LAPORAN PENDAHULUAN
-
Upload
yunita-dian-pertiwi -
Category
Documents
-
view
197 -
download
5
Transcript of LAPORAN PENDAHULUAN
LAPORAN PENDAHULUAN
CEREBRAL VASCULAR ACCIDENT (CVA)
TUTORIAL
KELOMPOK VI
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN KAMPUS SOETOMO
JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA
2013
LAPORAN PENDAHULUAN
1. Definisi
Stroke/Gangguan Pembuluh Darah Otak (GPDO)/Cerebro Vascular Disease
(CVD)/Cerebro Vascular Accident (CVA) merupakan suatu kondisi kehilangan fungsi
otak secara mendadak yang diakibatkan oleh gangguan suplai darah ke bagian otak
(Brunner & Suddarth, 2000: 94) atau merupakan suatu kelainan otak baik secara
fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis pembuluh darah
serebral atau dari seluruh sistem pembuluh darah otak (Doengoes, 2000: 290).
Cedera serebrovaskular atau stroke meliputi awitan tiba-tiba defisit neurologis
karena insufisiensi suplai darah ke suatu bagian dari otak. Insufisiensi suplai darah
disebabkan oleh trombus, biasanya sekunder terhadap arterisklerosis, terhadap embolisme
berasal dari tempat lain dalam tubuh, atau terhadap perdarahan akibat ruptur arteri
(aneurisma) (Lynda Juall Carpenito, 1995).
Menurut WHO stroke adalah adanya defisit neurologis yang berkembang cepat
akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang
jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000)
Stroke adalah kehilangan fungsi otak akibat berhentinya suplai darah ke otak
(Brunner and Suddarth)
Stroke adalah kelainan fungsi otak yang timbuln mendadak akibat terjadinya
gangguan peredaran darah otak. Gejala berlangsung selama 24 jam atau lebih yang
menyebabkan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir
daya ingat dan bentuk-bentuk kecacatan lain dan dapat menyebabkan kematian (Arif
Muttaqin)
Stroke adalah gangguan neurologis local yang dapat timbul sekunder dari proses
patologis pada pembuluh darah cerebral (Sylvia A)
2. Klasifikasi
a. Stroke Hemoragi
Merupakan perdaqrahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan
oleh pecahnyapembuluh darah otak pada area otak tertentu. Biasanya terjadi saat
melakukan aktivitas atau saat aktiv, namun dapat juga terjadi saat istirahat. Kesadaran
klien umumnya menurun. Perdarahan otak dibagi menjadu dua, yaitu:
1. Perdarahan intraserebral
Pecahnya pembuluh darah terutama akibat hipertensi mengakibatkan darah
masuk kedalam jaringan otak, membentuk masa yang menekan jaringan otak, dan
menimbulkan edema ptak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat menyebabkan
kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang disebabkan
karena hipertensi sering dijumpai di daerah putameun, thalamus, pons, dan
serebelum.
2. Perdarahan subarachnoid
Perdarahan ini berasal dari aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang
pecahnya ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya
diluar parenkim otak. Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang subarachnoid
menyababkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan
vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (sakit
kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemi
sensorik, afasia, dll)
Perdarahan arteri dan keluarnya ke ruang subarachnoid mengakibatkan
terjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri
sehingga muncul nyeri kepala hebat. Sering pula muncul dijumpai kaku kuduk dan
tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatan TIK yang mendadak
juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penuruna kesadaran.
Perdarahan subarachnoid dapat menyebabkan vasospasme pmbuluh darah serebral.
Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global maupun fokal.
Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan
tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri,
sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-
tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga
mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran.
Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah
serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan,
mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5.
Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal
dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri
di ruang subarakhnoid. Vasispasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global
(nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan
hemisensorik, afasia danlain-lain).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi.
Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses
oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah
otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan
kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari
20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari
seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun
sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh
berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob, yang dapat
menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.
b. Stroke nonhemoragik (iskemik)
Dapat berupa emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama
beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun
terjadi iskemi yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat menimbulkan edema
sekunder. Kesadaran umumnya baik.
Perbedaan CVA hemoragik dan nonhemoragik
Gejala (anamnesa) Iskemik Perdarahan
Permulaan (awitan)
Waktu (saat “serangan”)
Peringatan
Nyeri Kepala
Kejang
Muntah
Kesadaran menurun
Sub akut/kurang mendadak
Bangun pagi/istirahat
+ 50% TIA
+/-
-
-
Kadang sedikit
Sangat akut/mendadak
Sedang aktifitas
-
+++
+
+
+++
Koma/kesadaran menurun
Kaku kuduk
Kernig
pupil edema
Perdarahan Retina
Bradikardia
Penyakit lain
+/-
-
-
-
-
hari ke-4
Tanda adanya aterosklerosis
di retina, koroner, perifer.
Emboli pada ke-lainan
+++
++
+
+
+
sejak awal
Hampir selalu hypertensi,
aterosklerosis, HHD
Pemeriksaan:
Darah pada LP
X foto Skedel
Angiografi
CT Scan
Opthalmoscope
Lumbal pungsi
Tekanan
Warna
Eritrosit
Arteriografi
EEG
katub, fibrilasi, bising
karotis
-
+
Oklusi, stenosis
Densitas berkurang
(lesi hypodensi)
Crossing phenomena
Silver wire art
Normal
Jernih
< 250/mm3
oklusi
di tengah
+
Kemungkinan pergeseran
glandula pineal
Aneurisma. AVM. massa
intra hemisfer/ vaso-spasme.
Massa intrakranial densitas
bertambah.
(lesi hyperdensi)
Perdarahan retina atau
corpus vitreum
Meningkat
Merah
>1000/mm3
ada shift
shift midline echo
(Arif Muttaqin, 2008)
3. Etiologi
Menurut Smeltzer ada 4 etiologi, yaitu :
1. Trombosis serebral
Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab
utama thrombosis serebral yang merupakan penyebab paling umum dari stroke.
Beberapa pasien dapat mengalami pusing, perubahan kognitif, atau kejang, dan
beberapa mengalami onset yang tidak dapat dibedakan dengan hemoragi
intracerebral. Secara umum, thrombosis serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba
dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia, atau parastesia pada setengah
tubuh dapat mendahului onset paralisis berat pada beberapa jam atau hari.
2. Embolisme serebral
Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang cabangnya
sehingga merusak sirkulasi serebral. Onset atau hemiplegia tiba-tiba dengan
afasia, tanpa afasia, atau kehilangan kesadaran pada pasien dengan penyakit
jantung atau pulmonal adalah karakteristik dari embolisme serebral.
3. Iskemia serebral
Iskemia serebral (Insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena kontriksi
ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.
4. Hemorragic cerebral
a. Hemoragi ekstradural (hemoragi epidural) adalah kedaruratan bedah neuro
yang memerlukan perawatan segera. Biasanya mengikuti fraktur tengkorak
dengan robekan arteri tengah dan arteri meninges lain, pasien harus diatasi
dalam beberapa jam cedera untuk mempertahankan hidup.
b. Hemoragi subdural pada dasarnya sama dengan hemoragi epidural, kecuali
bahwa hematoma subdural biasanya jembatan vena robek. Oleh karena itu,
periode pembentukan hematoma lebih lama dan menyebabkan tekanan pada
otak. Pasien dengan Hemoragi subdural biasanya tidak menunjukkan tanda
atau gejala.
c. Hemoragi subarachnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau hipertensi,
tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisme pada area
sirkulus Willisi dan malformasi arteri vena congenital pada otak.
d. Hemoragi intraserebral adalah peredaran di substansi dalam otak, paling
umum terjadi pada pasien dengan hipertensi dan arterosklerosis serebral
disebabkan oleh perubahan degeneratif karena penyakit ini biasanya
menyebabkan ruptur pembuluh darah. Biasanya onset tiba-tiba dengan sakit
kepala berat. Bila hemoragi membesar, makin jelas deficit neurologic yang
terjadi dalam bentuk penurunan kesadarn dan abnormalitas pada tanda vital.
Menurut Fransisca B disebabkan oleh :
a. Kurangnya suplay O2 menuju otak
b. Pecahnya pembuluh darah otak dikarenakan kerapuhan pembuluh darah pada
otak.
c. Adanya sumbatan atau bekuan darah di otak.
Menurut Brunner & Suddarth disebabkan oleh :
a. Adanya bekuan darah di pembuluh darah otak atau leher.
b. Adanya bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh
lain.
c. Insufisiensi suplai darah ke otak karena kontriksi artheroma pada arteri yang
menyuplai darah ke otak.
Menurut A. Muttaqin disebabkan oleh :
a. Trombosis cerebral
Terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan
iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti
disekitarnya. Biasa terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur.
Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan
darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis
sering kali memburuk pada 48 jam setelah thrombosis.
b. Hemoragi
Perdarahan intracranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang
subarachnoid atau ke dalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi
karena arterosklerosis dan hipertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak
menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim otak yang dapat
mengakibatkan penekanan, pergeseran, dan pemisahan jaringan otak yang
berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga
terjadi infark otak, edema, dan mungkin herniasi otak.
c. Hipoksia umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah :
Hipertensi yang parah
Henti jantung-paru
Curah jantung turun akibat aritmia
d. Hipoksia setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah :
Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migren.
4. Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke are tertentu di otak. Luasnya
infark tergantung pada factor-faktor seperti lokasi, dan besarnya pembuluh darah dan
adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang
tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan
local (thrombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskuler) atau karena gangguan umum
(hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai factor
penyebab infark pada otah. Thrombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah
dapat beku pada area yang stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau
terjadi turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah, terbawa sebagai emboli
dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan iskemi jaringan otak yang disuplai oleh
pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area. Area edema
ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar dari pada area infark itu sendiri. Edema
dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang setelah beberapa hari. Dengan
berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan. Oleh karena thrombosis
biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan massif. Oklusi pada pembuluh darah
serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diiringi thrombosis. Jika terjadi
septic infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi ada pada pembuluh darah yang tersumbat mengakibatkan
dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini menyebabkan perdarahan serebral, jika
aneurisma pecah dan rupture.
Perdarahan pada otak disebabkan oleh rupture arteriosklerosis dan hipertensi
pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas lebih sering menyebabkan
kematian daripada keseluruhan penyakit serebrovaskuler, karena persarahan yang luas
terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intrakranialdan yang lebih berat daapt
menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan
perdarahan bantang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke bantang otak. Perenbesan
darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nucleus kaudatus,
thalamus dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral. Perubahan
yang disebabkan oleh anoksia serebral dapar reversible untuk waktu 4-6 menit.
Perubahan irreversible jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi
karena gangguan yang bervariasi salah satunyta henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relative
banyak akan mengakibatkan peningkatan TIK dan oenuruna perfusi otak serta gangguan
drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar dan kaskade iskemik akibat
menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan saraf di area yang terkena darah dan
sekitarnya tertekan lagi.
Pathway
Faktor resiko Stroke
Aterosklerosi, Hiperkoagulasi, artesis
Katup jantung rusak, miokard infark, fibrilasi, endokarditis
Aneurisma, malformasi, arteriovenous
Thrombosis serebral Penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara
Perdarahan intra serebral
5. Faktor Resiko
Menurut Arif Muttaqin, yaitu :
1. Hipertensi, merupakan factor risiko utama.
2. Penyakit kardiovaskular-embolisme serebral berasal dari jantung.
3. Kolesterol tinggi
4. Obesitas
Pembuluh darah oklusi
Iskemi jaringan otak
Edema dan kongesti jaringan sekitar
Emboli serebral
STROKE
Perembesan darah dalam parenkim otak
Penekanan jaringan otak
Infark otak, edema, herniasi otak
Deficit neurologis
Kerusakan terjadi pada lobus frontal, kapasitas, memori,
atau fungsi intelektual kortikal
Infark serebral
Kehilangan control volunteer
resiko peningkatan TIK
Disfungsi bahasa dan komunikasi
Disartria, disfasia/afasia,
apraksia
Kerusakan komunikasi
verbal
Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis
Lapang perhatian terbatas, kesulitandalam pemahaman,
lupa, kurang motifasi,m frustasi, labilitas
emosi,penurunan gairah seksual
Koping individu tidak efektifPerubahan proses berfikirPenurunan gairah seksualResiko ketidakpatuhan terhadap penatalaksanaan
Herniasi falk serebri ke foramen
magnum
Kompresi batang otak
Deprsi saraf CV & perbafasan
kegagalan CV & perbafasan
kematian
Hemiplegi dan hemiparese
Kerusakan mobilitas fisik
Kerusakan perfusi
jaringan seebral
Koma
Intake nutrisi tidak adekuat
Kelemahan fisik umum
Kemampuan batuk
Disfungsi kandung kemih&
saluran cerna
Ketidak efektifan bersihan
jalan nafas
Gangguan eliminasi uri &
alvi
Kesadaran turun
Risiko cidera
Penekanan jaringan setempat
Disfungsi persepsi visual &
Perubahan persepsi sensori
Gangguan psikologisPerubahan eran keluargaAnsietasResiko penurunan pelaksanaan ibadah
Resti gangguan integritas kulit
Gangguan nutrisi
5. Peningkatan hematokrit meningkatkan risiko infark serebral.
6. Diabetes-terkait dengan arterogenesis terakselerasi.
7. Kontrasepsi oral (khususnya dengan hipertensi, merokok, dan kadar estrogen
tinggi)
8. Merokok
9. Penyalahgunaan obat (khusunya kokain)
10. Konsumsi alcohol
Menurut Francisca, yaitu :
1. Hipertensi
2. Hipotensi
3. Obesitas
4. Kolesterol meningkat
5. Adanya riwayat penyakit jantung
6. Adanya riwayat penyakit DM
Menurut Boedi Soemarjo, yaitu :
1. Koagulopati karena gangguan komponen darah
2. Factor keturunan stroke
3. Meningkatnya viskositas darah
6. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala menurut Bruno Suddart, antara lain:
Defisit Neurologi Manifestasi
Defisit Lapang Penglihatan
Homonium hemionopsia (kehilangan
setengah lapang pandang
Kehilanagn penglihatan perifer
Diplopia
Tidak menyadari orang atau objek di tempat
kehilangan penglihatan
Mengabaikan salah satu sisi tubuh
Kesulitan menilai jarak
Kesulitan melihat pada malam hari
Tidak menyadari objek atau batas objek
Penglihatan ganda
Defisit Motorik
Hemiparesis
Hemiplegia
Ataksia
Disartria
Disfagia
Kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada sisi
yang sama (karena lesi pada hemisfer yang
berlawanan)
Paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi
yang sama (karena lesi pada hemisfer yang
berlawana)
Berjalanan tidak mantap, tegak
Tidak mampu menyatukan kaki, perlu dasar
berdiri yang luas
Kesulitan dalam membentuk kata
Kesulitan dalam menelan
Defisit Sensorik
Parestesia (terjadi pada sisi
berlawanan dari lesi)
Tidak memberikan atau hilangnya
respon terhadap sensasi superfisial
Kebas dan kesemutan pada bagian tubuh
Kesulitan dalam propriosepsi (pengetahuan
tentang posisi bagian tubuh)
Hilangnya respon sentuhan, nyeri, tekanan,
panas dan dingin
Defisit Verbal
Afasia ekspresif
Afasia reseptif
Afasia global
Tidak mampu membentuk kata yang dapat
dipahami, mungkin mampu bicara dalam
respons kata tunggal
Tidak mampu memahami kata yang
dibicarakan , mampu bicara tetapi tidak
masuk akal
Kombinasi baik afasia reseptif dan ekspresif
Aleksia
Agrafasia
ketidakmampuan untuk mengerti kata yang
dituliskan
ketidakmampuan untuk mengekspresikan
ide-ide dalam tulisan
Defisit Kognitif Kehilangan memori jangka pendek dan
panjang
Penurunan lapang perhatian
Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi
Alasan abstrak buruk
Perubahan penilaian
Defisit Emosional Kehilangan control diri
Labilitas emosional
Penurunan toleransi pada situasi yang
menimbulkan stress
Depresi
Menarik diri
Rasa takut, bermusuhan, dan marah
Perasaan isolasi
Defisit Perseptual (Gangguan dalam
merasakan dengan tepat dan
menginterpretasi diri dan/atau
lingkungan)
Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia
atau menyangkal terhadap ekstremitas yang
mengalami paralise; kelainan unilateral)
Disorientasi (waktu, tempat, orang)
Apraksia (kehilangan kemampuan untuk
menggunakan obyek-obyek dengan tepat)
Agnosia (ketidakmampuan untuk
mengidentifikasi lingkungan melalui indera)
Kelainan dalam menemukan letak obyek
dalam ruang, memperkirakan ukurannya dan
menilai jauhnya
Kerusakan memori untuk mengingat letak
spasial obyek atau tempat
Disorientasi kanan kiri
Gangguan Eliminasi (Kandung kemih
dan usus)
Lesi unilateral karena stroke mengakibatkan
sensasi dan kontrol partial kandung kemin,
sehingga klien sering mengalami berkemih,
dorongan dan inkontinensia urine.
Jika lesi stroke ada pada batang otak, maka
akan terjadi kerusakan lateral yang
mengakibatkan neuron motorik bagian atas
kandung kemih dengan kehilangan semua
kontrol miksi
Kemungkinan untuk memulihkan fungsi
normal kandung kemih sangat baik
Kerusakan fungsi usus akibat dari penurunan
tingkat kesadaran, dehidrasi dan imobilitas
Konstipasi dann pengerasan feses
Sedangkan menurut francisca, tanda dan gejala CVA antara lain:
a. CVA Trombosis : Wajah pucat, penurunan gangguan kesadaran, sesuai beratnya
deficit neurologic, pada jantung terjadi cardiosklerosis, tekanan darah bervariasi,
hemiperesis prominen di salah satu eksremitas.
b. CVA Emboli : TIdak ada sakit kepala, serangan mendadak,, wajah pucat, aritmia
cardiac, tekanan darah bervariasi, hemiperesis tampak di salah satu ekstremitas.
c. CVA Parenkim: Sakit kepala menetap, wajah hiperemi, penurunan kesadaran
mendadak, pernafasan irregular, 70-80% muntah, peningkatan tensi arteri.
d. CVA Subarachnoid: Sakit kepala sementara, bleparaspasme, gangguan kesadaran
reversible, nadi 80-100%.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. CT scan bagian kepala
Pada stroke non hemoragi terlihat adanya infark, sedangkan pada stroke hemoragi
terlihat perdarahan.
b. Pemeriksaan lumbal pungsi
Pada pemeriksaan lumbal pungsi untuk pemeriksaan diagnostic diperiksa kimia
sitologi, mikrobiologi, dan virology. Di samping itu, dilihat pula tetesan cairan
serebrospinal saat keluar baik kecepatannya, kejernihannya,, warna dan tekanan,
yang menggambarkan proses terjadi di intraspinal. Pada stroke non hemoragi akan
ditemukan tekanan normal dari cairan cerebrospinal jernih. Pemeriksanaan pungsi
sisternal dilakukan bila tidak mungkin dilakukan dengan supervise neurolog yang
telah berpengalaman
c. Elektrokardiografi (EKG)
Untuk mengetahui keadaan jantung dimana jantung berperan dalam suplai darah ke
otak.
d. Elektro Encephalo Grafi (EEG)
Elektro Encepalo Grafi mengidentifikasi masalah berdasarkan gelonbang otak,
menunjukkan area lokasi secara spesifik
e. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui keadaan darah, kekekntalan darah,
jumlah sel darah. Penggumpalan trombosit yang abnormal, dan mekanisme
pembekuan darah
f. Angiografi serebral
Pada serebral angiografi membantu secara spesifik penyebab stroke seperti
perdarahan atau obstruksi arteri, memperlihatkan secara tepat letak oklusi atau ruptur
g. Magnetik Resonansi Imagine (MRI)
Menunjukkan darah yang mengalami infark, hemoragi, Malformasi Arterior Vena
(MAV). Pemeriksaan ini lebih canggih dibanding CT scan
h. Ultrasonagrafi Dopler
Ultrasonografi Dopler dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyakit MAV
(Harsono, 1996). Menurut Wibowo (1991), pemeriksaan sinar x kepala dapat
menunjukkan perubahan pada glandula pineal pada sisi yang berlawanan dari dapat
dilihat pada thrombosis serebral, klasifikasi parsial pada dinding aneurisme pada
perdarahan subarachnoid
i. Rontgen Torax
dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri
yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke. (Jusuf
Misbach, 1999), menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah
berlawanan dari massa yang meluas (Doengoes, 2000: 292)
j. GDA
k. Urine
l. Oftalmoskopi
Bisa menunjukkan tanda hipertensi dan perucahan aterosklerotikdalam arteri retina
8. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan Fase Akut
1. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan :
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir yang
sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
2. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
3. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin
pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
Pengobatan Konservatif
1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral ( ADS ) secara percobaan, tetapi
maknanya :pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka
arteri karotis di leher.
2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling
dirasakan oleh pasien TIA.
3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
9. Komplikasi
Komplikasi stroke menurut Satyanegara adalah sebagai berikut :
1. Komplikasi dini (0-48 jam pertama)
a. Edema serebri : deficit neurologis cenderung memberat, dapat mengakibatkan
peningkatan tekanan intracranial, herniasi, dan akhirnya menimbulkan kematian.
b. Infark miokard : penyebab kematian mendadak pada stroke stadium awal.
2. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari pertama)
a. Pneumonia : akibat immobilisasi lama.
b. Infark miokard.
c. Emboli paru : cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, sering kali pada saat
penderita mulai mobilisasi.
d. Stroke rekuren : dapat terjadi pada setiap saat.
3. Komplikasi jangka panjang
Stroke rekuren, infark miokard, gangguan vascular lain : penyakit vascular perifer.
Menurut smeltzer (2001), komplikasi yang terjadi pada pasien stroke adalah sebgai
berikut :
a. Hipoksia serebral diminimalkan dengan pemberian oksigen
b. Penurunan darah serebral
c. Embolisme serebral.
Komplikasi stroke menurut Brunner & Suddarth adalah sebagai berikut :
a. Hipoksia serebral diminimalkan dengan pemberian oksigenasi darah adekuat ke otak.
Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan.
b. Penurunan darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan
integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (IV) harus menjamin penurunan
viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi atau hipotensi
ekstrem perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan
potensi meluasnya area cedera.
c. Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium atau
dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah
ke otak dan selanjutnya menurunkan aliran darah serebral. Disritmia dapat
mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan penghentian thrombus local. Selain
itu, disritmia dapat menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
PENGKAJIAN
1. Identitas
Sering terjadi pada usia tua ( >35 tahun ). Resiko meningkat pada orang yang memiliki riwayat hipertensi, Diabetes Mellitus, mengalami obesitas, merokok, alcohol dan pengguna obat-obatan.
2. Keluhan Utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah kelemahan
anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan
tingkat kesadaran
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien
sedang melakukan kegiatan. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah, bahkan kejang
sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak
yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkay kesadaran disebabkan karena
perubahan pada intracranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai
perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsive, dan koma.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus, penyakit
jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat
antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan. Adanya riwayat
merokok, penggunaan alcohol.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, DM, atau adanya riwayat
stroke dari generasi terdahulu.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Umumnya mengalami penuruna kesadaran, kadang mengalami gangguan bicara yaitu sulit
dimengerti, kadang tidak bisa bicara, dan pada TTV :
TD : meningkat
Nadi : bervariasi
2. ROS (Review Of System)
a. B1 = Breathing
Inspeksi = batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu
nafas dan peningkatan frekuensi pernapasan
Auskultasi = bunyi napas tambahan ( ronchi)
Pada klien dengan kesadaran komposmentis
Inspeksi = pernapasan tidak ada kelainan
Palpasi = premitus raba kanan kiri seimbang
Auskiultasi = tidak ada suara nafas tambahan
b. B2 = Blood
- Syok hipovolemik
- Tekanan darah mengalami peningkatan dan dapat terjadi hipertensi massif (>200
mmHg)
c. B3 = Brain
Stroke dapat menyebabakan berbagai deficit neurologis, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekaut, dan
aliran darah kolateral. Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.
Pengkajian B3 merupakan pengkajian focus.
Pengkajian tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran klien biasanya stupor, letargi, dan semikomatosa.
Pengkajian fungsi serebral
Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan
aktivitas motorik klien. Pada klien stroke, tahap lanjut biasanya status mental
klien mengalami perubahan.
Fungsi intelektual
Didapatkan penurunan memori dan ingatan, baik jangka pendek maupun jangka
panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus
klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan
perbedaan yang kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak
begitu nyata.
Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang mempengaruhi
fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian
posterior dari girus temporalis superior (area Wernikle) di dapatkan disfagia
reseptif . Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior (area
brosa) didapatkan disfagia ekspresif.
Lobus Frontal
Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan jika kerusakan telah
terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori atau fungsi intelektual kortikal yang
lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang
perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, luka, kurang motivasi, depresi,
frustasi, dendam, dan kerja sama.
Hemisfer
Stroke hemisfer kanan didapatkan hemiparese sebelah kiri tubuh, penilaian
buruk dan mempunyai kerentanan terhadap sisi polateral sehingga kemungkinan
terjatuh posisi yang berlawanan tersebut. Pada stroke hemisfer kiri mengalami
hemiparese kanan, perilaku lambat dan sangat hati-hati, kelainan bidang
pandang sebelah kanan, disfagia global, afasia, dan mudah frustasi.
Pengkajian saraf cranial
Saraf I
Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
Saraf II
Disfungsi persepsi visual karena gangguan jarak sensori primer diantara mata
dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan
dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada klien dengan
hemiplegia kiri.
Saraf III, IV, VI
Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada satu sisi otot-otot okularis
didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral disisi yang sakit.
Saraf V
Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigeminus,
penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang
bawah posisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus
dan eksternus.
Saraf VII
Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot wajah
tertarik di bagian sisi yang sehat.
Saraf VIII
Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
Saraf IX dan X
Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut.
Saraf XI
Tidak ada atropi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
Saraf XII
Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta indra
pngecapan normal.
Pengkajian Sistem Motorik
Inspeksi umum
Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak
yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda
yang lain.
Fasikulasi
Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
Tonus Otot
Didapatkan meningkat.
Kekuatan otot
Pada penilaian kekuatan otot pada sisi sakit didapatkan nilai 0
Keseimbangan dan koordinasi
Didapatkan mengalami gangguan karena hemiparese dan hemiplegia
Pengkajian Reflek
Pengkjaian reflek Profunda
Pengetukan pada tendon, ligamnetum atau periosteum derajat reflek pada respon
normal
Pemeriksaan reflek Patologis
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah
beberapa hari reflek fisiologis akan kembali didahului dengan reflek patologis.
Pengkajian Sistem Sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terdapat ketidakmampuan
menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visualkarena ganggua jarassensori
primer diantara mata dan korteks visual. Kehilanagn sensori Karena stroke dapat
berupa kerusakan sentuhan, dan kehilnagan propriopsesi (kemampuan untuk
merasakan posisi dan gerakan bagisn tubuh) serta kesulitan dalam
menginterpretasikan stimuli visual, taktil, dan auditorius.
d. B4 = Bladder
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara karena konfusi,
ketidakmampuan menkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
mengendalikan kandung kemih karena kerusakan control motorik dan postural. Kadang
control sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Kerusakan inkontinensia urin
yang berlanjut menunjukkan kerusakan neorologis luas.
e. B5 = Bowel
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual
muntah pada fase akut. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan
peristaltic usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
f. B6 = Bone
Stroke adalah penyakit UMN dan mnegakibatkan kehilangan control volunteer
terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas menyilang, gangguan control
motor volunteerpada salah satu sisi tubuh dapat menunjukka kerusakan pada neuron
motor atas dari sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah
hemiplegi atau hemiparesis. Pada kulit, jika klien keurangan O2 kulit akan tampak
pucat dan jika kekurangan cairan turgor kulit akan buruk.
POLA FUNGSI KESEHATAN
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral.
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut, kehilangan sensasi
(rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia ditandai dengan kesulitan menelan,
obesitas (Doengoes, 2000: 291)
3. Pola eliminasi
Gejala menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti inkontinensia urine, anuria.
Adanya distensi abdomen (distesi bladder berlebih), bising usus negatif (ilius paralitik),
pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.(Doengoes,
1998 dan Doengoes, 2000: 290)
4. Pola aktivitas dan latihan
Gejala menunjukkan danya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah.
Tanda yang muncul adalah gangguan tonus otot (flaksid, spastis), paralitik (hemiplegia)
dan terjadi kelemahan umum, gangguan penglihatan, gangguan tingkat kesadaran
(Doengoes, 1998, 2000: 290)
5. Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot
6. Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk
berkomunikasi akibat gangguan bicara.
7. Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
8. Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/ kekaburan pandangan,
perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif
biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir.
9. Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti
obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
10. Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses
berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
11. Integritas ego
Terdapat gejala perasaan tak berdaya, perasaan putus asa dengan tanda emosi yang labil
dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira, kesulian mengekspresikan diri
(Doengoes, 2000: 290)
12. Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil,
kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. (Marilynn E. Doenges, 2000)
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko peningkatan TIK yang berhubungan dengan adanya peningkatan volume
intracranial, penekanan jaringan otak, dan edema serebral.
2. Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral,
oklusi otak, vasospasme, dan edema otak.
3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi secret,
kemampuan batuk menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder, dan perubahan tingkat
kesadaran.
4. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan denganhemiparese/hemiplagia, kelemahan
neuromuscular pada ekstremitas.
5. Resiko tinggi terhadap terjadinya cedera yang berhubungan dengan penurunan luas lapang
pandang, penurunan sensasi rasa (panas,dingin)
6. Risiko gangguan integritas yang berhubungan dengan tirah baring lama.
7. Deficit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan neuromuscular, menurunnya
kekuatan dan kesadaran, kehilangan control otot/koordinasi ditandai dengan oleh
kelemahan untuk ADL seperti makan, mandi, mengatur suhu air, melipat atau memakai
pakaian.
8. Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area
bicara di hemisfer otak, kehilangan control tonus otot fasial atau oral, dan kelemahan
secara umum.
9. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
kelemahan otot mengunyah dan menelan.
10. Gangguan persepsi sensori yang berhubungan dengan penurunan sensori, penurunan
penglihatan.
11. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) yang berhubungan dengan imobilisasi, asupan cairan
yang adekuat.
12. Gangguan eliminasi urine (inkontinensia urine) yang berhubungan dengan lesi pada
UMN.
13. Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan perubahan status social, ekonomi,
dan harapan hidup.
14. Kecemasan klien dan keluarga yang berhubungan dengan prognosis penyakit yang tidak
menentu.
15. Resiko penurunan curah jantung
INTERVENSI
PREUBAHAN PERFUSI JARINGAN OTAK YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERDARAHAN INTRASEREBRAL,OKLUSI OTAK, VASOSPASME DAN EDEMA OTAKTujuan : Dalam waktu 2x24jam perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimalKriteria : Klien tidak gelisah tidak ada keluhan nyeri kepala mual dan kejang GCS 4,5,6
pupil isokor refleks cahaya (+) tanda-tanda vital normal (N : 60-100 kali per menit, S= 36-36,70 C, RR : 16-20 kali per
menit)INTERVENSI RASIONALISASIBerikan penjelasan pada keluarga klien tentang sebab peningkatan TIK dan akibatnya
Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
Baringkan klien (bed rest) total dengan posisi tidur telentang tanpa bantal
Perubahan pada tekanan intrakranial akan dapat menyebabkan resiko untuk terjadinya herniasi otak
Monitor tanda-tanda status neurologis dan GCS
Dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjut
Monitor tanda-tanda vital seperti TD,nadi, suhu, respirasi dan hati-hati pada hipertensi sistolik
Peda keadaan normal autoregulasi mempertahankan keadaan tekanan darah sistemik berubah secara fluktuasi. Kegagalan autoreguler akan menyebabkan kerusakan vaskuler serebral yang dapat dimanifestasikan dengan peningkatan sistolik dan diikuti oleh penurunan tekanan diastolik. Sedangkan peningkatan suhu dapat menggambarkan perjalanan infeksi.
Monitor input dan output Hipertermi dapat menyebabkan peningkatan IWL dan meningkatkan resiko dehidrasi terutama pada pasien yang tidak sadar, nausea yang menurunkan intake per oral
Bantu pasien untuk membatasi muntah, batuk. Anjurkan pasien untuk mengeluarkan napas apabila bergerak atau berbalik di tempat tidur.
Aktivitas ini dapat meningkatkan TIK dan tekanan intraabdomen. Mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau mengubah posisi dapat melindungi diri dari efek valsava
Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan
Batuk dan mengejan dapat meningkatkan TIK dan dan potensial terjadi pendarahan ulang
Kolaborasi : Berikan cairan perinfus dengan perhatian ketat
Meminimalkan fluktuasi pada beban vaskuler dan tekanan intrakranial, retraksi cairan dan cairan dapat menurunkan edema serebral
Monitor AGD bila diperlukan pemberian oksigen
Adanya kemungkinan asidosis disertai dengan pelepasan oksigen pada tingkat sel dapat menyebabkan terjadinya iskemik serebral
Berikan terapi sesuai instruksi dokter, seperti : steroidAminofelAntibiotika
Terapi yang diberikan dengan tujuan :Menurunkan permeabilitas kapilerMenurunkan edema serebriMenurunkan metabolik sel/konsumsi dan kejang
BERSIHAN JALAN NAPAS TIDAK EFEKTIF YANG BERHUBUNGAN DENGAN JALAN NAPAS BUATAN PADA TRAKEA, PENINGKATAN SEKRESI SEKRET DAN KETIDAKMAMPUAN BATUK/BATUK EFEKTIF SEKUNDER AKIBAT NYERI DAN
KELETIHANTujuan : Dalam waktu 2x24 jam klien mampu meningkatkan dan mempertahankan ketidakefektifan jalan napas agar tetap bersih dan mencegah aspirasi.Kriteria Hasil : bunyi napas terdengar bersih ronki tidak terdengar trakheal tube bebas sumbatan menunjukkan batuk efektif tidak ada lagi menumpukan sekret di saluran pernapasan frekuensi napas dalam batas normal (16-20 kali per menit)INTERVENSI RASIONALKaji keadaan jalan napas Obstruksi mungkin dapat disebabkan oleh
akumulasi sekret, sisa cairan mukus, perdarahan, bronkospasme dan/atau posisi dari trakheostomi selang endotrakheal yang berubah
Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi suara napas pada kedua paru (bilateral)
Pergerakan dada yang simetris dengan suara napas yang keluar dari paru-paru menandakan jalan napas tidak terganggu. Saluran napas bagian bawah tersumbat dapat terjadi pada pneumonial/atelektasis akan menimbulkan perubahan suara napas seperti ronki/mengi
Lakukan pengisapan lendir jika diperlukan, batasi durasi penghisapan dengan 15 detik atau lebih. Gunakan kateter pengisap yang sesuai, cairan fisiologis steril.Berikan oksigen 100% sebelum dilakukan pengisapan dengan ambubag (hiperventilasi)
Pengisapan lendir tindak selama dilakukan terus-menerus, dan durasinya pun dapat dikurangi untuk mencegah bahaya hipoksia.Diameter kateter penghisap tidak boleh lebih dari 50% diameter jalan napas untuk mencegah hipoksia.Dengan membuat hiperventilasi melalui pemberian oksigen 100% dapat mencegah terjadinya atelektasis dan mengurangi terjadinya hipoksia
Anjurkan klien mengenai teknik batuk selam penghisapan, seperti : waktu bernapas panjang, batuk kuat, bersin jika ada indikasi.
Batuk yang efektif dapat mengeluarkan sekret dari saluran napas
Atur/ubah posisi secara teratur (tiap 2 jam) Mengatur pengeluaran sekret dan ventilasi segmen paru-paru, mengurangi resiko atelektasis
Berikan minum hangat jika keadaan memungkinkan
Membantu mengencerka sekret, mempermudah mengeluarkan sekret
Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di saluran pernapasan
Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengambangkan kepatuhan klien terhadap rencana terapeutik
Deficit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan neuromuscular,
menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan control otot/koordinasi
Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam terjadi peningkatan perilaku dalm perawatan diri.
kriteria : klien dapat menunjukkan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri,
klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan,
mengidentifikasi personal/masyarakat yang dapat membantu.
Intervensi
1. Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam skala 0-4 untuk melakukan ADL
Rasional : membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan pertemuan kebutuhan
individual.
2. Hindari apa yang tidak dapat dilakuakn klien dan bantu bila perlu
Rasional : klien dalam keadaan cemas dan tergantung hal ini dilakukan untuk mencegah
frustasi dan harga diri klien.
3. Menyadarkan tingkah laku/sugesti tindakan pada perlindungan kelemahan. Pertahankan
dukungan pola pikir izinkan klien melakukan tugas, beri umpan balik, positif untuk
usahanya.
Rasional : klien memerlukan empati, tetapi perlu mengetahui perawatan yang konsisten
dalam menangani klien. Sekaligus meningkatkan harga diri, memandirikan klien, dan
menganjurkan klien untuk terus mencoba.
4. Rencanakan tindakan untuk defisit penglihatan seperti tempatkan makanan dan peralatan
dalam suatu tempat, dekatkan tempat tidur ke dinding.
Rasional : klien akan mampu melihat dan memakan makanan, akan mampu melihat
keluar masuknya orang ke ruangan.
5. Tempatkan perabotan ke dinding, jauhkan dari jalan.
Rasional : menjaga keamanan klien bergerak di sekitar tempat tidur dan menurunkan
risiko tertimpa perabotan.
6. Beri kesempatan untuk menolong diri seperti menggunakan kombinasi pisau garpu, sikat
dengan pegangan panjang, ekstensi untuk berpijak pada lantai atau ke toilet, kursi untuk
mandi.
Rasional : mengurangi ketergantungan.
7. Kaji kemampuan komunikasi untuk BAK. Kemampuan menggunakan urinal, pispot.
Antarkan ke kamar mandi bila kondisi memungkinkan.
Rasional : ketidakmampuan berkomunikasi dengan perawat dapat menimbulkan masalah
pengosongan kandung kemih oleh karena masalah neurogenik.
8. Identifikasi kebiasaan BAB. Anjurkan minum dan menigkatkan aktivitas.
Rasional : meningkatkan latihan dan membantu mencegah konstipasi.
9. Kolaborasi:
Pemberian suposituria dan pelumas feses/pencahar
Rasional : pertolongan utama terhadap fungsi usus atau defekasi.
10. Konsul ke dokter terapi okupasi
Rasional : untuk mengembangkan terapi dan melengkapi kebutuhan khusus.
Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan efek dari kerusakan pada
area bicara di hemisfer otak, kehilangan control tonus otot fasial atau oral, dan
kelemahan secara umum.
Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam klien dapat menunjukkan pengertian terhadap maslah
komunikasi, mampu mengekspresikan perasaanya, mampu menggunakan bahasa isyarat.
kriteria : terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi, klien
mempu merespons setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat.
Intervensi
1. Kaji tipe disfungsi, misalnya klien tidak mengerti tentang kata-kata atau masalah
berbicara atau tidak mengerti bahasa sendiri.
Rasional : membantu menentukan kerusakan area pada otak dan menentukan kesulitan
klien dengan sebagian atau seluruh proses komunikasi, klien mungkin mempunyai
masalah dalam mengartikan kata-kata.
2. Bedakan afasia dengan disartria.
Rasional : dapat menentukan pilihan intervensi sesuai dengan tipe gangguan.
3. Lakukan metode percakapan yang baik dan lengkap, beri kesempatan klien untuk
mengklarifikasi
Rasional : klien dapat kehilangan kemampuan untuk memonitor ucapannya,
komunikasinya secara tidak sadar, dengan melengkapi dapt merealisasikan pengertian
klien dan dapat mengklarifikasi percakapan.
4. Katakan untuk mengikuti perintah secara sederhana seperti tutup matamu dan lihat ke
pintu
Rasional : untuk menguji afasia reseptif
5. Perintahkan klien untuk menyebutkan nama suatu benda yang diperlihatkan
Rasional : meguji afasia ekspresif, misalnya klien dapat mengenal benda tersebut tetapi
tidak mampu menyebutkan namanya.
6. Suruh klien untuk menulis nama atau kalimat pendek, bila tidak mampu untuk menulis
suruh klien untuk membaca kalimat pendek.
Rasional :menguji ketidakmampuan menulis (agrafia) dan defisit membaca (alexia) yang
juga merupakan bagian dari afasia reseptif dan ekspresif.
7. Beri peringatan bahwa klien di ruang ini mengalami gangguan bicara, sediakan bel
khusus bial perlu.
Rasional : untuk kenyamanan berhubungan dengan ketidakmapuan berkomunikasi.
8. Pilih metode komunikasi alternative misalnya menulis dengan papan tulis, menggambar,
dan mendemonsrasikan secara visual gerakan tangan.
Rasional : memberikan komunikasi dasar sesuai dengan situasi individu.
9. Antisipasi dan bantu kebutuhan klien.
Rasional : membantu menurunkan frustasi karena ketergantungan atau ketidakmampuan
berkomunikasi.
10. Kolaborasi:
Konsul ke ahli terapi bicara
Rasional : mengkaji kemampuan verbal individual dan sensori motorik dan fungsi
kognitif untuk mengidentifikasi defisit dan kebutuhan terapi.
Risiko gangguan integritas yang berhubungan dengan tirah baring lama.
Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam klien mampu mempertahankan keutuhan kulit.
Kriteria : klien mampu berpartisipasi terhadap pencegahan luka, mengetahui penyebab
dan cara pencegahan luka, tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka.
Intervensi
1. Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi jika mungkin.
Rasional : meningkatkan aliran darah ke semua daerah
2. Ubah posisi tiap 2 jam
Rasional : menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah
3. Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang menonjol
Rasional : menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol.
4. Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu
berubah posisi.
Rasional : menghindari kerusakan kapiler.
5. Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan
dan pelunakan jaringan tiap mengubah posisi.
Rasional : hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan
6. Jaga kebersihan kulit dan seinimal mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit.
Rasional : mempertahankan keutuhan kulit.
DAFTAR PUSTAKA
Mutaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatak Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan.
Salemba Medika
Ariani, Tutu April. 2007. System Neuro Behaviour. Salemba Medika
Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Nursing the Series for Clinical Excellence : Memahami Berbagai Macam Penyakit. 2011.
Jakarta : PT Indeks Jakarta