LAPSUS SOL.doc

40
LAPORAN KASUS SOL (Space Occupying Lesieon) Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat Dalam Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Penyakit Syaraf Rumah Sakit Umum Daerah Adhyatma Semarang Disusun oleh : Netra Mada Subiyanto H2A009036 Pembimbing : dr. Noorjanah Pujiastuti, Sp.S 1

Transcript of LAPSUS SOL.doc

LAPORAN KASUS

LAPORAN KASUS

SOL (Space Occupying Lesieon)

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat

Dalam Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter

Bagian Ilmu Penyakit Syaraf

Rumah Sakit Umum Daerah Adhyatma Semarang

Disusun oleh :

Netra Mada Subiyanto

H2A009036

Pembimbing :

dr. Noorjanah Pujiastuti, Sp.S

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2014

STATUS MAHASISWA

KEPANITRAAN ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TUGUREJO SEMARANG

Kasus: SOL

Nama Mahasiswa: Netra Mada S

NIM: H2A009036

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama: Ny. Wasiem

Umur: 55 tahun

Agama: Islam

Alamat: Pasucen RT 06/II Petarukan Pemalang

Pekerjaan: Ibu Rumah Tangga

Status: Menikah

NO

Masalah Aktif

Tanggal

NO

Masalah Tidak Aktif

Tanggal

1

Nyeri Kepala

\

No RM: 44.06.44

Tgl masuk RS : 27 Januari 2014

DAFTAR MASALAH

II. ANAMNESA

Anamnesa dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 30 Januari 2014 jam 14.00 WIB.

Keluhan utama : Nyeri kepala.

Onset : nyeri kepala awalnya ringan, namun semakin

lama nyeri semakin bertambah sakit

Lokasi : diseluruh kepala

Kualitas : terus-terusan, cekot-cekot dan nyeri dirasakan

semakin lama semakin bertambah berat

Kuantitas : cekot-cekot

Kronologis :

Pasien masuk Rumah Sakit dengan keluhan nyeri kepala. Nyeri dirasakan diselruh bagian kepala. Pasien merasakan nyeri kepala kurang lebih sudah 3 bulan. Nyeri kepala awalnya ringan dan jarang-jarang. Lama kelamaan nyeri bertambah hebat dan semakin nyeri. Dua minggu SMRS pasien mengeluh kepalanya terasa sangat nyeri dan pasien sempat pingsan. Pasien dibawa di RSUD Pekalongan, pasien sempat dirawat di ICU selama dua minggu. Karena masalah biaya pasien dipindah ke RSUD Pemalang. Di RSUD Pemalang pasien didiagnosa terdapat massa di otak. Karena tidak ada tenaga medis yang mampu menangani, pasien dirujuk ke RSUD Adhyatma Semarang.

Saat ini pasien masih mengeluh kepalanya nyeri. Nyeri dirasakan diseluruh bagian kepala. Nyeri terasa cekot-cekot. Nyeri dirasakan terus-terusan. Pasien tidak mengeluh adanya kelemahan anggota gerak. Riwayat trauma/jatuh disangkal pasien dan keluarga. Keluhan lain seperti mual (+), muntah (-), demam (-) dan selama dirawat di RSUD Adhyatma tidak ada penurunan kesadaran. Pasien mengeluh badannya lemas, demam (-). BAB dan BAK tidak ada keluhan.

Faktor yang memperberat : saat aktifitas keluhan nyeri semakin bertambah

dan saat istirahatpun nyeri kepala tetap dirasakan

Faktor yang memperingan : tidak ada faktor yang memperingan keluhan

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien baru kali pertama sakit seperti ini.

Riwayat jatuh/trauma disangkal.

Riwayat hipertensi disangkal.

Riwayat kencing manis diasangkal.

Riwayat penyakit jantung disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada keluarga yang sakit seperti ini.

Riwayat darah tinggi: disangkal

Riwayat kencing manis: disangkal

Riwayat alergi: disangkal

Riwayat pribadi, sosial ekonomi

Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga. Tinggal bersama anak dan menantunya. Biaya perawatan rumah sakit menggunakan BPJS non PBI. Kesan ekonomi cukup.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 30 Januari 2014 jam 14.15 WIB

A. Keadaan Umum: tampak sakit berat

B. Kesadaran : composmentis, GCS E4M6V5

C. Vital Sign

Tekanan Darah: 120 / 80 mmHg

Frekuensi Nadi: 80x/menit

Frekuensi Nafas: 20 x / menit

Suhu : 36,50C

D. Status Internus

1. Kulit : warna sawo matang, turgor kulit cukup (< 2 detik), ikterik (-).

2. Kepala : kesan mesosefal, simetris, nyeri tekan (-)

3. Mata: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat, central, reguler dan isokor 3mm

4. Hidung : nafas cuping hidung (-), sekret (-)

5. Telinga : serumen(-/-), nyeri tekan tragus(-/-), nyeri tekan mastoid(-/-)

6. Mulut : bibir kering(-), bibir sianosis(-), lidah kotor(-), gusi berdarah(-)

7. Leher : pergerakan baik, pembesaran kelenjar limfe (-), deviasi trakea(-)

8. Thorax:

Paru

Paru depan

Paru belakang

inspeksi

Statis

Dinamis

Normochest,simetris,kelainan kulit (-/-), sudut arcus costa dalam batas normal, ICS dalam batas normal

Pengembangan pernafasan paru Normal

Normochest, simetris, kelainan kulit (-/-), sudut arcus costa dalam batas normal, ICS dalam batas normal

Pengembangan pernapasan paru normal

palpasi

Simetris (N/N), Nyeri tekan (-/-), ICS dalam batas normal, taktil fremitus dalam batas normal

Simetris (N/N), Nyeri tekan (-/-), ICS dalam batas normal, taktil fremitus dalam batas normal

perkusi

Kanan

Kiri

Sonor seluruh lapang paru

Sonor seluruh lapang paru.

Sonor seluruh lapang paru

Sonor seluruh lapang paru.

Auskultasi

Suara dasar vesicular, Ronki(-/-), Wheezing (-/-)

Suara dasar vesicular, Ronki(-/-), Wheezing (-/-)

Tampak anterior paruTampak posterior paru

SD : vesikuler SD : vesikuler

ST : ronki (-), wheezing (-) ST : ronki (-), wheezing (-)

Jantung

Inspeksi: ictus cordis tidak tampak

Palpasi: ictus cordis teraba pada ICS V 1-2 cm ke arah medial midclavikula sinistra, thrill (-), pulsus epigastrium (-), pulsus parasternal (-), sternal lift (-)

Perkusi :

batas atas : ICS II linea parasternal sinistra

pinggang jantung: ICS III linea parasternal sinsitra

batas kanan bawah: ICS V linea sternalis dextra

kiri bawah : ICS V 1-2 cm ke arah medial midclavikula sinistra

Konfigurasi jantung (dalam batas normal)

Auskultasi : regular

Suara jantung murni: SI,SII (normal) reguler.

Suara jantung tambahan gallop (-), murmur (-) SIII (-), SIV (-)

Abdomen

Inspeksi : Permukaan suprapubik membesar, warna sama seperti kulit di sekitar, ikterik (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen

Pekak sisi (-), pekak alih (-)

Tidak terdapat nyeri ketok ginjal dextra/sinistra

Palpasi: Nyeri tekan suprapubik (+), teraba massa (-)

Tidak teraba pembesaran hepar

Lien dan ginjal tidak teraba

F. Status Neurologis

UMUM

1. Kesadaran: Compos mentis

2. Kuantitas: GCS 15 (E4M6V5)

3. Kualitas: Tingkah laku : wajar

4. Perasaan hati: baik

5. Orientasi : Tempat: baik, Waktu: baik, Orang: baik,

Situasi: baik

6. Jalan pikiran: baik

7. Daya ingat baru: baik

8. Daya ingat lama: baik

9. Kemampuan bicara: baik

10. Sikap tubuh: baik

11. Gerakan abnormal: tidak ada

12. Motorik

BADAN DAN ANGGOTA GERAK

1. BADAN

Motorik

Respirasi: +/+

Duduk: +

Bentuk kolumna vertebra: d.b.n

Pergerakan kolumna vertebra: d.b.n

Sensibilitas

Taktil: +

Nyeri: +

Thermi: +

Reflek

Reflek kulit perut atas: +

Reflek kulit perut tengah: +

Reflek klit perut bawah: +

Reflek kremaster: +

Anggota Gerak Atas

Inspeksi

Kanan

Kiri

Gerakan

N

N

Kekuatan

5/5/5

5/5/5

Tonus

Eutoni

Eutoni

Trofi

Eutrofi

Eutrofi

Sensibilitas

(+)

(+)

Nyeri

(+)

(+)

Reflek fisiologis

a. Biceps

b. Triceps

c. Radius

d. Ulna

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

Reflek Patologis

a. Hofman

b. Tromer

(-)

(-)

(-)

(-)

Anggota Gerak Bawah

Inspeksi

Kanan

Kiri

Gerakan

N

N

Kekuatan

5/5/5

5/5/5

Tonus

Eutoni

Eutoni

Trofi

Eutrofi

Eutrofi

Sensibilitas

(+)

(+)

Nyeri

(+)

(+)

Reflek fisiologis

a. Patella

b. Achiles

(+)

(+)

(+)

(+)

Perluasan reflek

-

-

Reflek Patologis

a. oppenheim

b. gordon

c. schaeffer

d. gonda

e. babinsky

f. chaddock

g. mendel bachterew

h. rossolimo

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

12. Nervus Cranialis

Nervus Kranialis

Kanan

Kiri

N. I (Olfactorius)

Daya Penghidu

Normosmia

Normosmia

N.II (Opticus)

a. Daya penglihatan

b. Pengenalan warna

c. Medan penglihatan

d. Perdarahan arteri/vena

e. Fundus okuli

f. Papil

g. Retina

Baik

Baik

Baik

Baik

t.d.l

t.d.l

t.d.l

Baik

Baik

Baik

Baik

t.d.l

t.d.l

t.d.l

N.III (Oculomotorius)

a. Ptosis

b. Gerak mata keatas

c. Gerak mata kebawah

d. Gerak mata media

e. Ukuran pupil

f. Bentuk pupil

g. Reflek cahaya langsung

h. Reflek cahaya konsesuil

i. Reflek akmodasi

j. Strabismus divergen

k. Diplopia

(-)

(+)

(+)(+)

3 mm

bulat

(+)

(+)

(+)

(-)

(-)

(-)

(+)

(+)

(+)

3 mm

bulat

(+)

(+)

(+)

(-)

(-)

N.IV (Trochlearis) :

a. Gerak mata lateral bawah

b. Strabismus konvergen

c. Diplopia

(+)

(-)

(-)

(+)

(-)

(-)

N.V (Trigeminus)

a. Menggigit

b. Membuka mulut

c. Sensibilitas muka atas

d. Sensibilitas muka tengah

e. Sensibilitas muka bawah

f. Reflek kornea

g. Reflek bersin

h. Reflek masseter

i. Reflek zigomatikus

j. Trismus

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(-)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(-)

N.VI (Abducens) :

a. Pergerakan mata (ke lateral)

b. Strabismus konvergen

c. Diplopia

(+)

(-)

(-)

(+)

(-)

(-)

N. VII (Facialis)

a. Kerutan kulit dahi

b. Kedipan mata

c. Lipatan nasolabia

d. Sudut mulut

e. Mengerutkan dahi

f. Mengangkat alis

g. Menutup mata

h. Meringis

i. Tik fasial

j. Lakrimasi

k. Daya kecap 2/3 depan

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

t.d.l

t.d.l

t.d.l

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

t.d.l

t.d.l

t.d.l

N. VIII (Vestibulocochlearis)

a. Mendengarkan suara berbisik

b. Mendengarkan detik arloji

c. Tes rinne

d. Tes weber

e. Tes schwabach

N

Nt.d.l

t.d.l

t.d.l

NNt.d.l

t.d.l

t.d.l

N IX (Glossopharyngeus)

a. Arkus faring

b. Uvula

c. Daya kecap 1/3 belakang

d. Reflek muntah

e. Sengau

f. Tersedak

Simetris

Simetris

t.d.l

t.d.l

(-)

(-)

Simetris

Simetris

t.d.l

t.d.l

(-)

(-)

N X (Vagus)

a. Arkus faring

b. Daya kecap 1/3 belakang

c. Bersuara

d. Menelan

Simetris

t.d.l

(+)

(+)

Simetris

t.d.l

(+)

(+)

N XI (Accesorius)

a. Memalingkan muka

b. Sikap bahu

c. Mengangkat bahu

d. Trofi otot bahu

(+)

(+)

(+)

N

(+)

(+)

(+)

N

N XII (Hypoglossus)

a. Sikap lidah

b. Artikulasi

c. Tremor lidah

d. Menjulurkan lidah

e. Kekuatan lidah

f. Trofi otot lidah

g. Fasikulasi lidah

N

Baik

-

+

N

N

-

13. Sensorik : dalam batas normal.

14. Fungsi vegetatif

Miksi: inkontinensia urin (-), retensio urin (-)

Defekasi: inkontinensia alfi (-), retensio alfi (-)

KOORDINASI, LANGKAH DAN KESEIMBANGAN

Ataksia: tidak dapat dilakukan

Tes Romberg: tidak dapat dilakukan

Gaya berjalan: tidak dapat dilakukan

Tes disdiadokhokinesis: (-)

Tes Fenomen Rebound: tidak dapat dilakukan

Tes Dismetria: tidak dapat dilakukan

GERAKAN-GERAKAN ABNORMAL

Tremor: (-)

Atetosis: (-)

Mioklonus: (-)

Khorea: (-)

GEJALA RANGSANG MENINGEAL DAN NYERI RADIKULER

Refleks Khusus

Kanan

Kiri

Tes lasegue

Tes Kerniq

Tes patrick

Tes kontra patrick

Tes brudzinski I

Tes brudzinski II

Tes Nafziger

Tes Valsava

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. CT-Scan

b. Laboratorium : Kimia darah lengkap

VI. RESUME

Saat ini pasien mengeluh kepalanya nyeri. Nyeri dirasakan diseluruh bagian kepala. Nyeri dirasakan terus-terusan dan nyeri dirasakan semakin lama semakin bertambah sakit. Riwayat trauma/jatuh disangkal pasien dan keluarga. Keluhan lain seperti mual (+).

Pada pemeriksaan fisik didapatkan :

Keadaan Umum: Tampak sakit berat

Kesadaran : composmentis, GCS E4M6V5

Vital Sign

Tekanan Darah: 120 / 80 mmHg

Frekuensi Nadi: 80x/menit

Frekuensi Nafas: 20 x / menit

Suhu : 36,50C

Status internus : dalam batas normal

Fungsi otonom : dalam batas normal

Pemeriksaan fungsi keseimbangan : dbn

Pemeriksaan rangsang meningen : dbn

VII. DIAGNOSIS

1. Diagnosis Klinis: - Chepalgia

- Vomitus

Diagnosis Topis: Intrakranial

Diagnosis Etiologi: Chepalgia kronis e.c SOL

VIII. INITIAL PLAN

A. Chepalgia krronis e.c SOL

B. Vomitus

1. IpTx

a. Medikamentosa

IV line : Ringer laktat 20 tetes/menit

As. Mefenamat 3x1

Citicolin tab 2x500mg

Ranitidin 2x1

Mtilprednisolon tab 1x40 mg

Vitamin B complek 2x1

b. Non-Medikamentosa

Tindakan Operatif

2. IpDx

CT Scan kepala

3. IpMx

Monitoring keadaan umum dan tanda vital.

Monitoring asupan makanan dan minuman serta obat yang dikonsumsi.

4. IpEx

Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang kemungkinan penyebab nyeri kepala.

Menghimbau pasien untuk memperbanyak istirahat dan mengurangi aktifitas yang berlebihan.

Sarankan kepada keluarga untuk mengawasi pasien dalam minum obat secara teratur.

Makan makanan sehat dan bergizi.

Menjelaskan kepada keluarga pasien kemungkinan dilakukan tindakan operatif.

IX. PROGNOSA

Ad vitam: Dubia ad malam

Ad Fungsionam : Dubia ad malam

Ad sanam : Dubia ad malam

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Lesi desak ruang (space occupying lesion/SOL) merupakan lesi yang meluas atau menempati ruang dalam otak termasuk tumor, hematoma dan abses. Karena cranium merupakan tempat yang kaku dengan volume yang terfiksasi maka lesi-lesi ini akan meningkatkan tekanan intracranial. Suatu lesi yang meluas pertama kali diakomodasi dengan cara mengeluarkan cairan serebrospinal dari rongga cranium. Akhirnya vena mengalami kompresi, dan gangguan sirkulasi darah otak dan cairan serebrospinal mulai timbul dan tekanan intracranial mulai naik. Kongesti venosa menimbulkan peningkatan produksi dan penurunan absorpsi cairan serebrospinal dan meningkatkan volume dan terjadi kembali hal-hal seperti diatas.

Posisi tumordalam otak dapat mempunyai pengaruh yang dramatis pada tanda-tanda dan gejala. Misalnya suatu tumor dapat menyumbat aliran keluar dari cairan serebrospinal atau yang langsung menekan pada vena-vena besar, meyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intracranial dengan cepat. Tanda-tanda dan gejala memungkinkan dokter untuk melokalisirlesi akan tergantung pada terjadinya gangguan dalam otak serta derajat kerusakan jaringan saraf yang ditimbulkan oleh lesi. Nyeri kepala hebat, kemungkinan akibat peregangan durameter dan muntah-muntah akibat tekanan pada batang otak merupakan keluhan yang umum.Suatu pungsi lumbal tidak boleh dilakukan pada pasien yang diduga tumor intracranial. Pengeluaran cairan serebrospinal akan mengarah pada timbulnya pergeseran mendadak hemispherium cerebri melalui takik tentorium kedalam fossa cranii posterior atau herniasi medulla oblongata dan serebellum melalui foramen magnum. Pada saat ini CT-scan dan MRI digunakan untuk menegakkan diagnose.

B. Konsekuensi Lesi Desak Ruang

Konsekuensi dari lesi desak ruang Bila timbul massa yang baru didalam kranium seperti tumor, abses atau bekuan darah, pertama-tama ia akan menggeser isi intrakranial normal.

LESI DESAK RUANG (SOL) BERDASARKAN LOKASI

Berdasarkan lokasinya lesi desak ruang (SOL) dap0at dibedakan menjadi SOL yang terletak di Supratentorium dan SOL yang terletak di Infratentorium.

TUMOR OTAK

A. Definisi

Tumor otak merupakan pertumbuhan jaringan abnormal yang berasal dari sel-sel otak atau dari struktur di sekelilingnya. Sama seperti tumor lainnya tumor otak dapat dibagi menjadi tumor otak jinak (benigna) dan ganas (maligna).

Tumor otak benigna adalah pertumbuhan jaringan abnormal di dalam otak, tetapi tidak ganas.

Tumor otak maligna adalah kanker di dalam otak yang berpotensi menyusup dan menghancurkan jaringan di sebelahnya atau yang telah menyebar (metastase) ke otak dari bagian tubuh lainnya melalui aliran darah.

Terdapat 2 kategori tumor otak, yaitu :

1. Tumor otak primer - tumor ini berasal dari otak itu sendiri.

2. Tumor otak sekunder (dikenali sebagai metastatik) - ia berasal atau penyebaran dari organ tubuh yang lain seperti paru-paru, ginjal, payudara, tulang, kulit dan organ tubuh lainnya.

Tumor otak primer bermula dan terbentuk di dalam otak. Tumor tersebut mungkin tumbuh dan terbentuk disuatu tempat yang kecil atau ia dapat meluas ke daerah-daerah sekitar yang berdekatan. Tumor sekunder (metastatik) bermula atau tumbuh di tempat lain dan kemudian menyebar melalui saluran darah ke otak untuk membentuk tumor otak sekunder (tempat asalnya ialah kanker paru-paru, payudara, usus, kulit dan lain-lain). Tumor otak metastasis merupakan komplikasi neurologis yang paling sering dari kanker sistemik.

B. Lokasi Tumor Otak

Pada dewasa, 80-85 persen terjadi supratentorial. Tumor terbanyak adalah glioma, metastase dan meningioma. Pada anak-anak 60 persen terjadi infratentorial. Medulloblastoma dan astrositoma serebelar adalah predominan.

C. Patologi Tumor Otak

Tumor intrakranial sering diuraikan sebagai 'jinak' dan 'ganas', namun istilah ini tidak dapat langsung dibandingkan dengan tumor yang terjadi ekstrakranial. Tumor intrakranial jinak mempunyai efek merusak karena ia berkembang di dalam rongga tengkorak yang berdinding kaku. Astrositoma jinak bisa menginfiltrasi jaringan otak secara luas hingga mencegah untuk pengangkatan total, atau mengisi daerah neurologis yang kritis yang bahkan mencegah pengangkatan parsial sekalipun.Tumor intrakranial ganas berarti pertumbuhan yang cepat, diferensiasi yang buruk, selularitas yang bertambah, mitosis, nekrosis dan proliferasi vaskuler. Namun metastasis kedaerah ekstrakranial jarang terjadi.

D. Etiologi dan Patofisiologi Tumor Otak

1. Etiologi Tumor Otak

Penyebab dari kebanyakan tumor otak tetap tidak diketahui, namun beberapa tumor, faktor predisposisinya diketahui:

a. Iradiasi Kranial: Pengamatan jangka panjang setelah radiasi kepala menyeluruh (antaranya untuk tinea kapitis) memperlihatkan peninggian insiden tumor jinak maupun ganas, astrositoma, meningioma.

b. Substansi-substansi karsinogenik.Bahan-bahan kimia seperti vinyl-chloride

c. Terapi Immunosupressif: Meninggikan insiden limfoma dan tumor limforetikuler.

d. Neurofibromatosis: Berkaitan dengan peninggian insidens glioma saraf optik serta meningioma.

e. Sklerosis Tuberosa: berhubungan dengan pembentukan astrositoma subependimal.

f. Kelainan genetik : mutasi and delesi genetic tumor suppressor genes seperti mutasi gen TP53 (sindrom Li-Fraumeni), P16 (sindrom melanoma-glioma), dan MMAC1 (termutasi pada kanker lanjut). Von Hippel-Lindau syndrome, Turcot's syndrome.

g. Pasien dengan riwayat melanoma, kanker paru, mammae, colon,

h. Kanker ginjal beresiko besar terhadap tumor otak sekunder.

2. Patofisiologi Tumor Otak

Tumor secara langsung dapat memusnahkan sel-sel otak dan secara tidak langsung memusnahkan sel-sel apabila terjadi peradangan, penyumbatan akibat pertumbuhan tumor, pembengkakan dan peningkatan tekanan dalam otak (tekanan intrakranium). Tumor ini dapat menyerang baik serebrum serebelum ataupun pangkal otak. Tumor otak menyebabkan gangguan neurologik progresif. Gejala gejalanya terjadi berurutan. Hal ini menekankan pentingnya anamnesis dalam pemeriksaan penderita. Gangguan neurologik pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh dua faktor : gangguan fokal disebabkan oleh tumor dan kenaikan tekanan intrakranial. Gangguan fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak, dan infiltrasi atau invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron, misalnya glioblastoma multiforme. Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang bertumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan cerebrovaskular primer.Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuron dihubungkan dengan kompresi, invasi, dan perubahan suplai darah ke jaringan otak. Beberapa tumor membentuk kista yang juga menekan parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat gangguan neurologis fokal.

Peningkatan tekanan kranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor :

massa dalam tengkorak

terbentuknya edema sekitar tumor, dan

perubahan sirkulasi cairan serebrospinal.

Pertumbuhan tumor menyebabkan bertambahnya massa karena tumor akan mengambil tempat dalam ruang yang relatif tetap dari ruangan tengkorak yang kaku. Tumor ganas menimbulkan edema dalam jaringan otak sekitarnya. Mekanismenya belum seluruhnya dipahami, tetapi diduga disebabkan oleh selisih osmotik yang menyebabkan penyerapan cairan tumor. Beberapa tumor dapat menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan edema yang disebabkan oleh kerusakan sawar darah otak, semuanya menimbulkan kenaikan volume intrakranial. Obstruksi sirkulasi cairan serebrospinal dari ventrikal lateral ke ruangan subaraknoid menimbulkan hidrosefalus. Peningkatan tekanan intrakranial akan membahayakan jiwa bila terjadi cepat akibat salah satu penyebab yang telah dibicarakan sebelumnya. Mekanisme kompensasi memerlukan waktu berharihari atau berbulanbulan untuk menjadi efekif dan oleh karena itu tidak berguna apabila tekanan intrakranial timbul cepat. Mekanisme kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan volume darah intrakranial, volume cairan serebrospinal, kandungan cairan intrasel dan mengurangi selsel parenkim. Kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan herniasi unkus atau serebelum.

Herniasi unkus timbul bila girus medialis lobus temporalis tergeser ke inferior melalui insisura tentorial oleh massa dalam hemisfer otak. Herniasi menekan mesensefalon, menyebabkan hilangnya kesadaran, dan menekan saraf otak ketiga. Pada herniasi serebelum, tonsi serebelum tergeser ke bawah melalui foramen magnum oleh suatu massa posterior. Kompresi medula oblongata dan henti pernapasan terjadi dengan cepat. Perubahan fisiologis lain yang terjadi akibat peningkatan intrakranial yang cepat adalah bradikardia progresif, hipertensi sistemik (pelebaran tekanan nadi) dan gangguan pernapasan.

E. Klasifikasi Tumor

Berdasarkan lokasi

F. Gejala Klinis

Tumor otak merupakan penyakit yang sukar terdiagnosa secara dini, karena pada awalnya menunjukkan berbagai gejala yang menyesatkan dan meragukan tapi umumnya berjalan progresif. Baik pada tumor jinak maupun ganas, gejalanya timbul jika jaringan otak mengalami kerusakan atau otak mendapat penekanan. Jika tumor otak merupakan penyebaran dari tumor lain, maka akan timbul gejala yang berhubungan dengan kanker asalnya. Misalnya batu berlendir dan berdarah terjadi pada kanker paru-paru, benjolan di payudara bisa terjadi pada kanker payudara. Gejala dari tumor otak tergantung kepada ukuran, kecepatan pertumbuhan dan lokasinya. Tumor dibeberapa bagian otak bisa tumbuh sampai mencapai ukuran yang cukup besar sebelum timbulnya gejala; sedangkan pada bagian otak lainnya, tumor yang berukuran kecilpun bisa menimbulkan efek yang fatal.

Manifestasi klinis tumor otak dapat berupa:

a. Gejala serebral umum, nyeri kepala, kejang

b. Gejala tekanan tinggi intrakranial

c. Gejala tumor otak yang spesifik

G. Gejala spesifik tumor otak yang berhubungan dengan lokasi:

1. Lobus frontal

Menimbulkan gejala perubahan kepribadian apatis dan masa bodoh

Euphoria, tetapi lebih sering ditemukan adalah gabungan dari kedua tipe tersebut.

Bila tumor menekan jaras motorik menimbulkan hemiparese kontralateral, kejang fokal

Bila menekan permukaan media dapat menyebabkan inkontinentia

Bila tumor terletak pada basis frontal menimbulkan sindrom fosterkennedy

Pada lobus dominan menimbulkan gejala afasia motorik dan disartria.

Lobus parietal, dapat menimbulkan gejala modalitas sensori kortikal hemianopsi homonymus

Bila terletak dekat area motorik dapat timbul kejang fokal dan pada gyrus angularis menimbulkan gejala sindrom gerstmanns. Bangkitan kejang dapat umum atau fokal, hemianopsia homonim, apraksia. Bila tumor terletak pada lobus yang dominan dapat menyebabkan afasia sensorik atau afasia sensorik motorik, agrafia dan finger agnosia.

2. Lobus temporal

Akan menimbulkan gejala hemianopsia kontralateral, bangkitan psikomotor atau kejang yang didahului dengan aura atau halusinasi (auraolfaktorius)

Bila letak tumor lebih dalam menimbulkan gejala afasia sensorik motorik atau disfasia serta hemiparese.

Pada tumor yang terletak sekitar basal ganglia dapat diketemukan gejala choreoathetosis, parkinsonism.

3. Lobus oksipital

Menimbulkan bangkitan kejang yang dahului dengan gangguan penglihatan (aura berupa kilatan sinar yang tidak berbentuk) dimana makula masih baik.

Gangguan penglihatan yang permulaan bersifat quadranopia berkembang menjadi hemianopsia, objeckagnosia.

4. Tumor di ventrikel ke III

Tumor biasanya bertangkai sehingga pada pergerakan kepala menimbulkan obstruksi dari cairan serebrospinal dan terjadi peninggian tekanan intrakranial mendadak, pasen tiba-tiba nyeri kepala, penglihatan kabur, dan penurunan kesadaran

5. Tumor di cerebello pontin angie

Tersering berasal dari N VIII yaitu acustic neurinoma

Dapat dibedakan dengan tumor jenis lain karena gejala awalnya berupa gangguan fungsi pendengaran

Gejala lain timbul bila tumor membesar dan keluar dari daerah pontin angel

6. Tumor Hipotalamus

Menyebabkan gejala TTIK akibat oklusi dari foramen Monroe

Gangguan fungsi hipotalamus menyebabkan gejala: gangguan perkembangan seksuil pada anak-anak, amenorrhoe, dwarfism, gangguan cairan dan elektrolit, bangkitan

7. Tumor di cerebelum

Umumnya didapat gangguan berjalan dan gejala TTIK akan cepat terjadi disertai dengan papil udem

Nyeri kepala khas didaerah oksipital yang menjalar keleher dan spasme dari otot-otot servikal.

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Rontgen tulang tengkorak dan otak hanya memberikan sedikit gambaran mengenai tumor otak. Semua jenis tumor otak biasanya bisa terlihat pada CT scan atau MRI, yang juga bisa menentukan ukuran dan letaknya yang pasti. Tumor hipofisa biasanya ditemukan jika telah menekan saraf penglihatan. Pemeriksaan darah menunjukkan kadar hormon hipofisa yang abnormal dan tumor biasanya bisa didiagnosis dengan CT scan atau MRI.

Biopsi dilakukan untuk menentukan jenis tumor dan sifatnya (ganas atau jinak). Kadang pemeriksaan mikroskopik dari cairan serebrospinal yang diperoleh melalui pungsi lumbal, bisa menunjukkan adanya sel-sel kanker.

Jika terdapat peningkatan tekanan di dalam tengkorak, maka tidak dapat dilakukan pungsi lumbal karena perubahan tekanan yang tiba-tiba bisa menyebabkan herniasi. Pada herniasi, tekanan yang meningkat di dalam tengkorak mendorong jaringan otak ke bawah melalui lubang sempit di dasar tengkorak, sehingga menekan otak bagian bawah (batang otak). Sebagai akibatnya, fungsi yang dikendalikan oleh batang otak (pernafasan, denyut jantung dan tekanan darah) akan mengalami gangguan. Jika tidak segera diatasi, herniasi bisa menyebabkan koma dan kematian.

Pemeriksaan Penunjang

Setelah diagnosa klinik ditentukan, harus dilakukan pemeriksaan yang spesifik untuk memperkuat diagnosa dan mengetahui letak tumor.

-Elektroensefalografi (EEG)

-Foto polos kepala

-Arteriografi

-Computerized Tomografi (CT Scan)

- Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Pengobatan

Pengobatan tumor otak tergantung kepada lokasi dan jenisnya.Jika memungkinkan, maka tumor diangkat melalui pembedahan.Pembedahan kadang menyebabkan kerusakan otak yang bisa menimbulkan kelumpuhan parsial, perubahan rasa, kelemahan dan gangguan intelektual, tetapi pembedahan harus dilakukan jika pertumbuhannya mengancam struktur otak yang penting.

Meskipun pengangkatan tumor tidak dapat menyembuhkan kanker, tetapi bisa mengurangi ukuran tumor, meringankan gejala dan membantu menentukan jenis tumor serta pengobatan lainnya. Beberapa tumor jinak harus diangkat melalui pembedahan karena mereka terus tumbuh di dalam rongga sempit dan bisa menyebabkan kerusakan yang lebih parah atau kematian.

Meningioma, schwannoma dan ependimoma biasanya diangkat melalui pembedahan. Setelah pembedahan kadang dilakukan terapi penyinaran untuk menghancurkan sel-sel tumor yang tersisa. Tumor ganas diobati dengan pembedahan, terapi penyinaran dan kemoterapi.

Terapi penyinaran dimulai setelah sebanyak mungkin bagian tumor diangkat melalui pembedahan. Terapi penyinaran tidak dapat menyembuhkan tumor, tetapi membantu memperkecil ukuran tumor sehingga tumor dapat dikendalikan.

Kemoterapi digunakan untuk mengobati beberapa jenis kanker otak. Kanker otak primer maupun kanker otak metastatik memberikan respon yang baik terhadap kemoterapi. Jika terjadi peningkatan tekanan di dalam otak, diberikan suntikan mannitol dan kortikosteroid untuk mengurangi tekanan dan mencegah herniasi.

Pengobatan kanker metastatik tergantung kepada sumber kankernya. Sering dilakukan terapi penyinaran. Jika penyebarannya hanya satu area, maka bisa dilakukan pembedahan.

Terapi Steroid

Steroid secara dramatis mengurangi edema sekeliling tumor intrakranial, namun tidak berefek langsung terhadap tumor. Dosis pembebanan dekasametason 12 mg. iv, diikuti 4 mg. q.i.d. sering mengurangi perburukan klinis yang progresif dalam beberapa jam. Setelah beberapa hari pengobatan, dosis dikurangi bertahap untuk menekan risiko efek samping yang tak diharapkan.

Tumor seller atau paraseller kadang-kadang tampil dengan insufisiensi steroid. Pada pasien ini perlindungan steroid merupakan sarat mutlak tindakan anestetik atau operatif.

Tindakan Operatif

Kebanyakan pasien dengan tumor intrakranial memerlukan satu atau lebih pendekatan bedah-saraf. Contohnya antara lain sebagai berikut:

Kraniotomi: Flap tulang dipotong dan dibuka dengan melipat.

Burr hole: Untuk biopsi langsung atau stereotaktik.

Pendekatan Transsfenoid: Melalui sinus sfenoid kefossa pituitari.

Pendekatan Transoral: Membuang arkus atlas, peg odontoid dan klivus memberikan jalan mencapai aspek anterior batang otak dan cord servikal atas. Jarang digunakan. Biasanya untuk tumor letak depan seperti neurofibroma, khordoma.

Kraniektomi: Burr hole diikuti pengangkatan tulang sekitarnya untuk memperluas bukaan, rutin digunakan untuk pendekatan pada fossa posterior.

Prosedur biopsi, pengangkatan tumor parsial/ dekompresi internal atau pengangkatan total tumor tergantung asal dan lokasi tumor. Tumor ganas primer yang infiltratif mencegah pengangkatan total dan sering operasi dilakukan terbatas untuk biopsi atau dekompresi tumor. Prospek pengangkatan total membaik pada tumor jinak seperti meningioma atau kraniofaringioma; bila banyak tumor yang terabaikan, atau bagian tumor mengenai struktur dalam, bisa berakibat rekurensi.

Radioterapi

Saat ini tindakan terhadap tumor intrakranial menggunakan salah satu dari cara berikut:

- sinar-x megavoltase

- sinar gama dari kobalt60

- berkas elektron dari akselerator linear

- partikel yang dipercepat dari siklotron, seperti neutron, nuklei dari helium,

proton

Sebagai alternatif, tumor ditindak dari dalam (brakhiterapi) dengan mengimplantasikan butir radioaktif seperti ytrium90. Kontras dengan metoda tua dengan 'terapi sinar-x dalam', tehnik modern memberikan penetrasi jaringan lebih dalam dan mencegah kerusakan radiasi terhadap permukaan kulit. Efek radioterapi tergantung dosis total, biasanya hingga 6.000 rad, dan durasi pengobatan. Harus terdapat keseimbangan terhadap risiko pada struktur normal sekitar. Umumnya, makin cepat sel membelah, makin besar sensitivitasnya. Radioterapi terutama bernilai pada pengelolaan tumor ganas; astrositoma maligna, metastasis, medulloblastoma dan germinoma, namun juga berperan penting pada beberapa tumor jinak; adenoma pituitari, kraniofaringioma. Karena beberapa tumor menyebar melalui jalur CSS seperti medulloblastoma, iradiasi seluruh aksis neural menekan risiko terjadinya rekurensi dalam selang waktu singkat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Long Barbara C. 1996.Perawatan Medikal Bedah, suatu pendekatan proses keperawatan. Bandung : Yayasan IADK

.

2. Price, Sylvia A. 2005.Patofisiologi.Konsep Klinis Proses Proses PenyakitEdisi6 Vol. 2. Jakarta : EGC.

3. Harsono. 2003. Meningitis. Kapita Selekta Neurologi.UGM

4. Mardjono, Mahar. Sidharta, Priguna. 2009. Neurologi Klinis Dasar. PT. Dian Rakyat. Jakarta.

15