Laporan Skenario Kasus Pbl I_respi

33
LAPORAN SKENARIO KASUS PBL I BLOK RESPIRATORY SYSTEM “RHINOFARINGITIS” Tutor : dr. Viva Ratih Bening A Kelompok 9 1. Tessa Agrawita G1A010002 2. Indrasti Banajaransari G1A010020 3. Mayuda Riani Andristi G1A010022 4. Angkat Prasetya A. N. G1A010038 5. Danny Amanati Aisya G1A010050 6. Yuni Purwati G1A010059 7. Lina Sunayya G1A010075 8. Provita Rahmawati G1A010082 9. Irfani Ryan Ardiansyah G1A010104 Tanggal tutorial : 7-9 Maret 2012 KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

description

rekhafnabfgjuhghgljhfh

Transcript of Laporan Skenario Kasus Pbl I_respi

Page 1: Laporan Skenario Kasus Pbl I_respi

LAPORAN SKENARIO KASUS PBL I

BLOK RESPIRATORY SYSTEM

“RHINOFARINGITIS”

Tutor : dr. Viva Ratih Bening A

Kelompok 9

1. Tessa Agrawita G1A010002

2. Indrasti Banajaransari G1A010020

3. Mayuda Riani Andristi G1A010022

4. Angkat Prasetya A. N. G1A010038

5. Danny Amanati Aisya G1A010050

6. Yuni Purwati G1A010059

7. Lina Sunayya G1A010075

8. Provita Rahmawati G1A010082

9. Irfani Ryan Ardiansyah G1A010104

Tanggal tutorial : 7-9 Maret 2012

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU – ILMU KESEHATAN

JURUSAN KEDOKTERAN

PURWOKERTO

2012

Page 2: Laporan Skenario Kasus Pbl I_respi

BAB I

PENDAHULUAN

Skenario PBL II

RINOFARINGITIS

Informasi 1

Seorang anak laki-laki umur 10 tahun datang ke UGD di antar oleh ibunya dengan

keluhan mimisan . Ibunya menceritakan bahwa sang anak mengalami panas sejak kemaren

pagi, pusing, pilek, bersin-bersin, batuk, dan tenggorokan sakit.

Informasi 2

Anak sudah diberi obat flu di warung tapi belum membaik. Mimisan dialami 1 jam

yang lalu, jumlahnya kira-kira 1 sendok, dapat berhnti sendiri. Riwayat mimisan terdahulu

disangkal.

Hasil pemeriksaan fisik

Keadaan umum : baik, compos mentis

Berat badan : 25 kg

Suhu : 37, 80 C

Respirasi : 20x/menit

Nadi : 84x/menit

Kepala : hidung : konkha udem (+), Hiperemi (+), discharge serous (+)

Faring : hiperemi

Tonsil : T1-1, hiperemi (-)

Thorak : inspeksi : simetri, retraksi (-), tidak ada gerak dada yang tertinggal

Palpasi : hataran parukanan=kiri

Perkusi : sonor dikedua lapang paru

Auskultasi : suara dasar vesikuler, ronchi (-)

Abdomen : dalam batas normal

Ekstremitas : dalam batas normal

Informasi 3

Hb 12gr%, hematokrit 42gr%, eritrosit 4, 2 juta, leukosit, 6800, trombosit 190 ribu, PTT 10

detik, aPTT 35 detik

Page 3: Laporan Skenario Kasus Pbl I_respi

BAB II

PEMBAHASAN

1. Kejelasan istilah

a. Unit Gawat Darurat (UGD) adalah salah satu bagian di rumah sakit yang

menyediakan penanganan awal bagi pasien yang menderita sakit dan cedera, yang

dapat mengancam kelangsungan hidupnya. Di UGD dapat ditemukan dokter dari

berbagai spesialisasi bersama sejumlah perawat dan juga asisten dokter.

Saat tiba di UGD, pasien biasanya menjalani, anamnesis untuk membantu

menentukan sifat dan keparahan penyakitnya. Penderita yang terkena penyakit

serius biasanya lebih sering mendapat visite lebih sering oleh dokter daripada

mereka yang penyakitnya tidak begitu parah. Setelah penaksiran dan penanganan

awal, pasien bisa dirujuk ke RS, distabilkan dan dipindahkan ke RS lain karena

berbagai alasan, atau dikeluarkan. Kebanyakan UGD buka 24 jam, meski pada

malam hari jumlah staf yang ada di sana akan lebih sedikit (Kamus Besar Bahasa

Indonesia, 2006).

b. Mimisan (Epistaksis)

Perdarahan hidung akibat pecahnya pembuluh darah kecil yang terletak di bagian

anterior septum nasal kartilaginosa (Dorland, 2002).

c. Panas

Peningkatan abnormal suhu badan jika diukur menggunakan termometer, suhu

rektal minimal 380C, bukan merupakan suatu penyakit tapi merupakan tanda

adanya suatu masalah. Suhu tubuh saat diukur per oral > 37,80C pada axila > 37,

20 (Muzcari, 2005).

d. Batuk

Batuk adalah refleks yang dapat terjadi secara tiba-tiba dan sering berulang-ulang

yang bertujuan untuk membantu membersihkan saluran pernapasan dari lendir

besar, iritasi, partikel asing dan mikroba (Aditama, 1993).

e. pusing

Pusing adalah gejala yang sering ditemukan dan bisa disebabkan oleh kondisi

neurologis atau kardiovaskular yang serius. Akan tetapi, pusing memiliki

berbagai penyebab yang ringan dan meliputi berbagai gejala yang berbeda,

sehingga bisa jadi sulit untuk mendapatkan diagnosis pasti (Gleadle, 2007).

f. Sakit tenggorokan

Page 4: Laporan Skenario Kasus Pbl I_respi

Sakit tenggorokan adalah rasa sakit pada daerah tenggorrok (faring) yang dapat

disebabkan karena beberapa hal seperti infeksi virus, bakteri, juga bisa

dikarenakan sinus drainase (post nasal drip). Sakit tenggorokan juga bisa terjadi

akibat perawatan paska kemoterapi (Adams, 1997).

g. Bersin

Bersin adalah refleks pegeluaran dan pembersihan saluran pernafasan secara

paksa yang ditandai dengan turunnya uvula sehingga udara dapat keluar melalui

rongga hidung dan sedikit melaalui rongga mulut (Adams, 1997).

2. Identifikasi masalah

a. Anamnesis

Identitas pasien

1. Nama : tidak disebutkan dalam skenario

2. Umur : 10 tahun

3. Jenis kelamin : laki-laki

RPS

Keluhan utama : mimisan (epistaksis)

Onset : tidak disebutkan dalam skenario

Lokasi : hidung

Faktor yang memperberat : tidak disebutkan dalam skenario

Faktor yang memperingan : tidak disebutkan dalam skenario

Gejala penyerta : pusing, batuk, pilek, sakit tenggorokan, demam

RPD

1. Riwayat alergi : tidak disebutkan dalam skenario

2. Riwayat trauma : tidak disebutkan dalam skenario

RPK

1. Ditanyakan kepada pasien mengenai ada tidaknya anggota keluarga yang memiliki

riwayat terkena TBC

2. Ditanyakan kepada keluarga pasien apakah anggota keluarga mengalami keluhan

yang sama

Riwayat sosial

1. Lingkungan tempat tinggal : tidak disebutkan dalam skenario

2. Pekerjaan orangtua : tidak disebutkan dalam skenario

3. Analisis masalah

Page 5: Laporan Skenario Kasus Pbl I_respi

a. Perbedaan antara IGD dengan UGD

b. Epistaksis

c. Epitel pada saluran pernafasan

d. Vaskularisasi rongga hidung

e. Inervasi rongga hidung

f. histologi rongga hidung

g. Anatomi saluran pernafasan atas

h. Perbedaaan suhu tubuh anak-anak dengan dewasa

i. Mekanisme bersin

j. Mekanisme batuk

k. Mekanisme terjadinya demam

4. Menyusun berbagai penjelasan mengenai permasalahan

a. Perbedaan antara IGD, UGD dan ER

UGD yaitu Unit Gawat Darurat sedangkan IGD adalah Instalasi Gawat Darurat.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

- Unit adalah bagian terkecil dari sesuatu yg dapat berdiri sendiri

- Gawat darurat bagian dari rumah sakit yg menampung dan melayani pasien

yg sangat gawat (atau luka parah).

- Instalasi adalah perangkat peralatan teknik beserta perlengkapannya posisinya

dan siap dipergunaka.

- ER adalah emergency room. Dalam bahasa indonesia berarti ruag gawat

darurat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2006).

b. Epistaksis

Epistaksis yaitu perdarahan dari hidung yang dapat berupa perdarahan anterior dan

perdarahan posterior. Perdarahan anterior merupakan perdarahan yang berasal dari

septum bagian depan (pleksus kiesselbach atau arteri etmoidalis anterior).

Prevalensi yang sesungguhnya dari epistaksis tidak diketahui, karena pada

beberapa kasus epistaksis sembuh spontan dan hal ini tidak dilaporkan.

Epistaksis anterior dapat terjadi karena berbagai macam penyebab.Secara umum

penyebab epistaksis anterior dapat dibagi atas penyebab lokal dan penyebab

sistemik.Penyebab lokal yaitu trauma, benda asing, infeksi, iatrogenik, neoplasma

dan zat kimia.Penyebab sistemik antara lain yaitu penyakit kardiovaskular,

gangguan endokrin, infeksi sistemik, teleangiektasis hemoragik herediter, kelainan

hematologi, obat- obatan dan defisiensi vitamin C dan K.

Page 6: Laporan Skenario Kasus Pbl I_respi

Untuk menegakkan diagnosis dari epistaksis anterior dapat dilakukan anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.Sumber perdarahan dapat

ditentukan dengan pemasangan tampon yang telah dibasahi dengan larutan

pantokain 2% dan beberapat tetes adrenalin 1/10.000.

Penatalaksanaan pada epistaksis anterior seharusnya mengikuti tiga prinsip utama

yaitu menghentikan perdarahan, mencegah komplikasi dan mencegah berulangnya

epistaksis (Munir, 2006).

Etiologi

Penyebab Epistaksis :

1. Lokal

- Trauma misalnya trauma maksilofasial waktu mengeluarkan ingus dengan

kuat, bersin, mengorek hidung, terjatuh, terpukul, iritasi oleh gas yang

merangsang.

- Benda asing dan rinolit, dapat menyebabkan mimisan ringan disertai ingus

yang berbau busuk.

- Infeksi, pada hidung dan sinus paranasal seperti rinitis, sinusitis.

- Iatrogenik (pembedahan).

- Neoplasma pada cavum nasi atau nasofaring, baik jinak maupun ganas.

- Zat kimia (logam berat seperti merkuri, kromium dan fosfor, asam sulfur,

amonia, gasolin, glutaraldehid).

- Pengaruh lingkungan, misalnya perubahan tekanan atmosfir mendadak

(seperti pada penerbang dan penyelam/penyakit caisson) atau lingkungan

yang udaranya sangat dingin.

- Tidak diketahui penyebabnya, biasanya terjadi berulang dan ringan pada

anak dan remaja

2. Gangguan Sistemik

- Penyakit kardiovaskular, Arteriosklerosis, Hipertensi.

- Gangguan endokrin seperti pada kehamilan, menstruasi dan menopause.

- Infeksi sistemik : demam berdarah, influenza, morbili, demam tifoid.

- Telangiektasia hemoragik herediter (Osler weber rendu disease). Merupakan

penyakit autosomal dominan yang ditunjukkan dengan adanya perdarahan

berulang karena anomali pembuluh darah.

- Kelainan hematologi : hemopilia, leukemia, multiple myeloma, imune

trombositopenia purpura (ITP), polisitemia vera.

Page 7: Laporan Skenario Kasus Pbl I_respi

- Obat-obatan : NSAID, aspirin, warfarin, agen kemoterapeutik.

- Defisiensi Vitamin C dan K.2-7 (Munir, 2006).

Patofisiologi

Hidung kaya akan vaskularisasi yang berasal dari arteri karotis interna

dan arteri karotis eksterna. Arteri karotis eksterna menyuplai darah ke hidung

melalui percabangannya arteri fasialis dan arteri maksilaris. Arteri labialis

superior merupakan salah satu cabang terminal dari arteri fasialis. Arteri ini

memberikan vaskularisasi ke nasal arterior dan septum anterior sampai ke

percabangan septum. Arteri maksilaris interna masuk ke dalam fossa

pterigomaksilaris dan memberikan enam percabangan : a.alveolaris posterior

superior, a.palatina desenden , a.infraorbitalis, a.sfenopalatina, pterygoid canal

dan a. pharyngeal. Arteri palatina desenden turun melalui kanalis palatinus mayor

dan menyuplai dinding nasal lateral, kemudian kembali ke dalam hidung melalui

percabangan di foramen incisivus untuk menyuplai darah ke septum anterior.1

Arteri karotis interna memberikan vaskularisasi ke hidung. Arteri ini masuk ke

dalam tulang orbita melalui fisura orbitalis superior dan memberikan beberapa

percabangan. Arteri etmoidalis anterior meninggalkan orbita melalui foramen

etmoidalis anterior. Arteri etmoidalis posterior keluar dari rongga orbita, masuk

ke foramen etmoidalis posterior, pada lokasi 2-9 mm anterior dari kanalis optikus.

Kedua arteri ini menyilang os ethmoid dan memasuki fossa kranial anterior, lalu

turun ke cavum nasi melalui lamina cribriformis, masuk ke percabangan lateral

dan untuk menyuplai darah ke dinding nasal lateral dan septum.1-8

Pleksus kiesselbach yang dikenal dengan “little area” berada diseptum

kartilagenous anterior dan merupakan lokasi yang paling sering terjadi epistaksis

anterior. Sebagian besar arteri yang memperdarahi septum beranastomosis di area

ini.

Sebagian besar epistaksis (95%) terjadi di “little area”. Bagian septum

nasi anterior inferior merupakan area yang berhubungan langsung dengan udara,

hal ini menyebabkan mudah terbentuknya krusta, fisura dan retak karena trauma

pada pembuluh darah tersebut. Walaupun hanya sebuah aktifitas normal

dilakukan seperti menggosok-gosok hidung dengan keras, tetapi hal ini dapat

menyebabkan terjadinya trauma ringan pada pembuluh darah sehingga terjadi

ruptur dan perdarahan. Hal ini terutama terjadi pada membran mukosa yang

Page 8: Laporan Skenario Kasus Pbl I_respi

sudah terlebih dahulu mengalami inflamasi akibat dari infeksi saluran pernafasan

atas, alergi atau sinusitis (Munir, 2006).

Penatalaksanaan

Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis yaitu :

- Menghentikan perdarahan

- Mencegah komplikasi

- Mencegah berulangnya epistaksis 4 Terapi simptomatis Umum

- Tenangkan penderita, jika penderita khawatir perdarahan akan bertambah hebat,

sumbat hidung dengan kapas dan cuping hidung dijepit sekitar 10 menit.

- Penderita sebaiknya duduk tegak agar tekanan vaskular berkurang dan mudah

membatukkan darah dari tenggorokan, menggunakan apron plastik serta

memegang suatu wadah berbentuk ginjal untuk melindungi pemakainya.

- Kompres dingin pada daerah tengkuk leher dan juga pangkal hidung.

- Turunkan tekanan darah pada penderita hipertensi.

- Hentikan pemakaian antikoagulan.

- Pemberian cairan elektrolit pada perdarahan hebat, dan keadaan pasien lemah.

Terapi Lokal

- Buang gumpalan darah dari hidung dan tentukan lokasi perdarahan.

- Pasang tampon anterior yang telah dibasahi dengan adrenalin dan lidokain atau

pantokain untuk menghentikan perdarahan dan mengurangi rasa nyeri.

- Setelah perdarahan berhenti, dilakukan penyumbatan sumber perdarahan dengan

menyemprotkan larutan perak nitrat 20-30% (atau asam trikloroasetat 10%), atau

dengan elektrokauter. Bila terdapat pertemuan pembuluh darah septum anterior

dan lokasi perdarahan ditemukan, maka terbaik mengkauterisasi bagian

pinggirnya dan tidak benar-benar di pembuluh darah itu sendiri karena kauterisasi

langsung pada pembuluh darah tersebut biasanya akan menyebabkan perdarahan

kembali. Harus hati-hati agar tidak membuat luka bakar yang luas dan nekrosis

jaringan termasuk kartilago dibawahnya sehingga terjadi perforasi septum nasi.

- Cara yang paling baik untuk mengontrol epistaksis anterior (setelah dekongesti

dan kokainisasi) dengan suntikan 2 ml lidokain 1% di regio foramen incisivum

pada dasar hidung. Pengontrolan perdarahan anterior dengan cara ini dapat

menghindari masalah perforasi septum, karena elektrokauterisasi diberikan ke

tulang dasar hidung dan bukan pada septum.

Page 9: Laporan Skenario Kasus Pbl I_respi

- Bila dengan cara tersebut perdarahan masih terus berlangsung, maka diperlukan

pemasangan tampon anterior yang telah diberi vaselin atau salep antibiotika agar

tidak melekat sehingga tidak terjadi perdarahan ulang saat tampon dilepaskan.

Tampon dibuat dari lembaran kasa steril bervaselin, berukuran 72 x ½ inci,

dimasukkan melalui lubang hidung depan, dipasang secara berlapis mulai dari

dasar sampai puncak rongga hidung dan harus menekan sumber perdarahan.

Tampon dipasang selama 1-2 hari, sebagian dokter juga melapisi tampon dengan

salep antibiotik untuk mengurangi bakteri dan pembentukan bau.

- Dapat juga digunakan balon intranasal yang dirancang untuk menekan regio

septum anterior (pleksus kiesselbach) atau daerah etmoidalis. Cara ini lebih

mudah diterima pasien karena lebih nyaman.

Medika Mentosa

- Pada pasien yang dipasang tampon anterior, berikan antibiotik profilaksis.

-Vasokontriktor topikal : Oxymetazoline 0,05%.

Menstimulasi reseptor alfa-adrenergik sehingga terjadi vasokonstriksi.

Dosis : 2-3 spray pada lubang hidung setiap 12 jam.

Kontraindikasi : hipersensitivitas, hati-hati pada hipertiroid, penyakit jantung

iskemik, diabetes melitus, meningkatkan tekanan intraokular.

- Anestesi lokal : lidokain 4% Digunakan bersamaan dengan oxymetazoline

Menginhibisi depolarisasi, memblok transmisi impuls saraf.

Kontraindikasi : hipersensitivitas.

- Salep antibiotik : mopirocin 2% (Bactroban Nasal)

Menghambat pertumbuhan bakteri.

Dosis : 0,5 g pada setiap lubang hidung selama 5 hari

Kontraindikasi : hipersensitivitas.

- Perak Nitrat

Mengkoagulasi protein seluler dan menghancurkan jaringan granulasi.

Kontraindikasi : hipersensitivitas, kulit yang terluka.10,11

Intervensi radiologi, angiografi dengan embolisasi percabangan arteri karotis

intema. Hal ini dilakukan jika epistaksis tidak dapat dihentikan dengan tampon.

Pembedahan

Ligasi Arteri

Ligasi arteri etmoid anterior dilakukan bila dengan tampon anterior perdarahan

masih terus berlangsung. Ligasi dilakukan dengan membuat sayatan mulai dari

Page 10: Laporan Skenario Kasus Pbl I_respi

bagian medial alis mata,lalu melengkung ke bawah melalui pertengahan antara

pangkal hidung dan daerah kantus media. Insisi langsung diteruskan ke tulang,

dimana periosteum diangkat dengan hari-hari dan periorbita dilepaskan, lalu bola

mata ditarik ke lateral, arteri etmoid anterior merupakan cabang arteri optalmika

terletak pada sutura frontomaksilolaksimal. Pembuluh ini dijepit dengan suatu

klip hemostatik, atau suatu ligasi tunggal.

Septal dermatoplasty pada pasien osler-weber-rendu-syndrome mukosa septum

diambil dan kartilago diganti dengan skin graft (Adams, 1997).

KOMPLIKASI

- Komplikasi epistaksis :Hipotensi, hipoksia, anemia, aspirasi pneumoni

- Komplikasi kauterisasi : Sinekia, perforasi septum

- Komplikasi pemasangan tampon : Sinekia, rinosinusitis, sindrom syok toksik,

Perforasi septum, tuba eustachius tersumbat, aritmia (overdosis kokain atau

lidokain )

- Komplikasi embolisasi : Perdarahan hematom, nyeri wajah, hipersensitivitas,

paralisis fasialis, infark miokard.

- Komplikasi ligasi arteri : kebas pada wajah, sinusitis, sinekia, infark miokard.

PROGNOSIS

Prognosis epistaksis bagus tetapi bervariasi. Dengan terapi yang adekuat dan

kontrol penyakit yang teratur, sebagian besar pasien tidak mengalami perdarahan

ulang. Pada beberapa penderita, epistaksis dapat sembuh spontan tanpa

pengobatan. Hanya sedikit penderita yang memerlukan pengobatan yang lebih

agresif.

c. Epitel pada saluran pernafasan

Epitel organ pernapasan yang biasanya berupa epitel toraks bersilia, bertingkat

palsu (pseudo-stratified), berbeda-beda pada berbagai bagian hidung, tergantung

pada tekanan, dan kecepatan aliran udara, demikian pula suhu, dan derajat

kelembaban udara. Jadi, mukosa pada ujung anterior konka dan septum sedikit

melampui os internum masih dilapisi oleh epitel berlapis gepeng tanpa silia-

lanjutan epitel kulit vestibulum nasi. Sepanjang jalur utama arus inspirasi epitel

menjadi toraks, sila pendek dan agak irregular. Sel-sel meatus media dan inferior

yang terutama menangani arus ekspirasi memiliki sila yang panjang dan terusun

rapi. Sinus mengandung epitel kubus dan silia yang sama panjang dan jarak

antaranya. Kekuatan aliran udara yang melewati berbagai lokasi juga

Page 11: Laporan Skenario Kasus Pbl I_respi

mempengaruhi ketebalan lamina propia dan jumlah kelenjar mukosa. Lamina

propia tipis di daerah dimana aliran udara lambat atau lemah, namun tebal di

daerah aliran udara yang kuat (Adams,1997).

d. Vaskularisasi rongga hidung

Sumber gambar: Buku Ajar Penyakit THT hal 181

Sumber gambar: Buku Ajar Penyakit THT hal 181

Cabang sfenopalatina dari arteri maksilaris interna menyuplai konka, meatus, dan

septum. Cabang ethmoidalis anterior dan posterior dari arteri oftalmika menyuplai

sinus frontalis dan ethmoidalis serta atap hidung. Sedangkan sinus maksilaris

Page 12: Laporan Skenario Kasus Pbl I_respi

diperdarahi oleh suatu cabang arteri labialis superior dan cabang infraorbitalis serta

alveolaris dari arteri maksilaris interna, dan cabang faringealis dari arteri maksilaris

interna disebarkan ke dalam sinus sfenoidalis (Adams, 1997).

Suplai darah dinding lateral hidung Arteri ethmoidalis merupakan cabang-cabang

arteri oftalmika yang berasal dari arteri karotis interna. Sedangkan arteri sfenopalatina

dan palatine mayor merupakan cabang terminal dari arteri karotis eksterna (Adams,

1997).

Suplai darah septum nasi cabang-cabang arteri labialis superior dan arteri palatine

juga mencapai septum. Pleksus kiesselbach merupakan daerah yang sangat umum

mengalami epistaksis (Adams, 1997).

e. Inervasi rongga hidung

Cabang sfenopalatina dari arteri maksilaris interna menyuplai konka, meatus, dan

septum. Cabang ethmoidalis anterior dan posterior dari arteri oftalmika menyuplai

sinus frontalis dan ethmoidalis serta atap hidung. Sedangkan sinus maksilaris

diperdarahi oleh suatu cabang arteri labialis superior dan cabang infraorbitalis

serta alveolaris dari arteri maksilaris interna, dan cabang faringealis dari arteri

maksilaris interna disebarkan ke dalam sinus sfenoidalis (Adams, 1997).

Suplai darah dinding lateral hidung Arteri ethmoidalis merupakan cabang-

cabang arteri oftalmika yang berasal dari arteri karotis interna. Sedangkan arteri

sfenopalatina dan palatine mayor merupakan cabang terminal dari arteri karotis

eksterna (Adams, 1997).

Suplai darah septum nasi cabang-cabang arteri labialis superior dan arteri

palatine juga mencapai septum. Pleksus kiesselbach merupakan daerah yang

sangat umum mengalami epistaksis (Adams, 1997).

Page 13: Laporan Skenario Kasus Pbl I_respi

f. Histologi rongga hidung

Keterangan:

1 Anterior cranial fossa

2 Crista galli

3 Nasal septum with respiratory mucosa

4 Nasal cavity

5 Inferior nasal concha

6 Inferior nasal meatus

7 Middle nasal concha

8 Middle nasal meatus

9 Ethmoidal cells

10 Orbital cavity

11 Maxillary sinus

12 Maxilla, upper jaw bone

13 Soft palate

14 Oral cavity

15 Ethmoid bone, lamina perpendicularis

16 Ethmoid bone, lamina orbitalis

Page 14: Laporan Skenario Kasus Pbl I_respi

17 Maxillary bone

18 Levator palpebrae superioris muscle and superior rectus muscle

19 Superior oblique muscle

20 Medial rectus muscle

21 Retrobulbar fat (corpus adiposum orbitae) (DiFiore, 2010).

g. Anatomi rongga hidung

h. Perbedaaan suhu tubuh antara anak-anak dan dewasa

Suhu tubuh normal pada orang dewasa 36,5OC-37,5OC, sedangkan pada anak-anak

berkisar antara 36, 1OC-38OC (Schwartz, 2004).

i. Mekanisme terjadinya bersin

- Pertama-tama alergrn masuk ke hidung kemudia menempel dipermukaan

mukosa hidung. Akhirnya mukosa hidung tersesitisasi, akibatnya rantai IgE

mengikat alergen spesifik yang masuk tersebut. Hal tersebut menyebabkan

degranulasi sel mast dan basofil sehingga histamin terlepas, histamin ini

kemudian merangsang ujung saraf sehingga terjadilah respon yang begitu

gatal. Karena gatal inilah menyebabkan bersin (Benjamin, 2000).

- Inspirasi benda asing masuk glottis membuka tekanan intra thorax

menurun ekspirasi aliran udara cepat dan melewati jalan sempit

bersin iritan terbawa keluar (Adams, 1997).

j. Mekanisme terjadinya batuk

- Inspirasi Benda asing reseptor batuk di carina glottis menutup

tekanan intra thorax meningkat ekspirasi batuk.

Page 15: Laporan Skenario Kasus Pbl I_respi

- Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibedakan menjadi tiga fase, yaitu fase

inspirasi, fase kompresi, dan fase ekspirasi. Fase inspirasi dimulai dengan

inspirasi singkat dan cepat dari sejumlah besar udara, pada saat ini glotis

secara refleks sudah terbuka. Setelah udara diinspirasi, maka mulailah fase

kompresi dimana glotis akan tertutup selama 0,2 detik. Pada masa ini, tekanan

di paru dan abdomen akan meningkat. Kemudian, secara aktif glotis akan

terbuka dan berlangsunglah fase ekspirasi. Udara akan keluar dan

menggetarkan jaringan saluran napas serta udara yang ada sehingga

menimbulkan suara batuk yang kita kenal (Aditama, 1993).

k. Mekanisme terjadinya demam

Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibedakan menjadi tiga fase, yaitu fase

inspirasi, fase kompresi, dan fase ekspirasi. Fase inspirasi dimulai dengan inspirasi

singkat dan cepat dari sejumlah besar udara, pada saat ini glotis secara refleks

sudah terbuka. Setelah udara diinspirasi, maka mulailah fase kompresi dimana

glotis akan tertutup selama 0,2 detik. Pada masa ini, tekanan di paru dan abdomen

akan meningkat. Kemudian, secara aktif glotis akan terbuka dan berlangsunglah

fase ekspirasi. Udara akan keluar dan menggetarkan jaringan saluran napas serta

udara yang ada sehingga menimbulkan suara batuk yang kita kenal

(Aditama,1993).

5. Sasaran Belajar

RHINOFARINGITIS

Definisi

Merupakan peradangan akibat infeksi virus di saluran pernafasan atas. Namalain

dari nasofaringitis akut antara lain rhinofaringitis akut, rhinitis simpleks,

selesma,coryza atau orang awam lebih sering menyebut masuk angin/common

cold (CC)Selesma (common cold) dan flu (influenza) sering disebut sebagai self-

limiting desease karena sebenarnya penyakit ini merupakan penyakit yang

dapatsembuh dengan sendirinya.Selesma disebabkan oleh bermacam-macam virus

(diketahui lebih dari 100virus seperti rhinovirus, adenovirus, respiratory syncytial

virus (RSV), coronavirus,dan lain-lain) sedangkan flu disebabkan oleh virus

influenza, biasanya tipe A. Ukuran partikelnya sendiri sangat kecil dengan

diameter hanya < 10 um, akan sangat mudahuntuk menginfeksi. Setelah

Page 16: Laporan Skenario Kasus Pbl I_respi

menginfeksi sel di saluran nafas, virus akan berkembangbiak dan menginfeksi sel-

sel yang berdekatan, masa inkubasinya berkisar antara 18±72 jam.Beberapa penyakit

dapat diawali dengan gejala yang mirip dengan gejala flu seperti pneumonia,

bronkitis, pertusis, dan lain sebagainya padahal penyebabnya berbeda dan

penatalaksanaannya juga berbeda. Setiap orang pasti pernah menderitaselesma

atau flu, di Amerika setiap tahun setidaknya 3-4 kali seseorang akan

mengalaminya (Djojodroto, 2009)

Etiologi

Disebabkan oleh lebih dari 200 agen virus yang berbeda secara serologis. Agen

utamanya adalah Rhinovirus (Nelson,2000). Rhinovirus (RV) menjadi penyebab

utama dari terjadinya kasus-kasus flu (common cold) dengan presentase 30-40%.

Rhinovirus merupakan subgrup famili Picornaviridae yang paling besar, terdiri

dari 89 serotipe yang telah diidentifikasi dengan reaksi netralisasi memakai

antiserum spesifik. Rhinovirus berasal dari bahasa yunani rhin- yang artinya

adalah hidung. Rhinovirus merupakan organisme mikroskopis yang menyerang

sel-sel mukus pada hidung, merusak fungsi normal mereka serta memperbanyak

diri di sana. Virus tersebut dapat bermutasi dan hingga saat ini ada sekitar 250

strain atau jenis rhinovirus. Virus ini masuk dalam Famili Picornaviridae , Genus

Rhinovirus , dan Spesies Human Rhinovirus A , Human Rhinovirus B .

Tanda dan Gejala

Gejala Klinis bersin, nyeri tenggorokan, sumbatan hidung, nyeri kepala, batuk

dan demam dengan temperatur yang tidak mengalami peningkatan dari 38oC atau

common cold. Masa inkubasi rhinovirus adalah 2-4 hari. Infeksi pada manusia

terbatas pada saluran pernafasan. Symptom yang predominan adalah nasal seperti

obstruksi, bersin, suara parau, malaise, sakit kepala dan juga sering batuk. Tidak

terjadi demam, dan biasanya penderita mendapat trakeobronkitis. Gawatnya

penyakit bergantung pada banyaknya virus yang masuk. Virus mengadakan

infeksi, bereplikasi di dalam sel epitel bersilia di hidung dan selama 2-5 hari

pertama dari penyakitnya, virus dapat diisolasi dari sekresi faring tetapi tidak dari

sekresi lain atau cairan tubuh. Sejumlah kecil sel epitel yang terkena infeksi

dikeluarkan ke dalam sekresi nasal. Mekanisme dari resopon kenaikan produksi

mucus kemungkinan besar terjadi akibat adanya respons dari sistem kekebalan

Page 17: Laporan Skenario Kasus Pbl I_respi

tubuh terhadap infeksi virus yaitu dengan terjadinya pembengkakan dan inflasi

(peradangan) membran hidung, serta peningkatan produksi mukus. Mukus ini

menangkap material yang kita hirup seperti debu, serbuk, bakteri dan virus. Pada

saat mukus mengandung virus dan masuk ke dalam sel tubuh, maka seseorang

akan mengalami keluhan-keluhan pilek (Sardjito, 1994).

Common Cold

Common cold atau disingkat CC adalah penyakit infeksi saluran pernafasan akut

(ISPA) bagian atas. Seperti telah disebutkan penyebabnya terutama kelompok

Rhinovirus. Selain menyebabkan CC, Rhinovirus dapat mengakibatkan bronhitis,

radang telinga, sinusitis dan ISPA bawah seperti pneumonia. Bahkan virus ini

dapat mencetuskan serangan asma. Penyakit ini hanya menulari manusia saja.

Satu-satunya binatang yang peka ialah simpanse (Sardjito,1994).

Pertumbuhan Rhinovirus

Manusia merupakan satu-satunya hospes alamiah rhinovirus. Setelah

inokulasi intranasal, virus berkembang biak di nasal dan sel mukosa faring dan

kemudian timbul antibody spesifik, tetapi tidak menimbulkan penyakit.

Temperarur optimal bagi rhinovirus untuk berkembang adalah 33-35°C. Reseptor

Rhinovirus yang utama pada manusia adalah intercellular adhesion molecule-1

(ICAM-1). Rhinovirus mengambil keuntungan dari ICAM-1 untuk digunakan

sebagai reseptor untuk penempelan, sehingga antibody tidak mengenalnya

sebagai virus. Beberapa tipe dari rhinovirus dapat menginfeksi kera, tetapi pada

binatang ini tidak menimbulkan penyakit (Mc Coy, 2008).

gambar mekanisme RV menginfeksi sel :

Page 18: Laporan Skenario Kasus Pbl I_respi

Imunologi dan Rhinovirus

Rhinovirus mempunyai kapsid dengan 4 kelompok epitop seperti

poliovirus yang mengiduksi antibody netralisasi dimana VP1 merupakan bagian

antigen yang dominan. Infeksi manusia secara alam dapat menstimulasi produksi

antibody netralisasi tipe-spesifik (IgM, IgA dan IgG) yang dapat memberikan

resistensi terhadap reinfeksi oleh virus dari tipe yang sama. Antibody spesifik

terdapat dalam sekresi nasal dan serum setelah 2-3 minggu infeksi dan kemudian

akan naik setelah 4-5 minggu infeksi primer. Timbulnya respon antibody lebih

besar terhadap strain M (galur yang dapat berkembang biak pada sel kera) dari

pada terhadap strain H (galur yang hanya dapat berkembang pada sel manusia).

Dalam grup rhinovirus setelah epidemi yang berturut-turut didapatkan galur

rhinovirus baru yang mempunyai perubahan antigen atau shift (Mc Coy, 2008).

Mekanisme peradangan

(Mansjoer, 2009)

Page 19: Laporan Skenario Kasus Pbl I_respi

Pengobatan

Pengobatan untuk kasus tanpa komplikasi hanyalah istirahat cukup,

minum air yang banyak, serta berkumur dengan air garam hangat. Minum air

hangat yang banyak membantu lendir lebih mudah dikeluarkan. Banyak obat

yang sudah dicoba untuk mencegah atau mengobati pilek, tapi selama ini belum

ada yang terbukti efektif. Vitamin C dengan dosis besar pun belum terbukti

efektif untuk bisa mencegah penularan terhadap virus ini, malah dapat

mengakibatkan efek samping lain seperti diare yang berbahaya bagi anak-anak

dan orang tua. Antibiotika tidak dapat membunuh virus, dan hanya diberikan bila

timbul komplikasi seperti sinusitis atau infeksi telinga yang dapat berkembang

sebagai infeksi sekunder (Mc Coy, 2008).

Bila perlu, minum obat lebih baik diberikan sesuai dengan keluhan.

Parasetamol diberikan untuk mengurangi keluhan demam atau sakit kepala, nasal

dekongestan untuk melegakan hidung sesaat, dan antihistamin bisa mengurangi

ingus pada penderita dengan riwayat alergi. Namun perlu diingat sekali lagi

bahwa obat-obat tersebut tidak akan dapat mencegah, mengobati ataupun

mengurangi lamanya serangan pilek. Bahkan sebagian besar obat mengakibatkan

efek samping yang juga harus diperhitungkan (Mc Coy, 2008).

Komplikasi Rhinofaringitis

1. Sinusitis

2. Peradangan telinga

3. Radang tenggorokan

4. Bronchitis

5. Infeksi paru (Adams, 1997)

Prognosis Rhinofaringitis

Baik, jika penanganannya tepat.

Buruk, apabila ditangani dengan tidak baik, dan bisa menimbulkan komplikasi

atau infeksi sekunder yang lebih buruk dari sebelumnya (Adams, 1997)

Page 20: Laporan Skenario Kasus Pbl I_respi

BAB III

KESIMPULAN

1. Diagnosis dari kasus PBL 1 ini adalah Epistaksis Rhinopharingitis akut et causa viral

(common cold)

2. Rhinofaringitis adalah peradangan akibat infeksi virus di saluran pernafasan atas.

3. Mendapatkan terapi:

1. Anti piretik

2. Dekongestan + antihistamin (dalam 1 sediaan)

3. Edukasi: cukup istirahat + perbanyak cairan (sup hangat, jus buah, dsb)

4. Prognosis baik jika ditangani dengan cepat dan tepat, buruk apabila komplikasi sudah

terlalu parah

5. Komplikasi Sinusitis, Peradangan telinga, Radang tenggorokan, Bronchitis dan

Infeksi paru.

Page 21: Laporan Skenario Kasus Pbl I_respi

DAFTAR PUSTAKA

Adams, George L. 1997. Boies : Buku Ajar Penyakit THT edisi 6. Jakarta : EGC.

Aditama, T. Yoga. 1993. Patofisiologi Batuk. Jakarta : Bagian Pulmonologi FK UI, Unit Paru

RS Persahabatan

Djojodroto, R Darmanto. 2009. Respirologi. Jakarta : EGC

Gleadle, Jonathan. 2007. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Erlangga.

Junqueira LC, Carneiro J. Histologi Dasar Teks & Atlas. 10th ed. Jakarta: EGC; 2007. p.

335-54.

Irwin RS, Baumann MH, Bolser DC, et al. Diagnosis and management of cough executive

summary: ACCP evidence-based clinical practice guidelines. Chest. 2006;129(1

Kuehnel. Color Atlas of Cytology, Histology, and Microscopic Anatomy. 4th ed

Stuttgart: Thieme; 2003. p. 340-51.

Legget J. Approach to fever or suspected infection in the normal host. Goldman L, Ausiello

D, eds. Cecil Medicine, 23rd ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier; 2007: chap 302.

Mansjoer, Arif et al. 2009. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1. Media Aesculapius:

Jakarta

Munir, Derfitri et al. 2006. Epitaksis. Departemen Ilmu kesehatan THT dan Bedah Kepala

Leher. FK Universitas Sumatera Utara

Nelson, W.E. 2000. Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

McCoy, Lori. 2008. http://www.scq.ubc.ca/rhinovirus-an-unstoppable-cause-of-the-

common-cold/

Pallin DJ. Epidemiology of epistaxis in US emergency departments, 1992 to 2001. Ann

Emerg Med. 2005;46:77-81.

Sardjito, R., 1994, Mikrobiologi Kedokteran, Binarupa Aksara, Jakarta.

Schwartz, M. William. 2004. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: EGC

Somatri, Irman. 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem

Pernapasan. Salemba Medika: Jakarta

www.IvyRose.co.uk