuman akan menembus sel-sel epitel terutama sel M dan

menuju ke lamina propia. Di lamina propia kuman akan berkembangbiak. Sebagian kuman

akan ditangkap dan digagosit oleh sel mononuklear, namun masih dapat hidup di dalam

makrofag tersebut, dibawa ke Payer’s patch ileum distal, menuju kelenjar getah bening

mesenterika, melalui duktus toraksikus ke sirkulasi darah, terjadilah bakteriemi I namun

masih asimtomatik. Setelah berkembangbiak di RES dan tersebar ke organ-organ RES seperti

hati dan limpa, kuman akan keluar dari makrofag, berkembangbiak di luar sel atau ruang

sinusoid dan masuk lagi ke dalam sirkulasi darah, maka terjadilah bakteriemi II yang dapat

menimbulkan gejala-gejala sistemik.

Dari hepar, kuman masuk ke kantong empedu, berkembangbiak, dan diekskresi secara

intermiten ke lumen usus bersama-sama dengan cairan empedu. Sebagian akan keluar lewat

feses, dan sisanya akan menembus usus masuk ke darah.

Interaksi Salmonella typhi dengan makrofag memunculkan mediator-mediator lokal sehingga

peyer’s patches mengalami hiperplasi jaringan, nekrosis dan ulkus (hipersensitivitas tipe

IV/lambat). Secara imunulogi, di usus diproduksi IgA sekretorik yang berfungsi mencegah

melekatnya Salmonella typhi pada mukosa usus. Imunitas humoral sistemik, diproduksi IgM

dan IgG untuk memudahkan fagositosis Salmonella typhi oleh makrofag. Imunitas seluler

berfungsi untuk membunuh Salmonalla intraseluler.

Pada gejala sistemik timbul demam, instabilitas vaskuler, inisiasi sistem beku darah, depresi

sumsum tulang, bahkan nekrosis organ bila pembuluh darah di sekitar peyer’s patches

mengalami erosi dan perdarahan.

Page 21: Lapsus Thypoid

Manifestasi Klinis

Masa inkubasi Salmonella Typhi berlangsung selama 3-21 hari. Transmisi atau penularannya

dapat terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi S. typhi. Selama masa

inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri

kepala, dan tidak bersemangat. Kemudian menyusul gejala klinis yang biasa ditemukan,

yaitu:

1. Demam

Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung tiga minggu. Bersifat febris remiten dan

suhu tidak terlalu tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat

setiap hari, biaasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari.

Dalam minggu kedua, penderita terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggun ketiga

suhu badan berangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.

2. Gangguan pada saluran pencernaan

Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecah-pecah. Lidah ditutupi

selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan, dapat disertai tremor.

Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa

membesar disertai nyeri pada saat perabaan. Dapat ditemukan gejala konstipasi, diare, dan

kombinasi keduanya. Selain itu dapat disertai gejala mual dan muntah.

3. Gangguan kesadaran (gejala susunan saraf pusat)

Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam, yaitu apatis sampai

somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah. Pada punggung dan anggota gerak dapat

ditemukan rose spots, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit.

Rose spots biasanya ditemukan dalam akhir minggu pertama demam pada 25% kasus.

Kadang-kadang ditemukan bradikardia dan mungkin pula ditemukan epistaksis.

Page 22: Lapsus Thypoid

Rose spots

pada

abdomen

seorang

pasien

dengan

demam

tifoid akibat Salmonella typhi.

Courtesy of CDC/Armed Forces Institute of Pathology, Charles N. Farmer.

Diagnosa

Diagnosa demam tifoid dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik serta

ditunjang oleh pemeriksaan laboratorik seperti ditemukannya leukopenia, anesonofilia, dan

limfositosis relatif pada permulaan timbulnya gejala. Mungkin terdapat anemia dan

trombositopenia ringan.

Pada pemeriksaan sumsung tulang dapat ditemukan gambaran sumsum tulang berupa

hiperaktif RES dengan adanya sel makrofag sedangkan sistem eritropoesis, granulopoesis,

dan trombopoesis berkurang.

Pada biakan empedu dapat ditemukan kuman Salmonella typhi dalam darah penderita

biasanya dalam minggu pertama sakit. Selanjutnya lebih sering ditemukan dalam urin dan

feces dan mungkin akan tetap positif untuk waktu yang lama. Oleh karena itu pemeriksaan

yang positif dari contoh darah digunakan untuk menegakkan diagnosis, sedangkan

pemeriksaan negatif dari contoh urin dan fases 2 kali berturut-turut digunakan untuk

menentukan bahwa penderita telah benar-benar sembuh dan bukan karier.

Page 23: Lapsus Thypoid

Pemeriksaan Widal dapat dipakai untuk mendukung adanya diagnosis demam tifoid, namun

sekarang pemeriksaan Widal sudah mulai ditinggalkan. Prinsip pemeriksaannya ialah reaksi

aglutinasi yang terjadi bila serum penderita dicampur dengan suspensi antigen Salmonella

typhi. Pemeriksaan yang positif ialah bila terjadi reaksi aglutinasi. Dengan jalan

mengencerkan serum, maka kadar zat anti dapat ditentukan, yaitu pengenceran tertinggi yang

masih menimbulkan reaksi aglutinasi. Untuk menegakkan diagnosis yamg perlu diperlukan

ialah titer zat anti tehadap antigen O. titer yang bernilai 1/200 atau lebih dan atau

menunjukkan kenaikan yang progresif diperlukan untuk membuat diagnosis. Titer tersebut

mencapai puncaknya bersamaan dengan penyembuhan penderita. Titer terhadap antigen H

tidak diperlukan untuk diagnosis karena dapat tetap tinggi setelah mendapat imunisasi atau

penderita telah lama sembuh. Tidak selalu pemeriksaan widal positif walaupun penderita

sungguh-sungguh menderita demam tifoid sebagaimana terbukti pada autopsi setelah

penderita meninggal dunia.

Sebaliknya titer dapat positif (False Positive) pada keadaan tertentu seperti didapatkan Titer

O dan H tinggi karena terdapatnya aglutinin normal akibat infeksi kuman E. coli patogen

dalam usus, Pada neonates dimana zat anti tersebut diperoleh dari ibunya melalui plasenta,

terdapat infeksi silang dengan Rickettsia (Weil Felix), serta akibat imunisasi secara alamiah

karena masuknya basil peroral atau pada keadaan infeksi subklinis.

Diagnosis Banding

Bila tedapat demam yang lebih dari satu minggu sedangkan penyakit yang dapat

menerangkan penyebab demam tersebut belum jelas, penyakit-penyakit yang perlu dipikirkan

selain demam tifoid adalah demam dengue, influenza, tuberkulosis, malaria, dan lain-lain.

Tatalaksana

Tatalaksana meliputi tatalaksana medikamentosa dan non-medikamentosa.

a. Tatalaksana medikamentosa

Obat pilihan utama adalah golongan Fluoroquinolone selama 5-7 hari seperti

Ciprofloksasin 20 mg/kgbb/hari selama 6 hari atau Levofloksasin 10 mg/kgbb/hari

Page 24: Lapsus Thypoid

selama 1-2 minggu. Namun golongan Fluoroquinolone tidak boleh diberikan pada anak-

anak karena akan mengganggu pertumbuhan tulang karena mempercepat penutupan

epifisis. Maka dapat diganti dengan obat golongan Cephalosporin generasi ketiga seperti

Ceftriaxone dan Cefotaxime. Pada orang dewasa yang resisten terhadap golongan

Fluoroquinolone juga dapat diberikan golongan Cephalosporin generasi ketiga seperti

Ceftriaxone 1-2 gram intravena atau intramuskular selama 5 hari atau 3 gram dalam 3

hari dan Cefotaxime 1-2 gram intravena atau intramuskular.

Dulu obat pilihan utama adalah kloramfenikol, kecuali bila penderita mengalami

resistensi dapat diberikan obat lain misalnya ampisilin, kotrimoksasol, dan lain-lain.

Dianjurkan pemberian kloramfenikol dengan dosis yang tinggi, yaitu 100 mg/kgbb/hari,

diberikan 4 kali sehari peroral atau intramuskular atau intravena bila diperlukan.

Pemberian kloramfenikol dosis tinggi tersebut memberikan manfaat yaitu waktu

perawatan dipersingkat dan relaps tidak terjadi. Akan tetapi mungkin pembentukan zat

anti kurang, oleh karena basil terlalu cepat dimusnahkan. Penderita yang pulang perlu

diberikan suntikan vaksin Tipa.

Pada wanita hamil tidak boleh diberikan Kloramfenikol karena dapat menimbulkan

partus prematurus pada trimester ketiga dan kematian janin intrauterine. Tiamfenikol juga

tidak aman diberikan karena bersifat teratogenik pada trimester pertama. Maka pada

wanita hamil dapat diberian Ampicilin 50-150 mg/kgbb untuk 2 minggu, Amoxicilin 50-

150 mg/kgbb untuk 2 minggu, dan Ceftriaxone 1-2 gram intravena atau intramuscular

selama 5 hari atau 3 gram dalam 3 hari.

Bila terdapat komplikasi harus diberikan terapi yang sesuai. Misalnya pemberian cairan

intravena untuk penderita dengan dehidrasi dan asidosis. Bila terdapat bronkopneumonia

harus ditambahkan Penicilin dan lain-lain.

b. Tatalaksana non-medikamentosa

1. Isolasi penderita dan disinfeksi pakaian dan ekskreta untuk mencegah penularan

kuman ke orang-orang sekitar pasien.

Page 25: Lapsus Thypoid

2. Bedrest.

Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu normal kembali yaitu istirahat mutlak,

berbaring terus di tempat tidur. Seminggu kemudian boleh duduk dan selanjutnya boleh

duduk dan berjalan.

3. Perawatan yang baik dilakukan untuk mencegah komplikasi, mengingat sakit yang

lama, lemah, anoreksia dan lain-lain.

4. Pengaturan diet.

Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein. Bahan makanan

tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak

gas. Susu 2 kali satu gelas sehari perlu diberikan. Jenis makanan untuk penderita dengan

kesadaran menurun ialah makanan cair yang dapat diberikan melalui NGT. Bila pasien

sadar dan nafsu makan baik, maka dapat diberikan makanan lunak.

5. Banyak minum untuk mecegah dehidrasi karena pasien mengalami diare dan demam.

Komplikasi

1. Komplikasi intestinal umumnya jarang terjadi, akan tetapi sering fatal. Pada usus halus

dapat terjadi :

a. Perdarahan usus. Bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan

darah samar pada tinja dengan menggunakan benzidin. Bila perdarahan banyak

terjadi melena dan bila berat dapat disertai perasaan nyeri perut dengan tanda-

tanda renjatan.

b. Perforasi usus. Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelah itu dan terjadi

pada bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat

ditemukan bila terdapat udara di rongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang

Page 26: Lapsus Thypoid

dan terdapat udara diantara hati dan diafragma pada foto rontgen abdomen yang

dibuat dalam keadaan tegak.

c. Peritonitis. Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi

usus. Ditemukan gejala abdomen akut yaitu nyeri perut yang hebat, dinding

abdomen tegang (defense muscular) dan nyeri pada tekanan.

2. Komplikasi ekstra-intestinal yang terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis

(bakteremia) yaitu meningitis, kolesistis, ensefalopati dan lain-lain. Selain itu, komplikasi

ekstra-intestinal dapat terjadi karena infeksi sekunder misalnya pada bronkopneumonia.

Dehidrasi dan asidosis dapat timbul akibat masukan makanan yang kurang dan perspirasi

akibat suhu tubuh yang tinggi.

Prognosis

Umumnya prognosis tifus abdominalis pada anak baik asal penderita cepat berobat.

Mortalitas pada penderita yang dirawat ialah 6%. Prognosis menjadi buruk bila terdapat

gejala klinis yang berat seperti:

1. Panas tinggi (hiperpireksia) atau febris kontinu.

2. Kesadaran menurun sekali yaitu stupor, koma atau delirium.

3.Terdapat komplikasi yang berat misalnya dehidrasi atau asidosis, peritonitis,

bronkopneumonia dan lain-lain.

4. Keadaan gizi penderita buruk (malnutrisi energi protein).

Page 27: Lapsus Thypoid
Page 28: Lapsus Thypoid

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

4th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p1752-1757

2. Centers for Disease Control and Prevention. Typhoid fever. October 5, 2010. [cited 2011 Jan

8]. [Internet] Available at: http://www.cdc.gov/nczved/divisions/dfbmd/diseases/typhoid_fever/

3. Klotchko A, Mark RW. Salmonellosis. Mar 31, 2009. [cited 2011 Jan 11]. [Internet]

Available at: http://emedicine.medscape.com/article/228174-overview

4. Fauci AS, et al. Harrison’s Manual of Medicine. 17th ed. New York: McGraw Hill; 2009. p

456-457

5. Bhan MK, Bahl R, Bhatnagar S. Typhoid and parattyphoid fever. Lancet. Aug 2005;366:749-

62.

6. Brusch J. Typhoid fever. April 8, 2010. [cited 2011 Jan 11]. [Internet] Available at:

http://emedicine.medscape.com/article/231135-overview

7. Klotchko A. Salmonellosis. Mar 31, 2009. [cited 2011 Jan 8]. [Internet] Available at:

http://emedicine.medscape.com/article/228174-media

8. Kim AY, Goldberg MB, Rubin RH. Salmonella infections. In: Gorbach SL, Bartlett JG,

Blacklow NR, eds. Infectious Diseases. 3rd ed. Lippincott Williams and Wilkins; 2004:68

Page 29: Lapsus Thypoid

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama :Siti Fatimah binti Othman

Nim : C111 11 881

Judul Kasus : Gout Arthritis Kronik Bertofus

Telah menyelesaikan tugas tersebut dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu Penyakit Dalam Universitas Hasanuddin.

Makassar, Mei 2015

Supervisor Pembimbing

(Dr. dr. Faridin, Sp.PD-KR) (dr. Syahrir Parawansyah)

Page 30: Lapsus Thypoid