LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN...

14
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN MENINGITIS POST VENTRICULOPERITONEAL (VP) SHUNT DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT (ICU) RSUD KRATON PEKALONGAN Disusun untuk memenuhi tugas mata ajar : Praktik Keperawatan Gawat Darurat Pembimbing Akademik : Ns. Susana Widyaningsih, S. Kep., MNS Pembimbing Klinik : Oleh Rakhmatika Isnaeni (22020111130069) A11.1 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2014

Transcript of LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN...

  • LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATANPADA Tn. S DENGAN MENINGITIS

    POST VENTRICULOPERITONEAL (VP) SHUNT

    DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT (ICU)RSUD KRATON PEKALONGAN

    Disusun untuk memenuhi tugas mata ajar : Praktik Keperawatan Gawat Darurat

    Pembimbing Akademik : Ns. Susana Widyaningsih, S. Kep., MNS

    Pembimbing Klinik :

    Oleh

    Rakhmatika Isnaeni (22020111130069)

    A11.1

    PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANJURUSAN KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERAN

    UNIVERSITAS DIPONEGOROSEMARANG

    2014

  • LAPORAN PENDAHULUAN MENINGITIS POST

    VENTRICULOPERITONEAL (VP) SHUNT

    A. PengertianMeningitis adalah inflamasi akut pada meninges. Organisme penyebab

    meningitis bakterial memasuki area secara langsung sebagai akibat cedera

    traumatik atau secara tidak langsung bila dipindahkan dari tempat lain di

    dalam tubuh ke dalam cairan serebrospinal (CSS). Berbagai agens dapat

    menimbulkan inflamasi pada meninges termasuk bakteri, virus, jamur, dan zat

    kimia (Betz, 2009).Meningitis adalah infeksi yang terjadi pada selaput otak (termasuk

    durameter, arachnoid, dan piameter) (Harold, 2005).Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan

    serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada

    sistem saraf pusat (Suriadi, 2006).Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

    meningitis adalah suatu peradangan dari selaput-selaput (meningen) yang

    mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang (spinal cord).

    B. EtiologiPenyebab

    dari meningitis meliputi :1. Bakteri piogenik yang disebabkan oleh bakteri pembentuk pus, terutama

    meningokokus, pneumokokus, dan basil influenza.2. Virus yang disebabkan oleh agen-agen virus yang sangat bervariasi.3. Organisme jamur (Muttaqin, 2008)

    C. Klasifikasi 1. Meningitis diklasifikasikan sesuai dengan faktor penyebabnya :

    a. AsepsisMeningitis asepsis mengacu pada salah satu meningitis virus atau

    menyebabkan iritasi meningen yang disebabkan oleh abses otak,

    ensefalitis, limfoma, leukimia, atau darah di ruang subarakhnoid.

  • Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis bakteri tidak terjadi

    pada meningitis virus dan tidak ditemukan organisme pada kultur

    cairan otak. Peradangan terjadi pada seluruh korteks serebri dan

    lapisan otak. Mekanisme atau respons dari jaringan otak terhadap virus

    bervariasi bergantung pada jenis sel yang terlibat.b. Sepsis

    Meningitis sepsis menunjukkan meningitis yang disebabkan oleh

    organisme bakteri seperti meningokokus, stafilokokus, atau basilus

    influenza. Bakteri paling sering dijumpai pada meningitis bakteri akut,

    yaitu Neiserria meningitdis (meningitis meningokokus), Streptococcus

    pneumoniae (pada dewasa), dan Haemophilus influenzae (pada anak-

    anak dan dewasa muda). Bentuk penularannya melalui kontak

    langsung, yang mencakup droplet dan sekret dari hidung dan

    tenggorok yang membawa kuman (paling sering) atau infeksi dari

    orang lain. Akibatnya, banyak yang tidak berkembang menjadi infeksi

    tetapi menjadi pembawa (carrier). Insiden tertinggi pada meningitis

    disebabkan oleh bakteri gram negatif yang terjadi pada lansia sama

    seperti pada seseorang yang menjalani bedah saraf atau seseorang

    yang mengalami gangguan respons imun.c. Tuberkulosa

    Meningitis tuberkulosa disebabkan oleh basilus tuberkel.Infeksi meningen umumnya dihubungkan dengan satu atau dua

    jalan, yaitu melalui salah satu aliran darah sebagai konsekuensi dari

    infeksi-infeksi bagian lain, seperti selulitis, atau melalui penekanan

    langsung seperti didapat setelah cedera traumatik tulang wajah. Dalam

    jumlah kecil pada beberapa kasus merupakan iatrogenik atau hasil

    sekunder prosedur invasif seperti lumbal pungsi) atau alat-alat invasif

    (seperti alat pemantau TIK) (Muttaqin, 2008).2. Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi

    pada cairan otak, yaitu :a. Meningitis Serosa

    Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan

    otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium

    tuberculosa. Penyebab lainnya virus, Toxoplasma gondhii dan

    Ricketsia.b. Meningitis Purulenta

    Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak

    dan medula spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus

    pneumoniae (pneumokokus), Neisseria meningitis (meningokokus),

    Streptococcus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus

  • influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas

    aeruginosa (Satyanegara, 2010).

    D. Patofisiologi/ PathwayMeningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari orofaring dan diikuti

    dengan septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis

    bagian atas.Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis

    media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur

    bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang

    melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid

    menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini

    penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi

    radang di dalam meningen dan di bawah korteks yang dapat menyebabkan

    trombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami

    gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi.

    Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis.

    Radang juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral. Meningitis

    bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri

    dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier

    otak), edema serebral dan peningkatan TIK.Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum

    terjadi meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal,

    kolaps sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada

    sindromWaterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya kerusakan

    endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh meningokokus

    (Corwin, 2009).

  • (Muttaqin, 2008)

    E. Tanda dan Gejala (Manifestasi Klinis)1. Neonatus : menolak untuk makan, refleks menghisap kurang, muntah,

    diare, tonus otot melemah, menangis lemah.

    Pathway

  • 2. Anak-anak dan remaja : demam tinggi, sakit kepala, muntah, perubahan

    sensori, kejang, mudah terstimulasi, foto pobia, delirium, halusinasi,

    maniak, stupor, koma, kaku kuduk, tanda kernig dan brudinzinski positif,

    ptechial (menunjukkan infeksi meningococal) (Nurarif, 2013).

    F. Pemeriksaan Penunjang1. Pemeriksaan pungsi lumbal

    Dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein cairan cerebrospinal,

    dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan intrakranial.a. Pada meningitis serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan jernih,

    sel darah putih meningkat, glukosa dan protein normal, kultur (-).b. Pada meningitis purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh,

    jumlah sel darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun,

    kultur (+) beberapa jenis bakteri.2. Pemeriksaan darah

    Dilakukan pemeriksaan kadar Hb, jumlah leukosit, Laju Endap Darah

    (LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.a. Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Di

    samping itu, pada Meningitis Tuberkulosa didapatkan juga

    peningkatan LED.b. Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.

    3. Pemeriksaan Radiologisa. Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila mungkin

    dilakukan CT Scan.b. Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid,

    sinus paranasal, gigi geligi) dan foto dada (Smeltzer, 2002).

    G. PenatalaksanaanPenatalaksaan medis meningitis yaitu :1. Antibiotik sesuai jenis agen penyebab2. Steroid untuk mengatasi inflamasi3. Antipiretik untuk mengatasi demam4. Antikonvulsant untuk mencegah kejang5. Neuroprotector untuk menyelamatkan sel-sel otak yang masih bisa

    dipertahankan6. Pembedahan : seperti dilakukan VP Shunt (Ventrikel Peritoneal Shunt)

    Ventriculoperitoneal Shunt adalah prosedur pembedahan yang dilakukan

    untuk membebaskan tekanan intrakranial yang diakibatkan oleh terlalu

    banyaknya cairan serbrospinal. Cairan dialirkan dari ventrikel di otak

    menuju rongga peritoneum. Prosedur pembedahan ini dilakukan di dalam

    kamar operasi dengan anastesi umum selama sekitar 90 menit. Rambut di

    belakang telinga dicukur, lalu dibuat insisi tapal kuda di belakang telinga

    dan insisi kecil lainnya di dinding abdomen. Lubang kecil dibuat pada

    tulang kepala, lalu selang kateter dimasukkan ke dalam ventrikel otak.

    Kateter lain dimasukkan ke bawah kulit melalui insisi di belakang telinga,

  • menuju ke rongga peritoneum. Sebuah katup diletakkan di bawah kulit di

    belakang telinga yang menempel pada kedua kateter. Bila terdapat tekanan

    intrakranial meningkat, maka CSS akan mengalir melalui katup menuju

    rongga peritoneum (Jeferson, 2004).Terapi bedah merupakan pilihan yang lebih baik. Alternatif lain selain

    pemasangan shunt antara lain:

    a. Choroid pleksotomi atau koagulasi pleksus Choroid

    b. Membuka stenosis akuaduktus

    c. Eksisi tumor

    d. Fenestrasi endoskopi

    H. Pengkajian Primer1. Airway

    Adanya sumbatan atau obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan

    sekret akibat kelemahan refleks batuk. Jika ada obstruksi maka lakukan :a. Chin lift atau jaw trustb. Suction atau hisapc. Guedel airwayd. Intubasi trakhea dengan leher ditahan (imobilisasi) pada posisi netral

    2. BreathingInspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak napas, penggunaan

    otot bantu apas, dan peningkatan frekuensi pernapasan yang sering

    didapatkan pada klien meningitis disertai adanya gangguan pada sistem

    pernapasan. Palpasi thoraks hanya dilakukan apabila terdapat deformitas

    pada tulang dada pada klien dengan efusi pleura masif (jarang terjadi pada

    klien dengan meningitis). Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi

    pada klien dengan meningitis tuberkulosa dengan penyebaran primer di

    paru.3. Circulationtekanan darah dapat normal atau meningkat, hipotensi terjadi

    pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normla pada tahap dini,

  • disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap

    lanjut.4. Dissability

    Menilai kesadaran dengan cepat,apakah sadar, hanya respon terhadap

    nyeri atau atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur GCS.5. Eksposure

    Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cidera

    yang mungkin ada, jika ada kecurigan cedera leher atau tulang belakang,

    maka imobilisasi in line harus dikerjakan (Muttaqin, 2008).

    I. Pengkajian Sekunder1. Anamnesa

    Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien atau orang tua membawa

    anaknya untuk meminta pertolongan kesehatan adalah panas badan tinggi,

    kejang, dan penurunan tingkat kesadaran.2. Riwayat penyakit saat ini

    Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui jenis kuman penyebab.

    Pada pengkajian klien dengan meningitis, biasanya didapatkan keluhan

    yang berhubungan dengan akibat dari infeksi dan peningkatan TIK.

    Keluhan gejala awal tersebut biasanya sakit kepala dan demam. Sakit

    kepala dihubungkan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai

    akibat iritasi meningen. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat

    kesadaran dihubungkan dengan meningitis bakteri. Disorientasi dan

    gangguan memori biasanya merupakan awal adanya penyakit.3. Riwayat penyakit dahulu

    Pengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang memungkingkan

    adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi

    pernahkah klien mengalami infeksi jalan napas bagian atas, otitis media,

    mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, tindakan bedah

    saraf, riwayat trauma kepala, dan adanya pengaruh immunologis pada

    masa sebelumnya.4. Pemeriksaan fisik

    Pemeriksaan fisik dimulai dengan memeriksa tanda-tanda vital (TTV).

    Pada klien dengan meningitis biasanya didapatkan peningkatan suhu

    tubuh lebih dari normal, yaitu 38-41oC, dimulai dari fase sistemik,

    kemerahan, panas, kulit kering, berkeringat. Keadaan ini biasanya

    dihubungkan dengan proses inflamasi dan iritasi meningen yang sudah

    mengganggu pusat pengatur suhu tubuh. Penurunan denyut nadi terjadi

    berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK. a. Tingkat kesadaran

    Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien meningitis biasanya

    berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien

  • sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk

    menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk memantau

    pemberian asuhan keperawatan.b. Fungsi serebri

    Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai

    gaya bicara klien dan observasi ekspresi wajah dan aktivitas motorik

    yang pada klien meningitis tahap lanjut biasanya status mental klien

    mengalami perubahan.c. Pemeriksaan saraf kranial

    1) Saraf I. Biasanya pada klien meningitis tidak ada kelainan fungsi

    penciuman.2) Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.

    Pemeriksaan papiledema mungkin didapatkan terutama pada

    meningitis supuratif disertai abses serebri dan efusi subdural yang

    menyebabkan terjadinya peningkatan TIK.3) Saraf III, IV, dan VI. Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada

    klien meningitis yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya

    tanpa kelainan. Pada tahap lanjut meningitis yang telah

    mengganggu kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan

    reaksi pupil akan didapatkan. Dengan alasan yang tidak diketahui,

    klien meningitis mengeuh mengalami fotofobia atau sensitif yang

    berlebihan terhadap cahaya.4) Saraf V. Pada klien meningitis umumnya tidak didapatkan

    paralisis pada otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada

    kelainan.5) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah

    simetris.6) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli

    persepsi.7) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan baik.8) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan

    trapezius. Adanya usaha dari klien untuk melakukan fleksi leher

    dan kaku kuduk (regiditas nukal)9) Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak

    ada fasikulasi. Indra pengecapan normal.d. Sistem motorik

    Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan koordinasi pada

    meningitis tahap lanjut mengalami perubahan.e. Pemeriksaan refleks

    Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum atau

    periosteum derajat refleks pada respons normal. Refleks patologis akan

  • didapatkan pada klien meningitis dengan tingkat kesadaran koma.

    Adanya refleks Babinski (+) merupakan tanda adanya lesi UMN.f. Gerakan involunter

    Tidak ditemukan adanya tremor, kedutan saraf, dan distonia. Pada

    keadaan tertentu klien biasanya mengalami kejang umum, terutama

    pada anak dengan meningitis disertai peningkatan suhu tubuh yang

    tinggi. Kejang dan peningkatan TIK juga berhubungan dengan

    meningitis. Kejang terjadi sekunder akibat area fokal kortikal yang

    peka.g. Sistem sensorik

    Pemeriksaan sensorik pada meningitis biasanya didapatkan sensasi

    raba, nyeri, dan suhu normal, tidak ada perasaan abnormal di

    permukaa tubuh. Sensasi proprioseptif dan diskriminatif normal.5. Pemeriksaa diagnostik

    Pemeriksaan diagnostik rutin pada klien meningitis meliputi laboratorium

    klinik rutin (Hb, leukosit, LED, trombosit, retikulosit, glukosa).

    Pemeriksaan faal hemostatis diperlukan untuk mengetahui secara awal

    adanya DIC. Serum elektrolit dan serum glukosa dinilai untuk

    mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan elektrolit terutama

    hiponatremia (Muttaqin, 2008).

    J. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul1. Gangguan perfusi serebra berhubungan dengan peningkatan tekanan

    intrakranial2. Nyeri akut berhubungan dengan adanya iritasi lapisan otak3. Potensial terjadinya injuri berhubungan dengan adanya kejang, perubahan

    status mental dan penurunan tingkat kesadaran4. Resiko tinggi infeksi terhadap penyebaran diseminata hematogen dari

    patogen, stasis cairan tubuh, penekanan respons inflamasi (akibat-obat),

    pemajanan orang lain terhadap patogen5. Resiko tinggi trauma berhubungan dengan iritasi korteks serebral, kejang

    lokal, kelemahan umum, paralisis parestesia, ataksia, vertigo6. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan

    sekret pada saluran nafas7. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan8. Gangguan pola nafas berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran9. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi penyakit (Herdman, 2009).

    K. Intervensi keperawatan1. Gangguan perfusi serebra berhubungan dengan peningkatan tekanan

    intrakranial

    Tujuan :a. Pasien kembali pada keadaan status neurologis sebelum sakitb. Meningkatnya kesadaran pasien dan fungsi sensoris

  • Kriteria hasil :a. Tanda – tanda vital dalam batas normalb. Rasa sakit kepala berkurangc. Kesadaran meningkatd. Adanya peningkatan kognitif dan tidak ada atau hilangnya tanda –

    tanda tekanan intrakranial yang meningkat

    Rencana Tindakan :Intervensi Rasionalisasi

    Pasien bed rest total dengan

    posisi tidur terlentang tanpa

    bantal

    Perubahan pada tekanan intakranial

    akan dapat meyebabkan resiko untuk

    terjadinya herniasi otakMonitor tanda-tanda status

    neurologis dengan GCS.

    Dapat mengurangi kerusakan otak

    lebih lanjutMonitor tanda-tanda vital seperti

    TD, Nadi, Suhu, Resoirasi dan

    hati-hati pada hipertensi sistolik

    Pada keadaan normal autoregulasi

    mempertahankan keadaan tekanan

    darah sistemik berubah secara

    fluktuasi. Kegagalan autoreguler akan

    menyebabkan kerusakan vaskuler

    cerebral yang dapat dimanifestasikan

    dengan peningkatan sistolik dan

    diiukuti oleh penurunan tekanan

    diastolik. Sedangkan peningkatan suhu

    dapat menggambarkan perjalanan

    infeksi.Monitor intake dan output hipertermi dapat menyebabkan

    peningkatan IWL dan meningkatkan

    resiko dehidrasi terutama pada pasien

    yang tidak sadra, nausea yang

    menurunkan intake per oralBantu pasien untuk membatasi

    muntah, batuk. Anjurkan pasien

    untuk mengeluarkan napas

    apabila bergerak atau berbalik di

    tempat tidur.

    Aktifitas ini dapat meningkatkan

    tekanan intrakranial dan intraabdomen.

    Mengeluarkan napas sewaktu bergerak

    atau merubah posisi dapat melindungi

    diri dari efek valsavaKolaborasi

    Berikan cairan perinfus dengan

    perhatian ketat.

    Meminimalkan fluktuasi pada beban

    vaskuler dan tekanan intrakranial,

    vetriksi cairan dan cairan dapat

    menurunkan edema cerebralMonitor AGD bila diperlukan Adanya kemungkinan asidosis disertai

  • pemberian oksigen dengan pelepasan oksigen pada tingkat

    sel dapat menyebabkan terjadinya

    iskhemik serebralBerikan terapi sesuai advis

    dokter seperti: Steroid,

    Aminofel, Antibiotika.

    Terapi yang diberikan dapat

    menurunkan permeabilitas kapiler,

    menurunkan edema serebri,

    menurunkan metabolik sel / konsumsi

    dan kejang.

    2. Potensial terjadinya injuri berhubungan dengan adanya kejang, perubahan

    status mental dan penurunan tingkat kesadaran

    Tujuan :- Pasien bebas dari injuri yang disebabkan oleh kejang dan penurunan

    kesadaranRencana tindakan :

    Intervensi RasionalisasiMandirimonitor kejang pada tangan,

    kaki, mulut dan otot-otot muka

    lainnya

    Gambaran tribalitas sistem saraf pusat

    memerlukan evaluasi yang sesuai

    dengan intervensi yang tepat untuk

    mencegah terjadinya komplikasi.Persiapkan lingkungan yang

    aman seperti batasan ranjang,

    papan pengaman, dan alat

    suction selalu berada dekat

    pasien.

    Melindungi pasien bila kejang terjadi

    Pertahankan bedrest total selama

    fae akut

    Mengurangi resiko jatuh / terluka jika

    vertigo, sincope, dan ataksia terjadiKolaborasi

    Berikan terapi sesuai advis

    dokter seperti; diazepam,

    phenobarbital, dll.

    Untuk mencegah atau mengurangi

    kejang. Catatan : Phenobarbital dapat

    menyebabkan respiratorius depresi dan

    sedasi.

    3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan

    sekret pada saluran nafas

    Tujuan :

    - Jalan napas pasien kembali efektif

    Kriteria hasil :

    a. Frekuensi napas 16-20 kali/menit

  • b. Tidak menggunakan otot bantu napasc. Tidak ada suara tambahand. Dapat mendemonstrasikan cara batuk efektife. Sesak napas berkurangRencana tindakan :

    Intervensi RasionalisasiKaji fungsi paru, adanya

    bunyi napas tambahan,

    perubahan irama dan

    kedalaman, penggunaan

    otot-otot aksesori, warna,

    dan kekentalan sputum

    Memantau dan mengatasi komplikasi

    potensial. Pengkajian fungsi pernapasan

    dengan interval yang teratur adalah

    penting karena pernapasan yang tidak

    efektif dan adanya kegagalan, akibat

    adanya kelemahan atau paralisis pada

    otot-otot interkostal dan diafragma

    berkembang dengan cepat.Atur posisi fowler dan

    semifowler

    Peninggian kepala tempat tidur

    memudahkan pernapasan,

    meningkatkan ekspansi dada, dan

    meningkatkan batuk lebih efektif.Ajarkan cara batuk efektif Klien berada ada risiko tinggi bila tidak

    dapat batuk dengan efektif untuk

    membersihkan jalan napas dan

    mengalami kesulitan dalam menelan,

    sehingga menyebabkan aspirasi saliva

    dan mencetuskan gagal napas akut.Lakukan fisioterapi dada :

    vibrasi dada

    Terapi fisik dada membantu

    meningkatkan batuk lebih efektif.Lakukan persiapan lendir di

    jalan napas

    Pengisapan mungkin diperlukan untuk

    mempertahankan kepatenan jalan napas

    menjadi bersih.(Muttaqin, 2008)

    DAFTAR PUSTAKA

    Betz, Cecily Lynn. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC.Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.Herdman, T. 2009. Nursing Diagnoses : Definition and Classification 2012 –

    2014. Jakarta : EGC Jeferson, Thomas. 2004. Ventriculoperitoneal Shunt. Thomas Jeferson

    University Hospital.

  • Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan

    Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan

    Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA (North

    America Nursing Diagnosis Association) NIC-NOC. Yogyakarta :

    Mediaction Publishing.Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Saraf edisi IV. Tangerang : Gramedia Pustaka

    Utama.Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner

    & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester,

    dkk. Edisi 8. Jakarta : EGC.