LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI SEL MOLEKULER
-
Upload
aulidya-habibah-adnan -
Category
Documents
-
view
20.473 -
download
0
Transcript of LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI SEL MOLEKULER
LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI SEL MOLEKULER
OLEH
NAMA : AULIDYA NURUL HABIBAH
NIM : P2BA009012
KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONALUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PROGRAM MAGISTER BIOLOGIPURWOKERTO
2010
DAFTAR ISI
ACARA 1. ISOLASI DNA PLASMID
ACARA 2. RESTRIKSI DNA PLASMID
ACARA 3. ELEKTROFORESIS GEL AGAROSA
ACARA 4. TRANSFORMASI E. coli JM 109
PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Alloh SWT, sehingga penulis dapat menyusun laporan ini.
laporan ini merupakan hasil praktikum tentang teknologi dalam biologi molekuler. Penulis
dalam praktikum dan pembelajaran mata kuliah Biologi Sel Molekuler dibimbing oleh Dr.
Hendro Pramono, M.S. dan Ir. Alice Yuniaty, M.Sc., Ph.D. Adapun informasi ilmiah yang
mendukung penyusunan laporan, dihimpun dari sejumlah referensi meliputi hal-hal yang
berkaitan dengan teknologi dalam biologi molekuler dan segala aspek yang berkaitan dengan
hal tersebut. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para asisten praktikum yang
telah memberi pengarahan selama praktikum.
Akhirnya penulis berharap semoga laporan ini bermanfaat dalam ilmu pengetahuan,
khususnya di bidang biologi molekuler. Amin.
Purwokerto, Februari 2010
Penulis
ACARA I.
ISOLASI DNA PLASMID
I. PENDAHULUAN
LANDASAN TEORI
Plasmid adalah molekul DNA sirkuler berukuran relatif kecil di luar kromosom
yang terdapat di dalam sel prokariot, khususnya bakteri dan sel eukariotik tingkat rendah
misalnya yeast. DNA plasmid mengalami duplikasi sebelum pembelahan sel inang. Plasmid
biasanya digunakan dalam teknologi DNA rekombinan menggunakan E. coli sebagai host,
sehingga dalam rekayasa genetika plasmid sering digunakan sebagai vektor untuk membawa
gen-gen tertentu yang diinginkan ke dalam suatu sel inang. Gen-gen tersebut selanjutnya
akan mengekspresikan produk komersial tertentu seperti insulin, interferon, dan berbagai
enzim. Penggunaan plasmid dalam DNA rekombinan dilakukan karena plasmid memiliki tiga
region yang berperan penting untuk DNA kloning, yaitu : a replication origin, marker yang
memungkinkan adanya seleksi (biasanya gen resisten antibiotik) dan region yang mampu
disisipi oleh fragmen DNA dari luar (Lodish et al.). Gen-gen yang terdapat di dalam plasmid
pada umumnya tidak esensial bagi pertumbuhan dan kelangsungan hidup individu bakteri,
tetapi sering kali menyandi sintesis protein untuk resistensi terhadap antibiotik.
TUJUAN
Melihat cara kerja isolasi DNA plasmid
BAHAN DAN ALAT
1. E. coli JM109 yang di dalamnya terdapat plasmid pUC19
2. Medium Luria Bertani (LB) agar dan LB cair
3. Ampisilin
4. QIAprep Spin Miniprep Kit (Qiagen, USA)
5. Microsentrifuga 5415D (Eppendorf)
6. Tabung mikrosentrifuga
7. Sarung tangan
8. Seperangkat mikropipet beserta tipnya (Bio-Rad dan Axygen Scientific)
9. Lemari pendingin
10. Kamera Digital
CARA KERJA
DNA vektor pUC19 diisolasi menggunakan QIAprep Spin Miniprep Kit (Qiagen,
USA).
1. Koloni tunggal bakteri JM transforman pUC19 dinokulasikan ke 25 ml medium LB cair
dan diinkubasi di dalam shaker-incubator dengan kecepatan rotasi 150 rpm pada suhu
37oC selama 16 jam (semalam).
2. Kultur bakteri hasil inkubasi 16 jam sebanyak 3 ml diambil dan dimasukkan ke dalam
tabung mikrosentrifuga kemudian dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 5.700 x g
selama 5 menit.
3. Pelet sel diresuspensi dengan 1 ml larutan STE dan disentrifugasi dengan kecepatan 5.700
x g selama 5 menit.
4. Pelet sel bakteri diresuspensi dengan 250 µl Buffer P1 sampai homogen.
5. Suspensi ditambah 250 µl Buffer P2 dan diresuspensi kembali dengan cara dibolak-balik
sebanyak 4-6 kali.
6. Suspensi yang dihasilkan akan berubah warnanya menjadi biru.
7. Suspensi selanjutnya ditambah 350 µl N3 dan diresuspensi dengan cara yang sama
sehingga warna suspensi kembali seperti warna awal.
8. Tahap selanjutnya tabung mikrosentrifuga disentrifugasi dengan kecepatan 13000 rpm
(17,900 x g) selama 10 menit.
9. Supernatan yang dihasilkan dipindah dengan cara memipet ke dalam collection tube yang
dilengkapi dengan QIAprep spin column dan disentrifugasi kembali dengan kecepatan
13000 rpm (17,900 x g) selama satu menit.
10. Cairan yang melewati membran dibuang dan QIAprep spin column dimasukkan kembali
ke dalam tabung mikrosentrifuga.
11. QIAprep spin column dicuci dengan 500 μl PB dan disentrifugasi dengan kecepatan
13000 rpm selama satu menit.
12. Cairan yang melewati QIAprep spin column dibuang, dan ke dalam QIAprep spin column
ditambahkan kembali 750 μl buffer PE, dan dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan
13000 rpm selama satu menit.
13. Cairan yang melewati QIAprep spin column kembali dibuang dan disentrifugasi ulang
untuk menghilangkan sisa buffer pencuci.
14. QIAprep spin column dipindahkan ke tabung mikrosentrifuga 1,5 ml baru dan ditambah
dengan 50 μl buffer EB, dan dilanjutkan dengan sentrifugasi pada kecepatan 13000 rpm
selama satu menit (elusi pertama).
15. QIAprep spin column dipindahkan ke tabung mikrosentrifuga 1,5 ml yang lain dan
ditambah dengan 50 μl buffer EB. Tabung mikrosentrifuga beserta QIAprep spin column
disentrifugasi pada kecepatan 13000 rpm selama satu menit (elusi kedua).
II. HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi DNA plasmid dilakukan dengan cara isolasi DNA plasmid pUC19 yang terdapat
di dalam E. coli JM 109. Isolasi tersebut dilakukan berdasarkan kit dari Qiagen (USA), yaitu
QIAprep Spin Miniprep Kit. Hasil yang diperoleh dapat diketahui dengan cara elektroforesis
gel agarosa. Adapun hasil dari elektroforesis gel agarosa adalah sebagai berikut :
Gambar 2. 1. Elektroforesis gel agarosa. Keterangan : tanda anak panah menunjukkan fragmen DNA plasmid yang diisolasi dari E. coli JM 109.
Berdasarkan hasil di atas, dapat diketahui bahwa pita (fragmen) DNA plasmid yang
diisolasi dari E. coli menunjukkan pita yang jelas untuk urutan terakhir dan kurang jelas
untuk urutan sebelumnya. Fragmen (pita) yang kurang jelas tersebut terjadi karena adanya
penggunaan komposisi larutan yang tidak sesuai. Penggunaan larutan yang tidak sesuai
tersebut terjadi pada saat penambahan buffer P1 sebanyak 2 x lipat dari ketentuan kit.
Penambahan buffer P1 sesuai kit adalah 250 µl sedangkan pada praktikum, ditambahkan
buffer P1 sebanyak 500 µl. Setelah penambahan buffer P1, tahap selanjutnya adalah
penambahan buffer P2. Penambahan kedua buffer tersebut bertujuan untuk melisiskan sel.
Sel yang lisis ditandai dengan berubahnya warna suspensi menjadi biru. Setelah penambahan
buffer P1 dan P2, tahap selanjutnya adalah penambahan buffer N3 yang berfungsi sebagai
penetral. Menurut kit yang digunakan, penambahan buffer N3 adalah 350 µl, namun pada
kelompok dengan hasil pita kurang jelas, buffer N3 ditambahkan sebanyak 100 µl
dikarenakan tidak cukupnya tabung yang digunakan untuk menampung larutan lebih banyak.
Secara umum, isolasi DNA plasmid menghasilkan DNA plasmid yang diinginkan.
Jumlah pasangan basa DNA plasmid dapat diketahui melalui perhitungan dengan Excel, yang
menghasilkan tabel berikut ini :
Tabel 2.1. Tabel jumlah pasangan basa DNA plasmid hasil isolasi
bp marker
jarak marker log 10bp
unknown distance m*distance y value unknown bp
No. Sumuran
23130 13 4,364176 34 -1,054 3,69 4897,788194 2
9416 25 3,973866 33 -1,023 3,721 5260,172664 3
6557 30 3,816705 32 -0,992 3,752 5649,369748 4
4361 40 3,639586 32 -0,992 3,752 5649,369748 5
39 -1,209 3,535 3427,677865 6
30 -0,93 3,814 6516,283941 7
33 -1,023 3,721 5260,172664 8
41 -1,271 3,473 2971,666032 9
41 -1,271 3,473 2971,666032 10
42 -1,302 3,442 2766,941645 11
Keterangan : DNA plasmid hasil isolasi terdapat pada sumuran no. 10 dan 11.
Jumlah pasangan basa DNA plasmid dari hasil isolasi DNA sesuai tabel di atas adalah
2.971,67 bp untuk sumuran no.10 yang menghasilkan pita kurang jelas dan 2766,94 bp untuk
sumuran no. 11 yang menghasilkan pita jelas. Dibandingkan dengan fragmen (pita) yang lain
yang merupakan DNA plasmid yang direstriksi, pita DNA plasmid hasil isolasi memiliki
jarak yang paling jauh dari sumuran. Adapun sumuran no. 9 dengan hasil sama dengan
sumuran no. 10 adalah pita dari plasmid pUC19. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat
diketahui bahwa salah satu penentu jarak pita dari sumuran adalah konformasi DNA. DNA
dengan konformasi bulat akan berlari lebih cepat dibandingkan DNA linier pada saat running
elektroforesis gel agarosa. Elektroforesis gel agarosa yang dilakukan dalam praktikum
bertujuan untuk mengetahui hasil isolasi DNA plasmid. Berdasarkan hasil di atas, maka dapat
dinyatakan bahwa isolasi DNA plasmid berhasil untuk DNA plasmid yang di running dengan
sumuran no. 11. Isolasi DNA plasmid yang dilakukan menggunakan prosedur sesuai dengan
QIAprep Spin Miniprep Kit. Kit tersebut diproduksi oleh Qiagen dan terdapat kit prosedur
isolasi DNA plasmid yang lain (Brolle et al.,1997) , namun pada dasarnya tahapan isolasi
DNA plasmid memiliki langkah – langkah sebagai berikut : inokulasi sel bakteri yang
mengandung plasmid, inkubasi dalam shaker inkubator, pemanenan, penambahan buffer yang
mengandung enzim pemecah (lisozim) dan dilanjutkan dengan pemanenan plasmid,. Tahapan
pemanenan plasmid berdasarkan QIAprep Spin Miniprep Kit adalah : penyaringan sel yang
telah lisis ke dalam collection tube yang dilengkapi dengan Qiaprep spin column,
penambahan buffer PB untuk mengikat plasmid pada spin column (buffer ini mengandung
etanol yang berfungsi sebagai pencuci), sentrifugasi pada 13000 rpm selama 5 menit, cairan
di bagian bawah dibuang, sentrifugasi kembali, pemindahan kolom ke dalam tabung,
penambahan Elution Buffer (EB) untuk melewatkan plasmid dari kolom menuju tabung,
sentrifugasi pada 13000 rpm selama 1 menit. Komponen yang tertampung pada tabung inilah
yang merupakan DNA plasmid.
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa isolasi DNA plasmid dapat
dilakukan menggunakan kit yang telah tersedia, pada praktikum digunakan QIAprep Spin
Miniprep Kit. Jumlah pasangan basa DNA plasmid hasil isolasi dapat diketahui dengan
elektroforesis gel agarosa.
B. Saran
Isolasi DNA yang dilakukan untuk praktikum yang akan datang sebaiknya mewakili
DNA dengan konformasi linier dan DNA sirkuler sehingga dapat dibandingkan melalui
elektroforesis gel agarosa.
DAFTAR REFERENSI
Brolle, D. F., T. Henzler, S. Stefani, A. Weissenborn, D. Zell, and W. Wohlleben. 1997. Microbiology–Biotechnology, University of Tübingen, Germany
Lodish. Berk. Matsudaira. Kaiser. Krieger. Scott. Zipursky. Darnell. Molecular Cell Biology fifth Edition.
QIAprep Spin Miniprep Kit (Qiagen, USA)
25 ml LB
E.coli transforman
pUC19
Inkubasi 370C, shaker 150 rpm, 16
jam
@ 3 ml
Sp dibuan
g + 1 ml STEresuspensi
Sentrifugasi
5000 rpm, 5'
1
Sp dibuan
g
+ 250 µl Buffer P1Resuspensi (vortex, bolak
balik+ 250 µl Buffer P2
Bolak-balik sebentar
Warna mjd BIRU
+ 350 µl Buffer N3Bolak-balik sebentar
Warna BIRU
hilang
Sentrifugasi13.000 rpm, 1'
Sp dipinda
h
Cairan dibuan
g
Sentrifugasi5.700xg (5000 rpm),
5'
+ 500 µl Buffer PB
+ 750 µl Buffer PE
Sentrifugasi13.000 rpm, 1'
Sentrifugasi13.000 rpm, 1'
Cairan dibuan
gg
Sentrifugasi13.000 rpm, 5'
Cairan dibuan
g
Sentrifugasi13.000 rpm, 1'
Kolom pindah
+ 50 µl Buffer EB
Sentrifugasi13.000 rpm, 1'
DNA plasmid
Skema kerja Isolasi DNA Plasmid menggunakan QIAprep Spin Miniprep Kit (Qiagen, USA)
ACARA II.
RESTRIKSI DNA PLASMID
I. PENDAHULUAN
LANDASAN TEORI
Teknologi DNA rekombinan merupakan suatu teknologi yang dapat diterapkan
sebagai pendekatan dalam mengatasi masalah sulitnya memurnikan protein dan materi
lainnya dari suatu organisme dalam jumlah besar. Salah satu teknik yang digunakan dalam
teknologi DNA rekombinan adalah teknik pemotongan DNA (restriksi DNA). Molekul DNA
rekombinan dapat diperoleh dengan cara memotong DNA vektor pada tempat tertentu yang
memiliki daerah pemotongan yang sama dengan hasil pemotongan DNA kromosom.
Manipulasi pemotongan DNA dilakukan oleh enzim yang disebut endonuklease restriksi.
Enzim – enzim restriksi yang digunakan dalam teknologi DNA rekombinan berasal
dari beberapa bakteri. Beberapa enzim seperti BamHI, EcoRI dan PstI dapat memotong
masing-masing strand DNA. Enzim restriksi akan mengenali sisi restriksi suatu fragmen
DNA yang biasanya terdiri atas 4 – 8 pasang basa. Sisi restriksi tersebut biasanya berupa pas-
angan basa palindrom. Molekul DNA yang dihasilkan memiliki ujung lengket yang
kemudian dapat berasosiasi dengan pasangan basa komplementer pada beberapa fragmen
DNA lain yang juga telah dipotong dengan enzim restriksi. Sisi pengenalan enzim restriksi
tersebut berbeda – beda pada suatu fragmen DNA, misalnya BamHI yang diperoleh dari
Bacillus amyloliquefaciens memiliki sisi pengenalan
−G−G−A−T−C−C− ¿−C−C−T−A−G−G
¿ yang akan memotong pada basa G nomor
2 dari tepi masing – masing strand (Lodish et al.), AGCT merupakan sisi pengenalan AluI,
GAATTC merupakan sisi pengenalan EcoRI. Enzim restriksi akan memotong fragmen DNA
di ujung yang sama pada 2 strand (blunt ended), namun biasanya enzim restriksi akan
memotong pada ujung yang berbeda pada 2 strand sehingga menghasilkan sisi lengket (sticky
ended). Pemilihan enzim restriksi untuk pemotongan fragmen DNA pada suatu teknologi
DNA rekombinan didasarkan pada beberapa hal, yaitu : ukuran fragmen, blunt-ended atau
sticky-ended fragment, sensitivitas terhadap metilasi, kompatibiliti terhadap kondisi reaksi.
Enzim restriksi dengan sekuens pengenal lebih pendek akan menghasilkan lebih banyak
potongan fragmen DNA. Sticky ended biasanya lebih efisien dalam ligasi sedangkan blunt
ended biasanya dikenali oleh enzi khusus yang cocok dengan tipe pemotongan blunt ended.
Metilasi biasanya terjadi pada DNA mahluk hidup dan bervariasi polanya sehingga
dibutuhkan enzim restriksi yang cocok untuk DNA yang mengalami metilasi dengan pola
tertentu. Apabila terdapat 2 enzim yang cocok untuk suatu reaksi yang sama maka kedua
enzim ini dapat ditambahkan pada reaksi dengan reaksi bufer dan suhu yang sama (Anonim,
2007).
Komponen reaksi (master mix)restriksi terdiri dari : air, DNA, buffer dan enzim.
Volume akhir untuk komponen reaksi biasanya 10 – 50 µL. Volume di bawah 10 µL tidak
dianjurkan karena memiliki kemungkinan yang sangat besar untuk terjadinya kesalahan
pipeting. Komponen enzim ditambahkan terakhir pada saat pembuatan master mix (Anonim,
2007).
TUJUAN
Melihat cara kerja pemotongan DNA plasmid
BAHAN DAN ALAT
1. Plasmid pUC19
2. Enzim restriski (PstI)
3. Microsentrifuga 5415D (Eppendorf)
4. Tabung mikrosentrifuga
5. Sarung tangan
6. Seperangkat mikropipet beserta tipnya (Bio-Rad dan Axygen Scientific)
7. pemanas air (water bath) tipe WB-20E (JEIO TECH, Korea)
8. termometer
9. Lemari pendingin (Frezeer)
10. Kamera Digital
CARA KERJA
1. Vektor pUC19 dipotong dengan enzim restriksi yang sama dengan pemotongan DNA
genom, yaitu enzim PstI.
2. Optimasi reaksi restriksi sebelumya dilakukan terlebih dahulu untuk memastikan DNA
dapat terpotong sempurna dengan kondisi optimasi tersebut. Reaksi restriksi dipersiapkan
dalam tabung mikrosentrifuga berukuran 1 ml, dengan komposisi Buffer E, BSA, DNA
dan PstI
3. Reaksi restriksi dipersiapkan dalam tabung mikrosentrifuga berukuran 1 ml sesuai dengan
hasil optimasi reaksi restriksi. Misalkan reaksi restriksi bekerja secara optimum dengan
komposisi Buffer E sebanyak 5 µl, BSA sebayak 0,5 µl, DNA pUC19 sebayak 20 µl, dan
PstI sebayak 2 µl untuk vinal volume 50 µl.
4. Campuran reaksi dihomogenkan sebentar menggunakan mikrosentrifuga selama 1-2
detik. Tabung mikrosentrifuga diketuk sebentar untuk memastikan campuran sudah
tersuspensi.
5. Tabung mikrosentrifuga yang berisi campuran reaksi tersebut diinkubasi pada suhu 37 0C
selama 4 jam menggunakan pemanas air (Water Bath).
6. tabung mikrosentrifuga selanjutnya diinkubasi pada suhu 70 0C selama 10 menit
menggunakan Water Bath. Hal ini dilakukan untuk inaktifasi enzim restriksi.
7. larutan DNA hasil restriksi disimpan di dalam Freezer.
II. HASIL DAN PEMBAHASAN
Restriksi DNA plasmid dilakukan menggunakan beberapa enzim restriksi yaitu :
HindIII, EcoRI, PstI. Hasil dari pemotongan DNA plasmid tersebut dapat dilihat melalui
elektroforesis gel agarosa. Adapun hasil dari elektroforesis gel agarosa adalah sebagai
berikut:
Gambar 2.1. Elektroforesis gel agarosa. Keterangan : nomor menunjukkan nomor sumuran
Berdasarkan hasil di atas, dapat diketahui bahwa pita (fragmen) DNA plasmid yang
direstriksi (ditunjukkan oleh anak panah) menghasilkan pita-pita yang jelas, kecuali sumuran
no. 6. Hal ini terjadi kemungkinan karena pita DNA pada sumuran no. 6 belum terpotong
dengan baik sebelum di running dengan eletroforesis gel agarosa. Sumuran no. 1
2 3 4 5
6 78
menghasilkan beberapa pita karena sumuran ini merupakan marker yang merupakan DNA λ
dengan HindIII.
Jumlah pasangan basa DNA plasmid yang telah direstriksi dapat diketahui melalui
perhitungan dengan Excel, yang menghasilkan tabel berikut ini :
Tabel 2.1. Tabel jumlah pasangan basa DNA plasmid hasil isolasi
bp marker
jarak marke
r log 10bpunknown distance m*distance y value unknown bp
No. Sumuran/ enzim restriksi
23130 13 4,364176 34 -1,054 3,69 4897,788194 2/HindIII
9416 25 3,973866 33 -1,023 3,721 5260,172664 3/EcoRI
6557 30 3,816705 32 -0,992 3,752 5649,369748 4/PstI
4361 40 3,639586 32 -0,992 3,752 5649,369748 5/HindIII
39 -1,209 3,535 3427,677865 6/EcoRI
30 -0,93 3,814 6516,283941 7/PstI
33 -1,023 3,721 5260,172664 8/HindIII
41 -1,271 3,473 2971,666032 9
41 -1,271 3,473 2971,666032 10
42 -1,302 3,442 2766,941645 11
Keterangan : DNA plasmid hasil isolasi terdapat pada sumuran no. 10 dan 11.
Jumlah pasangan basa DNA plasmid yang telah direstriksi sesuai tabel di atas adalah
4897,79 bp untuk DNA plasmid yang dipotong dengan enzim restriksi HindIII, 5260,17 bp
untuk DNA plasmid yang direstriksi menggunakan EcoR1, 5649,37 bp untuk DNA plasmid
yang direstriksi menggunakan PstI, 5649,37 bp untuk DNA plasmid yang direstriksi
menggunakan HindIII, 3427,68 bp untuk DNA plasmid yang direstriksi menggunakan EcoRI
6516,28 bp untuk DNA plasmid yang direstriksi menggunakan PstI, 5260,17 bp untuk DNA
plasmid yang direstriksi menggunakan HindIII. Menurut Anonim (2007), jumlah basa enzim
restriksi mempengaruhi jumlah pasangan basa hasil restriksi, enzim restriksi dengan 6 bp
akan menghasilkan fragmen dengan ukuran rata – rata 4096 basa. EcoRI merupakan enzim
restriksi dengan 6 bp sehingga menghasilkan fragmen DNA dengan ukuran sekitar 3000 –
5000 bp pada praktikum. Sumuran no. 9, 10, dan 11 digunakan untuk me-running DNA
plasmid pUC19 dan DNA plasmid hasil isolasi. Dibandingkan dengan fragmen (pita) yang
lain yang merupakan DNA plasmid yang direstriksi, pita DNA plasmid yang direstriksi
memiliki jarak yang lebih dekat dari sumuran dibandingkan dengan pita DNA plasmid hasil
isolasi. Hal ini menunjukkan bahwa konformasi linier dari DNA memiliki kemampuan
running lebih lambat dibandingkan dengan pita DNA sirkuler dalam praktikum ini adalah
DNA plasmid. Jumlah pasangan basa juga menentukkan jarak pita DNA dari sumuran. Jarak
pita DNA dari sumuran menunjukkan kecepatan DNA pada saat dirunning. Hal tersebut
menjelaskan bahwa kecepatan DNA pada saat dirunning dipengaruhi oleh konformasi dan
jumlah pasangan basanya. Adapun sumuran no. 9 dengan hasil sama dengan sumuran no. 10
adalah pita dari plasmid pUC19. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat diketahui bahwa
salah satu penentu jarak pita dari sumuran adalah konformasi DNA. DNA dengan konformasi
sirkuler akan berlari lebih cepat dibandingkan DNA linier pada saat running elektroforesis
gel agarosa. Elektroforesis gel agarosa yang dilakukan dalam praktikum bertujuan untuk
mengetahui pita DNA hasil restriksi.
Restriksi DNA plasmid pUC19 dilakukan dengan beberapa tahapan. Tahapan yang
pertama adalah pembuatan larutan untuk optimasi reaksi pemotongan DNA menurut Promega
(2005) dengan modifikasi (Lampiran 1.). Komposisi larutan tersebut adalah ddH2O, Buffer E,
BSA, DNA pUC19, enzim restriksi. Volume larutan final tersebut adalah 25 µl, sedangkan
volume ddH2O relatif terhadap komposisi komponen yang lain. Larutan optimasi dibuat
dengan cara memipet satu persatu larutan tersebut dan dimasukkan ke dalam tabung 1,5 ml
dengan cara menempelkan tip mikropipet yang digunakan untuk mengambil komponen
larutan pada dinding tabung. Setelah larutan optimasi dibuat tahapan selanjutnya adalah
tabung dispin dengan tujuan agar larutan yang menempel pada dinding tabung jatuh ke
tengah tabung. Kemudian tabung diketuk-ketuk. Tahapan selanjutnya adalah inkubasi pada
suhu 37 oC selama 4 jam. Suhu tersebut merupakan suhu optimum enzim bekerja. Pada saat
inkubasi ini, enzim restriksi bekerja memotong DNA plasmid yang memiliki konformasi
sirkuler menjadi linier. Kemudian enzim ini diinaktivasi dengan cara menginkubasi tabung
tersebut pada suhu 70 oC selama 10 menit. Tahapan terakhir adalah penyimpanan di freezer.
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa restriksi DNA plasmid
dapat dilakukan menggunakan beberapa enzim restriksi,diantara HindIII, EcoR1, dan PstI.
Jumlah pasangan basa DNA plasmid hasil restriksi dapat diketahui dengan elektroforesis gel
agarosa.
B. Saran
Restriksi DNA yang dilakukan untuk praktikum yang akan datang sebaiknya dapat
menggunakan enzim-enzim restriksi yang lainnya.
DAFTAR REFERENSI
Anonim. http://www1.qiagen.com/literature/qiagennews/0301/1017317_QN301_ITJPDIS-3- 5.pdf . Diakses pada tanggal 9 Februari 2010.
Lodish. Berk. Matsudaira. Kaiser. Krieger. Scott. Zipursky. Darnell. Molecular Cell Biology fifth Edition.
Promega. 2005
1 2 3 4 5 6 7
P1 P2 P3
Lampiran 3. Skema Kerja Restriksi DNA plasmid
Optimasi reaksi pemotongan DNA (Modifikasi Promega, 2005)
No. Komponen P1 P2 P3
1. ddH2O 22,5 µl 22,5 µl 22,5 µl
2. Buffer E 5 µl 5 µl 5 µl
3. BSA 0,5 µl 0,5 µl 0,5 µl
4. DNA
pUC19 20 µl 20 µl 20 µl
5. PstI 2 µl - -
6. EcoR1 - 2 µl -
7. HindIII - - 2 µl
Jumlah 50 µl 50 µl 50 µl
Spin sebentar, 2”
Ketuk-ketuk
Inkubasi 37 0C, dg Water bath selama 4 jam
Inaktifasi, suhu 700C dg waterbath, 10 menitSimpan di frezer
ACARA III.
ELEKTROFORESIS GEL AGAROSA
I. PENDAHULUAN
LANDASAN TEORI
Elektroforesis DNA merupakan teknik untuk memisahkan sampel DNA
berdasarkan atas ukuran (berat molekul) dan struktur fisik molekulnya. Gel yang biasa
digunakan antara lain agarosa. Elektroforesis gel agarosa dapat dilakukan untuk memisahkan
sampel DNA dengan ukuran dari beberapa ratus hingga 20.000 pasang basa (bp).
Elektroforesis gel agarosa biasanya digunaka untuk analisis ukuran dan konformasi sampel
DNA, kuantifikasi DNA, pemisahan dan ekstraksi fragmen DNA (Anonim, 2010).
Molekul DNA bermuatan negatif sehingga di dalam medan listrik akan bermigrasi
melalui matriks gel menuju kutub positif (anode). Makin besar ukuran molekulnya, makin
rendah laju migrasinya. Berat molekul suatu fragmen DNA dapat diperkirakan dengan
membandingkan laju migrasinya dengan laju migrasi fragmen-fragmen molekul DNA standar
(DNA marker) yang telah diketahui ukurannya. Visulisasi DNA selanjutnya dilakukan di
bawah paparan sinar ultraviolet setelah terlebih dahulu gel dalam pembuatannya ditambahkan
larutan etidium bromid. Cara lain untuk melihat visualisasi DNA adalah gel direndam di
dalam larutan etidium bromid sebelum dipaparkan di atas sinar ultraviolet.
TUJUAN
Melihat cara kerja elektroforesis gel agarosa
BAHAN DAN ALAT
Simpan di frezer
1. DNA marker, misalnya DNA λ yang dipotong dengan HindIII
2. Sampel DNA, misalnya :
a. DNA kromosom bakteri,
b. DNA plasmid hasil isolasi (uncut)
c. DNA plasmid hasil restriksi (cut)
3. Agarosa
4. Larutan buffer TAE 50x (242 g tris-base; 57,1 g asam asetat glacial; 100 ml EDTA 0,5 M
pH 8; dilarutkan dalam akuades hingga 1000 ml)
5. Akuades
6. Gelas Ukur 1000 ml
7. Labu Erlenmeyer 50 ml
8. Tabung mikrosentrifuga
9. Sarung tangan
10. Seperangkat mikropipet beserta tipnya (Bio-Rad dan Axygen Scientific)
11. Kertas parafilm
12. seperangkat alat elektroforesis
13. Loading dye 6x (0,25% bromophenol blue; 0,25% xylene cyalol; 15% ficoll tipe 4000;
EDTA 120 mM)
14. larutan Etidium Bromid (EtBr)
15. UV transluminator
16. Kaca mata UV
17. kamera digital
CARA KERJA
1. Buat 250 ml larutan buffer TAE 1x dengan cara mencamnpurkan 5 ml TAE 50x ke dalam
245 ml akuades.
2. Buat gel agarosa 1% dengan cara menimbang agarosa 0,2 g untuk dilarutkan ke dalam
bufer TAE 1x hingga volume 20 ml. Larutan agarosa dididihkan hingga larut sempurna.
3. Siapkan baki gel agarosa, lekatkan selotip di tiap ujung baki gel agarosa (pastikan bahwa
selotip melekat kuat dan tidak ada lubang pada masing-masing ujung baki)
4. Pasang sisir elektroforesis di salah satu ujung baki gel agarosa dengan posisi hampir
menyentuh dasar baki
5. Periksalah suhu larutan agarosa dengan cara menempelkan erlenmeyer ke tangan, jika
suhunya sudah turun hingga sekitar 50-60 0C, tambahkan 1 µl etidium bromid
(PERINGATAN KERAS!!, gunakan sarung tangan karena bersifat karsinogenik).
6. Larutan agarosa dihomogenkan sebentar, kemudian tuangkan larutan ke dalam baki gel
agarosa, biarkan hingga larutan berubah menjadi gel yang padat.
7. ambil sisir dengan hati-hati, lepaskan selotip dari ujung-ujung baki.
8. masukkan baki yang telah berisi gel agarosa ke dalam tangki elektroforesis yang telah
diisi dengan larutan bufer TAE 1x (pastikan bahwa gel terendam seluruhnya dalam TAE).
9. siapkan sekitar 5 cm kertas parafilm di dekat tangki elektroforesis.
10. masukkan 10 µl sampel DNA dan 2 µl loading dye 6x ke dalam sumuran gel agarosa
dengan cara mencampurkan kedua bahan tersebut terlebih dahulu secara merata pada
kertas parafilm menggunakan mikropipet.
11. buatlah catatan mengenai nomor sumuran dan jenis sampel DNA yang dimasukkan.
12. hubungkan kabel dari sumber arus ke tangki elektroforesis (pastikan bahwa kabel yang
tersambung ke kutub negatif berada di dekat sumuran; jika tidak demikian, ubahlah posisi
baki/gel ke arah sebaliknya).
13. nyalakan sumber arus, aturlah voltase dan waktu running hingga diperoleh angka 70 V
dan 45 menit dengan cara menekan tombol yang sesuai pada sumber arus.
14. jalankan elektroforesis (lakukan running) dengan cara menekan tombol run pada sumber
arus.
15. elektroforesis akan berhenti apabila waktu yang ditetapkan sudah habis, yang ditandai
oleh adanya bunyi alarm. Matikan sumber arus dan angkatlah baki dari tangki
elektroforesis.
16. keluarkan gel dan letakkan di atas UV transluminator (letakkan selubung kaca hitam di
atas UV transluminator).
17. nyalakan UV transluminator, amati pita-pita DNA yang tervisualisasi.
II. HASIL DAN PEMBAHASAN
Elektroforesis gel agarosa dilakukan menggunakan DNA plasmid pUC19 hasil
restriksi dengan beberapa enzim restriksi, yaitu : HindIII, EcoR1, dan PstI dan DNA plasmid
pUC19 hasil isolasi. Beberapa DNA tersebut dirunning bersama dengan marker yang berupa
DNA λ yang dipotong menggunakan HindIII dengan elektroforesis gel agarosa dan
menghasilkan pita-pita pendaran seperti gambar berikut ini :
Gambar 2. 1. Elektroforesis gel agarosa. Keterangan : nomor menunjukkan nomor sumuran
Berdasarkan hasil di atas, dapat diketahui bahwa pita (fragmen) DNA plasmid yang
direstriksi menghasilkan pita-pita yang jelas, kecuali sumuran no. 6. Hal ini terjadi
kemungkinan karena pita DNA pada sumuran no. 6 belum terpotong dengan baik sebelum di
running dengan eletroforesis gel agarosa. Sumuran no. 1 menghasilkan beberapa pita karena
2 3 4 5
6 781
9
10
11
sumuran ini merupakan marker yang merupakan DNA λ dengan HindIII. Sumuran ke-2
sampai dengan ke-8 adalah DNA plasmid yang dipotong dengan beberapa enzim restriksi
yang berbeda untuk tiap sumuran. Sumuran ke-9 sampai dengan ke-11 adalah DNA plasmid
hasil isolasi. Berdasarkan gambar 2.1, dapat dinyatakan bahwa DNA dengan konformasi
linier akan lebih lambat runningnya dibandingkan dengan DNA plasmid dengan konformasi
sirkuler. Selain itu, kecepatan running DNA juga ditentukan oleh jumlah basa pada fragmen
DNA. Adapun hasil perhitungan jumlah basa dari DNA pada praktikum disajikan pada tabel
2.1 berikut ini :
Tabel 2.1. Tabel jumlah pasangan basa DNA hasil elektroforesis gel agarosa
bp marker
jarak marker log 10bp
unknown distance m*distance y value unknown bp
No. Sumuran
23130 13 4,364176 34 -1,054 3,69 4897,788194 2
9416 25 3,973866 33 -1,023 3,721 5260,172664 3
6557 30 3,816705 32 -0,992 3,752 5649,369748 4
4361 40 3,639586 32 -0,992 3,752 5649,369748 5
39 -1,209 3,535 3427,677865 6
30 -0,93 3,814 6516,283941 7
33 -1,023 3,721 5260,172664 8
41 -1,271 3,473 2971,666032 9
41 -1,271 3,473 2971,666032 10
42 -1,302 3,442 2766,941645 11
Fragmen DNA dengan jumlah basa lebih banyak memiliki jarak dari sumuran lebih
dekat dibandingkan dengan fragmen DNA dengan jumlah basa yang lebih sedikit. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin kecil ukuran pasangan basa fragmen DNA maka semakin cepat
running fragmen DNA tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang terdapat dalam The
QIAGENGuide to Analytical Gels (Anonim). Elektroforesis gel agarosa pada praktikum
dilakukan dengan beberapa tahapan. Tahap pertama adalah pembuatan gel agarosa dengan
komposisi 0,2 gram gel agarosa dilarutkan dalamTAE 1x sehingga dihasilkan konsentrasi
akhir 1 % kemudian dituang ke dalam cetakan yang telah dipasang sisir pada salah satu
sisinya, setelah memadat, sisir tersebut dilepas dan gel yang terbentuk direndam dalam TAE
1x sebanyak 220 ml. Tahap ke-2 adalah menyiapkan sampel DNA yang akan dirunning.
Sampel DNA tersebut dicampur dengan loading buffer terlebih dulu pada parafilm. Setelah
tercampur kemudian sampel DNA tersebut dimasukkan ke dalam sumuran pada gel yang
telah diletakkan di bejana bufer elektroforesis dengan larutan TAE 1x sebanyak 220 ml.
Tahap ke-3 adalah running sampel DNA (power supply dihidupkan). DNA yang telah
bermigrasi kemudian dilihat pada transluminator UV, tahapan ini adalah tahap terakhir pada
elektroforesis gel agarosa. Pita – pita yang terbentuk diamati.
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa elektroforesis gel agarosa
dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu pembuatan gel agarosa, menyiapkan sampel DNA
yang akan dirunning (sampel DNA tersebut dicampur dengan loading buffer terlebih dulu
pada parafilm), running sampel DNA, DNA yang telah bermigrasi kemudian dilihat pada
transluminator UV.
B. Saran
Elektroforesis gel agarosa dilakukan dengan menggunakan sarung tangan khusus
karena terdapat bahan karsinogenik pada saat praktikum.
DAFTAR REFERENSI
Anonim. http://www1.qiagen.com/literature/qiagennews/0100/Practical_Hints.pdf. Diakses pada tanggal 9 Februari 2010.
ACARA IV.
TRANSFORMASI SEL E. coli JM109
I. PENDAHULUAN
LANDASAN TEORI
Transformasi merupakan teknik transfer molekul DNA ke dalam sel inang bakteri
misalnya bakteri E.coli. Sel E. coli disisipi vektor DNA rekombinan yang disisipkan ke
dalam plasmid. Setelah diinkubasi, sel tersebut akan memperbanyak diri sehingga jumlahnya
menjadi banyak, karena fenotip strain E. coli hasil transforman mengandung plasmid dan
salah satu ciri sel yang disisipi plasmid adalah resisten terhadap antibiotik (ampisilin), maka
untuk mendapatkan sel transforman cukup mudah yaitu dengan menumbuhkan sel hasil
transformasi pada media yang mengandung ampisilin. Strain E. coli tersebut akan berubah
karena mendapatkan gen-gen penyandi baru yang dibawa oleh molekul DNA tersebut.
Apabila vektor DNA rekombinan telah terintegrasi dengan sel inang maka sel tersebut dapat
dikatakan telah ditransformasi. Transformasi merupakan hal yang penting karena
menghasilkan organisme rekombinan sesuai dengan gen yang disipkan pada vektor.
Teknologi ini digunakan dalam usaha memperoleh tanaman yang tahan terhadap infeksi
bakteri, jamur, herbisida.
Transformasi dilakukan dengan menggunakan sel kompeten. Sel kompeten
merupakan sel yang memiliki kemampuan untuk disisipi DNA dari luar. E. coli biasanya
digunakan sebagai sel kompeten.
TUJUAN
Praktikum ini bertujuan untuk melakukan transformasi pada sel E. coli
BAHAN DAN ALAT
1. strain E. coli JM 109
2. media LB cair
3. media cawan LB ampisilin dan media cawan LB tanpa ampisilin
4. media cawan LB/Amp/X-Gal/IPTG
5. es batu
6. shaker-incubator
7. termometer
8. Tabung mikrosentrifuga
9. Seperangkat mikropipet beserta tipnya (Bio-Rad dan Axygen Scientific)
10. Microsentrifuga 5415D (Eppendorf)
11. pemanas air (water bath) tipe WB-20E (JEIO TECH, Korea)
12. jarum ose
13. batang drugalsky
14. cawan Petri
15. Erlenmeyer
16. shaker-incubator tipe EFM-60 (Seiwa Rico, Ltd.)
17. kamera digital.
CARA KERJA
1. Kultur semalam strain E. coli JM 109 dikultivasi ke media LB cair 25 ml dengan cara
memindahkan satu koloni strain E. coli JM 109 ke media LB cair. Inkubasi di dalam
shaker-incubator dengan kecepatan rotasi 125 rpm pada suhu 37oC selama 16 jam
(semalam).
2. Pindahkan kultur E. coli JM 109 hasil inkubasi semalam ke media LB cair 25 ml dengan
cara mengambil 250 μl kultur E. coli JM 109 ke dalam media LB cair 25 ml, atau dengan
kata lain perbandingan antara volume media dan volume kultur 10:1, kemudian dilakukan
inkubasi dalam shaker-incubator dengan kecepatan rotasi 125 rpm selama 120 menit (2
jam) pada suhu 37oC.
3. Sebanyak 1,5 ml kultur hasil inkubasi 2 jam diambil dan dimasukkan ke dalam tabung
mikrosentrifuga dan dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 5.700 x g selama 5 menit.
4. Supernatan yang dihasilkan dibuang dan ke dalam tabung ditambahkan 500 μl CaCl2
dingin, diresuspensi kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 5.700 x g selama 5 menit.
5. Supernatan dibuang kembali dan ke dalam tabung ditambahkan kembali 200 μl CaCl2
dingin, diresuspensi dan diinkubasi dalam es. Dalam perlakuan ini terdapat lima tabung
mikrosentrifuga, dua diantaranya untuk inkubasi 2 jam dan 3 lainnya untuk inkubasi 16
jam.
6. Tabung mikrosentrifuga hasil inkubasi 2 jam yang masing-masing berisi 200 μl sel
kompeten, salah satunya atau tabung nomor 1 ditambah dengan 10 μl palsmid pUC19
sirkuler, sedangkan tabung nomor 2 tidak ditambah dengan palsmid.
7. Kedua tabung diinkubasi lebih lanjut dalam es selama 20 menit, kemudian diberi kejut
panas (heat-shock) selama 90 detik dengan suhu 42oC dan segera dipindahkan ke dalam
es untuk diinkubasi kembali selama 10 menit.
8. Tabung mikrosentrifuga ditambahkan media LB hingga 1 ml setelah inkubasi 10 menit,
dilanjutkan dengan inkubasi dalam shaker-incubator pada suhu 37oC dengan kecepatan
rotasi 150 rpm selama 1,5 jam.
9. Sebanyak 100 μl hasil inkubasi ditumbuhkan dengan cara plating ke media cawan
LB/Amp untuk kedua tabung. Selain itu, sebanyak 50 μl hasil inkubasi pada tabung
nomor 2 ditumbuhkan juga pada media LB tanpa ampisilin. Inkubasi dilakukan selama
16 jam pada suhu 37oC.
10. Sementara itu, ke dalam tabung mikrosentrifuga hasil inkubasi 16 jam yang masing-
masing berisi 200 μl sel kompeten, ditambahkan 10 μl vektor pUC19 sirkuler untuk
penentuan efisiensi transformasi (tabung nomor 3), 2 μl vektor pUC19 rekombinan
(tabung nomor 4) dan tidak ditambahkan apapun (tabung nomor 5).
11. Ketiga tabung mikrosentrifuga diinkubasi lebih lanjut dalam es selama 20 menit dan
diberi kejut panas (heat-shock) selama 90 detik pada suhu 42oC dan segera dipindahkan
ke es untuk diinkubasi kembali selama 10 menit.
12. Tabung mikrosentrifuga selanjutnya ditambahkan dengan media LB hingga 1 ml,
dilanjutkan dengan inkubasi dalam shaker-incubator selama 1,5 jam pada suhu 37oC.
13. Disiapkan media cawan LB/Amp/X-Gal/IPTG dengan cara menambahkan 50 μl X-Gal
dan 100 μl IPTG ke media cawan LB/Amp, lalu diinkubasi pada suhu 37oC selama lebih
kurang 30 menit.
14. Hasil inkubasi tabung nomor 3 ditumbuhkan dengan cara plating ke media cawan
LB/Amp/X-Gal/IPTG sebanyak 100 μl.
15. Tabung nomor 4 disentrifugasi dengan kecepatan 5.700 x g selama 5 menit. Supernatan
dibuang hingga tersisa 100 μl, dan kemudian ditumbuhkan dengan cara plating ke media
LB/Amp/X-Gal/IPTG.
16. Hasil inkubasi pada tabung no.5 ditumbuhkan dengan cara plating ke media cawan
LB/Amp sebanyak 100 μl dan ke media cawan LB sebanyak 50 μl, dilanjutkan dengan
inkubasi selama 16 jam pada suhu 37oC.
17. Untuk cawan yang berisi E. coli dengan pUC19 sirkuler dilakukan penjumlahan koloni
untuk diketahui efisiensi transformasinya.
18. Efisiensi transformasi dihitung dengan cara sebagai berikut
Dimana,
Σkoloni = jumlah koloni putih (dalam cfu)
[pUC19] = konsentrasi pUC19 (dalam ng)
II. HASIL DAN PEMBAHASAN
Transformasi pada praktikum ini dilakukan dengan tujuan menyisipkan plasmid ke
dalam sel. Praktikum ini menggunakan sel E. coli sebagai sel kompeten. Sel tersebut
kemudian digunakan untuk transformasi yaitu disisipkannya plasmid ke dalam sel tersebut.
Sel yang telah ditransformasi disebut transforman. Hasil yang diperoleh dari praktikum
transformasi ini adalah koloni E. coli dalam cawan.
Gambar 2.1. Koloni E. coli hasil transformasi dan koloni E. coli nontransformasi dalam cawan.
Koloni E. coli tumbuh pada semua cawan. Cawan pertama berisi media tanpa
ampisilin. Cawan kedua berisi media dengan ampisilin. Cawan ketiga berisi media tanpa
ampisilin. Cawan keempat berisi media dengan ampisilin. Sel yang dikultur pada media –
media tersebut adalah E. coli transforman dan bukan transforman. Sel transforman dikultur
pada media dengan ampisilin dan tanpa ampisilin. Begitu pula sel yang bukan transforman.
Hasil yang diperoleh untuk sel transforman adalah tumbuh pada kedua cawan kultur.
Pada cawan kultur dengan ampisilin dan tanpa ampisilin, koloni E. coli tumbuh dengan
koloni – koloni kecil dan koloni lebar (TBUD) (Tabel 2.1.).
Tabel 2.1 Jumlah koloni sel transforman dan nontransforman pada media kultur.
Jenis sel Jumlah koloni pada media
Media +ampisilin Media tanpa ampisilinE. coli transforman 416 TBUD
E. coli nontransforman 16 TBUD
E. coli transforman dapat tumbuh di kedua media. Hal ini sesuai dengan teori yang
ada. Sel tersebut mampu tumbuh pada media dengan ampisilin karena di dalam selnya
terdapat plasmid. Keberadaan plasmid di dalam sel E. coli membuat sel tersebut resisten
terhadap antibiotik ampisilin (Lodish et al.).
Sel nontransformasi merupakan sel yang tidak disisipi plasmid sehingga tidak dapat
tumbuh pada media dengan ampisilin (Lodish et al.). Namun hasil praktikum menunjukkan
bahwa sel nontransformasi tumbuh pada media dengan ampisilin dengan jumlah koloni 16.
Hal ini dimungkinkan karena terjadi kontaminasi selama pengkulturan sel atau kondisi
ampisilin yang tidak mencukupi pada media kultur.
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa transformasi yang
dilakukan pada E. coli berhasil.
B. Saran
Pembuatan media kultur dilakukan oleh masing – masing kelompok pada praktikum
sehingga terjadi kemungkinaan perbedaan tumbuhnya sel yang dikultur pada media kultur.
DAFTAR REFERENSI
Lodish. Berk. Matsudaira. Kaiser. Krieger. Scott. Zipursky. Darnell. Molecular Cell Biology fifth Edition.