Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan
-
Upload
sonny-arfan -
Category
Documents
-
view
167 -
download
9
description
Transcript of Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan
KECERNAAN PROTEIN BIJI KAPUK (Ceiba petandra Gaertn)
SECARA IN VITRO UNTUK PAKAN IKAN
Skripsi
Oleh :Fitry Primadona41204720109021
PROGRAM STUDI KIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NUSA BANGSABOGOR
2012
KECERNAAN PROTEIN BIJI KAPUK (Ceiba petandra Gaertn)
SECARA IN VITRO UNTUK PAKAN IKAN
Skripsi
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si), Pada Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Nusa Bangsa
Oleh :Fitry Primadona41204720109021
PROGRAM STUDI KIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NUSA BANGSABOGOR
2012
LEMBAR PENGESAHAN
Kami menyatakan bahwa Skripsi yang ditulis oleh :
Nama : Fitry Primadona
NIM : 41204720109021
Program Studi : Kimia
Judul : Kecernaan Protein Biji Kapuk (Ceiba petandra Gaertn)
Secara Invitro untuk Pakan Ikan.
Diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains, pada Program
Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Nusa
Bangsa Bogor.
Menyetujui,
Prof. Dr. S. Eko Wardoyo, Prof. Ris. Dr. Ir. O. D. Subhakti Hasan,M.Si.
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
Mamay Maslahat, S.Si. M.Si.
Ketua Program Studi Kimia
RINGKASAN
Fitry Primadona. Kecernaan Protein Biji Kapuk (Ceiba petandra Gaertn) Secara Invitro untuk Pakan Ikan. (dibawah bimbingan Prof. Dr. S. Eko Wardoyo, Prof. Ris. dan Dr. Ir. O. D. Subhakti Hasan, M.Si.
Pakan ikan masih mengandalkan tepung ikan sebagai sumber protein hewani dan tepung kedelai sebagai sumber protein nabati yang merupakan bahan baku impor, sehingga harga pakan menjadi mahal. Oleh karena itu perlu dilakukan pencarian alternatif sumber bahan baku pakan lokal yang berbasis hasil samping. Biji kapuk merupakan hasil samping industri pertanian yang berpotensi untuk dijadikan bahan baku pakan ikan sebagai sumber protein dan sumber asam lemak essensial. Tepung biji kapuk yang berasal dari buah kapuk merupakan hasil ikutan yang penting karena dua per tiga bagian berat buah kapuk adalah biji. Biji kapuk merupakan hasil sampingan pertanian yang cukup banyak di Indonesia terutama di Pulau jawa dan Sulawesi dengan potensi sekitar 114 ribu ton/tahun (BPTRO 2006). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kecernaan protein pada biji kapuk dengan perlakuan konsentrasi optimum pepsin yang dibutuhkan sehingga pencernaan dapat berlangsung optimal,dan mengetahui kandungan proksimat (karbohidrat, protein, lemak, serat kasar, air dan abu) dari biji kapuk.
Dalam hal ini digunakan biji kapuk dengan perlakuan yaitu penambahan pepsin dengan konsentrasi tertentu, masing-masing 0%; 0,02%; 0,2%; 2%(pepsin dilarutkan dengan menggunakan larutan HCL 0,075 N). Ulangan yang dilakukan pada analisis tersebut adalah sebanyak dua kali. Konsentrasi penambahan pepsin tersebut di atas berdasarkan analisis tingkat kecernaan bahan baku protein hewani lainnya, seperti tepung daging dan tulang (Meat and Bone Meal), tepung daging (Meat Meal), tepung bulu (Feather Meal) dan lain-lain. Parameter yang akan diukur adalah tingkat kecernaan protein biji kapuk dengan menggunakan pepsin secara invitro, yang kemudian dianalisis berdasarkan metode mikro kjeldahl. Metode ini tidak dapat digunakan untuk protein nabati atau bahan makanan campuran. Penelitian dilakukan melalui tahap untuk menentukan konsentrasi pepsin optimal dan menentukan tingkat kecernaan biji kapuk menggunakan pepsin secara invitro (Pepsin Digest/PD). Dari protein awal dan akhir yang diperoleh, dihitung pepsin indigest (jumlah protein yang tidak tercerna) untuk mendapatkan hasil pepsin digest/PD (jumlah protein yang tercerna) yang optimum.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 21 April 1989 di Cianjur, Anak keempat
dari 4 bersaudara, putri dari Bapak H. Upin Supaindi dan Hj. D. Mintarsih.
Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SDN 01 Pagelaran, Cianjur (Jawa
Barat) tahun 2001, lulus SMP Negeri 02 Cianjur (Jawa Barat) tahun 2004, lulus
Sekolah Lanjutan Atas di SMAKBo ( Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor )
tahun 2008.
Pada bulan Juni 2008 sampai sekarang bekerja sebagai analis laboratorium
dan asisten dosen di Sekolah Tinggi Perikanan Kementrian Kelautan dan
Perikanan Bogor.
Pada tahun 2009, penulis tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Program Studi Kimia, Universitas Nusa Bangsa di
Bogor.
iii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrohim
Alhamdulillahi Robbil A’lamin, penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT,
sehingga dapat menyelesaikan Skripsi ini yang berjudul “Kecernaan Protein Biji
Kapuk (Ceiba petandra Gaertn) Secara Invitro untuk Pakan Ikan.”.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sains (S.Si), pada Fakultas Kimia Universitas Nusa Bangsa (UNB)
Bogor. Selama penyusunan Skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dan
arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Prof. Dr. S. Eko Wardoyo, Prof. Ris. selaku Pembimbing I, dan Dr. Ir. O.
D. Subhakti Hasan, M.Si. selaku Pembimbing II atas bimbingan dan
pengarahan dalam penyusunan skripsi ini. Bapak Dr. Ridha Arrizal, M.Sc.
selaku Dekan Fakultas MIPA Universitas Nusa Bangsa, Ibu Mamay
Maslahat S.Si. M.Si. selaku Ketua Program Studi Kimia.
2. Ketua Jurusan Penyuluhan Perikanan STP Ibu Dra. Ani Leilani, M.Si. dan
rekan-rekan Dosen dan Pegawai (khususnya Ibu Yuke, Anjar, Eka) atas
dukungan tenaga, moril dan materil kepada penulis.
3. Seluruh dosen beserta staff Fakultas MIPA Universitas Nusa Bangsa, serta
keluarga tercinta : Mama, Papa, dan kakak yang telah memberikan
dorongan dan dukungan baik moril maupun meteril.
4. Terima kasih kepada kakak tercinta Sonny Arfan, ST. yang telah banyak
membantu dan memberi semangat hingga skripsi ini selesai, dan juga
rekan-rekan S1: Mega Fitri Awalia, Fachrizka Mubianti, Sarah Terarosa
atas dukungan yang telah diberikan serta semua pihak yang tidak dapat
dituliskan satu persatu. Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya
serta membalas segala amal dan kebaikan yang telah diberikan kepada
penulis.
Semoga Allah SWT memberikan pahala yang berlipat ganda atas segala
bantuan yang telah diberikan.
iv
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena
keterbatasan pengetahuan dan wawasan penulis dalam bidang ini. Oleh karena itu
penulis mengharapkan saran, masukan, dan kritikan untuk perbaikan penulisan
selanjutnya. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu
pengetahuan di Indonesia untuk mewujudkan masyarakat perikanan dan kelautan
yang lebih maju dan sejahtera.
Bogor, Januari 2012
Penulis
v
DAFTAR ISI
Isi Halaman
KATA PENGANTAR................................................................................. iii
DAFTAR ISI................................................................................................ v
DAFTAR GAMBAR................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ viii
DAFTAR TABEL........................................................................................ ix
I. PENDAHULUAN.................................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah........................................................................... 2
C. Tujuan Penelitian................................................................................ 2
D. Manfaat Penelitian.............................................................................. 3
E. Kerangka Pemikiran........................................................................... 3
F. Hipotesis.............................................................................................. 3
G. Ruang lingkup.................................................................................... 4
H. Waktu dan Tempat............................................................................. 4
II. TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 5
A. Biji Kapuk (Ceiba petandra Gaertn) ................................................. 5
B. Kandungan Kimia Biji Kapuk............................................................ 6
C. Protein dan Asam Amino................................................................... 8
D. Proses Pencernaan Protein Pada Lambung Ikan................................ 10
E. Enzim Pepsin...................................................................................... 12
III. METODOLOGI PENELITIAN............................................................. 14
A. Alat..................................................................................................... 14
B. Bahan.................................................................................................. 14
C. Metode Penelitian............................................................................... 15
1. Rancangan Percobaan..................................................................... 15
2. Kecernaan Protein Pepsin HCl (AOAC 1995)............................... 16
3. Perhitungan dalam Analisa Pepsin................................................. 17
4. Analisis Proksimat.......................................................................... 17
4.1. Penentuan Kadar Air (AOAC 1995)....................................... 17
vi
4.2. Penentuan Kadar Abu (AOAC 1995)..................................... 18
4.3. Penentuan Kadar Lemak Kasar (AOAC 1995)....................... 18
4.4. Penentuan Kadar Protein Kasar (AOAC 1995)...................... 18
4.5. Penentuan Kadar Karbohidrat (AOAC 1995)......................... 19
4.6. Penentuan Kadar Serat kasar (AOAC 1995).......................... 19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................. 20
A. Preparasi Sampel................................................................................ 20
B. Tingkat Cerna Pepsin.......................................................................... 20
C. Analisa Proksimat............................................................................... 22
1. Kadar Air........................................................................................ 22
2. Kadar Abu....................................................................................... 23
3. Kadar Lemak.................................................................................. 24
4. Kadar Protein.................................................................................. 25
5. Kadar Karbohidrat.......................................................................... 26
6. Kadar Serat Kasar........................................................................... 28
V. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................... 29
A. Kesimpulan......................................................................................... 29
B. Saran................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 30
LAMPIRAN................................................................................................. 33
DAFTAR GAMBAR
1. Biji Kapuk Ceiba petandra.G (Anonim 2005) ............................................6
2. Struktur senyawa asam siklopropenoat (Halver & Hardy 2002)..................7
3. Struktur gossypol (polyphenol) (Cai et al. 2004)………………………....7
4. Pemecahan Polipeptida Menjadi Asam Amino............................................8
5. Struktur Kimia Asam Amino……………………………………………....9
6. Struktur Kimia Ikatan Peptida......................................................................9
7. Struktur Kimia Ikatan Peptida dengan Melepaskan Molekul Air...............10
8. Ikatan Peptida.............................................................................................10
9. Sistem Pencernaan Pada Ikan……………………......................................11
10. Pepsin Bentuk Aktif..................................................................................12
11. Grafik Hasil Uji Kadar Protein Sisa…………………………………… 21
12. Grafik Hasil Uji Kadar Pepsin Indigest....................................................22
13. Grafik Hasil Uji Kadar pepsin Digest......................................................22
14. Grafik Hasil Uji Kadar Air.......................................................................23
15. Grafik Hasil Uji Kadar Abu......................................................................24
16. Grafik Hasil Uji Kadar Lemak..................................................................25
17. Grafik Hasil Uji Kadar Protein.................................................................26
18. Grafik Hasil Uji Kadar Karbohidrat.........................................................27
19. Reaksi Antara Aldehid Dengan Larutan Luff...........................................28
20. Grafik Hasil Uji Kadar Serat Kasar.........................................................29.
iii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Diagram Alir Penelitian..............................................................................36
2. Diagram Alir Analisis Proksimat................................................................37
3. Bagan Alir Pengujian Kadar Air.................................................................38
4. Bagan Alir Pengujian Kadar Abu...............................................................39
5. Bagan Alir Penentuan Kadar Lemak..........................................................40
6. Bagan Alir Pengujian Kadar Protein..........................................................41
7. Bagan Alir Pengujian Kadar Karbohidrat...................................................42
8. Bagan Alir Pengujian Kadar Serat Kasar...................................................43
9. Perhitungan Kadar Protein Sisa..................................................................44
10. Perhitungan Analisis Pepsin.....................................................................45
11. Perhitungan Kadar Air Dengan Metode Gravimetri.................................46
12. Perhitungan Kadar Abu Dengan Metode Gravimetri...............................47
13 Perhitungan Kadar Lemak Dengan Metode Soxhlet.................................48
14. Pehitungan Kadar Protein Dengan Metode Kjedahl.................................49
15. Perhitungan Kadar Karbohidrat Dengan Metode Luff Schoorl................50
16. Konversi mg gula menurut Luff Shcoorl..................................................51
17. Perhitungan Kadar Serat Kasar Dengan Metode Gravimetri....................52
iv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Spesifikasi mutu natrium alginat................................................................25
2. Hasil Uji Kandungan Proksimat.................................................................25
v
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebutuhan masyarakat dunia terhadap protein hewani ikan terus
meningkat seiring dengan peningkatan populasi penduduk dunia. Sejak tahun
1990-an, produksi perikanan tangkap mengalami stagnasi dan cenderung menurun
akibat kerusakan lingkungan laut dan upaya penangkapan ikan illegal. Oleh
karena itu pemenuhan konsumsi ikan dunia hanya diharapkan dari usaha budidaya
ikan.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka perlu dicari bahan baku alternatif
terutama yang memanfaatkan bahan pakan lokal. Bahan pakan tersebut harus
memenuhi beberapa kriteria diantaranya ketersediaan yang melimpah, harga
relatif murah, mudah dicerna oleh ikan, mempunyai kandungan nutrisi yang baik
dan tidak berkompetisi dengan manusia (Suprayudi, 2010). Sumber bahan baku
pakan yang dapat memenuhi kriteria tersebut diantaranya bahan-bahan hasil
samping dari kegiatan agroindustri seperti biji karet, kulit singkong, bungkil
kelapa, Palm Kernel Meal (PKM), dan biji kapuk.
Tepung biji kapuk yang berasal dari buah kapuk merupakan hasil ikutan
yang penting karena dua pertiga bagian berat buah kapuk adalah biji. Biji kapuk
merupakan hasil sampingan pertanian yang cukup banyak di Indonesia terutama
di Pulau jawa dan Sulawesi dengan potensi sekitar 114 ribu ton/tahun (BPTRO
2006). Biji kapuk mengandung protein kasar 28-34%, lemak 22-40% dan bahan
ekstrak tanpa nitrogen 25-35% (Lubis 1963; Parakkasi 1983; Kardivel et al.
1984; Hartutik 2000; Mazida 2007). Minyak biji kapuk mengandung asam oleat
sekitar 50%, asam linoleat 30%, asam palmitat 15%, dan asam lemak linolenat
sebesar 5% (Allen et al. 1984). Berdasarkan karakteristik bahan tersebut maka
biji kapuk dapat dijadikan bahan baku pakan sebagai sumber protein dan asam
lemak.
Informasi kajian ilmiah pemanfaatan biji kapuk pada hewan akuatik masih
sangat jarang. Biji kapas merupakan bahan baku yang menyerupai biji kapuk baik
dalam hal kandungan nutrient. Di Blitang, Sumatra Selatan, (Suyanto,2010)
melaporkan bahwa ikan bawal tawar (Colossoma macropomum) yang memiliki
2
lambung dapat hidup dan tumbuh dengan diberi pakan 100% biji kapuk atau
kombinasi antara biji kapuk dan pelet masing-masing sebesar 93% dan 7%, atau
72% dan 28%. Ikan dengan bobot rata-rata awal 10-12,5 g menjadi 100-125
g/ekor setelah dipelihara selama 2-3 bulan dengan konversi pakan berkisar 2,5-
3,5.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui daya cena protein biji kapuk
yang memiliki kandungan protein yang tinggi dengan pepsin pada lambung yang
dilakukan secara invitro. Pepsin merupakan enzim protiolitik, salah satu enzim
utama pemecah sebagai pemecah ikatan polipeptida (protein komplek), yang
meemcah protein menjadi bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh. Ikatan dari
protein kompleks tersebut akan dipecah sebagian menjadi peptida dan sebagian
lagi menjadi asam amino.
B. Identifikasi Masalah
Untuk tumbuh dan berkembang ikan membutuhkan nutrien yang cukup
dan berimbang. Kebutuhan nutrien tersebut disuplai melalui pakan buatan.
Hingga saat ini bahan baku penyusun pakan hampir 85% diimpor. Hal itu yang
menjadi salah satu sebab harga pakan meningkat drastis selama 1 dekade ini.
Oleh karena itu perlu dicari alternatif bahan baku dengan persyaratan kualifikasi
berbasis lokal, berkualitas, berbasis industri dan harga kompetitif. Biji kapuk
merupakan salah satu kandidat yang dipilih karena memenuhi kualifikasi bahan
baku pakan ikan. Oleh karena itu diharapkan pada penelitian ini bisa mendapatkan
hasil kecernaan protein yang optimal dan dijadikan model untuk pengkajian bahan
baku lokal lainnya.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kecernaan protein pada biji kapuk
dengan perlakuan konsentrasi optimum pepsin yang dibutuhkan sehingga pencernaan
dapat berlangsung optimal, dan mengetahui kandungan proksimat (karbohidrat,
protein, lemak, serat kasar, air dan abu) dari biji kapuk.
3
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kecernaan protein biji
kapuk sebagai bahan baku pakan yang bermutu tinggi. Untuk menentukan
kelayakan biji kapuk sebagai sumber protein pakan ikan. Dan untuk penelitian
secara invitro, dapat lebih memudahkan penentuan kecernaan yang terkandung
pada biji kapuk dengan menggunakan pepsin, dengan cara lebih efisien dan
efektif, sehingga dapat memberikan informasi kepada penelitian selanjutnya.
E. Kerangka Pemikiran
Biji kapuk merupakan salah satu kandidat yang dipilih karena memenuhi
kualifikasi bahan baku pakan ikan. Selain itu, biji kapuk merupakan bahan baku
sebagai sumber protein nabati yang mudah diperoleh, harga murah dan nutrien
sesuai kebutuhan ikan, sehingga dapat meningkatkan produksi ikan secara efisien.
Pepsin adalah enzim yang berperan dalam pencernaan protein,umumnya
memiliki tingkat keaktifan 1:10.000( AOAC 971,1995)
Jika makromolekul protein dihidrolisis secara terkendali, maka akan
dihasilkan suatu peptida sebagai submakromolekul. Yang kemudian berikutnya
akan dihasilkan asam amino sebagai unit molekul. Enzim utama yang digunakan
untuk menghidrolisis makromolekul protein adalah pepsin (Hawab,2004)
Biji kapuk memiliki kandungan protein sekitar 28-34%. Sehingga
penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat optimal kecernaan biji kapuk
dengan menggunakan variasi konsentrasi pepsin secara invitro.
F. Hipotesis
Enzim bekerja secara optimum pada pH dan konsentrasi tertentu dengan
mengacu psda AOAC sekitar 0,2 % pepsin 0.075 N. Proses optimasi dilakukan
dengan memvariasikan jumlah pepsin yang ditambahkan pada tepung biji kapuk,
sebagai hasilnya dapat diketahui konsentrasi optimum yang memberikan
kecernaan maksimal protein.
4
G. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini meliputi,biji kapuk yang diperoleh dilakukan
pembersihan, penghalusan, ekstraksi, perlakuan asam yaitu kecernaan protein
dengan pepsin HCl, kemudian dilakukan pengocokan, inkubasi, filtrasi, destruksi,
dan destilasi. Biji kapuk yang digunakan berasal dari Palembang. Kemudian
dianalisis kandungan kimia yang berupa kadar air, kadar abu, karbohidrat, lemak,
protein, dan kadar serat kasar.
H. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan dari bulan Oktober - Januari di
Laboratorium Kimia Sekolah Tinggi Perikanan Jalan Cikaret No.2 Po.Box 155,
Kelurahan Cikaret, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor 16001.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Biji Kapuk (Ceiba petandra Gaertn)
Pohon kapuk (Ceiba petandra Gaertn) termasuk famili Bombaceae mudah
tumbuh di daerah tropis dan tumbuh dengan baik pada ketinggian 100-800 m di
atas permukaan laut, tahan terhadap kekurangan air, sehingga dapat ditanam di
tegalan, pematang sawah, atau tepi jalan (Setiadi 1983). Pohon kapuk dapat
tumbuh hingga mencapai ketinggian 7-30 meter dengan bentuk batang silindris
dan bercabang secara horizontal dengan daun yang jarang. Buah kapuk berbentuk
lonjong dengan kulit keras dan berwarna hijau jika masih muda dan coklat jika
telah tua. Bentuk bijinya bulat, kecil-kecil berwarna hitam dibungkus oleh selapis
serat berwarna putih yang merupakan dinding buah kapuk. Klasifikasi Ceiba
petandra.G menurut Setiadi. (1983) sebagai berikut :
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Malvales
Famili : Malvaceae (Bombacaceae)
Genus : Ceiba
Spesies : pentandra
Pohon kapuk dapat berproduksi sampai umurnya mencapai 50-60 tahun
(Ochse et al. 1961). Setiap buah kapuk yang masak berisi sekitar 35% serat, 15%
serat dengan kulit buah dan 50% biji kapuk yang beratnya antara 25-40 gram.
Setiap pohon kapuk dapat menghasilkan antara 4000-5000 buah per tahun,
sehingga pohon kapuk dewasa dapat menghasilkan sekitar 100-200 kg biji kapuk
per tahun (Sihombing & Simamora 1979). Biji kapuk merupakan hasil samping
pertanian yang cukup banyak di Indonesia terutama di Pulau Jawa dan Sulawesi
dengan potensi sekitar 114 ribu ton/tahun (BPTRO 2006). Jenis buah kapuk dari
kelompok Magnoliopsida,dapat dilihat pada Gambar 1.
6
Gambar 1 Biji Kapuk Ceiba petandra.G (Anonim 2005)
B. Kandungan Kimia Biji Kapuk
Biji kapuk mengandung protein kasar 28-34%, lemak 22-40% dan bahan
ekstrak tanpa nitrogen 25-35% (Lubis 1963; Parakkasi 1983; Kardivel et al.
1984; Hartutik 2000; Mazida 2007).Berdasarkan karakteristik bahan tersebut
maka biji kapuk dapat dijadikan bahan baku sebagai sumber protein.
Pemanfaatan biji kapuk saat ini banyak diolah menjadi minyak goreng non
kolesterol, selain itu biji dan bungkil biji kapuk dapat digunakan sebagai bahan
campuran pakan ternak. Dalam industri non pangan biji kapuk dimanfaatkan
untuk minyak campuran sebagai bahan baku pembuatan sabun serta pembuatan
bahan bakar biodiesel, sedangkan bungkil kapuk digunakan sebagai bahan
membuat pupuk. Namun demikian, biji kapuk juga mengandung zat anti nutrisi
yakni gossypol (FG) dan asam lemak siklopropenoat (ALS). FG merupakan nama
umum dari polyphenol yang terdapat dalam jaringan tanaman bergenus
Gossypium dan beberapa family Malvaceae seperti pada tanaman kapas dan
kapuk. Asam-asam phenolic yang terdapat dalam gossypol dapat membentuk
senyawa komplek dengan protein serta menghambat kerja enzim proteolitik
seperti trypsin dan pepsin (Morgan 1989; Cai et al. 2004). ALS pada konsentrtasi
yang berlebih dapat menyebabkan nekrosis pada organ dan penurunan
pertumbuhan (Muskita 2012; Li dan Robinson 2006; Yildirim et al. 2003;
Herman 1970)
Asam lemak siklopropenoat adalah asam lemak tidak jenuh yang
mempunyai gugus siklis yaitu gugus siklopropena. Dikenal 2 senyawa dimana
7
tergantung jumlah karbonnya yaitu asam malvalat dan asam sterkulat. asam
sterkulat adalah asam 8–(2-oktil –1-siklopropenil) heptanoat (Phelps et al. 1964;
Halver & Hardy 2002). Rumus bangun asam tersebut seperti pada Gambar 1.
Gambar 2. Struktur senyawa asam siklopropenoat (Halver & Hardy 2002)
Asam lemak siklopropenoat dapat dinonaktifkan sehingga dapat mengurangi
bahkan menghilangkan sifat toksiknya yaitu dengan hidrogenasi, penambahan
dengan polimerasi, halogenasi, substitusi atom hidrogen secara kimia pada cincin
siklopropenat. Di samping itu dapat juga dilakukan dengan pemanasan,
pengasaman dan sulfitasi yang akan merubah struktur gugus cincin siklopropenat
sehingga tidak bersifat racun lagi bagi ternak (Thalib et al. 1990). Zahirma
(1986) menyatakan bahwa reaksi oksidasi asam sterkulat dengan kalium
permanganat (KMnO4) dalam aseton dan hidrogenasi dengan paladium kalsium
karbonat (Pd-CaCO3) dalam etanol mempunyai arti penting dalam upaya menekan
sifat toksik asam siklopropenoat karena reaksi ini dapat memecahkan gugus cincin
siklo. Sedangkan gossypol merupakan subtansi senyawa phenol berwarna kuning,
mempunyai struktur kimia siklik yang berikatan dengan OH, mempunyai rumus
molekul C30H30O8 dengan bobot molekul 518,54 (Gambar 3).
Gambar 3. Struktur gossypol (polyphenol) (Cai et al. 2004)
Penelitian Yildirim et al. (2004) menunjukkan bahwa yang mengandung
gossypol dengan level lebih dari 800 mg/kg, tidak menunjukkan pengaruh yang
berlawanan terhadap bobot, konsumsi pakan dan efisiensi pakan.
CH3 (CH2)7 C === C (CH2)7 COOH
CH2
Asam Sterkulat
CH3 (CH2)7 C === C (CH2)6 COOH
CH2
Asam Malvalat
8
C. Protein dan Asam Amino
Protein memegang peranan yang amat penting dalam tubuh, baik sebagai
pembangun stuktur maupun sebagai protein fungsional yang mengatur
metabolism (enzim dan hormon) dan daya tahan tubuh. Pembuatan molekul
protein fungsional termasuk dalam metabolism protein. Protein merupakan
susunan dari asam-asam amino pembangun yang dapt diserap dari saluran usus.
Kehidupan hewan bersifat “heterotrofik”, dimana kebutuhan asam amino
untuk sintesis protein tubuhnya harus diperoleh dari makhluk lain. Perpaduan
protein nabati dan protein hewani dalam makanan dapat memberikan efek
komplementer yang sangat menguntungkan dan menaikkan nilai protein makanan
pada tingkat yang terbaik. (Hawab,2004).
1. Protein
Kata protein berasal dari bahasa Yunani kuno “proteios”, yang artinya
“yang utama”. Sesudah air, protein merupakan bahan pembangun utama jaringan
tubuh, meliputi sekitar 20-24%. Secara garis besar, fungsi protein dapat
disimpulkan sebagai pembangun struktur, sebagai biokatalisator, sebagai buffer
dalam cairan tubuh, sebagai penyangga racun/penyakit, sebagai hormon, bahkan
sebagai pembawa sifat keturunan dari generasi ke generasi.
Jika makromolekul protein dihidrolisis secara terkendali, maka akan
dihasilkan suatu peptida sebagai makromolekul sampai submakromolekul,
tergantung besarnya bobot molekul peptidanya. Kemudian berikutnya dihasilkan
asam amino sebagai unit molekul. Hasil hidrolisis dari semua protein alamiah
ternyata tetap menghasilkan 20 macam asam amino.
Peptida
Polipeptida + enzim asam amino
Protein (bebas)
Gambar 4. Pemecahan Polipeptida Menjadi Asam Amino dengan Penambahan Enzim
9
Protein tersusun dari bahan-bahan yang memiliki sruktur dasar yang sama,
yaitu : R
H2N C COOH
H
Gambar 5. Struktur Kimia Asam Amino
Bahan penyusun ini dikenal dengan nama asam amino. Ada lebih dari 20
asam amino yang dapat dipisahkan dari bahan berprotein. Dalam setiap kasus,
mereka dibedakan berdasarkan sifat gugus R di atas struktur asam amino.
2. Asam Amino
Asam amino sebagai unit terkecil dari makromolekul protein, merupakan
kunci untuk menyusun ragam molekul protein yang banyaknya tidak terhingga.
Sebagian besar asam amino mudah larut dalam pelarut polar, seperti air.
Asam amino tidak larut dalam pelarut nonpolar seperti benzen, heksan atau eter
dan sejenisnya.
Dalam saluran pencernaan, sebuah molekul protein baru dapat diserap jika
molekul protein tersebut telah terputus-putus menjadi asam amino pembentuknya.
Beberapa jenis asam amino dan beberapa protein dimana asam amino tersebut
diturunkan dapat dilihat pada lampiran 9. Sebagai contoh, kita gunakan grup
amino (NH2) sebagai kepala, grup asam karboksilat sebagai buntut.
O H R O H R O
C O H H N C C O H H N C C O H
H H
Gambar 6. Struktur Kimia Ikatan Peptida
10
Dalam molekul protein, unit-unit asam amino terhubung kepala ke ekor
seperti yang ditunjukkan di bawah ini :
O H R O H R O
C N C C N C C + 4 H2O
H HGambar 7. Struktur Kimia Ikatan Peptida dengan Melepaskan Molekul Air
Rantai protein dapat terbentuk dengan adanya reaksi antara kepala dari
satu molekul asam amino dengan buntut asam amino yang lain dengan
melepaskan air.
H H
Ikatan C N disebut juga dengan ikatan peptide (Cane, 1973).
Gambar 8. Ikatan Peptida
Alam dapat membentuk molekul protein dari lebih dari 20 asam amino
yang berbeda gugus R-nya, dimana satu sama lain saling berhubungan dalam satu
rantai. Hal ini menunjukkan bahwa molekul asam amino dapat digunakan lebih
dari satu kali dalam pembentukan ikatan protein.
C. Proses Pencernaan Protein pada Lambung Ikan
Protein makanan dapat digunakan dengan memutuskan ikatan polipeptida
dari protein menjadi asam-asam amino.
Proses pencernaan ini melibatkan enzim pencernaan sebagai katalisator
biologis. Pencernaan pakan adalah penyederhanaan pakan yang awalnya berupa
molekul komplek menjadi molekul sederhana. Nutrien yang berbentuk sederhana
inilah yang dapat diserap dan diedarkan ke seluruh tubuh. Selama dalam saluran
pencernaan, pakan dicerna oleh bermacam-macam enzim menjadi bentuk yang
dapat dicerna oleh dinding usus dan masuk ke dalam peredaran darah (Talbot,
1985 dalam Rosmawati, 2005).
Saluran pencernaan pada ikan dimulai dari rongga mulut (cavum oris). Di dalam
rongga mulut terdapat gigi-gigi kecil yang berbentuk kerucut pada geraham bawah
11
dan lidah pada dasar mulut yang tidak dapat digerakan serta banyak menghasilkan
lendir, tetapi tidak menghasilkan ludah (enzim). Dari rongga mulut makanan
masuk ke esophagus melalui faring yang terdapat di daerah sekitar insang.
Esofagus berbentuk kerucut, pendek, terdapat di belakang insang, dan bila
tidak dilalui makanan lumennya menyempit. Dari kerongkongan makanan di
dorong masuk ke lambung, lambung pada umum-nya membesar, tidak jelas
batasnya dengan usus. Dari lambung, makanan masuk ke usus yang berupa pipa
panjang berkelok-kelok dan sama besarnya, sari-sari makanan diserap dan
selanjutnya diedarkan oleh darah ke seluruh bagian tubuh. Sisa-sisa makanan
yang tidak diserap dikeluarkan melalui anus.
Gambar 9. Sistem pencernaan pada ikan
Kelenjar pencernaan pada ikan, meliputi hati dan pankreas. Hati
merupakan kelenjar yang berukuran besar, berwarna merah kecoklatan, terletak di
bagian depan rongga badan dan mengelilingi usus, bentuknya tidak tegas, terbagi
atas lobus kanan dan lobus kiri, serta bagian yang menuju ke arah punggung.
Fungsi hati menghasilkan empedu yang disimpan dalam kantung empedu untuk
membantu proses pencernaan lemak. Kantung empedu berbentuk bulat, berwarna
kehijauary terletak di sebelah kanan hati, dan salurannya bermuara pada lambung.
Kantung empedu berfungsi untuk menyimpan empedu dan disalurkan ke usus bila
diperlukan. Pankreas merupakan organ yang berukuran mikroskopik sehingga
sukar dikenali, fungsi pankreas, antara lain menghasilkan enzim – enzim
pencernaan dan hormon insulin.
12
Pepsin merupakan enzim proteolitik yang berfungsi untuk memecah
protein ke dalam bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh. Di lambung, sel peptik
melepaskan pepsinogen yang bersifat inaktif, dan hanya aktif jika telah mencapai
saluran pencernaan. Asam klorida akan menghasilkan suasana yang sangat asam,
yang membuat pepsinogen tersebut terhidrolisis dengan sendirinya secara
katalitik, sehingga menghasilkan pepsin (bentuk aktif).
H+, dari HCl lambung
Pepsinogen Pepsinbentuk inaktif bentuk aktif
Gambar 10. Pepsin Bentuk Aktif
Lambung berfungsi sebagai penampung makanan dan mencerna makanan
(Halver, 2002). Selanjutnya dikatakan bahwa dalam lambung dilengkapi dengan
kelenjar lambung yang berfungsi untuk mensekresikan enzim pencernaan.
Menurut Gas dan Noaillac-Depeyre (1981) sel-sel kelenjar eksokrin pada segmen
lambung ikan sekaligus mensekresikan pepsin dan asam khlorida (HCl). HCl
secara langsung berperan melunakan makanan sehingga menjadi bentuk bubur
(hyme) dan menurunkan pH isi lambung yang menyebabkan aktivitas enzim
proteolitik terutama pepsin meningkat.
D. Enzim Pepsin
Enzim berperan sebagai katalisator biologis yang akan menghidrolisis
bahan-bahan nutrient sumber energi yang berada dalam pakan sehingga dapat
diserap oleh tubuh dan ditransformasikan menjadi energi. Menurut Weil yang
diacu dalam Affandi et al (1992) dalam Rosnawati (2005), enzim bereran dalam
mengubah laju reaksi sehingga kecepatan laju reaksi yang diperlihatkan dapat
menjadi ukuran keaktifan enzim, Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor,
terutama adalah substrat, suhu, derajat keasama, kofaktor dan inhibitor (soendoro,
1989 dalam Rosmawati, 2005).
Menurut American heritage Dictionary, pepsin berasal dari bahasa Yunani
(Pepsis), yang artinya pencernaan (peptein: mencerna). Pepsin pertama kali
ditemukan oleh Theodor Schwann pada tahun 1836. Dan merupakan ensim
13
pertama yang ditemukan pada hewan. Gambar struktur dari pepsin yang
ditemukan pada babi dapat dilihat pada lampiran 4.
Pepsin adalah salah satu enzim protease dalam saluran pencernaan yang
dilepaskan oleh sel peptik pada lambung. Pepsin berfingsi untuk mencerna protein
makanan dan mengubahnya menjadi peptide sederhana yang kemudian akan
dicerna oleh enzim protease lain yang akhirnya dapat diserap oleh tubuh, pepsin
bertanggung jawab atas pemecahan 10-20 % protein.
Pepsin tersimpan dalam tubuh sebagai pepsinogen, yang ajan dilepaskan
jika dibutuhkan dan bekerja secara aktif pada pH 1,8 – 3,5. Pepsin bersifat tidak
aktif di atas pH 5 secara bolak-balik (reversible), dan akan benar-benar tidak aktif
pada pH 7-8.
14
III. METODE PENELITIAN
A. Alat
Alat-alat yang digunakan adalah alat agitasi/pengocok (dengan kecepatan
rendah 15 rotasi permenit, diputar terbalik dan alat dioprasikan dalam inkubator
pada suhu 45 ± 2 0C), timbangan analitik (Mettler Toledo XS205 DU), labu
Kjeldahl, , oven merek Binder tipe BD 240, Tanur merek carbolite tipe AAF/ 11/
3/ PID 301, Blender merek Sharp, corong Buchner, water bath, stevens
LRFATexture Analyzer, batang pengaduk, kain penyaring 150 mesh, cawan
porselen, spatula, desicator, incubator, soxhlet, magnetic stirrer, kertas saring
(Whatman 41) ashless, batu didih, kertas lakmus, pipet tetes, pendingin tegak, hot
plate, labu penyaring, peralatan gelas merek pyrex seperti ; gelas piala,
erlenmeyer, buret, pipet volumetrik, pipet mohr, gelas ukur, dan labu ukur.
B. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah biji kapuk Ceiba petandra yang
berasal dari Bogor, enzim pepsin ( porcine gastric mucosa,type P7000 unit/mg
protein, SIGMA) berbentuk tepung yang kemudian dijadikan larutan dengan
konsentrasi 0,02%; 0,2%; 2% menggunakan HCL 0.075 N, CaO pro analis dari
Merck, NaOH pro analisa dari Merck, HCl pro analisa dari Merck, NaCl pro
analisa dari Merck, Polietilen Glikol (PEG) 6000 teknis, asam borat, indikator
campuran (brom cresolgreen : metil merah), akuades, larutan Luff, Petroleum Eter
pro analisa dari Merck, BaCl2 pro analisa dari Merck, KCl pro analisa dari Merck,
Na-tiosulfat, KIO3, KI pro analisa dari Merck , H2SO4 pro analisa dari Merck,
H2O2 pro analisa dari Merck, BaCl2 pro analisa dari Merck, amilum teknis, aseton
pro analisa dari Merck, dan Selenium.
15
C. Metode Penelitian
Contoh biji kapuk bebas lemak dicerna secara invitro dengan
menggunakan larutan pepsin (hangat) dengan proses agitasi ( pengocokan) secara
konstan. Residu yang tidak dapat larut diisolasi dengan menggunakan proses
penyaringan,pencucian,pengeringan, kemudian dilakukan analisa menggunakan
cara kerja untuk protein. Metode ini tidak dapat digunakan untuk protein nabati
atau bahan makanan campuran. Hal ini dikarenakan bahan-bahan yang
mengandung protein nabati atau bahan makanan campuran mengandung
karbohidrat kompleks dan campuran lain yang tidak dapat dicerna oleh pepsin.
Penelitian dilakukan melalui tahap untuk menentukan konsentrasi pepsin optimal
dan menentukan tingkat kecernaan biji kapuk menggunakan pepsin secara invitro
(Pepsin Digest/PD)
Analisis kadar protein biji kapuk awal dilakukan dengan menggunakan
metode mikro Kjeldahl (protein biji kapuk kompleks yang masih mengandung
lemak dan kandungan lain) yang cara kerjanya dapat dilihat pada lampiran 5. Biji
kapuk tersebut kemudian ditambahkan dengan larutan pepsin dengan konsentrasi
tertentu, lalu diinkubasi selama 16 jam. Setiap jamnya diukur pH untuk
mengetahui tingkat kecernaan protein. Selanjutnya hasil inkubasi disaring
menggunakan kertas saring dan residu yang tersisa kemudian dianalisis
proteinnya sebagai kadar protein sisa (protein akhir). Dari protein awal dan akhir
yang diperoleh, dihitung pepsin indigest (jumlah protein yang tidak tercerna)
untuk mendapatkan hasil pepsin digest/PD (jumlah protein yang tercerna) yang
optimum.
1. Rancangan Percobaan
Dalam hal ini digunakan biji kapuk dengan perlakuan yaitu penambahan
pepsin dengan konsentrasi tertentu, masing-masing 0%;0,02%;0,2%, 2% (pepsin
dilarutkan dengan menggunakan larutan HCl 0,075 N). Ulangan yang dilakukan
pada analisis tersebut adalah sebanyak dua kali. Konsentrasi penambahan pepsin
tersebut di atas berdasarkan analisis tingkat kecernaan bahan baku protein hewani
lainnya, seperti tepung daging dan tulang (Meat and Bone Meal), tepung daging
16
(Meat Meal), tepung bulu (Feather Meal) dan lain-lain. Parameter yang akan
diukur adalah tingkat kecernaan protein biji kapuk dengan menggunakan pepsin
secara invitro, yang kemudian dianalisis berdasarkan metode mikro kjeldahl.
2. Kecernaan Protein Pepsin HCl ( AOAC 971,1995 )
Ditimbang contoh (biji kapuk yang sudah dihaluskan) sebanyak 1 gram,
kemudian dilakukan penentuan kadar lemak hingga diperoleh contoh yang bebas
lemak. Contoh tepung ikan yang sudah bebas lemak tersebut kemudian dimasukan
kedalam botol dengan tutup berulir, hati-hati jangan sampai contoh
tumpah/terbuang. Kemudian kedalam botol yang berisi contoh, dimasukan
kedalam 150 ml larutan pepsin dengan konsentrasi 0%; 0,02%; 0,2%; 2% yang
telah dihangatkan sebelumnya hingga suhu 42-45oC, larutan pepsin dituangkan
perlahan-lahan dan dipastikan agar seluruh contoh telah dibasahi oleh larutan
tersebut. Setelah itu botol ditiup,kemudian diletakan di dalam air penyangga. Lalu
botol berisi contoh tersebut dikocok/diaduk dengan kecepatan 15 rpm secara
konstan selama 16 jam pada suhu 45 ± 2 0C. Botol kemudian dipindahkan dari alat
penyangga dan diletakan pada suatu rak dengan kemiringan 45 derajat,lalu tutup
botol tersebut dikendurkan, dan residu dibiarkan mengendap selama 15 menit.
Partikel contoh yang menempel pada tutup botol dibilas dengan sedikit air,
kemudian larutan dalam botol dituangkan ke saringan secara perlahan-lahan.
Setelah seluruh isi dalam botol tersaring, botol tersebut dicuci/dibilas dan kertas
saringnya dibilas dengan menggunakan air hangat. Proses pembilasan ini
dilakukan berulang hingga residu bebas asam (minimal pengulangan pencucian
sebanyak 2-3 kali), kemudian dilanjutkan dengan menggunakan 15 ml aseton.
Kemudian kertas saring berisi residu dikeringkan dalam oven, dan didinginkan.
Setelah itu kertas saring yang berisi residu tersebut kemudian dimasukan kedalam
labu kjeldahl, untuk selanjutnya dilakukan penetapan protein yang tidak tercerna
oleh pepsin (kadar protein sisa). Dilakukan penetapan contoh kosong dengan
menggunakan kertas saring. Dan hasil yang diperoleh dikurangi dengan hasil dari
penetapan contoh masing-masing, jika diperlukan.
17
3. Perhitungan dalam Analisis Pepsin
- Perhitungan Kadar Protein Kasar (crude protein )
Kadar protein = ml penitar x konsentrasi penitar x 14 x 6.25 x 100%
mg contoh biji kapuk
- Perhitungan kadar protein sisa ( hasil analisis protein setelah penambahan pepsin )
Kadar protein sisa = ml penitar x konsentrasi penitar x 14 x 6.25 x 100%
mg contoh biji kapuk dari penetapan bebas lemak
- Perhitungan kadar protein yang tidak tercerna oleh pepsin ( pepsin indigest)
Kadar Pepsin Indigest = kadar protein sisa x 100%
kadar protein kasar
- Kadar Protein yang tercerna oleh pepsin ( pepsin digest )
Kadar Pepsin Digest = 100% - kadar pepsin indigest
4. Analisis Proksimat
4.1. Penentuan Kadar Air (AOAC 1995)
Ditimbang sebanyak 1 gram sampel dimasukkan ke dalam cawan yang telah
diketahui bobotnya, kemudian cawan berisi sampel dimasukkan ke dalam oven
pada suhu 105 °C hingga mencapai bobot yang konstan. Setelah itu cawan
diangkat dengan penjepit, dan dimasukkan dalam esikator ditunggu hingga dingin,
contoh ditimbang dan bobot yang hilang adalah bobot air.
Perhitungan kadar air (%) %100
sampelawalberat
npengeringaakhirawalselisihberat
4.2. Penentuan Kadar Abu (AOAC 1995)
Ditimbang sebanyak 1 gram sampel dimasukkan dalam cawan yang telah
diketahui bobotnya. Lalu dipanaskan dengan pembakar bunsen sampai tidak
18
berasap lagi. Kemudian cawan yang berisi sampel tadi dimasukkan ke dalam tanur
dengan suhu 600 °C selama 5 jam. Setelah itu didinginkan dalam eksikator selama
30 menit, kemudian ditimbang dan dicatat.
Perhitungan kadar abu (%) %100sampelawalberat
abuberat
4.3. Penentuan Kadar Lemak Kasar (AOAC 1995)
Ditimbang sebanyak 1 gram sampel dimasukkan dalam kertas saring bebas
lemak yang telah dibuat selongsong. Selongsong yang berisi sampel dimasukkan
ke dalam alat soxhlet dan diberi pelarut Petroleum Eter sebanyak 150 ml
ditampung ke dalam labu penyaring yang telah diberi beberapa batu didih yang
telah dikeringkan dan diketahui bobotnya, lalu diekstraksi. Ekstraksi dilakukan
selama 4 jam. Setelah diekstraksi, labu penyaring dikeringkan dalam oven pada
105 °C selama 1 jam. Kemudian didinginkan dalam eksikator selama 15 menit
lalu ditimbang dan dicatat.Kadar lemak kasar dihitung.
Perhitungan kadar lemak (%)
4.4. Penentuan Kadar Protein Kasar (AOAC 1995).
Ditimbang dengan teliti sebanyak 1 gram sampel, dimasukkan ke dalam labu
Kjeldahl, ditambahkan 0,65 gram Selenium dan 25 ml H2SO4 pekat. Semua bahan
dalam labu dipanaskan dalam lemari asam sampai cairan berhenti berasap. Setelah
tidak berasap, pemanasan diteruskan dengan api besar sampai mendidih dan
larutan menjadi jernih, kemudian didinginkan. Larutan diencerkan dengan
menambahkan 10 ml akuades. Larutan dipindahkan ke dalam alat destilasi dan
dibilas dua atau tiga kali dengan 3 ml akuades, lalu ditambahkan 10 ml NaOH
40%.Uap air dialirkan melewati alat destilasi dan destilat ditampung ke dalam
erlenmeyer yang berisi 10 ml asam borat dan 2-3 tetes indikator BCG/MM (1:1)
atau Mengsel, waktu destilasi ditentukan selama 5 menit (stopwatch). Erlenmeyer
yang berisi sulingan dititar dengan HCl 0,1 N sampai titik akhir yang ditunjukkan
oleh alat makro kjeldahl.
19
Perhitungan kadar protein (%) %100)(
25,6007,14)(
mgsampelberat
HClVN
4.5. Penentuan Kadar Karbohidrat (AOAC 1995)
Ditimbang 1 gram sampel, ditambahkan 25 ml H2SO4 1,25% dan direfluks
selama 2 jam. Kemudian didinginkan dan diatur pH sampai netral dengan larutan
NaOH 3,25%. Selanjutnya larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml dan
ditepatkan dengan akuades. Larutan disaring dengan kertas saring, ditampung
dalam gelas piala.Larutan dipipet 10 ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250
mL. Ditambahkan 25 ml larutan luff dan 15 ml akuades, kemudian direfluks
selama 10 menit. Didinginkan, larutan ditambah 10 ml KI 30% dan 25 ml H2SO4
25%. Dititrasi dengan Na2SO3 0,1 N (yang telah distandardisasi). Titrasi
dihentikan sampai kuning muda seulas dan ditambahkan indikator pati hingga
larutan berwarna biru dan titrasi dilanjutkan hingga larutan berwarna putih susu.
Dilakukan penetapan blanko.
Kadar karbohidrat (%) contohmg
glukosamgnpengenceraFaktor %10090,0
4.6. Penentuan Kadar Serat kasar (AOAC 1995)
Prinsip analisis kadar serat kasar adalah menghidrolisis sampel dalam
asam kuat encer dan basa kuat encer, sehingga karbohidrat dan protein juga zat –
zat lain terhidrolisis dan larut. Serat kasar yang tidak larut dipisahkan dengan
penyaringan. Serat kasar yang tertinggal pada kertas serat saring dikeringkan dan
ditimbang sampai berat konstan. Ditimbang 1 gram sampel, ditambahkan 50 ml
H2SO4 1,25%. Dipanaskan dengan refluks selama 30 menit. Ditambahkan 50 ml
NaOH 3,25% dan direfluks selama 30 menit. Disaring, dicuci dengan etanol dan
dikeringkan pada suhu 105oC. Didinginkan dan ditimbang sampai berat konstan.
Perhitungan kadar serat kasar (%)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
20
A. Preparasi Sampel
Proses preparasi sampel pada penelitian ini terdiri dari beberapa tahap
yaitu pembersihan, penghalusan, ekstraksi, perlakuan asam yaitu kecernaan
protein dengan pepsin HCL, pengocokan, inkubasi, filtrasi, destruksi, destilasi.
Pada tahap pembersihan dari buah kapuk yang tidak diinginkan, batu-batuan, pasir
dan kotoran lainnya, kemudian biji kapuk dihaluskan sampai berbentuk tepung.
Setelah penghalusan menjadi tepung dilakukan uji kadar protein terlebih
dahulu, kemudian contoh biji kapuk bebas lemak dicerna secara invitro dengan
menggunakan larutan pepsin (hangat) dengan proses agitasi ( pengocokan) secara
konstan. Residu yang tidak dapat larut diisolasi dengan menggunakan proses
penyaringan,pencucian,pengeringan, kemudian dilakukan analisa menggunakan
cara kerja untuk protein. Metode ini tidak dapat digunakan untuk protein nabati
atau bahan makanan campuran. Hal ini dikarenakan bahan-bahan yang
mengadung protein nabati atau bahan makanan campuran mengandung
karbohidrat kompleks dan campuran lain yang tidak dapat dicerna oleh pepsin.
Penelitian dilakukan melalui tahap untuk menentukan konsentrasi pepsin optimal
dan menentukan tingkat kecernaan biji kapuk menggunakan pepsin secara invitro
( Pepsin Digest/PD)
Analisis kadar protein biji kapuk awal dilakukan dengan menggunakan
metode mikro Kjeldahl (protein biji kapuk kompleks yang masih mengandung
lemak dan kandungan lain) yang cara kerjanya dapat dilihat pada lampiran 5. Biji
kapuk tersebut kemudian ditambahkan dengan larutan pepsin dengan konsentrasi
tertentu, lalu diinkubasi selama 16 jam. Setiap jamnya diukur pH untuk
mengetahui tingkat kecernaan protein. Selanjutnya hasil inkubasi disaring
menggunakan kertas saring dan residu yang tersisa kemudian dianalisis
proteinnya sebagai kadar protein sisa (protein akhir). Dari protein awal dan akhir
yang diperoleh, dihitung pepsin indigest (jumlah protein yang tidak tercerna)
untuk mendapatkan hasil pepsin digest/PD (jumlah protein yang tercerna) yang
optimum.
B. Tingkat Cerna Pepsin
Hasil daya cerna pepsin berdasarkan perbandingan kadar protein setelah
ditambahkan pepsin (protein sisa) dengan kadar protein kasar sebelum
21
ditambahkan pepsin (crude protein). Kadar crude protein dapat dilihat pada
lampiran 10.
Gambar 11. Grafik Hasil Analisa Protein Sisa, Protein Indigest dan Digest
Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa biji kapuk yang digunakan
sama, dan walaupun dalam kondisi (konsentrasi) pepsin yang berbeda.
Penambahan pepsin menunjukan naiknya nilai tingkat kecernaan. Adapun nilai
22
tingkat kecernaan yang diperoleh sama-sama meningkat pada konsentrasi 0%;
0,02%; 0,2%; 2%........................hal ini dikarenakan adanya konsentrasi
pepsin,sehingga semua protein yang terdapat pada biji kapuk dapat dicerna.
Berdasarkan hasil seperti pada Gambar 11mengindikasikan bahwa protein
yang terkandung dalam biji kapuk dapat dihidrolisis oleh enzim pepsin.
Berdasarkan hasil kajian tersebut,protein dalam biji kapuk secara in vitro
dapat dicerna dengan nilai kecernaan (pepsin digest) berturut-turut 92,90%,
76,29% dan 31,43%.
Standar yang berlaku di kalangan pengusaha pakan ternak untuk hasil analisis
pepsin digest berkisar anatara 92-95 %
E. Analisa Proksimat
Kadar Air
Kadar air merupakan karakteristik yang sangat berpengaruh terhadap
pakan, terutama terhadap penampakan dan tekstur. Kadar air yang tinggi
mengakibatkan bakteri, kapang dan khamir mudah tumbuh, sehingga akan terjadi
perubahan pada agar-agar. Air sering dikurangi dengan cara penguapan atau
pengeringan.
10.55%
10.60%
10.65%
10.70%
10.75%
10.80%
simplo duplo triplo
10.80%
10.64%
10.71%
Kadar Air
Gambar 12. Grafik HAsil Analisa Kadar Air
Berdasarkan Gambar 12, menunjukkan kadar air yang diperoleh dari biji
kapuk jenis C.petandra diperoleh sebesar 10.80%, 10.64%, 10.71%. Hasil ini
sesuai dengan syarat mutu yang diijinkan SNI (Standar Nasional Indonesia) yaitu
23
12% (Armeidy 1992). Terlihat bahwa kadar air hasil analisa masih dibawah kadar
air standar SNI.
Hasil tersebut menunjukkan umur simpan dan daya tahan tepung agarosa
tersebut masih lebih tinggi dari yang disyaratkan. Semakin sedikit kandungan air
dalam pakan, kemungkinan rusaknya pakan oleh mikroba semakin kecil.
Kandungan air dalam pakan mempengaruhi daya tahan bahan terhadap serangan
mikroba.
Kadar Abu
Abu merupakan unsur mineral zat anorganik yang tidak mudah menguap
dan merupakan sisa yang tertinggal setelah contoh dibakar dan dipijarkan sampai
bebas karbon dan air. Kadar abu dalam pakan ditetapkan dengan menimbang sisa
mineral sebagai hasil pembakaran bahan organik (Istini 1986).
Kadar abu yang terkandung pada suatu pakan, menunjukkan tingkat
kemurnian pakan tersebut. Tingkat kemurnian ini sangat tergantung pada
komposisi dan kandungan mineralnya.
Gambar 13. Grafik Hasil Analisa Kadar Abu
Berdasarkan Gambar 13,menunjukkan biji kapuk C.petandra.Kadar abu
yang diperoleh sebesar 5,79%, 5,90%, 5,88%. Kadar abu yang diijinkan oleh SNI
yaitu maksimum 6% (Sukamulyo 1989). Dari hasil terlihat bahwa biji kapuk
kering C.petandra. Kadar abu yang diperoleh memenuhi syarat dari SNI.
24
Kadar Lemak
Lemak merupakan salah satu makro nutrien penting bagi ikan sebagai
sumber energi, juga menyediakan asam lemak essensial yang tidak dapat
disintesis oleh tubuh ikan. Sebagai sumber energi, lemak mendukung fungsi
protein bagi pertumbuhan ikan. Asam lemak sessensial penting untuk
pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan, sumber steroid untuk menjaga sistem
membran, transport lemak, dan sebagai prekusor hormon steroid. Lemak juga
membantu dalam penyerapan vitamin yang larut lemak (vitamin A, D, E, K)
(Millamena et al. 2002).
Gambar 14. Grafik Kadar Lemak
Gambar 14 menunjukkan nilai rataan kadar lemak pada hasil ekstraksi
dengan praperlakuan pemanasan berkisar antara 20.31% - 20.60%.
Kadar Protein Kasar
Protein diperlukan ikan untuk pertumbuhan, memperbaiki dan membangun
jaringan tubuh, pembentukan enzim, hormon, dan antibodi dalam tubuh
(Millamena et al. 2002). Protein merupakan suatu molekul kompleks yang terdiri
dari asam amino esensial dan non-esensial. Asam amino esensial harus diberikan
dari luar tubuh ikan melalui pakan karena tubuh ikan tidak dapat mensintesis
sendiri, sedangkan asam amino non-esensial dapat disintesis oleh tubuh ikan.
25
Kandungan kedua asam amino tersebut akan mendukung pertumbuhan ikan secara
maksimal (Lovell 1989).
Gambar 15. Grafik Kadar Protein
Gambar 15 menunjukkan kadar protein pada biji kapuk diperoleh sebesar
27.72% - 28.37.
Kadar Karbohidrat
Karbohidrat mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik
bahan pakan,warna dan tekstur. Kebanyakan karbohidrat yang ditemukan di alam
terdapat sebagai polisakarida dengan berat molekul yang tinggi (Istini et al. 1986).
Karbohidrat terbentuk dari komponen yang mengandung unsur C, H, dan O.
Karbohidrat tersedia berlimpah di alam dan bersumber dari tumbuhan yang biasa
menyimpan energinya pada biji, akar, dan umbi (Tucker & Hargreaves 2004).
Karbohidrat merupakan sumber energi yang murah dan dapat menggantikan
sumber energi yang mahal dari protein. Protein sparring effect dari karbohidrat
menjadi sumber energi yang ekonomis, banyak karbohidrat yang dapat dicerna,
digunakan dalam formulasi pakan ikan. Sumber karbohidrat seperti pati dapat
digunakan sebagai perekat dalam pakan ikan dan udang untuk meningkatkan
ketahanan pakan di air (Millamena et al. 2002).
26
Gambar 11. Grafik Kadar Karbohidrat
Banyak penelitian melaporkan bahwa pakan yang mengandung
karbohidrat tinggi berdampak rendahnya pertumbuhan dan efisiensi pakan ikan.
Terdapat kesulitan untuk menentukan tingkat karbohidrat yang optimum bagi ikan
karena protein dan lemak mendahului fungsi karbohidrat sebagai sumber energi
(Furuichi 1988), dan kegunaan karbohidrat kemungkinan dipengaruhi oleh tingkat
protein dan lemak. Berdasarkan hal tersebut ditentukan tingkat optimum
kebutuhan karbohidrat berkisar 30-40% pada ikan omnivora dan 10-20% pada
ikan karnivora. Takeuchi et al. (2002) menyebutkan kebutuhan karbohidrat pada
ikan mas berkisar 30-40%.
Ikan menggunakan karbohidarat sebagai sumber energi. Studi mengenai
pemanfaatan karbohidrat pada ikan cukup banyak dilakukan. Informasi yang
didapatkan bahwa kemampuan ikan dalam memanfaatkan karbohidrat lebih
rendah dibandingkan hewan darat, dan setiap jenis ikan berbeda pula dalam
kemampuan memanfaatkannya. Karbohidrat merupakan sumber energi yang
murah dan berlimpah di alam, sehingga berpotensi untuk dikembangkan sebagai
pakan ikan (Watanabe 1988). Jenis ikan omnivora seperti nila dan mas lebih
dapat mencerna pati (strach) daripada jenis ikan karnivora. Hal tersebut
dikarenakan kemampuan enzim amilase untuk menghidrolisis pati pada usus jenis
ikan omnivora lebih baik (Furuichi & Yone 1982).
27
Metode Luff merupakan metode yang menghidrolisis karbohidrat menjadi
gula pereduksi untuk dapat mereduksi CuO, seperti pada Gambar 11. Kelebihan
CuO akan direduksi dengan KI yang melepaskan I2 yang bebas dalam keadaan
asam, kemudian I2 akan dititrasi oleh Na2S2O3.
O
R
+ 2 CuO
O
R OH
+ Cu 2O
Aldehid Luff Asam karboksilat
Gambar 1. Reaksi Antara Aldehid Dengan Larutan Luff
Kadar Serat Kasar
Serat makanan merupakan bagian dari bahan makanan yang tahan
terhadap proses hidrolisis enzim-enzim pencernaan dalam lambung dan usus
halus. Serat kasar (crude fiber) yang biasa digunakan dalam analisis proksimat
bahan makanan merupakan bagian serat makanan yang tidak dapat dihidrolisis
oleh H2SO4 dan NaOH pada penentuan serat kasar. Menurut Winarno (1996)
hanya sekitar seperlima sampai setengah dari keseluruhan serat kasar yang benar-
benar berfungsi sebagai serat kasar. Serat kasar pada rumput laut adalah
karbohidrat berupa selulosa.
Gambar 16. Grafik Kadar Serat Kasar
Berdasarkan Gambar 16, hasil analisa kadar serat kasar pada biji kapuk
diperoleh sebesar 17.67% - 17.64%.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa :
1. Pada perlakuan Na2CO3 3%, 6% dan 9% pada ekstraksi alginat dari
Sargassum sp. didapatkan rendemen natrium alginat terbanyak dari
perlakuan Na2CO3 9%.
2. Pada hasil proksimat meliputi kadar karbohidrat, kadar protein, kadar serat
kasar dan kadar lemak yang diperoleh dari natrium alginat tidak
dipengaruhi oleh beberapa perlakuan konsentrasi Na2CO3.
B. Saran
1. Pada saat penambahan NaClO, perlu dilakukan dekantasi untuk
mendapatkan kadar serat kasar yang rendah.
2. Penelitian lebih lanjut untuk pemurnian natrium alginat terhadap optimasi
konsentrasi dan penambahan NaOH karena dapat mempengaruhi
viskositas dan kadar abu natrium alginat.
29
VI. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2005. http://www.iptek.net.id/ind/pdkapuk/images/Ceiba.P%20sp.gif [20 Oktober 2011].
[AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 1995. Official methods of analysis. 16th edn. AOAC, Arlington, 1094 pp.
Allen PG, LW Botsford, AM Schuur, WE Johnston. 1984. Bioeconomics of aquaculture. Elsevier. Amsterdam. 351p.
Apriyantono A, Dedi F, Ni Luh P, Sedarnawati, Slamet B. 1989. Analisis pangan. Petunjuk Laboratorium. IPB Press. 229 p
Ariaty L. 1991. Morfologi darah ikan mas (Cyprinus carpio), nila merah (Oreochromis sp) dan lele dumbo (Clarias gariepinus) dari Sukabumi. Skripsi. FPIK. IPB. Bogor.
Blom JH, Lee KJ, Rinchard J. Dabrowski K and Ottobre J. 2001. Reproductive efficiency and maternal-offspring transfer of gossypol in rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) fed diets containing cottonseed meal. J Anim. Sci. 79: 1533-1539.
[BPTRO] Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. 2011. Biji Kapuk sumber bahan baku minyak diesel nabati. http://www.pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/wr24202j.pdf
Cai Y, Zhang H, Zeng Y, Mo J, Bao I, Miao C, Bai I, Yann F, Chen F. 2004. An optimazed gossypol high-performance liquid chromatography assay and Its application in evaluatio haln of different gland genotypes of cotton. Journal Bio Sci, 29: 67-71
Cane, Sellwood.1973. Certificate Chemistry 3. England: Chorley & Pickersgill Ltd Leeds.
Dellman HD, and Brown EM. 1989. Buku Teks Histologi Veteriner. Hartono (Penterjemah). UI Press. Jakarta
Hawab,M.2004. Buku Ajar Biokimia Umum. Universitas Nusa Bangsa. Bogor
Halver JE, Hardy RW. 2002. Fish Nutrition (3rd ed). New York – London Academi Press.
Lubis DA. 1963. Ilmu Makanan Ternak. PT. Pembangunan Jakarta.
30
Millamena, OM, RM Coloso, and FP Pascual. 2002. Nutrition in tropical aquaculture. SEAFDEC. Tigbauanm lloilo, Philippines. 221pp.
Morgan SE. 1989. Gossypol as a toxicant in livestock, p. 251-263. In: Burrows GE (eds). The Veterinary Clinics of North America: Food Animal Practice. Philadelphia
Muchtadi D. 1989. Evaluasi nilai gizi pangan. Petunjuk Laboratorium, PAU Pangan dan Gizi. IPB
Muskita WH. 2012. Substitusi tepung bungkil kedele, Glycine max, dengan tepung bungkil biji kapuk, Ceiba petandra, dalam pakan juvenil udang vaname Litopenaeus vannamei : Kajian histologi, enzimatik, dan komposisi asam lemak tubuh. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. 120 hlm.
Nabib R dan Pasaribu FH. 1989. Patologi dan Penyakit Ikan. Pusat Antar Institut Pertanian Bogor.
Ochse JJ, MJ Soule Jr, MJ Dijkman, C Wehlberg. 1961. Tropical and Sub-tropical Agriculture. Vol. II. The McMillan Company New York.
Parakkasi A. 1983. Ilmu Gizi Dan Makanan Ternak Monogastrik. Angkasa, Bandung 514 hlm
Raju PK, Reiser R. 1966. Inhibition of acyl desaturase by cyclopropene fatty acids. Journal of biological chemistry. Vol 242, No 34, pp 379-384.
Rosmawati.2005.Hidrolisis Pakan Buatan oleh Enzim Pepsin dan Pankreatin untuk Meningkatkan Daya Cerna dan Pertumbuhan Benih Ikan Gurami ( Osphronemus goursmi Lac.)[tesis]. Bogor: Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Setiadi. 1983. Bertanam kapuk randu. PT Penerbit Swadaya. Jakarta.
Sihombing DTH, S Simamora. 1979. Penelitian biji kapuk untuk makanan ternak babi. Prosiding Seminar Penunjang Pembangan Peternakan Lembaga Penelitian Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Sutardi T. 1981. Landasan ilmu nutrisi. Jilid I. Departemen Ilmu Makanan Ternak Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Yildirim M, Lim C, Wan P, Klesius PH. 2004. Effect of natural free gossypol and gossypol-acetic acid on growth performance and resistance of channel catfish (Ictalurus puncatutus) to Edwardsiella ictaluri chaleng. AquacultureNutrition, 10, 153-165
31
Suprayudi A. 2010. Pengembangan penggunaan bahan baku lokal untuk pakan ikan/udang: status terkini dan prospeknya. Semiloka Nutrisi dan Teknologi Pakan Ikan/Udang. Ispikani. Bogor. 25 hal.
Thalib A, S Irawan, S Dadang, S Ernie. 1990. Perbaikan kualitas bungkil biji kapuk dengan proses sulfitasi. Hasil-hasil Penelitian Tahun Anggaran 1987-1988. Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor.
Phelps RA, Shenstone FS, Kemmerer AR, Evans RJ. 1964. A Review of cyclopropenoid compounds: biological effectof some derivatives. Poultry Sci., 44: 358 - 394.
Zahirma U. 1986. Analisa asam siklopropenoat dari bungkil biji kapuk dengan tehnik kromatografi gas. Skripsi. FMIPA, Universitas Indonesia. Jakarta43 hlm.
32
LAMPIRAN
33
Lampiran 1. Bagan Alir Penelitian
Filtrat + air hangat ( bebas
Residu dikeringkan dalam oven
1050C
Kadar Protein Kasar (crude
protein )
Biji kapuk kering di timbang
Ekstraksi t= 4 jam, 105˚C(bebas lemak)
Kecernaan pepsin hangat 45˚C ( konsentrasi
0%;0,02%;0,2%,2%)+ 0,075 N HCl
Agitasi kecepatan 15 rpm+ inkubasi
t = 16 jam
Filtrasi
Didestruksi
Didestilasi
Kadar Protein sisa
Kadar Pepsin Indigest
Uji Proksimat
Kadar Pepsin Digest
34
Lampiran 2. Diagram Alir Analisis Proksimat Biji Kapuk Kering.
BIJI KAPUK KERING
KADAR
AIR
KADAR
ABU
KADAR
LEMAK
KADAR
PROTEIN
KADAR
KARBOHIDRAT
KADAR SERAT
KASAR
KADAR
PROTEIN SISA
Lampiran 3. Bagan Alir Pengujian Kadar Air
Botol Timbang Kosong
Didinginkan
Ditimbang botol
timb. kosong
Dikeringkan pada
suhu 105oC selama 1
jam
+ Sampel 1 g
Botol timb. + sampel
dipanaskan pada suhu
105oC selama 4 jam
Didinginkan
Ditimbang botol
timb.
Dihitung
Kadar Air
Lampiran 4. Bagan Alir Pengujian Kadar Abu
Cawan Porselen Kosong
Didinginkan
Ditimbang cawan
kosong
Dikeringkan pada
suhu 105oC selama 1
jam
+ Sampel 1 g
Cawan + sampel
diabukan pada suhu
750oC selama 4 jam
Didinginkan
Ditimbang
cawan + abu
Dihitung
Kadar Abu
Lampiran 5. Bagan Alir Penentuan Kadar Lemak
Ditimbang labu
+ lemak
Dihitung Kadar
Lemak
Selongsong dimasukkan
ke dalam alat soxhlet
Didinginkan
+ Petroleum
eter 150 ml
Ekstraksi selama 4 jam
Labu lemak dikeringkan pada
suhu 105oC selama 1 jam
Labu lemak kosong
Didinginkan
Ditimbang labu
kosong
Dikeringkan pada
suhu 105oC selama 1
jam
Sampel 1 g dimasukkan ke dalam
selongsong
Lampiran 6. Bagan Alir Pengujian Kadar Protein
Erlenmeyer yang berisi sulingan dititrasi
dengan HCl 0,1 N
Diencerkan ke dalam labu ukur
100 ml dengan air suling
Larutan disuling selama 10 menit
Dipipet 10 ml larutan
Ditambah NaOH 40% berlebih yang
ditunjukkan dengan indikator PP
Sampel ditimbang 1 g
Dimasukkan ke labu Kjeldhal
Didestruksi pada suhu 400oC selama 4
jam atau sampai larutan jernih
+ Katalis
+ Batu didih
+ 25ml H2SO4 pekat
Didinginkan
Sebagai penampung
H3BO3 2%
Lampiran 7. Bagan Alir Pengujian Kadar Karbohidrat
Ditambah indikator Kanji
Dititrasi kembali dengan
Na2S2O3 hingga larutan
bewarna putih susu
Dipipet 10 ml larutan ke
dalam erlenmeyer
Dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N sampai
kuning muda
+ 25 ml larutan Luff
+ 15 ml air suling
Direfluks selama 10 menit
Larutan didinginkan
Sampel 1 g dimasukkan
ke dalam erlenmeyer
Direfluks selama 1,5-2 jam
Didinginkan dan dimasukkan
ke labu ukur 100 ml
+ 25 ml H2SO4
1,25%
Diencerkan dengan air
suling dan larutan disaring
Diatur sampai pH
netral dengan
NaOH 3,25%
+ 10 ml KI 30%
+ 25 ml H2SO4 25%
Lampiran 8. Bagan Alir Pengujian Kadar Serat Kasar
Ditimbang
kertas saring
Dihitung kadar
serat kasar
Didinginkan
Didinginkan
Disaring dan dicuci
dengan etanol
Kertas saring dikeringkan pada
suhu 105oC selama 1 jam
Sampel 1 g dimasukkan
ke dalam erlenmeyer
Direfluks selama 30 menit
+ 50 ml NaOH 3,25%
+ 50 ml H2SO41,25%
Direfluks kembali selama 30 menit
Lampiran 9. Kadar Protein Sisa
Sampel Hasil
Bobot Sample (mg) Konsentrasi
0% 843.20.02% 876.60.20% 863.72.00% 899.2
Volume HCl (ml) Konsentrasi
0% 15.90.02% 8.00.20% 7.02.00% 8.0
Normalitas HCl Konsentrasi
0% 0.12820.02% 0.12820.20% 0.12822.00% 0.1282
Kadar Protein sisa % Konsentrasi
0% 21.150.02% 10.240.20% 9.092.00% 9.98
Lampiran 10. Perhitungan Analisis Pepsin
Konsentrasi Protein Sisa
(%)Protein
Kasar (%)Pepsin
Indigest (%)Pepsin
Digest (%)0% 21.15 28.78 73.49 26.51
0.02% 10.24 28.78 35.58 64.420.2% 9.09 28.78 31.58 68.422% 9.98 28.78 34.68 65.32
- Perhitungan Kadar Protein Kasar (crude protein )
Kadar protein = ml penitar x konsentrasi penitar x14x 6.25 x 100% mg contoh biji kapuk
= 26 x 0.1282 x14x 6.25 x 100% = 28.68% 1017.1Rata-rata kadar Protein = 28.68% + 28.96% + 28.71% = 28.78%
3
- Perhitungan kadar protein sisa 0.2%
( hasil analisis protein setelah penambahan pepsin )
Kadar protein sisa = ml penitar x konsentrasi penitar x14x 6.25 x 100% mg contoh biji kapuk dari penetapan bebas lemak
= 7.0 x 0.1282 x 14 x 6.25 x 100% = 9.09% 863.7
- Perhitungan kadar protein yang tidak tercerna oleh pepsin 0.2%
Kadar Pepsin Indigest = kadar protein sisa x 100%Kadar protein kasar
= 9.09 x 100% = 31.58 % 28.78
- Kadar Protein yang tercerna oleh pepsin ( pepsin digest )
Kadar Pepsin Digest = 100% - kadar pepsin indigest = 100% - 31.58 %
= 68.42 %
Lampiran 10. Perhitungan Kadar Air
Sampel Hasil
Bobot Cawan Kosong (g)
Ulangan
1 28.5406
2 29.1922
3 29.0521
Bobot Cawan + Sample (g)
Ulangan
1 29.5501
2 30.1894
3 30.0544
Bobot Cawan + Sample Setelah di
Oven (g)Ulangan
1 29.4419
2 30.0817
3 29.9477
Kadar Air (%) Ulangan1 10.722 10.803 10.65
Rerata (%) 10.72
Contoh Perhitungan:
Kadar Air (%) = %100SampelBobot
HilangAirBobot
= 29.5501 - 29.4419 x 100%
29.5501 - 28.5406
= 10.72 %
Lampiran 11. Perhitungan Kadar Abu
Sampel Hasil
Bobot cawan Kosong (g) Ulangan
128.5146
2 28.6433
3 29.1542
Bobot Cawan + Sample (g)
Ulangan
1 29.52
2 29.6449
3 30.1608
Bobot Cawan + Sample Setelah di tanur (g)
Ulanagn
1 28.5728
2 28.7024
3 29.2134
Kadar Abu (%) Ulangan
1 5.79
2 5.90
3 5.88
Rerata (%) 5.85
Contoh Perhitungan:
Kadar Abu (%) = %100SampelBobot
AbuBobot
Contoh Perhitungan :
Kadar Abu (%) = 28.5728 - 28.5146 x 100 %
29.5200 - 28.5146
= 5.79 %
Lampiran 12. Perhitungan Kadar Lemak
Sampel Hasil
Bobot Labu Kosong + Batu Didih (g)
Ulangan
1 108.7223
2 105.2644
3 107.5638
Bobot Sample (g) Ulangan
1 1.0028
2 1.0054
3 1.0007
Bobot Labu + Batu Didih Setelah Ekstraksi (g)
Ulangan
1 108.926
2 105.4697
3 107.7699
Kadar Lemak (%) Ulangan
1 20.31
2 20.42
3 20.60
Rerata (%) 20.44
Contoh Perhitungan:
Kadar Lemak
= 108.926 -108.7223 x 100%
1.0028
= 20.31 %
Lampiran 13 . Perhitungan Kadar Protein
Sampel Hasil Biji Kapuk
Bobot Sample (mg) Ulangan1 1017.1
2 1006.93 1015.9
Volume HCl (ml) Ulangan1 26.02 26.03 26.0
Normalitas HCl Ulangan1 0.12822 0.1282
3 0.1282
Kadar Protein (%) Ulangan1 28.682 28.973 28.71
Rerata (%) 28.78
Faktor Pengenceran : 50/10Pembakuan HCl
1. HCl 0,1 NBobot Na2CO3 : 507 mgVolume HCl 0,1 N : 9,10 mlBerat Molekul Na2CO3 : 529,9
2. HCl 0,01 NBobot Na2CO3 : 112 mgVolume HCl 0,1 N : 19,20 mlBerat Molekul Na2CO3 : 529,9
Contoh Perhitungan:
Lampiran 14. Kadar Karbohidrat
Sampel
Ula
ngan
Bobot
Sampel
(g)
Volume
Na2S2O3
0,1 N
(ml)
mg
Glukosa
(mg)
Volume
Blanko
(ml)
Kadar
(%)
Rata-
rata
(%)
1 1,0152 21,00 9,579
24,70
16.98
16.982 1,0025 21,05 9,446 16.96
3 1,0135 21,00 9,579 17.01
Faktor Pengenceran = 100/5
Pembakuan Na2S2O3
Bobot K2Cr2O7 : 55 mg
Volume Na2S2O3 : 10,5 ml
Berat Molekul K2Cr2O7: 49
N HCl = N1068,05,1049
55
Tabel Luff SchoorlVolume
Na2S2O3 0,1 N
mg
Glukosa
Perbedaan
1 2,4 2,4
2 4,8 2,4
3 7,2 2,5
Contoh Perhitungan :
Volume Karbohidrat = Vb – Vc
= 24,70 – 21,00 = 3,70 ml
ml Penitar = 0,1068 N x 3,70 ml
0,1 N
= 3,952 ml jadi 3 ml + 0,952 ml
mg Glukosa = 7,2 mg + (2,5 x 0,952 ml)
= 9,58 mg
Kadar Karbohidratcontohmg
glukosamgnpengenceraFaktor %10090,0
%98,16
2,1015
%10090,058,910/100
Lampiran 15. Konversi mg Gula Menurut Luff & Schrool
Lampiran 29. Perhitungan Kadar Serat Kasar
SampelKadar Serat
Kasar
Bobot Kertas saring (g)
Ulangan1 1.0955
2 1.10113 1.1257
Bobot Kertas + Serat Kasar (g)
Ulangan1 1.27322 1.2783 1.3033
Bobot Sample (g) Ulangan1 1.00542 1.00163 1.0066
Bobot Serat Kasar (g)
Ulanagn
1 0.1777
2 0.1769
3 0.1776
Kadar Serat kasar (%)
Ulangan1 17.672 17.663 17.64
Rerata (%) 17.65
Contoh Perhitungan:
Kadar Serat Kasar
Contoh Perhitungan :
Kadar Serat Kasar