Laporan Tutorial Skenario 2 (Demam Patologis)-s

28
BAB I KLARIFIKASI ISTILAH 1.1.Alloanamnesa Alloanamnesa adalah bagian dari anamnesa (sejarah kasus pasien secara medik atau psikiatrik) yang berarti anamnesis yang dilakukan kepada keluarga, saudara, atau teman dekat keluarga atau pasien agar mendapatkan informasi tentang: 1) Gejala gangguan saat ini. 2) Riwayat gangguan medic atau prikiatrik sebelumnya. 3) Riwayat penyakit keluarga. 4) Silsilah keluarga. 5) Riwayat penyakit penderita. Referensi: Kamus Kedokteran Dorlan Edisi 29 1.2. Batuk Ekspulsi udara yang tiba-tiba keluar dari paru yang biasanya berisik demi menjaga jalan udara paru dari benda asing. Referensi: Kamus Kedokteran Dorlan Edisi 29 1.3. Pilek Temperature, aktivitas fisiologik, atau pada radioaktivitas rendah yang dapat disebabkan oleh 1

description

tutorial

Transcript of Laporan Tutorial Skenario 2 (Demam Patologis)-s

BAB I

KLARIFIKASI ISTILAH1.1. Alloanamnesa

Alloanamnesa adalah bagian dari anamnesa (sejarah kasus pasien secara medik atau psikiatrik) yang berarti anamnesis yang dilakukan kepada keluarga, saudara, atau teman dekat keluarga atau pasien agar mendapatkan informasi tentang:

1) Gejala gangguan saat ini.

2) Riwayat gangguan medic atau prikiatrik sebelumnya.

3) Riwayat penyakit keluarga.

4) Silsilah keluarga.

5) Riwayat penyakit penderita.

Referensi: Kamus Kedokteran Dorlan Edisi 29

1.2. Batuk Ekspulsi udara yang tiba-tiba keluar dari paru yang biasanya berisik demi menjaga jalan udara paru dari benda asing.

Referensi: Kamus Kedokteran Dorlan Edisi 29

1.3. Pilek

Temperature, aktivitas fisiologik, atau pada radioaktivitas rendah yang dapat disebabkan oleh faktor infeksi seperti virus, infeksi, bakteri dan non infeksi seperti reaksi alergi.

Referensi: Kamus Kedokteran Dorlan Edisi 29

1.4 Diare

Frekuensi pengeluaran feses yang tidak normal.

Referensi: Kamus Kedokteran Dorlan Edisi 29

Sedangkan menurut Keperawatan Medical Bedah, diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang tidk biasa (lebih dari 3 kali sehari) juga perubahan dalam jumlah dan konsentrasi (feses cair).1.5 Mimisan

Berkenaan atau ditandai dengan epistaksis.

Referensi: Kamus Kedokteran Dorlan Edisi 29

1.6. Compos mentis

Kejernihan pikiran atau waras.

Referensi: Kamus Kedokteran Dorlan Edisi 29Compos Mentis

Pasien dengan status kesadaran penuh dengan memberikan respon yang cukup terhadap stimulus yang diberikan ( Keterampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan Ed. 2)1.7. Epigastrium

Daerah perut bagian tengah dan atas yang terletak antara angulus sterni

(Keterampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan Ed. 2)

1.8. Test rumple leed

Pemeriksaan karena timbulnya perdarahan subkutan yang kecil ke area tempat korniket dibendung dengan tidak terlalu keras selama 10 menit pada lengan atas yang merupaka ciri khas scarlet fever (demam berdarah dan diofesis hemorogik).Referensi: Kamus Kedokteran Dorlan Edisi 29

Tes Rumple Leed

Tes yang dilakukan dengan tujuanmendeteksi adanya pendarahan dibawah kulit (petekie) sebagai tanda demam berdarah (Hidayat,2012)

1.9. Ikterik

Keadaan dimana terjadi penimbunan pigmen empedu tubuh yang menyebabkan perubahan warna jaringan menjadi kuning seperti aorta dan sklera

Referensi: Kamus Kedokteran Dorlan Edisi 29Ikterik

Keadaan dimana jaringan terutama kulit dan sclera mata menjadi kuning akibat deposisi bilirubin ( Keterampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan Ed. 2)

1.10. Mantri

Seorang pekerja di rumah sakit yang bekerja dibawah arahan seorang perawat ( Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 31)

1.11. Nyeri

Sensasi nyeri sakit atau rasa tak nyaman yang lebih atau kurang terlokalisasi akibat rangsangan pada ujung-ujung saraf khusus. (Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 31)

Nyeri

Pengalaman perasaan emosional yang tidak menyenangkan akibat terjadinya kerusakan actual maupun potensial atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan ( International Association for Study of Pain)

BAB II

IDENTIFIKASI MASALAH

1. Mengapa saat efek obatnya hilang, Syamil kembali demam?2. Bagaimanakah teknik pemeriksaan rample leed?3. Berapakah tekanan darah normal?4. Berapakah denyut nadi normal?5. Berapakah frekwensi pernafasan normal?BAB III

ANALISIS MASALAH

3.1 Ketika Efek Obatnya Hilang, Syamil Kembali Demam

Pemberian antipiretik dapat menurunkan demam secara simtomatik, namun obat ini dapat menimbulkan masking effect, misalnya pada keadaan yang terjadi pada pasien demam berdarah Dengue. Pada pasien tersebut, penurunan panas oleh antipiretik menimbulkan kesan bahwa penyakit telah sembuh, padahal sebenarnya virus penyebab penyakitnya masih ada. Penderita demam yang disangka sedang dalam masa penyembuhan karena panasnya sudah turun, ternyata luput dari observasi dan mengakibatkan penyakitnya berlanjut semakin buruk akibat pemberian obat penurun panas (han et al, 2001)3.2 Pemeriksaan Rample LeedRumple leede test adalah salah satu cara yang paling mudah dan cepat untuk menentukan apakah terkena demam berdarah atau tidak. Rumple leed adalah pemeriksaan bidang hematologi dengan melakukan pembendungan pada bagian lengan atas selama 10 menit untuk uji diagnostik kerapuhan vaskuler dan fungsi trombosit. Prosedur pemeriksaan Rumple leed tes yaitu :

a. Pasang ikatan sfigmomanometer pada lengan atas dan pump sampai tekanan 100 mmHg (jika tekanan sistolik pesakit < 100 mmHg, pump sampai tekanan ditengah-tengah nilai sistolik dan diastolik).

b. Biarkan tekanan itu selama 10 minit (jika test ini dilakukan sebagai lanjutan dari test IVY, 5 minit sudah mencukupi).

c. Lepas ikatan dan tunggu sampai tanda-tanda statis darah hilang kembali. Statis darah telah berhenti jika warna kulit pada lengan yang telah diberi tekanan tadi kembali lagi seperti warna kulit sebelum diikat atau menyerupai warna kulit pada lengan yang satu lagi (yang tidak diikat).

d. Cari dan hitung jumlah petechiae yang timbul dalam lingkaran bergaris tengah 5 cm kira-kira 4 cm distal dari fossa cubiti.

e. Turunkan tekanan dan lepaskan manset. (Kemenkes RI, 2011)

3.3. Tekanan Darah Normal

Tekanan darah adalah kekuatan yang memungkinkan darah mengali dalam pembuluh darah untuk beredar dalam seluruh tubuh. Darah berfungsi sebagai pembawa oksigen serta zat-zat lain yang dibutuhkan oleh seluruh jaringan tubuh supaya dapat hidup dan dapat melaksanakan masing-masing tugasnya.Tekanan Darah Sistolik (TDS) menunjukkan tekanan pada arteri bila jantung berkontraksi (denyut jantung) atau tekanan maksimum dalam arteri pada suatu saat. TDS dinyatakan oleh angka yang lebih besar jika dibaca pada alat pengukur tekanan darah. TDS normal 90-120 mmHg. Tekanan Darah Diastolik (TDD) menunjukkan tekanan darah dalam arteri bila jantung berada dalam keadaan relaksasi di antara dua denyutan. TDD dinyatakan dengan angka yang lebih kecil jika dibaca pada alat pengukur tekanan darah. TDD normal 60-80 mmHg. Tingginya TDS berhubungan dengan curah jantung, sedangkan TDD berhubungan dengan besarnya resistensi perifer.

(Dalimartha, dkk.2008)

3.4. Denyut Nadi Normal Saat Istirahat Dan Terbangun

Kelompok umurDenyut/menit

Bayi abru lahir100-180

1 minggu-3 bulan100-220

3 bulan- 3 tahun80-150

2 tahun- 10 tahun70-110

10 tahun- dewasa55-90

(Mary E Muscari, 2005)3.5. Rentang Frekwensi Pernafasan Normal

Kelompok umurFrekwensi/menit

Baru lhair- 6 bulan30 -50

6 bulan 2 tahun20-30

3 tahun -10 tahun20-28

10 tahun- 18 tahun12-20

(Mary E Muscari, 2005)

BAB IV

LEARNING OBJECTIVE1. Mahasiswa dapat memahami mekanisme demam pada skenario.

2. Mahasiswa dapat memahami mengapa demam Syamil dapat naik lagi setelah diberi obat.

3. Mahasiswa dapat memahami tipe tipe demam yang berkaitan dengan skenario.

4. Mahasiswa dapat mengetahui manfaat dari demam.

5. Mahasiswa dapat mengetahui komplikasi lain dari demam.

6. Mahasiswa dapat mengetahui macam macam obat penurun demam dan obat pilihan untuk demam.

7. Mahasiswa dapat mengetahui kompres yang sesuai dengan demam pada skenario.

8. Mahasiswa dapat mengetahui efek samping dari obat.BAB VPEMBAHASAN LEARNING OBJECTIVE6.1. Mekanisme demam pada kasus Syamil

Proses perubahan suhu (demam) yang terjadi saaat tubuh dalam keadaan sakit, apabila dikaitkan dengan infeksi dikarenakan oleh zat toksin dari mikroba yang masuk kedalam tubuh. Pada umumnya keadaan sakit terjadi karena adanya proses peradangan (inflamasi) di dalam tubuh akibat infeksi (Sherwood, 2014). Jadi demam yang disebabkan oleh peradangan merupakan suatu petanda adanya gangguan kesehatan, sehingga keadaan demam tersebut hanyalah suatu keluhan dan bukan suatu diagnosis (Wilson, 2014). Mekanisme demam bila dikaitkan dengan dehidrasi, dimana saat dehidrasi terjadi, tubuh tidak hanya kehilangan air tetapi juga kehilangan elektrolit dan glukosa. Tubuh akan langsung merespons dehidrasi awal (kehilangan sekitar 2% cairan tubuh), yaitu mulanya adalah rasa haus yang teramat sangat, mulut dan lidah kering, air liur pun berkurang, begitupun produksi kencing pun menurun. Apabila hilangnya air meningkat menjadi 3-4% dari berat badan, terjadi penurunan performa tubuh. Suhu tubuh menjadi naik menjadi demam, biasanya diikuti meriang. Tubuh menjadi sangat tidak nyaman, nafsu makan hilang, kulit kering dan memerah, serta muncul rasa mual (Sumarno, 2002).6.2. Demam Syamil naik lagi

Hal tersebut dapat terjadi karena :

1) Yang diberikan kepada Syamil adalah obat penurun panas berupa obat analgetik-antipiretik yang bekerja dengan cara menghambat pembentukan prostaglandin, sehingga setiap minum obat tersebut panas akan turun. Akan tetapi setelah konsentrasi antipiretik turun, maka efek hambatan terhadap pembentukan prostaglandin juga rendah. Sehingga panas badan akan meningkat lagi selang beberapa saat karena pembentukan prostaglandin terus berlangsung selama penyebab terjadinya infeksi belum diatasi. Jadi demam akan muncul lagi begitu efek obat penurun panasnya hilang (Nadesul, 2008).

2) Bila dikaitkan dengan dosis pemberian obat, menurut Smith & Davidson (2009) dosis obat pada anak lebih tepat jika dihitung dengan berpatokan pada berat badan (bukan usia), seperti misalnya Parasetamol dengan dosis 10 mg/kg/dosis setiap 4-6 jam. Sehingga bisa saja dosis yang diberikan oleh mantri untuk Syamil terlalu rendah, sehingga efek penurun panasnya cepat hilang, yang mengakibatkan demam akan cepat muncul lagi.

6.3. Tipe-tipe demam

Beberapa tipe demam yang biasa dijumpai antara lain ( Nelwan, 2007) :

1) Demam septik, pada tipe ini suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ke tingkat yang normal dinamakan juga demam hektik.

2) Demam remiten, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal. Perbedaan suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat pada demam septik.

3) Demam intermiten, suhu badan turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi setiap dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas demam di antara dua serangan demam disebut kuartana.4) Demam kontinyu,pada tipe demam kontinyu variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.5) Demam siklik, pada tipe demam siklik terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula. 6.4. Manfaat demam

Menurut Wilson (2014) peristiwa peradangan yang menyebabkan demam sebenarnya merupakan fenomema yang menguntungkan dan merupakan mekanisme pertahanan dasar tubuh terhadap adanya serangan yang mengancam keadaan fisiologis tubuh. Oleh karena itu, Luney et al. (2011) serta Zaaqoq & Yende (2013) menyatakan berdasarkan beberapa penelitian bahwa terjadinya demam memiliki beberapa efek respon tubuh yang menguntungkan :

1) HSP (Heat Shock Protein) merupakan protein yang di produksi selama keadaan demam, dimana protein ini sangat penting untuk kelangsungan hidup sel selama stres. Hasil penelitian menunjukkan bahwa protein tersebut memiliki efek anti inflamasi dengan menurunkan kadar sitoksin pro inflamasi. 2) Demam memicu efek menguntungkan lainnya, yaitu adanya peningkatan aktivitas fagositik dan beteriocidal neutrofik serta meningkatkan efek sitotoksik limfosit.3) Beberapa mikroba menjadi kurang ganas dan tumbuh lebih lambat pada suhu tubuh yang tinggi dalam keadaan demam. Seperti pada demam sakit Menginitis, bakteri meningococcus tumbuh lebih lambat pada saat demam, begitupun pada sakit malaria pertumbuhan parasit Plasmodium falciparuum menjadi terhambat pada saat keadaan demam. 4) Adanya peningkatan kadar C-reactive protein yang dapat mendorong fagosit lebih patuh untuk menyerang mikroorganisme, memodulasi radang dan mendorong perbaikan jaringan.5) Demam juga bermanfaat karena dapat menurunkan kadar zat besi dalam tubuh, padahal mikroba membutuhkan zat besi untuk hidup dan berkembang, sehingga mekanisme ini dapat melemahkan mikroba penyebab infeksi.6.5. Komplikasi demam

1) Kejang demam

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal lebih dari 38C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia & Wilson, 2014). Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang di sebab kan oleh infeksi di luar saluran saraf pusat, misalnya tonsillitis, otitis media akut, bromkitis, fluronkulosis, dan lain lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik klonik atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri, begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf (Smith & Davidson, 2009).2) Dehidrasi

Menurut Sumarno (2002) komplikasi demam dalam jangka pendek yang sering terjadi adalah dehidrasi yang ditandai dengan mata cekung dan elastisitas kulit berkurang sehingga apabila punggung tangan dicubit kulitnya akan lambat kembali, anak terlihat lemas dengan bibir kering dan pecah-pecah, ubun-ubun cekung, kencingnya sedikit dan jarang (>6 jam).3) Delirium

Delirium adalah kondisi akut yang menyebabkan seseorang menjadi tidak fokus dan bingung. Meskipun bisa ada beberapa penyebab delirium, demam merupakan salah satu penyebab tersebut. Demam dapat menyebabkan delirium karena suhu tubuh tinggi mengganggu proses metabolisme tubuh. Agar demam menyebabkan delirium, tubuh harus mencapai suhu minimal 105F atau lebih. Dalam banyak kasus suhu demam dari 104F biasanya tidak menyebabkan delirium (Sumarmo, 2002).

4) Gangguan kesadaraan

Umumnya terdapat gangguan kesadaran berupa penurunan kesadaran ringan. Sering ditemui kesadaran apatis. Bila gejala klinis berat, tak jarang penderita sampai somnolen dan koma atau dengan gejala-gejala psikosis. Pada penderita demam toksik, munculnya gejala delirium (mengigau) lebih menonjol (Sumarno, 2002).6.6. Macam obat penurun demam dan pilihan obat demam

a. Antipiretik

Antipiretik yang banyak digunakan dan dianjurkan adalah parasetamol, ibuprofen, dan aspirin (asetosal) (Davis & Phair, 2004; Wilmana & Gan, 2007). Oleh karena itu antipiretik yang akan dibahas lebih lanjut ketiga jenis obat tersebut :

1. Parasetamol (Asetaminofen) Parasetamol (asetaminofen) merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik yang sama dan telah digunakan sejak tahun 1893. Efek anti inflamasi parasetamol hampir tidak ada. Asetaminofen di Indonesia lebih dikenal dengan nama parasetamol, dan tersedia sebagai obat bebas, misalnya Panadol, Bodrex, INZA, dan Termorex (Wilmana dan Gan, 2007).

Efek analgesik parasetamol serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral. Parasetamol merupakan penghambat prostaglandin yang lemah. Efek iritasi, erosi, dan perdarahan lambung tidak terlihat pada obat ini, demikian juga gangguan pernafasan dan keseimbangan asam basa (Wilwana dan Gan, 2007).

Parasetamol diberikan secara oral. Penyerapan dihubungkan dengan tingkat pengosongan perut, konsentrasi darah puncak biasanya tercapai dalam 30-60 menit. Parasetamol sedikit terikat pada protein plasma dan sebagian dimetabolisme oleh enzim mikrosomal hati dan diubah menjadi sulfat dan glikoronida asetaminofen, yang secara farmakologis tidak aktif. Kurang dari 5% diekskresikan dalam keadaan tidak berubah. Metabolit minor tetapi sangat aktif (N-acetyl-p-benzoquinone) adalah penting dalam dosis besar karena efek toksiknya terhadap hati dan ginjal. Waktu paruh asetaminofen adalah 2-3 jam dan relatif tidak terpengaruh oleh fungsi ginjal. Dengan kuantitas toksik atau penyakit hati, waktu paruhnya dapat meningkat dua kali lipat atau lebih (Katzung, 2002).

Reaksi alergi terhadap parasetamol jarang terjadi. Manifestasinya berupa eritema atau urtikaria dan gejala yang lebih berat berupa demam dan lesi pada mukosa. Methemoglobinemia dan sulfhemoglobinemia jarang menimbulkan masalah pada dosis terapi karena hanya kira-kira 1-3 % Hb yang diubah menjadi met-Hb. Penggunaan sebagai analgesik dalam dosis besar secara menahun terutama dalam kombinasi berpotensi menyebabkan nefropati diabetik (Wilwana dan Gan, 2007).

Akibat dosis toksik yang serius adalah nekrosis hati. Nekrosis tubuli renalis serta koma hipoglikemik dapat juga terjadi. Hepatotoksisitas dapat terjadi pada pemberian dosis tunggal 10-15 gram (200-250mg/kgBB) parasetamol. Anoreksia, mual, dan muntah serta sakit perut terjadi dalam 24 jam pertama dan dapat berlangsung selama seminggu atau lebih. Gangguan hepar dapat terjadi pada hari kedua, dengan gejala peningkatan aktivitas serum transaminase, laktat dehidrogenase, kadar bilirubin serum serta pemanjangan masa protrombin. Kerusakan hati dapat mengakibatkan ensefalopati, koma, dan kematian. Kerusakan hati yang tidak berat dapat pulih dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan (Katzung, 2002).

2. Ibuprofen Ibuprofen adalah turunan sederhana dari asam fenilpropionat. Obat ini bersifat analgesik dengan daya antiinflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya sama seperti aspirin. Efek antiinflamasinya terlihat dengan dosis 1200-2400 mg sehari (Katzung, 2002). Absorpsi ibuprofen dengan cepat melalui lambung dan kadar maksimum dalam plasma dicapai setelah 1-2 jam. Waktu paruh dalam plasma sekitar 2 jam. 99% ibuprofen terikat dalam protein plasma. Ibuprofen dimetabolisme secara ekstensif via CYP2C8 (cytochrome P450, family 2, subfamily C, polypeptide 8) dan CYP2C9 (cytochrome P450, family 2, subfamily C, polypeptide 9) di dalam hati dan sedikit diekskresikan dalam keadaan tak berubah (Katzung, 2002). Kira-kira 90% dari dosis yang diabsorpsi akan diekskresi melalui urin sebagai metabolit/konjugatnya. Metabolit utama merupakan hasil hidroksilasi dan karboksilasi (Wilmana dan Gan, 2007).

Ibuprofen merupakan turunan asam propionat yang berkhasiat sebagai antiinflamasi, analgetik, dan antipiretik. Efek antiinflamasi dan analgetiknya melalui mekanisme pengurangan sintesis prostaglandin. Efek ibuprofen terhadap saluran cerna lebih ringan dibandingkan aspirin, indometasin atau naproksen.

Efek lainnya yang jarang seperti eritema kulit, sakit kepala, trombositopenia, dan ambliopia toksik yang reversibel. Penggunaan ibuprofen bersama-sama dengan salah satu obat seperti hidralazin, kaptopril, atau beta-bloker dapat mengurangi khasiat dari obat-obat tersebut. Sedangkan penggunaan bersama dengan obat furosemid atau tiazid dapat meningkatkan efek diuresis dari kedua obat tersebut (Wilmana dan Gan, 2007).

Dosis sebagai analgesik 4 kali 400 mg sehari tetapi sebaiknya dosis optimal pada tiap orang ditentukan secara individual. Ibuprofen tidak dianjurkan diminum oleh wanita hamil dan menyusui. Dengan alasan bahwa ibuprofen relatif lebih lama dikenal dan tidak menimbulkan efek samping yang serius pada dosis analgesik, maka ibuprofen dijual sebagai obat generik bebas dibeberapa negara antara lain Amerika Serikat dan Inggris. Ibuprofen tersedia di toko obat dalam dosis lebih rendah dengan berbagai merek, salah satunya ialah Proris (Wilmana dan Gan, 2007).

3. Aspirin Aspirin atau asam asetilsalisilat adalah suatu jenis obat dari keluarga salisilat yang sering digunakan sebagai analgesik (terhadap rasa sakit atau nyeri), antipiretik (terhadap demam), dan antiinflamasi. Aspirin juga memiliki efek antikoagulan dan digunakan dalam dosis rendah dalam tempo lama untuk mencegah serangan jantung. Beberapa contoh aspirin yang beredar di Indonesia ialah Bodrexin dan Inzana (Wilmana dan Gan, 2007).

Efek-efek antipiretik dari aspirin adalah menurunkan suhu yang meningkat, hal ini diperantarai oleh hambatan kedua COX (cyclooxygenase) dalam sistem saraf pusat dan hambatan IL-1 (yang dirilis dari makrofag selama proses inflamasi). Turunnya suhu, dikaitkan dengan meningkatnya panas yang hilang karena vasodilatasi dari pembuluh darah permukaan atau superfisial dan disertai keluarnya keringat yang banyak (Katzung, 2002).

Aspirin merupakan obat yang efektif untuk mengurangi demam, namun tidak direkomendasikan pada anak. Aspirin, karena efek sampingnya merangsang lambung dan dapat mengakibatkan perdarahan usus maka tidak dianjurkan untuk demam ringan (Soedjatmiko, 2005). Efek samping seperti rasa tidak enak di perut, mual, dan perdarahan saluran cerna biasanya dapat dihindarkan bila dosis per hari lebih dari 325 mg. Penggunaan bersama antasid atau antagonis H2 dapat mengurangi efek tersebut (Wilmana dan Gan, 2007). Aspirin juga dapat menghambat aktivitas trombosit (berfungsi dalam pembekuan darah) dan dapat memicu risiko perdarahan sehingga tidak dianjurkan untuk menurunkan suhu tubuh pada demam berdarah dengue (Wilmana, 2007). Pemberian aspirin pada anak dengan infeksi virus terbukti meningkatkan risiko Sindroma Reye (Katzung, 2002) b. Obat demam pilihan adalah :

Menurut Smith & Davidson (2009) obat penurun demam/panas yang biasa diberikan pada umumnya adalah :1. Parasetamol, merupakan obat demam yang paling aman dan obat yang dianjurkan untuk anak-anak. Parasetamol termasuk dalam golongan obat penurun demam (antipiretik) dan penghilang nyeri (analgesik) untuk nyeri ringan hingga sedang. Akan tetapi parasetamol tidak memiliki efek anti-rematik dan anti-radang. Selain itu, parasetamol tidak menimbulkan iritasi di lambung sehingga bisa diminum sebelum makan. Dosis yang diberikan pada anak-anak berumur kurang dari 12 tahun adalah 1015 mg/kg berat badan setiap 46 jam jika dibutuhkan. Adapun dosis untuk orang dewasa adalah 325650 mg setiap 46 jam atau 1000 mg 34 kali per hari. Penggunaan parasetamol tidak boleh melebihi 4 g per hari untuk dewasa dan 2,6 g per hari untuk anak-anak karena dapat menyebabkan overdosis.

2. Ibuprofen, merupakan obat antiperadangan non-steroid yang paling aman dan dianjurkan untuk anak-anak. Penggunaan obat ini umumnya lebih banyak digunakan sebagai obat anti-nyeri. Obat ini sering digunakan sebagai anti-nyeri pada pasien pasca operasi. Selain efek penurun panas dan anti-nyeri yang efektif, obat ini juga meredakan reaksi peradangan, oleh karena itu obat ini digunakan juga pada penyakit rhematoid arthritis (radang sendi). Dosis anjuran 5-10 mg/kg BB/hari.6.7. Kompres demam pada kasus tersebut

Redjeki (2002) menyatakan bahwa kompres hangat lebih efektif dalam menurunkan suhu tubuh dibandingkan dengan kompres dingin dalam penanganan demam. Oleh karena itu, menurut Hartanto (2003) kompres dingin mulai ditinggalkan karena beresiko mengakibatkan konversi suhu yang ekstrim atau malah bisa mengakibatkan peningkatan suhu tubuh karena ketika kompres dingin ditempelkan di kulit tubuh akan mengira suhu lingkungan dingin lalu hipotalamus malah meningkatkan suhu tubuh yang sudah panas/demam untuk mengimbangi suhu dingin tersebut.

Kompres hangat menyebabkan suhu tubuh tubuh di luaran akan menjadi hangat, sehingga tubuh akan menginterpretasikan bahwa suhu di luaran cukup panas, akhirnya hipotalamus akan menurunkan set point termostat supaya tidak meningkatkan suhu tubuh. Dengan suhu di luaran hangat akan membuat pembuluh darah tepi di kulit melebar dan mengalami vasodilatasi sehingga pori-pori kulit akan membuka dan mempermudah pengeluaran panas. Dengan diturunkannya set point termostat tersebut, tubuh menjadi berkeringat dan suhu tubuh akan normal kembali (Hegner, 2003; Davis & Phair, 2004; Purwanti & Ambarwati, 2008).

Hartanto (2003) menyatakan bahwa kompres dilakukan bukan untuk keadaan darurat bila anak demam. Kompres dipakai untuk membantu penurunan suhu tubuh disamping pemberian obat penurun panas. Jika anak panas tinggi, yang pertama dilakukan bukan kompres tapi memberikan obat penurun panas. Bila suhu tubuh anak tetap tinggi, barulah dibantu dengan kompres. Jika cukup dengan obat, tidak perlu dilakukan kompres lagi.

Hasil penelitian Redjeki (2003) dan Purwanti & Ambarwati (2008) menyarankan agar kompres hangat dapat dijadikan prosedur tetap dilingkungan rumah sakit maupun keluarga dalam penanganan demam yang disebabkan infeksi, non-infeksi maupun hipertermia.6. 8. Efek samping obat demam

Sumarmo (2002) menyatakan bahwa beberapa efek samping obat antipiretik yang sering muncul harus diketahui seperti mual, muntah, sakit perut, kesulitan bernapas, dan sakit kepala. Pemberian antidemam atau antipiretik seperti parasetamol dapat dikatakan aman apabila aman. Menurut para ilmuwan, pemberian dilakukan pada saat demam atau suhu badan sudah mencapai 38 derajat celsius. Penggunaan antipiretik, harus dibatasi hanya untuk mengurangi gejala dan membantu agar demam tak naik ke tingkat yang berbahaya.

DAFTAR PUSTAKA

Dalimartha, S.,( 2008). Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 5. Jakarta: Pustaka Bunda.

Davis, A.T. & Phair, J.P. (2004). The Biologic and Clinical Basis of Infectious by Shulman, Phai, Sommer. 4th ed. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.Harijanto, (2010). Malaria Dari Molekuler Ke Klinis. Edisi 2. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

Hartanto, S. (2003). Anak demam perlu kompres?. Harian Bali Post, 7 September 2003.

Hegner, B.R. (2003). Asisten Keperawatan Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Katzung, B. G. (2002). Farmakologi Dasar dan Klinik, edisi II. Jakarta, Salemba Medika

Nelwan. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Price, S.A. & Wilson, L.M. (2014). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Purwanti, A., & Ambarwati, W.N. (2008). Pengaruh kompres hangat terhadap perubahan suhu tubuh pada pasien anak hipertermia di ruang rawat inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Berita Ilmu Keperawatan 1(2), 81-86.

Redjeki, T.H. (2002). Perbandingan Pengaruh Kompres Hangat dan Kompres Dingin untuk Menurunkan Suhu Anak Demam dengan Infeksi di RSU Tidar Magelang. Skripsi Fakultas Kedokteran UGM. Jogyakarta : Universitas Gajah Mada.

Sherwood, L. (2014). Fisiologi Manusia, Dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Smith, T., & Davidson, S. (2009). Demam pada Anak-anak. Jakarta : Penerbit Dian Rakyat.

Sumarmo, S, (2002). Infeksi dan Penyakit Tropis. Edisi 1. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Wilmana, P.F., dan Gan, S.G., (2007). Analgesik-Antipiretik Analgesik AntiInflamasi Nonsteroid dan Obat Gangguan Sendi Lainnya. Dalam: Gan, S.G., Editor. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Gaya Baru, 230- 240.

19