Lapsus Tb Ncank

88
BAB I LAPORAN KASUS A. IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. S Usia : 59 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : Gintung Rejo,Tegalrejo Pekerjaan : Pedagang Status : Sudah Menikah Agama : Islam Datang ke Rumah Sakit pada tanggal : 1 Juli 2013 ke IGD Anamnesis dilakukan secara : Autoanamnesis pada tanggal 1 Juli 2013 di IGD Rumah Sakit Tingkat II Dr.Soedjono Magelang B. Subjektif 1. Keluhan Utama Batuk 2. Riwayat Penyakit Sekarang Batuk sudah setahun yang lalu, batuk disertai dahak bewarna putih kekuningan, batuk tidak disertai darah pasien juga mengaku sesak pada saat batuk. Pasien juga mengeluh lemas, nafsu 1

description

nj

Transcript of Lapsus Tb Ncank

Page 1: Lapsus Tb Ncank

BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. S

Usia : 59 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Gintung Rejo,Tegalrejo

Pekerjaan : Pedagang

Status : Sudah Menikah

Agama : Islam

Datang ke Rumah Sakit pada tanggal : 1 Juli 2013 ke IGD

Anamnesis dilakukan secara : Autoanamnesis pada tanggal 1

Juli 2013 di IGD Rumah Sakit

Tingkat II Dr.Soedjono

Magelang

B. Subjektif

1. Keluhan Utama

Batuk

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Batuk sudah setahun yang lalu, batuk disertai dahak bewarna putih

kekuningan, batuk tidak disertai darah pasien juga mengaku sesak pada

saat batuk. Pasien juga mengeluh lemas, nafsu makan yang menurun dan

mual tapi tidak disertai dengan muntah. Setiap malam pasien mengaku

sering keluar keringat dingin.

r.

3. Keluhan Tambahan

- Demam dirasakan sejak 2 minggu yang lalu, demam dirasakan hilang

timbul dan paling terasa pada sore dan malam hari.

- Batuk sejak 2 minggu yang lalu, dahak sulit keluar, setiap batuk kepala

semakin nyeri dan perut juga terasa sakit saat batuk.

1

Page 2: Lapsus Tb Ncank

- Mual (+), muntah (-)

- Telinga berdenging +/+

- Penurunan berat badan ± 10 kg dalam 1 bulan ini (65kg 55kg)

- Penurunan nafsu makan

- BAB dbn, BAK saat mengeluarkan urin awalnya terasa panas, urin

awalnya keruh lalu jernih berwarna kuning tua.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Hipertensi (-), DM (-)

5. Riwayat Pengobatan

Sebelumnya sudah berobat ke Puskesmas dan Bidan tapi tidak ada

perubahan.

6. Riwayat Penyakit Keluarga

Di keluarga tidak ada yang memiliki gejala yang sama. Bapak pasien

menderita hipertensi.

7. Riwayat Sosial

Merokok : merokok 1 hari 2 bungkus, sejak 10 tahun yang

lalu.

Minum alkohol : disangkal

Olahraga : tidak rutin

Gizi seimbang : kurang terkontrol

8. Pekerjaan

Pasien bekerja sebagai buruh bangunan

C. Objektif

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 18 Mei 2013 di Bangsal Cempaka.

Keadaan Umum : Sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Tanda Vital

o Tekanan Darah : 130/80 mmHg

o Nadi : 100 x/menit

o Suhu : 38,50C

o Respirasi : 20 x/menit

2

Page 3: Lapsus Tb Ncank

Kepala & Leher

o Konjungtiva anemis (-/-)

o Sklera ikterik (-/-)

o Tidak ada pembesaran KGB leher

o Lidah kotor (-)

o JVP dbn

Thorax

o Cor:

Ictus cordis tidak terlihat, tidak teraba

Batas jantung kanan di linea parasternal kanan ICS IV,

batas jantung kiri di linea midclavicula ICS V

Bunyi jantung I >II reguler, murmur (-)

o Pulmo

Inspeksi : Simetris

Palpasi : Vocal fremitus simetris

Perkusi : Sonor/sonor

Auskultasi : Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-

Abdomen

Inspeksi : Datar, terdapat benjolan pipih ukuran ± 3x2 cm sejak 2

tahun yang lalu.

Auskultasi : Bising usus (+) normal, 5x/menit

Palpasi : Nyeri tekan (+) pada abdomen bagian epigastrium dan

umbilikus, tidak terdapat pembesaran hepar ataupun lien. Benjolan

di abdomen teraba lunak & immobile, nyeri tekan(-).

Perkusi : timpani

Ekstremitas

Terdapat benjolan seperti di abdomen, terletak di tangan kiri 3cm dari

siku bagian proximal, NT(-), immobile.

Edema (-/-/-/-)

Sianosis (-/-/-/-)

Akral hangat (+/+/+/+)

Capillary refill < 2 detik

3

Page 4: Lapsus Tb Ncank

D. Daftar masalah

1. Nyeri kepala sejak ± 1 bulan yang lalu, dan dirasakan paling nyeri 1

minggu ini

2. Demam sejak 2 minggu yang lalu

3. Batuk sejak 2 minggu yang lalu, dahak sulit keluar

4. Mual (+), muntah (-)

5. Telinga berdenging +/+

6. Penurunan berat badan ± 10 kg dalam 1 bulan ini (65kg 55kg)

7. Penurunan nafsu makan

8. BAB dbn, BAK saat mengeluarkan urin awalnya terasa panas, urin

awalnya keruh lalu jernih berwarna kuning tua.

Pemeriksaan Fisik

1. Suhu 38,5 0C

2. Palpasi : Nyeri tekan (+) pada abdomen bagian epigastrium dan

umbilikus, tidak terdapat pembesaran hepar ataupun lien

E. Assessment Sementara

• Non-infeksi

- Tumor serebri

- BIH (Benigna Intrakranial Hypertension)

• Infeksi

- Demam typhoid

- Bronkhitis akut

- TBC

- ISK

• Gastritis

• Immunodefisiensi

4

Page 5: Lapsus Tb Ncank

F. Planning

Planning Diagnostik

o Pemeriksaan Laboratorium

Darah rutin

Px. Widal

Px. urin

o Pemeriksaan Rontgen Thorax

o Pemeriksaan CT-scan

Planning Terapi

Supportif

Infus RL 20 tetes/menit

Simptomatik

Injeksi Levofloxacin 1x1

Injeksi Ranitidin 2x1

Pamol 4x1

Ulsafat 3x2 cth

Vometa 3x1

Planning Monitoring

o Observasi keadaan umum

o Tanda vital

o Efek samping obat

Planning Edukasi

o Bedrest

o Minum obat secara teratur

o Jika batuk, mulut ditutup

o Alat makan tidak dicampur

FOLLOW UP

19 Mei 2013

S:

5

Page 6: Lapsus Tb Ncank

- Nyeri kepala (+)

- Batuk (+)

- Lemas (+)

O:

- Keadaan Umum : sakit sedang

- Kesadaran : Compos Mentis

- Vital Sign :

TD : 110/70 mmHg Suhu : 36,50C

Nadi : 80 kali/menit RR : 22

- K/L : konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik, KGB tidak

membesar, JVP dalam batas normal.

- Px. Thorax

Paru :

I : simetris

P : vocal fremitus simetris kanan dan kiri

P : sonor/sonor

A : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung :

I : ictus cordis tidak tampak

P : ictus cordis kuat angkat

P : batas jantung dbn

A : S1>S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

- Abdomen :

I : datar

A : BU (+) , 6x/menit

P : NT (+), bagian epigastrium dan umbilikus, Hepar & Lien dbn

P : timpani

- Ekstremitas : Tidak ada edema, akral hangat, cap.refil <2 detik

A:

• Non-infeksi

- Tumor serebri

- BIH (Benigna Intrakranial Hypertension)

6

Page 7: Lapsus Tb Ncank

• Infeksi

- Demam typhoid

- Bronkhitis akut

- TBC

• Gastritis

• Immunodefisiensi

P:

- Terapi suportif

Infus RL 20 tpm

- Terapi Simptomatik

Infus Levofloxacin 1x1

Injeksi Ranitidin 2x1amp

Pamol 4x1

Ulsafat 3x1

Vometa 3x1

Hasil Pemeriksaan Penunjang Laboratorium tanggal 19 Mei 2013

Jenis Pemeriksaan Hasil Referensi

WBC 9,7 103/µL 4-10

RBC 4,86 106/mm3 3,5-5,5

HB 12,2 g/dl 11,0-15

HCT 35,4 % 35-50

PLT 364 103/mm3 150-450

PCT 0.261 % 0.100-0.500

MCV 73 fl 80-99 ↓

MCH 25,2 pg 26-32 ↓

MCHC 34,5 g/dl 32-36

RDW 16,8 % 10-15 ↑

MPV 7,2 fl 7,45-9,4 ↓

7

Page 8: Lapsus Tb Ncank

Diff Count

Jenis Hasil Referensi Jenis Hasil Referensi

% Lym 18 % 20-40 # Lym 1,7 103/mm3 0,6-4,1

% Mon 7,7 % 1-15 # Mon 0,7 103/mm3 0,1-1

% Gra 74,3 % 50-70 # Gra 7,3 103/mm3 2-7

Jenis Pemeriksaan Hasil Referensi

Glukosa 119 mg/dl 70-115 ↑

Urea 20 mg/dl 0-50

Creatinin 0,9 mg/dl 0-1,3

SGOT 40 U/l 3-35 ↑

SGPT 100 U/l 8-41 ↑

Hasil Rontgen Thorax pada tanggal 19/5/2013

8

Page 9: Lapsus Tb Ncank

Rontgen Thorax PA View

Kesan :

- Infiltrat berukuran milier tersebar di kedua lapangan pulmo, merata, sesuai

gambaran TB Milier, dd : Pulmonal Metastasis tipe milier

- Besar cor normal

- Sistema tulang baik

20 Mei 2013

S:

- Nyeri kepala (+)

- Demam (+)

- Batuk (+)

- Lemas (+)

- Sulit tidur

O:

- Keadaan Umum : sakit sedang

- Kesadaran : Compos Mentis

- Vital Sign :

TD : 110/70 mmHg Suhu : 390C

Nadi : 92 kali/menit RR : 20

- K/L : konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik, KGB tidak

membesar, JVP dalam batas normal.

- Px. Thorax

Paru :

I : simetris

P : vocal fremitus simetris kanan dan kiri

P : sonor/sonor

A : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung :

I : ictus cordis tidak tampak

P : ictus cordis kuat angkat

9

Page 10: Lapsus Tb Ncank

P : batas jantung dbn

A : S1>S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

- Abdomen :

I : datar

A : BU (+) , 6x/menit

P : NT (+), bagian epigastrium, Hepar & Lien dbn

P : timpani

- Ekstremitas : Tidak ada edema, akral hangat, cap.refil <2 detik

A:

• Non-infeksi

- Tumor serebri

- BIH (Benigna Intrakranial Hypertension)

• Infeksi

- Demam typhoid

- Bronkhitis akut

- TBC

• Gastritis

• Immunodefisiensi

• Gangguan fungsi hepar

P:

- Terapi supportif

Infus RL 20 tpm

- Terapi simptomatik

Infus Levofloxacin 1x1

Injeksi Ranitidin 2x1amp

Phadilon 2x125mg

Pamol 4x1

Ulsafat 3x2

Vometa 3x1

Curcuma 3x1

- Terapi kausatif

Streptomicyn ST 1x1gr

10

Page 11: Lapsus Tb Ncank

Etambutol 1x1000

Planning diagnostik :

- CT-Scan Kepala

- Pemeriksaan HIV

Hasil CT-Scan Kepala pada tanggal 20/5/2013

Bacaan CT-Scan Kepala :

HCTS potongan Axial, IS 10 mm, Non Kontras, Simetris

Hasil :

- Gyri dan sulci tak prominent

- Batas cortex dan medullae tegas

- Tak tampak lesi hypo/iso/hyperdens intracerebral maupun intracerebellar

- Sistema ventrikel dan cysterna baik

11

Page 12: Lapsus Tb Ncank

- Struktura mediana ditengah

- Cellulae mastoidea normodens

Kesan :

- Tak tampak gambaran khas perdarahan, infarct maupun massa

intracerebral/ intracerebellar

- Tak tampak kelainan pada HCTS saat ini

Pemeriksaan HIV

Hasil : setelah diperiksa pada hari ini yang bersangkutan dinyatakan NON REAKTIF

terhadap HIV dengan 3 reagen (rapid test) yang berbeda :

- ABON BIOPHARM

- SD 1&2 HIV TEST

- ADVANCED QUALITY

21 Mei 2013

S:

- Nyeri kepala berkurang

- Demam (-)

- Batuk (+)

- Sulit tidur (+)

O:

- Keadaan Umum : sakit sedang

- Kesadaran : Compos Mentis

- Vital Sign :

TD : 110/80 mmHg Suhu : 360C

Nadi : 82 kali/menit RR : 20

- K/L : konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik, KGB tidak

membesar, JVP dalam batas normal.

- Px. Thorax

Paru :

I : simetris

12

Page 13: Lapsus Tb Ncank

P : vocal fremitus simetris kanan dan kiri

P : sonor/sonor

A : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung :

I : ictus cordis tidak tampak

P : ictus cordis kuat angkat

P : batas jantung dbn

A : S1>S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

- Abdomen :

I : datar

A : BU (+) , 6x/menit

P : NT (+), bagian kanan atas, Hepar dan lien dbn

P : timpani

- Ekstremitas : Tidak ada edema, akral hangat, cap.refil <2 detik

A:

Non-infeksi

- BIH

Infeksi

- Demam typhoid

- TB Milier

Gastritis

Gangguan fungsi hepar

P:

- Terapi supportif

o Infus RL 20 tpm

- Terapi simptomatik

o Infus Levofloxacin 1x1

o Injeksi Ranitidin 2x1amp

o Phadilon 2x125mg

o Pamol 4x1

o Ulsafat 3x2

13

Page 14: Lapsus Tb Ncank

o Vometa 3x1

o Curcuma 3x1

- Terapi kausatif

o Streptomicyn ST 1x1gr

o Etambutol 1x1000

22 Mei 2013

S:

- Nyeri kepala (-)

- Demam (-)

- Batuk (+)

O:

- Keadaan Umum : sakit sedang

- Kesadaran : Compos Mentis

- Vital Sign :

TD : 110/70 mmHg Suhu : 36,40C

Nadi : 64 kali/menit RR : 20

- K/L : konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik, KGB tidak

membesar, JVP dalam batas normal.

- Px. Thorax

Paru :

I : simetris

P : vocal fremitus simetris kanan dan kiri

P : sonor/sonor

A : vesikuler +/+, rhonki +/+ lemah, wheezing -/-

Jantung :

I : ictus cordis tidak tampak

P : ictus cordis kuat angkat

P : batas jantung dbn

A : S1>S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

- Abdomen :

I : datar

14

Page 15: Lapsus Tb Ncank

A : BU (+) , 6x/menit

P : NT (-)

P : timpani

- Ekstremitas : Tidak ada edema, akral hangat, cap.refil <2 detik

A:

Non-infeksi

- BIH

Infeksi

- Demam typhoid

- TB Milier

Gastritis

Gangguan fungsi hepar

P:

- Terapi supportif

o Infus RL 20 tpm

- Terapi simptomatik

o Infus Levofloxacin 1x1

o Injeksi Ranitidin 2x1amp

o Phadilon 2x125mg

o Pamol 4x1

o Ulsafat 3x2

o Vometa 3x1

o Curcuma 3x1

- Terapi kausatif

o Streptomicyn ST 1x1gr

o Etambutol 1x1000

Planning kosul Sp.M

15

Page 16: Lapsus Tb Ncank

23 Mei 2013

S:

- Nyeri kepala (-)

- Demam (-)

- Batuk (+)

O:

- Keadaan Umum : sakit sedang

- Kesadaran : Compos Mentis

- Vital Sign :

TD : 120/90 mmHg Suhu : 36,20C

Nadi : 80 kali/menit RR : 20

- K/L : konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik, KGB tidak

membesar, JVP dalam batas normal.

- Px. Thorax

Paru :

I : simetris

P : vocal fremitus simetris kanan dan kiri

P : sonor/sonor

A : vesikuler +/+, rhonki +/+ lemah, wheezing -/-

Jantung :

I : ictus cordis tidak tampak

P : ictus cordis kuat angkat

P : batas jantung dbn

A : S1>S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

- Abdomen :

I : datar

A : BU (+) , 6x/menit

P : NT (-)

P : timpani

- Ekstremitas : Tidak ada edema, akral hangat, cap.refil <2 detik

A:

16

Page 17: Lapsus Tb Ncank

Non-infeksi

- BIH

Infeksi

- Demam typhoid

- TB Milier

Gastritis

Gangguan fungsi hepar

P:

- Terapi supportif

Infus RL 20 tpm

- Terapi simptomatik

Infus Levofloxacin 1x1

Injeksi Ranitidin 2x1amp

Phadilon 2x125mg

Pamol 4x1

Ulsafat 3x2

Vometa 3x1

Curcuma 3x1

- Terapi kausatif

Streptomicyn ST 1x1gr

Etambutol 1x1000

Fortibi 3x1

Pemeriksaan Laboratorium pada tanggal 23 Mei 2013

Jenis Pemeriksaan Hasil Referensi

SGOT 81 mg/dl 3-35 ↑

SGPT 108 mg/dl 8-41 ↑

Total Protein 5,9 mg/dl 6,6-8,3 ↓

Albumin 3,2 g/dL 3,8-5,1 ↓

Globulin 2,7 g/dL 2,7-3,5

17

Page 18: Lapsus Tb Ncank

24 Mei 2013

S:

- Nyeri kepala (-)

- Demam (-)

- Batuk (+)

O:

- Keadaan Umum : sakit sedang

- Kesadaran : Compos Mentis

- Vital Sign :

TD : 110/70 mmHg Suhu : 370C

Nadi : 80 kali/menit RR : 20

- K/L : konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik, KGB tidak

membesar, JVP dalam batas normal.

- Px. Thorax

Paru :

I : simetris

P : vocal fremitus simetris kanan dan kiri

P : sonor/sonor

A : vesikuler +/+, rhonki +/+ lemah, wheezing -/-

Jantung :

I : ictus cordis tidak tampak

P : ictus cordis kuat angkat

P : batas jantung dbn

A : S1>S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

- Abdomen :

I : datar

A : BU (+) , 6x/menit

P : NT (-)

P : timpani

- Ekstremitas : Tidak ada edema, akral hangat, cap.refil <2 detik

A:

18

Page 19: Lapsus Tb Ncank

Infeksi

- Demam typhoid

- TB Milier

Gastritis

Gangguan fungsi hepar

P:

- Terapi supportif

o Infus RL 20 tpm

- Terapi simptomatik

o Infus Levofloxacin 1x1

o Injeksi Ranitidin 2x1amp

o Phadilon 2x125mg

o Pamol 4x1

o Ulsafat 3x2

o Vometa 3x1

o Curcuma 3x1

- Terapi kausatif

o Streptomicyn ST 1x1gr

o Etambutol 1x1000

o Fortibi 3x1

19

Page 20: Lapsus Tb Ncank

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA & PEMBAHASAN

I. TUBERCULOSIS PARUA. Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri

Mycobacterium Tuberculosis (dan kadang-kadang oleh M. bovis dan africanum).

Organisme ini disebut pula sebagai basil tahan asam. Penyakit ini dapat mengenai

hampir semua organ tubuh, baik organ saluran nafas (paru) maupun di luar tubuh,

seperti kelenjar limfa, meningen, tulang dan sendi, hati, limfa, saluran cerna dan lain

sebagainya (ekstra pulmonal).

B. Mikrobiologi Tuberkulosis

            Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap

asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula Basil Tahan Asam (BTA). Kuman

TBC cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa

jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini

dapat dormant, tertidur lama beberapa tahun.

Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung,

tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 mm dan

panjang 1 – 4 mm. Penyusun utama dinding sel M. tuberculosis  ialah asam mikolat,

lilin kompleks, trehalosa dimikolat yang disebut cord factor, dan mycobacterial

sulolipids yang berperan dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam lemak

berantai panjang (C60 – C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan

glikolipid dan dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang

terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan

dan arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan

bakteri M. tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai tetap tahan

terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan menggunakan larutan asam –

alkohol.

    Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen

20

Page 21: Lapsus Tb Ncank

lipid, polisakarida dan protein. Karakteristik antigen  diidentifikasi dengan

menggunakan antibodi monoklonal.

Gambaran Morfologi Mycobacterium Tuberculosis

C. Penularan kuman Mycobacterium tuberculosis

Kuman dibatukkan atau dibersinkan oleh penderita TB menjadi droplet nuclei

(partikel kecil yang merupakan gabungan antara sel tubuh dan sel yang sudah

terinfeksi). Setiap kali penderita TB batuk akan dikeluarkan 3000 droplet yang

infektif (memiliki kemampuan menginfeksi), partikel infeksi ini dapat hidup

pada udara bebas selama 1-2 jam, tergantung ada tidaknya sinar ultra violet,

ventilasi yang baik dan kelembaban. Dalam suasana lembab kuman dapat

hidup berhari-hari.

Kuman yang terhirup dapat menghindari pertahanan mekanik saluran napas

bagian atas dan akan menuju alveoli dimana infeksi awal terjadi, kuman ini

akan membentuk sarang primer dan diikuti pembesaran kelenjar getah bening

yang disebut komplek primer.

Komplek primer selanjutnya mengalami perkembangan penyakit tergantung

virulensi, jumlah kuman, dan ketahanan tubuh penderita. Kompleks primer

dapat sembuh tanpa cacat, sembuh dengan meninggalkan sedikit jaringan paru

atau berkomplikasi dan menyebar baik secara hematogen atau limfatogen

21

Page 22: Lapsus Tb Ncank

Semua orang yang menghirup kuman TBC tidak akan tertular penyakit

tersebut. Pada orang yang sehat, biasanya kuman tersebut menjadi tidak aktif dan

orang itu tetap sehat. Kuman-kuman akan mulai aktif dan berkembang-

biak sehingga menimbulkan penyakit TBC, bila :

Kekurangan gizi

Kondisi fisik yang lemah

Terkena penyakit tertentu sepeti HIVdan Diabetes melitus

Narkotika

Menggunakan hormon steroid

Perokok berat

Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang terinfeksi oleh Mycobacterium

tuberculosis :

1. Herediter: resistensi seseorang terhadap infeksi kemungkinan diturunkan

secara genetik.

2. Jenis kelamin: pada akhir masa kanak-kanak dan remaja, banyak terjadi pada

anak perempuan.

3. Usia : pada masa bayi kemungkinan terinfeksi sangat tinggi.

4. Pada remaja dimana masa pertumbuhan yang cepat,  infeksi cukup tingggi

karena diet.

5. Keadaan stress: injury atau penyakit, kurang nutrisi, stress emosional,

kelelahan yang kronik)

6. Meningkatnya sekresi steroid adrenal menekan inflamasi & memudahkan

penyebaran infeksi.

7. Anak yang mendapat terapi kortikosteroid kemungkinan terinfeksi lebih

mudah.

8. Nutrisi ; status nutrisi kurang

9. Infeksi berulang : HIV, Measles, pertusis

10. Tidak mematuhi aturan pengobatan

22

Page 23: Lapsus Tb Ncank

D. Klasifikasi Penyakit dan Tipe Pasien

Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberculosis memerlukan suatu

“definisi kasus” yang meliputi empat hal, yaitu :

1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit : paru atau ekstraparu;

2. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis ) : BTA positif atau

BTA negative;

3. Tingkat keparahan penyakit : ringan atau berat;

4. Riwayat pengobatan TB sebelumnya : baru atau sudah pernah diobati.

Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah :

1. Menentukan panduan pengobatan yang sesuai

2. Registrasi kasus secara benar

3. Menentukan prioritas pengobatan TB BTA positif

4. Analisis kohort hasil pengobatan

23

Tidak semua orang yang menghirup kuman TBC akan tertular penyakit

tersebut. Pada orang yang sehat, biasanya kuman tersebut menjadi tidak aktif dan

orang itu tetap sehat. Pada pasien ini kemungkinan imunitasnya kurang baik,

sehingga bakteri TB  mulai aktif dan berkembang-

biak sehingga menimbulkan penyakit TBC.

Dilihat dari pekerjaan pasien sebagai seorang buruh bangunan, menunjukkan

status nutrisi yang kurang baik sehingga berdampak pada status imunologisnya.

Pada keadaan status imunologi yang rendah, orang tersebut akan mudah mengalami

infeksi.

Ditambah lagi pasien merupakan seorang perokok aktif, dimana pada

perokok silia pada saluran nafas jumlahnya berkurang dan tidak dapat berfungsi

secara optimal, sehingga apabila ada zat asing yang masuk, normalnya akan

dikeluarkan pada proses pengeluaran mukus dengan bantuan silia, tetapi pada

pasien ini terjadi gangguan pada proses pengeluaran zat asing tersebut.

Page 24: Lapsus Tb Ncank

Beberapa istilah dalam definisi kasus :

1. Kasus TB : pasien TB yang telah dibuktikan secara mikroskopis atau didiagnosis

oleh dokter.

2. Kasus TB pasti (definitif) : pasien dengan biakan positif untuk Mycobacterium

Tuberculosis atau tidak ada fasilitas biakan, sekurang-kurangnya 2 dari 3

spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena :

1. Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim)

paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.

2. Tuberkulosis Ekstra Paru

Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura,

selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang,

persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

Gambaran lokasi Tuberculosis Ekstraparu

24

Page 25: Lapsus Tb Ncank

b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada

TB Paru :

1. Tuberkulosis paru BTA positif

- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

- 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada

menunjukkan gambaran tuberculosis.

- 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB

positif.

- 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak

SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada

perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

2. Tuberkulosis paru BTA negatif

Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.

- Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif

- Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis

- Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT

- Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan

c. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit

1. TB Paru BTA negatif foto toraks positif

Dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan

ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran

kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau

keadaan pasien yang buruk.

2. TB ekstra-paru

Dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu :

a. TB ekstra paru ringan, misalnya : TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa

unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.

b. TB ekstra-paru berat, misalnya : meningitis, milier, perikarditis,

peritonitis, pleuritis eksudatifa bilateral, TB tulang belakang, TB usus,

TB saluran kemih, dan alat kelamin.

25

Page 26: Lapsus Tb Ncank

Catatan :

- Bila seorang pasien TB paru juga mempunyai TB ekstra paru, maka

untuk kepentingan pencatatan, pasien tersebut harus dicatat sebagai

pasien TB paru.

- Bila seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa organ, maka

dicatat sebagai TB ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat.

d. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya

1. Kasus baru

Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah

menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

2. Kasus kambuh (Relaps)

Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan

tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,

didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).

3. Kasus setelah putus berobat (Default)

Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih

dengan BTA positif.

26

Pada pasien ini, dari hasil gambaran rontgen thorax didapatkan gambaran infiltrat berukuran milier tersebar di kedua lapangan pulmo, merata, sesuai gambaran TB Milier.

Page 27: Lapsus Tb Ncank

4. Kasus setelah gagal (Failure)

Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali

menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

5. Kasus pindahan (Transfer In)

Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain

untuk melanjutkan pengobatannya.

6. Kasus Lain

Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam

kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan

masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.

Catatan :

TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami kambuh, gagal,

default, maupun menjadi kasus kronik. Meskipun sangat jarang, harus

dibuktikan secara patologik, bakteriologik (biakan), radiologik, dan

pertimbangan medis spesialistik.

E. Patofisiologi Tuberkulosis

Sebagian besar kuman Mycobacterium tuberkulosis masuk ke jaringan paru

melalui airborne infection yang terhirup. Masuknya kuman akan merangsang

mekanisme imun nonspesifik, makrofag alveolus akan memfagositosis kuman TB dan

biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB, dengan demikian

masuknya kuman tidak selalu menimbulkan penyakit, terjadinya infeksi dipengaruhi

oleh virulensi dan banyaknya kuman TB serta daya tahan tubuh yang terkena. Jika

virulensi kuman tinggi dan jumlah kuman banyakatau daya tahan tubuh menurun

maka makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi

dalam makrofag tersebut. Kuman TB yang terus berkembangbiak akan menyebabkan

makrofag lisis, dan kuman TB akan mmbentuk koloni yang disebut Fokus Primer

Ghon.

Dari Fokus Primer tersebut kuman TB dapat menyebar melalui saluran limfe

menuju ke kelenjar limfe regional yang akan menyebabkan terjadinya inflamasi di

saluran limfe (Limfangitis) dan kelenjar limfe tersebut (Limfadenitis). Kompleks

Primer merupakan gabungan antara Fokus Primer. Limfangitis dan Limfadenitis

27

Page 28: Lapsus Tb Ncank

regional. Masa inkubasi yaitu sampai terbentuknya Kompleks Primer biasanya

berlangsung dalam waktu 4-8 minggu.

Apabila virulensi kuman rendah atau jumlah kuman sedikit atau daya tahan

tubuh yang baik Kompleks Primer akan mengalami resolusi secara sempurna

membentuk fibrosis dan kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan dan

enkapsulasi. Begitu juga kelenjar limfe regional akan mengalami fibrosis dan

enkapsulasi, tetapi resolusinya biasanya tidak sesempurna Fokus Primer di jaringan

paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar

ini (dormant).

Selain mengalami resolusi Kompleks Primer dapat juga mengalami komplikasi

dan dapat menyebar. Penyebaran dapat terjadi secara bronkogen, limfogen dan

hematogen. Pada penyebaran limfogen kuman menyebar ke kelenjar limfe regional

membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran hematogen kuman TB

masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran

hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sitemik.

Penyebaran hematogen kuman TB dapat berupa ;

1. Occult hematogenic spread (penyebaran hematogenik tersamar).

28

Page 29: Lapsus Tb Ncank

2. Acute generalized hematogenic spread (penyebaran hematogenik generalisata

akut).

3. Protracted hematogenik spread (penyebaran hematogenik berulang-ulang).

Tuberkulosis milier adalah diseminasi sistemik yang merupakan hasil

penyebaran limfo-hematogen generalisata akut dengan jumlah kuman yang besar dari

kompleks primer yang biasanya terjadi dalam waktu 2-6 bulan pertama setelah infeksi,

ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme

masuk ke dalam system vascular dan tersebar ke organ-organ tubuh, bila masuk ke

arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke seluruh bagian paru. Semua tuberkel yang

dihasilkan dari proses ini akan mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilah

milier berasal dari gambaran lesi diseminata yang menyerupai butir

padi-padian/jewawut (millet seed). Secara patologi anatomi lesi ini berupa nodul

kuning berukuran 1-3 mm yang tersebar merata (difus) pada paru.

Terjadinya TB milier dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu

Kuman M. tuberkulosis (jumlah dan virulensi)

Status imunologis penderita (nonspesifik  dan spesifik)

Faktor lingkungan (kurangnya paparan sinar matahari, perumahan yang padat,

polusi udara, merokok, penggunaan alkohol, obat bius serta keadaan sosial

ekonomi)

Kondisi yang menurunkan sistem imun juga menyebabkan timbulnya TB milier

Tuberculosis milier merupakan infeksi berat dan seringkali terlambat diagnosis.

Pasien biasanya mengalami riwayat demam non spesifik 2-3 minggu, malaise,

keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan dan batuk kering, tanda klinis

29

Pada pasien ini, status imunologis pasien kurang baik sehingga mudah

mengalami infeksi. Selain itu, dari faktor lingkungan pasien mengaku bahwa teman

kerjanya ada yang memiliki keluhan batuk berdahak yang tidak sembuh-sembuh.

Tidak menutup kemungkinan bahwa rekan kerja pasien menderita TB.

Pasien ini belum pernah didiagnosa menderita TB, pasien mengeluh batuk

sejak 2 minggu SMRS. Tetapi pasien datang dengan dengan keluhan sakit kepala

sejak 1 bulan yang lalu.

Page 30: Lapsus Tb Ncank

hepatosplenomegali jarang timbul. Auskultasi dapat normal namun pada tahap lanjut

dapat timbul ronki yang menyebar luas. Rontgen toraks menunjukan gambaran

‘millet-seed’ halus atau nodul-nodul kecil berukuran 1-3 mm di kedua paru.

30

Page 31: Lapsus Tb Ncank

F. Manifestasi Klinis

Penderita TB paru akan mengalami berbagai gangguan kesehatan, seperti bat

uk  berdahak kronis, demam subfebril, berkeringat tanpa sebab di malam hari, sesak

napas, nyeridada, dan penurunan nafsu makan. Semuanya itu dapat menurunkan

produktivitas penderita bahkan kematian. Gejala klinik TB paru dapat dibagi menjadi

2 golongan:

Gejala Respiratorik 

Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian

bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah

bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah

yang disertai sesak.

Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan

keluhan sakit dada.

Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada

suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada

muara ini akan keluar cairan nanah.

31

Page 32: Lapsus Tb Ncank

Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut

sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya

penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

Batuk lebih dari 3 minggu

Dahak (sputum)

Batuk darah

Sesak nafas

Gejala Sistemik 

Demam dan menggigil

Penurunan berat badan

Rasa lelah dan lemah (malaise)

Berkeringat banyak terutama di malam hari

Nafsu makan menurun

G. Diagnosis Tuberkulosis

Diagnosis penyakit tuberculosis didasarkan pada:

1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik 

Anamnesis

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau

lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah,

batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,

malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,demam meriang lebih dari satu

bulan.

Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain

TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain.

Mengingat prevalensi TB paru di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang

yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang

32

Pada pasien ini didapatkan gejala respiratorik berupa batuk 2 minggu,

dengan dahak yang sulit dikeluarkan dan gejala sistemik berupa demam sejak 2

minggu SMRS, badan terasa lemas, nafsu makan menurun.

Page 33: Lapsus Tb Ncank

tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara

mikroskopis langsung pada pasien remaja dan dewasa, serta skoring pada pasien

anak.

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda:

Infiltrat (redup, bronchial, ronkhi basah).

Penarikan paru, diafragma, dan mediastinum.

Sekret di saluran nafas dan ronkhi.

Suara nafas amforik karena adanya kavitas yang berhubungan langsung

dengan bronchus.

2. Laboratorium

Pemeriksaan Sputum

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai

keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak

untuk penegakan diagnosis pada semua suspek TB dilakukan dengan

mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan

yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS):

• S (Sewaktu)

Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada

saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak

pagi pada hari kedua.

• P (Pagi)

Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur.

Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.

33

Pada anamnesa, didapatkan keluhan batuk selama 2 minggu dengan dahak

yang sulit dikeluarkan, setiap batuk . Pasien juga mengeluh nyeri kepala yang

semakin terasa sakit. Pasien juga mengeluh badan lemas, nafsu makan menurun,

berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,demam

meriang lebih dari satu bulan.

Page 34: Lapsus Tb Ncank

• S (Sewaktu)

Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak

pagi. Diagnosis TB Paru pada orang remaja dan dewasa ditegakkan dengan

ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA

melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama.

Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan

sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.

Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto

toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB

paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis. Gambaran kelainan radiologik Paru

tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.

Pemeriksaan sputum : satu hari sebelum pemeriksaan sputum dianjurkan

minum air putih yang banyak ± 2 liter dan diajarkan refleks batuk. Dapat juga

diberikan tambahan obat-obat mukolitik ekspektoran atau dengan inhalasi

larutan garam hipertonik selama 20-30 menit.Pengambilan sampel dilakukan 3

kali yaitu, sewaktu kunjungan pertama, pagi, sewaktu mengantarkan dahak pagi

atau bisa dilakukan setiap pagi 3 hari berturut-turut. Kriteria BTA positif apabila

ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan

5000 kuman dalam 1 ml sputum. 

Mantoux Test/ Tuberkulin Test

Dipakai untuk membantu menegakan diagnosis tuberculosis terutama

pada anak-anak (balita). Uji tuberkulin menggunakan 0,1 cc tuberkulin P.P.D

intrakutan berkekuatan 5 T.U. Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah

individu sedang atau pernah mengalami infeksi M. Tuberculosae, M. Bovis,

vaksinasi BCG, dan mycobakterium patogen lainnya. Setelah 48-72 jam

tuberkulin disuntikan, akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang

terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi persenyawaan antara antibodi selular

dan antigen tuberkulin.

Biakan positif Mycobakterium Tubercolosae (Gold Standar menurut American

Thoracic Society dan WHO)

34

Page 35: Lapsus Tb Ncank

Gambar uji mantoux test

Penilaian uji tuberkulin dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur

diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi:

1. Pembengkakan (Indurasi) : 0–4mm, uji mantoux negatif. Arti klinis : tidak ada

infeksi Mycobacterium tuberculosis.

2. Pembengkakan (Indurasi) : 5–9mm, uji mantoux meragukan. Hal ini bisa karena

kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mycobacterium atypikal atau pasca

vaksinasi BCG.

3. Pembengkakan (Indurasi) : ≥ 10mm, uji mantoux positif. Arti klinis : sedang

atau pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.

Hal yang menyebabkan reaksi tuberkulin berkurang (negatif palsu) yakni:

Pasien yang baru 2-10 minggu terpajan tuberculosis

Anergi, penyakit sistemik berat (sarkoidosis, SLE)

Penyakit eksantematous dengan panas yang akut : morbili, cacar air,

poliomyelitis

Reaksi hipersensitivitas menurun pada penyakit limforetikular (Hodgin)

Pemberian kortikosteroid lama, pemberian obat imunosupresi lainnya

Usia tua, malnutrisi, uremia, penyakit keganasan

Untuk pasien HIV positif, test mantoux ± 5 mm dinilai positif

3. Radiologis

Foto Thoraks PA dan lateral. Gambaran foto toraks yang menunjang diagnosis

TB yaitu:

Gambaran yang dicurigai lesi TB Aktif

35

Page 36: Lapsus Tb Ncank

Bayangan berbercak (nodular) atau berawan (patchy) di apical dan posterior

lobus atas paru dan superior lobus bawah paru.

Adanya kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak

berawan atau nodular.

Kelainan bilateral, terutama di lapangan atas paru.

Bayangan bercak milier

Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).

Gambaran yang dicurigai lesi TB Inaktif

Fibrotik

Kalsifikasi

Schwarte atau penebalan pleura

Destroyed Lung

- Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat,

biasanya secara klinis disebut luluh paru. Gambaran radiologi luluh paru terdiri

dari atelektasis, ektasis, atau multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit

untuk menilai aktivitas lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran

radiologi tersebut.

- Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk memastikan aktivitas proses

penyakit.

Diagnosis tuberkulosis paru sebaiknya dicantumkan status klinis, status

bakteriologis, status radiologis, dan status kemoterapi. Pada pasien dengan gejala

klinis minimal berupa demam (dianggap sebagai fever of uknown origin) dan hasil

laboratorium/sputum menunjukan negatif, diberikan percobaan terapi dengan OAT

seperti INH dan Etambutol selama 2 minggu. Bila keluhan membaik terapi dengan

obat anti tuberkulosis dilanjutkan sebagaimana mestinya. Bila tidak ada perbaikan

maka pemberian obat anti tuberkulosis dihentikan.

36

Pada hasil foto Rontgen pada hari ke-2 dengan gambaran infiltrat

berukuran milier tersebar di kedua lapangan pulmo, merata, sesuai gambaran TB

Milier. Gambaran itu menunjukkan adanya lesi TB yang aktif.

Page 37: Lapsus Tb Ncank

Indikasi Pemeriksaan Foto Toraks

Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan

pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun

pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan

indikasi sebagai berikut:

- Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini

pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru

BTA positif.

- Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS

pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan

setelah pemberian antibiotika non OAT (non fluoroquinolon).

- Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang

memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa,

efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis

berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma).

37

Page 38: Lapsus Tb Ncank

Diagnosis TB Ekstra Paru

- Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada

Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe

superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada

spondilitis TB dan lain-lainnya.

- Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat

ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan

menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis bergantung

pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat

diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks,

dan lain-lain.

H. Tata Laksana

a. Tujuan Pengobatan

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,

mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya

resistensi kuman terhadap OAT.

Jenis obat yang digunakan pada lini pertama adalah :

INH

Rifampisin

Pirazinamid

Streptomisin 

Etambutol

38

Pada pasien ini diberikan obat-obatan lini pertama sesuai dengan ketentuan pada pengobatan TB, dimana pada pasien yang baru terinfeksi TB diberikan obat-obatan lini pertama, untuk mencegah terjadinya resistensi obat.

Pasien ini mendapatkan etambutol dan streptomisin injeksi mulai perawatan hari ke-3. Pasien ini diberikan etambutol dan pirazinamid karena didapatkan peningkatan kadar serum hepar (SGOT meningkat 2,5 kali lipat dari nilai normal) dan SGPT meningkat, sehingga tidak diberikan OAT yang bersifat hepatotoksik.

Page 39: Lapsus Tb Ncank

Jenis obat lainnya (lini ke-2) :

- Kanamisin

-  Amikasin

- Kuinolon

- Lain : makrolid dan amoksilin + asam klavulanat

- Obat tunggal, terpisah yaitu : INH, rifampisin, pirazinamid, etambutol.

- Obat kombinasi dalam dosis tetap (Fixed Dose Combination – FDC).

Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet.

Prinsip pengobatan

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:

OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah

cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan.

Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung

dengan metode DOTS = Directly Observed Treatment Shortcourse  oleh seorang

Pengawas Menelan Obat(PMO).

Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

Tahap awal (intensif)

Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi

secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.

Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien

menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.

39

Page 40: Lapsus Tb Ncank

Besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.

Tahap Lanjutan

Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka

waktu yang lebih lama.

Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga mencegah

terjadinya kekambuhan

Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan

Tuberkulosis diIndonesia:

Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.

Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.

Kategori 3 : 2HRZ/2HR

Kategori 4 : tidak dapat diaplikasikan (mempertimbangkan penggunaan obat-

obatan barisan kedua), tipe MDR diberikan H saja seumur hidup atau sesuai

rekomendasi WHO.

Jenis dan dosis OAT

Paket Kombipak

Paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan

Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program

untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.

Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan

untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas)

pengobatan sampai selesai.

Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan. KDT

mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:

Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas

obat dan mengurangi efek samping.

40

Page 41: Lapsus Tb Ncank

Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya

resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan.

Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi

sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien

Panduan OAT

a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:

Pasien baru TB paru BTA positif.

Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif 

Pasien TB ekstra paru

b. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati

sebelumnya:

Pasien kambuh

Pasien gagal

Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default) 

41

Pada pasien ini termasuk ke dalam kategori-1, pasien TB paru foto thorax positif.

Page 42: Lapsus Tb Ncank

c. OAT Sisipan (HRZE)

Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif

kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).

42

Page 43: Lapsus Tb Ncank

Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya

kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru

tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT

lapis pertama. Disamping itu dapat juga meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada

OAT lapis kedua.

Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan deng

an pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara

mikroskopis lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis dalam memantau

kemajuan pengobatan. Laju Endap Darah (LED) tidak digunakan untuk memantau

kemajuan pengobatan karena tidak spesifik untuk TB. Untuk memantau kemajuan

pengobatan dilakukan pemeriksaan spesimen sebanyak dua kali (sewaktu dan pagi).

Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 spesimen tersebut negatif. Bila salah

satu spesimen positif atau keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut

dinyatakan positif.

Tabel Ringkasan Panduan OAT

Kategori Kasus Paduan obat yang

diajurkan

Keterangan

I - TB paru BTA +,

  BTA - ,

lesi luas       

 

2 RHZE / 4 RH atau

2 RHZE / 6 HE

*2RHZE / 4R3H3

 

II - Kambuh

-Gagal

pengobatan

-RHZES / 1RHZE /

sesuai uji resistensi

atau 2RHZES /

1RHZE / 5 RHE

-3-6 kanamisin,

ofloksasin, etionamid,

sikloserin / 15-18

ofloksasin, etionamid,

sikloserin atau

Bila streptomisin

alergi,dapat

diganti kanamisin

43

Page 44: Lapsus Tb Ncank

2RHZES / 1RHZE /

5RHE

II - TB paru putus

berobat

Sesuai lama

pengobatan

sebelumnya, lama

berhenti minum obat

dan keadaan klinis,

bakteriologi dan

radiologi saat ini (lihat

uraiannya) atau

*2RHZES / 1RHZE /

5R3H3E3

 

III -TB paru BTA

neg. lesi minimal

 

2 RHZE / 4 RH atau

6 RHE atau

*2RHZE /4 R3H3

 

IV - Kronik RHZES / sesuai hasil

uji resistensi (minimal

OAT yang sensitif) +

obat lini 2 (pengobatan

minimal 18 bulan)

 

IV - MDR TB

 

Sesuai uji resistensi +

OAT  lini 2 atau H

seumur hidup

 

44

Page 45: Lapsus Tb Ncank

45

Page 46: Lapsus Tb Ncank

I. Efek Samping OAT

Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping.

Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan

kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan.Efek

samping yang terjadi dapat ringan atau berat tabel di bawah ini, bila efek samping ringan

dan dapat diatasi dengan obat simptomatis maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.

Efek samping OAT dan Penatalaksanaannya

Jenis Obat Efek Samping Tata Laksana

MINOR OAT diteruskan

Rifampisin Tidak nafsu makan, mual,

sakit perut

OAT diminum malam,

sebelum tidur

Warna kemerahan pada air seni

Pirazinamid Nyeri sendi Beri Aspirin/ Allopurinol

INH Kesemutan s/d rasa terbakar

di kaki

Beri Vit.B6 (piridoksin)

1x100 mg perhari

MAYOR HENTIKAN OAT

Semua jenis OAT Gatal & kemerahan pada kulit Beri Antihistamin &

evaluasi ketat

Sebagian besar OAT Ikterik/ Hepatitis imbas obat

(penyebab lain disingkirkan)

Hentikan semua OAT sampai

ikterik menghilang

& dpt diberikan

hepatoprotektor

Streptomisin Tuli Streptomisin dihentikan

Gangguan keseimbangan

(vertigo & nistagmus)

Streptomisin dihentikan

Etambutol Gangguan penglihatan Etambutol dihentikan

Rifampisin Kelainan sistemik, termasuk syok &

purpura

Hentikan Rifampisin

Pada pengobatan pasien TB perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila

keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat, pasien dapat diberikan rawat jalan.

Selain OAT perlu pengobatan tambahan atau suportif/ simptomatis untuk

meningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi gejala/ keluhan.

46

Page 47: Lapsus Tb Ncank

- Pada pasien rawat jalan

a. Makan-makanan yang bergizi

b. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/ demam

c. Bila perlu diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas atau

keluhan lain

- Indikasi Rawat Inap

TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb :

     -  Batuk darah masif

     -  Keadaan umum buruk

     -  Pneumotoraks

     -  Empiema

     -  Efusi pleura masif / bilateral

     -  Sesak napas berat  (bukan karena efusi pleura)             

TB di luar paru  yang mengancam jiwa : 

     -  TB paru milier

     -  Meningitis TB

Pengobatan suportif / simptomatis diberikan sesuai dengan keadaan klinis dan

indikasi rawat.

47

Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan kimia darah untuk mengetahui

adanya gangguan fungsi hepar ataupun gangguan fungsi ginjal, karena apabila

terdapat gangguan pada kedua sistem tersebut tidak dapat diberikan obat TB

yang dapat memberikan efek samping pada kedua sistem organ tsb.

Hasil pemeriksaan kimia darah pasien ini pada hari ke-2 didapatkan

kadar ureum & creatinin yg normal, tetapi terdapat peningkatan kadar SGOT (40

U/l) dan SGPT (100 U/l). Sehingga pada pasien ini tidak diberikan obat-obatan

TB yang bersifat hepatotosik seperti (Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid).

Page 48: Lapsus Tb Ncank

J. EVALUASI PENGOBATAN

Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinis, bakteriologi, radiologi, dan efek

samping obat, serta evaluasi keteraturan berobat.

Evaluasi Klinik

- Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama selanjutnya setiap 1

bulan.

- Evaluasi : respons pengobatan, ada tidaknya efek samping obat dan komplikasi

penyakit.

- Evaluasi klinis meliputi keluhan, berat badan, pemeriksaan fisik.

Evaluasi Bakteriologik (0-2-6/ 9 bulan pengobatan )

- Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak

- Pemeriksaan dan evaluasi pemeriksaan mikroskopik

o Sebelum pengobatan dimulai

o Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)

o Pada akhir pengobatan

- Bila ada fasilitas biakan : dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi

Evaluasi Radiologik (0-2-6 / 9 bulan pengobatan)

- Sebelum pengobatan

- Setelah 2 bulan pengobatan (keganasan dapat dilakukan 1 bulan pengobatan)

- Pada akhir pengobatan

Evaluasi Efek Samping secara Klinik

- Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan darah

lengkap.

- Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid

- Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol (bila ada

keluhan).

- Pasien yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan dan

audiometri.

48

Page 49: Lapsus Tb Ncank

Evaluasi Keteraturan Obat

Evaluasi

Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh sebaiknya tetap dievaluasi  minimal dalam

2 tahun pertama setelah sembuh, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui

kekambuhan. Hal yang dievaluasi adalah mikroskopis BTA dahak dan foto toraks. 

Mikroskopis BTA dahak 3,6,12 dan 24 bulan (sesuai indikasi/bila ada gejala) setelah

dinyatakan sembuh. Evaluasi foto toraks 6, 12, 24 bulan setelah dinyatakan sembuh

(bila ada kecurigaan TB kambuh).

K. MULTI DRUG RESISTANCE (MDR)

Definisi

Resistensi ganda menunjukkan M.Tuberculosis resisten terhadap Rifampisin dan INH

dengan atau tanpa OAT lainnya. Secara umum resistensi terhadap obat tuberculosis

adalah :

- Resistensi primer ialah apabila pasien sebelumnya tidak pernah mendapat

pengobatan TB.

- Resistensi inisial ialah tidak tahu pasti apakah sudah pernah ada riwayat

pengobatan.

- Resistensi sekunder ialah apabila pasien telah punya riwayat pengobatan

sebelumnya.

Ada beberapa penyebab terjadinya resistensi terhadap obat tuberculosis, yaitu :

- Pemakaian obat tunggal dalam pengobatan tuberkulosis

- Penggunaan panduan obat yang tidak adekuat

- Pemberian obat yang tidak teratur

- Fenomena “addition syndrome” yaitu suatu obat ditambahkan dalam satu panduan

pengobatan yang tidak berhasil. Bila kegagalan itu terjadi karena kuman TB telah

resisten pada obat panduan pertama, maka “penambahan” satu macam obat akan

menambah daftar obat resisten.

- Penggunaan obat kombinasi pencampurannya tidak baik, mengganggu

bioavailability obat.

- Penyediaan obat yang tidak regular, kadang obat dating ke suatu daerah kadang

terhenti.

- Pengetahuan pasien yang kurang tentang OAT.

49

Page 50: Lapsus Tb Ncank

Pengobatan Tuberkulosis Resisten Ganda (MDR)

Klasifikasi OAT untuk MDR

Kriteria utama berdasarkan data biological dibagi menjadi 3 kelompok OAT :

1. Obat aktifitas bakterisid : aminoglikosid, tionamid dan pirazinamid

2. Obat dengan aktivitas bakterisid rendah : fluorokuinolon

3. Obat dengan aktifitas bakteriostatik : etambutol, cycloserin, dan PAS

Fluorokuinolon

Fluorokuinolon (moksifloksasin, levofloksasin, ofloksasin, dan siprofloksasin) dapat

digunakan untuk kuman TB yang resisten terhadap lini-1.

L. Komplikasi

Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum

pengobatan atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan.

Beberapa komplikasi yang mungkin timbul adalah :

- Batuk darah

- Pneumotoraks

- Luluh paru

- Gagal nafas

- Gagal jantung

- Efusi pleura

M. Pengobatan Tuberkulosis Milier

a. Rawat inap

b. Panduan Obat : 2 RHZE/ 4RH

Pada keadaan khusus (sakit berat) tergantung keadaan klinis, radiologi, dan

evaluasi pengobatan, maka pengobatan lanjutan dapat diperpanjang. Pemberian

kortikosteroid tidak rutin, hanya dapat diberikan pada keadaan :

- Tanda/ gejala meningitis

- Sesak nafas

- Tanda/ gejala toksik

50

Page 51: Lapsus Tb Ncank

- Demam tinggi

N. Prognosis

Pengobatan yang tidak adekuat atau tidak patuh menyebabkan munculnya

strain mikobakteri multiresisten yang dapat sulit dieardikasi. Supervise kompulsif dan

isolasi pasien tersebut mungkin diperlukan.

II. DRUG INDUCED HEPATITIS

Definisi

Penyakit hepar yang diinduksi oleh obat.

Etiologi

Klasifikasi

51

Page 52: Lapsus Tb Ncank

Faktor Risiko

• Ras

• Usia

• Jenis kelamin

• Alkohol

• Penyakit hati

• Faktor genetik

Gejala Klinis

• Asimptomatik

• Simptomatik

- Mual

- Muntah

- Anoreksia

- Jaundice, dll.

Px.Lab : Enzim hati transaminase mengalami kenaikan seperti pada kegagalan hati

akut.

III.HEPATOTOKSISITAS IMBAS OBAT ANTI TUBERKULOSIS

52

Page 53: Lapsus Tb Ncank

( DRUG INDUCED HEPATITIS)

Penyebab Tuberkulosis (TB) diketahui lebih dari satu abad dan selama hampir

50 tahun sudah ditemukan berbagai macam obat yang efektif untuk mengatasinya.

Namun, masalah TB dunia sekarang lebih besar dari sebelumnya. Penyebab pasti ini

tidak diketahui. Hal ini diperkirakan karena hubungan antara TB dengan infeksi HIV

serta terjadinya Multiple Drug Resistant Tuberkulosis (TB-MDR).

Selain itu, efek samping dan toksisitas obat juga memiliki sebuah ancaman

baik untuk dokter dan pasien dalam melanjutkan terapi. Di antara berbagai efek yang

disebabkan oleh obat TB, kerusakan hati yang paling banyak. Kerusakan hati

disebabkan oleh sebagian besar obat lini pertama dan hal ini tidak hanya menjadi

sebuah tantangan serius dalam menghadapi pengobatan dan perawatan TB tetapi juga

menimbulkam kesulitan dalam memulai pengobatan. Regimen pengobatan untuk TB

Nasional yang direkomendasikan yakni Isoniazid (INH), Rifampisin (R), Etambutol

(E), pirazinamid (P) dan Streptomisin (S). (Kishore, dkk, 2010)

Rifampisin (R), Isoniazid (H), Pirazinamid (Z) dan etambutol  (E)/

streptomisin (S) (3 obat pertama bersifat hepatotoksik). Faktor risiko hepatotoksisitas:

Faktor Klinis (usia lanjut, pasien wanita, status nutrisi buruk, alcohol, punya penyakit

dasar hati, karier HBV, prevalensi tinggi di negara berkembang, hipoalbumin, TBC

lanjut, pemakaian obat tidak sesuai aturan dan status asetilatornya) dan Faktor

Genetik. (Kishore, dkk, 2010)

Manifestasi Klinis Hepatotoksisitas Imbas OAT

Presentasi klinis hepatitis akibat Obat Anti Tuberkulosis (OAT) terkait mirip

dengan hepatitis virus akut. OAT bisa menyebabkan hepatotoksisitas dengan tingkat

gejala yang bervariasi dari asimtomatik hingga simptomatik seperti mual, muntah,

anoreksia, jaundice, dll. Enzim hati transaminase mengalami kenaikan seperti pada

kegagalan hati akut. (Kishore, dkk, 2010).

Jika dalam pasien tuberculosis yang sedang dalam pengobatan OAT dan

memberikan gejala hepatitis akut seperti di bawah ini, maka hal ini dapat dijadikan

acuan diagnosa hepatotoksisitas imbas OAT telah terjadi. Individu yang dijangkiti

akan mengalami sakit seperti kuning, keletihan, demam, hilang selera makan, muntah-

muntah, sclera ikterik, jaundice, pusing dan kencing yang berwarna hitam pekat

53

Page 54: Lapsus Tb Ncank

Efek Hepatotoksik OAT

Disfungsi hati dapat didefinisikan sebagai peningkatan enzim hati alanine

transaminase (ALT) hingga 1,5 kali di atas batas atas normal atau paling tidak terdapat

peningkatan dua kali dalam empat minggu pengobatan tuberculosis. Kenaikan

progresif ALT (SGPT) dan kadar bilirubin jauh lebih berbahaya. Beberapa penulis

menyarankan menghentikan obat-obatan hepatotoksik jika tingkat ALT meningkat

tiga kali atau lebih dibandingkan dengan normal, sementara yang lain

merekomendasikan lima kali. Drug-Induced Hepatitis dapat diklasifikasikan

berdasarkan potensi masing-masing OAT yang menyebabkan hepatotoksisitas.

(Kishore, dkk, 2010)

Isoniazid (INH)

Sekitar 10-20% dari pasien selama 4-6 bulan pertama terapi memiliki disfungsi

hati ringan yang ditunjukkan oleh peningkatan ringan dan sementara serum AST, ALT

dan konsentrasi bilirubin. Beberapa pasien, kerusakan hati yang terjadi dapat menjadi

progresif dan menyebabkan hepatitis fatal. Asetil hidrazin, suatu metabolit dari INH

bertanggung jawab atas kerusakan hati.

INH harus dihentikan apabila AST meningkat menjadi lebih dari 5 kali nilai

normal. Hepatotoksisitas jarang terjadi pada anak-anak yang menerima INH. Dalam

10 tahun analisis retrospektif, kejadian hepatotoksisitas pada 564 anak yang menerima

INH (10 miligram per kilogram per hari (mg / kg / hari) dan dosis maksimum 300

54

Pada perawatan hari ke-2 didapatkan nilai SGPT 100 U/l, dimana rentang normalnya antara 0-41 U/l, terdapat peningkatan sekitar 2,5 kali lipat nilai normal, hal ini menunjukkan adanya disfungsi hepar.

Pasien juga memiliki riwayat berobat ke rs.paru di trunan dan dinyatakan terdapat flek paru (istilah TB untuk orang awam), dan kemungkinan pasien menerima pengobatan , tetapi disini pasien tidak tahu nama obat yang diberikan dari rs.paru tersebut, tapi tidak menutup kemungkinan obat-obatan yang diberikan adalah golongan OAT lini pertama yang sebagian besar bersifat hepatotoksik.

Page 55: Lapsus Tb Ncank

mg / hari) untuk profilaksis pada pengobatan TB adalah 0,18% . Namun demikian,

kejadian hepatotoksisitas pada anak-anak yang menerima INH dan rifampisin untuk

TB adalah 3,3% di lain Studi retrospektif (14 dari 430 anak-anak). (Kishore, dkk,

2010)

Rifampisin

Rifampicin dapat mengakibatkan kelainan pada fungsi hati yang umum pada

tahap awal terapi. Bahkan dalam beberapa kasus dapat menyebabkan hepatotoksisitas

berat, lebih lagi pada mereka dengan penyakit hati yang sudah ada sebelumnya,

sehingga memaksa dokter untuk mengubah pengobatan dan memilih obat yang aman

untuk hati.

Rifampicin menyebabkan peningkatan transient dalam enzim hati biasanya

dalam 8 minggu pertama terapi pada 10- 15% pasien, dengan kurang dari 1% dari

pasien menunjukkan rifampisin terbuka-induced hepatotoksisitas.

Insiden hepatotoksisitas yang lebih tinggi dilaporkan terjadi pada pasien yang

menerima rifampisin dengan anti TB lain terutama Pirazinamid, dan diperkirakan

sebanyak kurang dari 4%. Data ini telah merekomendasikan bahwa rejimen ini tidak

dianjurkan untuk pengobatan laten tuberculosis. (Kishore, dkk, 2010)

Pirazinamid

Efek samping yang paling utama dari obat ini adalah hepatotoksisitas.

Hepatotoksisitas dapat terjadi sesuai dosis terkait dan dapat terjadi setiap saat selama

terapi. Di Centre Disease Control (CDC) Update, 48 kasus hepatotoksisitas yang

dilaporkan pada pengobatan TB dengan rejimen 2 bulan Pirazinamid dan Rifampisin

antara Oktober 2000 dan Juni 2003. Dari 48 kasus yang dilaporkan, 33 (69%) terjadi

pada kedua bulan terapi. (Kishore, dkk, 2010)

Etambutol

Ada sedikit laporan hepatotoksisitas dengan Etambutol dalam pengobatan TB.

Tes fungsi hati yang abnormal telah dilaporkan pada beberapa pasien yang

menggunakan etambutol yang dikombinasi dengan OAT lainnya yang menyebabkan

hepatotoksisitas. (Kishore, dkk, 2010)

55

Page 56: Lapsus Tb Ncank

Streptomisin

Tidak ada kejadian hepatotoksisitas yangdilaporkan. (Kishore, dkk, 2010)

Penatalaksanaan Tuberkulosis pada Hepatotoksisitas Imbas Obat

56

Page 57: Lapsus Tb Ncank

Hepatitis imbas obat adalah kelainan fungsi hati akibat penggunaan obat-obat

hepatotoksik (drug induced hepatitis).

Penatalaksanaan:

- Bila Klinis (+) (Ikterik, gejala mual, muntah), maka OAT distop

- Bila gejala (+) dan SGOT, SGPT > 3 kali, maka OAT distop

- Bila gejala klinis (-), laboratorium terdapat kelainan (Bilirubin>2), maka OAT

distop

- SGOT dan SGPT >5 kali nilai normal, maka OAT distop

- SGOT dan SGPT> 3 kali, maka teruskan pengobatan dengan pengawasan

Paduan obat yang dianjurkan

- Stop OAT yang bersifat hepatotoksik (RHZ)

- Setelah itu monitor klinis dan laboratorium, bila klinis dan laboratorium kembali

normal (bilirubin, SGOT dan SGPT), maka tambahkkan Isoniazid (H)

desensitisasi sampai dengan dosis penuh 300 mg. selama itu perhatikan klinis dan

periksa laboratorium saat Isoniazid dosis penuh. Bila klinis dan laboratorium

kembali normal, tambahkan Rifampicin, desensitisasi sampai dengan dosis penuh

(sesuai berat badan). Sehingga paduan obat menjadi RHES.

- Pirazinamid tidak boleh diberikan lagi (PDPI, 2006)

Pada pasien tuberculosis dengan hepatitis C atau HIV mempunyai risiko

hepatotksisitas terhadap obat anti tuberculosis lima kali lipat. Sementara pasien

dengan karier HBsAg positif dan HBeAg negative yang inaktif dapat diberikan obat

standard jangka pendek, yakni Isoniazid, Rifampisin, Etambutol, dan/atau Pirazinamid

dengan syarat pengawasan tes fungsi hati paling tidak dilakukan setiap bulan. Sekitar

10% pasien tuberculosis yang mendapatkan Isoniazid mengalami kenaikan konsentrasi

aminotransferase serum dalam minggu-minggu pertama terapi yang nampaknya

menunjukkan respon adaptif terhadap metabolit toksik obat. Isoniazid dilanjutkan atau

tidak tetap akan terjadi penurunan konsentrasi aminotransferase sampai batas normal

dalam beberapa minggu. Hanya sekitar 1% yang berkembang menjadi seperti hepatitis

viral, 50% kasus terjadi pada 2 bulan pertama dan sisanya baru muncul beberapa bulan

kemudian. (Xial, Yin Yin, dkk, 2010).

Rekomendasi Mengelola OAT

57

Page 58: Lapsus Tb Ncank

Pengelolaan OAT perlu diperhatikan agar kejadian hepatitis imbas obat dapat

diminimalisir sehingga pengobatan TB dapat berjalan efektif. Rekomendasi Nasional

untuk mengelola hepatotoksisitas imbas OAT antara lain:

- Jika pasien tediagnosis hepatitis imbas obat OAT, maka pemberian OAT tersebut

harus dihentikan

- Tunggu sampai jaundice hilang atau sembuh terlebih dahulu

- Jika jaundice muncul lagi, dan pasien belum menyelesaikan tahap intensif, berikan

dua bulanStreptomisin, INH dan Etambutol diikuti oleh 10 bulan INH dan

Etambutol.

- Jika pasien telah menyelesaikan tahap intensif, berikan INH dan Etambutol sampai

8 bulan pengobatan untuk Short Course Kemoterapi (SCC) atau 12 bulan untuk

rejimen standar. (Kishore, dkk, 2010)

Rekomendasi British Thoracic Society (BTS) untuk restart terapi pada pasien

hepatotoksisitas

- INH harus diberikan dengan dosis awal 50 mg / hari, dinakikkan perlahan sampai

300 mg / hari setelah 2-3 hari. Jika tidak terjadi reaksi, lanjutkan.

- Setelah 2-3 hari tanpa reaksi terhadap INH, tambahkan Rifampisin dengan dosis

75 mg / harilalu naikkan menjadi 300 mg setelah 2-3 hari, dan kemudian 450 mg

(<50 kg) atau 600 mg (> 50 kg) yang sesuai untuk berat badan pasien. Jika tidak

ada reaksi yang terjadi, lanjutkan.

- Akhirnya, pirazinamid dapat ditambahkan pada dosis 250 mg / hari, meningkat

menjadi 1,0 g setelah 2-3 hari dan kemudian ke 1,5 g (<50 kg) atau 2 g (> 50 kg).

(Kishore, dkk, 2010)

Strategi Untuk Meminimalisir Terjadinya Hepatotoksisitas OAT

Tes fungsi hati harus dilakukan sebelum memulai pengobatan TB dan

sebaiknya dipantau setiap 2 minggu selama awal dua bulan pada kelompok berisiko

seperti pasien dengan gangguan hati yang sudah ada, alkoholik, yang lansia dan

kurang gizi. Hal ini tidak hanya menjadi tanggung jawab para profesional kesehatan

akan tetapi pendidikan kesehatan ini harus dibebankan kepada semua pasien yang

menjalani pengobatan TB secara rinci tidak hanya mengenai kepatuhan dan manfaat

dari OAT tetapi juga efek samping. Para pasien harus waspada dan melaporkan segera

58

Page 59: Lapsus Tb Ncank

jika terjadi gejala yang mengarah pada hepatitis seperti hilangnya nafsu makan, mual,

muntah, jaundice, yang terjadi selama pengobatan. Selanjutmya, kondisi klinis pasien

harus dinilai tidak hanya dalam hal pengendalian penyakit tetapi juga dalam gejala dan

tanda-tanda hepatitis pada mereka ikuti. OAT harus dihentikan segera jika ada

kecurigaan klinis reaksi hepatitis. Lalu tes fungsi hati harus diperiksa seperti ALT,

AST dan kadar bilirubin. (Kishore, dkk, 2010)

Kriteria yang Dapat Digunakan Untuk Menentukan Perkembangan

Hepatotoksisitas Imbas OAT

1. Periksa kimia normal hati sebelum memulai rejimen obat OAT

2. Tidak ada penggunaan alkohol atau penyalahgunaan obat sebelum memulai

pemberian OAT

3. Pasien harus menerima INH, Rifampicin atau Pirazinamid dengan dosis

standar, sendiri atau dalam kombinasi untuk minimal sebelum pengembangan

kimia hati yang abnormal.

4. Saat menerima pengobatan OAT, harus ada peningkatan ALT dan / atau untuk

AST> 120 IU / L (normal <40 IU / L) dan kadar bilirubin total. 1,5 mg / dl

(normal, 1,5 mg / dl).

5. Tidak ada penyebab jelas lainnya untuk peningkatan chemistries hati.

6. Penghapusan obat mengakibatkan normalisasi atau setidaknya peningkatan

50% dari kimia hati yang abnormal. (Jaime, Ungo, dkk, 2010)

Uji Test OAT Penyebab Hepatotoksisitas

Masalah terbesar dengan pengobatan TB adalah drug-induced hepatitis, yang

memiliki tingkat kematian sekitar 5%. Tiga obat-obatan dapat menyebabkan hepatitis:

Pirazinamid, INH dan Rifampicin (dalam urutan penurunan frekuensi). Hal ini tidak

mungkin untuk membedakan antara tiga penyebab murni berdasarkan yanda-tanda dan

gejala. Tes fungsi hati harus diperiksa pada awal pengobatan, tetapi, jika normal, tidak

perlu diperiksa lagi, pasien hanya perlu memperingatkan gejala hepatitis. Dalam hal

ini, tes hanya perlu dilakukan dua minggu setelah memulai pengobatan dan kemudian

setiap dua bulan selanjutnya, kecuali ada masalah yang terdeteksi. Peningkatan kadar

bilirubin dapat terjadi akibat pemakaian Rifampicin (blok ekskresi bilirubin) dan

59

Page 60: Lapsus Tb Ncank

namun biasanya kembali normal setalah 10 hari (peningkatan enzim hati untuk

mengimbangi produksi). Peningkatan pada transaminase hati (ALT dan AST) yang

utama di tiga minggu pertama pengobatan. Jika pasien asimtomatik dan elevasi tidak

berlebihan maka tidak ada tindakan yang perlu diambil. Beberapa ahli menganggap

pengobatan harus dihentikan jika penyakit kuning menjadi bukti klinis.

Jika hepatitis klinis signifikan terjadi saat pengobatan TB, maka semua obat

harus dihentikan sampai kadar transaminase kembali normal. Jika pengobatan TB

tidak dapat dihentikan, maka dapat diberikan Streptomycin dan Etambuto sampai

kadar transaminase kembali normal (kedua obat tidak berhubungan dengan hepatitis).

Obat harus kembali diperkenalkan secara individual. Ini tidak dapat dilakukan

dalam suasana rawat jalan, dan harus dilakukan di bawah pengawasan ketat. Seorang

perawat harus hadir untuk mengambil nadi pasien dan tekanan darah pada 15 interval

menit selama minimal empat jam setelah tiap dosis uji diberikan (masalah yang paling

akan terjadi dalam waktu enam jam pemberian dosis uji, (jika mereka akan terjadi).

Pasien dapat menjadi sangat tiba-tiba sakit dan akses ke fasilitas perawatan intensif

harus tersedia Obat-obatan yang harus diberikan dalam urutan ini.:

    * Hari 1: INH pada 1 / 3 atau 1 / 4 dosis

    * Hari 2: INH pada 1 / 2 dosis

    * Hari 3: INH dengan dosis penuh

    * Hari 4: RMP pada 1 / 3 atau 1 / 4 dosis

    * Hari 5: RMP jam 1 / 2 dosis

    * Hari 6: RMP pada dosis penuh

    * Hari 7: EMB pada 1 / 3 atau 1 / 4 dosis

    * Hari 8: EMB pada 1 / 2 dosis

    * Hari 9: EMB pada dosis penuh

Tidak lebih dari satu tes dosis per hari harus diberikan, dan semua obat lain harus

dihentikan sementara dosis uji yang sedang dilakukan. Maka pada hari 4, misalnya,

pasien hanya menerima RMP dan tidak ada obat lain yang diberikan. Jika pasien

melengkapi sembilan hari dosis tes, maka wajar untuk menganggap bahwa PZA telah

menyebabkan hepatitis dan tidak ada dosis uji PZA perlu dilakukan.

Alasan untuk menggunakan perintah untuk pengujian obat-obatan adalah karena

60

Page 61: Lapsus Tb Ncank

kedua obat yang paling penting untuk mengobati TB INH dan RMP, jadi ini adalah

diuji pertama: PZA adalah obat yang paling mungkin menyebabkan hepatitis dan juga

merupakan obat yang bisa paling mudah dihilangkan . EMB berguna ketika pola

kepekaan organisme TB tidak diketahui dan dapat dihilangkan jika organisme

diketahui sensitif terhadap INH. Rejimen masing-masing menghilangkan obat standar

tercantum di bawah ini.

Urutan di mana obat yang diuji dapat bervariasi menurut pertimbangan sebagai

berikut:

1.  Obat yang paling bermanfaat (INH dan RMP) harus diuji dahulu, karena tidak

adanya obat-obatan dari rejimen pengobatan sangat merusak kemanjurannya

2. Obat yang paling mungkin menyebabkan reaksi harus diuji sebagai paling akhir

(dan mungkin tidak perlu diuji sama sekali). (Wikipedia, 2008)

61

Page 62: Lapsus Tb Ncank

62

Page 63: Lapsus Tb Ncank

63

Page 64: Lapsus Tb Ncank

64

Page 65: Lapsus Tb Ncank

65