Laprak 2 (Vit B Dan C)
-
Upload
sylviiaa-aauuliiaa-raahmaah -
Category
Documents
-
view
69 -
download
3
description
Transcript of Laprak 2 (Vit B Dan C)
LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA ANALISIS BAHAN PANGAN
PENENTUAN KADAR VITAMIN C DENGAN TITRASI
IODOMETRI DAN KADAR VITAMIN B1 DENGAN
SPEKTROFOTOMETER UV-Vis
Dosen Pembimbing :
Dr. Miratul Khasanah, M.Si.
Dr. Muji Harsini, M.Si.
Oleh :
Sylvia Aulia Rahmah (081324253001)
PROGRAM MAGISTER KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2014
Percobaan 2
Penentuan Kadar Vitamin C Dengan Titrasi Iodometri Dan
Kadar Vitamin B1 Dengan Spektrofotometer UV-Vis
A. Tujuan
1. Untuk menentukan kadar vitamin C yang terkandung dalam hemaviton
C1000 dengan titrasi iodometri.
2. Untuk menentukan kadar vitamin B1 yang terkandung dalam tepung
terigu “segitiga biru” dengan spektrofotometer UV-Vis
B. Dasar Teori
Vitamin C (Asam Askorbat)
Asam askorbat adalah salah suatu senyawa kimia yang biasa disebut
vitamin C, selain asam dehidroaskorbat, berbentuk kristal padat berwarna
putih yang tidak berbau dan mencair pada suhu 190°C -192°C. Bentuk
teroksidasinya, asam dehidroaskorbat, mudah direduksi lagi dengan berbagai
reduktor seperti glutation. Asam askorbat bentuk kristal akan stabil di udara,
namun dalam bentuk larutan akan mudah teroksidasi dan ketidakstabilan ini
akan meningkat sebanding dengan kenaikan pH larutan. Asam askorbat
mudah larut dalam air (1 gram dalam 1 mL air), etil alkohol (1 gram dalam 50
mL etil alkohol), dan gliserol (1 gram dalam 100 mL gliserol); tidak larut
dalam benzena, etil eter, petroleum eter, dan senyawa organik lainnya. Sifat
asam vitamin C tidak terletak pada gugus karboksilnya, tetapi pada bentuk
laktonnya. Struktur vitamin C dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Struktur Asam askorbat atau (5R)-[(1S)-1,2-dihidroksetil]-3,4-
dihidroksifuran-2(5H)-on (nama IUPAC)
Pada jaringan tanaman terkandung beberapa enzim seperti asam
askorbat oksidase, polifenol peroksidase dan peroksidase yang sifat
katalitiknya terhadap oksidasi vitamin C oleh O2 lebih kuat. Asam askorbat
adalah suatu reduktor kuat. Kemampuannya mereduksi asam askorbat
terhadap AgNO3, iodin, ferrisianida, metil biru dan 2,6-diklorofenol indofenol
dapat digunakan untuk menentukan kadar vitamin C secara kimiawi. Asam
dehidroaskorbat lebih labil dibanding dengan bentuk tereduksinya.
Tanaman dan sebagian besar binatang mempunyai kemampuan
untuk mensintesis vitamin C, namun bagi manusia dan beberapa primata tidak
bisa mensintesis vitamin C dari tubuhnya karena tidak mempunyai enzim
gulanolakton kinase yang mengkatalisis pembentukan 2-ketogulanolakton
yang secara spontan mengalami tautomerisasi menjadi asam L-askorbat.
Vitamin C ini diperlukan sebagi nutrient manusia karena digunakan sebagai
senyawa perekat yang terletak antara sel-sel jaringan badan pada umumnya
(menjaga struktur kolagen). Selain itu juga dapat mencegah sakit dan
pendarahan gusi, pendarahan jaringan-jaringan, mencegah terjadinya anemia
serta membantu perkembangan struktur tulang pada umumnya.
Untuk mempertahankan saturasi jaringan-jaringan laki-laki dewasa
dibutuhkan setidaknya 60 mg/hari, untuk wanita hamil kebutuhannya
ditambah 20 mg, untuk wanita menyusui kebutuhannya ditambah 40 mg dari
yang dianjurkan, hal ini karena 24-25 mg vitamin tersebut akan disekresikan
dalam 850 mL ASI. Defisiensi vitamin C dapat menyebabkan penyakit
skorbut, oleh karena itu vitain C juga disebut anti skorbut. Adapun gejala-
gejala skorbut adalah pendarahan gusi, gigi goyah, luka sukar sembuh, tulang
mudah rapuh, dll.
Titrasi Iodometri
Salah satu cara yang digunakan untuk menentukan kadar vitamin C
adalah dengan titrasi iodometri. Iodimetri adalah analisa titrimetri untuk zat-
zat reduktor seperti natrium tiosulfat, arsenat dengan menggunakan larutan
iodin baku secara langsung. Iodometri adalah analisa titrimetri untuk zat-zat
reduktor dengan penambahan dengan penambahan larutan iodin baku
berlebihan dan kelebihannya dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat baku.
Pada titrasi iodimetri titrasi oksidasi reduksinya menggunakan larutan iodum.
Artinya titrasi iodometri suatu larutan oksidator ditambahkan dengan kalium
iodida berlebih dan iodium yang dilepaskan (setara dengan jumlah oksidator)
ditirasi dengan larutan baku natrium tiosulfat. Titrasi dapat dilakukan tanpa
indikator dari luar karena larutan iodium yang berwarna khas dapat hilang
pada titik akhir titrasi hingga titik akhir tercapai. Tetapi pengamatan titik
akhir titrasi akan lebih mudah dengan penambahan larutan amilum sebagai
indikator, karena akan membentuk kompleks dengan I2 yang berwarna biru
sangat jelas. Penambahan amilum harus pada saat mendekati titik akhir titrasi.
Hal ini dilakukan agar amilum tidak membungkus I2 yang menyebabkan
sukar lepas kembali, dan ini akan menyebabkan warna biru sukar hilang,
sehingga titik akhir titrasi tidak terlihat tajam.
Indikator amilum merupakan indikator yang sangat lazim digunakan,
namun harus selalu dalam keadaan segar dan baru karena larutan amilum
mudah terurai oleh bakteri, sehingga untuk membuat larutan indikator yang
tahan lama hendaknya dilakukan sterilisasi atau penambahan suatu pengawet.
Pengawet yang biasa digunakan adalah merkurium (II) iodida, asam borat
atau asam formiat. Kepekatan indikator juga berkurang dengan naiknya
temperatur dan oleh beberapa bahan organik seperti metil dan etil alkohol.
Iodium hanya sedikit sekali larut dalam air (0,00134 mol/liter pada
25oC), namun sangat mudah larut dalam larutan yang mengandung ion iodida.
Iodium membentuk kompleks triiodida dengan iodida, dengan tetapan
keseimbangan 710 pada 25oC. Penambahan KI untuk menurunkan keatsirian
dari iod, dan biasanya ditambahkan KI 3-4 % dalam larutan 0,1 N dan
kemudian wadahnya disumbat baik-baik dan menggunakan botol yang
berwarna gelap untuk menghindari penguraian HIO oleh cahaya matahari.
Pada proses iodometri atau titrasi tidak langsung banyak zat
pengoksid kuat yang dapat dianalisis dengan menambahkan KI berlebihan
dan mentitrasi iodium yang dibebaskan. Karena banyak zat pengoksid yang
menuntut larutan asam untuk bereaksi dengan iodida, natrium tiosulfat lazim
digunakan sebagai titran. Beberapa tindakan pencegahan perlu diambil untuk
menangani KI untuk menghindari galat, misalnya ion iodida dioksidai oleh
oksigen di udara. Reaksi ini lambat dalam larutan netral namun lebih cepat
dalam larutan asam dan dipercepat dengan cahaya matahari. Setelah
penambahan KI ke dalam suatu larutan (asam) dari suatu zat pengoksida
larutan tak boleh dibiarkan terlalu lama bersentuhan dengan udara, karena
akan terbentuk tambahan iodium.
Pada titrasi iodometri, titrasi harus dalam keadaan asam lemah atau
nertal karena dalam keadaan alkali akan terbentuk iodat yang terbentuk dari
ion hipoiodit yang merupakan reaksi mula-mula antara iodin dan ion
hidroksida. Dalam keadaan alkali ion-ion ini akan mengoksidasi sebagian
tiosulfat menjadi ion sulfat sehingga titik kesetarannya tidak tepat lagi.
Namun pada proses iodometri juga perlu dihindari konsentrasi asam yang
tinggi karena asam tiosulfat yang dibebaskan akan mengendap dengan
pemisahan belerang.
Vitamin B1 (Tiamin)
Vitamin B1 terdapat dalam hampir semua jaringan tumbuhan dan
jaringan hewan yang biasa digunakan untuk makanan sehari-hari tetapi dalam
jumlah yang relatif kecil. Tiamin terdiri atas cincin pirimidina dan cincin
thiazola (mengandung sulfur dan nitrogen) yang dihubungkan oleh jembatan
metilen seperti pada gambar 2 berikut.
Gambar 2. Rumus bangun tiamina. Kanan: cincin thiazola, Kiri: cincin
pirimidina
Vitamin B1 sangat mudah larut dalam air (1 g dalam 1 mL air),
namun kurang larut dalam alcohol (1 g dalam 100 mL alkohol 95%) serta
tidak larut dalam pelarut-pelarut organik seperti eter. Tiamin stabil dalam
larutan asam yang relatif kuat dan sebagai tiamin hidroklorida pada pH 3,5
dapat dipanaskan sampai suhu 120°C tanpa mengalami dekomposisi. Dalam
larutan asam lemak tiamin hidroklorida akan mengalami dekomposisi
sedangkan dalam larutan alkalis dan larutan netral akan cepat mengalami
dekomposisi. Tiamin bila dipanaskan dalam larutan yang mengandung
senyawa-senyawa oksidator atau reduktor akan mudah rusak. Dalam
perdagangan, tiamin tersedia dalam bentuk tiaminklorida hidroklorida yang
mempunyai aktivitas biologic 33.000 unit USP/IU per gram (1 unit USP =
3μg kristal tiamin).
Tiamin mudah diabsorpsi oleh usus halus, namun tidak dapat
disimpan dalam jumlah yang memadai, sehingga jika masukan tiamin melalui
diet berlebihan akan segera disekresi ke dalam urin. Dalam tubuh, tiamin
akan diubah menjadi tiamin pirofosfat (TPP) yang bekerja sebagai koenzim
dalam sistem enzim yang bekerja dalam perubahan piruvat menjadi asetik
koenzim A (asetil KoA). Kebutuhan vitamin B1 per hari untuk anak-anak
sebesar 1 mg, untuk laki-laki dewasa 1,2-1,3 mg, untuk wanita 1 mg, untuk
wanita hamil 1,2 mg dan untuk wanita menyusui 1,6 mg.
Spektrofotometer UV-Vis
Salah satu cara yang digunakan untuk menentukan kadar vitamin B1
pada makanan adalah dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Pada
prinsipnya spektroskopi UV-Vis menggunakan cahaya sebagai tenaga yang
mempengaruhi substansi senyawa kimia sehingga menimbulkan cahaya.
Cahaya yang digunakan merupakan foton yang bergetar dan menjalar secara
lurus dan merupakan tenaga listrik dan magnet yang keduanya saling tagak
lurus. Tenaga foton bila mempengaruhi senyawa kimia, maka akan
menimbulkan tanggapan (respon), sedangkan respon yang timbul untuk
senyawa organik ini hanya respon fisika atau Physical event. Tetapi bila
sampai menguraikan senyawa kimia maka dapat terjadi peruraian senyawa
tersebut menjadi molekul yang lebih kecil atau hanya menjadi radikal yang
dinamakan peristiwa kimia atau Chemical event.
Cara kerja alat spektrofotometer UV-Vis yaitu sinar dari sumber
radiasi diteruskan menuju monokromator, Cahaya dari monokromator
diarahkan terpisah melalui sampel dengan sebuah cermin berotasi, Detektor
menerima cahaya dari sampel secara bergantian secara berulang–ulang,
Sinyal listrik dari detektor diproses, diubah ke digital dan dilihat hasilnya,
perhitungan dilakukan dengan komputer yang sudah terprogram. Berdasar
detektornya, spektrofotometri terbagi menjadi 2 macam yaitu :
a. Spektrofotometer Vis (visibel), pengukuran berlangsung pada panjang
gelombang visible
b. Spektrofotometer UV (ultra violet), pengukuran berlansung pada panjang
gelombang ultra violet.
Yang digunakan dalam percobaan ini adalah spektrofotometer UV.
Karena sinar UV tidak dapat dideteksi oleh mata kita, maka senyawa yang
dapat menyerap sinar ini terkadang merupakan senyawa yang tidak memiliki
warna, bening dan transparan. Oleh karena itu sampel yang tidak berwarna
tidak perlu dibuat berwarna dengan penambahan reagent tertentu. Namun
perlu diingat, sampel keruh tetap harus dibuat jernih dengan filtrasi atau
sentrifugasi. Prinsip dasar pada spektrofotometri adalah sampel harus jernih
dan larut sempurna. Tidak ada partikel koloid apalagi suspensi.
Spektrofotometer UV memang lebih simpel dan mudah dibanding
spektrofotometri visible, terutama pada bagian preparasi sampel. Namun
harus hati-hati juga, karena banyak kemungkinan terjadi interferensi dari
senyawa lain selain analit yang juga menyerap pada panjang gelombang UV.
Hal ini berpotensi menimbulkan bias pada hasil analisa. Salah satu analisis
yang menggunakan UV sebagai detektornya adalah penetapan kadar tiamin
(vitamin B1).
C. Alat dan Bahan
Alat :
Beaker glass 10 mL Labu takar 100 mL
Beaker glass 250 mL Labu takar 250 mL
Botol semprot Corong kaca
Pipet volum 10 mL Erlenmeyer
Pipet volume 1 mL Buret
Statif dan klem Pipet tetes
Batang pengaduk Kertas saring
Bahan :
Tepung terigu “segitiga biru” Minuman energi hemaviton C1000
Aquades Larutan I2
Larutan standar Na2S2O3 Larutan KIO3 0,1 N
Larutan KI 10% Larutan H2SO4
Amilum 1% Thiamin / tablet vitamin B1 IPI
Tabung reaksi
D. Langkah Kerja
a. Penentuan Kadar Vitamin C dengan Titrasi Iodometri1. 150 mL sampel (minuman hemaviton C 1000) diencerkan ke dalam
labu takar 250 mL.
2. 10 mL larutan sampel diambil, lalu dimasukkan dalam labu takar 100
mL dan ditambahkan aquades hingga batas garis.
3. 10 mL larutan sampel kemudian diambil untuk dititrasi dengan larutan
I2 hingga berwarna kuning muda.
Larutan I2 yang digunakan telah distandarisasi dengan larutan standar
Na2S2O3 dengan cara :
Standarisasi larutan Na2S2O3 dengan KIO3
Memasukkan10 mL larutan KIO3 0,1 N ke dalam erlenmeyer
Menambahkan 5 mL larutan KI 10% dan 2 mL H2SO4
Mentitrasi dengan larutan Na2S2O3 sampai berwarna kuning muda
(hati-hati)
Menambahkan beberapa tetes amilum 1%, lalu mentitrasi kembali
hingga warna biru hilang.
Standarisasi larutan I2 dengan larutan standar Na2S2O3
Memasukkan 10 mL larutan I2 ke dalam erlenmeyer
Mentitrasi dengan larutan standar Na2S2O3 sampai berwarna kuning
muda (hati-hati)
Menambahkan beberapa tetes amilum 1% dan mentitrasi kembali
dengan Na2S2O3 hingga warna biru hilang
4. Menambahkan beberapa tetes amilum 1% dan mentitrasi kembali
hingga warna biru hilang
5. Mencatat volume I2 yang dibutuhkan dan menghitung kadar vitamin C
pada sampel dengan rumus :
massa vitaminC (b )=10010x volume I2 0,01N yang d ibutuhkan x 0,88mg
Kadar vitaminCdalam150mL sampel=100xxb
*Volume 0,01 N I2 ( ml ) = 0,88 gram asam askorbat
b. Penentuan Kadar Vitamin B1 dengan Spektrofotometer UV-Vis
Penentuan λmax dan pengukuran absorbansi larutan standar tiamin
1. Menimbang 25 mg tiamin atau 1 tablet vitamin B1 IPI (setiap tablet
mengandung 25 mg vitamin B1)
2. Melarutkannya dalam aquades dan mengencerkannya hingga 250 mL
(100 ppm)
3. Membuat 5 variasi konsentrasi sampel untuk digunakan sebagai kurva
standar tiamin
Mengambil 5 mL larutan induk 100 ppm untuk konsentrasi 5 ppm
Mengambil 80 mL larutan sampel 5 ppm untuk konsentrasi 4 ppm
Mengambil 75 mL larutan sampel 4 ppm untuk konsentrasi 3 ppm
Mengambil 66,67 mL larutan sampel 3 ppm untuk konsentrasi 2 ppm
Mengambil 50 mL larutan sampel 2 ppm untuk konsentrasi 1 ppm
4. Mengambil 3 mL salah satu konsentrasi sampel untuk menentukan
panjang gelombang maksimum ( λmax ) dengan spektrofotometer UV-
Vis pada λ = 200-400 nm (detektor UV)
5. Mengukur absorbansi kelima variasi konsentrasi tiamin pada λmax
6. Membuat kuva standar tiamin dengan memplotkan data konsentrasi vs
absorbansi
Pengukuran kadar B1 sampel
1. Menimbang 5 gram tepung terigu merk sigitiga biru dengan neraca
analitik
2. Melarutkannya dengan aquades, mengencerkannya hingga 100 mL dan
menyaringnya
3. Mengambil 20 mL lalu mengencerkannya hingga 100 mL
4. Mengukur kadar vitamin B1 dalam sampel dengan spektrofotometer
UV-Vis pada λ = 266,5 nm
5. Selanjutnya memplotkan hasil pengukuran kadar vitamin B1 dalam
sampel ke kurva standar thiamin
E. Hasil Pengamatan dan Analisis Data
a. Penentuan Kadar Vitamin C Dengan Titrasi Iodometri
1. Standarisasi larutan Na2S2O3 dengan KIO3
V KIO3 . N KIO3 = V Na2S2O3 . N Na2S2O3
10 . 0,1 = 10 . N Na2S2O3
N Na2S2O3 = 0,1 N
2. Standarisasi larutan I2 dengan larutan standar Na2S2O3
V I2 . N I2 = V Na2S2O3 . N Na2S2O3
10 . N I2 = 10 . 0,1
N I2 = 0,1 N
3. Hasil titrasi iodometri
Tabel 1. Data hasil titrasi iodometri
No Volume sampel Volume I2 Warna
1 10 mL 7,2 mL Biru kehitaman
2 10 mL 7,2 mL Biru kehitaman
3 10 mL 7,1 mL Biru kehitaman
4. Perhitungan kadar vitamin C
Berat vitamin C (mg) :
sampel1=10010x volume I 2 0,01N yang dibutuhkanx 0,88mg
¿ 10010x7,2mL x 0,88mg=63,36mg
sampel2=10010x volume I2 0,01N yang dibutuhkan x0,88mg
¿ 10010x7,2mL x 0,88mg=63,36mg
sampel3=10010
x volume I 20,01N yangdibutuhkan x0,88mg
¿ 10010x7,1mL x 0,88mg=62,48mg
Rata-rata berat vitamin C dalam 10 mL sampel :
63,36+63,36+62,483
=63,067mg
Berat vitamin C dalam sampel secara keseluruhan (1 botol hemaviton
C1000 = 150 mL) :
volume sampel (mL )volume keseluruhan(mL )
=berat vitaminC sampel (mg)
berat vitaminC keseluruhan(mg)
10mL150mL
= 63,067berat vitaminCkeseluruhan (mg)
berat vitaminC keseluruhan (mg )=946,005mg
Artinya, dalam 150 mL hemaviton C1000 terkandung 946,005 mg
vitamin C
b. Penentuan Kadar Vitamin B1 dengan Spektrofotometer UV-Vis
1. Panjang gelombang maksimum untuk tiamin (5 ppm)
Gambar 3. Panjang gelombang maksimum tiamin, yaitu pada 266,5 nm
2. Kurva standar tiamin
Tabel 2. Absorbansi larutan standar tiamin 1,2,3,4 dan 5 ppm
Konsentrasi tiamin (ppm)
Absorbansi
1 0.0412 0.0853 0.1594 0.2365 0.365
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.50
0.050.1
0.150.2
0.250.3
0.350.4
0.0410.085
0.159
0.236
0.365
f(x) = 0.0799 x − 0.0625R² = 0.965682329735224
Kurva standar tiamin (vitamin C)
Konsentrasi
absorbansi
Gambar 4. Grafik kurva standar tiamin (vitamin C)
Perhitungan konsentrasi sampel :
Absorbansi sampel dengan 5 kali pengenceran adalah 0,257
y = 0,0799x – 0,0625
0,257 = 0,0799x – 0,0625
0,0799x = 0,257 + 0,0625
0,0799x = 0.3195
x = 2,5007 ~ 2,5 ppm
Perhitungan berat vitamin B1 :
Konsentrasi ( ppm )=berat (mg)volume( l)
2,5 ppm=b erat (mg)
0,1
berat (mg )=0,25mg x 5 kali faktor pengenceran
berat (mg )=1,25mg (dalam 100 mL)
Persentase tiamin :
%bb= 1,25
5 000x 100 %=0,0 25 %
Artinya, dalam 5000 mg tepung terigu “segitiga biru” terkandung 1,25
mg atau 0,025% vitamin B1.
F. Pembahasan
a. Penentuan Kadar Vitamin C Dengan Titrasi Iodometri
Penentuan kadar vitamin C pada sampel minuman energi
hemaviton C1000 ini menggunakan metode titrasi iodometri yang
menggunakan larutan iodin, dimana iodin berasal dari sisa iodin yang
dihasilkan dari reaksi sebelumnya. Larutan ini tidak dapat dibuat dan
ditentukan konsentrasinya hanya dengan melarutkan padatannya dalam
sebuah pelarut karena bersifat higroskopis, menyerap uap air, dan
menyerap CO₂ pada waktu proses penimbangannya, sehingga
konsentrasinya dapat berubah degan cepat. Oleh sebab itu, setiap kali ingin
digunakan dalam titrasi maka harus distandarisasi terlebih dahulu. Dalam
percobaan ini larutan Na₂S₂O₃ distandarisasi menggunakan larutan kalium
iodat (KIO₃). Sebelumnya ke dalam larutan KIO₃ ditambahkan padatan
KI. Fungsi penambahan padatan KI ini untuk memperbesar kelarutan
iodium yang sukar larut dalam air dan juga untuk mereduksi analit
sehingga bisa dijadikan larutan standar. Selain itu, penambahan larutan
H₂SO₄ bertujuan untuk membentuk suasana asam karena titrasi ini
dilakukan di suasana asam (pH<8,0).
Pada proses standarisasi, larutan KIO₃ akan bereaksi dengan I⁻ berlebih dari KI yang ditambahkan ke larutan tersebut yang menghasilkan
warna coklat. Dikarenakan larutan KI yang digunakan berlebih, sehingga
di akhir reaksi akan menghasilkan I₃. I₃ yang terbentuk kemudian dititrasi
dengan larutan Na₂S₂O₃ hingga berwana kekuningan (kuning pucat) yang
menandakan kandungan I₃ tersebut hampir habis bereaksi dan mendekati
titik ekivalen. Saat warna larutan menjadi kekuningan, maka ditambahkan
indikator amilum. Indikator amilum digunakan karena sensitivitas warna
biru tua yang mempermudah pengamatan perubahan pada saat tercapainya
ekivalen. Selain itu dalam larutan pada kondisi asam, iodida mudah untuk
dioksidasikan menjadi iod bebas, sehingga iod bebas ini akan mudah
diidentifikasi dengan adanya indikator amilum dari warna biru kehitaman
yang dihasilkan.
Secara teori, warna biru kehitaman ini terbentuk dari adanya
kompleks antara iodin dan amilum. Sehingga, jika warna larutan yang biru
kehitaman tersebut menandakan adanya kandungan iodin dalam larutan.
Penambahan indikator amilum pada percobaan ini dilakukan saat
mendekati titik akhir titrasi, yakni saat larutan berwarna kuning pucat. Hal
ini bertujuan agar amilum tidak membungkus iodin karena akan
menyebabkan iodin sukar dititrasi. Selain itu, senyawa kompleks yang
terbentuk antara iodin dan amilum memiliki kelarutan yang kecil dalam
air, sehingga umumnya ditambahkan pada titik akhir titrasi.
Larutan sebelum dititrasi berwarna biru kehitaman, saat mencapai
ekivalen akan berubah menjadi bening. Pada titrasi ini, I₃ akan direduksi
oleh Na₂S₂O₃ membentuk I⁻ kembali, sedangkan S₂O₃²⁻ akan teroksidasi
membentuk S₄O₆²⁻. Warna biru kehitaman yang berubah menjadi bening
menandakan kandungan iodin dalam larutan telah habis bereaksi dan
terjadi kelebihan ion S₂O₃²⁻. Berdasarkan hasil pembakuan larutan I2
diperoleh konsentrasi Na₂S₂O₃ sebesar 0,1 N, sehingga konsentrasi larutan
standar I2 adalah 0,1 N.
Metode titrasi iodometri ini efektif untuk penentuan kadar vitamin
C sebab tiamin mudah teroksidasi dan iodium mudah berkurang. Hal ini
berdasarkan sifat tiamin yang dapat bereaksi dengan iodin, mengingat
asam askorbat merupakan agen pereduksi yang tidak terlalu kuat dan tidak
terlalu lemah. Larutan standar yang digunakan pada analisis ini yaitu
larutan I2 yang telah distandarisasi. Penambahan indikator amilum
digunakan karena sensitivitas warna biru tua yang mempermudah
pengamatan perbuahan pada saat tercapainya ekivalen. Berdasarkan hasil
percobaan diperoleh volume rata-rata I2 yang diperlukan untuk mencapat
ekivalen yakni 7,167 mL. Sehingga dengan perhitungan diperoleh kadar
rata-rata vitamin C dalam 10 mL sampel sebesar 63,067 mg, dan dengan
perbandingan volume sampel keseluruhan diperoleh kadar vitamin C
dalam minuman energi hemaviton C1000 sebesar 946,005 mg.
Ketidaksesuaian hasil percobaan dengan kandungan yang tertera
di kemasan yaitu sebesar 1000 mg dimungkinkan karena vitamin C dalam
sampel telah telah teroksidasi. Membiarkan sampel terbuka beberapa saat
dapat membuat vitamin C yang ada dalam sampel teroksidasi. Hal lain
yang mungkin terjadi adalah karena kesalahan praktikan dalam percobaan,
sehingga pada saat titrasi titik akhir titrasi tidak teramati dengan tepat.
b. Penentuan Kadar Vitamin B1 dengan Spektrofotometer UV-Vis
Penentuan kadar vitamin B1 pada sampel tepung terigu “segitiga
biru” ini dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
Sebelum menentukan kadar vitamin B1 dalam sampel, dilakukan
penentuan panjang gelombang maksimum untuk tiamin pada panjang
gelombang sinar UV yaitu 200-400 nm, sekaligus membuat kurva standar
tiamin. Nantinya konsentrasi tiamin dalam sampel dapat ditentukan
dengan memplotkan absorbansinya pada kurva standar. Pengukuran
panjang gelombang maksimum dilakukan dengan scan larutan standar
tiamin 5 ppm pada spektrofotometer UV pada rentang 200-400 nm. Pada
langkah ini diperoleh absorbansi paling tinggi yaitu sebesar 0,373 pada
λ=266,5 nm, maka λ=266,5 nm digunakan untuk menentukan absorbansi
larutan standar tiamin. Dari grafik larutan standar tiamin diperoleh
persamaan regresi linier, y = 0,0799x - 0.0625 dengan R² = 0,9657.
Berdasarkan persamaan garis regresi linier dapat diketahui
konsentrasi tiamin pada sampel, dan diperoleh konsentrasi 2,5 ppm.
Sehingga dari konsentrasi ini dapat dihitung berat tiamin dalam sampel
menurut percobaan dalam 5000 mg tepung terigu “segitiga biru” adalah
terkandung 1,25 mg tiamin (vitamin B1) atau sebesar 0,025%. Sedangkan
dalam kemasan tertera dalam 100 g tepung (100000 mg) terkandung 45%
vitamin B1. Perbedaan yang sangat signifikan mungkin terjadi karena
regresi kurva standar tiamin hanya 0,9657. Regresinya yang jauh dari 1
menyebabkan data yang dihasilkan kurang akurat. Regresi yang jauh ini
disebabkan tablet tiamin yang digunakan belum larut sempurna dalam air.
Ketidakstabilan larutan standar tiamin di suhu ruang juga menyebabkan
absorbansi standar menjadi kurang bagus. Selain itu menurut teori,
panjang gelombang maksimum untuk tiamin adalah 245 nm, namun
dalam percobaan didapatkan 266,5 nm. Hal ini terjadi karena efek pelarut
untuk tiamin yang menyebabkan λ bergeser ke yang lebih panjang
(batokromik).
G. Kesimpulan
1. Kadar vitamin C pada minuman energi hemaviton C1000 yang ditentukan
dengan titrasi iodometri diperoleh sebesar 946,005 mg.
2. Kadar vitamin B1 (tiamin) pada tepung terigu “segita biru” yang
ditentukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis sebesar 1,25
mg atau 0,025% dalam 5 gram tepung.
H. Daftar Pustaka
Anonim. 2013. Analisa Vitamin C. (Online), (http://octophus.blogspot. com/2013/11/analisa-vitamin-c.html), diakses 23 Mei 2014.
Anonim. Asam Askorbat. (Online), (http://id.wikipedia.org/wiki /Asam_askorbat), diakses 23 Mei 2014.
Lestariana, Wiryatun., Madiyan, Maliyah. 1999. Analisa Vitamin dan Elektrolit Organik. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi: UGM.
Razi, Zaidanal. 2012. Spektrofotometer UV-Vis. (Online), (http://zaidana lrazi.blogspot.com/2012/04/spectrofotometrer-uv-vis.html), diakses 23 Mei 2014.
I. Lampiran
Gambar 5. Sampel vitamin C Gambar 6. Sampel vitamin B1
Gambar 7. Bagian Kiri sebelum titrasi dengan I2 dan bagian kanan setelah titrasi dengan I2
Gambar 8. Absoransi larutan standar tiamin dan absorbansi sampel