Laporan TPT Update
-
Upload
alfi-stifronis -
Category
Documents
-
view
53 -
download
9
description
Transcript of Laporan TPT Update
i
TUGAS PERENCANAAN TRANSPORTASI LAUT – MS141321
ANALISIS LOGISTIK HORTIKULTURA SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN DAYA SAING PROSUK LOKAL : STUDI KASUS WILAYAH JAWA TIMUR Alfi Nur Shoba Stifronis N.R.P. 4411 100 022
Marissa Johani Oktaviana N.R.P. 4411 100 034 Dosen Pembimbing
Achmad Mustakim, S.T., MBA, M.T. Firmanto Hadi, S.T., M.Sc. JURUSAN TRANSPORTASI LAUT Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2015
ii
MARINE TRANSPORTATION PLANNING PROJECT – MS141321
LOGISTIC ANALYSIS OF HORTICULTURE IN EFFORT TO ENHANCING COMPETITIVENESS OF LOCAL PRODUCTS : CASE STUDY AREA EAST JAVA Alfi Nur Shoba Stifronis N.R.P. 4411 100 022
Marissa Johani Oktaviana N.R.P. 4411 100 034 Dosen Pembimbing
Achmad Mustakim, S.T., MBA, M.T. Firmanto Hadi, S.T., M.Sc. JURUSAN TRANSPORTASI LAUT Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2015
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian penelitian yang berjudul : ”ANALISIS
LOGISTIK HORTIKULTURA SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN DAYA SAING
PRODUK LOKAL : STUDI KASUS WILAYAH JAWA TIMUR”. Shalawat serta salam
tak lupa penulis sampaikan pada junjungan Nabi Besar Muhammad Rasulullah SAW yang telah
memberikan petunjuk jalan kebenaran bagi kita semua.
Penelitian ini dapat penulis selesaikan dengan baik berkat dukungan serta bantuan baik
langsung maupun tidak langsung dari semua pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Bapak Achmad Mustakim, S.T., MBA, M.T. selaku dosen pembimbing I dan Bapak
Firmanto Hadi, S.T., M.Sc. selaku dosen pembimbing II yang dengan sabar telah
meluangkan waktu memberikan bimbingan, ilmu dan arahan dalam menyelesaikan
penelitian ini.
2. Bpk. Ir Tri Achmadi, Ph .D selaku Ketua Jurusan Transportasi Laut.
3. Semua dosen Jurusan Transportasi Laut atas bimbingan serta ilmu yang telah
diberikan.
4. Kepada kedua orang tua kami yang senantiasa mendoakan kami dan memberi
semangat dalam mengerjakan Tugas ini.
5. Teman-teman Centerline pada umumnya dan teman-teman seperjuangan Seatrans
2011 pada khususnya yang selalu memberikan semangat dalam pengerjaan penelitian.
6. Semua pihak yang telah membantu didalam penyelesaian Penelitian ini yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu.
Kami menyadari bahwa penulisan Penelitian ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan penulisan selanjutnya.
Akhir kata, semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Surabaya, April 2015
Penulis
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................... iii
DAFTAR ISI .............................................................................................................................. 4
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................. 5
ABSTRAK ................................................................................................................................. 6
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 7
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................. 7
1.2 Perumusan Masalah .................................................................................................... 10
1.3 Batasan Masalah ......................................................................................................... 10
1.4 Maksud dan Tujuan Penelitian ................................................................................... 10
1.5 Manfaat Penelitian ...................................................................................................... 10
1.6 Hipotesis ..................................................................................................................... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................................. 12
2.1 Hortikultura ................................................................................................................ 12
2.2 Supply Chain Management ........................................................................................ 17
2.3 Manajemen Logistik ................................................................................................... 20
2.4 Daya Saing Produk ..................................................................................................... 21
2.5 Penelitian Terdahulu................................................................................................... 22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................................................. 25
3.1 Tahap Identifikasi Masalah ........................................................................................ 25
3.2 Tahap Perumusan Masalah dan Tujuan...................................................................... 25
3.3 Tahap Pengumpulan Data .......................................................................................... 25
3.4 Tahap Analisis Kondisi Eksisting .............................................................................. 26
3.5 Tahap Pengajuan Alternatif Logistik ......................................................................... 26
3.6 Tahap Analisis Perhitungan dengan Metode Optimasi .............................................. 26
3.7 Tahap Perhitungan Unit Cost ..................................................................................... 26
3.8 Tahap Analisis dengan Metode Benchmark ............................................................... 26
3.9 Diagram Alir.............................................................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 28
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Ketergantungan terhadap Komoditas Hortikultura Impor ......................................... 7
Gambar 2 Pasokan Produk Hortikultura di Indonesia ................................................................ 8
Gambar 3 Skema Proses Impor ................................................................................................ 17
Gambar 4 Indikator Daya Saing Logistik ................................................................................. 22
vi
ANALISIS LOGISTIK HORTIKULTURA SEBAGAI UPAYA
PENINGKATAN DAYA SAING PRODUK LOKAL : STUDI KASUS
WILAYAH JAWA TIMUR
Nama Penulis/NRP : Alfi Nur Shoba Stifronis (4411 100 022)
Marissa Johani Oktaviana (4411 100 034)
Jurusan/Fakultas : Transportasi Laut/Fakultas Teknologi Kelautan
Dosen Pembimbing : Achmad Mustakim, S.T., MBA, M.T.
Firmanto Hadi, S.T., M.Sc.
ABSTRAK
Ketergantungan terhadap produk hortikultura impor saat ini cukup tinggi. Berdasarkan hasil
survey cepat yang telah dilakukan Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VI terhadap sejumlah
pedagang hortikultura di Pulau Jawa menunjukkan adanya ketergantungan tinggi terhadap
komoditas hortikultura impor tertentu, seperti bawang putih (89-90%), jeruk (60-70%), wortel
(50-55%), apel (50-60%), kentang (45-55%), bawang merah (20-30%), dan cabai (20-25%).
Sebagian besar produk hortikultura diimpor dari China (47,1%), Thailand (12,9%), AS (8,3%),
India (5,1%), dan Australia (3,2%). Hal ini salah satunya disebabkan oleh masih buruknya
penanganan produk hortikultura lokal. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Jawa Timur
menunjukkan komoditas yang mampu diproduksi dalam kuantitas yang cukup banyak, namun
masih saja mengimpornya dari negara lain yaitu komoditas apel dan jeruk. Dalam penelitian ini
komoditas yang dibahas lebih dikhususkan pada komoditas apel manalagi dan jeruk siam.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode optimasi yang digunakan untuk
menentukan rute pengiriman dan moda transportasi yang paling optimum dengan biaya
distribusi yang ditimbulkan paling minimum terhadap produk hortikultura. Daerah yang
dianalisis dalam penelitian ini yaitu meliputi Provinsi Jawa Timur dengan tujuan pengiriman
ke Biak, Manokwari dan Jayapura. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan alternatif logistik
hortikultura di Jawa Timur yang dapat meningkatkan daya saing produk lokal.
Kata kunci: hortikultura, optimasi, logistik, daya saing
7
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asia (MEA) di akhir 2015 dapat menjadi peluang
sekaligus bencana bagi sektor pertanian, khususnya hortikultura. Hal ini disebabkan buah-
buahan dan sayuran tetangga akan lebih banyak masuk ke Indonesia. Sebelum diberlakukannya
pasar bebas ASEAN saja, produk hortikultura dari mancanegara (seperti Thailand dan Vietnam)
sudah banyak yang masuk dari mulai ritel modern hingga pasar-pasar tradisional. Apalagi jika
nanti tidak ada hambatan tarif sama sekali, pasti akan lebih banyak lagi produk asing yang
masuk dan dapat mengancam produk dalam negeri. Kemudahan proses impor hortikultura
sangat berpotensi meningkatkan volume sayuran dan buah impor yang beredar di pasaran. Di
lain sisi, hal tersebut mempengaruhi daya saing produk lokal. Beberapa produk buah dan
sayuran impor bahkan beredar di pasaran dengan harga yang lebih murah dibandingkan produk
lokal. Ketergantungan terhadap produk hortikultura impor saat ini cukup tinggi. Berdasarkan
hasil survey cepat yang telah dilakukan Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VI terhadap
sejumlah pedagang hortikultura di Pulau Jawa menunjukkan adanya ketergantungan tinggi
terhadap komoditas hortikultura impor tertentu (gambar 1).
(sumber : Survey Cepat Oleh Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VI, 2012)
Gambar 1 Ketergantungan terhadap Komoditas Hortikultura Impor
Sebagian besar produk hortikultura Indonesia diimpor dari China, Thailand, AS, India, dan
Australia (gambar 2).
8
(sumber : www.supplychainindonesia.com)
Gambar 2 Pasokan Produk Hortikultura di Indonesia
Upaya peningkatan daya saing tidak hanya cukup dengan memperhatikan aspek
produksi atau budi daya pertanian, melainkan harus memperhatikan juga aspek logistik dan
rantai pasok, terlebih lagi untuk menghadapi persaingan dalam perdagangan bebas dan
perekonomian global. Selama ini, pembangunan sektor pertanian diarahkan untuk
meningkatkan produktivitas dan perluasan areal produksi. Padahal peningkatan volume hasil
pertanian terbukti tidak dapat memberikan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani.
Karena ketika hasil panen meningkat seringkali harga jatuh. Di lain sisi, sering terjadinya
kelangkaan produk pertanian di beberapa wilayah tertentu yang berdampak terhadap lonjakan
harga yang tinggi. Pada kasus inipun, petani seringkali menjadi pihak yang tidak mendapatkan
keuntungan. Perbaikan sistem distribusi produk pertanian termasuk hortikultura harus
dilakukan secara baik dengan mengintegrasikan proses-proses bisnis di antara para pelaku.
Dinamika pasar dipengaruhi oleh ketersediaan buah di pasaran dan harga. Salah satu
unsur penting dalam sistem logistik adalah pasokan, baik mengenai volume maupun
kesinambungan. Faktor kesinambungan menjadi maslaah kritis untuk produk hortikultura yang
menjadi kebutuhan masyarakat sepanjang tahun. Ketika musim panen tidak bagus dan harga
tinggi, konsumen cenderung pilih impor. Apalagi selisih harga buah lokal dan impor tidak
signifikan.
Hal lain yang membuat lemahnya daya saing Indonesia adalah biaya logistik Indonesia
yang mahal. Padahal sebenarnya biaya produksi produk Indonesia tak jauh berbeda dengan
negara kompetitor. Biaya logistik disini lebih ditekankan pada biaya transportasi yang tinggi,
9
yang mana biaya tersebut mencakup semua biaya yang harus dikeluarkan untuk pengiriman
produk hortikultura dari sentra produksi sampai pasar atau pedagang. Prosentase biaya
transportasi terhadap harga produk hortikultura cukup tinggi karena nilai produk ini relatif
rendah. Tingginya biaya transportasi tidak terlepas dari ketersediaan infrastruktur di Indonesia
yang terkendala masalah pendanaan. Infrastructure consumption Indonesia hanya sebesar 2,3%
dari total anggaran (perbandingan : China 7,3%; India 9,9%; dan Thailand 15,6%). Anggaran
untuk infrastruktur hanya tersedia sekitar Rp 616,7 triliun atau sebesar 32% dari total kebutuhan
hingga tahun 2014 yang sebesar Rp 1.923 triliun. Dengan keterbatasan tersebut Indonesia sulit
sekali membangun dan infrastruktur untuk mendukung sistem logistik sebagai penopang
pertumbuhan industri dan ekonomi, termasuk untuk sektor pertanian (Kementerian Perhubungan,
2011). Produk suatu negara hanya bisa bersaing dalam pasar global jika sudah menguasai
logistik, distribusi.
Sifat produk hortikultura yang mudah rusak dan kondisi lingkungan Indonesia dengan
temperatur dan kelembaban yang tidak teratur akibat pemanasan global akan mempercepat
proses kerusakan komoditas. Sehingga dibutuhkan penanganan khusus yang mencakup
penanganan di sentra produksi (pasca panen), dalam proses pengiriman, dan di tempat tujuan.
Secara umum, proses penanganan produk hortikultura di Indonesia masih kurang baik.
Perlakuan yang buruk terhadap komoditas ketika didistribusikan juga memperburuk kualitas
komoditas pertanian. Hal ini berdampak terhadap tingkat kerusakan produk yang tinggi hingga
mencapai kisaran 40%. Kerusakan produk ini dibebankan kepada produk yang terjual dengan
kondisi baik, sehingga harga produk menjadi mahal.
Akibatnya hasil pertanian Indonesia buruk, sehingga produk impor lebih banyak beredar
di masyarakat dibandingkan produk lokal. Hal ini menunjukkan masyarakat lebih memercayai
kualitas produk pertanian impor daripada produk pertanian dalam negeri. Sebagai dampak
nyatanya, petani akan mengalami kerugian besar karena hasil pertaniannya tidak dikonsumsi
oleh masyarakat sehingga berakibat paada siklus pertanian selanjutnya. Karena jika tidak ada
yang mengonsumsi hasil pertanian petani maka tidak ada umpan balik untuk siklus pertanian
berikutnya karena kurangnya modal.
10
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah dalam melakukan
penelitian dengan melihat :
1. Bagaimana kondisi eksisting logistik hortikultura di wilayah Jawa Timur?
2. Bagaimana identifikasi biaya pada proses logistik hortikultura di Jawa Timur?
3. Bagaimana alternatif logistik hortikultura yang mampu meningkatkan daya saing
produk lokal?
1.3 Batasan Masalah
Adapun batasan-batasan masalah dari Penelitian ini adalah:
1. Daerah penelitian hanya di Wilayah Jawa Timur.
2. Produk hortikultura yang dibahas hanya dua buah, yaitu buah apel manalagi dan buah
jeruk siam.
3. Asumsi demand domestik dan asumsi produksi dari Jawa Timur.
1.4 Maksud dan Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan batasan masalah tersebut penelitian ini bermaksud
dan bertujuan menganalisis logistik hortikultura sebagai upaya peningkatan daya saing produk
lokal.
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui kondisi eksisting logistik hortikultura di wilayah Jawa Timur.
2. Mengidentifikasi biaya pada proses logistik hortikultura di Jawa Timur.
3. Menentukan alternatif logistik hortikultura yang mampu meningkatkan daya saing
produk lokal
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : :
a. Bagi Penulis
Mengembangkan ilmu dan pengetahuan mengenai pengaruh proses logistik hortikultura
terhadap daya saing produk lokal dan bagaimana alternatif logistik yang dapat
meningkatkan daya saing produk hortikultura lokal.
11
b. Bagi Masyarakat
Sebagai bahan masukan dan sumbangan ilmu pengetahuan bagi para pengusaha
hortikultura dalam menghadapi persaingan harga dan kualitas yang semakin lama
semakin tinggi jika dibandingkan dengan produk hortikultura impor. Sehingga petani
dan pengusaha domestik berani bersaing dengan kualitas yang lebih bagus lagi.
1.6 Hipotesis
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis logistik hortikultura saat ini sudah mampu
meningkatkan daya saing produk lokal ataukah perlu adanya alternatif logistik baik dari segi
pengemasan produk maupun sektor transportasi pengirimannya. Jika selisih total biaya yang
dikeluarkan dengan total hasil penjualan didapatkan hasil yang maksimal berdasarkan
perhitungan unit cost dengan alternatif logistik hortikultura yang telah diajukan, maka akan
terjadi peningkatan daya saing produk lokal, yang mana nantinya akan didapatkan harga jual
produk lokal yang lebih murah dibandingkan dengan produk impor. Sehingga produk lokal
mampu menguasai pasar, khususnya pasar domestik.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hortikultura
2.1.1. Pengertian Hortikultura
Hortikultura berasal dari kata “hortus” (= garden atau kebun) dan “colere” (=
to cultivate atau budidaya). Secara harfiah istilah Hortikultura diartikan sebagai usaha
membudidayakan tanaman buah-buahan, sayuran dan tanaman hias (Janick, 1972 ;
Edmond et al., 1975). Sehingga Hortikultura merupakan suatu cabang dari ilmu
pertanian yang mempelajari budidaya buah-buahan, sayuran dan tanaman hias.
Sedangkan dalam GBHN 1993-1998 selain buah-buahan, sayuran dan tanaman hias,
yang termasuk dalam kelompok hortikultura adalah tanaman obat-obatan.
Ditinjau dari fungsinya tanaman hortikultura dapat memenuhi kebutuhan
jasmani sebagai sumber vitamin, mineral dan protein (dari buah dan sayur), serta
memenuhi kebutuhan rohani karena dapat memberikan rasa tenteram, ketenangan
hidup dan estetika (dari tanaman hias/bunga).
Peranan hortikultura diantaranya adalah : a) Memperbaiki gizi masyarakat, b)
memperbesar devisa negara, c) memperluas kesempatan kerja, d) meningkatkan
pendapatan petani, dan e) pemenuhan kebutuhan keindahan dan kelestarian
lingkungan. Namun dalam membahas masalah hortikultura perlu diperhatikan pula
mengenai sifat khas dari hasil hortikultura, yaitu : a) Tidak dapat disimpan lama, b)
perlu tempat lapang (voluminous), c) mudah rusak (perishable) dalam pengangkutan,
d) melimpah/meruah pada suatu musim dan langka pada musim yang lain, dan e)
fluktuasi harganya tajam (Notodimedjo, 1997). Dengan mengetahui manfaat serta sifat-
sifatnya yang khas, dalam pengembangan hortikultura agar dapat berhasil dengan baik
maka diperlukan pengetahuan yang lebih mendalam terhadap permasalahan
hortikultura tersebut.
Hortikultura adalah komoditas yang akan memiliki masa depan sangat cerah
menilik dari keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimilikinya dalam pemulihan
perekonomian Indonesia waktu mendatang. Oleh karenanya kita harus berani untuk
memulai mengembangkannya pada saat ini. Seperti halnya negara-negara lain yang
mengandalkan devisanya dari hasil hortikultura, antara lain Thailand dengan berbagai
komoditas hortikultura yang serba Bangkok, Belanda dengan bunga tulipnya,
13
Nikaragua dengan pisangnya, bahkan Israel dari gurun pasirnya kini telah mengekspor
apel, jeruk, anggur dan sebagainya.
Pengembangan hortikultura di Indonesia pada umumnya masih dalam skala
perkebunan rakyat yang tumbuh dan dipelihara secara alami dan tradisional,
sedangkan jenis komoditas hortikultura yang diusahakan masih terbatas. Apabila
dilihat dari data selama Pelita V pengembangan hortikultura yang lebih ditekankan
pada peningkatan keragaman komoditas telah menunjukkan hasil yang cukup
menggembirakan, yaitu pada periode 1988-1992 telah terjadi peningkatan
produktivitas sayuran dari 3,3 ton/ha menjadi 7,7 ton/ha, dan buah-buahan dari 7,5
ton/ha menjadi 9,9 ton/ha (Amrin Kahar, 1994).
Terjadinya peningkatan tersebut dapat dikatakan bahwa petani hortikultura
merupakan petani yang responsif terhadap inovasi teknologi berupa : penerapan
teknologi budidaya, penggunaan sarana produksi dan pemakaian benih/bibit yang
bermutu. Tampak disini bahwa komoditas hortikultura memiliki potensi untuk
menjadi salah satu pertumbuhan baru di sektor pertanian. Oleh karena itu dimasa
mendatang perlu ditingkatkan lagi penanganannya terutama dalam menyongsong
pasar bebas abad 21 (Pratignja Sunu dan Wartoyo, 2006).
2.1.2. Pengangkutan Hasil Hortikultura
Pengelolaan suhu sangatlah penting dalam pengangkutan dengan jarak
tempuh jauh, untuk itu muatan harus disusun sedemikian rupa agar terjadi sirkulasi
udara yang baik yang dapat membawa keluar panas yang dihasilkan oleh produk dan
juga akibat hawa panas yang datang dari udara sekitarnya serta panas jalan. Sarana
angkutan yang dipakai harus mempunyai insulasi yang baik sehingga suhu muatan
yang telah didinginkan terlebih dahulu dapat dijaga dan mempunyai ventilasi yang
baik sehingga udara bisa mengalir melalui produk.
Selama pengangkutan, produk hasil pertanian harus disusun dengan baik agar
kerusakan dapat diminimumkan kemudian diperkuat dan aman. Muatan atau produk
dalam kendaraan bak terbuka dapat diatur sedemikian rupa sehingga udara bisa
mengalir melalui produk yang dapat mendinginkan produk itu sendiri selama
kendaraan melaju. Perjalanan pada malam hari dan pagi hari bisa mengurangi beban
panas (heat load) pada kendaraan yang mengangkut hasil panen. Pengemudi
kendaraan yang terlibat dalam pengiriman produk harus dilatih terlebih dahulu tentang
14
cara menangani muatan hortikultura. Pengemudi kendaraam sering pindah tempat
kerja (di Amerika Serikat dilaporkan pengemudi bekerja di satu perusahaan rata-rata
hanya selama 3,5 tahun) sehingga pelatihan harus selalu diperhatikan.
Beberapa dokumen melaporkan bahwa pengangkutan campuran beberapa
jenis produk hortikultura di Amerika Utara adalah hal yang biasa dilakukan, khususnya
untuk pengiriman sayur-sayuran. Muatan campuran dapat menjadi masalah yang
serius jika suhu optimal tidak sesuai (contohnya dalam pengiriman buah yang sensitif
terhadap kerusakan suhu dingin bersama-sama dengan komoditas yang membutuhkan
suhu yang sangat rendah) atau ketika pengiriman campuran antara komoditas yang
memproduksi etilen dengan komoditas yang sensitif terhadap etilen. Komoditas
pertanian yang memproduksi etilen tinggi seperti pisang, apel dan melon yang matang
bisa menyebabkan kerusakan fisik dan/atau perubahan warna, rasa dan tekstur yang
tidak diinginkan terhadap komoditas yang sensitif terhadap etilen (seperti selada,
mentimun, wortel, kentang, dan ubi jalar).
Berbagai macam penutup palet bisa digunakan untuk menutupi produk yang
didinginkan selama proses penanganan dan pngenagkutan. Penutup dari bahan
polietilen harganya murah dan ringan, serta melindungi palet dari debu, kelembapan
dan mengurangi peningkatan suhu. Penutup berinsulasi ringan dapat melindungi
muatan dari proses peningkatan panas untuk beberapa jam (misalnya, jika terjadi
penundaan proses pemuatan). Penutup berinsulasi tebal terkadang digunakan untuk
melindungi produk-produk tropis dari hawa dingin pada saat pengiriman selama
musim dingin (Arruumita Nova Velina, 2011).
Penggunaan mobil berpendingin (coolbox) menjadi salah satu alternatif,
terutama berkaitan dengan waktu transportasi yang lama akibat kemacetan. Fasilitas-
fasilitas distribusi harus dibangun sepanjang aliran produk, termasuk pembangunan
sub terminal agro (STA) beserta fasilitas dan peralatannya, seperti cool storage, yang
sangat diperlukan untuk produk hortikultura. Selain itu, metode cross-docking dan
overnight shipping bisa menjadi alternatif penting untuk digunakan (Setijadi, 2012).
2.1.3. Kebijakan Mengenai Hortikultura
Adapun peraturan yang mengatur tentang hortikultura adalah sebagai berikut :
a. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura Pasal 33 (2) dalam
hal sarana hortikultura dalam negeri tidak mencukupi atau tidak tersedia, dapat
15
digunakan sarana hortikultura yang berasal dari luar negeri (Arruumita Nova Velina,
2011).
b. Permendag No. 30/2012 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura
c. Permentan No. 60/2012 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura
2.1.4. Proses Impor Hortikultura di Pelabuhan
Kegiatan impor dimulai ketika seorang importir yang hendak mulai
mengimpor pertama kali mengajukan Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dan
Permohonan Impor (PI) ke bea cukai. PI dan PIB ini berisi keterangan mengenai :
1. Pemilik atau penjual barang (shipper)
2. Pembeli (buyer)
3. Pelabuhan muat, pelabuhan bongkar dan pelabuhan asal
4. Keterangan barang, meliputi : nama barang, jumlah, tonase, harga dan kode HS
(harmonized system), jenis pembayaran, kode kantor bea cukai pelabuhan
muat,nomor pengajuan, nomor petikemas, nomor seal, dan nomor nvoice (nomor
faktur), faktur ini merinci semua tagihan keuangan dari sebuah petikemas yang
dikeluarkan oleh supplier dengan satuan internasional dollar`
5. Kegiatan pengajuan PI dan PIB tersebut sekarang dilakukan secara online,
sehingga importir harus memiliki nomer kode EDI (electronic data interchange)
terlebih dahulu, namun jika tidak punya nomer kode EDI maka bisa
memanfaatkan jasa EMKL (Ekspedisi Muatan Kapal Laut), sehingga mereka
tidak perlu repot0repot harus menunggu dokumen di lapangan. Jika importir
memanfaatkan jasa EMKL maka dia hanya tinggal menunggu trailer beserta
petikemas pihak EMKL datang ke gudang importir. Sehingga EMKL ini
merupakan perusahaan yang menyediakan jasa dukungan logistik pelayaran
seperti petikemas, COO (Certificate of Origin) yakni semacam surat yang
dikeluarkan oleh pihak dinas perindustrian dan perdagangan yang mengesahkan
bahwa barang tersebut benar-benar berasal dari negara asal dan jasa tracking.
6. Kapal datang di dermaga
Sebelum kapal datang di dermaga, pihak importir melkaukan pertemuan terlebih
dahulu dengan pihak TPS untuk menentukan Berth Planning dan Yard Planning
kira-kira 4 jam sebelum kapal tiba. Setelah pertemuan selesai kemudian pihak TPS
mengirimkan informasi kepada control system untuk menentukan lokasi
16
penempatan petikemas. Setelah kapal datang dan merapat maka segera quay crane
melakukan kegiatan menurunkan petikemas dari atas kapal untuk kemudian
dibawa oleh internal truck ke container yard. Setelah petikemas tersebut
diletakkan di container yard kemudian tally memeriksa petikemas tersebut.
7. Kedatangan truck kosong di gate-in
Sebelum kapal tiba di dermaga, external truck yang tidak bermuatan masuk ke
terminal melalui gate-in, di gate akan mengalami pemeriksaan ID truck, ID sopir
dan input berat truck oleh seorang tally. Semua data itu kemudian dikirim ke
sistem, operator sistem, lalu memberi informasi balasan ke tally di gate-in untuk
memberitahukan ke sopir lokasi pengambilan petikemas, setelah sopir mendapat
lokasi container misalnya blok apa, slot dan row berapa serta tier berapa, segera
sopir menuju ke lokasi yang telah ditentukan tersebut.
8. Truk menuju ke CY
Truck kemudian menuju ke yard melalui jalur tertentu yang telah ditentukan.
Sehingga arah pergerakan truck ekspor semuanya searah, hal ini untuk
menghindari tabrakan dan memperlancar arus pergerakan kendaraan dan
keamanan.
9. Truck saat loading di CY
Truk yang telah menuju ke lokasi yang ditentukan di gate-in segera setelah akan
dilayani oleh RTGC, kemudian truck mengangkut petikemas dan meninggalkan
lokasi CY
10. Setelah petikemas diambil oleh truck maka truck segera keluar dari area CY
menuju gate-out
11. Entity
Entity pada proses ini adalah truck dengan trailer beserta sopir yang pada akhirnya
proses akan dipisah menjadi trailer dan sopir dan truk.
Resource yang terdapat dalam sistem adalah ebagai berikut :
Penjaga loket kelengkapan dan melengkapi
Penjaga loket retribusi
Penjaga loket gate in
Penjaga loket gate out
Pemeriksaan ID truck
17
12. Controller
Yang menjadi pengendali dalam sistem ini adalah batasan antrian parkir setiap
barisannya hanya 5 truck dan pada antrian gate sebanyak 15 antrian. Selain itu
juga terdapat pengendali proses yaitu jika kondisi dokumen belum lengkap maka
sopir harus ke proses lengkap untuk melengkapi dokumen kemudian setelah itu
baru bisa melanjutkan pada proses selanjutnya.
Aktivitas, peralatan dan operator yang terlibat dalam kegiatan impor
dapat dijelaskan secara terperinci seperti diilustrasikan dalam gambar 3 (Arruumita
Nova Velina, 2011).
Truck internal
Gate-In
X
Truck eksternal
Aktifitas
1. Cek ID supir truck
2. Cek ID truck
3. Timbang berat truck
Peralatan
1. Timbangan truck
2. Computer
Operator
Tally
Container yard
Truck (eksternal)
petikemas
Truck (internal)
petikemas
Truck (internal)
kosong
QuayTruck kosong dari
post internal truck
Gate-Out
Aktifitas
1. Unloading dari kapal
2. Loading ke internal truck
3. Record ID petikemas
Peralatan
1. Quay crane
2. Internal truck
Operator
1. Operator quay crane
2. Supervisor berth
3. Tally
Gambar 3 Skema Proses Impor
2.2 Supply Chain Management
Beberapa ahli yang menjelaskan definisi dari Supply Chain Management. Seperti,
Martin dalam Tunggal (2010) mendefinisikan Supply Chain Management sebagai jaringan
organisasi yang melibatkan hubungan upsteam dan downstream dalam proses dan aktivitas
yang berbeda yang memberikan nilai dalam bentuk produk dan jasa pada pelanggan.
Sedangkan menurut Stanford, Supply Chain Forum, dalam Tunggal (2010) SCM berhubungan
18
erat dengan aliran manajemen material, informasi dan finansial dalam suatu jaringan yang
terdiri dari supplier, perusahaan, distributor dan pelanggan. Menurut Folkerts and Koehorst
dalam Woods (2003) Supply Chain Management simply refers to the management of the
entire set of production, distribution, and marketing processes by which a consumer is
supplied with a desired product. Sehingga manajemen rantai pasokan dapat diartikan
sebagai koordinasi antar perusahaan dan interaksi bisnis terkait produk, jasa, sumberdaya
keuangan dan informasi dengan menciptakan cara-cara yang terorganisir di rantai pasok
untuk berinteraksi satu sama lain. Supply Chain Management terdiri atas tiga elemen yang
saling terikat satu sama lain, yaitu (Tunggal, 2010) :
1. Struktur jaringan supply chain. Jaringan kerja anggota dan hubungan dengan anggota
lainya
2. Proses bisnis supply chain. Aktivitas-aktivitas yang menghasilkan nilai keluaran
tertentu bagi pelanggan
3. Komponen manajemen supply chain. Variabel-variabel maanjerial dimana proses bisnis
disatukan dan disusun supanjang supply chain.
Dalam hubungannya dengan Buyer – Supplier dianjurkan agar diperbanyak kemungkinan
komponen yang harus menerima perhatian manajerial ketika mengatur hubungan rantai
pasokan. Tiap komponen dapat memiliki beberapa subkomponen dengan kepentingan yang
dapat berubah sesuai dengan proses yang dilakukan. Komponen utama dari maanjemen rantai
pasokan adalah (Tunggal, 2010) : metode perencanaan dan pengendalian, struktur aliran kerja
dan aktivitas kerja, stuktur organisasi, struktur fasilitas aliran komunikasi dan informasi,
struktur fasilitas aliran produk, metode manajemen, struktur wewenang (power) dan
kepemimpinan (leadership), struktur risiko dan reward, budaya dan sikap.
Indikator berhasilnya suatu pengelolaan rantai pasok khususnya di pertanian
dikemukakan oleh Roekel, Willems and Boselie (2002) yakni: (1) meningkatnya margin dan
pengetahuan pasar bagi produsen; (2) penurunan hilangnya produk selama penyimpangan dan
transportasi; (3) kualitas produk meningkat; (4) meningkatnya produk pangan yang terjamin
aman; (5) penjualan meningkat signifikan; (6) peningkatan nilai tambah produk yang dapat
menghasilkan penerimaan. Mengacu pada pemikiran Roekel, Willems and Boselie tersebut,
maka SCM itu gagal jika tidak dapat memberikan manfaat kepada semua anggotanya. Akan
tetapi, Roekel, Willems and Boselie (2002) belum menjelaskan bagaimana rantai pasok itu
dapat dikelola secara efektif.
19
Terdapat enam prinsip pengelolaan SCM yang efektif dikemukakan oleh Collins, Dunne
and Murray (2004) berdasarkan kerja kolaborasi dengan rantai pasok agribisnis yang berhasil.
Jika prinsip-prinsip ini tidak diperhatikan, maka akan menghalangi kemampuan sistem (rantai
pasok) untuk bekerja dengan baik. Makalah ini menggunakan prinsip-prinsip yang disampaikan
Collins, Dunne and Murray (2004) tersebut untuk mengkaji pengelolaan rantai pasok
hortikultura. Keenam prinsip tersebut adalah:
a. Prinsip-1: fokuskan pada pelanggan dan konsumen
Standar kualitas produk perlu disesuaikan dengan kebutuhan konsumen akhir. Oleh
karena itu, umpan balik dari konsumen tentang penerimaan mereka akan produk
menjadi sangat
penting.
b. Prinsip-2: menghasilkan produk yang berkualitas
c. Prinsip-3: memastikan logistik dan distribusi yang efektif
Prinsip 3 ini berkaitan dengan masalah distribusi dan logistik serta kondisi infrastruktur,
sekaligus sebagai indikator kinerja rantai pasok dalam menangani produk. Aktivitas
yang penting dalam logistik dan distribusi ini mencakup transportasi, penyimpanan dan
prasarana komunikasi dalam pengembangan rantai pasok yang efisien di negara
berkembang.
d. Prinsip-4: memiliki informasi yang efektif dan strategi komunikasi.
Prinsip 4 dari manajemen rantai pasok berkaitan dengan arus informasi dan komunikasi
di sepanjang rantai pasok. Kurangnya akses informasi pasar telah ditemukan menjadi
hal penting bagi produsen gurem di negara berkembang.
e. Prinsip-5: membangun kerjasama yang efektif.
Isu kritis yang berdampak pada rantai pasok dalam studi kasus ini adalah rendahnya
kemampuan rantai pasok dalam membangun kerjasama yang efektif. Memahami
permasalahan budaya petani dalam menerima umpan balik dari mitra bisnis mereka
merupakan hal yang utama.
f. Prinsip-6: penciptaan dan berbagi nilai.
Untuk berhasil dalam pengelolaan rantai pasok, maka prinsip-prinsip tersebut harus dipenuhi.
Ketidakmampuan untuk memenuhi prinsip-prinsip manajemen rantai pasok tersebut,
berpotensi gagal dalam pencapaian tujuan manajemen rantai pasok atau kerjasama rantai pasok
tidak berlanjut (Trizna Fizzanty dan Kusnandar, 2012).
20
2.3 Manajemen Logistik
Proses logistik berhubungan erat dengan aktivitas sehari-hari. Aktivitas logistik
sangat penting dalam aktivitas di perusahaan maupun masyarakat dimana proses perpindahaan
barang dari supplier ke produsen maupun produsen ke konsumen harus berjalan secara
efektif dan efisien. Logistik manajemen diartikan oleh Council of Logistics Management
dalam Farahani (2011) sebagai : “Logistics is that part of the supply chain process that plans,
implements, and controls the efficient, effective forward and reverse flow and storage of
goods, services, and related information between the point of origin and the point of
consumption in order to meet customers requirements”. Sedangkan menurut Tunggal (2010),
Manajemen logistik semua hal baik berupa aliran barang, pelayanan dan informasi pada
sektor produk maupun jasa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa manajemen logistik sebagai
bagian dari supply chain yang berhubungan dengan aliran barang, pelayanan dan informasi.
Aktivitas-aktivitas Utama Logistik
1. Customer Services. Suatu proses yang berlangsung diantara pembeli, penjual dan pihak
ketiga yang menghasilkan nilai tambah untuk pertukaran barang atau jasa pada
waktu tertentu
2. Ramalan Permintaan (Demand Forecasting). Ramalan permintaan manajemen
logistik yang menentukan berapa banyak barang yang dibutuhkan oleh konsumen
3. Manajemen Persediaan (Inventory Management) penentuan kebutuhan persediaan
yang cukup antara proses produksi dan kebutuhan pelanggan.
4. Komunikasi Logistik. Komunikasi merupakan jaringan yang vital dari sebuah proses
logistik. Membangun komunikasi yang akurat akan menjadikan perusahaan mudah
untuk membuat suatu keputusan yang tepat.
5. Penanganan material (Material Handling). Material handling berhubungan dengan
keseluruhan asapek gerakan dari produk. Penangan material haruslah seefektif mungkin
guna menghindari penanganan material yang tidak perlu
6. Proses Pemesanan. Aktivitas yang terdiri dari pemasukan pesanan, elemen
komunikasi dan kredit serta elemen pengumpulan.
7. Pengemasan (packing). Pengemasan yaitu proses untuk melindungi produk dari
kerusakan ketika disimpan dan mempermudah pemindahan produk.
8. Komponen-Komponen dan Layanan Pendukung. Salah satu aktivitas dari pemasaran
yang memberikan pelayanan pasca penjualan kepada pelanggan.
21
9. Seleksi lokasi pabrik dan Tempat Penyimpanan/Gudang. Bagian yang integral dalam
sebuah sisitem logistik dalam memberikan pelayanan dengan biaya seminimal
mungkin yang digunakan sebagai tempat penyimpanan selama proses logistik.
10. Purchasing (Procurement) aktivitas pembelian aktual material
11. Reverse Logistic. Penanganan barang-barang retur baik berupa salvage dan scrap
disposal.
12. Transportasi. Fungsi transportasi menghubungkan bagian dalam dan luar
departemen logistik
13. Pergudangan dan Penyimpanan. Produk harus disimpan dalam pabrik sebelum
produk dikirim ke konsumen.
2.4 Daya Saing Produk
Suatu komoditas dapat mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif sekaligus,
yang berarti komoditas tersebut menguntungkan untuk diproduksi atau diusahakan dan dapat
bersaing di pasar Internasional. Apabila komoditas yang diproduksi di suatu negara hanya
mempunyai keunggulan komparatif namun tidak memiliki keunggulan kompetitif, maka di
negara tersebut dapat diasumsikan terjadi distorsi pasar atau terdapat hambatan-hambatan
yang mengganggu kegiatan produksi sehingga merugikan produsen, seperti prosedur
administrasi, perpajakan dan lain-lain. Untuk itu pemerintah perlu melakukan deregulasi yang
dapat menghilangkan hambatan (distorsi tersebut). Dalam hal daya saing, Asian Development
Bank (1993) dalam Novianti (2003) menyatakan bahwa di bawah asumsi adanya sistem
pemasaran dan intervensi (kebijakan) pemerintah, maka suatu negara akan dapat bersaing
di pasar internasional jika negara tersebut mempunyai keunggulan kompetitif dalam
menghasilkan suatu komoditas. Dengan demikian, keunggulan kompetitif mulai digunakan
sebagai alat ukur kelayakan suatu aktivitas berdasarkan keuntungan privat (privat
profitability) yang dihitung atas harga pasar dan nilai uang resmi yang berlaku.
Salah satu pendekatan untuk melihat keunggulan kompetitif menurut Porter (1994)
adalah strategi diferensiasi dimana perusahaan atau pemasar memilih atribut untuk
mendeferensiasikan diri yang menghasilkan produk yang ‘berbeda’ dari atribut rivalnya.,
dan strategi ini akan berhasil manakala lebih banyak atribut yang dapat diperoleh atau
dipandang penting oleh konsumen (Sudiyarto dan Nuhfil Hanani, 2005).
22
Adapun beberapa indikator daya saing dilihat dari sektor logistik yang dikemukakan
sebagai hasil dalam Focus Group Discussion Kementerian Perdagangan, Kementerian
Perhubungan dan Kementerian Koordinator Perekonomian adalah sebagai berikut :
(sumber : Sudiyarto dan Nuhfil Hanani, 2005)
Gambar 4 Indikator Daya Saing Logistik
2.5 Penelitian Terdahulu
a. Pengelolaan Logistik dalam Rantai Pasok Produk Pangan Segar (Trina Fizzanty dan
Kusnandar, 2012)
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan membangun rantai pasok pedesaan dalam
mendukung kinerjanya dengan menggunakan enam prinsip manajemen rantai pasok.
Beberapa kasus, desain rantai pasok diawali bantuan internasional, instansi pemerintah
atau perusahaan swasta. Setelah diteliti ternyata kasus-kasus tersebut mengalami
kegagalan dalam memenuhi enam kunci prinsip rantai pasok, yang akhirnya tidak dapat
melanjutkan kerjasama. Adanya ketidakmampuan untuk mengenali sistem bisnis yang
ada di pedesaan dan dapat mengurangi potensi masyarakat pedesaan untuk memperoleh
manfaat dari sistem modern ini. disampinh itu, pengelolaan logistik tidak dapat berdiri
sendiri, harus dikelola bersama dengan lima fungsi lainnya dalam rantai pasok.
b. Analisis Daya Saing Apel Tropis di Kota Batu (Titin Agustina, 2008)
Penelitian ini ingin menganalisis daya saing komoditas apel tropis dari Kota Batu
berdasarkan keunggulan komparatif dan kompetitifnya dibandingkan dengan apel
import dari negara-negara kawasan sub tropis, menganalisis sensitivitas hasil analisis
keunggulan komparatif dan kompetitif tersebut akibat adanya perubahan input dan
output. Metode penelitian yang menggunakan analisis keunggulan kompetitif dan
23
komparatif dengan menghitung nilai BSD, KBSD dan PCR. Hasil penelitian yang
didapat yaitu analisis keunggulan komparatif komoditas apel yang dihasilkan efektif
dalam memanfaatkan sumberdaya domestik untuk mengehemat satu satuan devisa dan
memiliki keunggulan komparatif dibandingkan komoditas apel impor.
c. Analisis Sektor Logistik Dalam Rangka Kelancaran Arus Barang dan Peningkatan Daya
Saing Komoditi Ekspor Daerah (Bagas Haryotejo, 2013)
Penelitian ini mengidentifikasi permasalahan di setiap rantai pasok logistik dan
membuat urutan prioritas masalah yang harus dipecahkan. Setelah menentukan
alternatif pemecahan masalah
Menggunakan analisis dengan metode AHP yang didasarkan pada dua hierarki yaitu :
Distribusi dalam negeri lancar (efektif), Distribusi dalam negeri efisien,
Keberlangsungan distribusi.
Harmonisasi peraturan pusat/daerah, Pembenahan infrastruktur, Pengembangan
SDM, Penghapusan biaya tidak resmi, Penegakan hukum bagi yang melanggar
peraturan, Do nothing.
Berdasarkan sintesis dari enam pilihan kebijakan, perbaikan infrastruktur, penghapusan
biaya tidak resmi dan harmonisasi peraturan adalah prioritas kebijakan yang harus
dilakukan oleh Pemerintah guna kelancaran arus barang dalam rangka menciptakan
daya saing produk.
d. Analisis Daya Saing Buah Jeruk Lokal Terhadap Buah Jeruk Impor Melalui Sikap
Konsumen Terhadap Atribut Produk (Sudiyarto dan Nuhfil Hanani, 2005)
Penelitian ini untuk menganalisis atribut-atribut utama yang terdapat pada produk buah
jeruk (lokal dan impor) yang menjadi pilihan konsumen. Menganalisis daya saing
produk buah jeruk lokal terhadap buah jeruk impor ditinjau dari indikator pengukuran
nilai sikap-kepercayaan konsumen terhadap atribut-atribut buah jeruk lokal maupun
impor. Penelitian ini merupakan studi perilaku konsumen buah-buahan kota
Surabaya serta sekaligus menganalisis daya saing buah (lokal terhadap impor) atas
dasar nilai sikap kepercayaan konsumen terhadap masing-masing buah (jeruk).
Metode pengumpulan data dilakukan dengan metode survei menggunakan kuesioner
sebagai instrumen penelitian. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa buah jeruk
Impor mempunyai daya saing yang lebih unggul dibandingkan dengan buah jeruk lokal.
Tujuh dari delapan atribut buah jeruk manis lokal kalah bersaing dibandingkan
buah jeruk manis impor. Namun demikian satu-satunya atribut yang mana produk
24
buah jeruk manis impor kalah dengan buah jeruk domestik (lokal) yaitu atribut
‘harga’. Hal ini berarti bahwa konsumen bersikap untuk menilai jeruk impor
sebagaiproduk buah yang ‘mahal’ dan menilai jeruk manis lokal ‘murah’.
e. Pengaruh Jasa Transportasi Terhadap Harga Produk : Studi Kasus Komoditas
Hortikultura (Aruumita Nova Velina, 2012)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh biaya transport dan kuantiti
terhadap harga produk. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan location quotient untuk penentuan lokasi pembanding buah lokal di Jawa
Timur yang berpotensi. Hasil yang didapat setelah perhitungan selisih dari prosentase
unit cost terhadap sangat bervariasi, untuk komoditas buah naga prosentase tertinggi
yaitu jalur lokal, sedangkan komoditas buah pisang dan buah mangga yaitu jalur
domestik. Perbedaan unit cost transport tersebut setelah disesuaikan dengan analisa
sebab akibat, maka pengaruh transportasi dan kuantiti tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap harga produk yang dijual di pasar.
25
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Pengerjaan Tugas Perencanaan Transportasi ini secara umum merupakan penelitian
analisis logistik produk hortikultura untuk meningkatkan daya saing produk lokal. Metode
pengumpulan data dalam penulisan Tugas Perencanaan Transportasi ini dilakukan dalam
beberapa tahapan yaitu :
3.1 Tahap Identifikasi Masalah
Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana peran logistik
terhadap peningkatan daya saing produk hortikultura lokal. Tinjauan indikator daya saing
hortikultura ini lebih difokuskan pada proses logistiknya, yaitu:
Lama proses dari petani hingga konsumen akhir
Pengemasan
Arus informasi (cara pemesanan dan pembayaran)
Kuantitas produk
Langkah selanjutnya adalah menentukan alternatif logistik yang dapat meningkatkan daya
saing produk hortikultura local
3.2 Tahap Perumusan Masalah dan Tujuan
Berdasarkan informasi dan masalah yang teridentifikasi pada tahap sebelumnya,
dibuat perumusan masalahnya beserta tujuan dari penelitian yang akan dilakukan.
Pada tahapan ini dilakukan hal-hal sebagai berikut :
a. Dilakukan studi literatur terhadap berbagai informasi terkait dengan topik penelitian.
b. Dimaksudkan untuk mencari konsep dan metode yang tepat untuk menyelesaikan
masalah yang telah dirumuskan dan mewujudkan tujuan yang dimaksudkan.
c. Termasuk mencari referensi dan teori-teori terkait ata hasil penelitian yang pernah
dilakukan sebelumnya.
3.3 Tahap Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penulisan Tugas Perencanaan Transportasi ini
dilakukan dalam 2 (dua) cara yaitu :
a. Data primer
Pengumpulan data secara langsung di lapangan survei dan wawancara langsung
ke petani, pedagang, pengepul, supermarket, pihak Disperindag Surabaya, instansi
dan perusahaan terkait.
26
b. Data sekunder
Pengumpulan informasi terkait PDRB Propinsi Jawa Timur untuk sektor hortikultura
dan data produksi hortikultura Jawa Timur.
3.4 Tahap Analisis Kondisi Eksisting
Pada tahapan ini dilakukan analisis terhadap kondisi eksisting proses logistik
hortikultura saat ini di wilayah Jawa Timur. Sehingga didapatkan pada proses manakah
logistik hortikultura terganggu, yang mengakibatkan daya saingnya lemah ketika
dihadapkan pada produk impor.
3.5 Tahap Pengajuan Alternatif Logistik
Pada tahapan ini diajukan beberapa alternatif logistik yang dapat meningkatkan
daya saing produk hortikultura lokal. Dimana nantinya dari beberapa pilihan alternatif yang
diajukan akan dihitung biaya yang ditimbulkan. Alternatif logistik yang diajukan adalah
berupa pilihan rute pengiriman dan moda transportasi yang umum digunakan sebagai
sarana pendistribusian produk hortikultura.
3.6 Tahap Analisis Perhitungan dengan Metode Optimasi
Pada tahapan ini dilakukan analisis perhitungan terhadap alternatif logistik yang
diajukan dengan menggunakan metode optimasi. Kemudian akan dipilih alternatif logistik
dengan biaya yang ditimbulkan paling minimum dan rute pengiriman serta moda
transportasi yang paling optimum.
3.7 Tahap Perhitungan Unit Cost
Dilakukan dengan perhitungan pembiayaan dari petani terkait perincian biaya yang
harus dikeluarkan saat komoditas bergerak menuju pengepul. Selanjutnya dari pengepul
hingga konsumen akhir dihitung detail kuantitas yang didapat dari pusat perbelanjaan
selanjutnya digunakan sebagai pembagi untuk mendapatkan unit cost transport.
Perhitungan ini membandingkan dua komoditas hortikultura (buah apel manalagi dan jeruk
siam) dimana tempat penjualan yang sama di Surabaya.
3.8 Tahap Analisis dengan Metode Benchmark
Metode ini digunakan untuk menganalisis sektor logistik mana saja yang
berpengaruh terhadap daya saing hortikultura. Lalu selanjutnya, mengajukan alternatif
untuk memperbaiki tahapan yang cacat dalam proses logistik hortikultura pada kondisi
eksisting atau menentukan alternatif logistik yang baru, yang mana nantinya mampu
meningkatkan daya saing produk hortikultura lokal.
27
3.9 Diagram Alir
Mulai
Perumusan Masalah dan Tujuan
Studi LiteraturePenelitian Terdahulu
Pengumpulan Data Validasi
Kesimpulan dan Saran Selesai
Ya
Tidak
Data Primer : Lama proses dari petani –
konsumen Pengemasan produk Arus informasi produk (cara
pesan dan pembayaran)
Arus kuantitas produkAnalisis dengan Metode Benchmark
Alternatif logistik hortikultura yang mampu meningkatkan daya saing
Analisis kondisi eksisting logistik hortikultura di wilayah Jawa Timur
Mengajukan pilihan alternatif moda transportasi untuk logistik hortikultura
Identifikasi Permasalahan
Daya saing produk lokal yang rendah
Biaya logistik Indonesia yang tinggi
Penanganan produk hortikultura lokal yang buruk
Indikator daya saing hortikultura
Supply chain and logistic management
Hortikultura
Data Sekunder : PDRB Propinsi Jawa Timur untuk sektor hortikultura Data produksi hortikultura Jawa Timur
Data konsumsi hortikultura untuk Biak, Manokwari dan Jayapura
Rute pelayaran ke Biak, Manokwari dan Jayapura Tarif pelayaran dan pengiriman muatan
hortikultura ke Biak, Manokwari dan Jayapura
Pesawat Kapal Petikemas Kapal General
Cargo Kapal 3 in 1 Kapal Pelayaran
Rakyat
Kriteria : Alternatif logistik hortikultura
memenuhi indikator peningkatan daya saing
Rute dan moda transportasi yang optimum
Perhitungan unit cost
Data kuantitas produksi hortikultura Jawa Timur Rincian pembiayaan logistik (biaya distribusi) Menghitung unit cost dan prosentase
pertambahan biaya sebagai akibat proses logistik
Analisis perhitungan rute dan moda transportasi yang paling optimum dengan Metode Optimasi
28
DAFTAR PUSTAKA
Fizzanty, Trina dan Kusnandar.(2012). Pengelolaan Logistik dalam Rantai Pasok Produk
Pangan Segar di Indonesia. Jakarta: LIPI.
Hanani, Nufil dan Sudiyarto.(2005). Analisis Daya Saing Buah Jeruk Lokal Terhadap Buah
Jeruk Impor Melalui Sikap Konsumen Terhadap Atribut Produk. Malang: Universitas
Brawijaya.
Haryotejo, Bagas.(2013). Analisis Sektor Logistik dalam Rangka Kelancaran Arus Barang dan
Peningkatan Daya Saing Komoditi Ekspor Daerah. Jakarta: Kementerian Perdagangan
RI.
Hendayana, Rachmat.(2003). Aplikasi Metode Location Quotient dalam Penentuan Komoditas
Unggulan Nasional. Bogor: BPPT Pertanian.
Nova Velina, Arruumita.(2012). Pengaruh Jasa Transportasi Terhadap Harga Produk : Studi
Kasus Komoditas Hortikultura. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Yun, Yun dan Asep Kurniawan.(2014). Supply Chain dan Logistik dalam Kaitannya dengan
Ketahanan Pangan di Pedesaan. Cimahi: LPPM.