Lapsus Snakebite

download Lapsus Snakebite

of 32

description

snakebite

Transcript of Lapsus Snakebite

BAB IPENDAHULUAN

Gigitan ular merupakan salah satu kasus gawat darurat yang terkait lingkungan, pekerjaan dan musim dan cukup banyak terjadi di berbagai belahan dunia khususnya di daerah pedesaan. Pekerja di bidang pertanian dan anak-anak merupakan golongan yang serin tergigit. 1Pada tahun 2009,pertama kali dikenalkan WHO sebagai neglected tropical disease.2 Insidens gigitan ular ini terutama yang menyebabkan kematian masih cukup tinggi di dunia. Pada tahun 1998 angka kematian diperkirakan sekitar 125.000 dari 5 juta kasus per tahun termasuk 100.000 kematian dari 2 juta kasus di Asia dengan jumlah kecacatan menetap yang tidak terhitung1 karena masih sulitnya ketersediaan dan akses Serum Anti Bisa Ular (SABU). Begitu pula di daerah Asia Tenggara. Namun untuk jumlah pastinya masih belum diketahui karena angka kesakitan baik akut maupun kronik masih tidak jelas dan tidak adekuatnya sistem pencatatan dan pelaporan di berbagai daerah. Di Indonesia sendiri dilaporkan sekitar 20 kasus kematian dari ribuan kasus gigitan ular per tahun. 1 Mengetahui jenis ular yang menggigit karena penting untuk penanganan yang optimal. Penanganan pertama pra hospital terhadap korban gigitan ular yang masih sering kita jumpai di masyarakat menurut penelitian memiliki lebih banyak kerugian daripada keuntungannya. Oleh karena itu laporan kasus ini disusun agar dapat lebih memahami dan mempelajari bagaimana diagnosis dan tatalaksana pada pasien dengan gigitan ular.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Jenis UlarDiagnosis dari spesies ular yang menggigit korban penting untuk diketahui. Bisa dilakukan dengan mengidentifikasi ular yg sudah mati, ciri-cirinya atau dari manifestasi klinis yang muncul.1 Dari 25003000 spesies ular yang tersebar di dunia kira-kira ada 500 ular yang beracun.3 Famili Viperidae (vipers, adders, pit vipers, and mocassins), Elapidae (cobras, mambas, kraits, coral snakes, Australasian venomous snakes, and sea snakes), Atractaspididae (burrowing asps) memiliki kemampuan untuk menyuntikkan bisa menggunakan gigi yang telah termodifikasi (taring). 2

ViperidaeElapidaeAtractaspididae

Gambar 1.Jenis-jenis Ular Berbisa

Gambar 2. Spesies Ular Berbisa di IndonesiaKategori 1 : Ular berbisa yang tersebar luas dan mengakibatkan angka kesakitan, kecacatan dan kematian yang tinggiKategori 2 : Ular berbisa yang mengakibatkan angka kesakitan, kecacatan dan kematian yang tinggi tetapi berdasarkan data epidemiologi jarang terjadi karena habitat dan perilaku ular yang jauh dari populasi manusia.Bisa ular dihasilkan dan disimpan pada sepasang kelnjar di bawah mata dan dihubungkan ke taring oleh Saluran racun menghubungkan kelenjar penghasil racun sampai dasar taring (fang).

Gambar 3. Anatomi kantong bisa ular dan saluran bisaSampai saat ini belum ada aturan baku untuk membedakan ular berbisa atau tidak. Beberapa ular yang tidak berbisa telah berevolusi menyerupai ular beracun begitu pula sebaliknya sehingga terlihat hampir sama. Meskipun dalam beberapa hal ular berbisa memiliki ciri-ciri tertentu seperti ukuran dan bentuk tubuhnya, pola kulitnya, perilaku dan suara jika dalam keadaan terancam. 1 Sebagai contoh ular jenis kobra sudah dikenal luas akan menegakkan tubuhnya, menyemburkan racun dan secara agresif mematuk lawannya jika dalam kondisi terancam. Ular penghasil bisa (snake venom) berbahaya, bisa yang dikeluarkannya 90% merupakan protein sisanya merupakan nonenzim seperti protein nontoksis yang mengandung karbohidrat dan logam. Bisa tersebut mengandung lebih dari 20 macam enzim yang berbeda termasuk phospholipases A2, B, C, D hydrolases, phosphatases (asam sampai alkalis), proteases, esterases, acetylcholinesterase, transaminase, hyaluronidase, phosphodiesterase, nucleotidase dan ATPase serta nucleosidases (DNA & RNA).3

2.2 Bisa UlarBeberapa enzim yang terkandung dalam bisa ular antara lain : Zinc metalloproteinase haemorrhagins: Merusak endotel vaskular, mengakibatkan perdarahan. Procoagulant enzymes: Mengandung serine protease dan enzim prokoagulan yang merupakan zat pengaktif faktor X, prothrombin dan faktor koagulan yang menstimulasi pembekuan darah dengan membentuk benang fibrin pada aliran darah. Ironisnya proses ini membuat darah menjadi sukar membeku karena hampir semua fibrin rusak dan faktor-faktor pembekuan darah tersebuat akan berkurang dalam waktu sekitar 30 menit setelah gigitan ular. Phospholipase A2 (lecithinase): Merusak mitokondria, Sel darah merah, leukosit, platelet, saraf tepi, otot skeletal, endotel vaskular, dan membran-membran lain, menghasilkan aktifitas neurotoksik di presinaps, dan memicu pelepasan histamin dan antikoagulan. Acetylcholinesterase Hyaluronidase: meningkatkan penyebaran bisa ke seluruh jaringan. Enzim proteolitik : meningkatkan permeabilitas vaskular sehingga menybabkan edema, munculnya bulla, lebam, dan nekrosis pada tempat gigitan. 1Selain itu ada zat penyusun bisa ular yang bersifat neurotoksik post sinaps yaitu -bungarotoxin and cobrotoxin, yang terdiri atas 60-62 atau 66-74 asam aminio dan subunit fosfolipase A yang melepaskan asetilkolin pada saraf tepi di neuromuscular junction dan mencegah pelepasan neurotransmiter. Peningkatan permeabilitas vaskular jika berlangsung terus menerus akan mengakibatkan renjatan atau syok yang jika tidak tertangani dapat menyebabkan kematian. Seringkali bisa ular bersifat neurotoksik yang menyebabkan kelumpuhan (paralysis) dan terhentinya pernapasan, serta pengaruh kardiotoksik menyebabkan denyut jantung berhenti juga berpengaruh kepada terjadinya miotoksik.2

Tabel 1. Protein pada bisa ular dan kepentingan klinis 1

2.3 EpidemiologiPada tahun 1998 angka kematian diperkirakan sekitar 125.000 dari 5 juta kasus per tahun termasuk 100.000 kematian dari 2 juta kasus di Asia.1 Di Amerika dilaporkan 4000-7000 kasus gigitan ukar per tahun dengan rata-rata 4 kasus per 100.000 penduduk. Selama 5 tahun penelitian retrospektif dari sekitar 25 kasus gigitan, 4 diantaranya memerlukan tindakan fasciotomi dan 2 memerlukan tandur kulit dengan rasio laki-laki : perempuan = 9 : 1 Dan 50% sering terjadi pada umur 18-28 tahun.5 Di Indonesia sendiri dilaporkan sekitar 20 kasus kematian dari ribuan kasus gigitan ular per tahun.12.4 Patogenesis2.4.1. Gangguan pembekuan darahUmumnya ular berbisa, bisanya mengandung serine protease, metaloproteinase yang mengganggu hemostasis dengan aktivasi atau menghambat faktor koagulan atau platelet dan merusak endotel vaskular. Enzim dalam bisa ular akan berikatan dengan reseptor platelet menginduksi atau menghambat agregasi platelet. Enzim-enzim prokoagulan akan mengaktifkan protrombin, faktor V,X,XIII dan pasminogen endogen. Kombinasi konsumsi aktivitas antikoagulan, terganggunya jumlah dan fungsi platelet dan kerusakan dinding endotel pembuluh darah berakibat perdarahan yang hebat pada pasien, Penyakit pembekuan darah (koagulopati) ditandai defibrinasi yang berkaitan dengan jumlah trombosit. Di samping itu dapat mengubah protrombin menjadi trombin dan mengurangi faktor V,VII, protein C dan plasminogen.Tekanan di sistem kardiovaskuler menyebabkan DIC atau tekanan di otot jantung. 22.4.2 NeurotoksikBisa ular yang bersifat neurotoksik akan menghambat eksitasi neuromuskular junction perifer dengan berbagai cara. Sehingga gejala yang paling sering muncul adalah mengantuk, menunjukkan bahwa ada kemungkinan pengaruh sedasi sentral yang terkait dengan molekul kecil non protein yang terdapat dalam bisa ular king cobra. Hampir sebagian besar neurotoksin akan mengakibatkan pamanjangan efek dari asetilkolin, sehingga muncul gejala paralisis seperti ptosis, ophtalmoplegia eksternal, midriasis, dan depresi jalan napas dan total flacid paralysis seperti pada pasien dengan Myastenia Gravis. Selain itu ada pola paralisis desendens yang sulit dijelaskan secara patofisiologinya.

Gambar 4. Neuromuscular junction dan protein neurotoksik bisa ular

2.4.3 HipotensiHipotensi yang terjadi pasca gigitan ular disebabkan karena banyak hal terkait bisa ular itu sendiri. Ada beberapa faktor yang memepngaruhi permeabilitas pembuluh darah sehingga terjadi ekstravasasi plasma ke jaringan interstisiel. Selain itu zat-zat dalam bisa ular akan memiliki efek langsung maupun tidak langsung terhadap otot jantung, otot polos dan jaringan lain. Melalui bradykinin-potentiating peptide, efek hipotensif dari bradikinin akan semakin meningkat dengan tidak aktifnya peptidyl peptidase yang berfungsi menghancurkan bradikinin dan mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II. Penemuan patofisiologi ini merupakan awal mula sintesis captopril dan ACE inhibitor lain.

2.5 Diagnosis2.5.1 AnamnesaRiwayat dan mekanisme kejadian, jenis ular yang menggigit (warna, ukuran, bentuk, ciri khas) dapat ditanyakan langsung kepada korban gigitan, namun seringkali pasien tidak tahu. Selain itu perlu ditanyakan waktu kejadian yang dapat mempengaruhi terapi dan prognosis pasien, gejala yang pasien rasakan saat ini serta riwayat alergi, pengobatan (antikoagulan) dan penyakit terdahulu (jantung, paru, ginjal).52.5.2 Manifestasi Klinis- Gigitan ular tanpa masuknya bisa ularPada korban gigitan ular atau yang masih disangka tergigit ular biasanya akan muncul gejala panik, cemas serta gelisah dikarenakan kerakutan yang biasa sehingga dapat muncul gejala kaku pada ekstremitas ataupun vasovagal shock. Tekanan darah dan nadi akan meningkat disertai menggigil dan berkeringat. - Gigitan ular dengan masuknya bisa ular Tanda dan gejala awalSetelah masuknya taring ular pada kulit akan muncul nyeri yang kemudian berkembang sensasi terbakar, berdenyut dan nyeri akan bertambah hebat dan akan meningkat ke bagian proksimal dari bagian yang tergigit. Pembesaran kelenjar getah bening regional sering dijumpai (KGB ingunalis jika yang tergigit adalah ekstremitas inferior dan KGB axila jika yang tergigit adalah ekstremitas superior.

2.5.3 Pemeriksaan Fisik 1,4,51. Cek tanda-tanda vital (jalan napas, napas, sirkulasi / ABC)2. Cek tanda bekas gigitan ular berbentuk 2 titik bekas taring ular3. Status generalis :1) Lemas, mual, muntah, nyeri perut2) Hipotensi 3) Penglihatan terganggu, edema konjungtiva (chemosis)4) Pengeluaran keringat dan hipersalivasi 5) Aritmia, edema paru, shock6) Tanda perdarahan spontan (petekie, epistaksis, hemoptoe)7) Parestesia 4. Status lokalis :1) Terdapat sepasang lubangan (pungsi) bekas gigitan sebagai tanda luka,2) Bengkak sekitar gigitan dan berwarna kemerahan (tanda-tanda inflamasi) yang muncul dalam 5 menit sampai 12 jam setelah kejadian3) Daerah sekitar gigitan nyeri,muncul bula4) Mati rasa atau kebas (numbness) atau kesemutan rasa berdenyut-denyut (tingling) di sekitar wajah atau tungkai dan lengan.

Gambar 5.Manifestasi klinis pasien dengan gigitan ularBeberapa faktor yang berpengaruh pada kematian akibat gigitan antara lain 11. Serum Anti Bisa Ular : pemberian dosis yang tidak adekuat atau anti bisa ular yang hanya spesifik untuk satu jenis spesia ular tertentu2. Waktu ketika mendapat terapi yang adekuat pada pusat layanan kesehatan memanjang akibat korban biasanya terlebih dahulu datang pada pengobatan alternatif atau masalah pada transportasi3. Adanya kegagalan multifungsi pada sistem organ sebagai contoh syok hemoragik atau sepsis ,dan obstruksi jalan nafas

2.5.4 Pemeriksaan Penunjang - Laboratorium Pemeriksaan yang diperlukan adalah pemeriksaan Darah lengkap meliputi leukosit, trombosit, Hemoglobin, hematokrit dan hitung jenis leukosit. Faal Hemostasis ( Prothrombin time, Activated Partial Thromboplastin time, International Normalized Ratio), Cross Match, Serum elektrolit, Faal ginjal (BUN, Kreatinin), Urinalisis untuk melihat myoglobinuria, dan Anlisis Gas darah Pencitraan Foto rontgen thorax untuk melihat apakah ada edema paru Lain-lain Mencari tanda-tanda sindrom kompartemen .2.5.5 Diagnosis Banding 5- Anafilaksis- Deep vein thrombosis (DVT)- Gigitan kalajengking- Syok septik- Sengatan lebah- Luka terinfeksi

2.6 KlasifikasiDerajat gigitan ular : 1.Derajat 0- Bekas gigitan 2 taring -- Tidak ada gejala sistemik setelah 12 jam-Pembengkakan dan nyeri minimal2.Derajat I (Minimal)-Bekas gigitan 2 taring-Bengkak dan kemerahan dengan diameter 1 5 inchi-Tidak ada tanda-tanda sistemik sampai 12 jam- Nyeri sedang sampai berat3.Derajat II (Moderate)- Bekas gigitan 2 taring - Nyeri hebat, Bengkak dan kemerahan dengan diameter 6 12 inchi dalam 12 jam-Petechie, echimosis, perdarah pada bekas gigitan- Ada tanda-tanda sistemik (mual, muntah, demam, Pembesaran kelenjar getah bening)4.Derajat III (Severe)- Bekas gigitan 2 taring -nyeri sangat hebat , Bengkak dan kemerahan lebih dari 12 inchi- Tanda-tanda derajat I dan II muncul dengan sangat cepat. Ditemukan tanda-tanda sistemik (gangguan koagulasi, mual, muntah, takikardi, hipotermia, ekimosis, petekia menyeluruh). -Syok dan distres nafas 5.Derajat IV (Extremely severe)-Sangat cepat memburuk- Bengkak dan kemerahan di seluruh ekstremitas yang terkena gigitan, muncul ekimosis, nekrosis dan bulla- Meningkatnya tekanan intrakompartemen yang dapat menghambat aliran darah vena atau arteri- Kegagalan multiorgan (ginjal, jantung) bisa sampai koma bahkan meninggal

2.7 PenatalaksanaanSecara umum tujuan panatalaksanaan pasien dengan gigitan ular adalah untuk menetralisisr toksin, mengurangi angka kesakitan, dan mencegah komplikasi. Alur yang harus dilakukan adalah :Pertolongan pertama Rujukan ke rumah sakit Penilain klinis dan resusitasi dengan cepat dan tepat Mengenali spesies ular jika memungkinkan Melakukan pemeriksaan penunjang Pemberian Serum Anti Bisa Ular (SABU) Observasi respon terhadap pemberian SABU Terapi suportif dan perawatan luka gigitan Rehabilitasi serta terapi komplikasiBiasanya setelah kejadian tergigit ular akan dilakukan beberapa cara tradisional untuk penanganan pertama, namun sebaiknya cara- cara tersebut tidak dilakukan : Menyedot bisa ular dengan mulut Memasang torniquet dengan ketat di sekitar luka gigitan karena bisa mengakibatkan nyeri, bengkak dan menghambat aliran darah ke ekstremitas perifer Melakukan ompres panas, dingin atau penyayatan luka Pemberian ramuan herbal atau kompres es 1,5Yang harus dilakukan sebagai pertolongan pertama pada korban gigitan ular sebelum ke rumah sakit (pre hospital) : Pastikan ABC dan monitor tanda-tanda vital (Nadi, Laju pernafasan, Tekanan Darah, Suhu) kemudian lakukan resusitasi dengan kristaloid sekitar 500- 1000 cc. Pembatasan pergerakan dan imobilisasi pada daerah sekitar gigitan Segera rujuk ke tempat pelayanan kesehatan yang memadai Jangan berikan SABU terlebih dahulu 1,2,5

Rumah sakitSelalu periksa Airway Breathing Circulation Disability of nervous system Exposure (hindari hipotermia) dan evaluasi tanda-tand syok (takipnea, takikardia, hipotensi, perubahan status mental). Pemberian SABU berdasarkan derajat gigitan ular.1Keadaan yang memerlukan resusitasi segera jika adanya tanda-tanda syok dari: Efek bisa ular pada cardiovascular seperti hipovilemia, syok perdarahan, pelepasan mediator inflamasi dan yang jarang yaitu anafilaksis primer Gagal nafas karena paralisis otot pernafasan Cardiac arrest karena hiperkalemia akibat rhabdomyolisis

2.7.1 Serum Anti Bisa Ular (SABU)Terapi anti bisa ular pertama kali diperkenalkan oleh Albert Calmette dari Institut Pasteur di Saigon pada 1890.1 Terdapat dua jenis antiracun ular yaitu yang pertama terbuat dari serum kuda setelah kuda diinjeksi dengan dosis racun ular subletal. Antiracun ini kemudian diproses dan dimurnikan tetapi masih mengandung protein serum yang mungkin masih memiliki sifat antigenik. Jenis kedua adalah yang direkomendasikan FDA tahun 2000 yaitu fragmen imunoglobulin monovalen dari domba yang dimurnikan untuk menghindari protein antigenik. 5

SABU harus diberikan pada pasien jika memang diperlukan jika memberikan keuntungan lebih besar. Indikasi pemberian SABU : Adanya abnormalitas hemostatisSecara klinis adanya perdarahan spontan, koagulopati (dilihat dari faal hemostasis), Tanda neurotoksis (ptosis, paralisis otot pernapasan) Abnormalitas cardiovascular (hipotensi, syok, aritmia, EKG abnormal) Acute Kidney Injury (oliguria/anuria, peningkatan serum ureum dan atau creatinin) Hemoglobin/myoglobin-uria (ditandai dengan urin yang berwarna coklat gelap dan adanya tanda rhabdomyolisis yaitu nyeri otot dan hiperkalemia)Lebih dari seratus tahun, serum antibisa ular telah diterima secara luas dan digunakan sebagai terapi. Terapi antidotum spesifik untuk bisa ular adalah hyperimmune globulin dari binatang yang telah diimunisasi dengan bisa ular dan memproduksi antibodi. Pada pasien gigitan ular yang emngalami gangguan pembekuan darah atau telah terbentuk clot maka pemberian SABU akan memperbaiki d\an menghilangkan clot dalam waktu 2-28 jam. Dalam suatu penelitian acak terkontrol, 40 dari 46 pasien yang diberikan SABU akan membaik dalam waktu 6 jam meskipun tanda-tanda perdarahan masih didapatkan hingga 88 jam kemudian. SABU diberikan intravena kadang akan memunculkan reaksi alergi mulai dari yang ringan seperti pruritus atau urtikaria sampai yang berat (syok anafilaksis). Berdasarkan dosis, rute pemberian dan kulaitas SABU, resiko-resiko tersebut akan muncul pada 3-30% dan hanya 5-10% diantaranya merupakan gejala sistemik yang berat. Hampir semua reaksi alergi yang muncul dapat diatasi dengan pemberian epinefrin. Pencegahan timbulnya reaksi alergi meliputi premedikasi dengan antihistamin atau kortikosteroid sebelum pemberian SABU dan memperhatikan kepekatan konsentrasi SABU yang akan diberikan.1,2,4Dua cara pemberian anti bisa ular : Intravena pelan (tidak lebih dari 2 ml/menit). Cara ini memberikan keuntungan karena jika muncul reaksi alergi dapat segera dihentikan atau ditangani. Infus intravena dengan pengenceran Antibisa ular dengan cairan isotonik 5-10 ml/kg dan habis dalam waktu 1 jam Intramuskular, namun cara ini memiliki kelemahan karena bioavailibiltasnya rendah dan sulit untuk mencapai kadar yang diinginkan dalam darah, serta resiko hematom pada tempat injeksi pada pasien dengan abnormalitas hemostasis. Dipertimbangkan pemberian secara intramuskular jika jarak ke tempat layanan kesehatan yang lebih memadai sangat jauh atau akses intravena sulit.Jika terjadi reaksi alergi setelah pemberian SABU maka diberikan epinefrin intramuskular pada sepertiga atas paha 0,5 mg untuk dewasa atau 0,01 mg/kg untuk anak-anak dan dapat diulang 5-10 menit.Penatalaksanaan terkait pembedahan biasanya jika ditemukan kompartemen sindrom yang ditandai dengan 5 P (pain, pallor, paresthesia, paralysis, pulselesness. Jika ditemukan tanda-tanda tersebut dicurgai ada komparten sindrom sehingga dilakukan fasciotomi (diindikasikan pada pasien yang terbukti mengalami peningkatan tekanan intrakompartemen) 5

2.7.2 AntibiotikAntibiotik profilaksis spektrum luas masih direkomendasikan yaitu cephalosporin generasi tiga dengan spektrum luas gram negatif (Ceftriaxone) akan menekan pertumbuhan bakteri yang mengakibatkan infeksi sekunder.

2.7.3 AnalgesikJika diperlukan dapat diberikan analgetik kuat seperti golongan opioid : petidin dengan dosis dewasa 50-100 mg, anak-anak 1-1,5 kg/kgBB atau morfin dengan dosis dewasa 5-10 mg dan anak-anak 0,03-0,05 mg/kg

2.8 KomplikasiHal utama penyebab kecacatan adalah nekrosis lokal dan sindrom kompartemen. Nekrosis yang luas mungkin memerlukan tindakan debridemen atau amputasi karena kerusakan pada jaringan yang lebih dalam. Di kemudian hari dapat saja timbul osteomyelitis, dan ulkus kronis. Jika setelah gigitan ular sempat terjadi paralisis otot pernapasan yang mengakibatkan hipoksia otak dan bisa mengakibatkan defisit neurologis menetap.

2.9 MonitoringPada pasien dengan gagal nafas dapat diberikan oksigen, intubasi atau bagging manual dan biasanya akan membaiki dalam 1 bulan. Dapat juga diberikan anticholinesterase. Tirah baring dan pembatasan gerak untuk menghindari trauma diperlukan pada pasien dengan gangguan hemostasis, dapat diberikan transfusi FFP (fresh Frozen Plasma) dan Cryoprecipitate dengan konsentrat platelet, namun jika tidak ada dapat diebrikan Whole Blood. Kadang diperlukan vasopressor sejenis dopamin atau norepinefrin pada pasien dengan syok atau kerusakan miokardium dan dialisi jika terjadi AKI. Adanya rhabdomyolisis mengakibatkan asidosis metabolik seperti pada crush injury dapat dikoreksi dengan natrium bicarbonat sesuai dosis

BAB IIILAPORAN KASUS

3.1 Identitas PasienNama: AJenis Kelamin : Laki-lakiUmur: 26 tahunAlamat: Jalan Akasia RT 01, Desa Pejaka, Kusan hilirTanggal masuk: 20 Maret 2015 pk 12.20

3.2 Anamnesis Keluhan utama : Digigit ular Riwayat penyakit sekarangPasien mengeluhkan digigit ular pukul 00.00 WITA (12 jam SMRS), pasien digigit oleh ular laut ketika sedang menangkap ikan, pasien digigit pada sela jari tengah dan telunjuk ditangan kiri. Ular pipih panjang sekitar 30 cm berwarna abu-abu belang-belang bentuk kepala tidak tau. Pasien digigit satu kali (terserempet), tidak ada perdarahan, bengkak (-) nyeri (-) mual (-) muntah (-) sakit kepala (-). Sesaat setelah kejadian pasien tidak ada mengeluhkan apa-apa, ataupun memberikan pengobatan, saat pagi pasien mengeluhkan nyeri diseluruh tubuh (+) terasa seperti keram, sesak nafas (+) badan berkeringat (+) sakit kepala (+) mual (-) muntah (-) pingsan (-)

Riwayat penyakit dahuluTidak ada Riwayat traumaTidak ada riwayat trauma

3.3 PEMERIKSAAN FISIKPRIMARY SURVEYAirway: Airway patenBreathing: Pernafasan 28 x/menit, regular simetrisCirculation: Nadi 82 x/menit regular, akral hangatDisability: GCS 15, pupil isokor 3 mm/3 mm reflek cahaya +/+

PEMERIKSAAN FISIKKeadaan Umum: Tampak sakit beratKesadaran: Compos mentisTekanan darah: 130/90 mmHgDenyut nadi: 82 x/menitSuhu: 35,7o CPernafasan: 28x/menit

Mata: konjungtiva anemis -/- ;sclera ikterik -/- ;ptosis +/+Leher: Spasme otot rahang (+)Thorax: I: simetris; Per: sonor/sonor Pal: FV. Simetris; A: Sn. Vesikuler, rh -/- ,wh -/- Murmur (-), gallop (-)Abdomen: I:datar;A: BU(+) Per: timpani, Pal: kaku, NT (?)Ekstremitas: akral hangat ptekie + +-- + +-- STATUS LOKALISRegio interphalang proximal digiti II-III sinistra Inspeksi: tampak bekas luka berbentuk titik-titik yang menghitam, udem(-) eritema (-) Palpasi: nyeri tekan (?)

3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG EKG Laboratorium (20 Maret 2015)HematologiHasilNilai Rujukan

Haemoglobin15.213,5 - 18 gr%

Leukosit220005000 - 11000 /mm3

Eritrosit54,5 - 6,2 juta/mm3

Trombosit243150 440 ribu/mm3

Hematokrit4340 48 %

GDS9870 199 mg/dl

Ureum4210 - 50 mg/dl

Creatinin0.80.5 - 0.9 mg/dl

HBA1C19.632 - 6 %

PT14.210.8 14 detik

APTT27.124 36 detik

3.5 DIAGNOSISSnake Bite Grade II-III

3.6 PENATALAKSAAN O2 NRM 8-10 lpm IVFD D5% + SABU 2 vial 60 tpm (skin test) Inj ATS 1500 (skin test) Inj Ketorolac 3x30 mg Inj Ceftriaxon 2x1 gram (skin test) Inj Metilprednisolon 3x125 mg Bersihkan luka dengan betadine Observasi KU, TTV

3.7 FOLLOW UPTglSubjektifObjektifAssesmentPlanning

20/3/15Nyeri pada ekstremias kananGCS 456TD : 120/80N : 65x/mtR: 20x/mtA. Radialis : Pulsasi sedang, kuat, Sat. O2 98%Ext.superior D : Bulla (+), Tanda kompartemen sindrom (-)Snake Bite gr III04.30Ptx C/ Bedah Posisi tangan lebih rendah dari jantung Imobilisasi pasang spalk pada ekstremitas superior dekstra Observasi 6 jam di IGD Cek Saturasi O2 dan pulsasi A.Radialis C/Anestesi Puasa Inj. Vit K 1 amp i.v Transfusi TC 10 labu05.00 C/Bedah IVFD NS : D5 1/5 NS 2:2 Inj.As,Traneksamat 3x500 mg i.v Inj. Vit K 3x1 amp i.v Tranfusi TC 500 ml Inj.Tetagam 250 iu i.m Inj.SABU 1 amp i.m Inj.Cefotaxim 3x1 gr i.v Inf. Metronidazol 3x500 mg Obs. tanda vital, Tanda Sindrom kompartemen,Pulsasi dan sat.O2 a.radialis KIE operasi debridement dan fasciotomy

20/10/13Pk 10.00 Nyeri pada ekstremias kanan, badan lemasGCS 456TD : 130/80N : 90x/mtR: 20x/mtA. Radialis : Pulsasi sedang, kuat, Sat. O2 98%Ext.superior D : Edema (+), Bulla (+), Tanda kompartemen sindrom (-)Snake Bite gr IIIPdx : Cek DLPtx: Diet bebas TKTP O2 Nasal Canule 2-4 lpm Pasang Kateter Inj.Gentamisin 2 x 80 mg i.v Inj.Ranitidin 2x 50 mg i.v HES 500 ml 1x/hari s.d hari ketiga Transfusi TC 500 ml sampai trombosit 100.000 Obs.tanda vital, Tanda sindrom komparetemen, Tanda perdarahan, Tanda syok. Pindah HCU

20/10/13Pk 21.00Nyeri berkurangGCS 456TD : 160/72 mmHgN: 120x/mtR: 30x/mtGDA : 169PU : 200 ccSnake Bite gr III

21/10/13Pk 05.00Nyeri berkurangGCS 456TD : 150/88 mmHgN: 100x/mtR: 24x/mtGDA : 169PU : 1000 cc dibuangSnake Bite gr III

21/10/13Pk 08.00-GCS 456TD : 150/76 mmHgN: 110x/mtR: 22x/mtPU : 300 ccA. Radialis : Pulsasi sedang, kuat, Sat. O2 100%Ext.superior D : Edema (+), Bulla (+), Tanda kompartemen sindrom (-)Snake Bite gr IIIPdx : Cek DL, Albumin, SEPtx: O2 Nasal Canule 2 lpm Diet Bebas TKTP IVFD RL:D5 1/5 NS: NS 1:2:1 Inj.As,Traneksamat 3x500 mg i.v Inj. Vit K 3x1 amp i.v Inj.Cefotaxim 3x1 gr i.v Inf. Metronidazol 3x500 mg Inj.Ranitidin 2x 50 mg i.v Transfusi WB 2 labu/hr s.d Hb 10 g/dl Transfusi TC 500 cc HES 500 ml 1x/hari s.d hari ketiga Rawat Luka, bebat tekan digiti I manus Dekstra Jika kondisi memburuk ventilator

21/10/2013

EKG : Sinus Rhythm dengan herat rate 64x/menit

21/10/13LabHasilNilai normalLabHasil Nilai normal

Leukosit14,724-10 10^3/uLBUN8,46-20 mg/dl

Hemoglobin7,611-16,5 g/dlCreatinin0,550,67-1,5 mg/dl

Hematokrit22,3135-50 %Albumin2,863,80-4,60

Trombosit1150-450 10^3/uLNa135

MCV84,881-99K4,06

MCH28,927-31Cl102

MCHC34,133-37Ca8,0

Limfosit4,291-3,7

Monosit0,80,16-1

Netrofil9,51.5-7

Basofil0,020-0,2

Eosinofil0,110-0,8

22/10/13Pk 08.00-GCS 456TD : 156/70N : 100x/mtR: 20x/mtA. Radialis : Pulsasi sedang, kuat, Sat. O2 100%Ext.superior D : Edema (+), Bulla (+), Tanda kompartemen sindrom (-)Snake Bite Gr IIIPtx: O2 Nasal Canule 2 lpm Diet Bebas TKTP IVFD RL:D5 1/5 NS: NS 1:2:1 Inj.As,Traneksamat 3x500 mg i.v Inj. Vit K 3x1 amp i.v Inj.Cefotaxim 3x1 gr i.v Inf. Metronidazol 3x500 mg Inj.Ranitidin 2x 50 mg i.v Transfusi PRC 2 labu/hr s.d Hb 10 g/dl Transfusi TC 500 cc HES 500 ml 1x/hari s.d hari ketigaRawat Luka,

22/10/13LabHasilNilai normalLabHasil Nilai normal

Leukosit10,304-10 10^3/uLLimfosit1,941-3,7

Hemoglobin5,111-16,5 g/dlMonosit0,670,16-1

Hematokrit2235-50 %Netrofil7,351.5-7

Trombosit7150-450 10^3/uLBasofil0,020-0,2

MCV82,681-99Eosinofil0,320-0,8

MCH26,827-31

MCHC32,533-37

Pasien Pulang atas permintaan sendiri karena merasa sudah sembuh

BAB IVPEMBAHASAN

4.1 Penegakan Diagnosis Gigitan Ular pada Pasien Gigitan ular merupakan kasus yang cukup banyak terjadi di dunia khususnya di daerah pedesaan. Penegakan diagnosis meliputi anamnesa dan pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang digunakan untuk mengetahui efek dari bisa ular terhadap sistem organ tertentu. Pasien datang mengeluh tangan kanannya nyeri setelah digigit ular sekitar 3 jam sebelum MRS. Dari anamnesa diperkirakan bahwa jnis ular yang menggigit berukuran kecil, belang belang dan berekor lancip adalah jenis ular beracun. Dari pemeriksaan fisik secara lokal didapatkan bahwa tangan kanan pasien tampak edema, bulla dan kemerahan dengan pulsasi arteri radialis masih cukup kuat dan saturasi O2 pada ujung jari 98% yang menunjukkan bahwa perfusi ke jaringan tepi masih bagus dan tidak ada tanda-tanda sindroma kompartemen yang mengakibatkan terganggunya baliran darah vena ataupun arteri. Pada waktu datang pasien masih belum tampak namun dari luka terus menerus merembeskan darah. Kemungkinan akibat bisa ular yang mengakibatkan gangguan hemostasis. Hal ini dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium didapatkan trombosit pasien 4000/uL. Dari hasil EKG terbaca sinus rhytm dengan frekuensi 60x per menit. Dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang dapat disimpulkan bahwa menurut klasifikasi derajat gigitan ular, pasien termasuk derajat III (severe). 4.2 Analisis Penatalaksanaan Gigitan Ular pada Pasien Penatalaksanaan awal pada pasien dengan gigitan ular adalah imobilisasi ekstremitas atau daerah yang terkena menggunakan bidai dan posisikan lebih rendah dari jantung untuk menghindari masuknya bisa ular ke jantung. Pemberian Serum Anti Bisa Ular diberikan untuk mencegah efek lanjut dari bisa ular ke sistemik dan Human Immunoglobulin tetanus sebagai profilaksis penyakit tetanus. Pemberian antibiotik akan menekan pertumbuhan bakteri yang mengakibatkan infeksi sekunder.Pada pasien ini didapatkan gangguan hemostasis yang dibuktikan dengan hitung trombosit yaitu 4000 / uL sekitar 4 jam setelah kejadian. Pada 24 jam setelah kejadian jumlah hitung trombosit semakin menurun hingga 1000/uL sehingga diberikan transfusi trombosit concentrate sebanyak 500 ml. Selain itu terjadi penurunan kadar hemoglobin hingga 7,6 g/dL dan kemudian dilakukan transfusi whole blood sebanyak 2 labu. Setelah 36 jam kadar trombosit menjadi 5,1 g/dL. Menurut teori pada pasien dengan gangguan hemostasis dilakukan tirah baring dan pembatasan gerak untuk menghindari trauma diperlukan pada pasien dengan gangguan hemostasis, dapat diberikan transfusi FFP (fresh Frozen Plasma) dan Cryoprecipitate dengan konsentrat platelet, namun jika tidak ada dapat diberikan Whole Blood yang sudah sesuai dengan penatalaksanaan pada pasien.

BAB VPENUTUP

5.1 KesimpulanPada pasien dengan gigitan ular akan lebih baik jika diidentifikasi jenis ularnya apakah jenis berbisa atau tidak. Kemudian berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dilakukan penilaian derajat gigitan ular meskipun sampai saat ini belum ada aturan baku untuk membedakan ular berbisa atau tidak. Bisa ular mengandung beberapa enzim yang bersifat neurotoksik, kardiotoksik, mengakibatkan rhabdomyolisis dan menggangu hemostasis sesuai jenis enzim yang terkandung. Selain itu ditanyakan pula riwayat dan mekanisme kejadian, waktu kejadian, serta gejala yang pasien rasakan saat ini.Dari pemeriksaan fisik didapatkan 2 tanda bekas gigitan, muncul nyeri, bengkak sekitar gigitan dan berwarna kemerahan (tanda-tanda inflamasi) dan dapat disertai gejala sistemik lain. Perlu dilakukan juga pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan Darah lengkap meliputi leukosit, trombosit, Hemoglobin, hematokrit dan hitung jenis leukosit. Faal Hemostasis ( Prothrombin time, Activated Partial Thromboplastin time, International Normalized Ratio), Cross Match, Serum elektrolit, Faal ginjal (BUN, Kreatinin), Urinalisis untuk melihat myoglobinuria, dan Anlisis Gas darah. Secara umum tujuan panatalaksanaan pasien dengan gigitan ular adalah untuk menetralisisr toksin, mengurangi angka kesakitan, dan mencegah komplikasi. Imobilisasikan ekstremitas atau daerah yang terkena menggunakan bidai dan posisikan lebih rendah dari jantung Pemberian SABU, anti tetanus serum, dan antibiotik disarankan. Tatalaksana lain terkait efek dari bisa ular juga harus dilakukan. Komplikasi yang sering terjadi adalah nekrosis lokal dan sindroma kompartemen yang mungkin emmerlukan tindakan bedah. Jika terjadi gangguan dan paralisis otot nafas akibat efek neurotoksik maka dapat terjadi defisit neurologis yang menetap.5.2 SaranDiperlukan ketepatan diagnosis, penentuan derajat dan penanganan pasien dengan gigitan ular secara cepat. Apabila kondisi penanganan tidak dilakukan dengan segera maka kondisi pasien dapat bertambah buruk yang nantinya akan mempengaruhi prognosis dari pasien.

DAFTAR PUSTAKA

1. Warrell, David A. 2010. Guidelines for the management of snake-bites. WHO Regional Office for South-East Asia2. Warrel, David A. 2010. Snake Bite. Department of Clinical Medicine, University of Oxford,3. Prihatini, Trisnaningsih, Muchdor, U.N. Rachman. 2007. Penyebaran gumpalan dalam pembuluh darah (disseminated intravascular coagulation) akibat racun gigitan ular. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory, Vol. 14, No. 1, November 2007.4. Cribari, Cris. 2004. Management of Poisonous Snakebites. American College of Surgeons Committee on Trauma.5. Snake Bite. Daley, Brian James. 2011 . http://emedicine.medscape.com/article/168828-overview

35