Laporan tutorial 3.doc
-
Upload
srie-cyutezz-aiy -
Category
Documents
-
view
163 -
download
22
Transcript of Laporan tutorial 3.doc
PENYAKIT JANTUNG KORONER
DEFINISI
Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung dan pembuluh darah
yang melibatkan gangguan pembuluh darah koroner. Kelainan ini dapat berupa
penyempitan pembuluh darah koroner yang disebabkan karena aterosklerosis.
Aterosklerosis terjadi akibat penimbunan kolesterol, lemak, kalsium, sel-sel radang,
ataupun material pembekuan darah (fibrin).
EPIDEMIOLOGI
Penyakit jantung koroner adalah penyakit yang masih menjadi masalah,
baik di negara maju maupun berkembang. Setiap tahunnya, di Amerika Serikat
478.000 orang meninggal karena penyakit jantung koroner. Di Eropa
diperhitungkan 20.000-40.-000 orang dari 1 juta penduduk menderita PJK. Di
seluruh dunia, jumlah penderita penyakit ini terus bertambah.
Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) dan Organisasi Federasi Jantung
Sedunia (World Heart Federation) memprediksi penyakit jantung akan menjadi
penyebab utama kematian di negara-negara Asia pada tahun 2010. Saat ini,
sedikitnya 78% kematian global akibat penyakit jantung terjadi pada kalangan
masyarakat miskin dan menengah. Berdasarkan kondisi itu, dalam keadaan
ekonomi terpuruk maka upaya pencegahan merupakan hal terpenting untuk
menurunkan penyakit kardiovaskuler pada 2010.
Di negara berkembang dari tahun 1990 sampai 2020, angka kematian
akibat penyakit jantung koroner akan meningkat 137 % pada laki-laki dan 120%
pada wanita, sedangkan di negara maju peningkatannya lebih rendah yaitu 48%
pada laki-laki dan 29% pada wanita. Di tahun 2020 diperkirakan penyakit
kardiovaskuler menjadi penyebab kematian 25 orang setiap tahunnya. Oleh karena
itu, penyakit jantung koroner menjadi penyebab kematian dan kecacatan nomer
satu di dunia.
1 | P a g e
Indonesia saat ini menghadapi masalah kesehatan yang kompleks dan
beragam. Mulai dari infeksi klasik dan modern, penyakit degeneratif serta penyakit
psikososial. Namun tetap saja penyebab angka kematian terbesar adalah akibat
penyakit jantung koroner . Tingginya angka kematian di Indonesia akibat penyakit
jantung koroner (PJK) mencapai 26%.
Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Nasional (SKRTN),
dalam 10 tahun terakhir angka tersebut cenderung mengalami peningkatan. Pada
tahun 1991, angka kematian akibat PJK adalah 16 %. kemudian di tahun 2001 angka
tersebut melonjak menjadi 26,4 %. Angka kematian akibat PJK diperkirakan
mencapai 53,5 per 100.000 penduduk di negara Indonesia.
ETIOLOGI
Plak aterosklerotik adalah penyebab paling dominan untuk penyakit jantung
koroner. Vasospasme arteri koroner lebih jarang terjadi.
1. Ventricular hypertrophy juga bisa terjadi bergantung pada derajat
hipertensi, penyakit katup, atau kardiomyopati.
2. Oklusi Embolik dari arteri koroner
3. Hypoxia, misalnya terjadi pada keracunan karbon monoksida atau gangguan
pulmoner akut
4. Cocaine dan amphetamines, yang meningkatkan kebutuhan oksigen
myocardial dan mungkin juga menyebabkan vasospasme arteri
5. Penyakit arteri koroner yang menyebabkan anemia dalam tingkat yang
parah
6. Inflamasi arteri epicardial
7. Diseksi arteri koroner.
2 | P a g e
FAKTOR RESIKO
FAKTOR RISIKO ATEROSKLEROSIS KORONER
TIDAK DAPAT DIUBAH
Usia (laki-laki ≥ 45 tahun; perempuan ≥ 55 tahun atau menopause prematur tanpa
terapi penggantian estrogen).
Riwayat CAD pada keluarga (MI pada ayah atau saudara laki-laki sebelum usia 55
tahun atau pada ibu atau saudara perempuan sebelum usia 65 tahun).
DAPAT DIUBAH
Hiperlipidemia (LDL-C; batas atas, 130-159 mg/dl; tinggi ≥ 160 mg/dl)
HDL-C rendah : < 40 mg/dl
Hipertensi (≥ 140/90 mgHg atau pada obat-obatan antihipertensi)
Merokok sigaret
Diabetes mellitus
Obesitas terutama abdominal
Ketidakaktifan fisik
Hiperhomosisteinemia (≥ 16 mol/L)μ
Faktor risiko menunjukkan terdapatnya risiko pada seseorang untuk
menderita suatu penyakit. Pada penyakit jatung koroner faktor tersebut berperan
selama puluhan tahun sebelum menimbulkan aterosklerosis. Walaupun telah
diketahui bahwa pelbagai faktor risiko dapat meningkatkan prevalensi
aterosklerosis namun mekanisme kerjanya masih belum diketahui secara pasti.
Lebih dari setengah insidens penyakit ini dapat diterangkan kejadiannya
oleh hiperkolesterolemia, hipertensi, dan merokok. Terdapat beberapa faktor risiko
lain yang juga berperan akan tetapi dalam derajat yang lebih kecil, misalnya
obesitas, aktivitas fisik yang kurang, dan kepribadian tipe A. kombinasi beberapa
faktor risiko yang sangat meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit jantung
koroner.
3 | P a g e
Makanan berperan sebagai pengubah atau penentu faktor risiko penyakit
jantung koroner. Kelemahan utama pola konsumsi makanan di negara Barat adalah
proporsi lemak yang tinggi sebagai sumber energi; di negara berkembang sumber
energi yang terbesar adalah hidrat arang. Kadar kolesterol darah orang jepang yang
berdiam di Jepang adalah lebih rendah daripada kadar kolesterol penduduk
Amerika; tetapi jika orang Jepang bermigrasi ke Hawaii atau San Frasisco, maka
kadar kolesterol plasmanya akan menjadi meningkat. Prevalensi perubahan pola
makanan yang lebih berperan dibanding latar belakang etnik.
Faktor sosiologis mungkun juga dapat berperan menerangkan sebagian
munculnya faktor risiko penyakit jantung koroner dan perkembangan selanjutnya.
Anak-anak yang tinggqal dengan keluarga yang menderita penyakit jantung koroner
terpengaruh oleh kebiasaan terikat pada penyakit tersebut. Kebiasaan tersebut,
misalnya pola makanan yang tidak sehat dan merokok, mulai terbentuk sejak masa
kanak-kanak dan berlangsung lama. Apabila kebiasaan tidak sehat tersebut telah
terbentuk, maka sulit diubah. Walaupun demikian, selain pengaruh faktor kebiasaan
perlu dipertimbangkan terdapatnya pengaruh faktor genetik dalam keluarga
terhadap penyakit jantung koroner. Telah lama diketahui bahwa kepribadian tipe A,
rasa percaya diri yang kurang, kecemasan, dan depresi, secara konsisten
berhubungan dengan penyakit jantung koroner. Hal ini berarti bahwa keadaan
emosional di dalam keluarga merupakan faktor penting dalam perkembangan
kepribadian anak untuk mencegah penyakit jantung koroner.
Penyakit jantung koroner seringkali ditemukan pada populasi yang termasuk
kelas sosio-ekonomi rendah. Keadaan ini telah banyak diselidiki di Negara Barat.
Anak dan remaja yang termasuk dalam kelompok sosio-ekonomi yang rendah
mempunyai profil faktor risiko yang paling buruk. Mereka mempunyai tekanan
darah rata-rata yang lebih tinggi, kadar kolesterol total dan LDL yang lebih tinggi
serta rasio kolesterol HDL/ total yang lebih rendah dibandingkan dengan anak yang
termasuk dalam kelompok sosio-ekonomi lebih tinggi.
4 | P a g e
Hiperlipidemia
Peningkatan kolesterol dan/ atau trigliserida serum di atas batas normal.
Kasus dengan kadar tinggi yang disebabkan oleh gangguan sistemik disebut sebagai
hiperlipidemia sekunder. Penyebab utama hiperlipidemia adalah obesitas,
asupan alkohol yang berlebihan, diabetes mellitus, hipotiroidisme, dan
sindrom nefrotik. Hiperlipidemia akibat predisposisi genetik terhadap kelainan
metabolisme lipid disebut sebagai hiperlipidemia primer.
Hiperlipidemia terbukti terjadi akibat kelainan genetic yang mengkode
enzim, apoprotein, atau reseptor yang terlibat dalam metabolisme lipid. Beberapa
tipe hiperlipidemia ditandai dengan menetukan profil lipoprotein dalam plasma.
Salah satu konsekuensi hiperlipidemia yang paling penting adalah peningkatan
kolesterol serum yang terutama mencerminkan kolesterol lipoprotein serum
densitas rendah yang merupakan faktor predisposisi terjadinya ateroma.
Hiperkolesterolemia familial merupakan suatu gangguan genetik kodominan
autosomal yang terjadi dalam bentuk heterozigot pada sekitar 1 dari 500 individu.
Hiperkolesteremia familial terjadi karena mutasi dalam gen untuk reseptor LDL.
Hiperkolesterolemia yang tidak stabil memiliki prognosis buruk jika tidak diobati,
50% penderita memiliki kemungkinan menderita aterosklerosis prematur sebelum
usia 50 tahun.
Kategori risiko tertinggi terdiri atas CHD dan setara risiko CHD. Risiko setara
risisko CHD mencakup bentuk lain penyakit aterosklerotik (penyakit arteria perifer,
aneurisme aorta abdominalis, dan penyakit arteri karotis simtomatik), diabetes, dan
berbagai faktor risiko yang memberian risiko 10 tahun untuk timbulnya CHD 20%
lebih besar. Kategori risiko yang ketiga atau terandah adalah orang yang tidak
memiliki hingga memiliki 1 faktor risiko. Orang yang berada dalam kategori ini
hamper selalu berisio terkena CHD dalam 10 tahun sebesar < 10%.
Suatu pola faktor risiko yang dapat menjadi target sekunder terapi
pengurangan risiko, setelah tarhjget primer-LDL-C-sindrom metabolik, mencakup
faktor berikut : obesitas abdominal, dislipidemia (peningkatan trigliserida, partikel
LDL kecil atau VLDL terdegradasi), peningkatan tekanan darah, resistensi insulin,
5 | P a g e
(dengan atau tanpa intoleransi glukosa), dan keadaan proinflamasi serat
protrombik.
Hipertensi
Insiden hipertensi terjadi lebih tinggi di kalangan Afro-Amerika setelah usia
remaja. Penderita hipertensi tidak hanya berisiko tinggi menderita penyakit
jantung, tetapi juga menderita penyakit saraf, ginjal, dan pembuluh darah. Makin
tinggi tekanan darah, makin besar risikonya.
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik
sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg
Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan. Penderita mungkin tak
menunjukkan gejala selama bertahun-tahun. Masa laten ini menyelubungi penyakit
sampai terjadi kerusakan organ yang bermakna. Apabila hipertensi tetap tidak
dirawat, mengkibatkan kematian karena payah jantung, infark miokard, stroke, atau
gagal ginjal.
Penyebab hipertensi tidak diketahui pada sekitar 95% kasus. Bentuk
hipertensi idiopatik disebut hipertensi primer atau esensial. Mekanisme hipertensi
yang dikemukakan sangat kompleks dan bervariasi, tetapi kemungkinan terjadi : (1)
Ekskresi natrium dan aior oleh ginjal, (2) Kepekaan baroreseptor, (3) Respon
vascular, dan (4) Sekresi Renin. Lima persen penyakit hipertensi terjadi secara
sekunder antara lain seperti penyakit parenkim ginjal atau aldosteronisme primer.
Mekanisme bagaimana hipertensi menimbulkan kelumpuhan atau kematian
berkaitan langsung dengan pengaruhnya pada jantung dan pembuluh darah.
Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi terhadap pemompaan
darah dari vetrikel kiri; sehingga beban kerja jantung bertambah. Sebagai akibatnya,
terjadi hipertrofi vetrikel untuk meningkatkan kekuatan kontraksi. Akan tetapi
kemampuan ventrikel untuk mempertrahankan curah jantung dengan hipertrofi
kompensasi akhirnya terlampaui dan terjadi dilatasi serat payah jantung. Jantung
menjadi semakin terancam oleh parahnya ateroskerotik koroner. Bila proses
6 | P a g e
aterosklerotik berlanjut, penyediaan oksigen miokardium berkurang. Peningkatan
kebutuhan oksigen pada miokardium terjadi karena hipertrofi ventrikel dan
akhirnya peningkatan beban kerja jantung sehingga akhirnya akan menyebabkan
angina atau infark miokadium. Sekitar separuh kematian akibat hipertensi
disebabkan oleh MI atau gagal jantung.
Kerusakan pembuluh darah akibat hipertensi terlihat jelas di seluruh
pembuluh darah perifer. Perubahan pembuluh darah retina yang mudah diketahui
melalui pemeriksaan oftalmoskopik, sangat berguna untuk menilai perkembangan
penyakit dan respon terhadap terapi yang dilakukan. Aterosklerosis yang
dipercepat dan nokrosis medial aorta meruapakn faktor predisposisi terbentuknya
aneurisme dan diseksi. Perubahan struktrur dalam arteri-arteri kecil dan arteriola
menyebabkan penyumbatan pembuluh darah progresif. Bila pembuluh darah
menyempit maka aliran darah arteri terganggu dan dapat menyebabkan
mikroinfark jaringan. Akibat perubahan pembuluh darah ini paling nyata terjadi
pada otak dan ginjal. Obtruksi atau ruptur pembuluh darah otak merupakan
penyebab sekitar sepertiga kematian akibat hipertensi. Sklerosis progresif
pembuluh darah ginjal mengakibatkan disfungsi dan gagal ginjal yang juga dapat
menimbulkan kematian. Hipertensi kronis juga merupakan penyebab kedua
terjadinya gagal ginjal stadium akhir dan 21% kasus membutuhkan terapi
penggantian ginjal.
Tujuan pengobatan penderita hipertensi idiopatik atau esensial adalah untuk
mencegah mobiditas dan motalitas yang disebabkan oleh gangguan dengan
menggunakan cara yang paling nyaman. Tujuan utamanya adalah untuk mencapai
tekanan darah yang kurang dari 140/90 mmHg dan mengendalikan setiap faktor
risiko kardiovaskular melalui perubahan gaya hidup. Apabila perubahan gaya hidup
tidak cukup memadai untuk mendapatkan tekanan darah yang diinginkan, maka
harus dimulai dengan terapi obat.
7 | P a g e
8 | P a g e
GeneticObesitasAlcoholDMHipotiroidismeSindrom nefrotik
hiperlipidemia
↑kolesterol
↑LDL
teroksidasi
inflamasiBercaklemak
DisfungsiEndotel
radikalbebas
MenonaktifkanNO
Proliferasi Otot polos
Pembuluh darah
↑HDL hemosistein↑
Mencegah fungsiAntitrombosit
Dan Vasodilator
CocainDan
amphetamine
Penyakit pembuluh darahPremature
DefisiensiAsam
Folat, B6, dan B12
Rokok
Derivate nikotin
Menumpuk di pembuluh
darah
KepribadianType A
AmbisiusAgresif
Merasa diburu waktu
stress
↑katekolamin
Aterosklerosis
VasospasmeArteri
Koronaria
PenyempitanLumenArteri
koronaria
Plak PerubahanMorfologi
Plak
Rusak TromboksanA2
Endokarditis
Vegetasi padaKatup mitralAtau aorta
Embolus
PATOFISIOLOGI
9 | P a g e
PerubahanMorfologi
Plak
Pembentukanfisura
Rupture Plak Embolisasi debris
Ateromatosa kePembuluh Koroner
distalPerdarahan
PadaPlak
Agregasitrombosit
Pembesaranplak
Thrombin
trombus
SumbatanTotal
InfarkMiokard
Akut
SumbatanTidak total
Dan dinamik
Thrombus mural
Non oklusit
Potongan kecilBahan
Trombolitik
EmbolusCabangDistal
Mikroinfark
UnstableAngina
AritmiaLethal
SuddenDeath
10 | P a g e
InfarkMiokardium
GangguanGerakan jantung
PerubahanHemodinamik
Hipertensi ↑tekanan darah sistemik
↑resistensi terhadapPemompaan ventrikel kirirKebutuhan 02↑
Hipertrofiventrikel
Bahan kerja jantung ↑
Berat, dilatasiDan payah jantung
Keracunan CO Penyakit paru Akut
↓O2 ke ototjantung
Hipoksia Metabolisme Anaerob
EnergySedikit
Asam laktatiskemia
nekrosis
Kekuatankontraksi↓
pH↓
asidosis
PenyempitanLumen
Arteri koroner
Tampak memarDan sianotik
metabolit ↓curah jantung(↓volume sekuncup)
Edema sel-sel,Respon peradangan
Dengan infiltrasileukosit
Enzim
CK
CK-MB
Troponin
Protein Creaktif
ReseptorSerat nyeri
Nyeri dadaHari ke-2 dan 3
Degradasi jaringanDan pembuangan
SemuaSerabut nekrotik
Jaringan parut(jaringan ikat fibrosa
Menggantikan otot nekrosis)
↓fungsi jantung
↑volumeventrikel
↑tekananJantung kiri
↑tekanan akhir diatolikVentrikel kiri dan
↑tekanan baji kapilerParu-paru
11 | P a g e
InfarkMiokardium
Ventrikel kiri
Infark transmural(seluruh tebal
Dinding)
Infark subendokardial(separuh bagian
Dalam Miokardium)
↓daya kontraksi
Gerakan dindingAbnormal
Perubahan dayaKembang ventrikel
↓volumesekuncup
↓fraksiejeksi
↑volume akhirSistolik dan
Volume akhirdiastolik
↑tekanan akhirDiastolic
Ventrikel kiri
Kompensasi
↑frekuensi denyut jantungdan kekuatan
kontraksi
VasokontriksiUmum
Retensi airDan Na
DilatasiVentrikel
HipertrofiVentrikel
Infark Miokard
Iskemik > 30-40 mnt dapat menyebabkan kerusakan irreversible otot jantung yang
berujung pada infark miokardium.
Otot yang mengalami infark akan mengalami serangkaian perubahan pada proses
penyembuhan. Mula-mula otot yang mengalami infark tampak memar dan sianotik
akibat penurunan aliran darah regional. Setelah 24 jam timbul edema pada sel-sel,
respon peradangan disertai
Patogenesis
12 | P a g e
otot yang mengalami infark tampak memar dan sianotik akibat penurunan aliran darah regional
edema pada sel-sel, respon peradangan disertai infiltrasi leukosit
degradasi jeringan dan pembuangan serabut nekrotik
terbentuk jaringan parut (jaringan ikat fibrosa mulai menggantikan otot nekrosis)
jaringan parut terbentuk sempurna
24 jam
Hari 2-3
Sekresi enzim-enzim jantung
Dinding Nekrotik menipis
Minggu ke-3
Minggu ke-6
MANIFESTASI KLINIK
Ditandai dengan Trias Diagnostik
Gambaran Klinik
o Nyeri Dada: ditemukan pada mayoritas pasien (80%), gejala mirip
pada angina (rasa tertekan, seperti diremas dll dan ditemukan
didaerah pekordal dan dapat menjalar kerahang, bahu kiri dan lengan
kiri) tetapi durasinya lebih panjang (minimal 30 mnt). Dapat disertai
sesak napas dan keringat dingin. Pada beberapa pasien nyeri dapat
sangat berat, tapi dapat pula ringan dan seringkali tersamar sebagai
nyeri dari epigastrium.
o Sesak Napas: dapat disebabkan peningkatan mendadak tekanan akhir
diastolik mengindikasikan kegagalan ventrikel sinistra. Pada infark
tanpa gejala, sesak napas berlanjut dapat menggambarkan kegagalan
VS.
o Gejala Gastrointestinal: dikarenakan aktivasi sistem vagal yang
banyak ditemukan pada infark inferior.
Pada beberapa pasien infark, gambaran klinis dapat asimtomatik (20-60% dari
kasus). Umumnya pada kasus infark yang tidak fatal. Untuk dapat mendiagnosis
adanya infark biasanya dapat dilakukan dari penemuan pada pemeriksaan EKG
rutin.
Perubahan EKG: EKG memiliki tingkat akurasi prediktif positif sekitar 80%. Jadi,
penampakan EKG normal tidak serta merta menghilangkan diagnosis infark
miokard. Umumnya pada pasien infark menunjukkan abnormalitas gelombang
EKG yang dibagi atas dua kriteria, pertama EKG infark gelombang Q dan kedua
EKG infark gelombang non-Q.
Infark gelombang Q: penampakan EKG menunjukkan elevasi segmen ST, invesi
gelombang T dan gelombang Q patologis pada sadapan yang terletak dibagian
miokard yang mengalami infark. Elevasi segmen ST disebabkan repolarisasi
inkomplet pada miokard yang rusak. Depresi segmen ST akan didapat pada lead
yang berlawanan dengan lokasi infark. Sedangkan gelombang Q patologis akan
13 | P a g e
terlihat sebagai gelombnag Q dengan durasi >30 ms dan amplitudo > 25%
gelombnag R. Gelombang T dan segmen ST akan kembali seperti semula setelah
beberapa hari pasca infark sedangkan gelombang Q biasanya akan bertahan
cukup lama.
Infark gelombang non-Q: gambaran EKG menunjukan penurunan segmen st
sementara atau inversi gelombang T (atau keduanya) pada sadapn yang
dipasang didaerah infark. Infark gelombang non-Q ditemukan pada sekitar 30%
kasus infark miokard. Perubahan ini menetap selama 72 jam.
Peningkatan Biomarker Kimiawi: biomarker kimia adalah enzim atau zat yang
disekresikan pada saat terjadi infark (oleh jantung atau organ tubuh lain, ex.
Hepar) yang menunjukkan peningkatan jumlah dalam plasma dan dapat
digunakan sebagai penanda adanya infark. Beberapa zat yang dapat digunakan
sebagai biomarker infark miokard antara lain:
o Kreatine Kinase: adalah enzim yang disekresikan ketika terjadi cedera otot.
Ada tiga fraksi isoenzim kreatinine kinase, yaitu CK-MM yang dapat
ditemukan pada otot skelet, CK-BB yang umumnya terdapat pada aringan
otak dan tidak ditemukan dalam plasma, dan CK-MB yang terutama didapat
pada jantung (dalam jumlah sangat kecil dapat disekresikan otot skelet).
Kadar kreatine kinase serum akan meningkat setelah 6-8 jam setelah infark
dan mencapai kadar puncaknya setelah 24 jam, lalu akan kembali menurun
setelah 24 jam berikutnya (2-3 hr).
o Troponin jantung spesifik T dan I: kedua jeis troponin ini adalah protein
regulator yang terletak dalam aparatus kontraktil miokard yang
mengendalikan hubungan aktin dan miosin yang diperantarai kalsium.
Keduanya merupakan petanda spesifik untuk cedera sel miokard dan akan
meningkat jumlahnya dalam plasma setelah 4-6 jam pasca infark dan
menetap selama 10 hari kemudian. Troponin juga dapat meningkat pada
pasien angina tak stabil, tapi biasanya pasien ini memiliki CPK normal.
14 | P a g e
o Protein-C reaktif: merupakan zat petanda inflamasi. Peningkatan CRP
dalam serum tekain proses inflamasi pada lesi arterosklerotik dari
destabilisasi plak.
o Aspartat Amino Transferase (ATT): merupakan enzim non-spesifik yang
dapat digunakan sebagai bagian skreening biokimiawi. Kadar enzim ini
akan meningkat dalam plasma setelah 12 jam dan menuncak pada 36 jam
kemudian kembali kenormal dalam 4 hari.
o Laktat Dehidrogenase (LDH): enzim ini digunakan untuk mendeteksi infark
lanjut. Enzim ini meningkat pada 24 jam dan mencapai puncak pada 3-6
hari dan akan bertahan selama 2 minggu pasca infark.
PEMERIKSAAN FISIK DAN PENUNJANG
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi umum
o Pada inspeksi mungkin dapat dilihat penderita nampak sesak nafas,
kesakitan, pucat, dan sebagainya. Terlihat adanya distensi vena, pulsasi yang
berlebihan, kaki bengkak
o mengecek apakah ada tanda-tanda warna biru pada kulit terutama disekitar
kuku dan bibir, yang menandakan kekurangan oksigen.
o Dirasakan olek dokter apakah kulit terasa hangat atau dingin, bila dingin
berarti ada pebengkakan ( edea). Pebengkakan disekitar tumit menandakan
tidak cukup darah sapai ke area tsb.
Auskultasi
o Menggunakan stetoskop untuk endengarkan secara teliti suara jantung pada
waktu kontraksi dan relaksasi merupakan tehnik diagnostic yang paling tua
dan sederhana.
o Dengan mendengar suara nadi dapat mengepaluasi irama dan kecepatan
nadi apakah terlalu cepat, labat atau sesuai dengan seharusnya bila aliran
turbulen yang engindikasi adanya desis berarti ada yang tidak beres.
o Pemeriksaan arteri
15 | P a g e
Pada umumnya semakin keras jantung memompa dan semakin sempit arteri-
arteri itu, semakin tinggi tekanan darahnya. Dan tekanan darah sebaiknya
diukur ketika sedang beristirahat dengan tenang.
o Pemeriksaan nadi
Mendengar laju, iraa jantung dan suara nafas dengan merasakan denyut
pergelangan carotid arteries dileher dengan itu dapat dinyatakan apakah
denyut nadi teratur atau tidak teratur. Bila dengan stetoskop dapat endengar
kualitas suara katub ketika suara aliran yang bergolak melalui katub-katub
atau struktur jantung lainnya.
Palpasi
o mengetuk pada dada dapat eberikan petunjuk tentang bagaimana cairan
mungkin telah berkumpul di antara paru-paru dan dinding dada atau tentang
area paru-paru yang ungkin mengalai infeksi atau peradangan.
Pemeriksaan Penunjang
Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan aktifitas listrik jantung atau gambaran elektrokardiogram
(EKG) adalah pemeriksaan penunjang untuk memberi petunjuk adanya PJK.
Dengan pemeriksaan ini kita dapat mengetahui apakah sudah ada tanda-
tandanya. Dapat berupa serangan jantung terdahulu, penyempitan atau
serangan jantung yang baru terjadi, yang masing-masing memberikan
gambaran yang berbeda.
Foto rontgen dada
Dari foto rontgen dada dapat menilai ukuran jantung, ada-tidaknya
pembesaran. Di samping itu dapat juga dilihat gambaran paru. Kelainan pada
koroner tidak dapat dilihat dalam foto rontgen ini. Dari ukuran jantung dapat
dinilai apakah seorang penderita sudah berada pada PJK lanjut. Mungkin PJK
lama yang sudah berlanjut pada payah jantung. Gambarannya biasanya
jantung terlihat membesar.
Pemeriksaan laboratorium
Dilakukan untuk mengetahui kadar trigliserida sebagai factor resiko. Dari
16 | P a g e
pemeriksaan darah juga diketahui ada-tidaknya serangan jantung akut
dengan melihat kenaikan enzim jantung.
Kateterisasi jantung
Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya penyempitan atau malahan
mungkin tidak ada penyumbatan. Penyempitan atau penyumbatan ini dapat
saja mengenai beberapa tempat pada satu pembuluh koroner. Bisa juga
sekaligus mengenai beberapa pembuluh koroner. Dari hasil kateterisasi
jantung ini akan dapat ditentukan penanganan lebih lanjut, apakah pasien
cukup hanya dengan obat saja, disamping mencegah atau mengendalikan
factor resiko atau memerlukan intervensi dengan balon.
PENATALAKSANAAN PENYAKIT JANTUNG KORONER
Pengobatan yang dilakukan berdasarkan manifestasi klinis / komplikasi yang
terjadi
1. Angina pectoris stabil
prinsip pengobatan ialah menjaga agar suplai O2 selalu seimbang
dengan kebutuhan O2 miokard
Medikamentosa : golongan nitrat, Ca-antagonist, beta bloker, anti
trombogenik
Pengendalian pada factor resiko
Angiografi koroner pengobatan dengan Precutaneus Transluminal
Coronary Angioplasty (PICA) atau Coronary Bypass Surgery (CABG)
2. Angina tak stabil
Medikamentosa : analgesic, O2, anti trombotik, nitrat, Ca-anatgonis,
beta bloker, anti koagulan
Bila nyeri menetap : angiografi koroner dengan PTCA atau CABG
3. Variant Angina
Medikamentosa : dengan nitrat, Ca-antagonist, alpha bloker
17 | P a g e
Pemakaian beta-bloker dan anti trombotik (asam salisilat) akan
memperberat keluhan penderita
4. Infark Miokard Akut
Prinsip : untuk perbaikan aliran darah dan mengurangi kebutuhan
akan O2
Medikamentosa :
Nitrat : menyebabkan venodilatasi penurunan venous return
penurunan preload penurunan O2 demand
Aspirin : antitrombotik
Trombolitik terapi : untuk melakukan perbaikan aliran darah
koroner secepat mungkin. Revaskularisasi dapat dilakukan dengan
obat-obat trmbolitik seperti streptokinase, urokinase, dll. Terapi ini
sangat bermanfaat bila diberikan pada jam – jam pertama sampai 12
jam setelah onset infark.
Beta bloker : menurunkan kontraktilitas jantung << kebutuhan O2,
juga berfungsi sebagai antiaritmia
ACE inhibitor : untuk IMA yang disertai hipertensi dan gagal jantung
asalkan TD sistolik > 90 mmHg
- Laxantia
- Diet
- Modifikasi factor resiko
18 | P a g e
Penatalaksanaan IMA dengan Elevasi Segmen ST
19 | P a g e
Tujuan utama :
- diagnosis cepat
- menghilangkan nyeri dada
- penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan
- pemberian anti trombotik dan terapi antiplatelet
- pemberian obat penunjang
- tatalaksana komplikasi IMA
Tatalaksana awal :
Pra rumah sakit
meliputi :
- pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis
- segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan resusitasi
- transportasi pasien ke RS yang memiliki fasilitas ICCU
- melakukan terapi reperfusi
Di ruang emergensi
Tujuan :
- mengurangi / menghilangkan nyeri dada
- identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi segera
- triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di RS
- menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI
Tatalaksana umum :
1. Oksigen
harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%
pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi, dapat diberikan O2
selama 6 jam pertama
2. Nitrogliserin (NTG)
20 | P a g e
secara sublingual dengan dosis aman 0,4 mg; dapat diberi sampai 3
dosis dengan interval 5 menit
indikasi : untuk mengurangi nyeri dada, menurunkan kebutuhan
oksigen miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan
suplai O2 miokard dengan cara dilatasi BV koroner yang terkena
infark atau BV kolateral
jika nyeri dada terus berlangsung, atau untuk mengendalikan HT atau
edema paru : diberi NTG intravena
CI : pasien dengan TD sistolik <90 mmHg, pasien yang dicurigai
menderita infark ventrikel kanan, pasien yang memakai
phosphodiesterase-5 inhibitor sildenafil karena menimbulkan efek
hipotensi nitrat
Untuk mengurangi/menghilangkan nyeri dada
3. Morfin
sangat efektif
dosis 2-4 mg, dapt diulang dengan interval 5-15 m3nit sampai dosis
total 20 mg.
ES :
Konstriksi vena dan arteriol melalui penurunan simpatis pooling
vena << curah jantung & tekanan paru
Efek vagotonik bradikardi atau blok jantung derajat tinggi
diatasi dengan atropine 0,5 mg IV
4. Aspirin
di ruang emergensi :
dengan dosis 160-325 mg secara absorpsi bukkal
cara kerja : inhibisi cepat COX trombosit reduksi kadar tromboksan
A2
pemberian selanjutnya : oral, dengan dosis 75-162 mg
5. Penyekat Beta
diberi jika pemberian morfin tak efektif
21 | P a g e
regimen yang biasa diberikan :
metoprolol 5 mg tiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat
frekuensi jantung >60/menit, TD sistolik >100 mmHg, interval PR
<0,24 detik, ronki tak lebih dari 10 cm dari diafragma.
Lima belas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan
metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jem selama 48 jam,
dilanjutkan dengan 100 mg tiap 12 jam
6. Terapi reperfusi
Dengan terapi fibrinolitik atau PCI
reperfusi dini akan menyebabkan :
Memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat disfungsi
dan dilatasi ventrikel, mengurangi kemungkinan pasien STEMI
berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventricular yang
maligna
ES : perdarahan
Langkah – langkah dalam memilih terapi reperfusi :
1. Nilai waktu dan resiko
meliputi : waktu sejak onset gejala, risiko STEMI, risiko fibrinolisis,
waktu yang dibutuhkan untuk transport ke lab PCI yang mampu
2. Tentukan mana yang lebih disukai
Fibrinolisis umumnya lebih disukai jika :
- presentasi awal <3jam atau kurang dari onset gejala dan
keterlambatan ke strategi invasive
- strategi invasive bukan merupakan pilihan
- lab kateterisasi belum tersedia
- kesulitan akses vascular
- tak ada akses ke lab PCI yang mampu
- terlambat untuk strategi invasive
- contoh obat fibrinolitik : streptokinase, tenekteplase, dll
Strategi invasive umumnya lebih disukai jika :
22 | P a g e
- lab PCI tersedia
- adanya risiko tinggi STEMI : syok kardiogenik
- adanya CI fibrinolisis (meningkatnya risiko perdarahan, perdarahan
intracranial)
- onset gejala >3 jam yang lalu
- diagnosis STEMI tidak yakin
Tatalaksana di rumah sakit
ICCU
1. Aktivitas : harus istirahat dalam 12 jam pertama
2. Diet :
pasien harus puasa atau hanya minum cair dengan mulut dalam 4-12
jam pertama risiko muntah dan aspirasi
mencakup : lemak <30 % kalori total, kandungan kolesterol < 300
mg / hari
makanan diperkaya serat, K, Mg, rendah Na
3. Bowels
istirahat di tempat tidur & penggunaan narkotik efek:konstipasi harus
diet tinggi serat dan pemakaian pencahar ringan
4. Sedasi
untuk memeprtahankan periode inaktivitas dengan penenang diazepam 5
mg atau oksazepam 15-30 mg atau lorazepam 0,5-2 mg , 3-4x/hari
Terapi Farmakologis
1. antitrombotik
tujuan primer : memantapkan dan mempertahankan patensi A.
koroner yang terkait infark
23 | P a g e
tujuan sekunder : menurunkan tendensi pasien menjadi thrombosis
preparat : aspirin, inhibitor glikoprotein, unfractioned heparin (UFH)
inhibitor glikoprotein : mencegah komplikasi thrombosis pada pasien
STEMI yang menjalani PCI
unfractioned heparin (UFH) : merupakan obat standar. Fungsinya
untuk membentu trombolisis dan memantapkan dan
mempertahankan patensi arteri yang terkait infark
obat alternative : low molecular weight heparin (LMWH)
2. Penyekat beta
Jika diberi secara akut : memperbaiki keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen miokard, mengurangi nyeri, mengurangi luasnya
infark, menurunkan risiko kejadian aritmia ventrikel yang serius
Jika diberi pasca infark : untuk pencegahan sekunder
CI : pasien dengan gagal jantung atau fungsi sistolik ventrikel kiri yang
sangat menurun, blok jantung, hipotensi ortostatik, riwayat asma
3. Inhibitor ACE
harus diberikan dalam 24 jam pertama pasien STEMI
diberikan tanpa batas pada pasien gagal jantung, penurunan fungsi
ventrikel kiri, dan pada pasien hipertensif
Penatalaksanaan Pasien IMA dengan Tanpa Elevasi Segmen ST
Penatalaksanaan :
a) Terapi antiiskemia
untuk menghilangkan nyeri dada dan mencegah nyeri dada berulang
1. Nitrat
sama seperti pada STIMA
jika nyeri dada sudah hilang dapat diganti dengan NTG oral
CI absolute : hipotensi, pemakaian sildenafil atau obat sekelasnya
dalam 24 jam sebelumnya
24 | P a g e
2. Penyekat beta
b) Terapi antitrombotik
untuk mengatasi oklusi thrombus sub total
c) Terapi antiplatelet
1. Aspirin
dipakai untuk menghambat COX-1
dapat timbul sindrom resistensi aspirin pada pemberian aspiran.
Sindrom ini berupa kegagalan relative untuk menghambat agregasi
platelet dan/atau kegagalan untuk memperpanjang waktu
perdarahan, atau perkembangan kejadian klinis sepanjang terapi
aspirin. Pasien dengan resistensi ini memiliki risiko tinggi kejadian
rekuren.
Jika terjadi, sebaiknya diberikan klopidogrel bersama aspirin
2. Klopidogrel (Thienopyridine)
kerjanya memblok reseptor ADP P2Y pada permukaan platelet
menginhibisi aktivasi platelet
berfungsi untuk menurunkan kejadian infark miokard, walaupun
kecenderungan kematian dan strok tidak bermakna secara statistic.
ES : perdarahan
Indikasinya untuk pasien yang :
- direkomendasikan sebagai obat lini pertama dan ditambahkan
aspirin, kecuali pada pasien dengan resiko tinggi perdarahan dan
pasien yang memerlukan CABG segera.
- pada pasien yang direncanakan untuk mendapat pendekatan non
invasive dini
- yang diketahui tidak merupakan kandidat operasi koroner segera
berdasar pengetahuan sebelumnya tentang anatomi
koroner/memiliki CI untuk operasi
- kateterisasi ditangguhkan /ditunda selama >24-36 jam
3. Anatgonis GP IIb/IIIa
25 | P a g e
dapat mengurangi insidens kematian atau infark miokard pada pasien
NSTEMI yang menjalani PCI
Dan disarankan diberikan pada pasien dengan troponin positif yang
menjalani angiografi
d) Terapi antikoagulan
1. UFH (unfractioned Heparin)
baik jika dikombinasikan dengan aspirin
Kerugian pemakaian UFH :
ikatan yang non spesifik inaktivasi platelet, endotel vascular, fibrin,
platelet factor 4,dan sejumlah protein sirkulasi
karena manimbulkan efek antikoagulan pemberiannya harus
memerlukan monitoring ketat, pengaturan dosis, den membutuhkan
infuse IV kontinu
2. LMWH (Low Molecular Weight Heparin)
tidak menimbulkan efek antikoagulan dan trombositopenia
merupakan inhibitor utama pada sirkulasi thrombin dan juga pada
factor X a sehingga obat ini tak hanya mempengaruhi kinerja
thrombin dalam sirkulasi tetapi juga mengurangi pembentukan
thrombin
Keuntungan : absorpsi cepat & dapat diprediksi setelah pemberian sub
kutan
e) Terapi Invasif
meliputi arteriografi koroner dini dilanjutkan dengan revaskularisasi
Strategi Revaskularisasi pada NSTEMI
26 | P a g e
kateterisasi jantung
dikeluarkan dari protokol
tidak
3 vessel disease atau 2 vessel disease dengan keterlibatan LAD proksimal
1 atau 2 vessel disease
disfungsi ventrikel kiri
atau DM dalam terapi
terapi medicPCI atau CABG
CABGyaPCI atau CABGtidakPCI atau CABG
tidakPJK
CABGya
kelainan pada left main
f) Perawatan sebelum meninggalkan RS dan sesudah perawatan RS
Tes stress non invasive dilakukan pada pasien risiko rendah dan
pasien yang hasil tesnya menunjukkan gambaran risiko tinggi
menjalani angiografi koroner revaskularisasi
Tatalaksana predischarge dan pencegahan sekunder
Tatalaksana pada factor resiko :
mencapai BB optimal, nasihat diet, menghentikan merokok, olahraga,
pengontrolan HT, tatalaksana DM & deteksi dini DM sebelumnya
KOMPLIKASI PENYAKIT JANTUNG KORONER
Komplikasi yang potensial terdapat pada unstable angina termasuk
kematian(5%-10%) atau peningkatan infark (10%-20%)setelah beberapa hari dan
minggu berikutnya. Sekali infark terjadi, khususnya STEMI, komplikasi dapat terjadi
karena peradangan, mekanis dan kelainan listrik yang menyebabkan nekrosis pada
miokardium. Komplikasi cepat berasal dari nekrosis miokardial sendiri dan akan
mengalami peningkatan beberapa hari sampai minggu setelah terlihat gambaran
peradangan dan penyembuhan dari jaringan nekrotik.
1. Iskemia berulang
Indikasi adanya sisa aliran darah kloroner yang inadekuat sedikit sekali
tanda dan hubungan dengan peningkatan resiko infark berulang. Pasien sangat
sangat membutuhkan kateterisasi, biasanya didikuti dengan revaskularisasi dengan
tehnik prekutaneus atau bedah artery koroner.
2. Aritmia
Berikut mekanisme yang berkontribusi untuk terbentuknya aritmia setelah
infark miokard:
Gangguan anatomis perfusi ke system konduksi.
27 | P a g e
Akumulasi dari produk metabolisme yang bersifat toksik seperti
asidosis seluler dan konsentrasi abnormal dari ion transelular.
Stimulasi saraf autonom
Kerja obat-obat yang berpotensi menyebabkan aritmia
3. Disfungsi Miokardium
Gagal Jantung
iskemik miokard akut mengakibatkan kontraktilitas ventrikel terganggu dan
meningkatkan kekakuan mokardium. Keduanya akan membawa ke gejala
gagal jantung, selain itu perubahan ventrikel, aritmia, dan komplikasi infark
miokard mekanis akut dapat memuncak ke gagal jantung.
Syok Kardiogenik
Dapat terkjadi karena:
Hiotensi sehingga menurunkan perfusi koroner dan mengakibatkan
iskemik
Berkurangnya volume sekuncup sehingga mengakibatkan hipertrofi
ventrikel kiri dan sehingga terjadi peningkatan kebutuhan
oksigennya.
4. infark ventrikel kanan
pasien dengan infark regio ventrikel kiri inferior seringkali berkembang
menjadi nekrosis di ventrikel kanan karena perfusi keduanya berasal dari
arteri koroner yang sama, sehingga akan mengakibatkan gangguan kontraksi
dan bekurangnya pemenuhan ventrikel kanan dan berkomplikasi menjadi
gagal jantung kanan.
5. komplikasi mekanik
rupture muskulus papillaris
nekrosis iskemik dan rupture dari muskulus papillaris ventrikel kiri
sangat cepat berakibat fatal, karena dapat terjadi regurgitasi mitral
28 | P a g e
berat yang mengakibatkan leaflet katup sehingga kehilangan
pegangannya.
rupture dinding ventrikel
rupture pada ventriekl kiri karena robekan pada miokardium yang
nekrotik dapat terjadi dalam minggu kedua setelah infark
miokardium
rupture septum ventrikel
komlikasi ini dianalogikan sama dengan rupture dinding ventrikel
aneurisme ventrikel
dapat terjadi berminggu-minggu sampai berbulan-bulan setelah fase
akut infark miokard. Komlikasi ini meningkat seiring dengan
melemahnya dinding ventrikel kiri, akan tetapi tidak menimbulkan
perforasi, oleh system pagositosis dari jaringan nekrotik akan
mengakibatkan lokalisasi pembengkakan keluar saat otot jantung
berkontraksi.
6. perikarditis
terjadi cepat setelah periode akut dari infark mokard karena infiltrasi dari
neutrofil menuju ke pericardium.
7. tromboembolism
aliran darah statis akan terjadi pada bagian ventrikel kiri yang
kotraktiltasnya terganggu setelah terjadi infark pada miokardiumnya, hal ini
kemungkinan akan menyebabkan pembentukkan thrombus. Khususnya
infark yangmelibatkan apeks atau saat aneurisme terbentuk kemudian dapat
membentuk tromboemboli pada infark.
29 | P a g e
PROGNOSIS PENYAKIT JANTUNG KORONER
Bergantung kepada besarnya infark, umur penderita dan cadangan tenaga
miokardium. 15 hingga 25 % meninggal dalam waktu 6 minggu, biasanya meninggal
dalam waktu 48 jam setelah serangan.
Kematian biasanya disebabkan oleh :
1. Fibrilasi ventrikel
2. Shock akibat kerusakan myocardium keras (9%)
3. Payah jantung (40%)
4. Ruptura jantung (5-10%)
5. Embolisasi trombus mural, sangat berbahaya bila tersangkut pada alat
tubuh vital seperti otak dan ginjal.
PENCEGAHAN PENYAKIT JANTUNG KORONER
Upaya pencegahan untuk menghindari penyakit jantung koroner yaitu dengan
memperbaiki gaya hidup dan mengendalikan faktor risiko sehingga mengurangi
peluang terkena penyakit jantung koroner.
Untuk pencegahan penyakit jantung dengan menghindari obesitas/kegemukan dan
kolesterol tinggi. Memulai dengan mengkonsumsi lebih banyak sayuran,buah-
buahan, padi-padian, makanan berserat lainnya dan ikan. Kurangi daging, makanan
kecil (cemilan), dan makanan yang berkalori tinggi dan banyak mengandung lemak
jenuh lainnya. Makanan yang banyak mengandung kolesterol tertimbun dalam
dinding pembuluh darah dan menyebabkan aterosklerosis yang menjadi pemicu
penyakit jantung dan stroke.
30 | P a g e
Berhenti merokok dan menghindari asap rokok dari lingkungan.
Merokok menyebabkan elastisitas pembuluh darah berkurang, sehingga
meningkatkan pengerasan pembuluh darah arteri, dan meningkatkan faktor
pembekuan darah yang memicu penyakit jantung. Perokok mempunyai
peluang terkena stroke dan jantung koroner sekitar dua kali lipat lebih tinggi
dibanding dengan bukan perokok.
Mengurangi minum alkohol.
Makin banyak mengkonsumsi alkohol maka kemungkinan stroke terutama
jenis hemoragik makin tinggi. Alkohol dapat menaikan tekanan darah,
memperlemah jantung, mengentalkan darah dan menyebabkan kejang arteri.
Olahraga atau aktivitas fisik
Olahraga dapat membantu mengurangi bobot badan, mengendalikan kadar
kolesterol, dan menurunkan tekanan darah yang merupakan faktor risiko
lain terkena jantung dan stroke
Menendalikan tekanan darah tinggi dan kadar gula darah
Hipertensi merupakan faktor utama terkena stroke dan juga penyakit
jantung koroner. Diabetes juga meningkatkan risiko stroke 1,5-4 kali lipat,
terutama apabila gula darahnya tidak terkendali.
Menghindari penggunaan obat-obat terlarang
seperti heroin, kokain, amfetamin, karena obat-obatan narkoba tersebut
dapat meningkatkan risiko stroke 7 kali lipat dibanding dengan yang bukan
pengguna narkoba.
31 | P a g e
DIAGNOSIS BANDING DENGAN PERIKARDITIS
Dengan kombinasi nyeri dada, demam dan pericardial friction rub, mungkin
sulit membedakan antara Perikarditis akut dan iskemia miokardium yang
berlangsung lama dengan nekrosis dan perikarditis sekunder.
Nyeri perikarditis khas diperburuk oleh inspirasi dalam, perubahan posisi
tubuh dan batuk.
Demam yang cepat muncul dan pericardial friction rub lebih
menggambarkan perikarditis daripada infark miokardium dengan perikarditis.
Tanda ini biasanya (tetapi tidak selalu) tertunda selama beberapa hari setelah
mulainya nyeri karena infark miokardium.
Kelainan Elektrokardiografi dalam perikarditis akut terbatas pada segmen S-
T dan gelombang –T. kompleks QRS tidak berubah, kecuali kadang-kadang ada
penurunan amplitudo karena efusi pericardium. Perubahan segmen S-T dan
gelombang –T karena cedera apikardium yang difus ditemukan terlazim dalam
pasien perikarditis, tetapi jarang bisa ditimbulkan oleh cedera epikardium apical
yang berhubungan dengan infark. Enzim jantung biasanya (tetapi tidak selalu)
normal pada pericardium idiopatik.
32 | P a g e
PERIKARDITISDefinisi
peradangan perikard parietalis (bagian luar pericardium, yang terdiri dari
jaringan elastic dan kolagen serta vili-vili penghasil cairan perikard dan
membungkus rongga perikard), visceral (pericardium yang melekat ke
miokardium), atau keduanya.
respon perikard terhadap peradangan bervariasi, antara lain berupa:
Akumulasi cairan atau darah (efusi perikard)
Deposisi fibrin
Proliferasi jaringan fibrosa
Pembentukan granuloma atau kalsifikasi.
Klasifikasi
Efusi perikard tanpa tanda tamponad
Tamponad jantung
Terjadi bila jumlah efusi perikard menyebabkan hambatan yang serius
aliran darah ke jantung (gangguan diastolic ventrikel)
Disebabkan oleh neoplasma, idiopatik atau uremia
Diagnosis:
PF:
Keadaan umum penderita tampak buruk/berat
TD <<
Tekanan vena jugularis >> tanda kusmaule (penurunan
vena jugularis pada saat inspirasi), takikardi, nadi lemah
dengan tekanan nadi kecil, bunyi jantung lemah, napas
cepat
Pelebaran area pekak prekordial
Pulsus paradoksus (penurunan tekanan sistolik >10mg
pada inspirasi)
33 | P a g e
terjadi karena pembesaran ventrikel kanan akibat
inspirasi
Menekan septum dan rongga ventrikel kiri
Volume ventrikel kiri <<
Penurunan curah jantung sekuncup
PP:
Foto toraks menunjukkan paru yang relative bersih kecuali
bila penyebabnya tumor paru/radang paru; bayangan
jantung yang besar bentuk kendi (bila cairan >250ml)
dengan pulsasi yang kurang pada fluroskopi
EKG menunjukkan pengurangan voltase QRS (low voltage)
dan electrical alternans
Ekokardiografi menunjukkan efusi perikard moderat atau
berat (echo free spase di ruang depan jantung di bawah
sternum dan dinding belakang jantung); swinging heart
dengan kompresi diatolik vena cava, atrium kanan, atau
ventrikel kanan.
Katerisasi menunjukkan peninggian tekanan atrium
dengan gelombang X yang prominen serta gelombang Y
yang berkurang atau menghilang; tekanan keempat ruang
jantung tampak sama; tampak lebih jelas pulsus alternans
Penatalaksanaan:
Pungsi perikard (karena temponad merupakan keadaan darurat
Pengobatan sesuai penyebabnya berdasarkan etiologi (seperti
pada perikarditis)
Perikarditis akut
Peradangan primer ataupun sekunder pericardium parietalis/viseralis
atau keduanya.
34 | P a g e
Etiologi :
Virus
Bakteri
Tuberculosis
Jamur
Uremia
Neoplasia
Autoimun
Trauma
infark jantung
Idiopatik
Gejala :
sakit/nyeri dada yang tajam, retrosternal, atau sebelah kiri
(tambah sakit bila bernapas, batuk, atau menelan)
rasa sulit bernapas karena nyeri pleuritik atau karena efusi
perikard.
Diagnosis:
PF :
Friction rub presistolik, sistolik, atau diastolic
Tanda temponad (bila efusi banyak atau cepat terjadi)
PP:
EKG menunjukkan elevasi segmen ST; gelombang T umumnya
ke atas kecuali bila ada miokarditis akan ke bawah (inversi)
Foto jantung normal atau membesar (bila ada efusi perikard)
Foto paru normal atau patologi (bila disebabkan tumor paru,
TBC, dll)
Pemeriksaan laboratorium (untuk mencari penyebab
peradangan dari sediaan darah, cairan perikard atau biopsy
perikard):
Leukosit
Ureum
35 | P a g e
Kreatinin enzim jantung
Mikrobiologi
Parasitologi
Serologi
Virologis
Patologis
Imunologis
Ekokardiografi, untuk:
Menunjukkan efusi perikard, perkiraan jumlah, dan
lokasinya
Menilai kontraktilitas ventrikel kiri (akan terganggu bila
ada miokarditis)
Membedakan perikarditis dengan infark.
Penatalaksanaan:
Semua penderita harus dirawat untuk menilai/ observasi
timbulnya temponad (1 dalam 10 perikarditis akut) dan
membedakannya dengan infark jantung akut.
OAINS (Obat Anti Inflamasi Non Steroid) sebagai dasar
pengobatan medikamentosa (mengurangi rasa sakit dan anti-
inflamasi)
Kortikosteroid (prednisolon oral 60 mg/hari) dipakai bila
sakitnya tidak teratasi dengan OAINS
Pungsi perikard untuk tindakan diagnostic sebagai pungsi terapi
bila timbul temponad.
Kolkisin 1-2 mg/hari untuk perikarditis rekuren (non-
bakterial/virus yang dibuktikan dengan PCR)
Perikarditis konstruktif
Etiologi:
Idiopatik
Pasca perikardiotomi
TBC
36 | P a g e
Radiasi
Keganasan
Bekas perikarditis purulen
Uremia
Rheumatoid arthritis
LES (Lupus Eritomatosus Sistemik)
Obat
Prognosis:
Penebalan
Fibrosis
Fusi visceral dan parietal perikard yang mengurangi rongga
perikard
Diagnosis:
PF:
Penderita tampak seperti mengalami gagal jantung kronik
keluhan disebabkan penurunan curah jantung seperti lelah,
takikardi dan bengkak
Menunjukkan tanda gagal jantung kanan seperti tekanan vena
jugularis >> dengan tanda kusmuale, pembesaran hati, asites,
dan edema tungkai
PP:
Foto toraks menunjukkan perkapuran pada setengah pasien
(terutama pada etiologi TBC)
EKG menunjukkan voltase rendah atau gelombang T yang
datar (generalized T wave flatteing)
Ekokardiografi menunjukkan penebalan perikard, ada
tidaknya cairan perikard dan gerakan septum interventrikel
yang abnormal.
Ekokardiografi Doppler menunjukkan variasi aliran darah
yang besar saat sistolik melalui katup mitral dengan gambaran
konsrtiktif
37 | P a g e
CT scan/MRI menunjukkan penebalan dan kalsifikasi
periakrdium
Katerisasi jantung menunjukkan kesamaan tekanan akhir
diastolic dari keempat ruang jantung dengan gelomabang Y
yang dominan
Penatalakasanaan:
Diuretik untuk << gejala sesak dan retensi cairan
Reseksi periakd (perikardiektomi) merupakan terapi kausal
dan umumnya akan memperbaiki keluhan dan prognosis.
Patogenesis
Efusi perikard >> atau timbul cepat menghambat pengisian
ventrikel
volume akhir diastolik
Takikardi
Pada keadaan kritis
Gangguan sirkulasi
Tamponad jantung TD dan gangguan perfusi
Bila reaksi radang berlanjut
Fibrosis Perikard
Jaringan parut luas
Kalsifikasi dan juga terisi eksudat Menghambat diastolic
Ventrikel
Isi sekuncup << dan
semenit
38 | P a g e
akibatnya kongesti sistemik (perikarditis konstriktifa)
KESIMPULAN
39 | P a g e
Factor Resiko (Diabetes Melitus, dislipidemia, merokok)
atheroklerosis
Penyakit jantung koroner
DAFTAR PUSTAKA
Price, Sylvia Anderson & Lorraine McCarty Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit, Volume 1, Edisi 6. EGC: Jakarta.
Sudoyo, Aru W, dkk. 2007. Buku Ajar Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi IV. Balai Penerbit
FKUI: Jakarta.
Chung, Edward K. 1995. Petunjuk Praktis Penyakit Kardiovaskular. EGC : Jakarta
Fyler, Donald C. 1996. Kardiologi Anak Nadas, edisi terjemahan, Gadjah Mada
University: Yogyakarta
Joewono, BS. 2003. Ilmu Penyakit Jantung. Airlangga University Press. Surabaya
Robbins.2007.Buku Ajar Patologi edisi 7. Jakarta:EGC
Stanley L. Robbins, dkk, 2007, Buku Ajar Patologi Edisi 7, Jakarta : EGC.
Sudoyo, AW et al. 2000. Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam. Balai Penerbit FKUI :
Jakarta
40 | P a g e