Laporan Proyek Indeks Isolasi 2013

46
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu ciri dari makhluk hidup adalah melakukan perkawinan. Perkawinan sangat penting untuk mempertahankan siklus dan kelangsungan jenisnya, termasuk pada insekta. Pada insekta berkembang biak secara seksual. Perkawinan terjadi tidak secara acak, akan tetapi mengikuti pola-pola yang khusus (Wallace, 1981 dalam Basuki, 1997), termasuk pada Drosophila. Menurut Thomas Hunt Morgan sebagai perintis dalam penggunaan Drosophila sebagai obyek dalam penelitian genetika, terdapat beberapa alasan mengapa Drosophila digunakan sebagai obyek penelitian karena ukuran lalat ini relatif kecil sehingga populasi yang besar dapat dipelihara dalam laboratorium. Selain itu mempunyai daur hidup yang sangat cepat, dimana dalam dua minggu dapat menghasilkan satu generasi dewasa yang baru. Lalat ini juga sangat subur karena lalat betinanya menghasilkan ratusan telur yang dibuahi dalam hidupnya yang pendek (Kimball 1992). Drosophila memiliki sifat kosmopolit yang berarti dapat tersebar secara merata tetapi secara geografis Drosophila tersebut terpisah antara populasi satu dengan populasi yang lain. Dengan kata lain Drosophila itu terisolasi untuk mengadakan perkawinan antara 1

description

genetika

Transcript of Laporan Proyek Indeks Isolasi 2013

Page 1: Laporan Proyek Indeks Isolasi 2013

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu ciri dari makhluk hidup adalah melakukan perkawinan.

Perkawinan sangat penting untuk mempertahankan siklus dan kelangsungan

jenisnya, termasuk pada insekta. Pada insekta berkembang biak secara seksual.

Perkawinan terjadi tidak secara acak, akan tetapi mengikuti pola-pola yang khusus

(Wallace, 1981 dalam Basuki, 1997), termasuk pada Drosophila.

Menurut Thomas Hunt Morgan sebagai perintis dalam penggunaan

Drosophila sebagai obyek dalam penelitian genetika, terdapat beberapa alasan

mengapa Drosophila digunakan sebagai obyek penelitian karena ukuran lalat ini

relatif kecil sehingga populasi yang besar dapat dipelihara dalam laboratorium.

Selain itu mempunyai daur hidup yang sangat cepat, dimana dalam dua minggu

dapat menghasilkan satu generasi dewasa yang baru. Lalat ini juga sangat subur

karena lalat betinanya menghasilkan ratusan telur yang dibuahi dalam hidupnya

yang pendek (Kimball 1992).

Drosophila memiliki sifat kosmopolit yang berarti dapat tersebar secara

merata tetapi secara geografis Drosophila tersebut terpisah antara populasi satu

dengan populasi yang lain. Dengan kata lain Drosophila itu terisolasi untuk

mengadakan perkawinan antara daerah yang satu dengan daerah yang lain

(Munawaroh, 1996). Sebaliknya pada Drosophila yang secara geografis tidak

terpisah jauh, maka akan terjadi kemungkinan hubungan kawin antara Drosophila

daerah tersebut.

Pada ketiga daerah pengambilan Drosophila antara lain yakni Jember,

Probolinggo dan Lamongan memiliki batas geografis yang menjadi salah satu

penyebab isolasi. Pada daerah Jember terdapat 5 pegunungan yang berjajar

disebelah utara yang membatasinya dengan Probolinggo. Untuk daerah

Probolinggo, disebelah barat dibatasi oleh pegunungan dan sebelah utaranya

adalah Selat Madura. Sehingga daerah ketiga daerah tersebut benar-benar

terdapat batas geografis yang menjadi penghalang. Adanya penghalang berupa

rintangan alam ini juga menyebabkan Drosophila terisolasi dari populasi-populasi

1

Page 2: Laporan Proyek Indeks Isolasi 2013

yang lain.

Menurut Ayala (1984) dalam Basuki (1997) bahwa interaksi antara

lingkungan dan faktor genetik akan menghasilkan karakteristik yang dapat

diamati pada suatu individu. Hal ini berarti, meskipun berasal dari species yang

sama namun, spesies yang sama itu sendiri dapat terdiri atas satu atau lebih

populasi yang mungkin disebabkan oleh perbedaan kondisi geografis tempat

hidupnya, dan dalam perkawinan antara populasi-populasi satu spesies hal ini

dapat terlihat pada kencederungan pemilihan terhadap pasangan kawin yang

berasal dari populasi yang sama (homogami) (King, 1965 dalam Basuki, 1997).

Indeks Isolasi juga pernah diteliti sebelumnya di Jawa Timur seperti yang

dilakukan oleh Winarsih (1995) dengan menggunakan strain D. Melanogaster dan

melibatkan suhu sebagai faktor yang diharapkan berpengaruh terhadap indeks

isolasi. Ana (1996) yang juga menggunakan strain-strain D. Melanogaster dan

oleh Munawaroh (1996) yang menggunakan D. Melanogaster dari berbagai

ketinggian tempat. Hasil yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh kedua

peneliti atas strain-strain D. Melanogaster tersebut, menunjukkan tidak adanya

kecenderungan perkawinan diantara strain-strain D. Melanogaster; populasi-

populasi D. Ananassae dari berbagai ketinggian tempat juga menunjukkan tidak

adanya perbedaan kecenderungan perkawinan. Hal ini berarti, bahwa di antara

mereka tidak ada perbedaan spesies.

Kecenderungan perkawinan pada mahkluk hidup dapat di ukur dengan

menggunakan perhitungan indeks isolasi. Bock (1978) dalam Kusumawati (1995)

menyebutkan indeks isolasi merupakan perbandingan antara frekuensi perkawinan

homogamik dikurangi dengan frekuensi perkawinan heterogamik dibagi dengan

frekuensi perkawinan homogamik ditambah frekuensi perkawinan heterogamik.

Berdasarkan teori-teori di atas, maka peneliti terdorong untuk mengadakan

penelitian lebih lanjut mengenai “Kecenderungan Perkawinan Drosophila sp

Lokal Probolinggo, Jember dan Lamongan Berdasarkan Indeks Isolasi”.

2

Page 3: Laporan Proyek Indeks Isolasi 2013

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka dapat kami rumuskan rumusan masalah

sebagai berikut.

1. Apakah ada kecenderungan perkawinan Drosophila sp lokal Probolinggo,

Jember, Lamongan?

2. Bagaimanakah hubungan kekerabatan antara Drosophila sp lokal Probolinggo,

Jember, Lamongan?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini

sebagai berikut:

1. Mengetahui kecenderungan perkawinan Drosophila sp lokal Probolinggo,

Jember dan Lamongan berdasarkan indeks isolasi.

2. Mengetahui hubungan kekerabatan antara Drosophila sp tangkapan lokal

Probolinggo, Jember dan Lamongan berdasarkan indeks isolasi.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

a) Sebagai sarana belajar dalam melakukan penelitian di bidang genetika.

b) Menambah informasi dan pengetahuan tentang penggunaan indeks isolasi

reproduksi pada Drosophila sp lokal Probolinggo Jember, Lamongan

c) Menambah informasi tentang hubungan kekerabatan antara Drosophila sp

tangkapan lokal Probolinggo, Jember, Lamongan

2. Bagi Mahasiswa

a) Menambah informasi kepada mahasiswa biologi Universitas Negeri Malang,

khususnya dalam bidang genetika.

b) Memberikan motivasi kepada mahasiswa untuk melakukan penelitian secara

mandiri mengenai genetika.

E. Asumsi Penelitian

Dalam penelitian ini diasumsikan:

3

Page 4: Laporan Proyek Indeks Isolasi 2013

1. Umur individu jantan dan betina yang dikawinkan dianggap sama.

2. Semua faktor lingkungan seperti intensitas cahaya, suhu, kelembaban dan

lain-lain dianggap sama.

3. Seluruh kondisi nutrisi yang digunakan selama penelitian adalah sama.

4. Individu-individu F3 dari daerah Probolinggo, Jember dan Lamongan

yang disilangkan untuk melihat ada tidaknya kecenderungan kawin

dianggap telah mencapai galur murni.

F. Batasan masalah

Batasan masalah dari penelitian ini adalah, penelitian ini hanya dilakukan

untuk mengkaji kecenderungan perkawinan Drosophila sp tangkapan yang berasal

dari lokal Probolinggo, Jember, Lamongan melalui indeks isolasi. Data yang

diambil dengan menggunakan metode male-choice. Selain mengkaji

kecenderungan perkawinan, juga menentukan hubungan kekerabatan Drosophila

sp tangkapan lokal Probolinggo, Jember dan Lamongan dengan menggunakan

nilai indeks isolasinya.

G. Definisi Operasional

1. Indeks isolasi adalah alat (rumusan) yang digunakan untuk mengukur adanya

kecenderungan perkawinan yang terjadi pada organisme yang dapat diperoleh dari

perbandingan antara selisih presentase perkawinan homogami dan heterogami

dengan jumlah presentase perkawinan homogami dan heterogami (Bock, 1982

dalam Munawaroh, 1996)

2. Male-Choice adalah perkawinan individu jantan bebas memilih individu betina

yang akan dikawini (Bock, 1978 dalam Munawaroh, 1996).

3. Isolasi seksual, merupakan suatu hasil dari lemahnya atau tidak adanya daya tarik

seksual antara jantan dan betina dari spesies yang berbeda.

4. Perkawinan homogami adalah perkawinan yang terjadi pada populasi yang sama

dalam satu spesies (Munawaroh, 1996).

5. Perkawinan heterogami, adalah perkawinan yang terjadi pada populasi yang

berbeda dalam satu spesies (Munawaroh, 1996).

4

Page 5: Laporan Proyek Indeks Isolasi 2013

5

Page 6: Laporan Proyek Indeks Isolasi 2013

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Sistematika

Drosophila merupakan salah satu marga dalam suku Drosophilidae.

Drosophila mempunyai marga yang jumlahnya paling besar jika dibandingkan

dengan marga yang lain dalam suku yang sama.

Menurut Storer dan Usinger (1975) dalam Munawaroh (1996),

sistematika Drosophila adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Arthopoda

Kelas : Insecta

Bangsa : Pterygota

Anak bangsa : Cyclorrohapha

Suku : Drosophilidae

Marga : Drosophila

Anak marga : Sophophora

Jenis : Drosophila sp.

B. Ciri-ciri Umum Drosophila

Menurut Shorrock (1972) dalam Laili (2009) menyebutkan beberapa aspek

yang digunakan untuk proses identifikasi.

1. Kepala

a. Perbandingan antara bagian pipi terlebar dengan diameter mata terbesar.

b. Perbandingan antara lebar kepala bagian dorsal, dengan panjang kepala

bagian dorsal.

c. Bulu mata arista, ocellar, oral, orbital dan bulu vertikal.

d. Carina terletak diantara antena.

6

Page 7: Laporan Proyek Indeks Isolasi 2013

Gambar 2.1. Aspek Morfologi Kepala Drosophila

(Shorrock, 1972 dalam Laili, 2009)

Keterangan:

AR : Arista

IV : Inner Vetrikal Bristle

01 : Proclinate orbital bristle

02 : Anterior proclinate orbital bristle

03 : Posterior proclinate orbital bristle

OC: Ocellar bristle

OV: Ocellar Vertical bristle

V1 : Oral bristle 1

V2 : Oral bristle 2

2. Dada

a. Jumlah deret bulu acrostical terletak didepan, antara deret dorscentral

b. Sterno-index, yaitu perbandingan antara panjang bristle SP1 sampai SP3.

c. Bulu prescutellar, scutellar, propleural, humeral, presutunal, notupleural

dan bulu suplaalar.

7

Page 8: Laporan Proyek Indeks Isolasi 2013

Gambar 2.2. Aspek Morfologi dada.

(Shorrock, 1972 dalam Laili, 2009)

Gambar 2.3. Aspek Morfologi Dada Tampak Dorsal.

(Shorrock, 1972 dalam Laili, 2009)

3. Sayap

Aspek yang sering diperhatikan adalah indeks costal (c-index). a/b : indeks

vena keempat (4V-index), c/d; e/f; M-index, e/d; g/(g+h).

Gambar 2.4. Aspek Sayap Drosophila.

(Shorrock, 1972 dalam Laili, 2009)

8

Page 9: Laporan Proyek Indeks Isolasi 2013

4. Ukuran tubuh

Panjang tubuh ditentukan berdasarkan jumlah dari panjang kepala,

panjang thoraks, dan panjang abdomen. Menurut Shorrock (1972) dalam Laili

(2009), dijelaskan juga gambar-gambar tubuh Drosophila yang digunakan dalam

proses identifikasi yaitu:

A B

Gambar 2.5. A. Kepala (Tampak Anterior).

Gambar B. Kepala (Tampak Dorsal).

(Shorrock, 1972 dalam Laili, 2009)

Gambar 2.6. Dada Tampak Dorsal.

(Shorrock, 1972 dalam Laili, 2009)

9

Page 10: Laporan Proyek Indeks Isolasi 2013

Gambar 2.7. Dada Tampak Lateral

(Shorrock, 1972 dalam Laili, 2009)

Gambar 2.8. Haltere.

a. Tampak Ventral . b. Tampak Dorsal.

(Shorrock, 1972 dalam Laili, 2009)

Gambar 2.9. Bagian Kaki

a. Gambar Kaki Drosophila Betina.

b. Gambar Kaki Drosophila Jantan yang Menandakan Sisir kelamin pada Metatarsusnya.

(Shorrock, 1972 dalam Laili, 2009)

10

Page 11: Laporan Proyek Indeks Isolasi 2013

Gambar 2.10. Ujung Abdomen a. Jantan, b. Betina

(Shorrock, 1972 dalam Laili, 2009)

C. Penyebaran Drosophila Secara Umum

Drosophilla memiliki sifat yang kosmopolit yang berarti memili

persebaran merata secara geografis tetapi penyebaran ini tidak tetap, selalu

berubah dari waktu ke waktu. Ketidaktetapan pola penyebaran itu disebabkan oleh

faktor alam yang selalu berubah-ubah dari waktu ke waktu. Suhu, cahaya,

kelembapan merupakan beberapa contoh dari faktor alam yang mempengaruhi

pola penyebaran Drosophilla.

Shorrock (1972) dalam Munawaroh (1996), menggolongkan pola

penyebaran Drosophila di alam menjadi 2 jenis.

1. Penyebaran in space (penyebaran dalam ruang), membedakan pola

penyebaran Drosophila yang didasarkan pada lokasi atau daerah yang

diakibatkan oleh adanya kondisi khusus yang ada di suatu daerah, seperti

keberadaan jenis makhluk hidup tertentu yang tidak ditemukan didaerah

lain.

2. Penyebaran in time (penyebaran dalam waktu) membedakan pola

penyebaran jenis-jenis Drosophila yang didasarkan pada waktu, baik

harian maupun musiman, sehingga ada perbedaan suhu, kelembapan, serta

intensitas cahaya dalam selang waktu tertentu, baik satu dari maupun satu

musim.

11

Page 12: Laporan Proyek Indeks Isolasi 2013

D. Mekanisme Isolasi

Mekanisme isolasi menurut Futuyama (1981) dalam Hamid (2009)

adalah karakteristik biologi yang menyebabkan spesies simpatrik. Isolasi dapat

berupa isolasi tingkah laku mekanis, lingkungan, dan fisiologis yang dapat

menghalangi dua individu dari dua spesies yang berbeda untuk menghasilkan

keturunan yang normal (Hadisubroto, 1989 dalam Basuki, 1997).

Hadisubroto, 1989 dalam Munawaroh 1996 menjelaskan bermacam-

macam mekanisme isolasi.

a. Mekanisme Prazigotik : fertilisasi dan pembentukan gamet terhalang

1. Habitat. Populasi tinggal di daerah yang sama tetapi menempati habitat

yang berbeda.

2. Musiman atau sementara. Populasi hidup pada daerah yang sama namun

kematangan seksual terjadi pada waktu yang berbeda

3. Ethologi. Populasi dipisahkan oleh tingkah laku yang berbeda dan tidak

sejalan sebelum kawin. Isolasi ethiologi disebut juga dengan isolasi

seksual atau isolasi fisiologi

4. Mekanis. Tidak terjadi fertilisasi silang atau dibatasi oleh perbedaan

struktur alat reproduksi

b. Mekanisme poszigotik : terjadi fertilisasi dan zigot, tetapi dihasilkan

keturunan yang lemah dan steril. Hal ini dikarenakan sebab-sebab tertentu,

antara lain:

1. Keturunan lemah

2. Perkembangan hibrid yang steril, karena gonadnya berkembang

abnormal

3. Sterilisasi hibrid akibat segresi. Hibrid steril karena distribusi yang

abnormal dari keseluruhan kromosom, segmen kromosom atau

kombinasi gen pada gamet.

F2 yang rusak. Hibrida F1 normal dan fertil, namun F2 terdiri dari

individu-individu yang lemah atau steril.

E. Isolasi Reproduksi

12

Page 13: Laporan Proyek Indeks Isolasi 2013

Reproduksi merupakan fungsi utama dan tidak dapat dipisahkan dari

semua kehidupan makhluk hidup yang dicapai melalui berbagai macam cara salah

satunya adalah dengan pertemuan antara gamet jantan dan gamet betina

(fertilisasi) pada mahkluk hidup yang berkembangbiak secara seksual, pertukaran

gen dapat dikurangi atau dicegah dengan mekanisme isolasi reproduksi

(Dobzbanzsky, dkk. 1977 dalam Basuki 1997).

Suatu mekanisme isolasi reproduksi adalah segala sesuatu yang secara

genetic dikondisikan mencegah atau menghalangi perubahan gen antara populasi

yang melibatkan perubahan yang berupa perubahan lingkungannya, tingkah laku

mekani dan fisiologinya yang dapat mencegah dua spesies membentuk keturunan

yang mampu bertahan hidup (Tamarin, 1991 dalam Basuki 1997).

Isolasi seksual tidak hanya ditemukan pada jenis yang sudah jelas

berbeda dalam definitif (semarga dan bukan semarga). Dewasa ini sudah diketahui

bahwa isolasi seksual juga dapat ditemukan pada kelompok X (strain) yang

tergolong satu jenis dan keadaan semacam ini dijumpai dilingkungan Drosophila

(Corebima, 1992 dalam Munawaroh, 1996).

Dilingkungan hewan, isolasi seksual itu antara lain berupa perbedaan

tingkah laku kawin pada individu jantan, perbedaan bunyi atau suara, perbedaan

pola warna. Salah satu mekanisme yang paling penting dalam mencegah

perkawinan antar spesies (interbreeding) adalah isolasi tingkah laku. Individu

jantan dari hampir setiap hewan menunjukkan tingkah laku kawin yang

merangsang individu betina dari spesiesnya sendiri. Jadi isolasi reproduksi

meliputi dasar dari produksi dan penerimaan tanda-tanda atau stimulus oleh

pasangan tertentunya. Jika tanda atau stimulus tersebut tidak sempurna atau tidak

sesuasi, individu betina tidak akan respond an perkawinan tidak akan terjadi. (Mc.

Gath dan Kelly, 1975 dalam Munawaroh, 1996).

F. Pemilihan pada Peristiwa Perkawinan (Mate-Choice)

Pemilihan pada peristiwa kawin (male-choice) merupakan suatu

fenomena yang ditemukan pada banyak spesies hewan. Pemilihan pada peristiwa

kawin didefinisikan oleh Marcus (1992) dalam Basuki (1997) sebagai semua pola

tingkah laku yang ditunjukkan oleh individu yang menunjukkan bahwa mereka

13

Page 14: Laporan Proyek Indeks Isolasi 2013

lebih menyukai kawin dengan pasangan kawin tertentunya daripada dengan yang

lain. Dalam metode male-choice suatu individu jantan dari satu strain dikawinkan

dengan dua individu yang berbeda, yaitu satu dari strain yang sama (betina

homogami) yang lainnya dari strain yang berbeda (betina heterogami) dalam

jangka waktu 24 jam (Bock, 1978).

Peristiwa kawin yang terjadi pada tingkat spesies akan melibatkan

banyak hal terhadap feromon seks yang muncul pada peristiwa pendekatan

sebelum kawin. Feromon seks ini berupa tanda kawin yang dikeluarkan oleh

individu yang mempunyai pengaruh meningkatkan tingkah laku seksual spesies

yang sama atau spesies yang masih mempunyai hubungan yang erat dari jenis

seks yang berbeda. (Marcus, 1992 dalam Basuki 1997).

G. Indeks Isolasi

Indeks isolasi merupakan salah satu alat pengukur atau perhitungan untuk

mengetahui keberadaan makhluk hidup. Disamping ini indeks isolasi merupakan

suatu system tertutup secara genetis. Nilai indeks isolasi menurut Erhrman dan

Parson (1981) dalam Basuki (1997) menunjukkan perkiraan tentang kekuatan

seleksi seksual dan isolasi seksual yang didapat dari perbandingan bagian atau

proporsi dari perkawinan homogami dan heterogami. Pada keaadaan kawin yang

acak, proporsi perkawinan homogami dan heterogami diharapkan sama.

Indeks isolasi untuk masing-masing individu spesies diuji dengan metode

male-choice yang mana perhitungannya memungkinkan indeks isolasi tersebut

dirumuskan sebagai berikut;

(Stalker dalam Bock (1978) dalam Basuki (1997))

Dalam metode male-choice suatu individu jantan dari satu strain

dikawinkan dengan dua individu yang berbeda, yaitu satu dari strain yang sama

(betina homogami) yang lainnya dari strain yang berbeda (betina heterogami)

dalam jangka waktu 24 jam (Bock, 1978).

Nilai yang diperoleh dari indeks isolasi ini berkisar antara -1 sampai +1.

Bila nilai dari indeks isolasi negatif, maka artinya adalah kecenderungan

14

Page 15: Laporan Proyek Indeks Isolasi 2013

pemilihan jantan terhadap betina heterogami. Jika indeks isolasi 0 maka diantara

strain tadi tidak ada isolasi, sedangkan jika indeks isolasi bernilai positif berarti

terdapat kecenderungan pemilihan individu jantan terhadap betina homogami

(Bock, 1978 dalam Munawaroh 1996).

Semakin kecil nilai indeks isolasi berarti semakin maju dalam isolasi

reproduksi (dalam hal ini isolasi seksual) karena semakin terbuka untuk kawin

dengan strain lain. Dengan demikian bisa dikatakan kekerabatannya lebih atau

semakin dekat. Sebaliknya semakin besar indeks isolasinya semakin tertutup

dengan strain lain. Dengan demikian bisa dikatakan kekerabatannya lebih atau

semakin jauh. maka semakin terbuka terhadap strain yang lain (heterogami) atau

kekerabatan antar strain yang semakin dekat, sebaliknya semakin besar indeks

isolasi maka semakin tertutup terhadap strain yang lain (kekerabatan antar strain

yang semakin jauh) (Bock, 1978 dalam Basuki 1997). Jadi dari sini dapat

dirumuskan kekerabatan dari suatu spesies.

15

Page 16: Laporan Proyek Indeks Isolasi 2013

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konseptual

16

Drosophila memiliki sifat yang kosmopolit

Menyebabkan terjadi perkawinan antara beberapa populasi dalam suatu spesies

Memungkinkan adanya kecenderungan kawin

%perkawinanhomogami−%perkawinanheterogami%perkawinan homogami+%perkawinan heterogam

I=

Bernilai negatif( -1≤ x < 0) Cenderung Heterogami

Bernilai 0 tidak terjadi isolasi

Bernilai postif( 0 < x ≤ 1) Cenderung Heterogami

Persilangan dengan metode male- choice,Perhitungan indeks isolasi

Adanya hubungan kekerabatan ditinjau dari kecenderungan perkawinan

Drosophila tangkapan lokal Jember, Probolinggo dan Lamongan

Page 17: Laporan Proyek Indeks Isolasi 2013

B. Hipotesis

1. Ha :ada kecenderungan kawin antara Drosophila sp tangkapan lokal

Jember. Probolinggo, dan Lamongan berdasarkan indeks isolasi

Ho : tidak ada kecenderungan kawin antara Drosophila sp tangkapan lokal

Jember. Probolinggo, dan Lamongan berdasarkan indeks isolasi

17

Page 18: Laporan Proyek Indeks Isolasi 2013

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang kami buat bersifat eksperimental. Data yang

diambil dari persilangan antara Drosophila tangkapan lokal Probolinggo, Jember

dan Lamongan dengan metode male-choice, yaitu pembebasan jantan untuk

memilih individu betina yang akan dikawini. Perlakuan untuk masing-masing

dilakukan dengan 3 kali ulangan. Rancangan penelitian yang digunakan adalah

dengan menggunakan anava tunggal.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di ruang laboratorium genetika (310) gedung

biologi FMIPA Universitas Negeri Malang. Penelitian ini dilakukan mulai bulan

September – Desember 2013.

C. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas : daerah tangkapan Drosophila

2. Variabel terikat : indeks isolasi

D. Populasi dan Sampel

Populasi dan sampel pada proyek ini adalah:

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah Drosophila tangkapan yang berasal

dari lokal Probolinggo, Jember dan Lamongan.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah Drosophila tangkapan yang berasal

dari probolinggo (Desa tamansari Kecamatan dringgu), jember (Desa

kencong kecamatan kencong) dan lamongan (Desa kadung rembuk,

Kecamatan sukodadi).

18

Page 19: Laporan Proyek Indeks Isolasi 2013

E. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain; botol selai, selang

ampul, botol balsam, spidol, cotton bud, blender, kompor, kuas gambar, panci,

pengaduk, pisau, timbangan dan mikroskop stereo. Bahan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah Drosophila tangkapan yang berasal dari lokal Kandangan,

Banyuwangi, dan Ponorogo, pisang rajamala, tape singkong, gula merah, air,

yeast, kloroform, kertas pupasi, kantong plastik, spon, selang.

F. Prosedur Kerja

1. Penangkapan Drosophila

a. Menentukan daerah penangkapan Drosophila tangkapan yaitu daerah

Probolinggo, Jember dan Lamongan.

b. Memasukkan potongan buah pisang ke dalam beberapa botol selai

c. Meletakkan toples pada tempat yang ditentukan sampai terdapat

Drosophila tangkapan, kemudian menutup botol tersebut dengan spon

2. Pembuatan medium

a. Menimbang bahan pisang Rajamala, tape singkong dan gula merah

dengan perbandingan 7:2:1

b. Menghaluskan ketiga bahan dengan blender, kemudian

menuangkannya ke dalam panci

c. Menambahkannya dengan air secukupnya

d. Memasaknya selama 45 menit sambil diaduk (usahakan tidak terlalu

encer dan tidak terlalu kental), kemudian didinginkan

e. Memasukkan medium yang telah masak ke dalam botol persilangan

sebanyak seperlima bagian dari tinggi botol persilangan

f. Memberikan yeast secukupnya dan meletakkan kertas pupasi ke dalam

botol tersebut

g. Menutup botol tersebut dengan spon yang telah dipotong sesuai ukuran

3. Pemurnian dan Persiapan Stok

19

Page 20: Laporan Proyek Indeks Isolasi 2013

a. Mengamati ciri-ciri Drosophila yang telah ditangkap dari masing-

masing daerah dengan menggunakan mikroskop stereo dengan cara

dimasukkan dalam plastik

b. Membiarkan Drosophila tangkapan dari ketiga daerah tersebut ke

dalam botol medium pemurnian hingga terdapat pupa

c. Memindahkan pupa yang telah menghitam ke dalam selang ampul dan

mengampul sebanyak-banyaknya

d. Melakukan identifikasi terhadap lalat yang telah menetas dan

menyilangkan dalam satu daerah dari hasil ampul tersebut berdasarkan

persamaan ciri, dalam satu botol terdapat satu pasang serta melakukan

banyak ulangan

e. Membiakkan banyak pasang Drosophila dengan ciri yang sama

masing-masing daerah

f. Melakukan pemurnian sampai dengan F3, keturunan F3 dianggap

sebagai stok

4. Persilangan

a. Mengidentifikasi Drosophila tangkapan jantan dan betina, kemudian

mewarnai Drosophila tangkapan betina pada masing-masing daerah

dengan warna yang berbeda dengan menggunakan spidol.

b. Menyilangkan Drosophila tangkapan dengan tipe persilangan yaitu

dengan mengawinkan 5 individu jantan dengan 5 individu betina dari

salah satu daerah dan 5 individu betina dari daerah lain sperti dibawah

ini

1. ♂5Lm >< ♀5Lm >< ♀5Jb2. ♂5Lm >< ♀5Lm>< ♀5Pr3. ♂5Lm >< ♀5Jb>< ♀5Pr4. ♂5Jb >< ♀5Jb >< ♀5Pr5. ♂5Jb >< ♀5Jb >< ♀5Lm6. ♂5Jb>< ♀5Pr>< ♀5Lm7. ♂5Pr >< ♀5Pr >< ♀5Lm8. ♂5 Pr>< ♀5Pr >< ♀5Jb9. ♂5Pr>< ♀5Lm>< ♀5Jb

c. Dua hari setelah persilangan, individu jantan dilepas, kemudian

masing-masing individu betina dipindahkan dalam botol balsam yang

20

Page 21: Laporan Proyek Indeks Isolasi 2013

telah berisi medium pisang (masing-masing botol diisi satu individu

betina Drosophila tangkapan).

d. Mengamati ada tidaknya larva selama 7 hari dalam botol balsem,

kemudian mencatatnya dalam tabel data pengamatan.

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu

dengan cara melakukan pengamatan ada atau tidaknya larva secara langsung

terhadap Drosophila tangkapan betina yang telah dibuahi oleh pejantan pada

masing-masing persilangan. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel

pengamatan seperti berikut:

Tabel 4.1 Rekapan Data Hasil Pengamatan

Tipe Persilangan

♂ ♀Ulangan

1 2 3

1 5Lm5Lm 5Jb

2 5LmLm5Pr

3 5Lm5Jb5Pr

4 5Jb5Jb5Pr

5 5Jb5Jb5Lm

6 5Jb5Jb5Lm

7 5Pr5Pr5Lm

8 5Pr5Pr5Jb

9 5Pr5Lm5Jb

1. Menghitung persentase perkawinan heterogami dan homogami % perkawinan homogami =

∑ individu♀ yangmenghasilkan larva( persilanganhomogami)

∑ total individu♀ dalam satu persilangan (homogami)

21

Page 22: Laporan Proyek Indeks Isolasi 2013

% perkawinan heterogami =

∑ individu♀ yangmenghasilkan larva( persilanganheterogami)

∑ total individu♀ dalam satu persilangan (heterogami )

1. Menghitung indeks isolasi.

2. Hasil perhitungan indeks isolasi ditransformasikan dalam transformasi dan

selanjutnya dianalisis secara statistik dengan menggunakan Anava tunggal

RAK.

3. Analisis Varian Tunggal

Adapun langkah-langkah dalam teknik Analisis Data RAK menurut

Sulisetijono (2006) adalah sebagai berikut:

a. Menghitung JK Total = ∑ X2-FK

b. Menghitung JK Perlakuan = ∑ X t2

r−FK

c. Menghitung JK ulangan = ∑ X r2

t−FK

d. Menghitung JK Galat= JK Total – JK Perlakuan – JK ulangan

e. Memasukkan data pada tabel Ringkasan Anava

f. Membandingkan nilai F Hitung dengan nilai F Tabel pada taraf

0,01 dan 0,05

g. Menarik kesimpulan

- Jika Fhit > F tabel, maka Ho ditolak dan hipotesis penelitian diterima

- Jika Fhit < F tabel, maka Ho terima dan hipotesis penelitian ditolak

22

Page 23: Laporan Proyek Indeks Isolasi 2013

BAB V

DATA DAN ANALISIS DATA

A. Data Pengamatan Ciri Morfologi

Dari hasil pengamatan minimal 50 ciri maka didapatkan jenis lalat dari ketiga

daerah yaitu Jember, Probolinggo dan Lamongan adalah jenis D. annanasse . Dari

lalat setiap daerah hanya ditemukan perbedaan dalam aspek jumlah sex comb

Tabel 5.1. gambar pengamatan morfologi

No ASAL DAERAH GAMBAR

1 Probolinggo

2 Jember

23

Page 24: Laporan Proyek Indeks Isolasi 2013

3 Lamongan

B. Data Pengamatan Ada Tidaknya Larva

Dari data pengamatan yang kami lakukan tentang ada Tidaknya Larva pada Tiap

Persilangan dari daerah Lamongan, Jember, dan Probolinggo :

Tabel 5.2 Ada atau Tidaknya Larva pada Tiap Persilangan

Tipe persilangan

♂ ♀ULANGAN

I II III1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

1 5Lm5Lm + + + - + +5Jb + + - - -

2 5Lm5Lm - + + + +5Pr + + - - + +

3 5Lm5Jb - + + + - + +5Pr + + + - +

4 5Jb5Jb + + + + + +5Pr + + + - +

5 5Jb5Jb - + - + -5Lm + + + + +

6 5Jb5Pr + + + + + +5Lm + + + - + -

7 5Pr5Pr + + - + +5Lm + - - - +

8 5Pr5Pr + + + - - +5Jb - + + + + + +

9 5Pr5Lm + + + - + +5Jb + - + + + +

Keterangan :

(+) : Ada larva

24

Page 25: Laporan Proyek Indeks Isolasi 2013

(-) : Tidak ada Larva

(Ka) : Drosophila tangkapan dari Probolinggo

(Ba) : Drosophila tangkapan dari Jember

Tabel 5.3. Jumlah botol balsem yang terdapat larva pada tiap persilangan

Tipe Persilangan

♂ ♀Ulangan

1 2 3

1 5Lm5Lm 4 15Jb 2 -

25Lm

Lm 4 -5Pr 3 1

4 5Jb5Jb 5 15Pr 4 -

5 5Jb5Jb 2 -5Lm 5 -

7 5Pr5Pr 4 -5Lm 2 -

8 5Pr5Pr 3 25Jb 4 2

keterangan :Lm = Lalat tangkapan dari daerah LamonganJb = Lalat tangkapan dari daerah JemberPr = Lalat tangkapan dari daerah Probolinggo

1. ♂5Lm >< ♀5Lm >< ♀5Jb2. ♂5Lm >< ♀5Lm>< ♀5Pr3. ♂5Jb >< ♀5Jb >< ♀5Pr4. ♂5Jb >< ♀5Jb >< ♀5Lm5. ♂5Pr >< ♀5Pr >< ♀5Lm6. ♂5 Pr>< ♀5Pr >< ♀5Jb

Perhitungan ini menggunakan rumus sebagai berikut :

% Perkawinan Homogami =∑ perkawinan homogami

∑Total perkawinan X 100%

%Perkawinan Heterogami =∑ perkawinan Heterogami

∑Total perkawinan X 100%

Ulangan 1:1 ♂5Lm >< ♀5Lm >< ♀5Jb

25

Page 26: Laporan Proyek Indeks Isolasi 2013

% Perkawinan Homogami =45

X 100 %=80 %

%Perkawinan Heterogami =25

X 100 %=40 %

2 ♂5Lm >< ♀5Lm>< ♀5Pr

% Perkawinan Homogami =45

X 100 %=80 %

%Perkawinan Heterogami =35

X 100 %=60 %

3 ♂5Jb >< ♀5Jb >< ♀5Pr

% Perkawinan Homogami =55

X 100 %=100 %

%Perkawinan Heterogami =45

X 100 %=80%

4 ♂5Jb >< ♀5Jb >< ♀5Lm

% Perkawinan Homogami =25

X 100 %=60 %

%Perkawinan Heterogami =55

X 100 %=100 %

5 ♂5Pr >< ♀5Pr >< ♀5Lm

% Perkawinan Homogami =45

X 100 %=80 %

%Perkawinan Heterogami =25

X 100 %=40 %

6 ♂5 Pr>< ♀5Pr >< ♀5Jb

% Perkawinan Homogami =35

X 100 %=60 %

%Perkawinan Heterogami =45

X 100 %=80 %

Tabel 5.4. Persentase Perkawinan Homogami dan Heterogami

Tipe Persilangan

♂ ♀Presentase tiap Ulangan (%)

1 2 3

1 5Lm5Lm 805Jb 40

25Lm

Lm 805Pr 60

3 5Jb 5Jb 100

26

Page 27: Laporan Proyek Indeks Isolasi 2013

5Pr 80

4 5Jb5Jb 605Lm 100

5 5Pr5Pr 805Lm 40

6 5Pr5Pr 605Jb 80

Dari hasil perhitungan tersebut antara perkawinan homogami dan

heterogami dimasukkan ke rumus Indeks Isolasi dengan rumus sebagai berikut:

Tabel 5.5. Indeks Isolasi pada Persilangan Drosophila tangkapan lokal Probolinggo, Jember dan Lamongan

Karena data pengamatan kami belum lengkap sehingga belum bisa

dilakukan analisis statistik, maka untuk membuat kesimpulan sementara kami

menggunakan nilai indeks isolasi dari masing-masing daerah seperti yang telah

dicantumkan di atas.

C. Analisis Deskriptif

Setelah melakukan perhitungan persentase pada setiap persilangan,

kemudian dilanjutkan dengan memasukkan angka persen tadi ke dalam

perhitungan Indeks isolasi perkawinan dan ditulis pada tabel data. Pada data yang

indeks isolasi yang telah dihitung, menunjukkan nilai paling rendah adalah pada

persilangan ♂5Jb >< ♀5Jb >< ♀5Lm dengan nilai indeks isolasi sebesar -0,25 .

27

Tipe PersilanganIndeks Isolasi pada

Ulangan

1♂5Lm >< ♀5Lm >< ♀5Jb 0,03♂5Lm >< ♀5Lm>< ♀5Pr 0,14♂5Jb >< ♀5Jb >< ♀5Pr 0,11♂5Jb >< ♀5Jb >< ♀5Lm -0,25♂5Pr >< ♀5Pr >< ♀5Lm 0,33♂5 Pr>< ♀5Pr >< ♀5Jb -0,14

Page 28: Laporan Proyek Indeks Isolasi 2013

selanjutnya nilai indeks isolasi terbesar adalah pada persilangan ♂5Pr >< ♀5Pr ><

♀5Lm dengan nilai sebesar 0,33. Untuk masing- masing persilangan memiliki

nilai indeksi isolasi 0,03 pada persilangan ♂5Lm >< ♀5Lm >< ♀5Jb. Kemudian

pada persilangan ♂5Lm >< ♀5Lm>< ♀5Pr menunjukkan nilai indeks isolasi

sebesar 0,14 dan pada persilangan ♂5Jb >< ♀5Jb >< ♀5Pr adalah sebesar 0,11.

Untuk persilangan ♂5 Pr>< ♀5Pr >< ♀5Jb menunjukkan nilai sebesar -0,14. Nilai

indeks isolasi ini berkisar antara -1 sampai dengan 1. Pada nilai indeks isolasi

perkawinan menunjukkan lebih banyak indeks yang bernilai positif yakni

sejumlah 4 tipe persilangan dan indeks yang berjumlah negatif hanya berjumlah 2

tipe persilangan.

28

Page 29: Laporan Proyek Indeks Isolasi 2013

BAB VI

PEMBAHASAN

A. Kecenderungan kawin antara Drosophila sp. tangkapan lokal Jember,

Probolinggo dan Lamongan berdasarkan perhitungan indeks isolasi

Pada analisis data yang telah telah dilakukkan dapat diketahui nilai indeks

isolasi dari masing-masing persilangan. Nilai indeks isolasi paling rendah adalah

pada persilangan ♂5Jb >< ♀5Jb >< ♀5Lm dengan nilai indeks isolasi sebesar -

0,25 . selanjutnya nilai indeks isolasi terbesar adalah pada persilangan ♂5Pr ><

♀5Pr >< ♀5Lm dengan nilai sebesar 0,33. Untuk masing- masing persilangan

memiliki nilai indeksi isolasi 0,03 pada persilangan ♂5Lm >< ♀5Lm >< ♀5Jb.

Kemudian pada persilangan ♂5Lm >< ♀5Lm>< ♀5Pr menunjukkan nilai indeks

isolasi sebesar 0,14 dan pada persilangan ♂5Jb >< ♀5Jb >< ♀5Pr adalah sebesar

0,11. Untuk persilangan ♂5 Pr>< ♀5Pr >< ♀5Jb menunjukkan nilai sebesar -

0,14.

Untuk mengetahui kecenderungan perkawinan tersebut teknik

perhitungan analisis data yang digunakan adalah perhitungan indeks isolasi.

Indeks isolasi merupakan salah satu alat pengukur/ perhitungan untuk

mengetahui kekerabatan makhluk hidup. Menurut Bock (1978) dalam

Munawaroh (1996). Nilai indeks isolasi berkisar antara -1 sampai +1. Bila nilai

indeks isolasi negatif maka artinya ada kecenderungan pemilihan jantan terhadap

betina heterogami. Jika nilai indeks isolasinya 0, maka artinya diantara strain

tidak terjadi isolasi. Sedangkan jika nilai indeks isolasi positif berarti terdapat

kecenderungan pemilihan individu jantan terhadap betina homogami.

Pada data penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai indeks

isolasi yang paling banyak pada semua persilangan adalah bernilai positif yakni

4 tipe persilangan. Sedangkan untuk nilai indeks isolasi yang bernilai negatif

pada semua persilangan adalah sejumlah 2 tipe persilangan. Hal ini

menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan pemilihan individu jantan terhadap

betina homogami (betina dari daerah yang sama).

Pada ketiga daerah antara lain yakni Jember, Probolinggo dan Lamongan

memiliki batas geografis yang menjadi salah satu penyebab isolasi. Pada daerah

29

Page 30: Laporan Proyek Indeks Isolasi 2013

Jember terdapat 5 pegunungan yang berjajar disebelah utara yang membatasinya

dengan Probolinggo. Untuk daerah Probolinggo, disebelah barat dibatasi oleh

pegunungan dan sebelah utaranya adalah Selat Madura. Sehingga daerah ketiga

daerah tersebut benar-benar terdapat batas geografis yang menjadi penghalang.

Adanya penghalang berupa rintangan alam ini juga menyebabkan Drosophila

terisolasi dari populasi-populasi yang lain.

Masing-masing populasi yang terisolasi akan melakukan adaptasi pada

setiap lingkungannya yang berbeda. Sehingga dapat ditunjukkan pula penyebab

bahwa Drosophila jantan cenderung melakukan perkawin dengan betina

homogami. Hal ini juga disebabkan masing-masing populasi melakukan adaptasi

tingkah laku dan feromon yang dihasilkan juga berbeda setiap populasi yang

teradaptasi.

Pemilihan jantan pada individu betina disebabkan faktor feromon yang

dihasilkan. Peristiwa kawin yang terjadi pada tingkat spesies akan melibatkan

banyak hal terhadap feromon seks yang muncul pada peristiwa pendekatan

sebelum kawin. Feromon seks ini berupa tanda kawin yang dikeluarkan oleh

individu yang mempunyai pengaruh meningkatkan tingkah laku seksual spesies

yang sama atau spesies yang masih mempunyai hubungan yang erat dari jenis

seks yang berbeda (Marcus, 1992 dalam Basuki 1997). Jadi dimungkinkan juga

kecenderungan perkawinan homogami ini dipengaruhi juga oleh perbedaan

feromon yang dikeluarkan, sehingga hanya dapat mengenali feromon dari

spesies yang sama saja meskipun Drosophila ketiga kota ini mempunyai

kesamaan ciri serta terdapat perbedaan tingkah laku yang berbeda pada setiap

populasi.

Tetapi apabila tidak terdapat rintangan alam yang menjadi penghalang,

maka distribusi atau pola penyebaran dari Drosophila akan lebih mudah terjadi.

Sehingga dapat terjadi perkawinan dengan betina yang berasal dari daerah yang

lain. Hal ini dapat terjadi karena kondisi geografis yang sama sehingga

Drosophila cenderung melakukan adaptasi yang sama, seperti adaptasi tingkah

laku kawin maupun feromon yang dihasilkan. Drosophila akan mampu

melakukan perkawinan heterogami maupun homogami sehingga tidak terjadi

isolasi seksual pada tiap-tipa populasi Drosophila.

30

Page 31: Laporan Proyek Indeks Isolasi 2013

B. Hubungan Kekerabatan antara Drosophila sp. tangkapan lokal Jember,

Probolinggo dan Lamongan berdasarkan perhitungan indeks isolasi

Selain digunakan untuk mengetahui suatu kecenderungan kawin, Indeks

isolasi juga dapat digunakan untuk melihat hubungan kekerabatan. Berdasarkan

hasil perhitungan nilai indeks isolasi pada persilangan yang telah dilakukan

menunjukan nilai indeks isolasi yang berbeda-beda setiap tipe persilangan .

Pada data nilai indeks dapat diketahui bahwa indeks isolasi terkecil yakni

senilai -0,25 pada persilangan ♂5Jb >< ♀5Jb >< ♀5Lm. Hal ini menunjukkan

hubungan kekerabatan yang lebih dekat antara Drosophila sp daerah Jember

dengan Drosophila sp tangkapan dari Lamongan. Selanjutnya tipe persilangan

yang memiliki indeks isolasi terbesar adalah pada persilangan ♂5Pr >< ♀5Pr ><

♀5Lm sebesar 0,33 menunjukkan bahwa hubungan kekerabatan yang jauh antara

Drosophila sp daerah Probolinggo dengan Drosophila sp tangkapan dari

Lamongan. Hal ini sesuai pernyataan bahwa semakin kecil nilai indeks isolasi

berarti semakin maju dalam isolasi reproduksi (dalam hal ini isolasi seksual)

karena semakin terbuka untuk kawin dengan strain lain. Dengan demikian bisa

dikatakan kekerabatannya lebih atau semakin dekat. Sebaliknya semakin besar

indeks isolasi maka semakin tertutup terhadap strain yang lain (kekerabatan antar

strain yang semakin jauh) (Bock, 1978 dalam Basuki 1997). Akan tetapi, secara

umum Drosophila ketiga daerah dapat dikatakan berkerabatan jauh, karena nilai

indeks isolasi paling banyak bernilai positif, artinya individu jantan lebih memilih

betina homogami.

Kecenderungan pemilihan kawin individu jantan yang terjadi pada tingkat

spesies akan melibatkan beberapa hal, misalnya pengenalan terhadap feromon

seks yang muncul serta tingkah laku kawin. Borror dkk, 1992 menyatakan bahwa

individu-individu jantan hanya merespon terhadap zat kimiawi yang cocok dari

isomer-isomer yang tepat dalam konsentrasi relatif bagi penarik kelamin dari jenis

mereka. Feromon yang dihasilkan serta tingkah laku kawin pada setiap organisme

tersebut diatur oleh gen-gen.

31

Page 32: Laporan Proyek Indeks Isolasi 2013

Drosophilla dengan strain-strain yang sama akan memiliki lebih banyak

persamaan sifat-sifat feromon serta tingkah laku kawin yang diekspresikan oleh

gen-gen yang dimilikinya. Hal ini menunjukkan kekerabatan antara Drosophila

tersebut sangat dekat sehingga tidak terjadi kecenderungan heterogami. Begitu

juga apabila strain-strain tersebut berbeda maka akan memiliki banyak perbedaan

sifat-sifat seperti tingkah laku kawin dan feromon yang dihasilkan. Sehingga

menunjukkan kekerabatan yang jauh dan cenderung melakukan perkawinan

homogami.

.

32

Page 33: Laporan Proyek Indeks Isolasi 2013

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan Sementara

1. Terdapat kecenderungan individu jantan Drosophila sp tangkapan lokal

Probolinggo, Jember, Lamongan memilih betina homogami, karena dari

perhitungan indeks isolasi dari persilangan yang dilakukan lebih banyak yang

menunjukkan nilai yang positif (0 < x ≤ 1).

2. Berdasarkan nilai indeks isolasi dari semua persilangan menunjukkan bahwa

kekerabatan yang paling dekat adalah Drosophila sp daerah Jember dengan

Drosophila sp tangkapan dari Lamongan dan kekerabatan yang paling jauh

adalah Drosophila sp daerah Probolinggo dengan Drosophila sp tangkapan

dari Lamongan. Akan tetapi, secara umum Drosophila sp ketiga daerah dapat

dikatakan berkerabatan jauh, karena nilai indeks isolasi paling banyak bernilai

positif, artinya individu jantan lebih memilih betina homogami.

C. Saran

1. Kesabaran sangat dibutuhkan dalam kinerja, termasuk pada pengamatan

morfologi, pemurnian dan perlakuan isolasi seksual.

2. Penandaan betina Drosophila tangkapan yang baik dan benar sangat penting

untuk kevalidan data dan mempertahankan individu hidup tanpa menyakitinya.

33

Page 34: Laporan Proyek Indeks Isolasi 2013

DAFTAR PUSTAKA

Ayala, F.J. dkk. 1984. Modern Genetic. The Benyamin/Cummings PublishingCompany, Inc. Menlo Park California

B. N. Singh and Sujata Chatterjee. 1985. A Study Of Sexual Isolation Among Natural Populations Of Drosophila ananassae. Brazil : Rev. Brazil Genetics Journal VIII 3 457-458.

Basuki, Supriyana. 1997. Indeks Isolasi D. annanasse Lokal Pare dan Drosophi;a annanasse Pulau Madura. Malang: FMIPA-IKIP Malang (Skripsi tidak diterbitkan).

Bock, Ian R. 1976. Drosophilidae of Australia I. Drosophila (Insecta: Diptera).Melbourne: CSIRO

Borror, Donals J, dkk. 1991. Pengenalan Pelajaran Serangga. Yogyakarta: Gadjah Mada University press.

Cothron. 1993. Student and Research. America : Hunt Publishing Company.

Herskowits. Irwin. J. 1965. Genetic (2nd ). Little Brown and Company Inc.

Junaidi, A.J. 1998. Pengaruh Kondisi Gelap dan Terang Terhadap Kesuksesan Kawin Drosophila melanogaster Strain Normal (N), Eye Missing (eym) dan White (W). Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Jurusan Biologi FMIPA UM.

Kimbal, John W. 1992. Biologi edisi kelima. Jakarta : Erlangga.

Markow, Therese A. And Patrick M. O’Grady. 2006. Drosophila. Chennai: Charon Tec Pvt. L.td.

Munawaroh. 1996. Indeks Isolasi Pada D. annanasse Lokal dari BerbagaiKetinggian Tempat. Malang: FMIPA-IKIP Malang.

Warsini. 1996. Identifikasi Jenis-jenis Drosophila di Kawasan Teluk Semut Pulau

Sempu Kabupaten Malang Jawa Timur. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: IKIP Malang.

34