Laporan Pendahuluan TBC DAN woc

32
Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Tuberkulosis Paru I. KONSEP DASAR A. Pengertian Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi ( Mansjoer , 1999). Penyakit infeksi kronis dengan karakteristik terbentuknya tuberkel granuloma pada paru disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberkulosis (Amin, M : 1999). B. Etiologi Etiologi Tuberculosis Paru adalah Mycobacterium Tuberculosis yang berbentuk batang dan Tahan asam ( Price , 1997 ). Jenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 4 m dan tebal antara 0,3 – 0,6 m. Sebagian besar kuman berupa lemak/lipid sehingga kuman ini tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap fisik dan kimiawi. Sifat lain dari kuman ini adalah aerob yang menyukai daerah yang banyak oksigen, dalam hal ini lebih menyenangi daerah yang tinggi kandungan oksigennya

description

Laporan pendahuluan dengan tubercolosis paru + WOC

Transcript of Laporan Pendahuluan TBC DAN woc

Page 1: Laporan Pendahuluan TBC DAN woc

Laporan Pendahuluan

Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Tuberkulosis Paru

I. KONSEP DASAR

A. Pengertian

Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium

Tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi ( Mansjoer , 1999).

Penyakit infeksi kronis dengan karakteristik terbentuknya tuberkel granuloma

pada paru disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberkulosis (Amin, M :

1999).

B. Etiologi

Etiologi Tuberculosis Paru adalah Mycobacterium Tuberculosis yang

berbentuk batang dan Tahan asam ( Price , 1997 ). Jenis kuman yang

berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 4 m dan tebal antara 0,3 –

0,6 m. Sebagian besar kuman berupa lemak/lipid sehingga kuman ini tahan

terhadap asam dan lebih tahan terhadap fisik dan kimiawi. Sifat lain dari

kuman ini adalah aerob yang menyukai daerah yang banyak oksigen, dalam

hal ini lebih menyenangi daerah yang tinggi kandungan oksigennya yaitu

daerah apikal paru, daerah ini menjadi prediksi pada penyakit paru.

C. Patofisiologi

Tempat masuk kuman M. Tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran

pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis

(TBC) terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung

kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.

Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas

perantara sel. Sel efektorya adalah makrofag, sedangkan limfosit ( biasanya

Page 2: Laporan Pendahuluan TBC DAN woc

sel T ) adalah sel imunoresponsifnya. Basil tuberkel yang mencapai

permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari

satu sampai tiga basil ; gumpalan yang lebih besar cenderung tertahan di

saluran hidung dan cabang besar bronkhus dan tidak menyebabkan penyakit.

Setelah berada dalam ruang alveolus, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi

peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan

memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme tersebut. Setelah hari-

hari pertama leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan

mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler

ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal,

atau proses dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau

berkembang-biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening

menuju ke kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan

infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel

tuberkel epiteloid, yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini membutuhkan

waktu 10 – 20 hari .

Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan

seperti keju, isi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Bagian ini disebut

dengan lesi primer. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan

granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast,

menimbulkan respon yang berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa

membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang

mengelilingi tuberkel.

Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Ghon dan gabungan terserangnya

kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks Ghon.

Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana

bahan cair lepas kedalam bronkhus dan menimbulkan kavitas. Materi

tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk kedalam

percabangan trakheobronkial. Proses ini dapat terulang kembali di bagian lain

di paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah, atau

Page 3: Laporan Pendahuluan TBC DAN woc

usus. Lesi primer menjadi rongga-rongga serta jaringan nekrotik yang sesudah

mencair keluar bersama batuk. Bila lesi ini sampai menembus pleura maka

akan terjadi efusi pleura tuberkulosa.

Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan

meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkhus

dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat

perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak

dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan

bahan perkejuan, dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas.

Keadaan ini dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk

lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.

Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.

Organisme yang lolos melalui kelenjar getah bening akan mencapai aliran

darah dalam jumlah kecil, yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada

berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran

limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen

merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberkulosis

milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga

banyak organisme masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar ke organ-

organ tubuh.

Secara skematis dapat dijelaskan oleh bagan berikut :

TB. Primer

Kuman dibatukkan / bersin (droplet nudei inidinborne)

Terisap organ sehat

Menempel di jalan nafas / paru-paru

Page 4: Laporan Pendahuluan TBC DAN woc

Menetap / berkembang biak

Sitoplasma makroflag

Membentuk sarang TB Pneumonia kecil

(sarang primer / efek primer)

Radang saluran pernafasan

(limfangitis regional)

Komplek primer

Sembuh Sembuh dengan bekas Komplikasi

TB Sekunder

Kuman dormat (TB Primer)

Infeksi endogen

TB DWS (TB. Post Primer)

Page 5: Laporan Pendahuluan TBC DAN woc

Sarang pneumenia kecil

Tuberkel

Reorpsi Meluas Meluas

Sembuh

Perkapuran Jaringan Keju

Sembuh Kavitas

Meluas Memadat/bekas Bersih

Sembuh

Sarang pneumonia baru Tuberkuloma

D. Tanda Dan Gejala

Pada stadium dini penyakit TBC biasanya tidak tampak adanya tanda dan

gejala yang khas. Biasanya keluhan yang muncul adalah :

1. Demam : sub fibril, fibril ( 40 – 410C ) hilang timbul.

2. Batuk : terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini membuang /

mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai batuk

purulent ( menghasilkan sputum ).

3. Sesak nafas : terjadi bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai

Page 6: Laporan Pendahuluan TBC DAN woc

setengah paru.

4. Nyeri dada : ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang

sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.

5. Malaise : ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala,

nyeri otot dan keringat di waktu di malam hari.

E. Komplikasi

Komplikasi yang dapat timbul akibat tuberkulosis terjadi pada sistem

pernafasan dan di luar sistem pernafasan. Pada sistem pernafasan antara lain

menimbulkan pneumothoraks, efusi pleural, dan gagal nafas, sedang diluar

sistem pernafasan menimbulkan tuberkulosis usus, meningitis serosa, dan

tuberkulosis milier.

F. Pemeriksaan Diagnostik

1. Kultur sputum

Positif jika ditemukan mikobakterium tuberkulosis dalam stadium aktif

pada perjalanan penyakit.

2. Ziehl-Neelsen (pewarnaan terhadap sputum)

Positif jika ditemukan bakteri tahan asam.

3. Skin test (PPD, Mantoux, Tine, Vollmer patch)

Reaksi positif (area indurasi > 10 mm timbul 48 – 72 jam setelah injeksi

antigen intra kutan) menunjukkan telah terjadinya infeksi dan

dikeluarkannya antibodi tetapi tidak menunjukkan aktifnya penyakit.

4. Elisa/Western Blot

Dapat menunjukkan adanya virus HIV.

5. Rontgen dada

Menunjukkan adanya infiltrasi lesi pada paru-paru bagian atas, timbunan

kalsium dari lesi primer atau penumpukan cairan. Perubahan yang

Page 7: Laporan Pendahuluan TBC DAN woc

menunjukkan perkembangan tuberkulosis meliputi adanya kavitas dan area

fibrosa.

6. Pemeriksaan histologi/kultur jaringan

Positif bila terdapat mikobakterium tuberkulosis.

7. Biopsi jaringan paru

Menampakkan adanya sel-sel yang besar yang mengindikasikan terjadinya

nekrosis.

8. Pemeriksaan elektrolit

Mungkin abnormal tergantung lokasi dan beratnya infeksi, misalnya

hipernatremia yang disebabkan retensi air mungkin ditemukan pada

penyakit tuberkulosis kronis.

9. Analisa gas darah (BGA)

Mungkin abnormal tergantung lokasi, berat, dan adanya sisa kerusakan

jaringan paru.

10. Pemeriksaan fungsi paru

Turunnya kapasitas vital, meningkatnya ruang rugi, meningkatnya rasio

residu udara pada kapasitas total paru, dan menurunnya saturasi oksigen

sebagai akibat infiltrasi parenkim/fibrosa, hilangnya jaringan paru, dan

kelainan pleura (akibat dari tuberkulosis kronis).

G. Klasifikasi

Klasifikasi Kesehatan Masyarakat (American Thoracic Society, 1974)

1. Kategori 0 = - Tidak pernah terpapar / terinfeksi

- Riwayat kontak negatif

- Tes tuberculin negativ

2. Kategori I = - Terpapar TB tapi tidak terbukti ada infeksi

- Riwayat / kontak negatif

Page 8: Laporan Pendahuluan TBC DAN woc

- Tes tuberkulin negatif

3. Kategori II = - Terinfeksi TB tapi tidak sakit

- Tes tuberkulin positif

- Radiologis dan sputum negatif

4. Kategori III = - Terinfeksi dan sputum sakit

Di Indonesia Klasifikasi yang dipakai berdasarkan DEPKES 2000 adalah

1. Kategori 1 :

Paduan obat 2HRZE/4H3R3 atau 2HRZE/4HR atau 2HRZE/6HE.

Obat tersebut diberikan pada penderita baru TB Paru, BTA Positif,

penderita TB Paru BTA Negatif, Roentgen Positif yang “sakit berat” dan

Penderita TB ekstra Paru Berat.

2. Kategori II :

Paduan obat 2HRZES/HRZE/5H3R3E3

Obat ini diberikan untuk : penderita kambuh (relaps), pendrita gagal

(failure) dan penderita dengan pengobatan setelah lalai ( after default)

3. Kategori III :

Paduan obat 2HRZ/4H3R3

Obat ini diberikan untuk penderita BTA negatif fan roentgen positif sakit

ringan, penderita ekstra paru ringan yaitu TB Kelenjar Limfe

(limfadenitis), pleuritis eksudativa uiteral, TB Kulit, TB tulang (kecuali

tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.

Adapun tambahan dari pengobatan pasien TB obat sisipan yaitu diberikan bila

pada akhir tahab intensif dari suatu pengobatan dengan kategori 1 atua 2, hasil

pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan ( HRZE ) setiap

hari selama satu bulan.

Page 9: Laporan Pendahuluan TBC DAN woc

H. Pengobatan TB Paru

Jenis obat yang dipakai

- Obat Primer - Obat Sekunder

1. Isoniazid (H) 1. Ekonamid

2. Rifampisin (R) 2. Protionamid

3. Pirazinamid (Z) 3. Sikloserin

4. Streptomisin 4. Kanamisin

5. Etambutol (E) 5. PAS (Para Amino Saliciclyc Acid)

6. Tiasetazon

7. Viomisin

8. Kapreomisin

Pengobatan TB ada 2 tahap menurut DEPKES.2000 yaitu :

1. Tahap intensif

Penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah

terjadinya kekebalan terhadap rifampisin. Bila saat tahab intensif tersebut

diberikan secara tepat, penderita menular menjadi tidak tidak menular

dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TB BTA positif

menjadi negatif (konversi) pada akhir pengobatan intensif. Pengawasan

ketat dalam tahab intensif sangat penting untuk mencegah terjadinya

kekebalan obat.

2. Tahap lanjutan

Pada tahap lanjutan penderita mendapat obat jangka waktu lebih panjang

dan jenis obat lebih sedikit untuk mencegah terjadinya kelembutan. Tahab

lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten (dormant) sehingga

mencegah terjadinya kekambuhan.

Page 10: Laporan Pendahuluan TBC DAN woc

Paduan obat kategori 1 :

Tahap Lama (H) / day R day Z day F day Jumlah

Hari X

Nelan Obat

Intensif 2 bulan 1 1 3 3 60

Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 54

Paduan Obat kategori 2 :

Tahap Lama (H)

@300

mg

R

@450

mg

Z

@500

mg

E

@ 250

mg

E

@500

mg

Strep.

Injeksi

Jumlah

Hari X

Nelan

Obat

Intensif 2 bulan

1 bulan

1

1

1

1

3

3

3

3

-

-

0,5 % 60

30

Lanjutan 5 bulan 2 1 3 2 - 66

Paduan Obat kategori 3 :

Tahap Lama H @ 300 mg R@450mg P@500mg Hari X Nelan Obat

Intensif 2 bulan 1 1 3 60

Lanjutan

3 x week

4 bulan 2 1 1 54

OAT sisipan (HRZE)

Tahap Lama H

@300mg

R

@450m

g

Z

@500mg

E day

@250mg

Nelan X

Hari

Intensif

(dosis

harian)

1 bulan 1 1 3 3 30

Page 11: Laporan Pendahuluan TBC DAN woc

I. Kegagalan Pengobatan

Sebab-sebab kegagalan pengobataan :

1. Obat :

a. Paduan obat tidak adekuat

b. Dosis obat tidak cukup

c. Minum obat tidak teratur / tdk. Sesuai dengan petunjuk yang

diberikan.

d. Jangka waktupengobatan kurang dari semestinya

e. Terjadi resistensi obat.

2. Drop out :

a. Kekurangan biaya pengobatan

b. Merasa sudah sembuh

c. Malas berobat

3. Penyakit :

a. Lesi Paru yang sakit terlalu luas / sakit berat

b. Ada penyakit lainyang menyertai contoh : Demam, Alkoholisme dll

c. Ada gangguan imunologis

J. Penanggulangan Khusus Pasien

1. Terhadap penderita yang sudah berobat secara teratur

a. Menilai kembali apakah paduan obat sudah adekuat mengenai dosis

dan cara pemberian.

b. Pemeriksaan uji kepekaan / test resistensi kuman terhadap obat

2. Terhadap penderita yang riwayat pengobatan tidak teratur

a. Teruskan pengobatan lama 3 bulan dengan evaluasi bakteriologis

tiap-tiap bulan.

b. Nilai ulang test resistensi kuman terhadap obat

c. Jangka resistensi terhadap obat, ganti dengan paduan obat yang masih

sensitif.

Page 12: Laporan Pendahuluan TBC DAN woc

3. Pada penderita kambuh (sudah menjalani pengobatan teratur dan adekuat

sesuai rencana tetapi dalam kontrol ulang BTA ( +) secara mikroskopik

atau secara biakan )

a. Berikan pengobatan yang sama dengan pengobatan pertama

b. Lakukan pemeriksaan BTA mikroskopik 3 kali, biakan dan resistensi

c. Roentgen paru sebagai evaluasi.

d. Identifikasi adanya penyakit yang menyertai (demam, alkoholisme /

steroid jangka lama)

e. Sesuatu obat dengan tes kepekaan / resistensi

f. Evaluasi ulang setiap bulannya : pengobatan, radiologis,

bakteriologis.

Page 13: Laporan Pendahuluan TBC DAN woc

Microbacterium

Infasi

Saluran napas atas

Tb. Paru

Imun tubuh turun

Peradangan/Infeksi

Reaksi inflamasi

Mengeluarkan pirogen

Hipotamus

Suhu tubuh naik

Gangguan suhu tubuh

Tuber keluar

Nekrose

Konverne

Menempel di atas

Pembuluh darah paru

Batuk Kuman keluar Secret penumpukan

Droplet noclei dalam darah

Terhidap oleh orang sehat

Rx Penularan

Hemaptasis

Kurang pengetahuan

Ansietas

Rasa tidak enak

Anorexia

Gangguan pemenuhan nutrisi

Energi tubuh turun

Kelemahan obat

Mobilitas turun

Peristaltik turun

Konitipasi

Gangguan eliminasi ALVI

Sulit keluar

Sesak

Gangguan nafas tak efektif

RX Injury

Bedrest

Rx. Dikubitus

K. Pathway

Page 14: Laporan Pendahuluan TBC DAN woc

II. KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Data Yang dikaji dan mungkin ditemukan :

1. Aktifitas/istirahat

Kelelahan

Nafas pendek karena kerja

Kesultan tidur pada malam hari, menggigil atau berkeringat

Takhikardi, takipnea/dispnea pada kerja

Kelelahan otot, nyeri , dan sesak

2. Integritas Ego

Adanya / factor stress yang lama

Masalah keuangan, rumah

Perasaan tidak berdaya / tak ada harapan

Menyangkal

Ansetas, ketakutan, mudah terangsang

3. Makanan / Cairan

Kehilangan nafsu makan

Tak dapat mencerna

Penurunan berat badan

Turgor kult buruk, kering/kulit bersisik

Kehilangan otot/hilang lemak sub kutan

Page 15: Laporan Pendahuluan TBC DAN woc

4. Kenyamanan

Nyeri dada

Berhati-hati pada daerah yang sakit

Gelisah

5. Pernafasan

Nafas Pendek

Batuk

Peningkatan frekuensi pernafasan

Pengembangn pernafasan tak simetris

Perkusi pekak dan penuruna fremitus

Defiasi trakeal

Bunyi nafas menurun/tak ada secara bilateral atau unilateral

Karakteristik : Hijau /kurulen, Kuning atua bercak darah

6. Keamanan

Adanya kondisi penekanan imun

Test HIV Positif

Demam atau sakit panas akut

7. Interaksi Sosial

Perasaan Isolasi atau penolakan

Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab

8. Pemeriksaan Fisik

a. Pada tahap dini sulit diketahui.

b. Ronchi basah, kasar dan nyaring.

c. Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi

Page 16: Laporan Pendahuluan TBC DAN woc

memberi suara umforik.

d. Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis.

e. Bila mengenai Pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara

pekak)

9. Pemeriksaan Penunjang

a. Kultur Sputum

b. Zeihl-Neelsen

c. Tes Kulit

d. Foto Thorak

e. Histologi

f. Biopsi jarum pada jaringan paru

g. Elektrosit

h. GDA

i. Pemeriksaan fungsi Paru

10.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan pola pernapasan sehubungan dengan sekresi mukopurulen

dan kurangnya upaya batuk (Marilyn E. Doenges, 1999)

2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang sehubungan dengan

keletihan, anorerksia atau dispnea. (Marilyn. E. Doenges, 1999)

3. Resiko terhadap transmisi infeksi sehubungan dengan kurangnya

pengetahuan tentang resiko potogen. (Marilyn. E. Doenges, 1999)

4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan sehubungan

dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan penatalaksanaan

perawatan dirumah.

5. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubugan dengan sekret

kental, kelemahan dan upaya untuk batuk. (Marilyn. E. Doenges, 1999)

6. Potensial terjadinya kerusakan pertukaran gas sehubungan dengan

penurunan permukaan efektif proses dan kerusakan membran alveolar –

Page 17: Laporan Pendahuluan TBC DAN woc

kapiler. (Marilyn. E. Doenges, 1999)

7. Ganggguan pemenuhan kebutuhan tidur sehubungan daerah sesak napas dan

nyeri dada. (lynda, J. Carpenito, 1998).

8. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi

paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura (Susan

Martin Tucleer, dkk, 1998).

9. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

Sehubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, pencernaan nafsu

makan akibat sesak nafas sekunder terhadap penekanan struktur abdomen

(Barbara Engram, 1993).

10. Cemas sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan

(ketidakmampuan untuk bernafas).

11. Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap

dan sesak nafas serta perubahan suasana lingkungan Barbara Engram).

12. Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan

keletihan (keadaan fisik yang lemah). (Susan Martin Tucleer, dkk, 1998).

Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan berhubungan

dengan kurangnya informasi. (Barbara Engram, 1993).

C. Rencana Keperawatan

1. Diagnosa keperawatan pertama : Ketidakefektifan pola pernapasan

sehubungan dengan sekresi mukopurulen dan kurangnya upaya batuk.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam, pola

nafas klien efektif

Kriteria hasil :

- klien mempertahankan pola pernafasan yang efektif

- frekwensi irama dan kedalaman pernafasan normal (RR 16 – 20

kali/menit)

- dipsnea berkurang

Page 18: Laporan Pendahuluan TBC DAN woc

Rencana Tindakan :

a. Kaji kualitas dan kedalaman pernapasan, penggunaan otot aksesori

pernapasan : catat setiap peruhan

b. Kaji kualitas sputum : warna, bau, konsistensi

c. Auskultasi bunyi napas setiap 4 jam

d. Baringan klien untuk mengoptimalkan pernapasan : posisi semi fowler

tinggi.

e. Bantu dan ajakan klien berbalik posisi, batuk dan napas dalam setiap 2

jam sampai 4 jam.

f. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat – obatan.

Rasional

a. Mengetahui penurunan bunyi napas karena adanya sekret.

b. Mengetahui perubahan yang terjadi untuk memudahkan perawatan dan

pengobatan selanjutnya.

c. Mengetahui sendini mungkin perubahan pada bunyi napas.

d. Membantu mengembangkan paru secara maksimal.

e. Batuk dan napas dalam yang tetap dapat mendorong sekret laluar.

f. Mencegah kekeringan mukosa membran, mengurangi kekentalan sekret

dan memperbesar ukuran lumen trakeobroncial.

2. Diagnosa keperawatan kedua : Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan

tubuh yang sehubungan dengan anoreksia, keletihan atau dispnea.

Tujuan : Kebetuhan nutrisi klien terpenuhi setelah dilakukan tindakan

keperawtan selama 3X24 jam

Kriteria hasil :

- Klien dapat mempertahankan status malnutrisi yang adekuat

- Berat badan stabil dalam batas yang normal

Page 19: Laporan Pendahuluan TBC DAN woc

Rencana tindakan :

a. Mencatat status nutrisi klien, turgor kulit, berat badan, integritas mukosa

oral, riwayat mual / muntah atau diare.

b. Pastikan pola diet biasa klien yang disukai atau tidak

c. Mengkaji masukan dan pengeluaran dan berat badan secara periodik

d. Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan

e. Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan

karbohidrat

f. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetukan komposisi diet

Rasional

a. Berguna dalam mendefenisikan derajat / wasnya masalah dan pilihan

indervensi yang tepat.

b. Membantu dalam mengidentifukasi kebutuhan / kekuatan khusus.

Pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki masakan diet.

c. Berguna dalam mengukur keepektifan nutrisi dan dukungan cairan

d. Menurunkan rasa tidak enak karena sisa sputun atau obat untuk

pengobatan respirasi yang merangsang pusat muntah.

e. Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tak perlu /

legaster

f. Memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat

untuk kebutuhan metabolik dan diet

3. Diagnosa keperawatan ketiga : Resiko terhadap transmisi infeksi sehubungan

dengan kurangnya pengtahuan tentang resiko patogen.

Tujuan : klien mengalami penurunan resiko untuk menularkan penyakit

Kriteria hasil :

klien mengalami penurunan potensi menularkan penyakit yang ditunjukkan

oleh kegagalan kontak klien

Page 20: Laporan Pendahuluan TBC DAN woc

Rencana tindakan :

a. Identifikasi orang lain yang berisiko. Contah anggota rumah, sahabat.

b. Anjurkan klien untuk batuk / bersin dan mengeluarkan pada tisu dan

hindari meludah serta tehnik mencuci tangan yang tepat.

c. Kaji tindakan. Kontrol infeksi sementara, contoh masker atau isolasi

pernafasan.

d. Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengatifan berulang

tuberkulasis.

e. Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat.

f. Kolaborasi dan melaporkan ke tim dokter dan Depertemen Kesehatan

lokal.

Rasional :

a. Orang yang terpajan ini perlu program terapi obat intuk mencegah

penyebaran infeksi

b. Perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi

c. Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi klien dengan membuang

stigma sosial sehubungan dengan penyakit menular

d. Pengetahuan tentang faktor ini membantu klien untuk mengubah pola

hidup dan menghindari insiden eksaserbasi

e. Periode singkat berakhir 2 sampai 3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi

pada adanya rongga atau penyakit luas, sedang resiko penyebaran infeksi

dapat berlanjut sampai 3 bulan

f. Membantu mengidentifikasi lembaga yang dapat dihubungi untuk

menurunkan penyebaran infeksi

Page 21: Laporan Pendahuluan TBC DAN woc

Daftar Pustaka :

Alsagaff Hood, Abdul Mukty, (1995). Dasar – Dasar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University Press. Surabaya.

Amin muhammad, Hood Alsagaff. (1989). Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University Press. Surabaya.

Blac,MJ Jacob. (1993). l.uckman & Sorensen’s Medical surgical Nursing A Phsycopsicologyc Approach. W.B. Saunders Company. Philapidelpia.

Barbara Engram. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Vol. 1. Penerbit EGC. Jakarta.

Carpenito, L.J., (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2. EGC Jakarta.

Diana C. Baughman. ( 2000 ), Patofisiologi, EGC, Jakarta.

Hudak & Gallo, ( 1997 ). Keperawatan kritis : suatu pendekatan holistic, EGC, Jakarta

Keliat, Budi Anna. (1991). Proses Keperawatan. Arcan. Jakarta.

Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius Jakarta.

Marylin E doengoes. (2000). Rencana Asuhan keperawatan Pedoman untuk Perencnaan /pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC.Jakarta.

Soeparman, Sarwono Waspadji. (1990). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.

Sylvia Anderson Price, Lorraine McCarty Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit. EGC. Jakarta.

Yunus Faisal. (1992). Pulmonologi Klinik. Bagian Pulmonologi FKUI. Jakarta