LAPORAN PENELITIAN Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran ...

27
LAPORAN PENELITIAN Judul Uji Stabilitas Sediaan Tetes Mata Kloramfenikol Menggunakan Dapar Fosfat Dibandingkan Sediaan Tetes Mata Kloramfenikol Menggunakan Dapar Borat Dengan Metode Uji Dipercepat Oleh : Insan Sunan Kurniawan Syah, S.Si, Apt. Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran 2006

Transcript of LAPORAN PENELITIAN Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran ...

Page 1: LAPORAN PENELITIAN Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran ...

LAPORAN PENELITIAN

Judul

Uji Stabilitas Sediaan Tetes Mata Kloramfenikol Menggunakan Dapar Fosfat Dibandingkan Sediaan Tetes Mata Kloramfenikol Menggunakan Dapar Borat

Dengan Metode Uji Dipercepat

Oleh :

Insan Sunan Kurniawan Syah, S.Si, Apt.

Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran

2006

Page 2: LAPORAN PENELITIAN Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran ...

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai pengaruh penggunaan dapar fosfat dan dapar borat terhadap stabilitas sediaan tetes mata kloramfenikol dengan menggunakan metode uji dipercepat. Dari hasil penelitian diketahui bahwa penggunaan dapar fosfat dalam sediaan tetes mata kloramfenikol dibandingkan dengan penggunaan dapar borat menunjukkan perbedaan penurunan kadar kloramfenikol yang cukup signifikan. Hasil uji stabilitas dengan metode uji dipercepat menunjukkan bahwa penggunaan dapar fosfat dalam sediaan tetes mata kloramfenikol dapat menurunkan energi aktivasi, mengubah orde reaksi, serta meningkatkan laju reaksi hidrolisis kloramfenikol, sehingga waktu paruh serta batas umur simpannya menjadi lebih cepat dibandingkan dengan tetes mata kloramfenikol yang menggunakan dapar borat.

i

Page 3: LAPORAN PENELITIAN Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran ...

ABSTRACT

The influence of phosphoric and boric buffer on chloramphenicol content of eye drop preparation have been investigated. The result showed that chloramphenicol concentration decrease significantly. The stability test result used an accelerated test method showed that phosphoric buffer on chloramphenicol eye drop preparation can decreased the activation energy, changed the reaction order, and increased the reaction rate of chloramphenicol hydrolysis, so the half-life and shelf-life was faster compared with chloramphenicol eye drop preparation that contain boric buffer.

ii

Page 4: LAPORAN PENELITIAN Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran ...

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas perkenan-Nya

penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini.

Laporan penelitian dengan judul “Uji Stabilitas Sediaan Tetes Mata

Kloramfenikol Menggunakan Dapar Fosfat Dibandingkan Sediaan Tetes Mata

Kloramfenikol Menggunakan Dapar Borat Dengan Metode Uji Dipercepat” ini

merupakan bagian dari kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu di bidang penelitian.

Ucapan terima kasih yang setulusnya penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Anas

Subarnas, M.Sc., Apt. selaku Dekan Farmasi Universitas Padjadjaran; Drs. Sohadi

Warya, MS., Apt.; Mutakin, M.Si., Apt. dan Dwi Ayu Larasati, S.Si. yang membantu

dalam penelitian ini. Juga tidak lupa kepada pihak-pihak lain yang dengan tulus dan

ikhlas telah membantu penelitian ini baik secara langsung maupun tidak langsung.

Penulis menyadari, masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki dalam

laporan penelitian ini, baik dari segi penulisan maupun materinya. Namun demikian,

sumbangan kritik dan saran penulis terima untuk menyempurnakan penelitian

selanjutnya. Semoga laporan penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang

memerlukan.

Jatinangor, Nopember 2006

Penulis

iii

Page 5: LAPORAN PENELITIAN Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran ...

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK i ABSTRACT ii KATA PENGANTAR iii DAFTAR ISI iv DAFTAR TABEL v DAFTAR GAMBAR vi PENDAHULUAN 1 TINJAUAN PUSTAKA 2 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 6 METODE PENELITIAN 6 HASIL PEMBAHASAN 10 KESIMPULAN DAN SARAN 19 DAFTAR PUSTAKA 20

iv

Page 6: LAPORAN PENELITIAN Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran ...

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Hasil Pengukuran Konsentrasi Larutan Baku Kloramfenikol

dalam Dapar Borat dan Dapar Fosfat 10

Tabel 2. Konsentrasi Kloramfenikol (ppm) dalam Sediaan Tetes Mata

dengan menggunakan Dapar Borat 11

Tabel 3. Konsentrasi Kloramfenikol (ppm) dalam Sediaan Tetes Mata

dengan menggunakan Dapar Fosfat 11

Tabel 4. Penurunan Kadar Kloramfenikol dalam Sediaan Tetes Mata

Pada Suhu 50oC 12

Tabel 5. Penurunan Kadar Kloramfenikol dalam Sediaan Tetes Mata

Pada Suhu 60oC 13

Tabel 6. Penurunan Kadar Kloramfenikol dalam Sediaan Tetes Mata

Pada Suhu 70oC 13

Tabel 7. Hasil Perhitungan Tetapan Laju Reaksi pada Tiap Suhu 14

v

Page 7: LAPORAN PENELITIAN Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran ...

DAFTAR GAMBAR/ILUSTRASI

Halaman

Gambar 1. Kurva baku kloramfenikol dengan dapar borat dan dapar fosfat 10

Gambar 2. Grafik penurunan kadar kloramfenikol dalam sediaan tetes mata

pada suhu 50oC 12

Gambar 3. Grafik penurunan kadar kloramfenikol dalam sediaan tetes mata

pada suhu 60oC 13

Gambar 4. Grafik penurunan kadar kloramfenikol dalam sediaan tetes mata

pada suhu 70oC 13

Gambar 5. Plot Arrhenius tetes mata kloramfenikol menggunakan dapar borat 15

Gambar 6. Plot Arrhenius tetes mata kloramfenikol menggunakan dapar fosfat 15

Gambar 7. Kromatogram kloramfenikol dalam dapar borat 16

Gambar 7. Kromatogram kloramfenikol dalam dapar fosfat 17

vi

Page 8: LAPORAN PENELITIAN Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran ...

PENDAHULUAN

Masalah utama dari sediaan obat yang menggunakan pelarut air yaitu adanya

kecenderungan molekul obat berinteraksi dengan molekul-molekul air menghasilkan

produk pecahan dari konstitusi kimia yang berbeda yang dikenal sebagai reaksi hidrolisis.

Reaksi hidrolisis merupakan salah satu penyebab ketidakstabilan kimia dari sediaan yang

mengakibatkan terjadinya degradasi atau kerusakan kimia pada sediaan (Ansel, 1989).

Garam dapar pada umumnya digunakan dalam formulasi cairan farmasi untuk

mengatur pH larutan. Meskipun garam-garam tersebut cenderung mempertahankan pH

larutan pada tingkat tetap, tetapi dapat juga mengkatalisis reaksi hidrolisis sehingga

mempercepat terjadinya degradasi sediaan (Lachman, 1994).

Tetes mata Kloramfenikol merupakan larutan steril kloramfenikol dalam air

murni, mengandung larutan dapar yang cocok, dapat pula ditambahkan bahan pengawet

yang cocok. Tetes mata kloramfenikol mempunyai pH optimal 7,0 – 7,5 (British

Pharmacopoeia, 2001). Serbuk kloramfenikol dapat larut dalam 400 bagian air, memiliki

stabilitas yang sangat baik pada suhu kamar dan kisaran pH yang lebar yaitu 2,0 – 7,0

(Connors, 1992).

Penyebab utama terjadinya degradasi kloramfenikol dalam media air adalah

pemecahan hidrolitik pada lingkaran amida. Berlangsungnya hidrolisis kloramfenikol

terkatalisis oleh asam umum yang terdapat pada larutan dapar yang digunakan. Hal ini

menyebabkan kloramfenikol peka terhadap katalisis asam-umum, salah satunya adalah

ion monohidrogen fosfat yang terdapat dalam dapar fosfat. Adanya ion monohidrogen

fosfat dapat meningkatkan laju degradasi kloramfenikol (Connors, 1992).

Metode uji stabilitas dipercepat telah lama dilakukan, khususnya menggunakan

perlakuan termik. Dalam hal ini, peraturan kinetika reaksi dipergunakan, dimana

peruraian dipelajari pada suhu tinggi dan tidak pada suhu kamar, yang selanjutnya

diekstrapolasikan pada suhu penyimpanannya. Sebagai besaran dasar pertama yang

ditentukan adalah ketergantungan kecepatan peruraian akan konsentrasi, yang kedua

adalah ketergantungan kecepatan reaksi akan suhu (Martin, 1990).

Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh ion monohidrogen

fosfat dalam dapar fosfat terhadap kestabilan sediaan tetes mata kloramfenikol

menggunakan metode uji stabilitas dipercepat.

Page 9: LAPORAN PENELITIAN Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran ...

TINJAUAN PUSTAKA

Obat tetes mata biasanya dipakai pada mata untuk maksud efek lokal pada

pengobatan bagian permukaan mata atau pada bagian dalamnya, dimana yang paling

sering dipakai adalah larutan dalam air. Karena kapasitas mata untuk menahan atau

menyimpan cairan terbatas, pada umumnya obat mata diberikan pada volume yang kecil.

Volume sediaan cair yang lebih besar dapat digunakan untuk menyegarkan atau mencuci

mata (Ansel, 1989).

Volume normal air mata dalam mata adalah 7 �l. Dimana mata yang tidak

berkedip dapat memuat paling banyak 30 �l cairan, sedangkan mata yang berkedip hanya

dapat menyimpan 10 �l cairan. Cairan yang berlebih, baik dari produksi secara normal

maupun yang ditambahkan dari luar, dengan cepat dialirkan ke mata. Ukuran tiap tetes

yang dimasukkan ke dalam larutan obat biasanya 50 �l (berdasarkan 20 tetes/ml), jadi

tetesan yang dimasukkan kebanyakan akan hilang. Volume yang ideal dari larutan obat

untuk dipakai, berdasarkan kapasitas mata yaitu 5-10 �l. Karena dosis mikroliter dari

penetes mata biasanya tidak ada atau tidak dipakai oleh pasien, hilangnya obat yang

dimasukkan penetes mata standar merupakan hal yang biasa. Jika diinginkan terapi

dengan tetesan beberapa kali, dianjurkan pemberiannya diulang setiap 5 menit. Hal ini

memungkinkan penumpukan obat di sudut, sedangkan kehilangan melalui pengaliran

kecil. Kadang-kadang pemakaian larutan untuk mata dengan konsentrasi obat lebih besar

dapat digantikan untuk pengobatan dengan tetesan yang berulang kali dari larutan yang

lebih encer (Ansel, 1989).

Jadi, dosis efektif dari pengobatan yang dilaksanakan pada mata dapat berbeda-

beda dengan kekuatan obat yang diberikan; volume yang dipakai, lamanya pengobatan

yang berhubungan dengan permukaan mata dan frekuensi pemberian (Ansel, 1989).

Defenisi resmi larutan untuk mata adalah larutan steril yang dicampur dan

dikemas untuk dimasukkan ke dalam mata. Selain steril, preparat tersebut memerlukan

pertimbangan yang cermat terhadap faktor-faktor farmasi seperti kebutuhan bahan

antimikroba, isotonisitas, dapar, viskositas dan pengemasan yang cocok (Ansel, 1989).

Dapar mungkin digunakan dalam suatu larutan mata karena salah satu atau semua

alasan berikut ini : (1) untuk mengurangi ketidaknyamanan si pasien, (2) untuk menjamin

kestabilan obat, dan (3) untuk mengawasi aktivitas terapeutik bahan obat (Ansel, 1989).

Page 10: LAPORAN PENELITIAN Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran ...

Air mata mempunyai pH normal 7,4 dan memiliki suatu kemampuan dapar.

Pemakaian suatu larutan yang mengandung obat mata merangsang aliran air mata yang

mencoba menetralkan setiap kelebihan ion hidrogen atau hidroksil yang dikenakan pada

mata bersama larutan (Ansel, 1989).

Daerah toleransi pH yang tidak merusak mata ternyata tidak sama untuk beberapa

literatur. Pada pemakaian tetesan biasa yang nyaris tanpa rasa nyeri adalah larutan dengan

harga pH 7,3 – 9,7. Daerah pH 5,5 – 11,4 masih dapat diterima (Voigt, 1994).

Penyeimbangan pH pada umumnya dilakukan dengan larutan dapar isotonis. USP

menyediakan formula-formula untuk pembuatan larutan dapar yang sesuai untuk dipakai

oleh obat-obat tertentu, termasuk larutan dapar berikut :

- Dapar Borat. pH dapar ini sedikit di bawah 5,0; dibuat dengan cara melarutkan 1,9

gram asam borat kedalam air yang cukup untuk untuk mendapatkan 100 ml. Dapar ini

cocok untuk garam yang dapat larut dalam air dari obat berikut: benoksinat, kokain,

dibukain, fenilefrin, pilokarpin, piperokain, prokain, proparakain, tetrakain, dan seng

(Ansel, 1989).

- Dapar Fosfat Isotonis. Dapar ini disesuaikan untuk tonisitas dan memberikan suatu

pH pilihan berkisar antara 5,9-8,0. Dibuat dengan menggunakan dua larutan

persediaan, satu mengandung 8,00 gram mononatrium difosfat (NaH2PO4) per liter

dan lainnya mengandung 9,47 gram dinatrium monofosfat (Na2HPO4) per liter,

sedangkan beratnya sebagai anhidrida (Ansel, 1989).

Salah satu aktivitas yang paling penting dalam kerja preformulasi adalah evaluasi

kestabilan fisika dan kimia dari zat obat murni. Secara kimia, zat obat adalah alkohol,

fenol, aldehid, keton, ester-ester, asam-asam, garam-garam, alkaloid, glikosida dan lain-

lain, masing-masing dengan gugus kimia relatif yang mempunyai kecenderungan kimia

berbeda terhadap kestabilan kimia (Ansel, 1989).

Salah satu proses kerusakan yang paling sering terjadi dan dapat menyebabkan

ketidakstabilan kimia adalah reaksi hidrolisis. Hidrolisis merupakan suatu proses

solvolisis dimana molekul obat berinteraksi dengan molekul-molekul air menghasilkan

suatu produk pecahan dari konstitusi kimia yang berbeda (Ansel, 1989).

Proses hidrolisis kemungkinan besar merupakan proses tunggal yang paling

penting karena peruraian obat terutama karena sejumlah besar obat adalah ester-ester

Page 11: LAPORAN PENELITIAN Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran ...

yang mengandung gugus lain seperti amida tersubtitusi, lakton, dan laktam, yang rentan

terhadap proses hidrolisis (Ansel, 1989).

Ada beberapa pendekatan untuk menstabilkan preparat-preparat farmasi yang

mengandung obat-obat yang cenderung mengurai dengan hidrolisis. Peruraian dengan

hidrolisis dapat dicegah untuk obat-obat yang diberikan dalam bentuk cairan dengan

mensuspensikannya dalam suatu pembawa bukan air. Penyimpanan pada lemari

pendingin dianjurkan untuk beberapa preparat yang tidak stabil karena penyebab

hidrolisis (Ansel, 1989).

Bersama-sama dengan temperatur, pH merupakan suatu penentu utama dalam

kestabilan obat yang cenderung mengalami peruraian hidrolisis. Hidrolisis dari

kebanyakan obat tergantung pada konsentrasi relatif dari ion hidroksil dan ion hidronium,

dan pH dimana masing-masing obat stabil secara optimal dapat dengan mudah

ditentukan. Untuk kebanyakan obat-obat yang dapat dihidrolisis pH kestabilan optimal

adalah pada sisi asam, pada pH antara 5 dan 6. Oleh karena itu, melalui penggunaan zat

pendapar yang tepat, kestabilan senyawa-senyawa yang tidak stabil dapat ditingkatkan

(Ansel, 1989).

Ketidakstabilan formulasi obat dapat dideteksi dalam beberapa hal dengan suatu

perubahan dalam penampilan fisik, warna, bau, rasa, dan tekstur dari formulasi tersebut,

sedangkan dalam hal lain, perubahan kimia yang terjadi tidak dapat terlihat langsung dari

perubahan fisik, tetapi harus melalui analisis kimia (Ansel, 1989).

Data ilmiah yang menyinggung kestabilan dari suatu formulasi menghasilkan

ramalan shelf-life yang diharapkan dari produk yang diteliti tersebut, dan bila perlu untuk

merancang kembali obat tersebut (misalnya menjadi bentuk ester atau garam yang lebih

stabil) dan untuk formulasi kembali bentuk sediaan tersebut. Jelaslah laju dan kecepatan

terjadinya degradasi obat dalam suatu formulasi merupakan hal yang sangat penting.

Pengkajian laju perubahan kimia dan cara di mana zat tersebut dipengaruhi oleh faktor-

faktor seperti konsentrasi obat atau reaktan, pelarut yang digunakan, kondisi temperatur

dan tekanan, dan adanya zat-zat kimia lain, dalam formulasi tersebut disebut reaksi

kinetika (Ansel, 1989).

Umumnya suatu pengkajian kinetis mulai dengan mengukur konsentrasi obat

yang diuji pada selang waktu tertentu pada suatu rangkaian kondisi spesifik termasuk

Page 12: LAPORAN PENELITIAN Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran ...

temperatur, pH, kekuatan ion, intensitas cahaya, dan konsentrasi obat. Pengukuran

konsentrasi obat pada berbagai selang waktu memperlihatkan kestabilan atau

ketidakstabilan dari obat tersebut yang dicirikan dengan berlalunya waktu (Ansel, 1989).

Data yang dikumpulkan dapat diutarakan secara grafik, dengan memplot

konsentrasi obat terhadap waktu. Dari data eksperimen, laju reaksi dapat ditentukan dan

suatu konstanta laju dihitung. Konstanta laju tersebut menggambarkan laju pada saat obat

mengurai pada kondisi eksperimen (Ansel, 1989).

Data tersebut juga dapat digunakan dalam penentuan waktu paruh obat secara

eksperimen. Waktu paruh obat didefenisikan sebagai waktu yang dibutuhkan obat

tersebut untuk mengurai menjadi separuh dari konsentrasi aslinya (Ansel, 1989).

Kloramfenikol merupakan suatu antibiotik spektrum luas yang berasal dari

beberapa jenis Streptomyces misalnya S. venezuelae, S. phaeochromogenes var.

chloromyceticus, dan S.omiyamensis. Setelah para ahli berhasil mengelusidasi

strukturnya, maka sejak tahun 1950, kloramfenikol sudah dapat disintesis secara total. S.

venezuelae pertama kali diisolasi oleh Burkholder pada tahun 1947 dari contoh tanah

yang diambil dari Venezuela. Filtrat kultur cair organisme menunjukkan aktivitas

terhadap beberapa bakteri Gram negatif dan riketsia. Bentuk kristal antibiotik ini diisolasi

oleh Bartz pada tahun 1948 dan dinamakan kloromisetin karena adanya ion klorida dan

didapat dari aktinomisetes.

Kloramfenikol mempunyai rumus kimia yang cukup sederhana yaitu 1-(p-

nitrofenil)-2-dikloroasetamido-1,3-propandiol.

Gambar 2.1 Struktur kloramfenikol

Antibiotik ini bersifat unik diantara senyawa alam karena adanya gugus

nitrobenzen dan antibiotik ini merupakan turunan asam dikloroasetat. Bentuk yang aktif

secara biologis yaitu bentuk levonya. Zat ini larut sedikit dalam air (1:400) dan relatif

stabil. Kloramfenikol diinaktivasi oleh enzim yang ada dalam bakteri tertentu. Disini

terjadi reduksi gugus nitro dan hidrolisis ikatan amida; juga terjadi asetilasi.

Page 13: LAPORAN PENELITIAN Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran ...

Berbagai turunan kloramfenikol berhasil disintesis akan tetapi tidak ada senyawa

yang khasiatnya melampaui khasiat kloramfenikol.

Kloramfenikol adalah salah satu antibiotik yang secara kimiawi diketahui paling

stabil dalam segala pemakaian. Kloramfenikol memiliki stabilitas yang sangat baik pada

suhu kamar dan kisaran pH 2 sampai 7, stabilitas maksimumnya dicapai pada pH 6. Pada

suhu 25oC dan pH 6, memiliki waktu paruh hampir 3 tahun. Yang menjadi penyebab

utama terjadinya degradasi kloramfenikol dalam media air adalah pemecahan hidrolitik

pada lingkaran amida. Laju reaksinya berlangsung di bawah orde pertama dan tidak

tergantung pada kekuatan ionik media (Connors, 1992).

Berlangsungnya hidrolisis kloramfenikol terkatalisis asam umum/basa umum,

tetapi pada kisaran pH 2 sampai 7, laju reaksinya tidak tergantung pH. Spesies

pengkatalisasi adalah asam umum atau basa umum yang terdapat pada larutan dapar yang

digunakan; khususnya pada ion monohidrogen fosfat, asam asetat tidak terdisosiasi, serta

ion asam monohidrogen dan dihidrogen sitrat dapat mengkatalisis proses degradasi. Di

bawah pH 2, hidrolisis terkatalisis ion hidrogen spesifik memegang peranan besar pada

terjadinya degradasi kloramfenikol. Obat ini sangat tidak stabil dalam suasana basa, dan

reaksinya terlihat terkatalisis baik asam maupun basa spesifik (Connors, 1992).

Jalur utama degradasi kloramfenikol adalah hidrolisis ikatan amida, membentuk

amida yang sesuai dan asam dikloroasetat.

Gambar 2.2 Reaksi hidrolisis kloramfenikol

Degradasi kloramfenikol lewat dehalogenasi tidak menjadi bagian yang berperan

dalam gambaran degradasi total, setidaknya di bawah pH 7. (Connors, 1992).

Laju degradasi tergantung secara linier pada konsentrasi dapar, spesies dapar

beraksi sebagai asam umum dan basa umum. Laju hidrolisis kloramfenikol tidak

tergantung kekuatan ionik, dan tidak terpengaruh oleh konsentrasi ion dihidrogen fosfat,

dengan demikian aktivitas katalisisnya dianggap berasal dari aksi ion monohidrogen

fosfat sebagai katalisis basa umum. (Connors, 1992).

+ H2O + CHCl COOH2

Page 14: LAPORAN PENELITIAN Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran ...

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Penelitian bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai pengaruh penggunaan

dapar fosfat terhadap kadar kloramfenikol dalam sediaan tetes mata dan untuk

mengetahui batas umur simpan sediaan tetes mata kloramfenikol yang menggunakan

dapar fosfat dibandingkan dengan sediaan tetes mata kloramfenikol yang menggunakan

dapar borat.

Penelitian diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengaruh katalisis

asam/basa-umum yang terdapat dalam dapar fosfat dan dapar borat terhadap kadar

kloramfenikol dalam sediaan tetes mata sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan

dalam pemilihan bahan-bahan pendapar.

METODE PENELITIAN

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kloramfenikol base (Cendo

Pharmaceutical), Asam borat, Na tetraborat, Benzalkonium klorida (Cendo

Pharmaceutical), Natrium dihidrogenfosfat, Dinatrium hidrogenfosfat, Natrium klorida,

Air untuk injeksi, Metanol (sebagai fasa gerak).

Alat-alat yang digunakan adalah, Oven (Memmert), pH-Meter (Metohm),

Sonikator, Instrumen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (Shimadzu®), Bakteri Filter,

Syringe, Alat-alat gelas yang biasa digunakan di Laboratorium Teknologi dan Formulasi

Sediaan Steril.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode uji dipercepat dengan

langkah kerja sebagai berikut :

1. Sterilisasi alat dan bahan

- Alat-alat yang digunakan disterilkan dalam autoklaf dengan suhu 1210 C selama 15

menit

- Bahan yang digunakan, kecuali kloramfenikol, disterilkan dalam autoklaf dengan

suhu 1210 C selama 15 menit

Page 15: LAPORAN PENELITIAN Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran ...

2. Pembuatan Sediaan

a. Pembuatan Sediaan Tetes Mata Kloramfenikol 0,5 % dengan Menggunakan

Dapar Borat

Berdasarkan Formularium Nasional tahun 1978, obat tetes mata

kloramfenikol mengandung kloramfenikol 50 mg, asam borat 150 mg, natrium

tetraborat 30 mg, phenyl hidragiri nitras 200 �g.

Pembuatan obat tetes mata kloramfenikol berdasarkan pada formula yang

ada di Formularium Nasional 1978 dengan perubahan pada penggunaan pengawet

yaitu menggunakan benzalkonium klorida 0,01 %.

Kloramfenikol dilarutkan ke dalam cairan pembawa yang mengandung

Benzalkonium Cl dan dapar borat dan dimasukkan kedalam wadah secara aseptis

dengan disaring menggunakan bakteri filter (sterilisasi C).

b. Pembuatan Sediaan Tetes Mata Kloramfenikol 0,5 % dengan Menggunakan

Dapar Fosfat

Pembuatan obat tetes mata kloramfenikol berdasarkan pada formula yang

ada di Formularium Nasional 1978 dengan perubahan pada penggunaan pengawet

yaitu menggunakan benzalkonium klorida 0,01 % dan perubahan pada

penggunaan dapar yaitu dapar fosfat isotonis sesuai dengan Farmakope Indonesia

edisi III tahun 1979 yang terdiri dari diNatrium monohidrogen fosfat sebanyak

56.82 mg, Natrium dihidrogen fosfat sebanyak 32 mg dan natrium klorida

sebanyak 46 mg.

Kloramfenikol dilarutkan ke dalam cairan pembawa yang mengandung

Benzalkonium Cl dan dapar fosfat isotonis dan dimasukkan kedalam wadah

secara aseptis dengan disaring menggunakan bakteri filter (sterilisasi C).

3. Pengujian Stabilitas Sediaan Tetes Mata Kloramfenikol Menggunakan Variasi

Suhu yang Dinaikkan dengan Uji Dipercepat.

Sediaan yang akan diuji diencerkan sehingga konsentrasinya menjadi ±

20 ppm, lalu dimasukkan ke dalam wadah inert yang tertutup kedap. Jumlah sampel

disesuaikan dengan jumlah titik pengambilan sampel dan replikasi penentuan kadar.

Page 16: LAPORAN PENELITIAN Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran ...

Setelah dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit, kemudian dilakukan penentuan

konsentrasi awal (C0).

Sampel yang telah disiapkan, dimasukkan ke dalam oven pada masing-

masing suhu yaitu 50oC, 60oC, 70oC. Pada waktu-waktu tertentu diambil masing-

masing 2 wadah dari tiap suhu, lalu didinginkan pada lemari es untuk menghentikan

penguraian.

Sampel kemudian disiapkan untuk penentuan kadar yang tersisa menggunakan

instrumen KCKT.

Konsentrasi yang diperoleh kemudian diplot terhadap waktu sehingga

diperoleh nilai k (konstanta laju reaksi) untuk penguraian obat dalam larutan pada

tiap suhu yang dinaikkan. Logaritma laju penguraian spesifik kemudian diplot

terhadap kebalikan dari temperatur mutlak, dan hasilnya berupa garis lurus

diekstrapolasi sampai temperatur ruang k25o digunakan untuk memperoleh

pengukuran kestabilan obat pada kondisi penyimpanan biasa.

4. Penetapan Kadar Menggunakan Instrumen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.

Konsentrasi kloramfenikol yang tersisa dalam sampel diukur dengan

instrumen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) menggunakan kolom C-18, fasa

gerak metanol : air (60:40), laju alir 0,7 ml/menit, dan panjang gelombang deteksi

279 nm.

Larutan baku untuk menentukan kurva baku dibuat dalam beberapa

konsentrasi yaitu 1, 5, 10, 15, 20, 25, dan 30 ppm. Larutan baku dan larutan sampel

kemudian disaring melalui penyaring dengan porositas 0,45 �m dan digunakan filtrat

yang jernih. Filtrat dimasukkan kedalam vial KCKT, dan disuntikkan secara terpisah

masing-masing sejumlah volume yang sama (20 �l). Respon puncak utama yang

muncul direkam dan diukur dalam kromatograf.

Page 17: LAPORAN PENELITIAN Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran ...

HASIL PEMBAHASAN

1. Kurva Baku

Hasil pengukuran konsentrasi larutan baku kloramfenikol dalam dapar borat

dan dapar fosfat (Tabel 1) menggunakan instrumen KCKT menghasilkan suatu kurva

baku seperti yang terlihat pada Gambar 1 di bawah ini.

Tabel 1 Hasil Pengukuran Konsentrasi Larutan Baku Kloramfenikol dalam Dapar

Borat dan Dapar Fosfat.

Ppm Luas Area

Dapar Borat Dapar Fosfat

1 50304 47570

5 233976 237850

10 494239 520969

15 758263 766099

20 1015736 951403

25 1231654 1180050

30 1474761 1411895

y = 49564x - 740.44R2 = 0.9985

y = 46740x + 23058R2 = 0.9979

0200000400000600000800000

100000012000001400000160000018000002000000

1 5 10 15 20 25 30Konsentrasi (ppm)

Luas

Are

a B

orat

0

200000

400000

600000

800000

1000000

1200000

1400000

1600000

Luas

Are

a Fo

sfat

Dapar Borat

Dapar Fosfat

Linear (Dapar Borat)

Linear (Dapar Fosfat)

Gambar 1 Kurva baku kloramfenikol dengan dapar borat dan dapar fosfat

Page 18: LAPORAN PENELITIAN Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran ...

2. Hasil Penetapan Kadar

Hasil penetapan konsentrasi kloramfenikol yang tersisa dalam sediaan

tetes mata kloramfenikol yang telah disimpan pada beberapa suhu selama waktu

tertentu ditunjukkan dalam Tabel 2 dan Tabel 3 sebagai berikut :

Tabel 2 Konsentrasi Kloramfenikol (ppm) dalam Sediaan Tetes Mata dengan

menggunakan Dapar Borat. t

(oC) Waktu Sampling (hari)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 10 12 16 18 20 22

50 19.6822 - - - - 14.6048 - - 12.5093 11.1435 9.6176 7.9597 7.0147 6.5051 5.8178

60 21.0831 20.6731 16.6136 13.6694 11.5422 9.5766 8.1316 6.7018 5.8411 - - - - - -

70 20.9733 17.62756 11.3173 6.5042 4.0674 - - - - - - - - - -

Keterangan : Tanda (-) = tidak dilakukan pengambilan sampel

Tabel 3 Konsentrasi Kloramfenikol (ppm) dalam Sediaan Tetes Mata dengan

menggunakan Dapar Fosfat.

t (oC) Waktu Sampling (hari)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 10 12 16

50 20.7077 - - - - 17.3039 - - 13.7147 10.8186 8.4203 2.2142

60 22.7345 21.0487 17.551 13.3488 9.3687 4.9981 - - - - - -

70 20.1136 17.407 8.0369 0.1636 - - - - - - - -

Keterangan : Tanda (-) = tidak dilakukan pengambilan sampel

Dari Tabel 2 dan 3 di atas, terlihat bahwa laju penurunan konsentrasi

kloramfenikol dalam sediaan tetes mata yang menggunakan dapar fosfat lebih cepat

dibandingkan dengan sediaan tetes mata yang menggunakan dapar borat. Hal ini

dapat dilihat dari konsentrasi kloramfenikol yang menggunakan dapar borat pada

penyimpanan suhu 50oC, berkurang dari 19.6822 ppm menjadi 5.8178 ppm dalam

waktu 22 hari, sedangkan konsentrasi kloramfenikol yang menggunakan dapar fosfat

pada suhu yang sama, berkurang dari 20.7077 ppm menjadi 2.2142 ppm hanya dalam

waktu 16 hari.

Hal serupa ditunjukkan pada penyimpanan suhu 60oC dan 70oC, dimana

konsentrasi kloramfenikol yang menggunakan dapar borat pada penyimpanan suhu

60oC, berkurang dari 21.0831 ppm menjadi 5.8411 ppm dalam waktu 8 hari; pada

suhu 70oC, konsentrasi kloramfenikol berkurang dari 20.9733 ppm menjadi 4.0674

Page 19: LAPORAN PENELITIAN Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran ...

ppm dalam waktu 4 hari. Sedangkan, konsentrasi kloramfenikol yang menggunakan

dapar fosfat pada suhu 60oC berkurang dari 22.7345 ppm menjadi 4.9981 ppm dalam

waktu 5 hari dan pada suhu 70oC, konsentrasi kloramfenikol berkurang dari 20.1136

ppm menjadi 0.1636 ppm dalam waktu 6 hari.

Pengambilan sampel hanya dilakukan hingga kadar kloramfenikol tersisa

kurang dari 30% karena kloramfenikol yang terdegradasi lebih dari 70% diasumsikan

bahwa sediaan tersebut sudah tidak stabil.

3. Hasil Perhitungan Persentase Penurunan Kadar Kloramfenikol dalam Sediaan

Tetes Mata.

Dari Tabel 2 dan 3 di atas, dihitung persentase penurunan kadar

kloramfenikol dalam sediaan tetes mata yang menggunakan dapar borat dibandingkan

dengan sediaan tetes mata yang menggunakan dapar fosfat pada masing-masing suhu

pengujian, yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4, 5, dan 6, serta Gambar 2, 3, dan

4 di bawah ini.

Tabel 4 Penurunan Kadar Kloramfenikol dalam Sediaan Tetes Mata Pada Suhu 50oC.

Dapar Waktu Penyimpanan (hari)

0 5 8 10 12 16 18 20 22

Borat 100% 74.2% 63.56% 56.62% 48.86% 40.44% 35.64% 33.05% 29.56%

Fosfat 100% 83.56% 66.23% 52.24% 40.66% 10.69% - - -

Keterangan : Tanda (-) = tidak dilakukan pengambilan sampel

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

0 5 8 10 12 16 18 20 22

Waktu Penyimpanan (hari)

Kad

ar K

lora

mfeni

kol

Borat

Fosfat

Gambar 2 Grafik penurunan kadar kloramfenikol dalam sediaan

tetes mata pada suhu 50oC.

Page 20: LAPORAN PENELITIAN Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran ...

Tabel 5 Penurunan Kadar Kloramfenikol dalam Sediaan Tetes Mata Pada Suhu 60oC

Dapar Waktu Penyimpanan (hari)

0 1 2 3 4 5 6 7 8

Borat 100% 98.05% 78.8% 64.84% 54.75% 45.42% 38.57% 31.79% 27.71%

Fosfat 100% 92.58% 77.19% 58.72% 41.21% 21.98% - - -

Keterangan : Tanda (-) = tidak dilakukan pengambilan sampel

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

0 1 2 3 4 5 6 7 8 10 12 16 18 20 22

Waktu Penyimpanan (hari)

Kad

ar K

lora

mfe

niko

l

Borat

Fosfat

Gambar 3 Grafik penurunan kadar kloramfenikol dalam sediaan

tetes mata pada suhu 60oC.

Tabel 6 Penurunan Kadar Kloramfenikol dalam Sediaan Tetes Mata Pada Suhu 70oC.

Dapar Waktu Penyimpanan (hari)

0 1 2 3 4

Borat 100% 84.05% 53.96% 31.01% 19.39%

Fosfat 100% 86.54% 39.96% 0.81% -

Keterangan : Tanda (-) = tidak dilakukan pengambilan sampel

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

0 1 2 3 4 5 6 7 8 10 12 18 20 22

Waktu Penyimpanan (hari)

Kad

ar K

lora

mfe

niko

l

Borat

Fosfat

Gambar 4 Grafik penurunan kadar kloramfenikol dalam sediaan

tetes mata pada suhu 70oC

Page 21: LAPORAN PENELITIAN Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran ...

Dari Tabel 4, 5, dan 6, serta Gambar 2, 3, dan 4, terlihat bahwa terdapat

perbedaan penurunan kadar kloramfenikol dalam sediaan tetes mata menggunakan

dapar borat dibandingkan dengan menggunakan dapar fosfat. Pada penggunaan dapar

borat, reaksi penguraian kloramfenikol merupakan reaksi orde pertama, dimana laju

reaksi hanya berdasarkan pada satu reaktan saja. Hal ini dapat diketahui dari plot log

kadar terhadap waktu menghasilkan slop yang lurus. Sedangkan pada penggunaan

dapar fosfat, reaksi penguraian berubah menjadi reaksi orde nol, dimana laju reaksi

tidak tergantung pada konsentrasi reaktan tetapi dipengaruhi oleh adanya faktor lain

seperti katalis, dalam hal ini disebabkan karena adanya ion monohidrogen fosfat

dalam dapar fosfat yang bertindak sebagai katalis, sehingga laju penguraiannya

dipengaruhi oleh katalis tersebut. Hal ini dapat diketahui dari plot kadar terhadap

waktu akan menghasilkan slop yang lurus.

4. Hasil Perhitungan Tetapan Laju Reaksi, Waktu Paruh, dan Batas Umur Simpan

Sediaan Tetes Mata Kloramfenikol.

Berdasarkan data pada Tabel 2 dan 3 di atas, dapat ditentukan tetapan laju

reaksi, k , dari tiap-tiap suhu yang dinaikkan yang kemudian dapat dibuat plot

Arrhenius untuk menentukan tetapan laju reaksi pada suhu kamar sehingga dapat

diketahui waktu paruh dan batas umur simpan dari sediaan tetes mata kloramfenikol.

Hasil perhitungan tetapan laju reaksi terlihat pada Tabel 7 di bawah ini.

Tabel 7 Hasil Perhitungan Tetapan Laju Reaksi pada Tiap Suhu

Suhu(oC) Jenis Dapar

Borat Fosfat

50 0.055424505 1.371856395

60 0.171669995 4.02835

70 0.427827849 8.6217

Dari Tabel 7 di atas, terlihat bahwa laju reaksi semakin meningkat seiring

dengan meningkatnya suhu. Semakin tinggi suhu penyimpanan, maka laju reaksinya

juga akan semakin cepat (tetapan laju reaksi semakin besar). Pada Tabel 4.7 juga

terlihat bahwa tetes mata yang menggunakan dapar borat lebih lambat laju reaksinya

daripada tetes mata kloramfenikol yang menggunakan dapar fosfat. Hal ini

Page 22: LAPORAN PENELITIAN Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran ...

menunjukkan bahwa tetes mata kloramfenikol yang menggunakan dapar borat lebih

stabil daripada tetes mata kloramfenikol yang menggunakan dapar fosfat.

Setelah diketahui tetapan laju reaksi pada tiap suhu, maka dapat dibuat

plot Arrhenius dari tiap penggunaan dapar sehingga diperoleh tetapan laju reaksi pada

suhu kamar, seperti yang terlihat pada Gambar 5 dan Gambar 6 di bawah ini.

y = -4974x + 14.143R2 = 0.9986

-1.4

-1.2

-1

-0.8

-0.6

-0.4

-0.2

00.0029 0.00295 0.003 0.00305 0.0031 0.00315

1/T

log

K

Gambar 5 Plot Arrhenius tetes mata kloramfenikol menggunakan dapar borat

y = -4441.7x + 13.898R2 = 0.9937

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

0.0029 0.00295 0.003 0.00305 0.0031 0.00315

1/T

log

k

Gambar 6 Plot Arrhenius tetes mata kloramfenikol menggunakan dapar fosfat

Pada Gambar 5 dan 6 di atas, terlihat bahwa energi aktivasi (Ea) pada reaksi

penguraian kloramfenikol yang menggunakan dapar borat lebih besar (22761.5 kal/mol)

dibandingkan dengan Ea pada reaksi penguraian kloramfenikol yang menggunakan dapar

Slope = -4974

Ea = 22761.5 kal/mol

k25 = 3.034774069.10-3 /hari

t1/2 = 249.52 hari = 8.3 bulan

t90 = 37.8 hari = 1.26 bulan

Slope = -4441.7

Ea = 20325.7 kal/mol

k25 = 0.100124001

t1/2 = 99.88 hari = 3.33 bulan

t90 = 19.98 hari = 0.67 bulan

Page 23: LAPORAN PENELITIAN Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran ...

fosfat (20325.7 kal/mol), hal ini membuktikan bahwa adanya katalis (ion monohidrogen

fosfat dalam dapar fosfat) akan menurunkan energi aktivasi dari suatu reaksi. Semakin

kecil Ea, maka laju penguraiannya akan semakin cepat, hal ini dapat dilihat dari data di

atas yang menunjukkan bahwa tetes mata kloramfenikol yang menggunakan dapar borat

memiliki waktu paruh 248.52 hari atau sekitar 8.3 bulan, dan batas umur simpannya (t90)

37.8 hari atau sekitar 1.26 bulan. Sedangkan tetes mata kloramfenikol yang menggunakan

dapar fosfat memiliki waktu paruh 99.88 hari atau sekitar 3.3 bulan, dan batas umur

simpannya (t90) 19.98 hari atau sekitar 0.67 bulan. Penggunaan dapar fosfat ternyata

memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap penurunan konsentrasi kloramfenikol

dalam sediaan tetes mata.

5. Kromatogram Penetapan Kadar Kloramfenikol dalam Sediaan Tetes Mata

menggunakan Dapar Borat dan Dapar Fosfat.

Dari penetapan kadar menggunakan KCKT, diperoleh kromatogram

seperti yang terlihat pada Gambar 7 dan 8. Dari kromatogram diketahui bahwa waktu

retensi kloramfenikol adalah kurang lebih 5.5 menit dengan menggunakan kolom C-

18 dengan panjang kolom 25 cm dan metanol : air (60:40) sebagai fasa gerak.

Minutes

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 5.0 5.5 6.0 6.5 7.0 7.5 8.0

Volts

0.00

0.01

0.02

0.03

0.04

0.05

2.10

8

2.46

7

3.04

2

3.75

0

5.46

7

Detector A - 2 (279nm)serumDayu Borat C1 29-05-06-001

Retention Time

Gambar 7 Kromatogram kloramfenikol dalam dapar borat

Page 24: LAPORAN PENELITIAN Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran ...

Minutes

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 5.0 5.5 6.0 6.5 7.0 7.5 8.0

Volts

0.00

0.01

0.02

0.03

0.04

0.05

2.62

5

4.00

8

5.45

8

Detector A - 2 (279nm)serumDayu fosfat2 29-05-06-001

Retention Time

Gambar 8 Kromatogram kloramfenikol dalam dapar fosfat

6. Analisis Statistik dengan Menggunakan Metode Desain Eksperimen Faktorial

Dua Faktor

Untuk melihat pengaruh faktor perbedaan dapar dan perbedaan waktu

sampling terhadap penurunan kadar kloramfenikol dalam sediaan tetes mata, maka

digunakan analisis statistik menggunakan metode Desain Eksperimen Faktorial Dua

Faktor.

Dari hasil perhitungan dengan menggunakan Desain Eksperimen Faktorial

Dua Faktor menunjukkan bahwa dengan � = 0.05 dan keyakinan 95 %, pada suhu

50oC, diperoleh F hitung tiap faktor (faktor dapar 5.9556 dan faktor waktu sampling

12.13) lebih besar daripada F Tabel (faktor dapar 5.32 dan faktor waktu sampling

3.44). Sehingga, dapat disimpulkan bahwa pada suhu 50oC, faktor perbedaan dapar

yang digunakan dan waktu sampling yang berbeda ternyata memberikan efek yang

signifikan terhadap kadar kloramfenikol dalam sediaan tetes mata.

Karena F hitung lebih besar daripada F Tabel maka perlu dilakukan uji

lanjut Newman-Keuls untuk mengetahui waktu sampling mana yang memberikan

efek yang berbeda. Faktor jenis dapar tidak dilakukan uji lanjut karena hanya terdiri

dari 2 jenis dapar yang sudah dapat dipastikan memberikan efek yang berbeda satu

dengan yang lain.

Dari uji rentang Newman-Keuls, dengan � = 0.05, ternyata yang

memberikan efek yang signifikan terhadap penurunan kadar kloramfenikol dalam

sediaan tetes mata menggunakan dapar borat dan fosfat pada penyimpanan suhu 50oC

Page 25: LAPORAN PENELITIAN Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran ...

adalah waktu sampling hari ke-0, hari ke-5, dan hari ke-8. Sedangkan hari ke-10

sampai hari ke-22 memberikan efek yang tidak signifikan.

Seperti pada penyimpanan suhu 50oC, pada suhu 60oC hasil perhitungan

secara statistik menunjukkan bahwa dengan � = 0.05 dan keyakinan 95 %, ternyata

faktor jenis dapar yang digunakan dan waktu sampling yang berbeda juga

memberikan efek yang signifikan terhadap konsentrasi kloramfenikol dalam sediaan

tetes mata. Hal ini dapat dilihat dari nilai F hitung untuk kedua faktor (faktor dapar

12.008 dan faktor waktu sampling 22.45) lebih besar daripada F tabel (faktor dapar

5.32 dan faktor waktu sampling 3.44). Oleh karena itu, perlu dilakukan uji lanjut

Newman-Keuls.

Dari perhitungan uji Newman-Keuls untuk penyimpanan pada suhu 60oC,

diperoleh kesimpulan bahwa dengan � = 0.05, yang memberikan efek yang signifikan

terhadap penurunan kadar kloramfenikol dalam sediaan tetes mata menggunakan

dapar borat dan fosfat adalah pada waktu sampling hari ke-0, hari ke-1, hari ke-2, dan

hari ke-3. Sedangkan hari ke-4 sampai hari ke-8 memberikan efek yang tidak

signifikan.

Tabel Anava untuk penyimpanan pada suhu 70oC, menunjukkan bahwa

dengan � = 0.05 dan keyakinan 95 %, ternyata F hitung untuk faktor dapar adalah

4.02 dan faktor waktu sampling adalah 35.15. Sedangkan F tabel untuk faktor jenis

dapar adalah 7.71 dan faktor waktu sampling 6.39. Dari hasil perhitungan tersebut,

dapat disimpulkan bahwa faktor jenis dapar yang digunakan memberikan efek yang

tidak signifikan, sedangkan faktor waktu sampling yang berbeda memberikan efek

yang signifikan terhadap kadar kloramfenikol dalam sediaan tetes mata. Dalam hal ini

tetap harus melakukan uji lanjut Newman-Keuls untuk faktor waktu sampling karena

memberikan efek yang signifikan.

Dari uji Newman-Keuls untuk penyimpanan pada suhu 70oC, ternyata

dengan � = 0.05, yang memberikan efek yang signifikan terhadap penurunan kadar

kloramfenikol dalam sediaan tetes mata menggunakan dapar borat dan fosfat adalah

pada waktu sampling hari ke-0, hari ke-1, dan hari ke-2. Sedangkan hari ke-3 dan hari

ke-4 memberikan efek yang tidak signifikan.

Page 26: LAPORAN PENELITIAN Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran ...

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pemeriksaan pengaruh penggunaan dapar fosfat

terhadap penurunan konsentrasi kloramfenikol dalam sediaan tetes mata dengan

metode uji dipercepat, dapat disimpulkan bahwa:

1. Penggunaan dapar fosfat memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap

penurunan kadar kloramfenikol dalam sediaan tetes mata.

2. Penggunaan dapar fosfat dapat mengubah orde reaksi, menurunkan energi

aktivasi, dan mengurangi waktu paruh serta batas umur simpan dari sediaan tetes

mata kloramfenikol dibandingkan dengan sediaan tetes mata kloramfenikol yang

menggunakan dapar borat.

3. Faktor perbedaan dapar yang digunakan dan waktu sampling yang berbeda pada

tiap suhu penyimpanan memberikan efek yang signifikan terhadap kadar

kloramfenikol dalam sediaan tetes mata.

4. Pada suhu 50oC terjadi perbedaan efek yang signifikan terhadap penurunan kadar

kloramfenikol dalam sediaan tetes mata pada hari ke-0, hari ke-5, dan hari ke-8.

Untuk suhu 60oC terjadi pada hari ke-0, hari ke-1, hari ke-2, dan hari ke-3.

Sedangkan untuk suhu 70oC terjadi pada hari ke-0, hari ke-1, dan hari ke-2.

2. Saran

Disarankan untuk penelitian selanjutnya dilakukan dengan meneliti

stabilitas sediaan tetes mata dengan metode uji dipercepat menggunakan ‘climatic

chamber’ agar dapat diketahui pengaruh kelembaban terhadap stabilitas suatu sediaan

serta meneliti kestabilan sediaan yang menggunakan pembawa yang berbeda.

Page 27: LAPORAN PENELITIAN Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran ...

DAFTAR PUSTAKA

1. _________, 1994, Handbook of Pharmaceutical Excipients, second edition, edited by Ainley Wade and Paul J weller, The Pharmaceutical Press: London.

2. Ansel. H., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi keempat, Penterjemah:

Farida Ibrahim, UI-Press: Jakarta. hal. 157-163, 540-551. 3. Chairns, D., 2003, Essentials of Pharmaceutical Chemistry, second edition, The

Pharmaceutical Press: London. page. 191-197, 201-209. 4. Connors, K.,A., 1992, Stabilitas Kimiawi Sediaan Farmasi, jilid 1, Penterjemah:

Drs. Didik Gunawan, IKIP Press: Semarang. hal. 9-40 5. Connors, K.,A., 1992, Stabilitas Kimiawi Sediaan Farmasi, jilid 2, Penterjemah:

Drs. Didik Gunawan, IKIP Press: Semarang. hal. 416-422. 6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III,

Jakarta. hal. 13-19, 143. 7. Lachman, L.,1994, Teori dan praktek Farmasi Industri, Penterjemah: Siti Suyatmi,

UI Press, Jakarta. 8. Martin, A., 1990, Farmasi Fisik, Edisi Ketiga, Penterjemah : Yoshita, UI-Press:

Jakarta.

9. Martindale, 1982, The Extra Pharmacopeia, 28th

edition, edited by James E. F. Reynolds, The Pharmaceutical Press: London. page 1136-1140.

10. Oxford, 1999, Kamus Lengkap Kimia, Editor John Daintith, BSc, PhD, Penerbit

Erlangga: Jakarta. 11. Putra, E., 2004, Kromatografi Cair Kinerja Tinggi, http://www.

library.usu.ac.id/download/fmipa/farmasi-effendy2, USU digital library: Medan. 12. Rácz, I., 1989, Drug Formulation, John Wiley and Sons: New york.