LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi...

62
1 LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah Implementasi Surveilans Gizi Di Kota Cirebon dan Kabupaten Bandung Oleh : Aditianti, SP, MSi dkk PUSLITBANG UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN 2016

Transcript of LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi...

Page 1: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

1

LAPORAN PENELITIAN

Penelitian Operasional

Kajian Masalah Implementasi Surveilans Gizi

Di Kota Cirebon dan Kabupaten Bandung

Oleh :

Aditianti, SP, MSi dkk

PUSLITBANG UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN

2016

Page 2: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

2

Sk

Page 3: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

3

Sk

Page 4: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

4

Sk

Page 5: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

5

Sk

Page 6: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

6

SUSUNAN TIM PENELITI

1. Aditianti, SP, MSi

2. DR. Abas Basuni Jahari, MSc

3. DR. Nelis Imanningsih, MSc

4. Sri Mulyati, Mkes

5. Ir. Tjetjep Syarief Hidayat

6. Erna Luciasari, SP, MKP, MS

7. Ir. Hermina, MKes

8. Yurista Permanasari, SKM, MSi

9. Elisa Diana Julianti, SP, MSi

10. Meda Permana, SSos MSi

11. Andi Rahmawati, SKM, MKM

12. Asiah

13. Salamun

14. Saut Napitupulu

Page 7: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

7

Etik

Page 8: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

8

PERSETUJUAN ATASAN BERWENANG

Jakarta, Desember 2016

Ketua Panitia Pembina Ilmiah Ketua Peneliti

Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat

Sri Irianti,SKM,M.Phil, Ph.D Aditianti,SP, MSi

NIP. 195804121981022001 NIP. 198103102005012002

Menyetujui,

Kepala Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat

drg. Agus Suprapto, M.kes

NIP. 196408131991011001

Page 9: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

9

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas berkah, rahmat

dan ridho-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan penelitian yang

berjudul “Penelitian Operasional Kajian Masalah Implementasi Surveilans Gizi di

Kota Cirebon dan Kabupaten Bandung”.

Kegiatan pengumpulan data hingga penyusunan laporan akhir ini tidak

terlepas dari peranan berbagai pihak. Oleh karena itu kami mengucapkan terima

kasih kepada Tim Peneliti, Kepala Pusat Upaya Kesehatan Masyarakat, Dinas

Kesehatan Kabupaten Bandung, dan kepada seluruh informan

Penelitian ini masih memiliki kekurangan. Oleh karena itu saran dan

kritik sangat kami harapkan. Semoga laporan ini bermanfaat bagi pihak yang

membutuhkan.

Bogor, Desember 2016

Tim Peneliti

Page 10: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

10

RINGKASAN EKSEKUTIF

Sampai saat ini, masalah gizi masih merupakan masalah kesehatan di

masyarakat. Salah satu upaya pemerintah dalam menangani masalah gizi adalah

menyelenggarakan sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG). Kegiatan

surveilans gizi yang saat ini dikembangkan merupakan bagian dari SKPG.

Surveilans adalah kegiatan pengamatan secara teratur dan terus menerus terhadap

masalah gizi masyarakat untuk membuat keputusan dalam upaya meningkatkan

status gizi masyarakat.

Tujuan surveilans gizi adalah untuk memberi masukan informasi untuk

perumusan kebijakan, perencanaan program atau pengambilan keputusan untuk

tindakan segera dalam mengatasi masalah yang terkait gizi. Keberadaan

surveilans gizi akan membantu para pengambil keputusan dalam melakukan

tindakan-tindakan penanggulangan yang tepat sasaran, tepat waktu, efektif dan

efisien. Saat ini, pelaporan kegiatan surveilans gizi telah dilakukan secara rutin

dan sampai tingkat puskesmas, namun setiap tahun masalah gizi tetap terjadi.

Berdasarkan data Riskesdas, penurunan angka prevalensi stunting dan prevalensi

balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti.

Menurut Direktorat Gizi, cakupan D/S pun masih sekitar 50 – 60%. Hal ini

mengindikasikan belum optimalnya kegiatan surveilans untuk anak balita.

Jenis penelitian ini merupakan penelitian operasional dengan desain

kualitatif. Populasi penelitian ialah institusi pelaksana surveilans gizi yaitu Dinas

Kesehatan, Puskesmas, dan Posyandu, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat.

Berdasarkan data yang didapatkan dari dinas kesehatan kabupaten/kota sampel

dipilih 2 puskesmas dengan kriteria cakupan D/S tinggi dan rendah. Dari masing-

masing puskesmas dipilih dua desa dan dari setiap desa akan dipilih dua

posyandu. Kepada informan yang berasal dari dinas kesehatan, puskesmas dan

aparat desa dilakukan wawancara mendalam. Sementara pada informan kader dan

ibu balita dilakukan diskusi kelompok.

Analisis data dimulai dengan membuat transkrip dari seluruh hasil

wawancara yang telah dilakukan. Pernyataan yang dihasilkan akan disusun dalam

bentuk kategori-kategori yang sesuai dengan topik-topik. Kemudian dilakukan

“descriptive statement” yang merupakan ringkasan dari pernyataan-pernyataan

responden. Dalam bagian ini dilakukan pembuatan deskripsi singkat yang diambil

berdasarkan data mentah tersebut. Tahap terakhir dari proses analisis ini ialah

pembuatan interpretasi atau penafsiran dari berbagai pernyataan informan, yang

merupakan gambaran dari tujuan wawancara mendalam ini. Setelah pengumpulan

data dan pembuatan transkrip dilakukan analisis data.

Di Kabupaten Bandung kegiatan posyandu sudah berjalan rutin setiap

bulan tapi belum melaksanakan fungsi pemantauan pertumbuhan. Penilaian

kenaikan berat badan anak pada umumnya tidak berdasarkan plot dan melihat

garis pertumbuhan anak, melainkan menggunakan sistem asal naik dan KBM.

Sistem rujukan ke puskesmas belum sepenuhnya dilakukan. Sementara itu laporan

rutin sudah ada tapi belum dimanfaatkan untuk keperluan surveilans. Analisis

situasi pangan dan gizi belum dilakukan secara rutin dan teratur sehingga

pemanfaatannya belum nampak. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan

bahwa kegiatan surveilans gizi belum berjalan.

Faktor pendukung berjalannya kegiatan surveilans gizi di tingkat

puskesmas dan posyandu diantaranya adalah tenaga kesehatan dan kader aktif,

Page 11: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

11

jadwal pelaksanaan posyandu yang berjalan rutin, tersedianya alat penimbangan

di setiap posyandu, terdapat data dari puskesmas yang diberikan pada pihak dinas

kesehatan kabupaten, tersedianya fasilitas untuk mengolah data (komputer), sudah

terbentuknya DKP dan adanya dana bantuan untuk PMT.

Faktor penghambat berjalannya kegiatan surveilans gizi adalah kurangnya

pemahaman tentang surveilans gizi dan pemantauan pertumbuhan balita di

posyandu secara benar, kurangnya pembinaan kader, belum aktifnya DKP dan

masih adanya anak balita yang tidak memiliki KMS / buku KIA.

Rekomendasi yang dapat diberikan dari penelitian ini terkait dengan

kegiatan surveilans gizi adalah : (1) posyandu harus direposisi sebagai sarana

pemantauan pertumbuhan balita; (2) perlu dilakukan sosialisasi bagi pemerintah

daerah tentang pentingnya surveilans gizi bagi pemda; (3) Capacity building perlu

dilakukan untuk implementasi surveilans gizi dan (4) DKP perlu difungsikan

kembali agar informasi hasil olah surveilans gizi dapat dibahas untuk menjadi

masukan kebijakan bagi pemda.

Page 12: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

12

ABSTRAK

Sampai saat ini, masalah gizi masih merupakan masalah kesehatan di

masyarakat. Masalah gizi itu tidak terjadi secara mendadak tapi merupakan

rentetan kejadian yang bila berlangsung terus akan berakibat pada menurunnya

keadaan gizi masyarakat. Oleh karena itu munculnya masalah gizi di masyarakat

sebenarnya dapat dicegah dengan melakukan pemantauan terhadap perubahan

situasi pangan dan gizi di masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

apakah surveilans gizi sudah berfungsi sebagaimana mestinya. Jenis penelitian ini

merupakan penelitian operasional dengan desain kualitatif. Populasi penelitian

ialah institusi pelaksana surveilans gizi yaitu Dinas Kesehatan, Puskesmas, dan

Posyandu, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat. Berdasarkan data yang

didapatkan dari dinas kesehatan kabupaten/kota sampel dipilih 2 puskesmas

dengan kriteria cakupan D/S tinggi dan rendah. Dari masing-masing puskesmas

dipilih dua desa dan dari setiap desa akan dipilih dua posyandu. Kepada informan

yang berasal dari dinas kesehatan, puskesmas dan aparat desa dilakukan

wawancara mendalam. Sementara pada informan kader dan ibu balita dilakukan

diskusi kelompok. Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Bandung, Di

kabupaten Bandung kegiatan posyandu sudah berjalan tapi belum melaksanakan

fungsi pemantauan pertumbuhan. Bisa dilihat dengan belum adanya rujukan dari

hasil pemantauan pertumbuhan. Laporan rutin juga sudah ada tapi belum

dimanfaatkan untuk keperluan surveilans. Analisis situasi pangan dan gizi belum

dilakukan secara rutin dan teratur sehingga pemanfaatannya belum nampak.

Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan surveilans gizi belum

berjalan.

Kata kunci : surveilans gizi, pemantauan pertumbuhan, isyarat dini

Page 13: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

13

DAFTAR ISI

Hlm

1 Judul…………………………………………………………………….. i

2 Surat Keputusan Penelitian...…………………………………………… ii

3 Susunan Tim Peneliti ….......…………………………………………… vi

4 Persetujuan Etik........................................................................................ vii

5 Persetujuan Atasan................................................................................... viii

6 Kata Pengantar………………………………………………………….. ix

7 Ringkasan Eksekutif……………………………………………………. x

8 Abstrak…………………………………………………………………. xii

9 Daftar Isi………………………………………………………………... xiii

10 Daftar Tabel…………………………………………………………….. xiv

11 Daftar Lampiran ………………………………………………………... xv

12 I.Pendahuluan…………………………………………………………… 1

13 A. Latar Belakang………………………………………………….. 1

14 B. Perumusan Masalah Penelitian…………………………………. 3

15 C. Pertanyaan Penelitian…………………………………………… 4

16 D. Tujuan Umum ….……………………………………………….. 4

17 E. Tujuan Khusus………………………………………………….. 4

18 F. Manfaat Penelitian……………………………………………… 4

19 II. Metode Penelitian……....……………………………………………. 5

20 A. Kerangka Konsep……………………………………. ………… 5

21 B. Definisi Operasional……………………………………………. 5

22 C. Desain Penelitian,,..…………....................…………………….. 6

23 D. Tempat dan Waktu Penelitian.................……………………….. 7

24 E. Populasi dan Sampel……………………………………………. 7

25 F. Besar Sampel........................………………..………………….. 8

26 G. Instrumen dan Cara Pengumpulan Data………………………... 9

27 H. Prosedur Pengumpulan Data……………………………………. 9

28 I. Managemen dan Analisa Data………………………………….. 10

29 J. Alur Penelitian.............................................................................. 11

30 III. Hasil ……………………………………………………………….... 12

31 IV. Pembahasan………………………………………………..……...… 29

32 V. Kesimpulan .................…………………………….………...………. 40

33 VI.Saran..................................................................................................... 41

34 VII. Rekomendasi...................................................................................... 42

35 IX.Daftar Kepustakaan…………………………………………….……. 43

36 X. Lampiran............................................................................................... 45

Page 14: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

14

DAFTAR TABEL

Hlm

Tabel 1 Status Gizi Balita di Kabupaten Bandung ...............................… 13

Tabel 2 Data Cakupan D/S ………...............…………………………… 13

Tabel 3 Status gizi berdasarkan BB/U ………………………......…...… 14

Tabel 4 Status gizi berdasarkan BB/TB....…………………………….... 14

Tabel 5 Status gizi berdasarkan TB/U....................................................... 15

Page 15: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

15

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Panduan Wawancara Lampiran 2 Naskah Penjelasan Lampiran 3 Informed Concern Lampiran 4 Surat Rekomendasi Penelitian Politik dan Pemerintahan Departemen

Dalam Negeri

Lampiran 5 Surat Izin Penelitian Propinsi Jawa Barat Lampiran 6 Surat Izin Penelitian Kesbangpol Kabupaten Bandung Lampiran 7 Surat Izin Penelitian Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Lampiran 8 Berkas penghematan anggaran puslitbang UKM Lampiran 9 SK Bupati Bandung tentang Pembentukan TIM SKPG Kabupaten Bandung Lampiran 10 Laporan Kegiatan Surveilans Gizi Puskesmas Kab. Bandung 2016 Lampiran 11 Laporan bulanan gizi (LB 3 GIZI) puskesmas Ketapang Juli 2016 Lampiran 12 Laporan bulanan gizi (LB 3 GIZI) puskesmas Margaasih Juli 2016 Lampiran 13 Kartu Balita Lampiran 14 Cakupan D/S Kabupaten Bandung 2015 Lampiran 15 Foto Tabel Cakupan D/S Kabupaten Bandung Lampiran 16 Rekapitulasi Data Bulan Penimbangan Balita 2015 Lampiran 17 Foto Kegiatan Posyandu di wilayah Puskesmas Ketapang Lampiran 18 Foto Kegiatan Posyandu di wilayah Puskesmas Margaasih Lampiran 19 Matriks diskusi kelompok Kader Lampiran 20 Matriks diskusi kelompok ibu balita Lampiran 21 Matriks wawancara mendalam aparat Desa Cilampeni Lampiran 22 Matriks wawancara mendalam aparat Desa Katapang Lampiran 23 Matriks wawancara mendalam aparat Desa Lagadar Lampiran 24 Matriks wawancara mendalam aparat Desa Nanjung Lampiran 25 Matriks wawancara mendalam tenaga kesehatan Puskesmas Katapang Lampiran 26 Matriks wawancara mendalam tenaga kesehatan Puskesmas Margaasih Lampiran 27 Matriks wawancara mendalam tenaga kesehatan dinas kesehatan Lampiran 28 Transkrip diskusi kelompok kader Lampiran 29 Transkrip diskusi kelompok ibu balita Lampiran 30 Transkrip wawancara mendalam aparat Desa Cilampeni

Lampiran 31 Transkrip wawancara mendalam aparat Desa Katapang Lampiran 32 Transkrip wawancara mendalam aparat Desa Lagadar Lampiran 33 Transkrip wawancara mendalam aparat Desa Nanjung Lampiran 34 Transkrip wawancara mendalam tenaga kesehatan Puskesmas Katapang Lampiran 35 Transkrip wawancara mendalam tenaga kesehatan Puskesmas Margaasih Lampiran 36 Transkrip wawancara mendalam tenaga kesehatan Dinas Kesehatan

Page 16: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

16

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu indikator dalam sasaran pembangunan kesehatan pada RPJMN

pada 2015 – 2019 adalah meningkatkan status kesehatan ibu, anak dan gizi

masyarakat1. Menurunkan angka kematian anak juga merupakan salah satu tujuan

dalam Millenium Development Goals2. Sebagai salah satu golongan kelompok

rawan dan merupakan generasi penerus bangsa, kelompok bayi dan balita

membutuhkan perhatian khusus.

Sampai saat ini, masalah gizi masih merupakan masalah kesehatan di

masyarakat. Terjadinya masalah gizi pada suatu wilayah tidak hanya disebabkan

oleh satu atau dua faktor penyebab, melainkan akibat dari banyak faktor dan

berbagai faktor tersebut saling berkaitan. Menurut UNICEF (1998)3 penyebab

langsung terjadinya masalah gizi adalah kurangnya konsumsi makanan dan

penyakit infeksi. Penyebab tidak langsungnya adalah ketidakcukupan ketersediaan

makanan di rumah tangga, kurangnya perawatan dan pengasuhan anak dan

kondisi kesehatan lingkungan yang tidak memadai. Penyebab utamanya adalah

kemiskinan, pendidikan, ketersediaan pangan yang rendah dan sulitnya lapangan

kerja. Sementara itu, yang menjadi akar masalah terjadinya masalah gizi adalah

politik dan ekonomi di suatu negara.

Data Global Nutrition Report4, Indonesia menjadi 1 dari 117 negara

berkembang yang memiliki lebih dari 2 masalah gizi, yaitu stunting, wasting &

ovrweight. Saat ini, Indonesia masih menghadapi masalah gizi yang cukup tinggi.

Berdasarkan data Riskesdas, prevalensi stunting masih diatas 35% yaitu dari

36,8% di tahun 20075, 35,6% di tahun 20106 dan menjadi 37,2% di tahun 20137.

Prevalensi balita underweight pun meningkat, yaitu dari 18,4% di tahun 20075 ,

17,9% di tahun 20106 dan 19,6 % di tahun 20137. Meskipun terjadi penurunan

pada prevalensi wasting dari 13,8% di tahun 20075 menjadi 12,1% di tahun 20137

dan prevalensi overweight sebesar 12,2% di tahun 20075 menjadi 11,9% di tahun

20137 tetapi kedua masalah ini masih merupakan masalah gizi masyarakat karena

prevalensinya masih di atas 5%.

Masalah gizi itu tidak terjadi secara mendadak tapi merupakan rentetan

kejadian yang bila berlangsung terus akan berakibat pada menurunnya keadaan

Page 17: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

17

gizi masyarakat. Oleh karena itu munculnya masalah gizi di masyarakat

sebenarnya dapat dicegah dengan melakukan pemantauan terhadap perubahan

situasi pangan dan gizi di masyarakat dari mulai produksi, ketersediaan di

masyarakat, kemampuan daya beli masyarakat, sampai ketersediaan di rumah

tangga yang berlanjut pada keadaan gizi anggota keluarga. Berdasarkan hal

tersebut pemerintah melaksanakan sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG)

mulai dari pengembangannya pada tahun 1976 sampai 1980 dan sampai saat ini

program tersebut masih ada.

Pada awalnya kegiatan SKPG terfokus pada Sistem Isyarat Dini (SIDI)

untuk mengantisipasi masalah kerawanan pangan sebagai akibat dari terjadinya

kekeringan panjang yang berlanjut pada kegagalan produksi pertanian. Dalam

kurun waktu berikutnya kegiatan SKPG berkembang menjadi tidak hanya SIDI

tetapi mencakup juga analisis situasi pangan dan gizi dan diseminasi informasi

bagi pemangku kepentingan. Dalam istilah asing SKPG disebut juga sebagai Food

and Nutrition Surveilance System atau Nutrition Surveillance (Surveilans Gizi).

Surveilans Gizi adalah kegiatan pengamatan secara teratur dan terus

menerus terhadap status gizi masyarakat dan faktor-faktor yang terkait. Tujuan

surveilans gizi adalah memberi masukan informasi bagi pengambil kebijakan

untuk merumuskan kebijakan, membuat keputusan, membuat perencanaan,

melakukan evaluasi dan menetapkan tindakan penanggulangan yang bersifat

segera dalam rangka melakukan pencegahan dan upaya perbaikan gizi

masyarakat. Dengan kata lain surveilans gizi adalah alat penyedia informasi untuk

mengawal dan mengamankan pelaksanaan upaya perbaikan gizi masyarakat.

Dalam buku Pedoman Surveilans Gizi yang diterbitkan oleh Kementerian

Kesehatan tahun 2014, kegiatan surveilans gizi dilakukan untuk memantau

indikator-indikator yang terkait dengan upaya perbaikan gizi masyarakat,

termasuk indikator input, proses, output dan outcome8.

Salah satu kegiatan surveilans gizi adalah pemantauan pertumbuhan

balita di posyandu. Kegiatan pemantauan pertumbuhan adalah memantau berat

badan anak secara teratur dan mendeteksi secara dini bila terjadi gangguan

pertumbuhan pada balita untuk segera ditanggulangi9. Namun demikian, masih

banyak balita yang tidak dibawa dan ditimbang secara teratur di posyandu. Pada

Page 18: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

18

tahun 20075 sebanyak 45,4% balita usia 6 – 59 bulan dan tahun 20137 sebanyak

44,6% yang ditimbang minimal 4x dalam 6 bulan terakhir, dan jumlah balita usia

yang sama yang tidak ditimbang dalam 6 bulan terakhir sebanyak 25,5% pada

tahun 20074 dan meningkat menjadi 34,3% pada tahun 20136. Balita yang tidak

memiliki KMS berjumlah 35%5.

Kegiatan penimbangan bulanan di posyandu tidak dilakukan

sebagaimana fungsinya untuk memantau pertumbuhan anak dengan menggunakan

Kartu Menuju Sehat (KMS), tetapi hanya sebagai kegiatan rutin penimbangan.

Sebanyak 39,3% kader posyandu tidak menggunakan KMS untuk menilai

pertumbuhan. Jumlah rata – rata angka penimbangan balita dari jumlah seluruh

balita di suatu wilayah (D/S) adalah 40%.

Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa posyandu sebagai sumber

data surveilans tidak berjalan sebagai mana mestinya untuk memantau

pertumbuhan. kurangnya pembinaan bagi kader. Informasi posyandu sangat

penting bagi deteksi dini masalah gizi. Kondisi deteksi dini yang tidak berjalan

sebagaimana mestinya diantaranya dapat dilihat dari meningkatnya jumlah balita

yang tidak ditimbang, masih tingginya balita yang tidak mempunyai KMS dan

angka persentase D/S yang masih rendah.

b. Perumusan Masalah

Surveilans gizi sebagaimana dikemukakan di atas memiliki fungsi

untuk menunjang upaya pencegahan dan penanggulangan terjadinya masalah gizi

di masyarakat, namun sampai saat ini yang berfungsi baru menunjang upaya

penanggulangan masalah gizi buruk. Oleh karena itu tidak mustahil kejadian gizi

buruk akan terus berulang. Berdasarkan dialog dengan para petugas gizi pada

pertemuan nasional petugas gizi provinsi dan kabupaten yang diselenggarakan

oleh Direktorat Gizi Kementrian Kesehatan RI, terungkap bahwa surveilans gizi

(termasuk pemantauan pertumbuhan) belum berjalan sesuai fungsinya. Oleh

karena itu perlu dilakukan penelitian operasional untuk mengkaji berbagai faktor

yang terkait dengan belum berfungsinya surveilans gizi seperti yang diharapkan.

Page 19: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

19

c. Pertanyaan Penelitian

Apakah surveilans gizi sudah berfungsi sebagaimana mestinya, jika

sudah berfungsi apa faktor pendukungnya dan jika belum berfungsi apa faktor

penyebabnya?

d. Tujuan Penelitian

Tujuan umum :

Mengetahui Masalah Implementasi Surveilans Gizi Di Kota Cirebon dan

Kabupaten Bandung

Tujuan Khusus :

1. Untuk mengetahui Masalah Implementasi Surveilans Gizi Di Kota

Cirebon dan Kabupaten Bandung

2. Untuk mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat kegiatan

surveilans gizi

3. Untuk merumuskan rekomendasi strategi dan implementasi surveilans

gizi

e. Manfaat Penelitian

Memberikan bukti ilmiah tentang pelaksanaan surveilans gizi di

tingkat posyandu, puskesmas dan Dinas Kesehatan kabupaten/kota

Memberikan strategi alternatif bagi perumus kebijakan (Direktorat

Gizi) dalam meningkatkan fungsi surveilans gizi sebagai upaya untuk

meningkatkan status gizi masyarakat

Page 20: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

20

METODE PENELITIAN

a. Kerangka konsep penelitian

b. Definisi Operasional

a. Surveilans gizi : Surveilans gizi adalah kegiatan pengamatan yang teratur

dan terus menerus terhadap masalah gizi masyarakat dan faktor-faktor yang

terkait, melalui kegiatan pengumpulan data/informasi, pengolahan dan

analisis data, dan diseminasi informasi pada stake holder untuk digunakan

sebagai bahan pengambilan keputusan, kebijakan yang akan dilaksanakan

dan untuk mengambil tindakan segera apabila diperlukan. Surveilans tidak

berfungsi bila tidak melaksanakan hal tersebut.

b. Isyarat dini : kegiatan pemantauan terhadap data indikator secara terus

menerus untuk memperoleh informasi cepat tentang perubahan kondisi

seseorang atau masyarakat sebagai peringatan agar tidak terjadi masalah gizi

yang lebih buruk.

c. Analisis situasi gizi : untuk mengkaji perkembangan masalah gizi dan

faktor-faktor risiko yang terkait dengan masalah tersebut. Analisi situasi gizi

dilakukan setahun sekali dengan melibatkan data dari berbagai sektor

terkait. Luaran dari analisis ini adalah: 1. Bagaimana perkembangan

Pengumpulan

data

Analisa data

Diseminasi

Pemanfaatan

informasi

Apakah

kegiatan

surveilans

dilakukan atau

tidak ?

Jika tidak

dilakukan,

mengapa

kegiatan

tersebut tidak

dilakukan

Alternatif

strategi untuk

meningkatkan

fungsi

surveilans gizi

Page 21: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

21

masalah gizi 2. Faktor-faktor apa saja yang mempunyai risiko dan

berkontribusi pada timbulnya masalah gizi 3. Rumusan cara mengatasi

permasalahannya. Secara umum ialah memetakan masalah dan faktor-faktor

risiko

d. Diseminasi informasi: membuat laporan tertulis baik yang bersifat

insidental/sewaktu-waktu atau yang rutin bulanan atau tahunan untuk

diteruskan pada pimpinan untuk keperluan sosialisasi atau advokasi

e. Reposisi posyandu :memposisikan kembali posyandu sebagai sarana

kegiatan untuk pemantauan pertumbuhan seperti memfungsikan KMS dan

SKDN dalam memantau pertumbuhan dan mengefektifkan rujukan bagi

anak yang tidak naik berat badannya.

c. Jenis dan Desain

Jenis penelitian ini merupakan penelitian operasional dengan desain

kualitatif. Penelitian Operasional bidang kesehatan adalah penelitian yang

memiliki fokus terhadap masalah operasional untuk program kesehatan

tertentu yang sudah ada. Penelitian operasional bertujuan dalam

mengembangkan solusi untuk masalah operasional program kesehatan

tertentu saat ini atau komponen spesifik pelayanan sistem kesehatan. Hasil

dari penelitian ini dapat digunakan oleh pemangku kebijakan dalam bidang

kesehatan10

Ciri dari penelitian ini adalah fokus pada pemecahan masalah dan

penemuan solusi. Masalah operasional sering diidentifikasi melalui

pemantauan dan evaluasi kegiatan rutin yang memungkinkan bagi program

kesehatan untuk melengkapi dan mengeksplorasi ide-ide baru

yang berpotensi menghasilkan pendekatan yang lebih efektif dalam

pelaksanaannya10

Penelitian kualitatif lebih mengarah pada pertanyaan lebih mengarah

pada pertanyaan penelitian yang bersifat eksplorasi atau menggali masalah

yang ada ataupun kedalaman variabel yang diteliti (menjawab pertanyaan

“how” dan “why”), yang menggambarkan substansi cerita atau gambar11.

Page 22: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

22

Banyak masalah kesehatan yang belum dapat terjawab dengan

penelitian kuantitatif (survey). Gejala yang hidup dalam alam pikiran

manusia tidak dapat ditangkap hanya menanyakan dan mengamati tingkah

laku manusia melalui survey, tetapi perlu penelitian kualitatif yang bersifat

eksploratif sehingga informasi yang didapat dari penelitian kualitatif dapat

menjadi bagian penting untuk melengkapi informasi terkait besarnya

masalah kesehatan berdasarkan penelitian kualitatif. Disamping itu hasil

penelitian kualitatif juga berperan sebagai informasi awal dalam

mengembangkan instrumen untuk penelitian di bidang kesehatan

menggunakan metode kuantitatif11

d. Tempat dan Waktu

Semula penelitian ini akan dilakukan di 2 kabupaten yaitu Kabupaten

Bandung dan Kota Cirebon. Akan tetapi dalam perkembangannya terjadi

efisiensi anggaran sehingga penelitian ini hanya dapat dilakukan di satu

kabupaten yaitu Kabupaten Bandung (Berkas Penghematan Anggaran

Puslitbang UKM dapat dilihat pada Lampiran 8). Penelitian ini dilaksanakan

pada tahun 2016 selama 10 bulan.

e. Populasi dan sampel

Populasi ialah institusi pelaksana surveilans gizi yaitu Dinas

Kesehatan, puskesmas, dan posyandu di Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa

Barat. Sampel penelitian dipilih secara purposif yaitu Dinas Kesehatan

Kabupaten Bandung. Kabupaten Bandung merupakan salah satu daerah

yang menjadi Fokus Sasaran Intervensi Bersama Kemenkes tahun 2015-

2019. Dari kabupaten/kota sampel dipilih 2 puskesmas dengan kriteria

cakupan D/S tinggi dan rendah. Dari masing-masing puskesmas dipilih dua

desa dan dari setiap desa dipilih dua posyandu. Dari setiap wilayah sampel

tersebut akan dilakukan wawancara kepada penanggung jawab pelaksanaan

surveilans gizi di Dinas Kesehatan, puskesmas, posyandu dan tokoh

masyarakat.

Page 23: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

23

f. Besar Sampel

Dari setiap kabupaten/kota dipilih 2 puskesmas dengan kriteria D/S

rendah dan tinggi. Dari setiap puskesmas dipilih 2 desa. Dari setiap desa

dipilih 2 posyandu. Pada tingkat desa dipilih 2 orang tokoh masyarakat dan

kepala desa. Di setiap posyandu dipilih 1 kader dan 1 orang ibu balita. Berikut

adalah jumlah sampel pada penelitian ini:

f.1. Dinas Kesehatan:

1. Kepala dinas atau

1 kabupaten x 1 orang = 1 orang

2. Kepala bidang yang membawahi Gizi

1 kabupaten x 1 orang = 1 orang

3. Kepala seksi gizi

1 kabupaten x 1 orang = 2 orang

f.2. Puskesmas:

1. Kepala puskesmas

1 kabupaten x 2 pkm x 1 orang = 2 orang

2. Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) :

1 kabupaten x 2 pkm x 1 orang = 2 orang

3. Bidan koordinator puskesmas:

1 kabupaten x 2 pkm x 1 orang = 2 orang

4. Bidan desa :

1 kabupaten x 2 pkm x 1 orang = 2 orang

f.3. Desa :

1. Kader Posyandu :

1 kabupaten x 2 pkm x 2 desa x 2 pyd x 1 kader = 8 orang

2. Kepala Desa :

1 kabupaten x 2 pkm x 2 desa x 1 orang = 4 orang

3. Tokoh masyarakat : ( tokoh agama dan ketua pkk)

1 kabupaten x 2 pkm x 2 desa x 2 orang = 8 orang

4. Ibu balita :

1 kabupaten x 2 pkm x 2 desa x 2 pyd x 1 ibu balita = 8 orang

Page 24: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

24

g. Instrumen Pengumpul Data Instrumen pengumpulan data berupa pedoman pertanyaan untuk

wawancara mendalam dan diskusi kelompok.

h. Prosedur Pengumpul data

Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan adalah data surveilans

gizi terkait data pemantauan pertumbuhan balita. Hal ini dikarenakan

pemantauan pertumbuhan balita ini berkaitan dengan tiga masalah gizi utama

di Indonesia yaitu stunting, wasting dan overweight.

Informan dalam pengumpulan data penelitian ini terdiri dari Dinas

Kesehatan, puskesmas, kader posyandu, kepala desa, tokoh masyarakat, dan

ibu balita. Pengumpulan data dari Dinas Kesehatan, puskesmas, kepala desa

dan tokoh masyarakat dilakukan dengan wawancara mendalam, data dari

kader posyandu dan ibu balita dilakukan dengan diskusi kelompok. Pada saat

pengumpulan data juga dilakukan observasi.

Dalam kegiatan wawancara mendalam dan diskusi kelompok dilakukan

proses perekaman. Diskusi kelompok dengan kader dan ibu balita dilakukan

disalah satu ruangan di puskesmas. Namun, kedua kelompok tersebut berada

di ruangan yang berbeda.

Sebelum wawancara dilakukan, informan diberikan informasi mengenai

tujuan penelitian, manfaat, dan apa yang akan dilakukan termasuk waktu yang

diperlukan untuk wawancara. Selain itu juga disampaikan sejumlah uang

sebagai pengganti waktu yang telah diluangkan oleh informan. Setelah

informan memahami apa yang akan dilakukan selama penelitian dan

responden bersedia menjadi responden penelitian, selanjutnya diminta

persetujuannya dengan menandatangani persetujuan setelah penjelasan (PSP)

untuk mengikuti penelitian ini.

Dari Dinas Kesehatan informasi yang digali adalah mengenai kegiatan

surveilans gizi di tingkat dinas kabupaten/kota. Informasi tersebut meliputi

kapasitas sumberdaya manusia, kelengkapan sarana dan prasarana, deteksi

dini masalah gizi, analisis situasi pangan dan gizi, diseminasi dan

pemanfaatan informasi, dan kerjasama lintas sektoral kaitannya dengan

Page 25: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

25

surveilans gizi. Informan dari Dinas Kesehatan terdiri dari kepala dinas,

kepala bidang yang membawahi gizi, dan kepala seksi gizi.

Di tingkat puskesmas, informasi yang digali meliputi kapasitas

sumberdaya manusia, kelengkapan sarana dan prasarana, deteksi dini

masalah gizi, pelaporan, pengolahan data surveilans gizi, diseminasi dan

pemanfaatan informasi, dan kerjasama lintas sektoral kaitannya dengan

surveilans gizi. Informan dari puskesmas terdiri dari kepala puskesmas,

tenaga pelaksana gizi, dan bidan koordinator.

Kepala desa dan tokoh masyarakat menjadi narasumber di tingkat desa.

Tokoh masyarakat yang dimaksud adalah ketua PKK dan tokoh yang biasa

terlibat dalam kegiatan di desa tersebut. Informasi di tingkat desa yang digali

mengenai keterlibatan mereka dalam kegiatan posyandu, dalam hal

perencanaan, perorganisasian, pendanaan, pelaporan, dan pengawasan.

Narasumber di tingkat posyandu adalah kader dan ibu balita. Pada

kader digali informasi mengenai kegiatan yang dilakukan dalam pelaksanaan

posyandu. Pada ibu balita digali informasi tentang pelayanan di posyandu.

i. Manajemen dan Analisa Data

Manajemen dan analisis data yang diperoleh berdasarkan hasil

wawancara dianalisis dengan menggunakan konsep ‘the analysis continuum’

(transkrip, matrik, analisa) yang secara sistematis dapat digambarkan sebagai

berikut.

Raw Data Descriptive Statement interpretation

Analisis data dimulai dengan membuat transkrip dari seluruh hasil

wawancara yang telah dilakukan. Pernyataan yang dihasilkan akan disusun

dalam bentuk kategori-kategori yang sesuai dengan topik-topik. Kemudian

dilakukan “descriptive statement” yang merupakan ringkasan dari pernyataan-

pernyataan responden. Dalam bagian ini dilakukan pembuatan deskripsi

singkat yang diambil berdasarkan data mentah tersebut. Tahap terakhir dari

proses analisis ini ialah pembuatan interpretasi atau penafsiran dari berbagai

Page 26: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

26

pernyataan informan, yang merupakan gambaran dari tujuan wawancara

mendalam ini. Setelah pengumpulan data dan pembuatan transkrip, dilakukan

analisis data.

Alur Penelitian

Ujicoba Pedoman wawancara

Penjajakan (penetapan informan)

Wawancara mendalam dan diskusi kelompok

Pembuatan transkrip dan analisis

Penyusunan Laporan

Page 27: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

27

HASIL

Kabupaten Bandung merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa

Barat, dengan luas 176.238,67 Ha atau 1.762,39 km2. Secara geografis, Kabupaten

Bandung mempunyai kedudukan yang sangat penting dan strategis, baik

dipandang dari segi pembangunan ekonomi, pembangunan fisik, prasarana

maupun dari segi komunikasi dan perhubungan, dengan batas-batas wilayah

sebagai berikut :

Sebelah utara : Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung, dan

Kabupaten Sumedang

Sebelah timur : Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Garut

Sebelah selatan : Kabupaten Garut dan Kabupaten Cianjur

Sebelah barat : Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Cianjur

Sebelah tengah : Kota Bandung dan Kota Cimahi

Kabupaten Bandung merupakan daerah penyangga propinsi Jawa Barat

dan daerah industri. Pemukimannya cukup pesat sehingga mempunyai laju

pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Permasalahan utama kependudukan

di Kabupaten Bandung adalah persebaran penduduk yang tidak merata.

Kecamatan dengan kepadatan penduduk yang tinggi adalah Kecamatan

Cileunyi, Kecamatan Cimenyan dan Bojongsoang sedangkan kepadatan

penduduk terendah adalah Kecamatan Pasir Jambu, Kecamatan Rancabali dan

Kecamatan Ciwidey. Berdasarkan data BPS tahun 2014 sebagian besar

penduduk di Kabupaten Bandung adalah berpendidikan terakhir tamat SD/MI

(41,92%)11.

Persentase balita dengan status gizi baik mengalami kenaikan 1,92% dari

89,64 menjadi 90,53%, status gizi lebih mengalami penurunan 2,15% dari

6,68% menjadi 5,57%. Status gizi kurang mengalami kenaikan 0,24% dari

3,63% menjadi 3,66%, sedangkan status gizi buruk tetap pada 0,05% dari

jumlah balita tahun 2013 sebanyak 269.201 menjadi sebanyak 231.836 pada

Page 28: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

28

tahun 2014 yang ditimbang. Status gizi balita di Kabupaten Bandung dapat

dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Status Gizi Balita di Kabupaten Bandung 12

Tahun Status Gizi

Baik Lebih Kurang Buruk

2010 92,96 4,14 2,84 0,06

2011 92,96 4,23 2,75 0,06

2012 91,56 4,53 3,87 0,03

2013 89,64 6,68 3,63 0,05

2014 90,53 5,75 3,66 0,05

Data cakupan D/S, data status gizi berdasarkan BB/U, data status gizi

berdasarkan BB/TB dan data status gizi berdasarkan TB/U berasal dari data hasil

bulan penimbangan balita pada bulan agustus 2015. Hasil cakupan D/S cukup

tinggi yaitu 96,81% 13. Persentase jumlah balita ditimbang terhadap seluruh balita

yang ada (D/S) memberikan indikasi tentang tingkat partisipasi masyarakat pada

kegiatan pemantauan pertumbuhan di posyandu yang mungkin berkaitan dengan

masalah lainnya seperti terjadinya wabah diare atau terjadi migrasi musiman8

Tabel 2. Data Cakupan D/S

No Rincian Gakin Non Gakin Total

1 Jumlah balita yang ada (S) 87.69 187.111 274.81

2 Jumlah balita yang ditimbang (D) 84.89 181.136 266.03

3 Hasil cakupan D/S 96,81 % 96,81% 96,81%

Berdasarkan indeks BB/U, sebagian besar anak balita, baik dari keluarga

gakin maupun non gakin berstatus gizi normal (93,55%). Terdapat 0,25 balita

berstatus gizi sangat kurang.

Page 29: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

29

Tabel 3. Status gizi berdasarkan BB/U

No Status Gizi Jumlah Ditimbang Jumlah %

Gakin Non gakin

1 BB sangat kurang 289 386 675 0,25

2 BB kurang 4.183 7.006 11.189 4,21

3 BB normal 78.925 169.907 248.832 93,55

4 BB lebih 1.502 3.783 5.285 1,99

Jumlah 84.899 181.082 265.981 100,00

Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa 94,32% balita berstatus gizi

normal berdasarkan indeks BB/TB. Anak dengan status gizi sangat kurus

berjumlah 0,042%. Menurut kepala seksi gizi Dinas Kesehatan, anak dengan

status gizi sangat kurus dilaporkan sebagai kasus gizi buruk dan kelompok inilah

yang akan menerima intervensi. Indeks BB/TB mengindikasikan masalah gizi

yang sifatnya akut sebagai akibat dari peristiwa yang terjadi dalam waktu yang

tidak lama (singkat). Misalnya terjadinya wabah penyakit dan kekurangan makan

yang dapat mengakibatkan anak menjadi kurus7.

Tabel 4. Status gizi berdasarkan BB/TB

No Status Gizi Jumlah Ditimbang Jumlah %

Gakin Non gakin

1 Sangat kurus 56 57 113 0,042

2 kurus 1.319 2.163 3.482 1,31

3 normal 79.947 170.927 250.874 94,32

4 gemuk 3.572 7.940 11.512 4,33

Jumlah 84.894 181.087 265.981 100,00

Indikator berdasarkan status gizi TB/U memberikan indikasi masalah gizi

yang sifatnya kronis akibat dari keadaan yang berlangsung lama. Misalnya

kemiskinan, perilaku hidup tidak sehat, dan supan makanan kurang dalam jangka

waktu lama sejak usia bayi hingga mengakibatkan anak menjadi pendek7.

Berdasarkan Tabel 5, jumlah anak pendek berada dibawah 10%.

Page 30: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

30

Tabel 5. Status Gizi Berdasarkan TB/U

No Status Gizi Jumlah Ditimbang Jumlah %

Gakin Non gakin

1 sangat pendek 861 1.311 2.172 0,82

2 Pendek 8.483 13.215 21.698 8,16

3 Normal 73.560 161.141 234.701 88,23

4 Tinggi 1.994 5.416 7.410 2,79

Jumlah 84.898 181.083 265.981 100,00

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bandung. Selanjutnya dipilih dua

puskesmas terpilih yaitu Puskesmas Ketapang dan Puskesmas Margaasih.

Pemilihan ini didasarkan pada cakupan D/S rendah (46,3 %) untuk Puskesmas

Katapang dan angka cakupan D/S tinggi (77,2 %) untuk Puskesmas Margaasih. Di

Puskesmas Margaasih dipilih dua desa secara pusposif yaitu Desa Nanjung dan

Desa Lagadar. Sementara di Puskesmas Katapang dipilih Desa Cilampeni dan

Desa Katapang.

A. Isyarat Dini

a. Pemantauan pertumbuhan

Kegiatan posyandu di Desa Katapang disenggarakan sebulan sekali

di masing-masing RT di desa tersebut. Sebagian Posyandu di Desa

Katapang memiliki tempat permanen untuk menyelenggarakan kegiatan

tersebut. Posyandu yang belum mempunyai tempat permanen

menggunakan fasilitas RW (kantor RW) atau rumah masyarakat setempat

seperti di halaman rumah RW atau kader.

Dana untuk penyelenggaraan kegiatan posyandu berasal dari dana

ADD (anggaran dana desa). Selain itu terdapat pula bantuan dari gubernur.

Dana tersebut dipergunakan untuk melengkapi fasilitas di semua posyandu

di Desa Katapang misalnya timbangan (dacin) dan alat pengukur tingi

badan. Ada pula dana dari kencleng (uang sumbangan warga yang

dimasukkan dalam suatu wadah) untuk menyediakan makanan tambahan

dan juga bantuan dari ibu kades untuk kader menjelang hari raya dan untuk

PMT (pemberian makanan tambahan)

Di Desa Cilampeni setiap hari kerja terdapat kegiatan posyandu

yang dilaksanakan di masing-masing RT. Jadwal pelaksanaan posyandu

Page 31: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

31

ditentukan oleh bidan desa. Sebanyak empat posyandu sudah memiliki

tempat sendiri. Posyandu yang tidak memiliki tempat sendiri melakukan

kegiatan di masjid, madrasah dan rumah RW. Pelaksanaan kegiatan

posyandu biasanya dilakukan oleh kader yang dipandu oleh bidan desa

setempat. Dana untuk pelaksanaan posyandu berasal dari kencleng dan

CSR (corporate social responsibility) perusahaan (hanya untuk posyandu

yang berlokasi deket dengan perusahaan) dan dana pribadi kades.

Kegiatan posyandu di Desa Lagadar dilaksanakan sebulan sekali.

Posyandu dihadiri oleh bidan desa dan PKK kelurahan. Sedangkan petugas

kesehatan lainnya dari puskesmas hanya datang sesekali saja. Belum

semua posyandu di Desa Lagadar memiliki tempat khusus. Posyandu yang

belum memiliki tempat melakukan kegiatan di ruang serbaguna RW,

rumah kader atau di rumah RW. Sumber dana penyelenggaraan posyandu

berasal dari ADD desa, dana revitalisasi posyandu, CSR perusahaan,

dokter praktek disekitar posyandu, sumbangan dari pengusaha dan dari

dana kencleng sukarela.

Jadwal pelaksanaan posyandu dilakukan sebulan sekali dan

ditentukan oleh bidan. Kegiatan posyandu di Desa Nanjung dihadiri oleh

masyarakat yang punya balita, kader, bidan desa, dan ada juga kepala

dusun yang mengontrol kegiatan posyandu. Kepala desa tidak secara rutin

mengontrol kegiatan posyandu. Biasanya isteri kepala desa yang lebih

sering turun mengawasi jalannya kegiatan posyandu. Posyandu yang

belum memiliki tempat sendiri melakukan melakukan kegiatan di kantor

RW, rumah ibu kader, rumah ibu RT dan rumah RW. Dana untuk

operasional posyandu ada yang berasal dari dana desa dan ada juga

bantuan dari pabrik yang ada di wilayah desa tersebut. Menurut Ibu ketua

PKK Nanjung terdapat dana dari desa sebesar Rp. 200.000 ribu per bulan

setiap posyandu. Dana tersebut biasanya digunakan untuk PMT dan

konsumsi kader setalah pelaksanaan kegiatan posyandu.

Berdasarkan informasi yang dihimpun dari beberapa informan,

pemilihan kader posyandu di wilayah Desa Lagadar, terdapat perbedaan

anatara pemilihan kader di wilayah desa dengan pemilihan kader di

Page 32: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

32

wilayah RW. Untuk di wilayah desa, didapati keterangan bahwa pemilihan

anggota kader posyandu di tingkat desa dilakukan dengan cara dipilih

langsung oleh jajaran para pengurus penggerak PKK di desa. Informasi ini

diperkuat dengan keterangan yang di dapat dari kepala desa yang

mengatakan bahwa memang kader posyandu untuk tingkat desa itu dipilih

dari anggota masyarakat yang dinilai peduli akan masyarakat. Untuk di

tingkat RW, pemilihan kader dilakukan dengan dua cara, cara pertama

yaitu dengan cara di pilih/ditunjuk siapa saja yang sekiranya layak untuk

menjadi kader.

Dalam hal pemilihan kader, para kader senior diberi kewenangan

untuk memilih diantara para warga yang sekiranya layak dan dinilai peduli

akan keadaan masyarakat di lingkungan RW nya. Para pengurus PKK

tidak mempunyai andil dalam pemilihan pengurus posyandu di tingkat

RW. Ketidakikutsertaan para pengururs PKK ini diperkuat oleh

pernyataan dari narasumber yang merupakan ketua dari PKK yang

mengatakan bahwa PKK tidak ikut terlibat dalam pemilihan kader karena

pemilihan kader merupakan kewenangan dari RW.

Dengan cara penunjukan ini, menurut informan memang tidaklah

jarang bahwa yang bersangkutan menolak untuk di jadikan kader di tingkat

desa, dengan berbagai alasan. Tetapi jika sudah di berikan pencerahan,

pengertian dan dorongan bahwa menjadi kader itu tidaklah selamanya dan

memakai sistem secara bergiliran, maka biasa anggota masyarakat yang

terpilih tersebut akhirnya mau menjadi kader. Didapati juga informasi

bahwa pemilihan kader di tingkat desa ini juga menggunakan sistem

musyawarah dengan para warga desa terlebih dahulu, sehingga proses

pengambilan pemilihan dapat diketaui oleh semua warga di lingkungan

Desa Lagadar.

Cara yang kedua adalah adanya anggota warga yang mengajukan

diri untuk menjadi kader karena merasa dapat memberikan perhatian bagi

masyarakat di lingkungan wilayahnya. Warga yang mengajukan diri

tersebut kebanyakan adalah para warga yang sebelumnya sudah pernah

terpilih menjadi anggota para kader khususnya kader posyandu di

Page 33: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

33

lingkungan di tingkat RW. Karena memang terkadang di masyarakat

terdapat beberapa warga nya yang mempunyai “jiwa besar” sehingga terus

mengajukan diri untuk menjadi kader karena yang bersangkutan tersebut

memang pada dasarnya senang membantu orang lain. Pendapat lain di

Desa Nanjung mengungkapkan jika pemilihan kader terkadang sulit karena

menjadi kader bersifat sukarela dan tidak mendapatkan gaji.

“......Sukarela si ibunya yang itunya, ibu kadernya. Hmm, siapa yang

mau gitu. Tapi kayanya mah pada rada susah. Karena ga ada gajinya

hehe.... , jadi itu mah kita cuma ibadah weh lah, sok anu hoyongan

mangga lah ngiringan…... “ ( aparat desa, wawancara mendalam )

“...... Kalo supaya jadi kader orangnya yang proaktif gitu pak terutama

orang yang sering tahu tentang masalah masyarakat gitu pak misalnya.. dipilih pak orang itu masyarakat .........” (aparat desa, wawancara

mendalam)

Jumlah rata-rata kader dalam satu posyandu adalah 5 orang. Namun,

masih terdapat pula posyandu dengan kader kurang dari 5 orang. Untuk

mengantisipasi jumlah kekurangan kader saat pelaksanaan posyandu

terdapat posyandu yang “meminjam” kader dari posyandu lain.

“......... Jumlah kader di posyandu yang rutin mah yang pernah saya

ikutin mah 2 orang minimal ada kalo di yang lainnya ada yang 3 ........”

(tenaga kesehatan, wawancara mendalam)

Di Desa Nanjung perencanaan sarana / fasilitas posyandu

dibicarakan setiap akhir tahun untuk membicarakan rencana

pembangunan desa tahun berikutnya. Di Desa Lagadar dan Katapang

sarana/fasilitas, tempat, dan dana posyandu direncanakan dalam

musyawarah perencanaan pembangunan (musrembang). Sedangkan di

Desa Cilampeni, semua fasilitas di setiap posyandu sudah lengkap,

sehingga tidak dilakukan perencanaan tentang sarana.

Pada umumnya setiap posyandu sudah memiliki fasilitas alat

yang cukup lengkap seperti timbangan (dacin), timbangan injak,

Page 34: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

34

pengukur tinggi badan, dan tensi meter. Beberapa posyandu di Desa

Lagadar sudah memiliki alat pengkur kepala.

Para informan mengatakan bahwa di setiap posyandu masih

terdapat kendala akan ketersediaan KMS. Tidak adanya KMS

disebabkan karena rusak dan banyak diantaranya yang sudah hilang dan

lahir bukan di fasilitas kesehatan. Pada saat ini di Kabupaten Bandung

KMS sudah tidak disediakan lagi maka yang dipakai saat ini adalah

buku KIA. Pada saat masih disediakan pengadaan KMS berasal dari

bantuan PKK.

“....Kami sudah tidak KMS lagi sekarang. Ia ada buku KIA ... “

(tenaga kesehatan, wawancara mendalam)

“ ......Yang tidak punya itu satu, lahir tidak di pasilitas kesehatan kedua mungkin ilang nah itu tadi yang jadi masalah....” (tenaga

kesehatan, wawancara mendalam)

“.....Disini ada sebagian posyandu biasanya KMS nya disimpan,

kadang suka hilang wae ada si ibunya kadang pas mau imunisasi

di ambil mau ke dokter ada....” (tenaga kesehatan, wawancara

mendalam)

Pencatatan hasil penimbangan berat badan anak dilakukan dengan

cara yang berbeda-beda di posyandu. Sebagian kecil kader langsung

melakukan plot di KMS. Pada umumnya hasil penimbangan berat

badan anak dicatat kader di buku bantu / buku register /buku besar.

Terdapat pula kader yang mengeplot ke KMS setelah mencatat berat

badan anak di buku besar. Terkadang plot ke dalam KMS dilakukan

pada keesokan harinya. Hal ini disebabkan kurangnya kader pada waktu

pelaksanaan posyandu dan banyaknya jumlah anak yang datang pada

waktu bersamaan.

Menurut informan banyak posyandu tidak melakukan plot karena

tidak punya KMS, tidak tahu cara mengisinya dikarenakan kader

berganti- ganti, KMS dibawa oleh kader dan pengisian KMS dilakukan

setelah kegiatan posyandu selesai. Alasan lainnya tidak dilakukan plot

Page 35: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

35

di KMS adalah karena memakan waktu cukup lama, dan jumlah kader

tidak mencukupi untuk melakukan pekerjaan yang cukup banyak.

“.........kalau misalkan ibunya males nggak mau di plot ya kalau

penggerak kadernya cuma 2 orang....” (tenaga kesehatan, wawancara

mendalam)

“........Di buku bantu-bantu baru langsung KMS .........” (kader, diskusi

kelompok)

“...... Kalo saya perhatiin KMS nya di taro di kadernya atau pada saat

diisinya saat ibunya pulang biar gak ngantri.....” (tenaga kesehatan

,wawancara mendalam)

Di Puskesmas Katapang cara pencatatan berat badan anak

menggunakan kartu bayi dan balita (kartu KIR) yang juga dipakai

sebagai pendamping buku KIA. Kader menggunakan buku kartu KIR

untuk memudahkan sistem pelaporan. Kartu KIR menggunakan kertas

warna biru untuk laki-laki dan warna merah muda untuk perempuan.

“ ..........untuk plotting itu kan ibu ibu-ibu harus ke F2,F3 sama F2 shift

nya itu harus dimasukkan di buku ternyata di KMS di plotting di buku

kan lama. Maka untuk di kader supaya dipindahkan ke buku saya tuh

punya di setiap posyandu ada namanya buku kartu KIR atau kartu

balita untuk memudahkan sistem pelaporan yah............” (tenaga

kesehatan, wawancara mendalam)

“....... untuk memudahkan kader sedikit kader banyak pakai kartu itu.

Untuk laporan kan biasanya telat-telat. Kalau sekarang kan bisa,

dulunya saya nggak mau pakai.........” (tenaga kesehatan, wawancara

mendalam)

Penilaian pertumbuhan anak umumnya mengunakan prinsip

KBM (Kenaikan Berat Badan Minimal). Dengan mengacu pada KBM

maka berat badan anak dikatakan naik jika berat badan anak tersebut

berada diatas berat badan minimal sesuai usia. Cara interpretasi lainnya

adalah dengan membandingkan berat badan anak saat penimbangan

dengan berat badan anak bulan sebelumnya. Cara interpretasi ini

dipakai para kader posyandu untuk mengetahui naik tidaknya berat

Page 36: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

36

badan anak. Cara ini banyak dipakai di posyandu di Kabupaten

Bandung.

“..........Kalau kita kan di KMS itu ada 1 sampai 5 bulan kan misalkan

ada 800 itu kalau gak salah......... “ (kader, diskusi kelompok)

“........Dibandingkan dengan bulan kemaren ....... “(tenaga kesehatan,

wawancara mendalam)

Jika ternyata dalam penimbangan di posyandu ditemukan kasus

dimana berat badan anak tidak mengalami kenaikan atau sama dengan

berat bulan kemarin, atau ditemukan kasus gizi kurang atau gizi

buruk, maka kasus tersebut dirujuk ke puskesmas. Oleh petugas gizi

puskesmas, akan dilakukan konfirmasi pengukuran ulang. Hasil dari

pengukuran tersebut dibandingkan dengan tabel berat badan

berdasarkan tinggi badan dan umur pada tabel standar WHO. Kader

posyandu di Puskesmas Katapang akan mengirimkan foto anak yang

dicurigai mengalami gizi buruk kepada TPG untuk divalidasi.

Konseling dan penyuluhan merupakan tindak lanjut dari

pemantauan pertumbuhan yang dilakukan dalam kegiatan posyandu di

Kabupaten Bandung. Konseling dan penyuluhan terutama yang

berkaitan dengan kegiatan pemantauan pertumbuhan dan kondisi gizi

dari seorang balita biasanya di lakukan oleh petugas TPG atau oleh

bidan desa. Konseling dan penyuluhan dilakukan bila ternyata

terdapat anak yang masuk ke dalam kriteria selama dua bulan

berturut-turut tidak mengalami kenaikan berat badan (2T), berat badan

berada di bawah garis merah (BGM), atau menderita gizi kurang.

Namun berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama

pengambilan data, ternyata kegiatan konseling dan penyuluhan jarang

dilakukan. Kegiatan konseling dan penyuluhan dilakukan hanya jika

ada petugas kesehatan saja. Kader merasa tidak mampu untuk

melakukan konseling dan penyuluhan karena kurangnya pengetahuan

dan tidak adanya ketrampilan untuk melakukan konseling dan

penyuluhan. Alasan lain tidak dilakukannya konseling dan penyuluhan

Page 37: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

37

adalah karena terbatasnya waktu kegiatan posyandu yang biasanya

hanya berlangsung selama sekitar 3 jam saja.

b. Pelacakan dan rujukan gizi buruk

Di Kabupaten Bandung masih didapati kasus gizi buruk. Kasus

gizi buruk itu terkadang terdeteksi ketika anak tersebut sedang berobat

ke tempat pelayanan kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit,

berkaitan dengan penyakit yang menyertainya. Menurut informan dari

Puskesmas Katapang, gizi buruk umumnya didapatkan dengan

pelacakan langsung ke masyarakat melalui kegiatan posyandu dan

pada saat bulan penimbangan balita (BPB). Jadi kasus gizi buruk

terdeteksi bukan karena masalah gizinya tetapi karena penyakit yang

menyertainya.

“....... Biasanya langsung dapet dia berobat ke pukesmas nah dari

pukesmas di laporkan, pak gizi buruk, karena dia lagi berobat

gitu.......” (tenaga kesehatan, wawancara mendalam)

Untuk kasus rujukan gizi buruk di wilayah Kabupaten Bandung,

pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung bekerja sama dengan

pihak rumah sakit. Selama ini tidak ada masalah dalam penanganan

rujukan kasus gizi buruk. Koordinasi dan komunikasi dengan rumah

sakit juga sudah terjalin dengan baik.

Di Puskesmas Margaasih jika ditemukan kasus gizi buruk maka

tidak langsung dirujuk ke puskesmas atau rumah sakit. Akan tetapi

dilakukan pengawasan terlebih dahulu oleh petugas puskesmas yang

dibantu oleh kader. Pengawasan akan dilakukan apabila ada kasus

dimana selama 2 bulan berturut-turut hasil penimbangan anak tidak

ada kenaikan. Jika ada kasus balita gizi buruk maka akan ada tim

puskesmas yang ditugaskan untuk melihat kondisi fisik dan

melakukan konfirmasi terhadap status gizi dari anak yang dilaporkan

tersebut. Lebih lanjut informan mengatakan bahwa biasanya anak

yang dilaporkan dengan gizi buruk menderita penyakit penyerta.

Page 38: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

38

Gizi buruk yang dilaporkan akan terlebih dahulu ditangani

dengan menggunkan program Pemberian Makanan Tambahan (PMT)

selama beberapa waktu serta dikonsultasikan ke dokter dan TPG

untuk memastikan status gizinya. Bila ternyata puskesmas tidak dapat

menangani kasus tersebut, maka kasus akan dirujuk Ke RSUD.

Di Puskesmas Katapang jika ditemukan anak dengan kondisi

gizi buruk maka akan langsung dirujuk ke puskesmas. Jika puskesmas

dapat menangani kasus tersebut maka kasus tidak perlu dirujuk ke

rumah sakit. Kasus yang akan dirujuk ke rumah sakit bila kasus

tersebut disertai dengan penyakit penyerta.

Rujukan ke rumah sakit dikoordinasikan oleh petugas TPG dan

bidan koordinator puskesmas. Penanganan gizi buruk di Puskesmas

Katapang dilakukan dengan pemantauan kasus selama 3 bulan dengan

memberikan pemberian makanan tambahan pemulihan (PMTP) serta

memberikan konseling mengenai pemberian makan bayi dan anak

(PMBA) pada keluarga dan berkoordinasi dengan dokter untuk

penanganan penyakit penyerta.

Di Desa Cilampeni bila ditemukan gizi buruk, kader akan

melaporkan ke bidan atau TPG dan akan disarankan untuk dibawa ke

puskesmas. Namun demikian kades belum pernah mendengar adanya

kasus gizi buruk di daerahnya.

Menurut Tokoh masyarakat di Desa Lagadar, jika ada anak

yang berat badannya berada di bawah garis merah, biasanya dibawa ke

puskesmas. Tindakan selanjutnya adalah dilakukan pemberian PMT

pada anak tersebut dan diberikan sedikit uang dari dana desa untuk

dipakai membuat makanan yang dapat menaikan berat badan anak

tersebut sampai berat badan normal. Namun menurut informan dari

Desa Lagadar, selama ini pihak desa belum pernah melakukan

rujukan terhadap anak yang dicurigai mengalami gangguan

pertumbuhan.

Di Desa Nanjung, langkah yang diambil jika ada kasus gizi

buruk adalah dengan melaporkan kasus tersebut ke Dinas Kesehatan

Page 39: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

39

dan puskesmas. Selama ini posyandu di wilayah Desa Nanjung jarang

memberikan rujukan karena tidak ada gizi buruk.

c. Laporan rutin bulanan Posyandu (Laporan SKDN)

Data SKDN di setiap posyandu dicatat di buku besar kader

untuk selanjutnya diberikan ke bidan desa setiap bulannya untuk

dilakukan rekapitulasi, lalu data SKDN tersebut diserahkan ke petugas

gizi puskesmas (TPG). Data-data SKDN yang diterima oleh

puskesmas diolah TPG sesuai dengan kebutuhan puskesmas. Data-

data ini kemudian akan diteruskan ke bagian gizi Dinas Kesehatan.

Data diterima oleh pihak Dinas Kesehatan dalam bentuk data

asli berupa angka. Lalu data direkap dalam bentuk grafik SKDN. Data

tersebut digunakan sebagai bahan evaluasi program yang dilakukan

setiap awal tahun (desinfo). Di tingkat Dinas Kesehatan, data-data

yang diterima dari puskesmas akan digunakan untuk keperluan

program seperti pencapaian target yang harus dipenuhi.

Untuk laporan ke propinsi dalam data SKDN diberikan dalam

bentuk format LB.3 (sesuai dengan format yang telah disediakan.

Propinsi akan mengolah data sendiri dalam bentuk setiap kabupaten.

Data SKDN untuk laporan ke propinsi disajikan dalam form laporan

bulanan (LB.3)

B. Analisis Situasi Pangan dan Gizi

Analisis situasi pangan dan gizi dilakukan di tingkat kabupaten/kota. Di

Kabupaten Bandung analisis situasi pangan dan gizi baru dilakukan sekali yaitu

pada tahun 2014. Instansi yang menyelenggarakannya adalah SKPG yang

bekerjasama dengan perguruan tinggi. Pertemuan tersebut membahas data

tentang situasi pangan dan daya beli. Hasil pembahasan tersebut dilaporkan ke

bupati, sebagai dasar untuk mengeluarkan intruksi ke dinas terkait. Hingga

saat ini belum ada lagi kegiatan analisis data dikarenakan seringnya terjadinya

rotasi kepemimpinan di BKP3 sebagai ketua tim SKPG. Kegiatan pertemuan

dan analisis data di SKPG tidak dilakukan secara rutin, tetapi hanya

Page 40: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

40

berkoodinasi dengan sektor lain dimana kegiatannya saling menyampaikan

data-data yang sudah ada.

Di Kabupaten Bandung Dewan Ketahanan Pangan (DKP) disebut juga

sebagai tim SKPG (Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi) yang dibuat

berdasarkan SK Bupati. Anggota Tim SKPG diantaranya berasal dari BKMPD,

Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, Kesra, BKP3 (Badan ketahanan pangan dan

penyuluh pertanian), Dinas Peternakan, dan Bappeda dengan diketuai oleh

ketua BKP3.

C. Diseminasi

Di lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung kegiatan diseminasi

biasanya dilakukan pada awal tahun, di acara desinpo. Pada diseminasi tersebut

dipaparkan capaian program tahun sebelumnya dan rencana program ditahun

yang akan berjalan. Diseminasi tersebut dihadiri oleh tenaga kesehatan dari

puskesmas. Selanjutnya, tenaga kesehatan tersebut diharapkan akan

meneruskan informasi yang telah didapatkan kepada lingkungan sekitarnya,

seperti kepada aparat desa.

Di Puskesmas Margaasih kegiatan diseminasi dilakukan dalam rapat

koordinasi sebulan sekali dengan peserta terdiri dari unit-unit yang ada seperti

kecamatan dan kesehatan. Peserta diseminasi terdiri dari aparat desa (kepala

desa), masyarakat, kader, dan tenaga kesehatan dari Puskesmas (bidan desa).

Diseminasi biasanya diselenggarakan di balai desa. Hasil dari diseminasi

digunakan untuk penekanan kepada masyarakat yang belum memanfaatkan

puskesmas dan posyandu. Hasil diseminasi ini juga dijadikan dasar bagi

program gizi puskesmas untuk melakukan intervensi pemberian makanan

tambahan berupa susu atau makanan.

Pertemuan masyarakat di Desa Lagadar, menurut informan dilakukan

rutin 2 bulan sekali yang dihadiri oleh semua perangkat desa. Pertemuan

membahas segala yang sudah dilakukan dan yang akan dilakukan sesuai

dengan rencana kegiatan desa pertahunnya.

Pertemuan laporan posyandu dilakukan setiap akhir tahun bersamaan

dengan pelaksanaan musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang)

Page 41: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

41

desa, yang dihadiri oleh perwakilan kader, yankes puskesmas, aparat desa, ibu

kades, guru, tokoh masyarakat, dan badan permusyawaratan desa (BPD).

Kegiatan musrenbang tersebut biasanya diadakan di balai desa. Salah satu

materi yang dibicarakan dalam kegiatan musrenbang adalah kebutuhan

anggaran untuk kegiatan posyandu, misalnya dana untuk PMT. Menurut

informasi yang didapatkan, saat ini tiap posyandu mendapat bantuan dana

untuk PMT dari desa sebesar 150 ribu per bulan. Musrenbang adalah forum

perencanaan (program) yang dilaksanakan oleh lembaga publik yaitu

pemerintah desa, bekerja sama dengan pemangku kepentingan lainnya.

Musrembang yang bermakna akan mampu membangun kesepahaman tentang

kepentingan dan kemajuan desa, dengan cara memotret potensi dan sumber-

sumber pembangunan yang tersedia baik dari dalam maupun luar desa14

Di Desa Nanjung, pertemuan desa yang membahas masalah posyandu

dilakukan di 4 kegiatan pertemuan. Pertama adalah pada kegiatan rapat rutin

bulanan PKK, kedua di pertemuan rutin PKK kecamatan yang diadakan 3

bulan sekali, ketiga pada lokakarya mini kecamatan yang dilakukan 6 bulan

sekali dan keempat pada forum desa siaga. Selain membahas masalah

posyandu dalam pertemuan tersebut dibahas masalah lainnya seperti rencana

pembangunan desa.

Di Puskemas Katapang diseminasi dilakukan dua kali dalam setahun.

Di tingkat desa, juga dilakukan lokakarya mini. Salah satu desa di Puskesmas

Katapang, yaitu Desa Katapang melakukan pertemuan desa 3-4 kali setahun.

Namun tidak ada pertemuan khusus yang membicarkan posyandu. Topik yang

disampaikan dalam pertemuan tersebut biasanya mengenai pembangunan desa

secara keseluruhan termasuk di dalamnya adalah pembahasan mengenai

posyandu dan upaya meningkatan kesehatan masyarakat. Tempat pertemuan

dilakukan di kantor desa dengan alasan kantor desa merupakan daerah yang

dianggap netral serta tidak memilah dan tidak memihak pada satu golongan

saja sehingga informasi bisa lebih menyebar.

Sementara itu di Desa Cilampeni diadakan pertemuan rutin tiap kepala

dusun setiap 1 atau 2 bulan sekali bertempat di rumah RW/kantor RW. Peserta

pertemuan adalah kader, PKK, pendamping gizi, dan PLKB. Selain pertemuan

Page 42: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

42

masyarakat desa, ada juga kegiatan musyawarah perencanaan dan

pembangunan (Musrenbang) yang diadakan rutin setahun sekali.

4.Survei terkait gizi di Kabupaten Bandung

Di Kabupaten Bandung survei gizi dilakukan dalam 2 kegiatan yaitu

pada saat Bulan penimbangan balita (BPB) dan saat survei Pemantauan status

gizi (PSG). Kegiatan PSG dilaksanakan setahun sekali sejak tahun 2014.

Dalam kegiatan PSG, persiapan yang dilakukan Dinas Kesehatan adalah

mengirimkan perwakilan tenaga kesehatan dari kabupaten ke propinsi untuk

dilatih.

Pada kegiatan PSG tidak semua balita diukur tetapi hanya dipilih

beberapa sampel balita dalam satu wilayah. Variabel yang dikumpulkan

diantaranya adalah data data BB, TB dan lingkungan. Data-data PSG tidak

dianalisis oleh pihak Dinas Kesehatan, tetapi Dinas Kesehatan hanya menerima

hasil. Data-data PSG tersebut dimanfaatkan sebagai bahan referensi untuk

perencanaan program di Dinas Kesehatan.

Dalam kaitanya dengan survei gizi di Kabupaten Bandung, Kegiatan

BPB dilaksanakan setahun sekali. Adapun data-data yang dikumpulkan dalam

kegiatan BPB adalah data-data mengenai berat badan dan tinggi badan anak.

Data-data dalam kegiatan BPB ini menunjukkan status gizi balita.

Untuk pelaksanaan BPB, pihak Dinas Kesehatan menyiapkan

pelatihan penyegaran materi antropometri kepada kader. Pemberian

penyegaran materi kepada kader ini dimaksudkan untuk membantu tenaga gizi

yang dirasakan masih kurang. Pelatihan penyegaran ini diberikan juga kepada

para petugas kesehatan. Selanjutnya petugas mengajarkan kepada kader.

Pemberian pelatihan kepada kader dan petugas ini agar kader dapat

mendampingi petugas dalam pelaksanaan BPB di daerahnya. Kader yang

menerima pelatihan diprioritaskan adalah kader baru. Sebagai alat bantu

pelaksanaan kegiatan BPB, Dinas Kesehatan mencetak poster dan leafet cara

mengukur BB/ TB yg benar. Leaflet dan poster ini juga berfungsi sebagai

media pengingat bagi kader dan petugas kesehatan. Dalam rangkaian kegiatan

BPB, diadakan juga kegiatan monitoring dan validasi untuk keabsahan data

Page 43: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

43

yang diperoleh. Seluruh kegiatan dalam BPB ini dibiayai dengan anggaran

yang berasal dari dana bantuan operasional kesehatan (BOK).

Survei BPB dikelola oleh kabupaten dan data hasil BPB dilaporakan

ke Dinas Kesehatan propinsi. Hasil survei BPB ini dapat menggambarkan

status gizi balita di posyandu, desa, dan kecamatan. Jika ternyata ditemukan

gizi buruk maka kasus tersebut akan dilacak pada akhir tahun.

BPB bagi institusi kesehatan, dimanfaatkan sebagai bahan untuk

intervensi dan untuk mengetahui besaran masalah gizi yang ada di suatu

daerah. Selama ini besaran masalah gizi dianggap bukan masalah kesehatan

masyarakat. Penyebab kasus gizi buruk bukan karena kurang makan dan daya

beli yang kurang, tetapi disebabkan karena kelainan kongenital maupun cacat

bawaan. Hasil dari BPB biasanya akan didiseminasikan pada akhir tahun.

Page 44: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

44

PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan kegiatan surveilans gizi di Kabupaten Bandung

Surveilans gizi adalah kegiatan pengamatan yang teratur dan terus menerus

terhadap masalah gizi masyarakat dan faktor-faktor yang terkait, melalui kegiatan

pengumpulan data/informasi, pengolahan dan analisis data, dan diseminasi

informasi pada stake holder untuk digunakan sebagai bahan pengambilan

keputusan, kebijakan yang akan dilaksanakan dan untuk mengambil tindakan

segera apabila diperlukan8. Surveilans digunakan untuk isyarat dini dan intervensi,

perencanaan dan advokasi, monitoring program serta evaluasi15.

Adapun tujuan dari surveilans gizi adalah untuk mendapatkan informasi yang

dapat digunakan untuk keentingan program, untuk memantau kondisi penduduk,

untuk mengidentifikasi daerah yang berpotensi berisiko (sebagai sistem

peringatan isyarat dini), untuk mengidentifikasi tren status gizi dari waktu ke

waktu, untuk memantau hasil intervensi, dan untuk memonitor status gizi

penduduk16. Dalam kegiatan surveilans gizi terdapat 3 kegiatan penting yaitu

pengumpulan data, analisis data dan diseminasi8.

1. Pengumpulan Data

Kegiatan surveilans gizi dimulai dengan pengumpulan data dari berbagai

sumber. Data yang dikumpulkan meliputi data gizi dan faktor terkait yang

dilakukan secara terus menerus dan teratur termasuk pelacakan balita gizi

buruk. Kegiatan surveilans gizi didasarkan pada pengumpulan data reguler

tentang keadaan gizi dan faktor yang mempengaruhinya17.

Pengumpulan data tersebut bermanfaat sebagai deteksi dini atau isyarat

dini bagi masalah kesehatan. Komponen penting dalam isyarat dini terdiri dari

pemantauan pertumbuhan, rujukan dan pemanfaatan laporan bulanan.

Kegiatan pokok dari pemantauan pertumbuhan balita adalah

mengumpulkan data hasil penimbangan, menghitung proporsi balita yang naik

dan tidak naik timbangannya, mengkaji perubahan kecenderungan perubahan

antar waktu, melaporkan hasil pemantauan (diseminasi), dan melakukan

tindakan bila diperlukan di tingkat individu maupun masyarakat8. Pemantauan

Page 45: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

45

pertumbuhan adalah pemantauan terus menerus dari pertumbuhan pada anak-

anak. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi terjadinya gangguan

pertumbuhan pada tingkat individu, dan membantu untuk memperbaiki

masalah tersebut dengan tepat. Selain untuk mengidentifikasi terjadinya

gangguan pertumbuhan tujuan lain dari pemantauan pertumbuhan adalah

mengetahui status gizi setiap anak18. Pemantauan tersebut dapat dilakukan oleh

tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan atau anggota terlatih dari masyarakat di

desa-desa (berbasis masyarakat)17.

Pemantauan pertumbuhan yang dilakukan di desa dengan anggota terlatih

adalah dilakukan di posyandu. Kegiatan pelaksanaan posyandu di Kabupaten

Bandung pada umumnya dilaksankan sebulan sekali di masing-masing RW.

Sebagian posyandu telah mempunyai tempat sendiri, akan tetapi sebagian yang

lain belum mempunyai tempat sendiri. Mereka melakukan kegiatannya di

kantor RW atau rumah RT/ RW/ kader. Posyandu dilaksanakan oleh para kader

dengan dibantu oleh tenaga kesehatan maupun warga setempat.

Dalam kegiatan posyandu terdapat 5 meja, yaitu (1) pendaftaran, (2)

penimbangan, (3) plot hasil penimbangan dan penilaian pertumbuhan, (4)

konseling bagi ibu balita/pengasuh dan (5) pelayanan gizi dan kesehatan dasar.

Kegiatan pendaftaran dan penimbangan telah dapat dilakukan dengan baik oleh

kader. Diawali dengan menera timbangan hingga menunjuk angka “nol”

sebelum digunakan.

Di Kabupaten Bandung, kader sudah memahami tahapan mengenai

kegiatan 5 meja di posyandu. Namun dari hasil observasi di lapangan masih

ada beberapa hal yang belum sesuai dengan yang seharusnya. Misalnya dalam

hal kegiatan 5 meja di posyandu tidak dilakukan sesuai dengan yang

seharusnya.

Untuk kegiatan penimbangan, kader sudah memahami cara menimbang

dengan benar. Akan tetapi pada pelaksanaan di lapangan tidak dilakukan. Hal

ini kemungkinan terjadi karena adanya pergantian peran kader dalam

menimbang, padahal tidak semua kader telah mendapatkan pelatihan cara

menimbang yang benar. Selain itu kader yang telah mendapat pelatihan tidak

membagi hasil dari pelatihan tersebut dengan kader lainnya.

Page 46: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

46

“..... pilih satu posyandu satu orang (kader), nanti mereka yg ngasih tau ..... “

(tenaga kesehatan)

“..... kadernya sudah dilatih pas pelaksanannya tidak ada.......” (tenaga

kesehatan)

“.....kadernya sudah dilatih tapi lupa ngasih tau yang lainnya.......” (tenaga

kesehatan)

Hasil penimbangan tersebut tidak langsung diplot di KMS. Sebagian besar

kader di Kabupaten Bandung mencatat hasil penimbangan berat badan anak di

buku bantu/buku register/buku besar. Setelah berat badan dicatat di buku basar

selanjutnya berat badan anak baru diplot di KMS yang dilakukan pada

keesokan harinya atau hari lain setelah penimbangan. Alasan kader karena

kurangnya jumlah kader pada waktu pelaksanaan posyandu dan banyaknya

jumlah anak yang datang pada waktu bersamaan. Selain itu, menurut informan

banyak posyandu tidak melakukan plot karena tidak punya KMS, tidak tahu

cara mengisinya (kader berganti- ganti), KMS dibawa oleh kader lainnya, dan

dianggap memakan waktu cukup lama sedangkan jumlah kader tidak

mencukupi.

“ ....tapi kebanyakan “aduh teteh rusak hoyong deui atuh”, nah besoknya lagi

mana KMS nya “aduh di bawa teuing di mana” suka gitu hahahaha suka gitu

hehe teh muhun tapi hampir 60 persen mah punya....” (diskusi kelompok kader,

wawancara mendalam)

“......kalau misalkan ibunya males nggak mau di plot ya kalau penggerak

kadernya cuma 2 orang ...... “ (tenaga kesehatan, wawancara mendalam)

Seharusnya kegiatan ploting di KMS langsung dilakukan setelah

penimbangan. Tujuannya agar bisa langsung mengetahui apakah berat badan

anak tersebut naik atau tidak naik. Pencatatan di buku besar/buku register/buku

bantu dapat dilakukan untuk memudahkan pencatatan laporan tapi seharusnya

langsung dilakukan plot berat badan KMS pada hari yang sama dengan

kegiatan posyandu. Pemantauan berat bayi dan anak dilakukan setiap bulan

dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS). Anak dinyatakan sehat jika

berat badannya naik setiap bulan yaitu grafik berat badan mengikuti garis

Page 47: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

47

pertumbuhan atau kenaikan berat badan sama dengan kenaikan berat badan

minimum atau lebih yang masih berada di dalam pita hijau KMS19.

Dengan langsung melakukan plot di KMS maka kader dapat

menginformasikan secara langsung penilaian pertumbuhan anak saat

penimbangan (naik, tetap, atau turun). Sehingga bila ada anak yang mengalami

masalah gizi dapat langsung terdeteksi (deteksi dini) dan segera dapat dirujuk.

Hasil observasi dan wawancara di lapangan, interpretasi kenaikan berat

badan dilakukan dengan membandingkan berat badan anak bulan ini dengan

bulan kemarin (asal naik). Selain itu juga beberapa kader menginterpretasikan

kenaikan berat badan anak dengan membandingkan antara berat badan anak

dan kenaikan berat badan minimal (KBM). Namun, menurut kader untuk berat

badan yang mengalami kenaikan walaupun masih di bawah KBM tetap

dikatakan anak naik berat badannya untuk memotivasi ibu agar tetap semangat

menimbangkan anaknya.

Cara interpretasi penilaian pertumbuhan seharusnya berdasarkan plot pada

KMS. Bukan dengan cara membandingkan berat badan anak saat ditimbang

bulan ini dengan bulan sebelumnya (asal naik), juga bukan dengan cara

membandingkan berat badan anak dengan kenaikan berat badan minimal

(KBM). KBM digunakan sebagai alat bantu bila terjadi kesulitan dalam

interpretasi garis. KBM merupakan hasil dari standar rata-rata kenaikan berat

badan anak yang normal. Padahal, tinggi badan anak berbeda-beda sehingga

pastinya kenaikan berat badannya pun akan berbeda. Namun yang terjadi di

lapangan adalah menggunakan KBM dan asal naik saja untuk interpretasi

pertumbuhan dan mengabaikan plot grafik garis dalam KMS.

“..... Kadang gini bu kalau kemarin anak saya beratnya 9,2 ons pas di

timbang sekarang 9,3 naik bu ahamdulillah gitu hahahhahaa… walaupun itu

naik 1 ons kalau saya bilangnya menurut KBM itu mah tidak naik kasian

bundanya takutnya nanti gak ke posyandu lagi hehehe…”( kader, diskusi

kelompok)

“Misalkan memenuhi KBM sama bilang di katakan naik cuman ibu belum

memenuhi standar yang di tentukan di KMS gitu kalau saya mah gitu...”

(kader, diskusi kelompok)

Page 48: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

48

Dengan tidak dilakukannya plot pada KMS, kemungkinan besar

interpretasi kenaikan berat badan anak menjadi tidak tepat sehingga ada

kemungkinan anak yang seharusnya dirujuk menjadi tidak dirujuk. Anak yang

dirujuk adalah anak dengan kondisi tidak naik 2 bulan berturut-turut atau

berada di bawah garis merah (BGM).

Namun hasil temuan di lapangan, anak yg dirujuk adalah anak yang sangat

kurus atau dengan penyakit penyerta seperti TB dan anak yang BGM selama

dua bulan berturut-turut. Rujukan tidak dilakukan dengan menggunakan

formulir rujukan melainkan menggunakan alat komunikasi atau secara lisan.

Selanjutnya TPG akan melakukan konfirmasi berat badan dan tinggi badan

anak yang dirujuk dengan membandingkan dengan standar WHO untuk

memastikan anak tersebut perlu penanganan lebih lanjut.

Terdapat perbedaan cara dalam menangani rujukan di dua puskesmas yang

berbeda. Ada puskesmas yang memberikan konseling dan makanan tambahan

(PMT) selama 3 bulan bagi pasien tidak mampu dan hanya konseling saja bagi

pasien mampu. Konseling yang diberikan diantaranya mengenai pemberian

makan bayi dan anak, serta diajarkan mengenai menu makanan sehat.

Sementara itu di puskesmas yang lainnya rujukan hanya diberikan bagi

balita BGM dua kali berturut-turut. Untuk memastikan status gizinya, anak

tersebut dikonsultasikan ke dokter dan TPG. Penanganannya terlebih dahulu

diberikan program PMT selama beberapa waktu. Apabila selama 2 kali

berturut-turut penimbangan tidak ada perubahan, maka akan dirujuk ke rumah

sakit. Untuk rujukan yang tidak dapat ditangani di kedua puskesmas tersebut,

maka anak akan diujuk ke RSUD. Dalam pedoman penanganan balita yang

harus dirujuk, apabila anak balita telah mengalami BGM atau berat badannya

selama 2x berturut-turut tidak naik harus langsung dirujuk ke puskesmas.

Di Kabupaten Bandung masih terdapat balita gizi buruk dan gizi kurang.

Temuan kasus gizi buruk dan gizi kurang tidak selalu berasal dari posyandu,

melainkan dapat ditemukan di puskesmas atau rumah sakit saat anak tersebut

sedang berobat.

Page 49: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

49

“ .....kadang-kadang gizi buruk datang bukan karena gizi buruknya kerumah

sakit karena sakitnya kan karena gizi buruk itu kan jarang murni dengan

penyakit penyerta jadi bukan gizi buruknya dia datang tapi penyakitanya.........

“ (tenaga kesehatan, wawancara mendalam)

Kasus gizi buruk dan gizi kurang yang tidak terdeteksi melalui posyandu

umumnya disebabkan karena balita tersebut jarang atau tidak pernah datang ke

posyandu padahal dengan adanya posyandu seharusnya balita tersebut dapat

dicegah untuk menjadi gizi kurang atau gizi buruk melalui pemantauan

pertumbuhan dan konseling.

Melalui kegiatan konseling, ibu balita akan mendapatkan layanan

konsultasi mengenai pola asuh dan cara pemberian makanan yang sehat.

Namun, pada kenyataannya tidak semua ibu balita mendapatkan pelayanan

konseling tersebut. Menurut ibu balita kegiatan konseling tidak rutin dilakukan.

Konseling hanya dilakukan bila ada tenaga kesehatan yang hadir di posyandu.

Kader masih belum berani untuk melaksakan konseling. Padahal seharusnya

kader dapat melakukan konseling. Alasan lain tidak adanya kegiatan konseling

di posyandu adalah keterbatasan waktu.

“....kenapa penyuluhan tidak jalan, karna tingkat pengetahuan kader kurang

dan jumlah kader kurang......” (tenaga kesehatan, wawancara mendalam)

“ ....... Konseling dilakukan untuk anak yang 2T (tdk naik BB nya 2x). Jika

dilakukan konseling untuk semua anak tidak keburu dan memakan waktu

..........” (tenaga kesehatan, wawancara mendalam)

2. Pengolahan dan Analisa Data

Pengolahan data dapat dilakukan secara deskriptif maupun analitik yang

disajikan dalam bentuk narasi, tabel, grafik, gambar dan peta atau bentuk

penyajian informasi lainnya. Data surveilans gizi terkait dengan pemantauan

pertumbuhan balita meliputi data SKDN, yang dilaporkan secara berkala setiap

bulan.

Indikator data SKDN terdiri dari data seluruh balita yang terdaftar (S),

Balita yang memiliki KMS (K), balita yang ditimbang (D), balita yang naik

timbangannya (N)8. Idealnya, seluruh balita terdaftar, memiliki KMS, setiap

bulan seluruhnya ditimbang dan naik timbangannya. Data utama yang dapat

Page 50: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

50

dipantau secara berkala dan dapat segera cepat mengetahui potensi timbulnya

masalah gizi adalah data hasil pemantauan pertumbuhan balita melalui

penimbangan bulanan di posyandu. Hasil pemantauan tersebut dapat

menunjukan indikator tingkat kesehatan balita (N/D), tingkat partisipasi

penimbangan (D/S), maupun cakupan program (K/S).

Data yang dikumpulkan di posyandu diserahkan kader kepada bidan desa.

Selanjutkan diserahkan ke TPG untuk direkap. Setelah data ditandatangani oleh

kepala puskesmas maka data akan diserahkan ke Dinas Kesehatan. Di tingkat

puskesmas data SKDN digunakan untuk pemantauan wilayah setempat (PWS)

dalam melihat kunjungan balita ke posyandu serta sebagai dasar untuk

bimbingan teknis posyandu dengan kriteria D/S rendah dan N/D rendah.

“.....didinas setahun sekali bikin grafiknya.....” (tenaga kesehatan, wawancara

mendalam)

“....D/S tahun sekarang, 2014, 2015, per bulannya ngga dibuat....” (tenaga

kesehatan, wawancara mendalam)

Pengolahan data di tingkat puskesmas hanya sebatas menghitung

persentase cakupan. Padahal seharusnya data tersebut diolah dan disajikan

dalam bentuk grafik bulanan untuk melihat perkembangan cakupan setiap

bulan sehingga apabila sewaktu-waktu terjadi masalah dapat segera

ditindaklanjuti. Kenyataannya di lapangan pemanfaatan data SKDN di

puskesmas hanya sebatas untuk laporan ke dinas dan pengarsipan tanpa adanya

tindak lanjut dari data tersebut.

Data diterima oleh pihak Dinas Kesehatan dalam bentuk data asli berupa

angka. Lalu data direkap dalam bentuk grafik SKDN. Data cakupan yang

sering digunakan adalah D/S dan N/D. Saat ini di Kabupaten Bandung tidak

ada lagi pengadaan KMS. Sebagai gantinya adalah pengadaan buku KIA yang

dikelola oleh program KIA. Distribusi buku KIA hanya melalui fasilitas

pelayanan kesehatan.

Data SKDN digunakan oleh Dinas Kesehatan untuk evalusi program dan

perencanaan kegiatan tahun selanjutnya Data dibahas dan dibuat grafik setahun

sekali lalu hasilnya ditampilkan di papan informasi yang terdapat di selasar

Page 51: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

51

kantor Dinas Kesehatan. Padahal seharusnya data SKDN diolah secara teratur

setiap bulan dalam bentuk grafik agar permasalahan yang terjadi dapat segera

terdeteksi untuk dapat ditindaklanjuti dan bukan hanya sebatas digunakan

untuk pelaporan. Analisis harus dilakukan secara berkala untuk

mengidentifikasi perubahan masalah gizi dan terkait pelaporan penyakit. Data

yang dihasilkan dari analisis harus ditinjau secara teratur dan digunakan

sebagai umpan balik untuk pengelola program 17.

Data SKDN oleh Dinas Kesehatan digunakan sebagai bahan evaluasi

program yang dilakukan setahun sekali. Data SKDN juga berguna sebagai

bahan advokasi bagi perencana keuangan untuk mengeluarkan kebijakan.

Misalnya untuk mengganggarkan dana PMT. Data dari Dinas Kesehatan

kabupaten selanjutnya akan diserahkan ke propinsi secara rutin setiap

bulannya. Di tingkat propinsi data tersebut biasanya akan dilihat trend dari

bulan ke bulan. Sementara itu, sektor lain yang biasa meminta data SKDN

diantaranya adalah Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMPD), Badan

Ketahanan Pangan dan Penyuluh Pertanian (BKP3), dan Pembinaan

Kesejahteraan Keluarga (PKK)

Kegiatan–kegiatan tersebut sebaiknya dilakukan juga monitoring secara

terus menerus terhadap indikator terkait untuk meningkatkan kewaspadaan

(peringatan dini) tentang kemungkinan terjadinya masalah, yang dapat

berakibat pada munculnya masalah gizi. Informasi ini dapat dijadikan dasar

dalam upaya pencegahan dini terjadinya masalah kurang gizi dan menentukan

jenis tindakan yang diperlukan8

Di Kabupaten Bandung analisis situasi pangan dan gizi yang melibatkan

lintas sektor baru dilakukan sekali yaitu pada tahun 2014. Kegiatan ini

dikoordinir oleh Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) yang

bekerjasama dengan perguruan tinggi. Pertemuan tersebut membahas data

tentang situasi pangan dan daya beli. Hasil pembahasan tersebut dilaporkan ke

bupati, sebagai dasar untuk mengeluarkan intruksi ke dinas terkait.

Kegiatan analisis situasi pangan dan gizi seharusnya dilakukan secara

rutin. Pada akhir tahun berjalan, hasil analisis dijadikan rekomendasi untuk

penyesuaian kebijakan dan perencanaan ulang pangan dan gizi periode

Page 52: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

52

selanjutnya dengan menggunakan data yang tersedia. Demikian seterusnya,

proses ini berulang-ulang yang merupakan siklus yang berkesinambungan8.

Analisis berkelanjutan dari data surveilans berguna untuk mendeteksi adanya

penyakit, mengidentifikasi kenaikan atau penurunan masalah gizi, dan

mengevaluasi program dan kebijakan17.

3. Diseminasi

Diseminasi informasi dilakukan untuk menyebarluaskan informasi

surveilans gizi kepada pemangku kepentingan. Kegiatan diseminasi informasi

dapat dilakukan dalam bentuk pemberian umpan balik, sosialisasi atau

advokasi9.

Kegiatan diseminasi dilakukan secara rutin di desa-desa. Seperti

musrembang, lokakarya mini (lokmin) dan lokakarya bulanan (lokbul). Namun

diseminasi yang dilakukan jarang mengangkat permasalahan di posyandu. Data

yang ada jarang digunakan untuk mengatasi permasalahan di lapangan.

Sementara itu di tingkat Dinas Kesehatan kabupaten, kegiatan diseminasi

terkait dengan pemantauan pertumbuhan dilakukan setahun sekali yaitu pada

saat desinfo.

Berdasarkan fakta-fakta diatas dapat dinyatakan bahwa di Kabupaten

Bandung kegiatan rutin posyandu berupa penimbangan bulanan sudah berjalan

baik tapi belum melaksanakan fungsi pemantauan pertumbuhan. Hal ini dapat

dilihat dengan belum berjalannya prosedur rujukan dari hasil pemantauan

pertumbuhan. Laporan rutin juga sudah ada tapi belum dimanfaatkan untuk

keperluan surveilans. Analisis situasi pangan dan gizi belum dilakukan secara

rutin dan teratur sehingga pemanfaatannya belum nampak.

B.Pendukung dan penghambat dalam Pelaksanaan Kegiatan surveilans

Faktor pendukung berjalannya kegiatan surveilans gizi di tingkat

puskesmas dan posyandu diantaranya adalah tenaga kesehatan dan kader aktif,

jadwal pelaksanaan posyandu yang berjalan secara rutin, tersedianya alat

penimbangan di setiap posyandu, terdapat data dari puskesmas yang diberikan

pada pihak Dinas Kesehatan kabupaten, tersedianya fasilitas untuk mengolah

Page 53: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

53

data (komputer), sudah terbentuknya DKP berdasarkan SK bupati, dan adanya

dana bantuan untuk PMT dari sektor kesehatan dan sektor lain.

Adapun kendala belum berjalannya kegiatan surveilans adalah fungsi

pemantauan pertumbuhan belum sepenuhnya dilaksanakan di posyandu.

Kendala tersebut diantaranya adalah :

a. Kurangnya pemahaman petugas kesehatan tentang surveilans termasuk

kurangnya memanfaatkan data dan memahami pentingnya pemantauan

pertumbuhan secara benar

b. Belum dipahaminya pemantauan pertumbuhan balita di posyandu secara

benar. Pemantauan pertumbuhan ini berperan sebagai isyarat dini terhadap

gangguan pertumbuhan anak. Fungsi pemantauan pertumbuhan di posyandu

tidak berjalan. Hal yang selama ini dilakukan adalah penimbangan rutin

setiap bulan di posyandu. Selain itu terjadi pula ketidaksesuaian

menginterpretasikan status pertumbuhan anak yaitu dengan menggunakan

asal naik dan KBM tanpa melihat garis pertumbuhan anak

c. Analisis situasi pangan dan gizi belum dilakukan sehingga belum nampak

adanya perencanaan yang terintergrasi dalam penanganan masalah gizi.

Selain itu belum adanya perhatian dari pemda terhadap pentingnya

surveilans gizi sebagai alat yang memberikan info untuk pengambilan

kebijakan atau keputusan/ perencanaan/ tindakan.

d. Kader banyak yang tidak memahami konsep pemantauan pertumbuhan, Hal

tersebut dapat disebabkan karena kader jarang mendapatkan

penyegaran/pembinaan secara periodik. Belum dipahaminya konsep

pemantauan pertumbuhan menyebabkan fungsi posyandu dalam memantau

pertumbuhan balita menjadi tidak sesuai dan hal tersebut dibiarkan

berlangsung terus. Selain itu pembinaan tentang kegiatan pelaksanaan di

posyandu untuk menambah pengetahuan kader pun jarang dilakukan.

Padahal, pengetahuan kader yang baik sebagai pelaksana kegiatan posyandu

sangat diperlukan. Biasanya pelatihan kader tentang cara menimbang

dilakukan menjelang pelaksanaan bulan penimbangan balita.

Page 54: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

54

“..............Pelatihan kader ada. Ehmm... menjelang BPB pada bulan Juli,

bagaimana cara menimbang dan mengukur yang baik dan benar

.......“(tenaga kesehatan, wawancara mendalam)

e. Belum aktifnya Dewan Ketahanan Pangan (DKP) sebagai wadah untuk

menggodok informasi-informasi yang berasal dari surveilans gizi, walaupun

DKP sudah dibentuk oleh SK Bupati tentang Pembentukan Tim SKPG

Kabupaten Bandung Tahun 2010 dengan nomor 521/Kep.170–BKPPP/2010

f. Kurangnya tenaga SDM tenaga pelaksana gizi (TPG) di wilayah Kabupaten

Bandung. Menurut seorang informan, TPG di lingkungan Dinas Kesehatan

hanya berjumlah 25 orang. Banyak pula tenaga kesehatan yang mempunyai

pekerjaan double seperti menjadi bendahara, dan sering terjadi rolling

sehingga ilmunya berbeda kembali dan harus diback up kembali.

“ ... kita jadi keteter ngerjainnya., sekarang mah kerjaannya tetap orangnya

kurang..” (tenaga kesehatan, wawancara mendalam)

g. Masih terdapat balita yang tidak mempunyai KMS. Dengan tidak dimilikya

KMS menyebabkan hasil penimbangan berat badan anak tidak diplot ke

dalam KMS. Menurut salah satu informan sudah sekitar 3 tahun ini tidak

ada KMS. Sebagai gantinya adalah adanya buku KIA. Namun, buku KIA

diberikan saat kehamilan, yaitu pada saat ibu memeriksakan kehamilan di

tenaga kesehatan setempat. Jadi anak balita yang tidak memeriksakan

kehamilannya di tenaga kesehatan tidak memiliki KMS / buku KIA. Selain

itu banyak pula terjadi kehilangan atau kerusakan buku KIA / KMS.

“...... kesepakatannya yang bisa mengeluarkan buku KIA itu bidan..” (tenaga

kesehatan, wawancara mendalam)

“ ....kalau yg tidak punya buku KIA itu tidak memeriksakan kehamilannya di

fasilitas kesehatan......” (tenaga kesehatan, wawancara mendalam)

Page 55: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

55

KESIMPULAN

1. Di Kabupaten Bandung kegiatan posyandu sudah berjalan rutin dilakukan

setiap bulan namun belum melaksanakan fungsi pemantauan pertumbuhan.

Hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya pengukuran berat badan hasil

penimbangan yang tidak di plot. Dengan tidak dilalukannya plotting tersebut

penilaian penilaian pertumbuhan anak tidak didasarkan garis pertumbuhan

anak pada KMS melainkan menggunakan sistem asal naik dan KBM

(kenaikan berat badan minimal). Sistem rujukan ke puskesmas belum

sepenuhnya dilakukan. Sementara itu laporan rutin sudah ada tapi belum

dimanfaatkan untuk keperluan surveilans. Analisis situasi pangan dan gizi

belum dilakukan secara rutin dan teratur sehingga pemanfaatannya belum

nampak. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan

surveilans gizi belum berjalan.

2. Faktor pendukung berjalannya kegiatan surveilans gizi di tingkat puskesmas

dan posyandu diantaranya adalah tenaga kesehatan dan kader aktif, jadwal

pelaksanaan posyandu yang berjalan rutin, tersedianya alat penimbangan di

setiap posyandu, terdapat data dari puskesmas yang diberikan pada pihak

Dinas Kesehatan kabupaten, tersedianya fasilitas untuk mengolah data

(komputer), sudah terbentuknya DKP dan adanya dana bantuan untuk PMT.

Faktor penghambat berjalannya kegiatan surveilans gizi adalah kurangnya

pemahaman tentang surveilans gizi dan pemantauan pertumbuhan balita di

posyandu secara benar, kurangnya pembinaan kader, belum aktifnya DKP

dan masih adanya anak balita yang tidak memiliki KMS / buku KIA.

Page 56: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

56

SARAN

Diperlukan sosialisasi pentingnya kegiatan surveilans di tingkat

pemerintah daerah. DKP (Dewan Ketahanan Pangan) Kabupaten Bandung

diaktifkan kembali dan kegiatan pembinaan kader (termasuk tentang pemantauan

pertumbuhan) untuk menambah pengetahuan kader sebaiknya rutin dilakukan.

Selain itu sebaiknya dilakukan reposisi posyandu sebagai sarana pemantauan

pertumbuhan. Untuk bidang penelitian, sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan

tentang pendampingan pemantauan pertumbuhan di tingkat posyandu sampai

level Dinas Kesehatan.

Page 57: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

57

REKOMENDASI KEBIJAKAN

Rekomendasi yang dapat diberikan dari penelitian ini terkait dengan

kegiatan surveilans gizi adalah :

1. Posyandu harus direposisi sebagai sarana pemantauan pertumbuhan balita.

2. Perlu dilakukan sosialisasi bagi pemerintah daerah tentang pentingnya

surveilans gizi bagi pemda.

3. Capacity building perlu dilakukan untuk implementasi surveilans gizi

4. DKP perlu difungsikan kembali agar informasi hasil olah surveilans gizi dapat

dibahas untuk menjadi masukan kebijakan bagi pemda

Page 58: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

58

DAFTAR PUSTAKA

1. Rencana Strategi Kementrian Kesehatan tahun 2015 – 2019. Kementrian

Kesehatan RI; 2015

2. Laporan Tujuan Pembangunan Millenium di Indonesia Tahun 2010.

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional / Badan Perencanaan

Pembangunan Nasional (BAPPENAS); 2010

3. UNICEF. The State on the World Children. Oxford Univ. Press; 1998.

4. Global Nutrtition Report. Action and Accuntability to Accelerate The World

Progress on Nutrition. A Peer Reviewed Publication. International Food

Policy Research Institute; 2015.

5. Kementrian Kesehatan RI. Laporan Riset Kesehatan Dasar 2007, Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan; 2007

6. Kementrian Kesehatan RI. Laporan Riset Kesehatan Dasar 2010, Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan; 2010

7. Kementrian Kesehatan RI. Laporan Riset Kesehatan Dasar 2013, Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan; 2013

8. Kementrian Kesehatan RI. Pedoman surveilans gizi. Kementriam Kesehatan

RI. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. Direktorat

Bina Gizi, Jakarta; 2014

9. Kementrian Kesehatan RI. Petunjuk Pelaksanaan Surveilans Gizi.

Kementriam Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu

dan Anak. Direktorat Bina Gizi, Jakarta; 2015

10. Remme JHF, Adam T, Becerra-Posada F, D’Arcangues C, Devlin M, Gardner

C . Defining Research to Improve Health Systems. Journal Plos Medicine

;2010 [cited 2016 december 21]; 7(11):1-7. doi:10.1371. Available from

www.plosmedicine.org

11. Kusumawardani N, Rachmalins S, Agung DL, Lely I, Puti SH, Astridya P

(ed. Kasnodihardjo); 2015. Penelitian kualitatif di Bidang Kesehatan. PT

Kanisius.ISBN 978-979-21-4246-4

Page 59: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

59

12. Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Profil Kesehatan Kabupaten Bandung

tahun 2014. Dinas Kesehatan Kabupaten; 2014

13. Rekapitulasi data hasil Bulan Penimbangan Balita (BPB) Bulan Agustus;

2015.

14. Djohani R. Panduan Penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan

Pembangunan Desa. Perpustakaan Nasional; ISBN ; 978-602-8359-01-6;

2008 [cited 2016 december 19]

15. Harvey, P. Nutrition Surveillance and Program Monitoring. John Hopkins

Bloomberg School and Pusbic Health; 2006 [cited 2016 december 16]

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK219785/

16. Ouma C. Nutrition Surveilance, Emergency Nutrition Update. Nutrition

Centre of Expertise, Word Vision; 2010 issue 5 [cited 2016 december 16]

17. World Health Organization. Food ang Nutrition Survaillance System, A

manual for policy-makers and programme managers ; ISBN: 978-92-9021-

841-8; 2014 applications.emro.who.int/dsaf/EMROPUB[cited 2016 december

9]

18. Shoham, J, Fiona W, Carmel D. The use of nutritional indicators in

surveillance systems. International Public Nutrition Resource Group; 2001

https://www.odi.org/resources/docs/3970.pdf[cited 2016 december 9]

19. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Gizi Seimbang, Jakarta; 2014.

Page 60: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

60

L A M P I R A N

Page 61: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

61

Page 62: LAPORAN PENELITIAN Penelitian Operasional Kajian Masalah .... Laporan-20… · balita dengan gizi kurang-buruk tidak menunjukan penurunan yang berarti. Menurut Direktorat Gizi, cakupan

35