LAPORAN RESPIRASI HEWAN

27
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bernafas merupakan salah satu ciri dan aktivitas makhluk hidup (Campbel,2000). Setiap makhluk hidup memiliki organ pernapasan yang berbeda – beda. Seperti pada hewan akuatik terdapat dua alat respirasi yaitu kulit pada hewan inaktif dan insang pada hewan aktif . Insang pun terbagi dua, ada insang yang berada di luar dan insang dalam. Berbeda dengan organ respirasi pada hewan terrestrial, pada hewan terestrial terdapat beberapa jenis organ respirasi yaitu paru-paru, trachea,dan kulit (Jasin,1983). Dengan perbedaan organ respirasi yang ada, tentunya proses respirasi dari kedua macam hewan tersebut juga berbeda. Pada praktikum kali ini, dilakukan pengamatan terhadap laju konsumsi oksigen suatu organisme. Laju konsumsi oksigen dapat ditentukan dengan berbagai cara, antara lain dengan menggunakan respirometer dan metode Winkler. Penggunaan masing-masing cara didasarkan pada jenis hewan yang akan diukur laju konsumsi oksigennya. Respirometer dipakai untuk mengukur konsumsi oksigen hewan yang berukuran kecil seperti serangga atau laba-laba. Metode Winkler merupakan suatu cara untuk menentukan banyaknya oksigen yang terlarut di dalam air. Pengukuran laju konsumsi oksigen ini sangat penting karena berkaitan dengan laju metabolism dari organisme itu sendiri.

description

LAPORAN PROANFIS

Transcript of LAPORAN RESPIRASI HEWAN

Page 1: LAPORAN RESPIRASI HEWAN

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bernafas merupakan salah satu ciri dan aktivitas makhluk hidup (Campbel,2000).

Setiap makhluk hidup memiliki organ pernapasan yang berbeda – beda. Seperti pada hewan

akuatik terdapat dua alat respirasi yaitu kulit pada hewan inaktif dan insang pada hewan

aktif . Insang pun terbagi dua, ada insang yang berada di luar dan insang dalam. Berbeda

dengan organ respirasi pada hewan terrestrial, pada hewan terestrial terdapat beberapa jenis

organ respirasi yaitu paru-paru, trachea,dan kulit (Jasin,1983). Dengan perbedaan organ

respirasi yang ada, tentunya proses respirasi dari kedua macam hewan tersebut juga berbeda.

Pada praktikum kali ini, dilakukan pengamatan terhadap laju konsumsi oksigen suatu

organisme. Laju konsumsi oksigen dapat ditentukan dengan berbagai cara, antara lain dengan

menggunakan respirometer dan metode Winkler. Penggunaan masing-masing cara didasarkan

pada jenis hewan yang akan diukur laju konsumsi oksigennya. Respirometer dipakai untuk

mengukur konsumsi oksigen hewan yang berukuran kecil seperti serangga atau laba-laba.

Metode Winkler merupakan suatu cara untuk menentukan banyaknya oksigen yang terlarut di

dalam air. Pengukuran laju konsumsi oksigen ini sangat penting karena berkaitan dengan laju

metabolism dari organisme itu sendiri. Menurut Tobin (2005), Laju metabolisme biasanya

diperkirakan dengan mengukur banyaknya oksigen yang dikonsumsi makhluk hidup per

satuan waktu. Hal ini memungkinkan karena oksidasi dari bahan makanan memerlukan

oksigen (dalam jumlah yang diketahui) untuk menghasilkan energi yang dapat diketahui

jumlahnya. Akan tetapi, laju metabolisme biasanya cukup diekspresikan dalam bentuk laju

konsumsi oksigen.

Laju konsumsi oksigen yang ada pada hewan biasanya dapat terukur dari jumlah

Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO) yang ada pada larutan. Oksigen terlarut

(Dissolved Oxygen = DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses

metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik

dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal sari

suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam

Page 2: LAPORAN RESPIRASI HEWAN

perairan tersebut (Salmin, 2000). Pelaksanaan praktikum respirasi ini sangat penting untuk

dilakukan karena dengan melakukan praktikum ini kita dapat menentukan laju konsumsi

oksigen dari kecoa (Periplaneta americana), ikan komet (Carrassius auratus), mencit (Mus

mculus) dan faktor apa yang mempengaruhi laju konsumsi oksigen tersebut.

1.2 Tujuan

1. Menentukan laju konsumsi oksigen kecoa (Periplaneta americana)

2. Menentukan laju konsumsi oksigen ikan komet (Carrassius auratus)

3. Menentukan laju konsumsi oksigen mencit (Mus mculus)

Page 3: LAPORAN RESPIRASI HEWAN

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Respirasi

Respirasi adalah proses mengambil oksigen dari udara dan mengeluarkan

karbondioksida ke udara. Atau respirasi adalah pertukaran gas oksigen dari udara bebas oleh

organism hidup untuk serangkaian proses metabolism (oksidasi) di dalam tubuh, dengan

mengeluarkan karbondioksida sebagai sisa metabolism. (Waluyo, 2006: 287).

Sistem respirasi pada mamalia terdiri atas bagian saluran udara dan bagian

pernafasan. Bagian saluran udara terdiri atas rongga mulut, faring, larink, trakea, bronki dan

bronkioli. Sedang bagian pernafasan terdiri atas bronkioli respiratori, duktu alveoli dan

alveoli. Udara yang dapat dihembuskan sekuat kuatnya setelah melakukan inspirasi sekuat

kuatnya disebut kapasitas vital paru paru. (Tim Dosen Pembina.2012:13 ).

Pada prinsipnya, pertukaran gas yang terjadi di jaringan tubuh dan paru-paru terjadi

secara difusi mengikuti perbedaan tekanan. Udara yang sampai alveoli memiliki tekanan O2

yang lebih tinggi dan tekanan CO2 yang lebih rendah dibandingkan dengan darah dalam

pembuluh arteri yang melewati alveoli. Jika tekanan udara 1 atmosfer (760 mmHg), dan

volume O2 adalah 21%, tekanan parsial O2 (PO2) di udara bebas adalah 0,21 x 760 mmHg,

yaitu sekitar 160 mmHg. Sementara itu, tekanan parsial CO2 (PCO2) diketahui adalah sekitar

0,23 mmHg. Akibatnya, O2 dari udara berdifusi melewati epitel alveoli dan kapiler ke dalam

darah di dalam kapiler (Campbell, 1998: 845).

Sistem respirasi memiliki fungsi utama untuk memasok oksigen ke dalam tubuh serta

membuang CO2 dari dalam tubuh. Respirasi ekternal sama dengan bernafas, sedangkan

respirasi internal seluler ialah proses penggunaan oksigen oleh sel tubuh dan pembuangan zat

sisa metabolisme sel yang berupa CO2, penyelenggaraan respirasi harus didukung oleh alat

pernafasan yang sesuai yaitu, alat yang dapat digunakan oleh hewan untuk melakukan

pertukaran gas dengan lingkungannya, alat yang dimaksud dapat berupa alat pernafasan

khusus ataupun tidak (Isnaeni, 2006).

Page 4: LAPORAN RESPIRASI HEWAN

2.2 Mekanisme Respirasi

Mencit

Organ pernapasan pada mencit meliputi hidung yang merupakan tempat awal

masuknya udara, rongga hidung dengan pembuluh darah dan saraf yang terdapat

rambut yang berfungsi untuk menyaring kotoran yang masuk bersama udara,

menangkap partikel-partikel kecil seperti debu dan melarutkan zat kimia. Dalam

hidung juga terdapat silia yang berfungsi menangkap gas, dalam rongga hidung

berhubungan dengan tulang dahi kelenjar air mata, telinga bagian tengah dan rongga

mulut

Faring berbentuk seperti fifa berotot dan berongga sedangkan laring

dipertigaan saluran pencernaan, saluran pernapasan dan saluran mulut. Trakea terdirir

atas tiga lapis yaitu lapisan luar terbuat dari jaringan pengikat. Tulang tengah terdiri

dari lapisan tulang rawan dan otot polos. Bronkus atau paru-paru terdiri atas bronkus

kiri dan kanan yang termasuk dalam paru-paru, bronkus kirir terdiri dari dua cabang

yang disebut bronkeolus yang masuk kedalam lobus kiri.

Mekanisme pertukaran gas dalam alveolus, yaitu oksigen yang diperlukan

untuk oksidasi diambil dari udara yang kita hirup pada waktu kita bernapas. Pada

waktu kita bernapas, udara masuk melalui saluran pernapasan dan akhirnya masuk ke

dalam alveolus. Karbondioksida yang dihasilkan dari pernapasan diangkut oleh darah

melalui pembuluh darah yang akhirnya sampai pada alveolus. Dari alveolus,

karbondioksida dikeluarkan melalui saluran pernapasan pada waktu kita bernapas

(Campbel,1998)

Kecoa

System respirasi pada kecoa yaitu menggunakan system trackea yang pada

umumnya sama dengan sitem pernapasan pada insecta lainnya. System respirasi pada

kecoa terdiri atas susunan pipa-pipa udara atau trachea yang bercabang-cabang

membentuk anyaman yang membawa udara ke seluruh bagian tubuh. Trachea terdiri

atas selapis sel yang berkhitin. Batang pokok trachea membentuk penebalan serupa

Page 5: LAPORAN RESPIRASI HEWAN

spiral untuk mencegah rusaknya trachea dari kerusakan akibat gerakan dari bagian

tubuh hewan. Sebagian besar segmen tubuh kecoa mempunyai lubang lateral atau

lubang udara yang disebut spirakel (latin : spiraculum) yang menuju ke dalam system

tubulus trackea. System trackea merupakan suatu system penyaringan atau filter yang

mencegah benda-benda kecil menyumbat system ini (Jasin,1992).

Ikan Komet

Sebagai biota perairan, Ikan merupakan mendapatkan Oksigen terlarut dalam

air. Pada hampir semua Ikan, insang merupakan komponen penting dalam pertukaran

gas, insang terbentuk dari lengkungan tulang rawan yang mengeras, dengan beberapa

filamen insang di dalamnya (Fujaya. 1999; 103).

Menurut Sukiya (2005; 16), Setiap kali mulut dibuka, maka air dari luar akan

masuk menuju farink kemudian keluar lagi melalui melewati celah insang, peristiwa

ini melibatkan kartilago sebagai penyokong filamen ikan. Selanjutnya Sukiya

menambahkan bahwa lamella insang berupa lempengan tipis yang diselubungi epitel

pernafasan menutup jaringan vaskuler dan busur aorta, sehingga karbondioksida

darah dapat bertukar dengan oksigen terlarut di dalam air.

Organ insang pada ikan ditutupi oleh bagian khusus yang berfungsi untuk

mengeluarkan air dari insang yang disebut operculum yang membentuk ruang

operkulum di sebelah sisi lateral insang (Sugiri. 1984; 1966). Laju gerakan

operculum ikan mempunyai korelasi positif terhadap laju respirasi ikan.

2.3 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Laju Respirasi

Laju Respirasi dipengaruhi oleh (Waluyo. 2007: 257-264) :

a. Umur

Makin tua makin lambat, karena butuh sedikit energy

b. Jenis kelamin

Laki – laki lebih butuh banyak energi dibanding perempuan

c. Suhu tubuh

Suhu tubuh turun, oksigen makin butuh banyak untuk meningkatkan metabolisme.

d. Posisi tubuh/aktivitas

Page 6: LAPORAN RESPIRASI HEWAN

Makin aktif tubuh, makin banyak butuh oksigen

2.4 Metode Winkler

Metoda titrasi dengan cara Winkler secara umum banyak digunakan untuk

menentukan kadar oksigen terlarut. Prinsipnya dengan menggunakan titrasi iodometri, yaitu

ampel yang digunakan terlebih dahulu ditambahkan larutan MnSO4 dan K0H - KI, sehingga

akan terjadi endapan Mn02. Dengan menambahkan H2SO4, maka endapan yang terjadi akan

terlarut kembali dan juga akan membebaskan molekul iodium (I2) yang ekivalen dengan

oksigen terlarut. Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan standar

natrium tiosulfat (Na2S203) dan menggunakan indikator larutan amilum (kanji). Dengan

metode ini kita dapat mengetahui banyaknya oksigen yang dikonsumsi oleh ikan

(Hutagulung.,et al., 1985).

Reaksi kimia yang terjadi dapat dirumuskan sebagai berikut :

Mn2+ + 2OH - Mn(OH)2

2Mn(OH)2 + ½ O2 + H2O 2Mn(OH)2

2Mn(OH)3 + 2I- + 6H+ 2 Mn2+ + I2 + 6 H2O

I2 + I - I3 -

IO3 - + 8 I - + 6H+ 3 I3 - + 3 H2O

I3 - + 2SO2O3

- 3 I- + S4O6 -

(Hutagulung.,et al., 1985)

2.5 Respirometer

Respirometer sederhana adalah alat yang dapat digunakan untuk mengukur kecepatan

pernapasan beberapa macam organisme hidup seperti serangga, bunga, akar, kecambah yang

segar. Jika tidak ada perubahan suhu yang berarti, kecepatan pernapasan dapat dinyatakan

dalam ml/detik/g, yaitu banyaknya oksigen yang digunakan oleh makhluk percobaan tiap 1

gram berat tiap detik (Salmin, 2000).

Respirometer ini terdiri atas dua bagian yang dapat dipisahkan, yaitu tabung

spesimen (tempat hewan atau bagian tumbuhan yang diselidiki) dan pipa kapiler berskala

Page 7: LAPORAN RESPIRASI HEWAN

yang dikaliberasikan teliti hingga 0,01 ml. Kedua bagian ini dapat disatukan amat rapat

hingga kedap udara dan didudukkan pada penumpu (landasan) kayu atau logam.

Alat ini bekerja atas suatu prinsip bahwa dalam pernapasan ada oksigen yang

digunakan oleh organisme dan ada karbon dioksida yang dikeluarkan olehnya. Jika

organisme yang bernapas itu disimpan dalam ruang tertutup dan karbon dioksida yang

dikeluarkan oleh organisme dalam ruang tertutup itu diikat, maka penyusutan udara akan

terjadi. Kecepatan penyusutan udara dalam ruang itu dapat dicatat (diamati) pada pipa kapiler

berskala. Reaksi yang terjadi adalah:

2KOH (s) + CO2 (g) K2CO3 (aq) + H2O (aq)

(Salmin, 2005)

Page 8: LAPORAN RESPIRASI HEWAN

BAB III

METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1 Alat dan Bahan Praktikum Sistem Respirasi

Alat Bahan

Timbangan hewan Mencit (Mus muculus)

Stopwatch Kecoa (Periplaneta americana)

Respirometer Ikan komet (Carrassius auratus)

Pipet tetes Kapas

Labu Erlenmeyer 2L Larutan KOH 20%

Labu Erlenmeyer 250ml Larutan eosin

Gelas ukur 100ml Vaselin

Sumbat karet Syringe

Selang Plastik Larutan thiosulfate (NO2S2O3)

Penjepit Larutan H2SO4

Buret Larutan KOH – KI

Statif Larutan MnSO4

Klemp Larutan amilum 1%

3.2 Cara Kerja

3.2.1 Pengukuran Laju Konsumsi Oksigen Ikan Komet

Menggunakan metode Winkler. Erlenmeyer dengan volume 2 liter disusun

dengan 2 selang. Air yang digunakan berupa air kran dan air detergen. Kemudian salah

satu selang dihubungkan dengan kran air (SM), sedangkan selang lainnya digunakan

sebagai saluran keluar (SK). Erlenmeyer kemudian diisi dengan air secukupnya, dan ikan

Page 9: LAPORAN RESPIRASI HEWAN

yang telah diukur beratnya dapat dimasukan ke dalamnya. Setelah itu botol ditutup dan

air dialirkan ke dalamnya melalui saluran masuk (SM) hingga melimpah keluar melalui

saluran keluar (SK).

Air yang keluar dari saluran keluar ditampung dalam botol Winkler 250mL.

kemudian saluran masuk dan saluran keluar ditutup menggunakan penjepit. Selanjutnya

dilakukan titrasi, ditambahkan MnSO4 pada botol Winkler yang berisi air. Lalu

ditambahkan larutan KOH-KI. Botol dibolak balik secara perlahan dan didiamkan hingga

terbentuk endapan. Ditambahkan larutan H2SO4 sebanyak 1mL. Botol dibolak balik lagi

hingga semua endapan larut. Diambil 100mL larutan dari botol Winkler, lalu dituangkan

dalam labu Erlenmeyer 250 mL.

Kemudian larutan dititrasi dengan thiosulfate hingga berwarna kuning muda.

Kemudian ditambahkan larutan amilum 1% sebanyak 4-5 kali tetes hingga larutan

berwarna biru tua. Lalu dititrasi lagi dengan larutan thiosulfate hingga berubah warna

menjadi bening. Dicatat banyaknya thiosulfate yang digunakan.

Dilakukan pengulangan perhitungan kadar oksigen setelah ikan didiamkan

selama 60 menit (untuk ikan dengan air kran) dan hingga ikan mati (untuk ikan dengan

air detergen).

3.2.2. Pengukuran Laju Konsumsi Oksigen Mencit

Dimasukan kapas dalam tabung respirometer. Kemudian dimasukan KOH padat

dalam kapas dan masukan dalam tabung kawat. Dipasang pipa berskala pada

respirometer kemudian tutup celah pada tabung respirometer dengan menggunakan

vasselin. Eosin dimasukan secukupnya dengan syringe pada ujung pipa berskala. Jika

objek sudah berada didalam, waktu yang dibutuhkan eosin untuk berpindah sebesar 0.5

skala dan laju konsumsinya dicatat. Lalu dihitung laju konsumsi oksigennya.

3.2.3. Pengukuran laju Konsumsi Oksigen Kecoa

Dimasukan kapas dalam tabung respirometer. Kemudian dimasukan KOH padat

dalam kapas dan masukan dalam tabung kawat. Dipasang pipa berskala pada

Page 10: LAPORAN RESPIRASI HEWAN

respirometer kemudian tutup celah pada tabung respirometer dengan menggunakan

vasselin. Eosin dimasukan secukupnya dengan syringe pada ujung pipa berskala. Jika

objek sudah berada didalam, waktu yang dibutuhkan eosin untuk berpindah sebesar 0.5

skala dan laju konsumsinya dicatat. Lalu dihitung laju konsumsi oksigennya.

Page 11: LAPORAN RESPIRASI HEWAN

BAB IV

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, didapatkan hasil laju konsumsi oksigen

pada mencit dan ikan yang akan dijelaskan pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.1.1 Laju Respirasi Mencit

Kelompok Massa

mencit (gr)

Volume

oksigen (ml)

Waktu

(jam)

Laju respirasi

(mL

gr . jam¿

1 15,8 3 0.007175 26.46

2 15,8 0,3 0.007175 2.646

3 17,2 4 0.01416 16.423

4 15,7 1.91 0.01667 7.298

5 19,8 19.5 0.02556 38.53

6 19.8 19.5 0.0494 19.936

7 15,8 0.8 2.78 x 10-4 182.278

8 16,8 0.7 0.05 0.833

Laju respirasi mencit dapat dihitung dengan menggunakan rumus dibawah ini :

Volume Oksigen (mL)Massamencit (gr ) x waktu( jam)

Dari data diatas dapat diambil nilai laju respirasi rata-rata mencit, yaitu :

26.46 + 2.646 +16.423+7.298+38.53+19.936+182.278+0.833 = 36.8ml/gr.jam

8

Page 12: LAPORAN RESPIRASI HEWAN

Tabel 4.1.2 Laju Respirasi Kecoa

Kelompok Massa kecoa

(gr)

Volume

oksigen (ml)

Waktu

(jam)

Laju respirasi

(mL

gr . jam¿

1 1.18 0.52 0.0275 16.02

2 0.85 0.2 0.00318 73.992

3 0.83 2.5 0.032611 92.36

4 0.82 3.3 0.035556 113.18

5 1.1 0,3 0.416 6.55

6 1.1 1 0.10722 8.496

7 0.49 0.3 0.09694 6.3157

8 0.8 0.32 0.0355 11.267

Laju respirasi kecoa dapat dihitung dengan menggunakan rumus dibawah ini :

Volume Oksigen (mL)Massakecoa (gr ) x waktu( jam)

Dari data diatas dapat diambil nilai laju respirasi rata-rata dengan perhitungan seperti berikut:

16.02 +73.992+92.36+113.18+6.55+8.496+6.3157+11.26 = 41.022ml/gr.jam

8

Tabel 4.1.3 Laju Respirasi Ikan Komet Variabel Air Kran

Kelompok Variabel Massa

Ikan

Vo

Saat

V tsaat

T sekian

T

akhir

V

(mL)

Laju

Respirasi

Page 13: LAPORAN RESPIRASI HEWAN

(gr) T 0

(mL)

(mL) (jam)(

mLgr . jam )

1 Air Kran 7.3 0.35 0.25 1 0.1 0.002739

3 Air Kran 7.6 1.9 0.95 1 1.05 0.0345

5 Air Kran 7.2 0.4 0.5 1.25 0.1 0.002778

7 Air Kran 3.2 0.3 0.7 1 0.4 0.03125

Laju respirasi ikan komet dapat dihitung menggunakan rumus:

14

x volume thiosulfate (mL)massa ikan ( gr ) x waktu ( jam)

- Volume thiosulfate yang dipakai untuk perhitungan merupakan pengungaran volume

thiosulfate awal dengan thiosulfate akhir..

- Waktu yang dipakai untuk perhitungan merupakan pengurangan waktu awal titrasi

pertama dengan waktu akhir titrasi kedua.

Dari data diatas dapat diambil nilai laju respirasi rata-rata dengan perhitungan seperti berikut:

0.002739 +0.0345+0.002778+0.03125 = 0.0178 mL/gr.jam

4

Tabel 4.1.4 Laju Respirasi Ikan Komet Variabel Air Sabun

Kelompok Variabel Massa

Ikan

(gr)

Vo

thiosulfat

Saat T 0

(mL)

V t

thiosulfat

saat T sekian

(mL)

T

akhir

(jam)

V

Thiosulfa

te

(mL)

Laju

Respirasi

(mL

gr . jam )

Page 14: LAPORAN RESPIRASI HEWAN

2 Airsabun 8.8 0.5 0.6 0.46 0.1 0.00618

4 Air sabun 9.5 1.3 1.4 0.343 0.1 0.00767

6 Air

Sabun

7.2 0.4 0.5 0.2 1 0.1736

8 Air

Sabun

10.7 0.9 2.4 0.235 0.3 0.149

Laju respirasi ikan komet dapat dihitung dengan menggunakan rumus dibawah ini :

14

x volume thiosulfate (mL)massa ikan ( gr ) x waktu ( jam)

- Volume thiosulfate yang dipakai untuk perhitungan merupakan pengungaran volume

thiosulfate awal dengan thiosulfate akhir.

- Waktu yang dipakai untuk perhitungan merupakan pengurangan waktu awal titrasi

pertama dengan waktu akhir titrasi kedua..

Dari data diatas dapat diambil nilai laju respirasi rata-rata dengan perhitungan seperti berikut:

0.00618 + 0.00767 + 0.1736 + 0.149 = 0.08411 mL/gr.jam

4

4.2 Pembahasan

Pada perhitungan laju respirasi ikan komet, digunakan dua variabel yang berbeda

yaitu variabel air sabun dan variabel air kran. Berdasarkan data yang diperoleh, laju respirasi

ikan komet pada air sabun memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan laju

respirasi ikan komet pada air kran. Perbedaan ini disebabkan karena kandungan senyawa

kimia masing-masing variabel berbeda. Sehingga memberikan pengaruh yang berbeda pula.

Pada air sabun laju respirasi ikan komet cepat karena konsentrasi larutan sabun lebih tinggi

dari sitoplasma sehingga partikel sabun berdifusi dari larutan ke sel-sel pada insang ikan.

Page 15: LAPORAN RESPIRASI HEWAN

Larutan sabun terus-menerus berdifusi ke sel-sel insang dan insang pun akhirnya

membengkak. Lama kelamaan sel-sel insang mengalami plasmolisis (pecahnya sel) karena

partikel sabun terus berdifusi. Karena selnya pecah, sitoplasma pun keluar, sehingga insang

ikan terlihat mengeluarkan lendir. Setelah sel-sel insangnya pecah, tentu saja ikan kehilangan

organ untuk bernapas sehingga akhirnya ikan-ikan pada larutan detergen lemas dan kemudian

mati .

Menurut Sukarsono (2008), air kran diasumsikan hanya berisi molekul – molekul

H2O tanpa adanya penambahan unsur lain. Air kran memiliki kandungan yang hampir sama

dengan akuades tetapi tidak sekompleks aquades. Ikan komet (Carrasious auratus) hidup di

air tawar yang kandungannya hampir sama dengan air keran . Sehingga respirasi ikan komet

dapat berlangsung dengan baik. Maka dari itu, laju respirasi ikan komet bila diurutkan

berdasarkan variabel, laju respirasi ikan di air sabun memiliki nilai yang lebih tinggi

dibandingkan dengan laju respirasi di air kran. Nilai laju respirasi rata – rata dari ikan komet

yang berada di air sabun adalah 0.08441 mL/gr.jam sedangkan pada ikan yang diberi air kran

adalah 0.0178. Dari hasil percobaan terbukti bahwa laju respirasi rata-rata ikan komet di air

sabun memiliki nilai yang lebih tinggi.

Hasil perhitungan laju respirasi mencit yang paling besar adalah kelompok 5 dengan

nilai laju respirasi 38.53 mL/gr.jam dan memiliki massa terberat diantara 7 mencit yang lain.

Hal ini dapat disimpulkan bahwa massa hewan atau ukuran tubuh menentukan laju respirasi.

Mencit dengan massa lebih besar memiliki laju respirasi lebih besar dibandingkan dengan

massa mencit yang lebih kecil. Hal ini berhubungan dengan jumlah sel dalam tubuh. Makin

besar massa mencit maka makin banyak sel dan makin banyak oksigen yang dibutuhkan

dalam proses metabolisme mencit. Selain itu, jenis kelamin menentukan laju respirasi mencit.

Berdasarkan Gordon (1977), dalam keadaan istirahat, seekor mencit memiliki laju konsumsi

oksigen sebesar 2,5 ml/gr/jam, sedangkan pada saat aktif sebesar 20 ml/gr/jam.Terjadi

perbedaan nilai dengan laju respirasi rata-rata mencit pada percobaan yang bernilai 36.8

mL/gr.jam dengan laju respirasi normal mencit literatur. Hal ini dapat disebabkan karena

adanya perbedaan suhu saat melakukan pengukuran, sehingga mempengaruhi laju respirasi

mencit. Terlebih lagi mencit merupakan hewan endoterm. Berbeda dengan hewan ektoterm

yang laju metabolismenya berubah-ubah sesuai suhu lingkungan, hewan endoterm cenderung

Page 16: LAPORAN RESPIRASI HEWAN

menjaga suhu tubuh yang konstan. Akan tetapi, mereka secara umum membutuhkan lebih

banyak energi untuk menjaga kekonstanan suhu tubuhnya yang cukup tinggi tersebut.

Pada perhitungan laju respirasi kecoa, nilai terbesar adalah kelompok 4 dengan nilai

laju konsumsi oksigennya adalah 113.18. Dari data yang diamati, kecoa dengan berat massa

yang besar cenderung memiliki laju respirasi yang lebih besar juga. Hal ini disebabkan

karena faktor utama yang menentukan besarnya laju respirasi adalah massa hewan atau

ukuran tubuh. Semakin berat tubuh jangkrik, semakin banyak membutuhkan oksigen.

Sedangkan semakin ringan berat tubuh jangkrik, semakin sedikit kebutuhan oksigennya. Bagi

seekor serangga kecil, proses difusi saja dapat membawa cukup O2 dari udara ke sistem

trakea dan membuang cukup CO2 untuk mendukung sistem respirasi seluler. Serangga yang

lebih besar dengan kebutuhan energi yang lebih tinggi memventilasi sistem trakeanya dengan

pergerakan tubuh berirama (ritmik) yang memampatkan dan mengembungkan pipa udara

seperti alat penghembus (Campbell, 2004).

Dari data yang di dapat, diambil nilai laju respirasi rata-rata kecoa dengan nilai 41.022

mL/gr.jam. Sedangkan pada literatur, laju respirasi kecoa pada suhu 30 ◦ c adalah 0,38

mL/gr.jam (Adiyodi, 2012). Dari hasil yang diperoleh, kami menemukan banyaknya

kejanggalan dari hasil pengamatan dengan teori yang kami dapat sebelumnya. Ada beberapa

kemungkinan penyebab terjadinya perbedaan yang cukup jauh dari hasil pengamatan dengan

literatur, diantaranya adalah kurangnya ketelitian dalam proses penghitungan waktu, atau

pada saat memasukan eosin ke dalam pipa/ respirometer, waktunya tidak tepat. Terlebih lagi

di dalam pipa/ respirometer terdapat gelembung air, sehingga menghambat masuknya O2, dan

kesalahan dalam pembersihan alat percobaan, merupakan beberapa faktor yang menyebabkan

data hasil pengamatan kurang tepat.

Pada pengukuran laju respirasi mencit (Mus musculus) dan kecoa (Periplaneta

americana), digunakanlah respirometer. Dengan respirometer laju konsumsi Oksigen bisa

diketahui lewat cairan eosin yang dimasukkan ke dalam pipa respirometer. Karena hewan

yang ada dalam tabung/botol respirometer hanya mengkonsumsi Oksigen yang ada dalam

pipa, cairan eosin perlahan-lahan akan maju sesuai dengan pengambilan oksigen yang

dilakukan hewan tersebut sehingga menunjukkan skalanya. Sedangkan hasil respirasi (CO2)

yang dikeluarkan oleh hewan, diikat oleh KOH yang disimpan ditempat yang sama dengan

hewan yang diuji, sehingga dalam botol maupun dalam pipa respirometer hanya ada oksigen

Page 17: LAPORAN RESPIRASI HEWAN

saja. Dan untuk menghindari kebocoran, olesi dengan vaselin pada sambungan antara botol

dengan pipa respirometer, karena apabila bocor akan sangat berpengaruh kepada laju

konsumsi oksigen dan bisa-bisa laju konsumsi yang dihitung itu tidak murni hasil respirasi

hewan yang sedang diuji.Jika organisme disimpan dalam ruangan tertutup dan karbon

dioksida yang dikeluarkan organisme tersebut diikat, maka penyusutan udara akan terjadi

karena perbedaan tekananan antara dalam tabung dan luar tabung.

Pada percobaan yang menggunakan respirometer, digunakanlah KOH sebagai

pengikat CO2, sehingga pergerakan dari eosin benar benar hanya disebabkan oleh konsumsi

oksigen. Kristal KOH dapat mengikat CO2 karena bersifat higroskopis. Adapun reaksi yang

terjadi antara KOH dengan CO2 adalah sebagai berikut:

KOH + CO2 → K2CO3 + H2O (Chang, 1996)

Metode Winkler bertujuan untuk menganalisis oksigen terlarut. Metode winkler

menggunakan prinsip iodometri, yaitu sampel digunakan terlebih dahulu ditambahkan

MnSO4 dengan KOH-KI sehingga akan terbentuk endapan Mn(OH )2. H 2 SO4 ditambahkan

sebanyak ±1ml, maka endapan itu akan terlarut kembali dan akan membebaskan molekul

iodium yang ekuivalen dengan oksigen yang terlarut. Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya

dititrasi dengan larutan thiosulfate dengan indikator larutan amilum. Menggunakan metode

ini kita dapat mengetahui banyaknya oksigen yang dikonsumsi oleh hewan air seperti ikan.

Adapun dalam metode winkler menggunakan reagen-reagen yang memiliki fungsi masing-

masing. Larutan thiosulfat yang akan berikatan dengan iodine berfungsi sebagai indikator

untuk mengetahui banyaknya iodine yang terkandung. Larutan KOH-KI, KOH adalah basa

kuat dan KI adalah garam yang terbentuk dari reaksi antara asam kuat dengan basa kuat. KI

merupakan sumber iodium dan oksidator. Larutan MnSO4, ion Mn2+¿¿ dalam kondisi alkalis

berfungsi untuk mengikat oksigen yang terlarut. Amilum, bertindak sebagai indikator yang

berfungsi untuk mengetahui ada atau tidaknya iodine dalam larutan tersebut,jika ada iodine

maka larutan yang diberi amilum akan berubah warna menjadi biru tua. Adapun reaksi-reaksi

yang terjadi sebagai berikut:

8OH (aq)−¿¿ + 4Mn(aq)

2+¿¿ + O2(aq) → 4Mn(OH )3(s)

2Mn(OH )3(s) + 2I(aq)−¿¿ + 6H (aq)

+¿¿ → 2Mn(aq)2+¿¿ + I 2(aq) + 6H 2O(l)

Page 18: LAPORAN RESPIRASI HEWAN

2 S2 O3(aq)2−¿ ¿ + I 2 → S4 O6 (aq)

2−¿¿ + 2I(aq)−¿¿

(Hutagalung, et.al., 1985

Page 19: LAPORAN RESPIRASI HEWAN

BAB V

KESIMPULAN

1. Laju respirasi rata-rata mencit adalah 36.8 mL

gr . jam

2. Laju respirasi rata-rata ikan komet di air sabun adalah 0.08441 mL

gr . jam dan laju

respirasi rata-rata ikan komet di air keran adalah 0.0178 mL

gr . jam

3. Laju respirasi rata-rata kecoa adalah 41.022 mL

gr . jam

Page 20: LAPORAN RESPIRASI HEWAN

DAFTAR PUSTAKA

Adiyodi, K.G. 2012. The American Crocroach. Canada: Springer ScienceCampbell, N. A. 1998. Biology. California: The Benjamin Cummings Publishing.Campbell, Neil A.2000.Biologi.Jakarta : Erlangga.Campbell, Reece, Mitchell. 2004. Biology, Fifth Edition. California : AddisonWesley Longman, Inc. Chang, R. 1996. Essential Chemistry. Mc Graw Hill Company, Inc, USA.Fujaya, Yushinta. 2004. Fisisologi Ikan. Jakarta. Penerbit P.T Rineka Cipta Hutagalung, Horas.P, et.al. 1985. Beberapa Catatan Tentang Penentuan Kadar Oksigen

Dalam Laut Berdasarkan Metode Winkler. Jurnal OseanaIsnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: KanisiusJasin,M. 1992. Zoologi Invertebrata Untuk Perguruan Tinggi. Surabaya : Sinar WijayaJasin, Maskeri. 1983. Sistematik Hewan Invertebrata dan Vertebrata. Surabaya : Sinar WijayaSalmin. 2000. Kadar Oksigen Terlarut di Perairan Sungai Dadap, Goba, Muara Karang dan Teluk Banten. Dalam : Foraminifera Sebagai Bioindikator Pencemaran, Hasil Studi di Perairan Estuarin Sungai Dadap, Tangerang (Djoko P. Praseno, Ricky Rositasari dan S. Hadi Riyono, eds.) P3O - LIPI hal 42 – 46Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) sebagai Salah Satu Indikator untuk Menentukan Kualitas Perairan. Jurnal Oseana. 30(3): 21-26 Sukiya. 2005. Biologi Vertebrata. Malang. Penerbit Universitas Negeri Malang Tim Dosen Pembina. 2012. Petunjuk Praktikum Biologi Dasar. Jember: Universitas Jember.Tobin, A.J. 2005.  Asking About Life. Canada: Thomson Brooks/ColeWaluyo, Joko. 2006. Biologi Dasar. Jember: Universitas Jember.