Lapsus Obstetry Hamil Dengan Kelainan Jantung

download Lapsus Obstetry Hamil Dengan Kelainan Jantung

of 34

description

Lapsus Obstetry Hamil Dengan Kelainan Jantung

Transcript of Lapsus Obstetry Hamil Dengan Kelainan Jantung

HAND OUT

LAPORAN KASUS OBSTETRIKehamilan Dengan Kelainan Jantung

BAB IPENDAHULUANPenyakit jantung adalah penyebab tersering ketiga kematian pada wanita berusia antara 25-44 tahun. Karena relatif sering terjadi pada wanita usia subur, penyakit jantung (dengan beragam tingkat keparahannya) menjadi penyulit pada sekitar 1% kehamilan. Dahulu penyakit jantung rematik merupakan penyebab utama, tetapi selama tiga dekade terakhir penyakit ini mulai berkurang.3Penatalaksanaan medik yang lebih baik, disertai tekhnik-tekhnik bedah yang lebih mutakhir menyebabkan semakin banyak gadis dengan penyakit jantung kongenital mencapai usia subur. Penyakit jantung kongenital saat ini paling sedikit merupakan separuh dari semua kasus penyakit jantung yang dijumpai pada kehamilan. 3Penyakit jantung hipertensif yang sering dijumpai pada orang kegemukan telah menjadi penyebab gagal jantung peripartum yang relatif sering ditemukan di Parkland Hospital. Jenis-jenis penyakit jantung lain yang lebih jarang dijumpai dan mencakup penyakit jantung koroner, tiroid, sifilitik, dan kifoskoliotik, serta kardiomiopati idiopatik, kor pulmonale, perikarditis konstriktif, berbakai bentuk blok jantung dan miokardiumitis tersendiri. 3 Mortalitas ibu yang berkaitan dengan penyakit jantung telah jauh berkurang dalam 50 tahun terakhir, sayangnya penyakit jantung tetap berperan penting dalam mortalitas ibu hamil diseluruh dunia. 3Perubahan hemodinamik nyata yang dirangsang oleh kehamilan menimbulkan dampak besar pada penyakit jantung yang diidap oleh wanita hamil. Aspek paling penting adalah bahwa selama kehamilan curah jantung meningkat sebesar 30-50 persen. Hampir separuh dari dari peningkatan total telah terjadi pada usia gestasi 8 minggu, dan peningkatan ini menjadi maksimum pada pertengahan kehamilan. 3 Penelitian menunjukkan bahwa pada saat atau menjelang aterm, curah jantung dalam posisi berbaring lateral meningkat 43% akibat meningkatnya frekuensi nadi dan isi sekuncup. Resistensi vaskular sistemik dan paru secara bersamaan menurun dan tidak tampak perubahan pada kontraktilitas intrinsik ventrikel kiri. Kehamilan ditandai oleh fungsi ventrikel kiri yang normal dan bukan keadaan hiperdinamik seperti yang semula diperkirakan, Penelitian ini menyimpulkan bahwa terpeliharanya tekanan pengisian ventrikel kiri yang normal terjadi akibat dilatasi ventrikel. 3Karena pada awal kehamilan terjadi perubahan hemodinamik bermakna, wanita dengan disfungsi jantung yang parah mungkin mengalami perburukan gagal jantung sebelum pertengahan kehamilan. Pada yang lain, gagal jantung terjadi saat kemampuan fisiologis tubuh untuk mengubah secara cepat curah jantung terganggu oleh adanya penyakit jantung. Sebagai contoh, pada 542 wanita yang kehamilannya mendapat penyulit penyakit jantung, 8 dari 10 kematian terjadi pada masa nifas. 3 Kemungkinan hasil yang baik bagi ibu hamil dengan penyakit jantung bergantung pada kapasitas jantung fungsional, penyulit lain yang semakin memperberat beban jantung dan kualitas perawatan medis yang diberikan. Faktor psikologis dan sosioekonomi juga mungkin berperan besar karena bagi sebagian wanita diperlukan tirah baring sepanjang kehamilannya. 3

BAB IITINJAUAN PUSTAKAKehamilan menyebabkan terjadinya sejumlah perubahan fisiologis dari sistem kardiovaskuler yang akan dapat ditolerir dengan baik oleh wanita yang sehat, namun akan menjadi ancaman yang berbahaya bagi ibu hamil yang mempunyai kelainan jantung sebelumnya. Tanpa diagnosis yang akurat dan penanganan yang baik maka penyakit jantung dalam kehamilan dapat menimbulkan mortalitas ibu yang signifikan.1Banyaknya perubahan fisiologis yang terjadi pada wanita hamil nampaknya mempersulit diagnosis kelainan jantung, misalnya bising jantung fisiologis sering ditemukan pada wanita hamil normal, demikian pula dengan dyspnea dan edem. Cunningham dkk menyatakan bahwa diagnosis penyakit jantung pada kehamilan jangan ditegakkan bila tidak ada kelainan yang ditemukan sebaliknya jangan gagal dan terlambat menegakkan diagnosis bila memang ada kelainan. Martin dkk (1999) melaporkan bahwa kelainan jantung merupakan penyebab kematian ketiga terbanyak pada wanita usia 25 44 tahun.2Koonin dkk (1997) melaporkan penyakit jantung menjadi penyebab dari 5,6% kematian maternal di Amerika Serikat antara tahun 1987 1990. Di RS. Hasan Sadikin angka kematian ibu karena kelainan jantung pada tahun 1994 1998 sebesar 5,4 % ( 2 dari 37 kasus), sedang di RSCM pada tahun 2001 penyakit jantung menyebabkan 10,3% kematian ibu dan merupakan penyebab kematian terbanyak setelah preeklamsi/eklamsi dan perdarahan postpartum.2 Risiko kematian maternal akan meningkat sampai 25 50% pada kasus-kasus dengan hipertensi pulmonal, coartasio aorta, sindroma Marfan yang mengalami komplikasi. Namun penanganan prenatal, intrapartum dan post partum yang baik dapat memberikan hasil yang memuaskan. Silversides dkk (2002) di Kanada tidak menemukan satupun kasus kematian maternal dari 74 ibu hamil dengan stenosis mitral rematik.5

PERUBAHAN HEMODINAMIK DALAM KEHAMILANHemodinamik menggambarkan hubungan antara tekanan darah, curah jantung dan resistensi vaskuler. Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan secara tidak langsung dengan auskultasi atau secara langsung dengan kateter intra-arterial. Curah jantung dapat diukur dengan teknik pengenceran melalui vena sentral, teknik doppler, ekokardiografi dua dimensi atau dengan impedansi elektrik.Curah jantung merupakan hasil perkalian stroke volume dan denyut jantung. Denyut jantung dan stroke volume meningkat seiring dengan bertambahnya usia kehamilan. Setelah 32 minggu, stroke volume menurun dan curah jantung sangat tergantung pada denyut jantung. Resistensi vaskuler menurun pada trimester pertama dan awal trimester kedua. Denyut jantung, tekanan darah dan curah jantung akan meningkat pada saat ada kontraksi uterus. Jadi tiga perubahan hemodinamik utama yang terjadi dalam masa kehamilan adalah : peningkatan curah jantung, peningkatan denyut jantung dan penurunan resistensi perifer.1, 2Segera setelah persalinan darah dari uterus akan kembali ke sirkulasi sentral. Pada kehamilan normal, mekanisme kompensasi ini akan melindungi ibu dari efek hemodinamik yang terjadi akibat perdarahan post partum, namun bila ada kelainan jantung maka sentralisasi darah yang akut ini akan meningkatkan tekanan pulmoner dan terjadi kongesti paru. Dalam dua minggu pertama post partum terjadi mobilisasi cairan ekstra vaskuler dan diuresis. Pada wanita dengan stenosis katup mitral dan kardiomiopati sering terjadi dekompensasi jantung pada masa mobilisasi cairan post partum. Curah jantung biasanya akan kembali normal setelah 2 minggu post partum.1, 2Takikardia akan mengurangi pengisian ventrikel kiri, mengurangi perfusi pembuluh darah koroner pada saat diastol dan secara simultan kemudian meningkatkan kebutuhan oksigen pada miokardium. Ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen akan memicu terjadinya iskemia miokard. Tiga perubahan hemodinamik yang berhubungan dengan penanganan penyakit jantung adalah : peningkatan curah jantung, peningkatan denyut jantung dan penurunan resistensi vaskuler.1, 2Pada awal kehamilan terjadi ekspansi aliran darah ginjal dan peningkatan laju filtrasi glomerulus. Natrium yang difiltrasi meningkat hampir 50%. Meskipun perubahan-perubahan fisiologis ini akan meningkatkan pengeluaran natrium dan air terjadi pula peningkatan volume darah sebesar 40-50%. Sistem renin angiotensin akan diaktifkan dan konsentrasi aldosteron dalam plasma akan meningkat. 1, 2Penambahan volume plasma akan menyebabkan penurunan hematokrit dan merangsang hematopoesis. Massa sel-sel darah merah akan bertambah dari 18 % menjadi 25% tergantung pada cadangan besi tiap individu. Keadaan anemia fisiologis ini biasanya tidak menyebabkan komplikasi pada jantung ibu, namun anemia yang lebih berat akan meningkatkan kerja jantung dan menyebabkan terjadinya takikardia. Mikrositosis akibat defisiensi besi dapat memperburuk perfusi pada sistem mikrosirkulasi penderita polisitemia yang berhubungan dengan penyakit jantung sianotik sebab sel-sel darah merah yang mikrositik sedikit yang dirubah. Keadaan ini membutuhkan suplai besi dan asam folat.1, 5Kadar albumin serum akan menurun 22 % meskipun massa albumin intravaskuler bertambah 20% akibatnya terjadi penurunan tekanan onkotik serum dari 20 mmHg menjadi 19 mmHg. Pada kehamilan normal balans cairan intravaskuler dipertahankan oleh penurunan tekanan onkotik intertitial, namun bila terjadi peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri atau bila terjadi gangguan pada pembuluh darah paru maka akan terjadi edem paru yang dini.1

DIAGNOSISKebanyakan wanita dengan kelainan jantung telah terdiagnosis sebelum kehamilan, misalnya pada mereka yang pernah menjalani operasi karena kelainan jantung kongenital maka akan mudah untuk mendapat informasi yang rinci. Sebaliknya penyakit jantung pertama kali didiagnosis saat kehamilan bila ada gejala yang dipicu oleh peningkatan kebutuhan jantung.1Gejala klasik penyakit jantung adalah : palpitasi, sesak nafas, dan nyeri dada. Berhubung karena gejala ini juga berhubungan dengan kehamilan normal maka perlu melakukan anamnesis yang cermat untuk menentukan apakah gejala ini sudah tidak berhubungan dengan kehamilan normal. Bising sistolik dapat ditemukan pada 80% wanita hamil, umumnya berhubungan dengan peningkatan volume aorta dan arteri pulmonalis. Tipe bising ini adalah derajat 1 atau 2, midsistolik, paling keras pada basal jantung, tidak berhubungan dengan kelainan fisik yang lain. Pada pasien dengan bising sistolik akan terdengar pemisahan bunyi jantung dua yang keras. Setiap bising diastolik dan bising sistolik yang lebih keras dari derajat 3/6 atau menjalar ke daerah karotis harus dianggap sebagai patologis. Pada wanita yang diduga mengalami kelainan jantung maka perlu dilakukan evaluasi yang cermat terhadap denyut vena jugularis, sianosis pada daerah perifer, clubbing dan ronki paru.1, 4Pemeriksaan diagnostik lanjut perlu dilakukan pada wanita hamil yang mempunyai : riwayat kelainan jantung, gejala yang melebihi kehamilan normal, bising patologi, tanda kegagalan jantung pemeriksaan fisik atau desaturasi oksigen arteri tanpa kelainan paru. Pemeriksaan yang paling tepat untuk menilai wanita hamil dengan dugaan kelainan jantung adalah ekokardiografi transtorasik. Pemeriksaan radiografi paru hanya bermanfaat pada dugaan adanya kegagalan jantung. Pemeriksaan elektokardiografi (EKG) nampaknya tidak spesifik. Bila ada gejala aritmia jantung yang menetap maka perlu dilakukan monitor EKG selama 24 jam. Kateterisasi jantung jarang diperlukan untuk membuat diagnosis penyakit jantung kongenital atau kelainan katup jantung, namun pemeriksaan ini bermanfaat bila ada gejala penyakit jantung koroner akut selama kehamilan sebab mempunyai paparan radiasi yang kecil sehingga diagnosis dapat ditegakkan lebih dini dan dapat dilakukan revaskularisasi untuk mencegah infark miokard.1 Klasifikasi penyakit jantung (status fungsional) berdasarkan klasifikasi yang ditetapkan oleh New York Heart Association pada tahun 1979, sebagai berikut :2Klas / derajat I : Aktivitas biasa tidak terganggu.Klas / derajat II : Aktivitas fisik terbatas, namun tidak ada gejala saat istirahat.Klas / derajat III :Aktivitas ringan sehari-hari terbatas, timbul sesak atau nyeri, palpitasi pada aktifitas yang ringan.Klas / derajat IV : Gejala timbul pada waktu istirahat, dan terdapat gejala gagal jantung.

Tabel 1. Beberapa indikator klinik dari penyakit jantung dalam kehamilan (dikutip dari kepustakaan 2)

GejalaDyspnea yang progresif atau orthopneaBatuk pada malam hariHemoptisisSinkopNyeri dada

Tanda-tanda klinikSianosisClubbing pada jari-jariDistensi vena di daerah leher yang menetapBising sistolik derajat 3/6 atau lebihBising diastolikKardiomegaliAritmia persistenTerpisahnya bunyi jantung dua yang persistenAdanya kriteria hipertensi pulmonal

PENANGANANPENATALAKSANAAN KELAS I DAN IIHampir tanpa kecuali, wanita di kelas I dan sebagian besar di kelas II dapat menjalani kehamilan tanpa morbiditas. Namun, sepanjang kehamilan dan masa nifas perlu ditingkatkan perhatian terhadap pencegahan dan deteksi dini gagal jatung. Mortalitas ibu hamil pada kelas I dan II rendah. 3 Infeksi terbukti merupakan suatu factor penting yang dapat memicu gagal jantung. Setiap wanita harus diberi instruksi untuk menghindari kontak dengan orang yang mengidap infeksi saluran nafas, termasuk pilek (commond cold), segera melaporkan diri apabila merasakan tanda-tanda infeksi. Endokarditis bakterialis adalah penyulit penyakit katup jantung yang dapat mematikan. Pasien dianjurkan mendapatkan vaksin pneumokokus dan influenza. Merokok dilarang, baik karena efeknya pada jantung maupun karena rokok mempermudah infeksi saluran nafas atas. 3Awitan gagal jantung kongestif biasanya bertahap. Tanda peringatan pertama kemungkinan adalah ronkhi basah basal yang menetap, sering disertai oleh batuk malam hari. Pengurangan mendadak kemampuan melaksanakan aktivitas sehari-hari, meningkatnya dispneu saat olahraga atau serangan tercekik dengan batuk, adalah gagal jantung yang serius. Temuan klinis mungkin berupa hemoptisis, edema progresif, dan takikardia. 3Persalinan dan pelahiran secara umum harus dilakukan pervaginam kecuali apabila terdapat indikasi obstetri untuk seksio sesaria. Mengatasi rasa nyeri dan cemas merupakan hal yang sangat penting. Walaupun analgesia intravena dapat meredakan nyeri secara memuaskan pada sebagian wanita, untuk sebagian besar situasi dianjurkan pemberian analgesia epidural kontinou. Bahaya utama analgesia konduksi adalah hipotensi ibu. Hal ini terutama berbahaya pada wanita dengan pirau intrakardiak, yang mungkin alirannya berbalik dengan darah mengalir dari kanan ke kiri didalam jantung atau aorta sehingga darah tidak melewati paru. Hipotensi dapat sangat berbahaya pada hipertensi pulmonal atau stenosis aorta karena curah ventrikel bergantung pada preload yang memadai. Pada wanita dengan keadaan-keadaan ini, mungkin lebih dianjurkan analgesia konduksi narkotik atau anastesi umum. 3Selama persalinan wanita dengan penyakit jantung yang cukup signifikan diharuskan tetap berada dalam posisi setengah berbaring. Tanda-tanda vital harus sering diperiksa diantara kontraksi. Meningkatnya frekuensi nadi jauh diatas 100 permenit atau frekuensi nafas diatas 24 terutama apabila disertai dispnea mungkin mengisyaratkan akan terjadinya gagal ventrikel. Apabila terdapat tanda-tanda dekompensasi jantung, pasien harus segera mendapat penatalaksanaan medis intensif. Perlu diingat bahwa pelahiran itu sendiri tidak selalu akan memperbaiki kondisi ibu. Selain itu persalinan operatif darurat dapat sangat berbahaya. Jelaslah baik keadaan ibu maupun janin harus dipertimbangkan dalam memutuskan untuk mempercepat kelahiran dalam kondisi ini. 3Untuk pelahiran pervaginam pada wanita dengan gangguan kardiovaskuler yang hanya ringan, analgesia epidural yang diberikan bersama dengan sedasi intravena sering sudah memadai. Hal ini telah dibuktikan dapat mengurangi fluktuasi curah jantung intrapartum dan memungkinkan pelahiran dengan bantuan forceps atau vakum. Blockade subaraknoid-analgesia spinal atau saddle block umumnya tidak dianjurkan bagi wanita dengan penyakit jantung yang signifikan. Untuk seksio sesaria, analgesia epidural dianjurkan oleh sebagian besar dokter kecuali untuk kasus hipertensi pulmonal. Analgesia spinal dikontraindikasikan pada sebagian penyakit. Akhirnya anesthesia endotrakheal umum dengan thiopental, suksinilkolin, nitrose oksida dan setidaknya 30 persen oksigen juga terbukti memuaskan. 3Gagal jantung intrapartum. Dekompensasi kardiovaskuler selama persalinan dapat bermanifestasi sebagai edema paru dan hipoksia, hipotensi atau keduanya. Pendekatan terapiutik yang sesuai akan bergantung pada status hemodinamik spesifik dan penyakit jantung yang mendasari. Sebagai contoh : stenosis mitralis dekompensata disertai edema paru akibat kelebihan beban cairan absolute atau relative sering kali paling baik diatasi dengan diuresis agresif, atau apabila dipicu oleh takikardi dengan pengendalian denyut jantung dengan penyekat . Dipihak lain terapi yang sama pada seorang wanita dengan dekompensasi dan hipotensi akibat stenosis aorta malah dapat mematikan. Kecuali apabila patofisiologi yang mendasari sudah dipahami, dan kausa dekompensasinya sudah jelas, terapi empiris bersifat membahayakan. 3Wanita yang sedikit atau tidak memperlihatkan gawat jantung selama kehamilan, persalinan tetap dapat mengalami dekompensasi pada masa nifas. Oleh karena itu, penanganan yang cermat perlu dilanjutkan sampai masa nifas. Perdarahan, anemia, infeksi dan tromboembolisme pascapartum merupakan penyulit yang jauh lebih serius apabila terdapat penyakit jantung. Bahkan factor-faktor ini sering bekerja bersama-sama untuk memicu timbulnya gagal jantung pascapartum pada wanita yang berpenyakit jantung. Apabila akan dilakukan sterilisasi tuba setelah pelahiran pervaginam, prosedur ini sebaiknya ditunda sampai ibu yang bersangkutan jelas tidak demam, tidak anemic dan memperlihatkan bukti bahwa dia dapat dipulangkan tanpa mengalami gawat jantung. 3

ANTEPARTUMPenderita penyakit jantung harusnya dikonsulkan sebelum kehamilan karena mempertimbangkan risiko dari kehamilan, intervensi yang diperlukan dan potensi risiko terhadap janin. Namun ada pula penderita yang tidak terkoreksi terus hamil, pada keadaan ini keuntungan dan kerugian terminasi kehamilan atau melanjutkan kehamilan perlu dipertimbangkan dengan cermat. Keputusan untuk melanjutkan kehamilan harus mempertimbangkan dua hal penting yaitu : risiko medis dan nilai seorang bayi bagi ibu tersebut dan pasangannya.4Beberapa kelainan jantung dengan risiko kematian ibu yang tinggi antara lain : sindroma Eisenmenger, hipertensi pulmonal dengan disfungsi ventrikel kanan dan sindroma Marfan dengan dilatasi aorta yang signifikan.1Penanganan penyakit jantung pada kehamilan ditentukan oleh kapasitas fungsional jantung. Pada semua wanita hamil, tetapi khususnya pada penderita penyakit jantung, pertambahan berat badan yang berlebihan, dan retensi cairan yang abnormal harus dicegah.1Memburuknya kondisi jantung dalam kehamilan sering terjadi secara samar namun membahayakan. Pada kunjungan rutin harus dilakukan pemeriksaan denyut jantung, pertambahan berat badan dan saturasi oksigen. Pertambahan berat badan yang berlebihan menandakan perlunya penanganan yang agresif. Penurunan saturasi oksigen biasanya akan mendahului gambaran radiologi (foto toraks) yang abnormal.1 Salah satu prosedur penatalaksanaan selama kehamilan adalah membatasi aktifitas fisik sehingga mengurangi beban sistem kardiovaskuler. Dianjurkan tidak melakukan aktivitas fisik yang berat untuk mempertahankan aliran darah uterus dan menjaga kesehatan janin.1Pasien diharuskan melaporkan gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas, khususnya bila ada demam. Kebanyakan penderita kelainan jantung juga berisiko untuk defisiensi besi sehingga diperlukan profilaksis dengan pemberian suplementasi besi dan asam folat yang dapat menurunkan kerja jantung.American College of Obstetricians and Gynecologists (1992) menekankan empat konsep yang mempengaruhi penanganan, yaitu :21. Peningkatan curah jantung dan volume plasma sebesar 50% terjadi pada awal trimester ketiga.2. Fluktuasi volume plasma dan curah jantung terjadi pada masa peripartum.3. Penurunan tahanan vaskuler sistemik mencapai titik terendah pada trimester kedua dan meningkat lagi sampai 20% di bawah normal pada akhir kehamilan.4. Bila memerlukan terapi antikoagulan digunakan derivat kumarin.

INTRAPARTUMPersalinan untuk penderita kelainan jantung idealnya adalah singkat dan bebas nyeri. Induksi persalinan dilakukan bila serviks sudah matang. Kadang kala penderita penyakit jantung yang berat memerlukan pemantauan hemodinamik yang invasif dengan pemasangan kateter arteri dan arteri pulmonalis. Seksio sesaria dilakukan hanya atas indikasi medis.1, 4Pemantauan ibu dan janin sebaiknya dikerjakan selama persalinan. Pemantauan EKG berkelanjutan selama persalinan sangat dianjurkan. Kateter Swan-Ganz sangat bermanfaat karena dapat memberikan informasi akurat mengenai status cairan tubuh dan fungsi jantung kiri. Kateter Swan-Ganz memungkinkan pengukuran tekanan kapiler paru yang merupakan gambaran paling akurat dari hubungan antara volume darah dengan kapasitas vaskuler, serta hubungan antara tekanana vena sentral dengan output jantung.1, 4Standar penanganan penderita kelainan jantung dalam masa persalinan adalah :11. Diagnosis yang akurat2. Jenis persalinan berdasarkan pada indikasi obstetri3. Penanganan medis dimulai pada awal persalinana. Hindari partus lamab. Induksi dilakukan bila serviks sudah matang4. Pertahankan stabilitas hemodinamika. Pemantauan hemodinamik invasif bila diperlukanb. Mulai dengan keadaan hemodinamik yang sudah terkompensasic. Penanganan yang spesifik tergantung pada kondisi jantung.5. Cegah nyeri dan respons hemodinamik dengan pemberian analgesia epidural dengan narkotik dan teknik dosis rendah lokal.6. Antibiotik profilaksis diberikan bila ada risiko endokarditis.7. Ibu tidak boleh mengedan. Persalinan dengan vakum atau forcep rendah.8. Hindari perdarahan dengan melakukan managemen aktif kala III dan penggantian cairan yang dini dan sesuai.9. Managemen cairan pada postpartum dini : sering diperlukan pemberian diuresis yang agresif namun pelu hati-hati.

PUERPERALISPersalinan dan masa puerperium merupakan periode dengan risiko maksimum untuk pasien dengan kelainan jantung. Selama periode ini, pasien harus dipantau untuk mengetahui ada tidaknya tanda-tanda gagal jantung, hipotensi dan aritmia. Perdarahan postpartum, anemia, infeksi dan tromboemboli merupakan komplikasi yang menjadi lebih serius bila ada kelainan jantung.Sangat penting untuk mencegah kehilangan darah yang berlebihan pada kala III. Oksitosin sebaiknya diberikan secara infus kontinu untuk menghindari penurunan tekanan darah yang mendadak. Alkaloid ergot seperti metil ergometrin tidak boleh dipakai karena obat ini dapat mengakibatkan peningkatan tekanan vena sentral dan hipertensi sementara.1 Dalam masa post partum diperlukan pengawasan yang cermat terhadap keseimbangan cairan. Dalam 24-72 jam terjadi perpindahan cairan ke sirkulasi sentral dan dapat menyebabkan kegagalan jantung. Perhatian harus diberikan kepada penderita yang tidak mengalami diuresis spontan. Pada keadaan ini, bila ada penurunan saturasi oksigen yang dipantau dengan pulse oxymetri, biasanya menandakan adanya edema paru.1 Ambulasi dini sebaiknya dianjurkan pada periode post partum untuk mencegah terjadinya stasis dan pooling vena. Dianjurkan pemakaian stocking elastic karena dapat mengurangi risiko tromboemboli. 4Walaupun beberapa klinikus tidak menganjurkan pasien penderita kelainan jantung untuk menyusui bayinya namun tidak ada kontraindikasi spesifik untuk memberi ASI (air susu ibu) selama hidrasi yang adekuat dapat dipertahankan. Namun demikian ibu dianjurkan untuk tidak sepenuhnya tergantung pada ASI eksklusif tetapi juga memberikan susu formula kepada bayinya. Harus diperhatikan bahwa sebagian dari obat-obat yang diberikan kepada ibu dalam masa peripartum dapat melewati ASI.4Anjurkan pemakaian kontrasepsi dan metode kontrasepsi yang dipakai sebelum hamil perlu ditinjau kembali. Pemakaian kontrasepsi yang tepat dapat merupakan terapi adjuvant bagi penderita kelainan jantung sebaliknya kontrasepsi yang tidak sesuai dapat mengancam jiwanya. Kebanyakan penderita dapat memakai kontrasepsi seperti wanita postpartum normal, namun sebagian yang dengan hipertensi pulmonal, sianosis, memakai antikoagulan karena operasi penggantian katup, kegagalan jantung atau transplantasi jantung harus mendapat perhatian yang cermat. Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) tidak diindikasikan bagi pasien yang berisiko untuk endokarditis misalnya yang menjalani transplantasi jantung dan memerlukan terapi immunosupresi, ada riwayat endokarditis, memakai katup protese atau mendapat terapi antikoagulan jangka panjang. Bila akan dilakukan sterilisasi tuba postpartum setelah persalinan pervaginam maka sebaiknya prosedur ini ditunda sampai jelas bahwa ibu dalam keadaan tidak demam, tidak anemia dan terbukti bahwa dia dapat bergerak tanpa ada tanda-tanda distres.6 Respons kardiovaskuler baru akan kembali normal setelah 7 bulan postpartum. Penderita disfungsi ventrikel kiri karena kardiomiopati peripartum memerlukan pemeriksaaan ekokardiografi tiap 3 bulan. Setelah keluar dari rumah sakit penderita perlu memeriksakan diri pada dokter obgin dan kardiolog.

KELAINAN JANTUNG BERISIKO RENDAH TERHADAP IBU HAMILATRIAL SEPTAL DEFECT (ASD)Atrial septal defect (ASD) merupakan kelainan jantung kongenital yang paling sering ditemukan dalam kehamilan dan umumnya asimptomatik. Pada pemeriksaan tampak tanda yang khas berupa dorongan ventrikel kanan dan bising sistolik yang keras pada tepi sternum kiri, dan bunyi jantung kedua yang terpisah. Pada pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) tampak hipertrofi ventrikel kanan dan right bundle branch block dengan aksis jantung normal. Pada pemeriksaan foto toraks tampak peningkatan vaskularisasi paru dan pembesaran ruang jantung kanan. 1, 2Biasanya perubahan pada kehamilan dapat ditolerir oleh penderita ASD kecuali peningkatan volume darah yang terjadi pada trimester kedua. Ada beberapa laporan mengenai terjadinya kegagalan jantung kongestif dan aritmia pada pasien-pasien ini. Kegagalan jantung kongestif merupakan indikasi untuk melakukan operasi untuk mengoreksi defek. Sebagian kecil penderita ASD kemudian mengalami hipertensi pulmonal dan sindroma Eisenmenger ( shunt balik dari kanan ke kiri karena tekanan arteri pulmonalis suprasistemik). Keadaan ini dapat membahayakan jiwa penderita sehingga perlu penanganan yang hati-hati dan serius.3

VENTRICULAR SEPTAL DEFECT (VSD)Pasien penderita VSD yang mencapai usia reproduksi umumnya mempunyai defek yang kecil sebab defek yang besar memerlukan koreksi pada masa kanak-kanak. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan getaran dan bising pada tepi sternum kiri, bunyi jantung pertama yang keras dan bunyi gemuruh diastol. Pada defek yang kecil pemeriksaan EKG umumnya nampak normal namun dapat pula tampak tanda hipertrofi ventrikel kiri dan kanan. Pada foto toraks pembesaran ventrikel kanan dan atrium kiri.2, 3Umumnya kehamilan dapat ditolerir oleh penderita VSD karena kehamilan menyebabkan penurunan resistensi vaskuler yang mengurangi terjadinya shunt kiri kanan. Morbiditas dan mortalitas meningkat bila terjadi hipertensi pulmoner dan sindroma Eisenmenger. Pada masa postpartum penderita VSD dengan hipertensi pulmonal berisiko untuk mengalami kegagalan jantung ketika terjadi penurunan tekanan darah dan volume darah yang sesaat sehingga menyebabkan shunt terbalik.3

PATENT DUCTUS ARTERIOSUSDengan makin majunya teknik operasi jantung anak maka kasus ini sudah jarang ditemukan pada orang dewasa. Kebanyakan penderita asimptomatik kecuali bila terjadi komplikasi hipertensi pulmonal. Pada pemeriksaan fisik terdengar bising pada interkosta II. Hipertrofi ventrikel kanan dan kiri dapat terlihat pada pemeriksaan EKG, dan pada pemeriksaan foto toraks tampak hipervaskularisasi paru serta pembesaran ventrikel kiri dan atrium kiri. Seperti pada kelainan shunt yang lain maka pemeriksaan doppler dan ekokardiografi kontras bermanfaat untuk menentukan dimensi ruang dan mendeteksi shunt.2Umumnya penderita dapat mentolerir perubahan pada kehamilan. Namun seperti lesi shunt kiri-kanan yang lain harus dilakukan penanganan yang baik untuk mencegah shunt balik yang terjadi karena hipotensi dan kehilangan darah postpartum. Morbiditas dan mortalitas akan meningkat bila terjadi hipertensi pulmonal.2

REGURGITASI MITRALRegurgitasi mitral mempunyai banyak penyebab, namun pada wanita muda penyebab tersering adalah rematik (selalu berhubungan dengan stenosis mitral). Tanda yang khas pada pemeriksaan fisik adalah bising holosistolik pada apeks jantung yang menjalar ke aksila dan pada pemeriksaan EKG tampak tanda pembesaran atrium kiri. Fibrilasi atrium jarang ditemukan kecuali bila atrium kiri sangat membesar.2Umumnya kehamilan dapat ditolerir dengan baik sebab pada kehamilan normal terjadi penurunan resistensi vaskuler yang tidak membebani ventrikel. Bila terjadi regurgitasi mitral yang berat akibat kongesti paru maka harus diberikan diuresis dan digoxin profilaksis.2

INSUFISIENSI AORTASeperti pada regurgitasi mitral, insufisiensi aorta jarang ditemukan pada wanita usia reproduksi dan biasanya disebabkan oleh rematik, hampir selalu berhubungan dengan penyakit katup mitral. Penyebab insufisiensi yang jarang adalah sindroma Marfan dan pada pasien yang hamil perlu dilakukan evaluasi untuk menentukan apakah insufisiensi aorta yang tejadi disebabkan oleh sindroma Marfan.2Tanda khas pada pemeriksaan fisik adalah bising diastolik pada tepi atas sternum yang paling kuat terdengar pada posisi duduk dan saat akhir ekspirasi. Pada insufisiensi yang lama akan tampak gambaran pembesaran ventrikel kiri pada pemeriksaan EKG dan foto toraks. Penanganannya sama dengan regurgitasi mitral.1

LESI KATUP TRIKUSPIDAL DAN PULMONAL.Regurgitasi trikuspidal merupakan hal yang sangat umum ditemukan pada kehamilan normal dan jarang menimbulkan dampak klinis kecuali bila regurgitasi trikuspidal yang berhubungan dengan anomali Ebstein yang akan meningkatkan morbiditas dalam kehamilan. Stenosis trikuspidal dan insufisiensi pulmonal jarang ditemukan dalam kehamilan dan hanya ada beberapa laporan saja mengenai kasus ini.2Stenosis pulmonal merupakan gambaran kelainan jantung kongenital yang berdiri sendiri atau merupakan bagian dari tetralogi Fallot. Pada pemeriksaan fisik gelombang A yang menonjol pada tekanan vena jugularis. Bising kresendo dan dekresendo biasa terdengar sepanjang daerah parasternal kiri atas. Gambaran EKG terlihat normal kecuali bila stenosis yang berat sehingga terjadi hipertrofi ventrikel kanan dan deviasi aksis kanan. Pada pemeriksaan foto toraks tampak pembesaran ventrikel kanan dan tonjolan arteri pulmonalis.2 Kehamilan umumnya dapat ditolerir bahkan pada stenosis pulmonal yang tidak dikoreksi. Walaupun pemasangan balon valvuloplasty perkutaneus merupakan pengobatan terpilih namun bila terjadi kegagalan jantung yang refrakter selama kehamilan maka operasi merupakan tindakan yang lebih baik sebab pemasangan balon memberikan efek radiasi pada janin.2

KELAINAN JANTUNG YANG BERISIKO SEDANG TERHADAP IBU HAMILSTENOSIS MITRALStenosis katup mitral hampir selalu berhubungan dengan penyakit jantung reumatik. Disfungsi katup akan terjadi seumur hidup. Kerusakan katup ini dipicu oleh episode demam rheuma yang berulang. Demam rheumatik sendiri merupakan respon imunologik terhadap infeksi streptococcus hemolitik grup-A. Insiden penyakit ini dalam populasi dipengaruhi oleh kondisi kemiskinan.1Pasien dengan stenosis mitral asimptomatik mempunyai umur harapan hidup 10 tahun sekitar 80%, namun bila kemudian menjadi simtomatik akan berkurang menjadi 15%. Bila ada hipertensi pulmonal maka rata-rata harapan hidup kurang dari 3 tahun. Kematian terjadi karena edem paru yang progresif, kegagalan jantung kanan, emboli sistemik atau emboli paru.Stenosis katup mitral menghalangi aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri pada saat diastol. Luas permukaan katup mitral yang normal sekitrar 4 5 cm2. Gejala pada saat aktifitas akan nampak bila luas permukaan ini < 2,5 cm2. Gejala pada saat istirahat dipastikan akan timbul bila luas permukaan < 1,5 cm2. Curah jantung terbatas karena aliran darah yang relatif pasif selama diastol ; peningkatan arus balik dari vena akan menyebabkan kongesti paru. Takikardia relatif dalam masa kehamilan mengurangi pengisian ventrikel kiri dan selanjutnya mempengaruhi curah jantung dan meningkatkan kongesti paru.1Kelelahan dan sesak pada saat aktifitas merupakan gejala khas untuk stenosis mitral namun juga sering ditemukan pada kehamilan normal. Gejala lain berupa bising diastolik dan distensi vena jugularis sering luput dari perhatian. Pemeriksaan ekokardiografi diperlukan untuk menyingkirkan adanya stenosis mitral khususnya pada pasien dari kelompok yang berisiko. Diagnosis ekokardiografi stenosis mitral didasarkan pada gambaran khas stenosis berupa katup yang mengalami kalsifikasi. Bila luas penampang katup kurang atau sama dengan 1,0 cm2 biasanya diperlukan penanganan farmakologi dalam kehamilan dan pemantauan hemodinamik yang invasif pada saat persalinan. Hipertensi pulmonal yang merupakan komplikasi yang memperburuk stenosis mitral dapat didiagnosis dengan pemeriksaan ekokardiografi.1, 2Penanganan antepartum pada penderita stenosis mitral bertujuan untuk mencapai keseimbangan antara upaya untuk meningkatkan curah jantung dan keterbatasan aliran darah yang melewati katup stenosis. Kebanyakan ibu hamil memerlukan diuresis berupa pemberian furosemid. Pemberian -blocker akan menurunkan denyut jantung, meningkatkan aliran darah yang melewati katup dan menghilangkan kongesti paru.1Wanita dengan riwayat penyakit katup rheuma yang berisiko untuk kontak dengan populasi yang mempunyai prevalensi tinggi untuk infeksi streptococcus harus mendapat profilaksis penicilllin G peros setiap hari atau benzathine penicillin setiap bulan. Pasien yang mengalami fibrilasi atrium dan riwayat emboli harus diterapi dengan antikoagulan.1Pada saat persalinan sering terjadi dekompensasi karena nyeri akan menginduksi takikardia. Kontraksi uterus meningkatkan aliran balik vena dan kemudian terjadi kongesti paru. Hemodinamik penderita dengan luas katup < 1 cm2 harus ditangani dengan bantuan kateter arteri pulmonalis. Denyut jantung dipertahankan dengan mengontrol nyeri dan pemberian -blocker. Kala II diperpendek dengan persalinan forcep atau vakum rendah. Seksio sesaria dilakukan hanya atas indikasi obstetri. Pemberian diuresis yang progresif akan menurunkan kongesti paru dan desaturasi oksigen.1

STENOSIS AORTAStenosis aorta jarang ditemukan pada kehamilan karena kelainan ini sering ditemukan pada populasi yang lebih tua, namun penderita stenosis aorta yang mempuyai katup aorta bikuspidal dapat menjadi simptomatik pada usia 20- an dan 30-an. Stenosis aorta menandakan adanya obstruksi aliran darah yang keluar dari ventrikel kiri. Pada pemeriksaan fisik ditemukan bising sistolik kresendo dan dekresendo pada tepi atas sternum, pada tipe yang berat bunyi jantung kedua tidak terdengar. Pada EKG tampak tanda hipertrofi ventrikel kiri dan pada foto toraks gambaran jantung membesar.1Pada kasus yang berat mortalitas ibu dilaporkan sekitar 17%, risiko untuk mendapat bayi dengan kelainan jantung kongenital berkisar 17% - 26%, sehingga dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan ekokardiografi terhadap janin pada trimester kedua. Penanganan pada pasien terutama adalah tirah baring dan mempertahankan volume darah yang adekuat. Pada saat persalinan dilakukan pemantauan sentral dengan kateter Swan-Ganz dan cegah terjadinya hipotensi. Anestesi spinal dan epidural harus dilakukan dengan hati-hati pada pasien stenosis berat karena bahaya hipotensi. Bila memungkinkan sebaiknya dilakukan koreksi stenosis sebelum kehamilan, namun juga telah dilaporkan penggantian katup aorta pada saat kehamilan yang memberikan hasil memuaskan. Valvuloplasty balon pada katup aorta telah berhasil dilakukan pada saat kehamilan dengan luaran maternal dan perinatal yang memuaskan.1

SINDROMA MARFANMerupakan kelainan autosom dominan dengan defek sintesis kolagen yang mengenai mata, skelet, dan kardiovaskuler dengan derajat yang bervariasi. Gen yang terkena berlokasi di kromosom 15. Manifestasi kardiovaskuler berupa prolaps katup mitral dengan regurgitasi mitral, dilatasi aneurisma aorta yang berhubungan dengan regurgitasi aorta.2Kehamilan akan meningkatkan risiko ruptur aorta pada penderita sindroma Marfan. Morbiditas dan mortalitas tergantung pada apakah kelainan berupa dilatasi pangkal aorta atau kelainan katup. Bila diameter pangkal aorta lebih dari 40 mm maka kematian dapat mencapai 50%, sebaliknya bila aorta tidak membesar dan katup tidak terkena maka kehamilan dapat mencapai aterm dengan morbiditas dan mortalitas maternal yang rendah. Penderita harus diberitahu mengenai bahaya ini dan mendapat pengawasan ketat terhadap gejala dan tanda diseksi aorta. Pemeriksaan ekokardiogram serial dilakukan selama kehamilan untuk menilai keadaan jantung khususnya pangkal aorta dan ada tidaknya regurgitasi. Obat beta-blocker secara selektif dapat menurunkan risiko dilatasi aorta yang progressif dengan menurunkan tekanan pulsatil pada dinding aorta.2

KELAINAN JANTUNG YANG BERISIKO TINGGI TERHADAP IBU HAMILSINDROMA EISENMENGERPada sindroma ini terjadi hipertensi pulmonal yang mendekati tekanan sistemik menyebabkan aliran balik dari shunt kiri kanan menjadi shunt kanan kiri menyebabkan hipoksemia dan kematian. Pasien akan mengalami sianosis perifer, kegagalan jantung kongestif dan hemoptisis. Kelainan kongenital yang berupa shunt kiri kanan seperti ASD, VSD atau PDA dengan hipertensi pulmonal progresif dapat menyebabkan terjadinya sindroma Eisenmenger. 2Keadaan ini akan menyebabkan mortalitas ibu yang sangat tinggi (23 50%) yang dapat terjadi pada masa kehamilan atau periode postpartum. Penderita harus diberitahu mengenai risiko ini dan ditawari untuk memilih terminasi kehamilan atau melanjutkan kehamilannya. Bila penderita memilih untuk melanjutkan kehamilan maka penanganannya meliputi tirah baring secara ketat, pemberian oksigen kontinu, digoksin, pemantauan hemodinamik infasif pada periode peripartum, percepat kala II dengan persalinan forsep rendah. Penderita harus dirawat di rumah sakit. PaO2 ibu dipertahankan di atas 70% untuk menjamin oksigenasi janin yang adekuat.2Berhubung karena tingginya kejadian pertumbuhan janin terhambat dan kematian janin maka direkomendasikan untuk melakukan pemantauan janin secara ketat dengan pemeriksaan USG serial dan NST dan atau pemeriksaan profil biofisik. Periode peripartum merupakan periode yang genting berhubung karena terjadi perubahan volume darah yang cepat dan kemungkinan perdarahan. Penderita harus diawasi di rumah sakit selama seminggu sesudah persalinan sebab risiko kematian ibu meningkat pada periode ini.2

HIPERTENSI PULMONAL PRIMERHipertensi pulmonal primer merupakan keadaan dimana terjadi penebalan abnormal dan konstriksi tunika media arteri pulmonalis yang menyebabkan fibrosis tunika intima dan pembentukan trombus. Penyebabnya tidak diketahui, ditemukan pada wanita muda dan menyebabkan peningkatan tekanan arteri pulmonalis yang progresif. Gejalanya berupa sesak, fatique, palpitasi dan kadangkala sinkop.2Pada pemeriksaan fisik tampak penonjolan gelombang A pada vena jugularis, desakan ventrikel kanan dan biasanya bunyi jantung kedua yang dapat dipalpasi. Pada tahap akhir akan tampak tanda-tanda kegagalan jantung kanan berupa peningkatan tekanan vena jugularis, hepatomegali dan edem. Pada pemeriksaan EKG dan foto toraks tampak pembesaran ventrikel kanan dan deviasi aksis jantung ke kanan. 2Angka kematian maternal pada keadaan ini dapat melebihi 40%, bahkan kematian tetap tinggi pada pasien yang asimptomatik atau dengan gejala yang ringan pada saat sebelum hamil. Angka kematian janin dan neonatal pada kasus ini juga tinggi. Penderita sering datang pada trimester kedua saat perubahan hemodinamik yang maksimal dan sering dengan gejala kegagalan jantung kanan. Berhubung karena tingginya angka kematian maternal maka penderita dianjurkan untuk tidak hamil, dan bila hamil ditawarkan untuk menjalani terminasi kehamilan pada trimester pertama. Namun bila penderita memilih untuk tetap melanjutkan kehamilannya maka harus dilakukan tirah baring, rawat inap pada trimester ketiga, pengobatan dini terhadap gejala kegagalan jantung kongestif dengan digoksin dan diuretik dan lakukan pemantauan hemodinamik invasif selama persalinan. Pemberian antikoagulan dapat memperbaiki prognosis penyakit ini. Nifedipin dosis tinggi peros dan pemberian adenosin intravena bermanfaat untuk menurunkan resistensi pembuluh darah pulmoner.4

KARDIOMIOPATI PERIPARTUMKardiomiopati peripartum menyebabkan kegagalan jantung pada bulan terakhir kehamilan atau pada 6 bulan pertama postpartum tanpa penyebab yang jelas. Di Amerika Serikat insidennya bervariasi dari 1 per 4000 kelahiran sampai 1 per 1500 kelahiran. Puncaknya terjadi pada bulan kedua postpartum, meningkat pada ibu yang berusia tua, multipara dan kulit hitam. Angka kematian ibu bervariasi dari 25% 50%. 1Walaupun penyebabnya belum diketahui namun diduga karena hipertensi, infeksi virus, reaksi imunologik dan defisiensi vitamin. Di Nigeria dilaporkan insiden yang lebih tinggi karena ibu postpartum mengkonsumsi garam dalam jumlah yang besar.1Gejala klinis yang timbul berupa orthopnea, dyspnea, kelemahan, palpitasi, edem perifer dan kadang hemoptisis. Pada pemeriksaan fisik ditemukan kardiomegali, irama gallop, distensi vena-vena di daerah leher. Pemeriksaan EKG tampak gambaran segmen ST yang abnormal dan perubahan gelombang T. Kardiomegali dan kongesti vena pulmonal merupakan tanda khas pada pemeriksaan foto toraks. Pemeriksaan ekokardiografi bermanfaat untuk menyingkirkan adanya kelainan katup.1Pengobatan berupa tirah baring, hindari aktifitas fisik, pengobatan kegagalan jantung kongestif dengan digoksin dan diuretik. Berhubung karena meningkatnya risiko tromboembolik pada pasien ini maka perlu dipertimbangkan pemberian heparin.1Prognosis tergantung pada perjalanan penyakit saat postpartum. Bila kardiomegali menetap maka prognosisnya jelek, sebaliknya bila ukuran jantung kembali normal dalam 6-12 bulan menandakan prognsosis yang lebih baik. Penderita yang refrakter dianjurkan untuk menjalani transplantasi jantung dan sudah ada laporan mengenai keberhasilan persalinan sesudah transplantasi.1

BAB IIISTATUS OBSTETRI

I. IDENTITASNama: Ny. R JUsia: 39 tahunPekerjaan: IRTAgama: IslamSuku: SasakAlamat: Janapria, Lombok Tengah.RM: 516979MRS: 6 Juli 2013

II. ANAMNESISKeluhan Utama : Hamil 9 bulan dan memiliki riwayat penyakit jantung Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien rujukan dari RSUD praya dengan G3P2A0H2 38 minggu /T/H/IU + bekas SC + severe mitral stenosis. Pasien datang mengatakan hamil 9 bulan dan memiliki riwayat penyakit jantung. Penyakit jantung dialami setelah anak kedua lahir (3 tahun yang lalu). Pasien mengaku pernah operasi pemasangan ring pada jantung di Jakarta tahun 2010. Nyeri perut (-). Riwayat keluar air dari jalan lahir (-), riwayat keluar lendir disertai bercak darah (-), pasien mengaku masih merasakan gerakan janinnya. Kronologis di RSUD Praya5/07/2013S : Pasien datang ke RSUD Praya tanggal 05-07-2013 mengatakan hamil 9 bulan dan memiliki penyakit jantung.O : GC : baikTD : 120/80 mmHgHR : 87 x/menit RR : 18 x/menit T : 36,5oCTFU : 30 cmTBJ : 2790 gramHis : -DJJ : 144 x/menitVT : Tidak dilakukanTerpasang IV line, RL fl pertama 28 tpm, injeksi ampicilin 2 gr pukul 07.00 (6-7-2013), Hb : 10,6 gr/dlHPHT : 20-10-2012HTP : 27-7-2013A : G3P2A0H2 A/T/H/IU + bekas SC + riwayat jantung P : Pro rujuk RSUP (ventilator (-), ICU penuh)

Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat penyakit jantung (+), Riwayat asma (-), HT (-), DM (-), Allergi (-)Riwayat Penyakit Keluarga : Riwayat keluarga memiliki riwayat penyakit jantung, hipertensi, diabetes mellitus, asma, maupun penyakit berat lainnya disangkal.Riwayat Alergi : Alergi terhadap obat-obatan dan makanan disangkal.Riwayat Obstetri : Pasien memiliki riwayat kehamilan sebagai berikut :1. Laki-laki, Aterm, 3200 gr, PKM, Bidan, Hidup, 13 tahun2. Laki-laki, Aterm, 2900 gr, RSUD Praya, SC (kelainan jantung), Hidup, 3 tahun 3. Ini HPHT: 20/10/2012Taksiran Persalinan: 27/07/2013Riwayat ANC: 4 kali di Posyandu, Polindes dan PuskesmasRiwayat USG: -Riwayat KB: KondomRencana KB: Steril

III. STATUS GENERALIS Keadaan umum: BaikKesadaran: E4V5M6 Tanda Vital Tekanan darah: 120/80 mmHg Frekuensi nadi: 102 x/menit Frekuensi napas: 20 x/menit Suhu: 37oC Pemeriksaan Fisik Umum Mata: anemis -/-, ikterus -/- Jantung: S1S2 tunggal reguler, murmur (+), gallop (-) Paru: vesikuler +/+, ronki (-), wheezing (-) Abdomen: bekas luka operasi (+), striae gravidarum (+) Ekstremitas: edema - - akral teraba hangat + + - - + +

IV. STATUS OBSTETRIL1: bokongL2: punggung di sebelah kiriL3: kepalaL4: 5/5TFU: 30 cm TBJ: 2790 gramHIS: -DJJ: 11-11-12 (136 x/menit)VT: Tidak dilakukan

V. PEMERIKSAAN PENUNJANGLABORATORIUM HGB: 10,3 g/dl RBC: 3,83 x 106/L HCT: 31,7 % WBC: 10,22 x 103/L PLT: 242 x 103/L HbSAg: (-) BT : 230 CT: 700EKG

VI. DIAGNOSIS G3P2A0H2 37 minggu T/H/IU letak kepala dengan kelainan jantung + riwayat SC 3 tahun yang lalu

VII. TINDAKAN Observasi kesra ibu dan janin Observasi vital sign Cek Lab DL, HbsAg DM co GP : pro konsul bagian jantung dan rencanakan SC elektifGP, advice : pindah nifas dan rencanakan SC elektif

VIII. BAYI LAHIRJenis persalinan: SCTPIndikasi: Kelainan jantung + riwayat SCLahir tanggal, jam: 11/07/2013, pukul 09.30 WITAJenis kelamin: Laki-laki APGAR Score: 6-8Lahir: HidupBerat: 2700 gramPanjang: 48 cmAmnion: jernihKelainan kongenital: (-)Anus: (+)

IX. PLASENTALahir: ManualLengkap: YaBerat: 500 gramPerdarahan: -

X. KONDISI IBU 2 JAM POST PARTUMKeadaan umum: BaikKesadaran: Compos mentisTekanan darah: 110/80 mmHgFrekuensi nadi: 80 x/menitFrekuensi napas: 20 x/menitSuhu: 36,4CKontraksi uterus: (+) baikTFU: 2 jari di bawah umbilikusPerdarahan aktif: (-)Lochea rubra: (+)

3

TIMESUBJECTIVEOBJECTIVEASSESSMENTPLANNING

6/07/201309.30Pasien rujukan dari RSUD Praya dengan G2P2A0H2 38 minggu/T/H/IU dengan riwayat SC + severe mitral stenosis.Pasien mengaku hamil 9 bulan dan memiliki riwayat penyakit jantung. Nyeri perut (-), riwayat keluar air (-), Bloody slim (-), gerakan janin (+). Riwayat Jantung (+), DM, HT, asthma (-).HPHT : 20/10/2012HTP : 27/07/2013Riwayat ANC : 4 kali di Posyandu, Polindes dan PuskesmasANC terakhir : 3/07/2013 Hasil : Saran melahirkan di RSRiwayat USG : -Riwayat KB : kondomRencana KB : steril Riwayat Obstetri :1. , Aterm, 3200 gr, PKM, Bidan, Hidup, 13 tahun2. , Aterm, 2900 gr, RSUD Praya, SC (Riwayat sakit jantung), Hidup, 3 tahun 3. Ini Kronologis di RSUD Praya05/07/2013S : Pasien datang ke RSUD Praya tanggal 05-07-2013 mengatakan hamil 9 bulan dan memiliki penyakit jantung. Nyeri perut (-), riwayat keluarnair (-), bloody slim (-), gerakan janin (+)O : GC : baikTD : 120/80 mmHgHR : 87 x/menit RR : 18 x/menit T : 36,7oCTFU : 30 cmTBJ : 2790 gramLetak kepala, puki, 5/5His : -DJJ : 136 x/menitVT : tidak dilakukanA : G3P2A0H2 A/T/H/IU + bekas SC + riwayat jantung P : Pro rujuk RSUP (ventilator (-), ICU penuh)

Status GeneralisGC : baikTD : 120/80 mmHgHR : 102 x/menit RR : 20 x/menitSuhu : 37oCMata : anemis (-/-), icteric (-/-)Cor : S1S2 tunggal regular, M (+), G (-)Pulmo : vesicular (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-).Abdomen : scar (+), stria (+), linea nigra (+).Extremitas : edema (-/-), warm acral (+/+).

Status ObstetriL1 : bokong TFU : 30 cm L2 : puki TBJ : 2790 gramL3 : kepala His : -L4 : 5/5 DJJ : 136 x/menitVT : tidak dilakukanPemeriksaan Laboratorium :HGB: 10,3 g/dl RBC: 3,83 x 106/L HCT: 31,7 % WBC: 10,22 x 103/LPLT: 242 x 103/L HbSAg: (-)BT : 230CT: 700

G3P2A0H2 37 minggu T/H/IU letak kepala dengan kelainan jantung + riwayat SC 3 tahun yang lalu

Observasi kesra ibu dan janin Observasi vital sign Cek Lab DL, HbsAg DM co GP : pro SC elektifGP, advice : pindah nifas dan siapkan SC elektif

12.45-GC : Baik, kes : Compos MentisTD : 100/70 mmHgN : 88 x/menitT : 36,7 0CRR : 20 x/menitDJJ : 140 x/menitHIS : -

G3P2A0H2 37 minggu T/H/IU letak kepala dengan kelainan jantung + riwayat SC 3 tahun yang lalu

Observasi kesra ibu dan janin Observasi vital sign Pro Konsul spesialis jantung

7-7-201309.00-GC : Baik, kes : Compos MentisTD : 100/80 mmHgN : 88 x/menitT : 36,0 0CRR : 20 x/menitDJJ : 140 x/menitHIS : -G3P2A0H2 37 minggu T/H/IU letak kepala dengan kelainan jantung + riwayat SC 3 tahun yang lalu

Observasi kesra ibu dan janin Observasi vital sign Pro Konsul spesialis Anestesi

8-7-201309.00-GC : Baik, kes : Compos MentisTD : 120/70 mmHgN : 88 x/menitT : 36,0 0CRR : 20 x/menitDJJ : 144 x/menitHIS : -G3P2A0H2 37 minggu T/H/IU letak kepala dengan kelainan jantung + riwayat SC 3 tahun yang lalu

Observasi kesra ibu dan janin Observasi vital sign Anjurkan ibu untuk istirahat

21.00-GC : Baik, kes : Compos MentisTD : 110/80 mmHgN : 84 x/menitT : 36,5 0CRR : 18 x/menitDJJ : 140 x/menitHIS : -G3P2A0H2 37 minggu T/H/IU letak kepala dengan kelainan jantung + riwayat SC 3 tahun yang lalu

Observasi kesra ibu dan janin Observasi vital sign Anjurkan ibu untuk istirahat

9-7-201313.00-GC : Baik, kes : Compos MentisTD : 110/80 mmHgN : 84 x/menitT : 36,5 0CRR : 18 x/menitDJJ : 136 x/menitHIS : -G3P2A0H2 37 minggu T/H/IU letak kepala dengan kelainan jantung + riwayat SC 3 tahun yang lalu

Observasi kesra ibu dan janin Observasi vital sign Anjurkan ibu untuk istirahat Bagian Jantung : Acc

21.00-GC : Baik, kes : Compos MentisTD : 110/80 mmHgN : 84 x/menitT : 36,5 0CRR : 18 x/menitDJJ : 136 x/menitHIS : -G3P2A0H2 37 minggu T/H/IU letak kepala dengan kelainan jantung + riwayat SC 3 tahun yang lalu

Observasi kesra ibu dan janin Observasi vital sign Anjurkan ibu untuk istirahat

10-7-1309.00-GC : Baik, kes : Compos MentisTD : 110/80 mmHgN : 84 x/menitT : 36,5 0CRR : 18 x/menitDJJ : 136 x/menitHIS : -G3P2A0H2 37 minggu T/H/IU letak kepala dengan kelainan jantung + riwayat SC 3 tahun yang lalu

Observasi kesra ibu dan janin Observasi vital sign Anjurkan ibu untuk istirahat Bagian Anestesi : acc

20.30-GC : Baik, kes : Compos MentisTD : 110/80 mmHgN : 78 x/menitT : 36,5 0CRR : 18 x/menitDJJ : 140 x/menitHIS : -G3P2A0H2 37 minggu T/H/IU letak kepala dengan kelainan jantung + riwayat SC 3 tahun yang lalu

Observasi kesra ibu dan janin Observasi vital sign Anjurkan ibu untuk istirahat

11-7-201309.00-GC : Baik, kes : Compos MentisTD : 110/80 mmHgN : 80 x/menitT : 36,5 0CRR : 20 x/menitDJJ : 140 x/menitHIS : -G3P2A0H2 37 minggu T/H/IU letak kepala dengan kelainan jantung + riwayat SC 3 tahun yang lalu

SCTP elektif dimulai Bayi lahir , BB : 2700 gr, PB : 48 cm, A-S : 6-8 Placenta lahir manual, 300 gr, lengkap.

10.30Ibu mengatakan kaki tidak dapat digerakkanGC : Baik, kes : Compos MentisTD : 110/80 mmHgN : 80 x/menitT : 36,5 0CRR : 20 x/menitKontraksi Uterus : + baikTFU : 2 jari dibawah pusarTerpasang infuse drip oxytocin + ketorolac 28 tpm, terpasang DCP3A0H3 post SC dengan kelainan jantung + riwayat SC Obs. Tanda vital Obs. Kontraksi uterus dan perdarahan Obs. Tanda-tanda gagal jantung Pasang O2 3 lpm

11.00Ibu mengatakan kaki tidak dapat digerakkanGC : Baik, kes : Compos MentisTD : 110/80 mmHgN : 80 x/menitT : 36,5 0CRR : 20 x/menitKontraksi Uterus : + baikPerdarahan : -TFU : 2 jari dibawah pusarTerpasang infuse drip oxytocin + ketorolac 28 tpm, terpasang DC2 jam post SC dengan kelainan jantung + riwayat SC Obs. Tanda vital Obs. Kontraksi uterus dan perdarahan Obs. Tanda-tanda gagal jantung O2 3 lpm terpasang

15.00-GC : Baik, kes : Compos MentisTD : 110/70 mmHgN : 84 x/menitT : 36,0 0CRR : 18 x/menitKontraksi Uterus : + baikPerdarahan : -TFU : sepusarTerpasang DC, O2 3 lpm6 jam post SC dengan kelainan jantung + riwayat SC Obs. Tanda vital Obs. Kontraksi uterus dan perdarahan Obs. Tanda-tanda gagal jantung

21.00Nyeri luka operasiGC : Baik, kes : Compos MentisTD : 120/80 mmHgN : 80 x/menitT : 36,0 0CRR : 18 x/menitKontraksi Uterus : + baikPerdarahan : -TFU : sepusarTerpasang DC, O2 3 lpm12 jam post SC dengan kelainan jantung + riwayat SC Obs. Tanda vital Obs. Kontraksi uterus dan perdarahan Obs. Tanda-tanda gagal jantung

12-7-201309.00Nyeri luka operasiGC : Baik, kes : Compos MentisTD : 120/80 mmHgN : 80 x/menitT : 36,0 0CRR : 18 x/menitKontraksi Uterus : + baikPerdarahan : -TFU : 2 jari dibawah pusarPost SC Hari ke 2 dengan kelainan jantung + riwayat SC Obs. Tanda vital Obs. Kontraksi uterus dan perdarahan Obs. Tanda-tanda gagal jantung

13-7-201309.00-GC : Baik, kes : Compos MentisTD : 110/70 mmHgN : 84 x/menitT : 36,5 0CRR : 20 x/menitKontraksi Uterus : + baikPerdarahan : -TFU : 3 jari di bawah pusarPost SC Hari ke 3 dengan kelainan jantung + riwayat SC Obs. Tanda vital Obs. Kontraksi uterus dan perdarahan Obs. Tanda-tanda gagal jantung

21.00-GC : Baik, kes : Compos MentisTD : 120/70 mmHgN : 80 x/menitT : 36,5 0CRR : 20 x/menitKontraksi Uterus : + baikPerdarahan : -TFU : 3 jari di bawah pusarPost SC Hari ke 3 dengan kelainan jantung + riwayat SC Obs. Tanda vital Obs. Kontraksi uterus dan perdarahan Obs. Tanda-tanda gagal jantung

BAB IVPEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien merupakan rujukan dari RSUD Praya dengan kelainan jantung sebagai penyulit dalam kehamilan dan persalinan. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, kondisi ibu dalam keadaan stabil tanpa tanda-tanda gagal jantung. Berdasarkan klasifikasi NYHA pasien termasuk dalam kriteria kelas II, yakni adanya keterbatasan fisik namun tidak terganggu pada kondisi istirahat. Berdasarkan pustaka dapat diperkirakan bahwa hasil persalinan ibu dengan kelainan jantung pada status fungsional kelas I-II cukup baik bila diikuti dengan perawatan antenatal dan penatalaksanaan yang baik. Penegakkan diagnosis pada pasien ini kurang begitu maksimal, dari anamnesis dan pemeriksaan fisik belum cukup untuk mendiagnosa dengan stenosis mitral berat. Tidak dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan penunjang untuk mengkoreksi diagnosis dari rujukan. Pemeriksaan echocardiografy tidak dilakukan untuk menegakkan stenosis mitral berat seperti yang di rujuk dari RSUD praya. Sebaiknya penegakan diagnosis lebih dipastikan untuk mengetahui resiko yang dapat ditimbulkan intrapartum ataupun postpartum dan penanganan yang tepat serta monitoring yang harus diberikan.Perawatan antenatal pada pasien ini kurang begitu baik, pasien yang memiliki riwayat penyakit jantung seharusnya mendapat konseling yang baik sebelum memutuskan untuk hamil, pemilihan kontrasespi yang tepat perlu disarankan untuk pasien. Pasien sudah memiliki anak 2 orang dan usia sudah cukup tua seharusnya KIE menyarankan untuk ibu tidak hamil lagi mengingat resiko yang besar. Selama kehamilan pasien tidak rutin memeriksakan kehamilan dan kurang mematuhi saran untuk kontrol kembali sehingga pengawasan yang adekuat tidak terlaksana.Selama perawatan di RSUP NTB pasien dalam kondisi stabil dan tanpa ada tanda-tanda gagal jantung, pengawasan yang cukup baik telah diberikan, konsultasi ke dokter ahli jantung dan ahli anestesi sudah dilakukan dan menyatakan pasien dalam kondisi baik. Pemeriksaan diagnostik lebih lanjut tidak dilakukan, dan pengawasan yang invasif tidak diperlukan cukup dengan pengawasan rutin tekanan darah, nadi, respirasi, suhu dan pengawasan terhadap tanda-tanda gagal jantung.Pada wanita dengan kelainan jantung persalinan lama dan rasa nyeri sebaiknya dihindari. Ibu tidak boleh mengedan dan persalinan harus segera diakhiri baik dengan vakum ataupun forceps. Untuk penanganan persalinan selama di rumah sakit, sudah cukup baik. Pada pasien ini, adanya kelainan jantung dan riwayat SC menjadi pertimbangan penting dalam penentuan jalur kelahiran melalui SCTP. Persalinan pervaginam tidak dipilih karena pada saat ibu mengedan dan rasa nyeri dapat menjadi ancaman bagi ibu dengan kelainan jantung yang dapat membahayakan. Pada stenosis mitral, terjadinya peningkatan aliran balik vena ketika uterus berkontraksi dapat menambah beban jantung dan stimulasi nyeri ketika kontraksi dan peregangan atau robekan jalan lahir dapat menyebabkan peningkatan stimulasi simpatis dan meningkatkan frekuensi denyut jantung dan beresiko terjadi gagal jantung intrapartum. Pasien juga memilih untuk melakukan metode kontrasepsi steril sudah tepat, mengingat pasien sudah memiliki anak 3, usia sudah 39 tahun dan memiliki riwayat kelainan jantung, dan sudah 2x menjalani SC, jika terjadi kehamilan lagi tentunya akan memiliki resiko kehamilan yang besar. Pelaksanaan tubectomy dapat sekaligus dilakukan ketika dilakukan secsio caesaria.Pengawasan masa nifas sudah diberikan dengan cukup baik, mengingat resiko kematian ibu masih tetap tinggi pada masa puerperium. Pengawasan tanda vital, perdarahan dan kontraksi uterus dilakukan cukup baik. Pasien dalam kondisi baik dan stabil dalam masa postpartum dan tidak didapatkan penyulit. Konseling yang baik sangat diperlukan sebelum pasien dapat dirawat jalan, informasi mengenai tanda-tanda bahaya selama masa nifas, dan anjuran untuk memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan secara rutin sampai berhenti massa nifas.

REFERENSI

1. Easterling TR, Otto C. Heart disease. In: Gabbe, editor. Obstetrics-normal and problem pregnancies. 4 th ed. London: Churchill Livingstone Inc; 2002. p. 1005-30.2. Cunningham F, MacDonald P, Gant N, Leveno K, Gilstrap L, Hankins Gea. Cardiovascular diseases. In: Williams obstetrics. 21 st ed. New York: McGraw Hill; 2001. p. 1181-203.3. Cunningham FG, et al, editor. Williams Obstetry. 23rd Edition. 2010. Mc-Graw Hill : USA.4. Gei A, Hankins G. Medical complications of pregnancy cardiac disease and pregnancy. Obstet and gynecol clin 2001;28 (3):1-42.5. Cole P. Cardiac disease. In: Winn H, Hobbins J, editors. Clinical maternal-fetal medicine. 1 st ed. New York: The Parthenon Publishing Group; 2000. p. 369 - 84.