Laporan praktikum bakteriologi pertanian
-
Upload
fahmiganteng -
Category
Documents
-
view
3.095 -
download
10
Transcript of Laporan praktikum bakteriologi pertanian
LAPORAN PRAKTIKUM BAKTERIOLOGI PERTANIAN
DISUSUN OLEH
NAMA: YURICHA KUSUMAWARDANI
NIM: 105040200111099
MINAT HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
PROGAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
LAPORAN PRAKTIKUM BAKTERIOLOGI PERTANIAN
DISUSUN OLEH
NAMA: YURICHA KUSUMAWARDANI
NIM: 105040200111099
MINAT HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
PROGAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu faktor yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit pada tanaman adalah
adanya kontaminasi terhadap mikroorganisme. Mikroorganisme utama yang dapat
menyebabkan penyakit adalah bakteri. Walaupun bakteri dapat menimbulkan penyakit,
namun ada juga bakteri yang menguntungkan bagi manusia. Adanya ilmu pengetahuan
tentang adanya suatu bakteri yang dapat menyebabkan penyakit pada tanaman, menyebabkan
para peneliti mencoba mengkembangbiakkan bakteri tersebut dalam sebuah media. Dalam
membuktikan penyebab suatu penyakit, diperlukan metode pembuktian, karena diagnosis
penyakit tanaman berdasarkan gejala saja belum memadai atau tidak cukup. Salah satu
metode yang dapat dilakukan adalah metode postulat koch. Diagnosis penyakit yang benar
diperlukan untuk merekomendasikan cara pengendalian yang tepat dan juga diperlukan dalam
suatu survei penyakit tanaman.
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui perbedaan gejala dan tanda akibat infeksi patogen.
Untuk mengetahui macam-macam teknik isolasi bakteri.
Untuk membedakan antara bakteri patogen dengan bakteri yang bukan patogen
dengan uji hipersensitif pada tembakau.
Untuk menguji patogenisitas bakteri yang diduga patogen dalam rangka uji Postulat
Koch.
Untuk mengisolasi bakteri penyebab penyakit dari jaringan tanaman dan mendapatkan
biakan murninya dengan metode streak plate dan pour plate.
Untuk mengidentifikasi bakteri patogen tumbuhan berdasarkan kunci identifikasi
sederhana Kerr.
1.3 Manfaat
Dapat memperoleh informasi cara mengisolasi bakteri penyebab penyakit tanaman
dan dapat melakukannya berdasarkan teknik isolasi bakteri yang sudah ada. Selain itu,
mahasiswa dapat membedakan bakteri patogen dengan bakteri bukan patogen dengan uji
hipersensitif yang dilakukan pada tanaman tembakau dan dapat menguji patogenisitas bakteri
yang diduga sebagai patogen. Mahasiswa juga dapat mengidentifikasi bakteri patogen dengan
metode yang sudah dikenalkan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Pengenalan Gejala yang Diakibatkan Infeksi Patogen
Tanaman yang menderita sakit akan kelihatan tanda-tanda atau gejalanya dari luar.
Simtom adalah tanda-tanda atau gejala penyakit. Tanda-tanda ini masih sulit untuk dijadikan
pedoman guna menentukan apakah penyakit itu disebabkan oleh parasit atau non parasit atau
bahkan akibat gangguan hama. Untuk mengetahui penyebab penyakit dengan jelas, harus
diteliti keadaan tubuh tanaman atau keadaan tanah. Gejala sebenarnya ialah perubahan bagian
tanaman yang merupakan reaksi tanaman akibat masuknya benda asing seperti cendawan,
bakteri, virus, atau akibat kekurangan unsur-unsur makanan. Gejala penyakit tanaman
bermacam-macam, diantaranya ialah kudis, mumifikasi, eksudasi, daun mengkeriting, semai
roboh, kanker, daun berlubang-lubang, etiolasi, hipertrofi, kerdil atau atrofi, nekrosis, roset,
perubahan warna, rontok, layu (Pracaya, 2008).
Sedangkan menurut Matnawi (1989), gejala ialah perubahan yang ditunjukkan oleh
tanaman itu sendiri akibat serangan penyakit dan secara garis besar gejala-gejala ini dibagi
menjadi tiga macam:
Gejala hipoplastis ialah gejala yang disebabkan oleh terhambatnya pertumbuhan hingga
terhentinya pertumbuhan pada suatu sel.
Gejala nekrotis ialah suatu gejala yang disebabkan oleh adanya kerusakan sel atau matinya
sel itu.
Gejala hiperplastis ialah gejala yang disebabkan oleh adanya pertumbuhan sel yang
berlebih-lebihan.
2.2 Definisi Pengenalan Tanda yang Diakibatkan Infeksi Patogen
Tanda ialah semua pengenal dari penyakit selain reaksi tumbuhan inang (selain
gejala), yaitu kenampakan makroskopis dari patogen atau organnya, misalnya bentuk tubuh
buah parasit, miselium, warna spora, blendok, lendir, dan sebagainya. Tanda dari penyakit
yang disebabkan oleh bakteri ialah massa bakteri yang keluar dari bagian tanaman yang sakit
(Tim dosen jurusan HPT, 2013).
2.3 Teknik Isolasi Bakteri
Metode Isolasi Streak Plate
Cara streak plate paling sering digunakan untuk memisahkan bakteri dari permukaan
agar untuk memperoleh koloni terisolasi, sebab metode ini paling mudah dan cepat.
Metode tersebut dilakukan dengan cara menggoreskan jarum ose ke atas suspensi
koloni dan memindahkan goresan medium agar dengan pola tertentu, maka akan
diperoleh pertumbuhan koloni yang baru sesuai pola goresan.
Metode Spread Plate
Spread plate dilakukan dengan mengencerkan sampel di dalam air steril atau garam
atau broth, setelah itu sedikit volume dipindahkan ke permukaan plat agar dan
diratakan dengan batang gelas khusus. Biasanya teknik ini digunakan sebagai bagian
metode plate count untuk penghitungan bakteri.
Metode Pour Plate
Metode ini dilakukan dengan mencampur bakteri dan agar cair hingga menjadi rata
terdistribusi. Selanjutnya agar dituang ke dalam plat kosong dan dibiarkan memadat.
Setelah inkubasi maka akan diperoleh pertumbuhan bakteri baik di atas permukaan
maupun di tengah agar.
(Gunawan dkk., 2005)
2.4 Uji Hipersensitif
Reaksi ini berguna untuk mengetahui sifat patogenik bakteri uji. Satu lup koloni
bakteri dicampur dengan 5 ml LB (luria broth), dikocok dengan kecepatan 100 rpm selama
21 jam, kemudian suspensi bakteri tersebut diinokulasi pada daun tembakau dengan cara
menyuntikkan pada permukaan bawah daun. Reaksi positif ditunjukkan setelah 24 sampai 48
jam inokulasi dengan terbentuknya gejala nekrosis pada bagian daun yang sudah diinjeksi
(Klement et al., 1990).
2.5 Uji Patogenisitas
Isolat bakteri yang menunjukkan reaksi hipersensitif diambil 20 nomor isolat untuk
diuji patogenisitasnya pada bibit yang berumur 1 bulan. Inokulasi bakteri dilakukan dengan
memasukkan suspensi bakteri dengan kepekatan populasi bakteri 108 sel/ml dengan
menggunakan jarum inokulasi pada pangkal batang bibit yang digunakan. Perkembangan
gejala penyakit diamati selama dua minggu kemudian dicatat waktu munculnya gejala
penyakit. Isolat bakteri yang paling virulen ditentukan berdasarkan kecepatannya dalam
menimbulkan gejala penyakit. Uji patogenisitas dinyatakan positif jika diperoleh koloni
bakteri yang serupa dengan bakteri yang diinokulasikan dan dinyatakan negatif jika koloni
yang diperoleh tidak serupa dengan bakteri yang diinokulasikan (Lelliot and Stead, 1987).
2.6 Identifikasi Bakteri
Pewarnaan Gram
Pewarnaan Gram pada bakteri dilakukan dengan cara mengamati sel-sel bakteri yang
telah mati dan diwarnai. Dengan cara tersebut, bentuk sel akan menjadi lebih jelas
karena warna sel dibuat kontras dengan medium disekelilingnya, sehingga lebih
mudah dilihat dibawah mikroskop. Bakteri yang mempunyai sel dengan ukuran relatif
kecil akan mudah dilihat. Pada pewarnaan gram diperlukan empat jenis larutan, yaitu
zat warna basa (kristal violet), larutan iodium (lugol), alkohol dan safranin. Preparat
bakteri ditetesi dengan pewarna kristal violet dan dibiarkan selama satu menit,
kemudian dibilas dengan air. Selanjutnya preparat ditetesi dengan larutan lugol dan
dibiarkan selama satu menit, dicuci dengan air dan dihilangkan warnanya
menggunakan alkohol 96% selama 10-20 detik atau sampai warna ungu tidak luntur
lagi. Setelah dicuci sebentar kemudian diwarnai dengan larutan safranin dan dibiarkan
selama 10-20 detik lalu dibilas dengan air, kemudian dikeringkan dan diperiksa di
bawah mikroskop menggunakan minyak imersi dan diamati bentuk sel serta reaksi
gram. Sel-sel bakteri yang tidak dapat melepaskan warna akan tetap berwarna seperti
warna violet kristal, yaitu biru ungu disebut bakteri Gram-positif. Sel-sel bakteri yang
dapat melepaskan violet kristal dan mengikat safranin sehingga berwarna merah atau
merah muda disebut bakteri Gram-negatif (BSN, 2009).
Uji Kelarutan KOH 3%
Uji ini dilakukan dengan mencampurkan satu lup isolat bakteri pada gelas obyek yang
telah ditetesi KOH 3%, kemudian diamati terbentuk tidaknya lendir. Jika terbentuk
lendir maka bakteri tersebut dikelompokkan ke dalam Gram-negatif dan sebaliknya
jika tidak terbentuk lendir maka bakteri tersebut tergolong Gram-positif (Schaad, et
al., 2001).
Uji Katalase
Uji katalase digunakan untuk mengetahui adanya enzim katalase pada bakteri, dimana
enzim ini berperan dalam memecah hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen. Uji
ini penting dilakukan untuk mengetahui sifat bakteri terhadap kebutuhan akan
oksigen. Secara aseptis diambil satu ose kultur bakteri dari agar miring dan
dipindahkan pada gelas obyek. Kemudian diteteskan 1-3 tetes larutan H2O2 3%.
Keberadaan enzim katalase ditandai dengan terbentuknya gelembung-gelembung
kecil oksigen yang terlihat seperti busa sabun (BSN, 2009).
Uji Oksidatif/Fermentatif
Dilakukan dengan menumbuhkan bakteri uji pada media Oksidatif/fermentatif dengan
pH 7,2 pada tabung reaksi. Masing-masing bakteri uji diiinokulasikan pada 2 tabung
reaksi. Bakteri uji diinokulasikan pada media dengan cara menusukkannya pada
kedalaman 0,5 cm, kemudian ditutup dengan paraffin oil steril pada salah satu tabung,
sedangkan tabung yang satunya tanpa diberi parafin. Kontrol pada pengujian ini
berupa media uji tanpa bakteri. Pengamatan dilakukan selama 7-14 hari. Jika terjadi
perubahan warna menjadi kuning hanya pada media uji tanpa paraffin oil berarti
bakteri tersebut bersifat oksidatif, sedangkan bakteri bersifat fermentatif jika
mengalami perubahan warna menjadi kuning, baik pada media berparafin maupun
tanpa parafin (Schaad, et al., 2001).
Uji Fluoresensi
Pengujian ini dilakukan untuk membedakan kelompok bakteri Pseudomonas sp.
dengan kelompok bakteri lainnya. Bakteri yang akan diuji digores pada media King’s
B dan diinkubasi selama 24-48 jam, kemudian diamati di bawah sinar UV. Jika
berpendar dengan menghasilkan warna biru kehijauan maka bakteri tersebut
merupakan kelompok bakteri Pseudomonas (Schaad, et al., 2001).
Uji Pembusukkan Kentang
Uji ini dilakukan dengan menggoreskan inokulum bakteri berumur 24-48 jam pada
irisan kentang yang telah disterilisasi permukaannya dengan natrium hipoklorit
(NaOCl) 1%, kemudian dibilas dengan aquades selama 1 menit. Selanjutnya irisan
kentang tersebut diinkubasi dalam cawan petri pada kondisi lembab. Reaksi positif
ditunjukkan dengan terjadinya pembusukkan pada kentang akibat adanya enzim
pektolitik setelah 24 jam penggoresan inokulum bakteri. Permukaan kentang yang
diinokulasi menjadi berlendir dan terdapat lubang kecil cukup dalam. Uji ini
digunakan untuk membedakan bakteri kelompok Pseudomonas yang bersifat
patogenik maupun non-patogenik pada tanaman. Pada bakteri kelompok
Pseudomonas non-patogen, lubang yang terbentuk lebih dangkal dan tidak terdapat
lendir pada kentang yang diinokulasi (Lelliot & Stead, 1987).
Uji Oksidase
Berfungsi untuk menentukan oksidase sitokrom yang biasanya terdapat pada
mikroorganisme patogen. Uji ini dilakukan dengan menggoreskan koloni bakteri
berumur 24 jam pada kertas saring steril yang telah ditetesi dengan larutan dimethyl-
p-phenylenediamine dihydrochloride 1%. Reaksi positif ditunjukkan dengan
perubahan warna bakteri menjadi warna ungu gelap pada kertas saring setelah 10
sampai 15 detik (Schaad, et al., 2001). Hasil reaksi dinyatakan negatif jika tidak ada
perubahan warna pada kertas saring (BSN, 2009).
Uji Pembentukan Endospora
Uji ini hanya dilakukan pada bakteri Gram-positif untuk mengetahui keberadaan
endospora pada sel bakteri. Pertama, satu lup suspensi bakteri dicampurkan dengan
aquades steril yang telah ditetesi pada kaca preparat dan telah dikeringanginkan,
kemudian ditetesi malachite green 5%, didiamkan selama 10 menit hingga
mengering, dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan, selanjutnya ditetesi larutan
safranin 0,5% selama 15 detik, dibilas dengan air, dan dikeringkan sambil dilewatkan
di atas Bunsen. Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop compound dengan
perbesaran kuat 100x menggunakan minyak imersi. Sel bakteri akan terlihat berwarna
merah, spora yang masih menempel berwarna transparan, dan spora yang sudah
terlepas berwarna hijau kebiruan (Schaad, et al., 2001).
2.7 Karakteristik Patogen
Busuk hitam pada kubis disebabkan oleh bakteri Xanthomonas campestris (Pamm.),
bakteri ini berbentuk batang, 0,7-3,0 x 0,4-0,5 μm, membentuk rantai, berkapsula,
tidak berspora, bergerak dengan satu flagel poler. Gejala yang ditimbulkan mula-mula
di tepi-tepi daun terdapat daerah-daerah yang berwarna kuning atau pucat, yang
kemudian meluas ke bagian tengah. Di daerah ini tulang-tulang daun berwarna coklat
tua atau hitam. Pada tingkatan yang telah lanjut penyakit meluas terus melalui tulang-
tulang daun dan masuk ke dalam batang. Pada penampang melintang tulang daun atau
batang yang sakit tampak berkas pembuluh yang berwarna gelap. Jaringan helaian
daun yang sakit mengering, menjadi seperti selaput, dengan tulang-tulang daun
berwarna hitam. Umumnya penyakit mulai dari daun-daun bawah dan dapat
menyebabkan gugurnya daun satu per satu. Penyakit ini dapat menyebabkan busuk
kering, yang dalam keadaan lembab, karena serangan jasad sekunder dapat berubah
menjadi busuk basah yang mengeluarkan bau tidak enak. Bakteri X. Campestris
mempertahankan diri dari musim ke musim pada biji-biji kubis, dalam tanah, pada
tumbuhan inang lain, atau dalam sisa-sisa tanaman sakit. Hampir semua anggota suku
kubis-kubisan (Cruciferae) dapat menjadi tumbuhan inang X. Campestris. Bakteri
masuk ke dalam tanaman kubis melalui pori air yang terdapat pada ujung-ujung
berkas pembuluh di tepi-tepi daun. Di waktu malam biasanya udara di sekitar
tanaman kubis mempunyai kelembaban yang sangat tinggi, sehingga air keluar dari
pori air sebagai air gutasi, yang tergantung lama di tepi daun. Di waktu pagi setelah
kelembaban udara turun , air gutasi yang masih tergantung dapat terisap kembali ke
dalam berkas pembuluh, bersama-sama dengan bakteri yang terdapat di dalamnya.
Adanya saluran air yang bersinambungan dari bagian luar ke bagian dalam tanaman
merupakan keadaan yang sangat baik untuk infeksi. Infeksi melalui mulut kulit jarang
terjadi. Mungkin ini disebabkan di dalam ruang udara di belakang sel-sel penutup
tidak terdapat air sebagai cairan, melainkan sebagai uap. Bakteri dapat juga masuk
melalui luka-luka pada daun. Infeksi melalui akar-akar jarang terjadi (Semangun,
2006).
(Anonymous a, 2013) (Anonymous b, 2013)
Penyakit busuk lunak pada wortel disebabkan oleh bakteri Erwinia carotovora Jones
pv. carotovora. Inang penyebab busuk lunak ini sangat luas, terutama pada jenis buah
atau sayur yang berdaging. Bakteri tersebar luas dan menyebabkan penyakit yang
serius di lahan dan terutama di simpanan. Bakteri ini menyebabkan kehilangan hasil
yang lebih besar dibanding dengan bakteri lainnya. Gejala awalnya tampak di
penyimpanan berupa bercak kebasahan berukuran kecil di permukaan produk. Bercak
membesar dengan cepat dalam diameter atau kedalaman dan menyebabkan
penguraian sel pada jaringan yang terinfeksi, sehingga bagian tersebut berwarna krem
dan berlendir, kemudian mati. Daerah terinfeksi menjadi lunak dan seperti bubur,
sedangkan permukaannya berubah warna dan tampak suram. Bakteri berkembang di
bagian dalam jaringan umbi yang disimpan dan eksudat bakteri akan keluar ke
permukaan kulit umbi melalui luka akibat sentuhan permukaan epidermis. Eksudat
bakteri di udara terbuka menjadi berwarna abu-abu, cokelat, atau cokelat tua. Seluruh
umbi yang terserang berubah menjadi lunak, berair, membusuk dalam 3-5 hari dan
hampir tidak berbau. Selanjutnya, bakteri sekunder akan tumbuh pada jaringan yang
busuk dan menimbulkan bau yang menyengat. Bakteri busuk lunak dapat bertahan
hidup di dalam ruang simpan dan di lahan, pada sisa-sisa tanaman, dan tempat panen.
Perkembangan penyakit busuk lunak di ruang simpan dipengaruhi oleh suhu dan
kelembaban yang sesuai bagi bakteri. Suhu pertumbuhan bakteri berkisar antara 6-37 0C dengan suhu optimum 270C. Kelembaban yang tinggi berkisar antara 90-94%
selama 24 jam sangat diperlukan untuk perkembangan penyakit, khususnya selama
infeksi bakteri (Soesanto, 2006).
(Anonymous c, 2013) (Anonymous d, 2013)
Layu bakteri adalah penyakit yang paling merusak pada tomat disebabkan oleh
Ralstonia solanacearum. Penyakit ini tersebar luas di daerah tropis. Gejala layu
bakteri adalah tanaman muda yang terinfeksi akan segera mati, sedangkan tanaman
tua menunjukkan daun layu, menguning, kerdil dan akhirnya mati. Tanaman tomat
yang terinfeksi akan membentuk akar adventif di sekitar pangkal batang. Akar
adventif akan lebih banyak muncul apabila penyakit berkembang pada lingkungan
yang kurang mendukung, yaitu suhu rendah, virulensi rendah, resistensi tanaman yang
kurang. Jaringan pembuluh batang dan akar akan mengalami pembusukan, berwarna
coklat tua sampai hitam. Akar juga akan berwarna coklat bila tanaman sudah
mengalami layu permanen. Apabila bagian batang dipotong, dari jaringan pembuluh
akan keluar massa bakteri seperti lendir berwarna putih susu dan lendir lebih banyak
keluar bila potongan batang diletakkan di tempat lembab. Jika potongan batang sakit
dimasukkan ke dalam gelas berisi air jernih, selama beberapa menit akan terlihat
benang-benang putih halus yang akan putus bila gelas digoyang dan air berubah
menjadi keruh. Benang putih tersebut merupakan massa bakteri yang biasa disebut
dengan oose. Oose inilah yang membedakan tanaman yang tersinfeksi layu bakteri
dengan layu akibat cendawan maupun layu akibat gangguan fisiologis. Gejala
penyakit layu bakteri diawali dengan layunya daun yang paling muda. Layu ini terjadi
pada hari yang panas. Layu pada seluruh bagian tanaman akan terjadi bila keadaan
lingkungan mendukung perkembangan penyakit. Layu akan terjadi lebih lama bila
lingkungan kurang mendukung perkembangan patogen di dalam tanaman. Faktor
utama yang mempengaruhi perkembangan penyakit layu bakteri adalah kelembaban
tanah. Kelembaban tanah ini sangat berpengaruh terhadap tingkat reproduksi dan
ketahanan patogen di dalam tanah. Patogen akan berkembang dengan baik pada
kelembaban tanah yang tinggi. Di lapangan, kelembaban tanah ini selalu dihubungkan
dengan periode musim hujan yang terjadi pada musim tanam. Periode musim hujan
yang tinggi akan menyebabkan kelembaban tanah yang tinggi pula. Selain itu,
penyakit akan menjadi lebih parah pada suhu 24-35 0C. Kerdil dapat terjadi pada
beberapa tanaman, akan tetapi kerdil jarang sekali terjadi. Bakteri R. solanacearum
merupakan bakteri patogen tular tanah. Bakteri ini tersebar luas di daerah tropis, sub
tropis, dan beberapa daerah hangat lainnya. Spesies ini juga memiliki kisaran inang
luas dan dapat menginfeksi ratusan spesies pada banyak famili. Berdasarkan kisaran
inangnya, R. solanacearum dikelompokkan menjadi 5 ras. Ras 1 menyerang tanaman
tembakau, tomat dan famili Solanaceae lainnya, ras 2 menyerang tanaman pisang, ras
3 menyerang tanaman kentang, ras 4 menyerang tanaman jahe, dan ras 5 menyerang
tanaman mulberry. R. solanacearum memiliki banyak ras sehingga pengendalian
penyakit layu bakteri ini sulit dilakukan. Patogen masuk ke dalam tanaman melalui
luka pada akar, luka pada batang maupun melalui stomata yang menjadi lubang
masuk. Patogen kemudian menuju ke sistem pembuluh tanaman. Proses pencapaian
sistem pembuluh akan menjadi lebih cepat bila suhu pada saat infeksi tinggi. Setelah
mencapai sistem pembuluh kemudian patogen mengkolonisasi xilem. Pada xilem,
patogen bereproduksi dengan sangat cepat sehingga memblok saluran xilem. Xilem
yang terblok akan menyebabkan tanaman sulit menyalurkan air dan nutrisi sehingga
tanaman menjadi layu. Patogen dapat menyebar melalui air irigasi, tanah yang
terinfestasi, dan sisa tanaman yang telah terinfeksi (McCarter, 2006).
(McCarter, 2006) (Anonymous e, 2013)
Kanker pada tanaman jeruk disebabkan oleh bakteri Xanthomonas citri. Bakteri ini
juga menyebabkan tanaman pada daun, batang dan buah terdapat kanker. Gejala awal
berupa bercak putih pada sisi bawah daun yang selanjutnya warna hijau gelap,
kadang-kadang berwarna kuning di sepanjang tepinya. Bagian tengah terbentuk gabus
warna coklat. Luka terjadi pada bagian atas dan bawah daun. Pada buah ditandai
dengan gejala serupa pada daun tetapi bagian tepi tidak berwarna kuning. Penyakit ini
tersebar di seluruh Indonesia, jeruk nipis (C. aurantifolia) dan pamelo (C. maxima
Merr.) yang tumbuh pada suhu 20-35 0C sangat peka terhadap penyakit ini. Infeksi
terjadi melalui stomata, lentisel dan luka, terutama pada jaringan-jaringan muda yang
sedang tumbuh. Pada keadaan lembab karena adanya embun yang sangat tebal,
bakteri keluar dari luka seperti gabus atau melalui percikan air hujan. Bakteri juga
dapat menyebar melalui serangga dan manusia. Xanthomonas citri dapat bertahan
sangat lama dalam kanker-kanker pada jaringan berkayu. Untuk jangka waktu pendek
dapat bertahan pada tanaman atau tanah. Serangan ulat peliang daun (Phylocnistis
citrella) mempermudah terjadinya penetrasi pada daun (Khalsoven, 1981).
(Anonymous f, 2013)
III. METODOLOGI
3.1 Pengenalan Gejala dan Tanda pada Tanaman
Studi literatur di laboratorium
Pengamatan lapang
Cocokkan dengan literatur yang sudah dipelajari
3.2 Pembuatan Media
Kupas kentang dan potong dadu
Rebus dengan air
Tunggu hingga mendidih dan kentang lunak
Saring air rebusan kentang
Campur dextrose 20 gram dan 1 liter aquades
Campur agar 20 gram
Tuang ke larutan kentang
Tuang ke dalam botol
Tutup dengan kapas dan alumunium foil
Sterilisasi
3.3 Isolasi dan Purifikasi Patogen
Isolasi jaringan tanaman
Cuci bagian tanaman yang terserang patogen pada air mengalir
Potong melintang ½ bagian sakit dan ½ bagian sehat (± 1 cm)
Cuci dengan alkohol 70%
Bilas dengan aquades 2x
Tiriskan diatas tissue
Tanam pada cawan petri dan kemudian diinkubasi
Amati
Isolasi dari suspensi
Cuci bagian tanaman yang terserang patogen pada air mengalir
Potong melintang ½ bagian sakit dan ½ bagian sehat (± 1 cm)
Cuci dengan alkohol 70%
Bilas dengan aquades 2x
Tiriskan di atas tissue
Masukkan bagian tanaman yang sakit ke dalam botol kecil tambahkan aquades
Dikocok
Streak pada cawan
Amati
3.4 Uji Hipersensitif
Siapkan isolat Xanthomonas campestris dalam cawan petri
Tambahkan aquades steril ke dalam cawan petri
Digosok-gosok menggunakan jarum ose/stick L
Air suspensi masukkan dalam botol
Masukkan ke suntikan
Suntikkan suspensi X. campestris pada tulang sekunder dari tanaman tembakau
Amati gejala yang tampak
3.5 Uji Patogenisitas
Siapkan isolat Xanthomonas campestris dalam cawan petri
Tambahkan aquades steril ke dalam cawan petri
Digosok-gosok menggunakan jarum ose/stick L
Air suspensi masukkan dalam botol
Masukkan ke suntikan
Suntikkan suspensi X. campestris pada tulang daun tanaman tomat dan umbi wortel
Amati perubahan yang terjadi
3.6 Identifikasi Bakteri
3.2.1 Alur kerja
Uji gram
Gelas objek + suspensi
Dikeringkan di bawah bunsen
Kristal violet (1 menit)
Cuci dan kering anginkan
Alkohol
Cuci dan kering anginkan
Larutan safranin
Cuci dan kering anginkan
Mikroskop
Uji OF (Oksidatif-Fermentatif)
Media bassal (Pepton 2 gr; NaCl 5 gr; KH2PO4 0,3 gr; agar 3 gr; Bromothymol blue)
dilarutkan dalam 100 ml aquades
Cek pH 7,1 kemudian tuang media ke tabung reaksi 5 ml
Sebelum sterilisasi tambahkan glukosa 10% (5 ml)
Sterilisasi
Inokulasi bakteri pada 2 tabung (tabung + parafin 2 ml, tabung non parafin)
Inkubasi 4-7 hari
Amati perubahan warna
Uji KOH
Kaca preparat dicuci dan dibersihkan
Teteskan KOH pada permukaan kaca preparat
Tambahkan bakteri yang telah dibiakkan
Homogenkan KOH dengan bakteri menggunkan jarum ose
Angakat jarum ose dari suspensi
Amati ada atau tidaknya benang pada suspensi
Pengecatan spora
Buat suspensi bakteri di atas gelas obyek
Keringkan di atas bunsen
Teteskan larutan malacite green dan diamkan 15 menit
Cuci dengan air mengalir dan keringkan di atas bunsen
Teteskan larutan safranin dan tunggu 1 menit
Cuci dengan air mengalir dan keringkan kembali
Amati di bawah mikroskop
Produksi pigmen fluorescent
Bakteri ditumbuhkan pada media King’s B
Inkubasi 2 x 24 jam
Amati dibawah lampu ultra violet
Amati warna hijau dan biru (pigemn fluorescent)
3.2.2 Penjelasan
Pewarnaan gram pada bakteri dilakukan dengan cara mengamati sel-sel bakteri yang
telah mati dan diwarnai. Dengan cara tersebut, bentuk sel akan menjadi lebih jelas karena
warna sel dibuat kontras dengan medium disekelilingnya, sehingga lebih mudah dilihat
dibawah mikroskop. Bakteri yang mempunyai sel dengan ukuran relatif kecil akan mudah
dilihat. Pada pewarnaan gram diperlukan empat jenis larutan yaitu zat warna basa (kristal
violet), larutan iodium (lugol), alkohol dan safranin. Sel-sel bakteri yang tidak dapat
melepaskan warna akan tetap berwarna seperti warna violet kristal, yaitu biru ungu disebut
bakteri Gram positif. Sel-sel bakteri yang dapat melepaskan violet kristal dan mengikat
safranin sehingga berwarna merah atau merah muda disebut bakteri Gram negatif.
Uji OF dilakukan untuk mengetahui kemampuan mikroorganisme dalam
menggunakan karbohidrat dengan cara fermentasi atau oksidasi. Jika terjadi perubahan warna
menjadi kuning hanya pada media uji tanpa parafin oil berarti bakteri tersebut bersifat
oksidatif, sedangkan bakteri bersifat fermentatif jika mengalami perubahan warna menjadi
kuning, baik pada media berparafin maupun tanpa parafin.
Pada uji KOH digunakan untuk mengamati terbentuk tidaknya lendir pada bakteri
yang diamati. Jika terbentuk lendir maka bakteri tersebut dikelompokkan ke dalam Gram
negatif dan sebaliknya jika tidak terbentuk lendir maka bakteri tersebut tergolong Gram
positif.
Pengecatan spora dilakukan untuk mengetahui spora bakteri dan sel vegetatif bakteri.
Spora bakteri akan tampak berwarna kehijauan sedangkan sel vegetatif akan berwarna merah.
Produksi pigmen fluorescent dilakukan untuk membedakan kelompok bakteri
Pseudomonas sp. dengan kelompok bakteri lainnya. Jika diamati di bawah sinar UV bakteri
tersebut berpendar dengan menghasilkan warna biru kehijauan, maka bakteri tersebut
merupakan kelompok bakteri Pseudomonas.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Isolasi dan purifikasi
X. campestris Ralstonia solanacearum X. citri
Koloni bakteri Xanthomonas campestris pada media
Koloni bakteri Ralstonia solanacearum pada media
Koloni bakteri Xanthomonas citri pada media
X. campestris Ralstonia solanacearum X. citri
Koloni bakteri Xanthomonas campestris pada media
Koloni bakteri Ralstonia solanacearum pada media
Koloni bakteri Xanthomonas citri pada media
Sterilisasi alat dengan alkohol
Pengambilan patogen Sterilisasi jarumose sebelum purifikasi
Purifikasi patogen
Sterilisasi permukaan petri
wrapping
b. Uji Hipersensitif
Xanthomonas citri dan Ralstonia solanacearum
Pengamatan ke1 Pengamatan ke 2 Pengamatan ke 3 Pengamatan ke 4
Pengamatan ke 5 Pengamatan ke 6 Pengamatan ke 7 Pengamatan ke 8
Pengamatan ke 9 Pengamatan ke 10 Pengamatan ke 11 Pengamatan ke 12
Pengamatan ke13 Pengamatan ke 14 Pengamatan ke 15 Pengamatan ke 16
c. Uji patogenisitas
Pengamatan H+7 (Jahe 1) Pengamatan H+7 (Jahe 2) Pengamatan H+7 (pisang)
Pengamatan H+10 (Jahe 1) Pengamatan H+10 (Jahe 1) Pengamatan H+10 (pisang)
Pengamatan H+ 12 (Tanaman jahe 1)
Pengamatan H+12 (Tanaman jahe 2)
Pengamatan H+12 (Tanaman pisang)
Pengamatan H+ 18 (Tanaman jahe 1)
Pengamatan H+18 (Tanaman jahe 2)
Pengamatan H+18 (Tanaman pisang)
d. Identifikasi Bakteri Gram Positif dan Negatif
V. KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous a. 2013. Gambar Makro Xanthomonas campestris, (online), (pariyono-dw.blogspot.com, diakses 27 Mei 2013).
Anonymous b. 2013. Gambar Mikro Xanthomonas campestris, (online), (www.nanoand more.com, diakses 27 Mei 2013).
Anonymous c. 2013. Gambar Makro Erwinia carotovora, (online), (blog.ub.ac.id, diakses 27 Mei 2013).
Anonymous d. 2013. Gambar Mikro Erwinia carotovora, (online), (www.microbiologyby tes.com, diakses 27 Mei 2013).
Anonymous e. 2013. Gambar Mikro Ralstonia solanacearum, (online), (hardiyanti1992.word press.com, diakses 27 Mei 2013).
Anonymous f. 2013. Gambar Xanthomonas citri, (online), (en.wikipedia.org/wiki/Xantho monas, diakses 27 Mei 2013).
Badan Standarisasi Nasional. 2009. Metode Identifikasi Bakteri pada Ikan Secara Konvensional Bagian 1: Edwardsiella ictaluri. Badan Standarisasi Nasional., Jakarta.
Khalsoven. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. PT Ichtiar Baru - Van Hoeve. Jakarta. hal 701.
Klement, Z., K. Rudolp, and D.C. Sands. 1990. Methods in Phytobacteriology. Academical Kiado Budapest. p 547.
Lelliot, R.A. and D.E. Stead. 1987. Methods for the Diagnosis of Bacterial Diseases of Plants. In T.F. Preece (ed.). Methods in Plant Pathology Vol 2. British Society for Plant Pathology, Blackwell Scientific Publications, Oxford, London. pp 216.
McCarter S.M. 2006. Bacterial wilt. Di dalam: Jones JB, Jones JP, Stall RE, Zitter TA, editors. Compendium of Tomato Diseases. Minnesota (USA): The American Phytopathological Society. hal 28-29.
Matnawi, H. 1989. Perlindungan Tanaman. Kanisius. Yogyakarta. hal 12-13.Pracaya. 2008. Hama dan Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta. hal 305-308. Schaad, N.W., J.B. Jones, and W. Chun. 2001. Laboratory Guide for Identification of Plant
Pathogen Bacteria. Third Edition. APS Press. St. Paul Minnessota. p 373.Semangun, H. 2006. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta. hal 594-596.Soesanto, L. 2006. Penyakit Pasca Panen. Kanisius. Yogyakarta. hal 240-241. Susilowarno, R.G., Hartono, R.S., Mulyadi, Mutiarsih, E., Martiningsih, Umiyati. 2005.
Biologi. Grasindo. Jakarta. hal 274-275.
Tim dosen jurusan HPT. 2013. Modul Penuntun Praktikum Bakteriologi. Universitas Brawijaya, Fakultas Pertanian, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan. hal 2.