Laporan Oseonografi kimia
-
Upload
sulham-syahid -
Category
Documents
-
view
205 -
download
12
description
Transcript of Laporan Oseonografi kimia
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salinitas adalah garam–garam yang terlarut dalam satu kilogram air laut dan
dinyatakan dalam satuan perseribu (Nybakken, 1992). Selanjutnya dinyatakan
bahwa dalam air laut terlarut macam–macam garam terutama natrium klorida,
selain itu terdapat pula garam–garam magnesium, kalium dan sebagainya. (Nontji,
1987).
Salinitas didefenisikan sebagai jumlah seluruh zat yang larut dalam satu
kilogram air laut dengan anggapan bahwa seluruh karbonat telah berubah menjadi
oksida, semua bromida dan iodida diganti dengan klorida dan semua zat organik
mengalami oksidasi sempurna (Nontji, 1987).
Salinitas mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan organisme,
misalnya dalam hal distribusi biota laut akuatik. Salinitas merupakan salah satu
parameter yang berperan dalam lingkungan ekologi laut. Beberapa jenis
organisme ada yang tahan terhadap perubahan salinitas yang besar, ada pula
yang tahan terhadap salinitas yang kecil (Nybakken,1992).
Dari uraian tersebut maka untuk menentukan kadar garam suatu perairan
maka dilakukanlah praktikum penentuan nilai salinitas.
B. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan praktikum ini adalah untuk menentukan kadar garam sampel air laut
perairan Kampung Paotere dengan menggunakan 3 (tiga) metode, yaitu metode
konduktivitas, densitas dan refraksi indeks.
Kegunaan praktikum ini adalah dapat memberikan pengetahuan tentang
kadar garam (salinitas) sampel air laut dari Kampung Paotere dengan
menggunakan 3 (tiga) metode yaitu konduktivitas, densitas dan refraksi indeks.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
Salinitas adalah kadar garam terlarut dalam air. Satuan salinitas adalah per
mil (‰), yaitu jumlah berat total (gr) material padat seperti NaCl yang terkandung
dalam 1000 gram air laut. Salinitas merupakan bagian dari sifat fisik kimia suatu
perairan, selain suhu, pH, substrat dan lain-lain. Salinitas dipengaruhi oleh pasang
surut, curah hujan, penguapan, presipitasi dan topografi suatu perairan. Akibatnya,
salinitas suatu perairan dapat sama atau berbeda dengan perairan lainnya,
misalnya perairan darat, laut dan payau. Kisaran salinitas air laut adalah 30-35‰,
estuari 5-35‰ dan air tawar 0,5-5‰ (Nybakken,1992).
Faktor–faktor yang mempengaruhi kandungan nilai salinitas pada suatu
perairan adalah adanya evaporasi pada permukaan perairan, banyaknya air tawar
yang masuk ke perairan serta musim. Di perairan samudra, salinitas biasanya
berkisar antara 34 – 35 o/oo sedang kisaran salinitas normal bagi perairan pantai
untuk daerah tropis adalah antara 28 – 32 o/oo (Lisu, 1996).
Salinitas suatu kawasan menentukan dominansi makhluk hidup pada daerah
tersebut. Suatu kawasan dengan salinitas tertentu didominasi oleh suatu spesies
tertentu terkait dengan tingkat toleransi spesies tersebut terhadap salinitas yang
ada (Nybakken, 1992).
Perbedaan salinitas terjadi karena adanya perbedaan penguapan dan
presipitasi. Salinitas lautan di daerah beriklim tropik lebih tinggi karena evaporasi
yang tinggi pula, sedangkan pada lautan di daerah beriklim sedang salinitasnya
rendah karena evaporasi lebih rendah, sedangkan pada daerah pantai dan laut
yang tertutup sebagian memiliki salinitas yang bervariasi dan mungkin mendekati
nol dimana sungai menyuplai air tawar (Nybakken 1992).
Terdapat berbagai cara untuk menentukan salinitas, baik secara kimia
maupun fisika. Salah satu cara yang populer untuk mengukur salinitas dengan
3
ketelitian tinggi ialah salinometer yang bekerjanya berdasarkan daya hantar listrik.
Makin besar salinitas, makin besar pula daya hantar listriknya. Selain itu telah
dikembangkan pula alat STD (Salinity-Temperature-Depth recorder) yang apabila
diturunkan ke dalam laut dapat dengan otomatis membuat kurva salinitas dan suhu
terhadap kedalaman di lokasi tersebut. Salinitas mempunyai nilai maksimum pada
daerah lintang 200 LU dan 200 LS, kemudian menurun kembali pada daerah lintang
yang lebih tinggi lagi (Nybakken,1992).
Alat dan metode untuk penentuan salinitas adalah sebagai berikut :
1. Salinometer
Salinometer adalah alat untuk mengukur salinitas dengan cara mengukur
kepadatan dari air yang akan dihitung salinitasnya. Bekerjanya berdasarkan daya
hantar listrik,semakin besar salinitas semakin Besar pula daya hantar listriknya.
Alat ini digunakan di laboratorium, berbeda dengan refraktometer yang biasa
digunakan di lapangan (Anonim, 2012).
2. Hand Refraktometer
Hand Refraktometer merupakan alat pengukur salinitas yang cukup umum.
Juga disebut sebagai pengukur indeks pembiasan pada cairan yang dapat
digunakan untuk mengukur kadar garam. Prinsip alat ini adalah dengan
memanfaatkan indeks bias cahaya untuk mengetahui tingkat salinitas air, karena
memanfaatkan cahaya maka alat ini harus dipakai di tempat yang mendapatkan
banyak cahaya atau lebih baik kalau digunakan di bawah sinar matahari (Anonim,
2012).
3. Conductivitymeter
Metode pengukuran salinitas dengan mempergunakan dasar nilai
konduktivitas air laut pertama kali diperkenalkan pada tahun 1930-an. Untuk
melakukan perhitungan salinitas sangat tergantung pada faktor suhu sehingga
pengukurannya harus bersamaan dengan pengukuran suhu yang berakurasi yang
4
cukup tinggi. Metode ini dibakukan pada tahun 1978 dengan sebutan Practical
salinity Scale (PSS78), dengan satuan Psu (Practical Salinity Unit) atau bisa ditulis
tanpa satuan (Syahid, 2012)
5
III. METODE ANALISIS
A. Prinsip Analisis
Prinsip analisis untuk menentukan salinitas suatu perairan ada 3 (tiga), yaitu
sebagai berikut :
1) Prinsip Analisis Densitas (Tekanan)
Pada metode ini alat yang digunakan dalam penentuan salinitas adalah
salinometer. Salinometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur tingkat
keasinan / kadar garam suatu larutan. Prinsip kerja dari alat ini yaitu mengacu
pada massa jenis air yang diukur. Salinometer akan mengapung karena pengaruh
jenis air. Daya apung salinometer mengindikasi nilai kadar air tersebut. Untuk
mengetahui kadar garam air tersebut dengan melakukan pembacaan skala yang
terdapat pada salinometer (Ernamaiyanti, 2010)
2) Prinsip Analisis Refraksi Indeks (Pembiasan Cahaya)
Pada metode penentuan salinitas dengan metode refraksi indeks, alat yang
digunakan yaitu hand refraktor. Hand refraktor adalah alat pengukur salinitas yang
cukup umum juga disebut pengukur indeks pembiasan cairan yang dapat
digunakan untuk mengukur kadar garam. Prinsip kerja alat ini dengan
memanfaatkan indeks bias cahaya untuk mengetahui tingkat salinitas air (Anonim,
2012)
3) Prinsip Analisis Konduktivitas (Daya Hantar Listrik)
Konduktivitas adalah kemampuan suatu alat dalam antar arus listrik. Alat yang
digunakan dalam menghitung konduktivitas adalah konduktivitimeter.
Konduktivitimeter adalah alat yang digunakan untuk analisis konduktivitas, prinsip
kerja pada alat ini berkaitan dengan daya hantar listrik dari suatu larutan yang
berhubungan dengan jenis dan konsentrasi ion di dalam larutan (Anonim, 2012).
6
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum pengukuran salinitas yaitu Salinometer
untuk mengukur salinitas, Konduktivitimeter berfungsi mengukur salinitas, Hand
refraktor untuk mengukur salinitas, gelas ukur untuk mengukur air sampel, gelas
kimia untuk mencampur sampel dengan akuades dan pipet tetes untuk mengambil
larutan / sampel
Bahan yang dibutuhkan dalam pengukuran salinitas yaitu sampel air laut
sebagai sampel, aquades sebagai pengencer, dan tissue untuk membersihkan.
C. Prosedur kerja
1. Conductivitymeter
Menyiapkan semua alat dan bahan yang digunakan. Kemudian mencuci gelas
ukur dengan aquades untuk mensterilkannya. Setelah itu memasukkan sampel air
laut kedalam gelas ukur dengan volume 10 ml. Kemudian mengencerkan sampel
tersebut dengan aquades hingga volumenya 100 ml. Menuangkan ke dalam
beaker glass yang steril, selanjutnya menyalakan konduktivitymeter. Memasukkan
prob kedalam sampel yang telah diencerkan tadi. Setelah itu menekan tombol oC
untuk mengukur suhunya. Kemudian menekan tombol CND untuk mengukur
konduktivitanya. Mencatat hasil pengukuran suhu dan nilai konduktivitas sampel
tersebut dan mematikan alat konduktivitimeter .
2. Salinometer
Menyiapkan semua alat dan bahan yang dibutuhkan. Membersihkan
permukaan salinometer dengan menggunakan tissue. Setelah itu, memasukkan
sampel air laut ke dalam gelas ukur hingga volume 100 ml. memasukkan
salinometer di dalam sampel air laut secara perlahan. kemudian mengamati air
yang berimpitan dengan nilai pada skala salinometer. Kemudian mencatat nilai
7
pengukuran. Melakukan 3 (tiga) kali pengulangan oleh pengamat yang berbeda-
beda.
3. Handrefraktometer
Menyiapkan semua alat dan bahan yang dibutuhkan. Mensterilkan lensa
handrefraktometer dengan menggunakan aquades dengan cara meneteskannya,
dan membersihkannya dengan tissue. Kemudian mengambil sampel dengan
menggunakan pipet tetes dan meneteskannya diatas permukaan lensa
handrefraktometer selanjutnya menutup lensa handrefraktometer dengan kaca
yang terdapat pada alat tersebut. Setelah itu mengarahkan handrefraktometer
kearah cahaya dengan mendatar (lensa berada dibagian atas mengarah ke
cahaya). Kemudian membaca penunjukan angka yang berimpitan dengan
perbatasan antara bidang yang berwarna putih dan biru. Mencatat hasil
pengamatan yang diperoleh dan melakukan 3 (kali) pengulangan oleh pengamat
yang berbeda tiap pengulangannya.
D. Perhitungan
Perhitungan salinitas menggunakan konduktivitimeter dilakukan dengan
menggunakan rumus yang dikembangkan oleh APHA (1992).
Dimana ΔS diperoleh dari :
Dimana :
a0 = 0.0080 b0 = 0.0005
a1 = -0.1692 b1 = -0.0056
a2 = 25.3851 b2 = -0.0066
S = ao + a1Rt1/2 + a2Rt + a3Rt
3/2 + a4Rt2 + a5Rt
5/2 + ΔS
ΔS = 𝑡 −15
1 +0.0162 (𝑡 −15) {bo + b1Rt
1/2 + b2Rt + b3Rt3/2 + b4Rt
2 + b5Rt5/2}
8
a3 = 14.0941 b3 = -0.0375
a4 = -7.0261 b4 = 0.0636
a5 = 2.7081 b5 = -0.0144
Rt = Konduktivitas Air Contoh pada Suhu t
KOnduktivitas Larutan KCL pada Suhu t
9
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Perhitungan Metode Densitas
Data yang diperoleh :
Pengamatan I = 35 ppt
Pengamatan II = 36 ppt
Pengamatan III = 34 ppt
Kadar salinitas ditentukan dengan rumus:
Salinitas = 35+36+34
3 =
105
3 = 35 ppt
2. Perhitungan Metode Refraksi Indeks
Data yang diperoleh :
Pengamatan I = 39 ppt
Pengamatan II = 39 ppt
Pengamatan III = 39 ppt
Kadar salinitas ditentukan dengan rumus:
Salinitas = 39+39+39
3 =
117
3 = 39 ppt
3. Perhitungan Metode Konduktivitas
Data yang diperoleh :
C Sampel = 4.868 𝜇s/cm
C Kcl = 53.000 𝜇s/cm
Suhu = 24.8o C
Kadar salinitas ditentukan dengan rumus:
Rt = Konduktivitas Air Contoh pada Suhu t
KOnduktivitas Larutan KCL pada Suhu t
R24.8 = 4.868
53000 4.868 × 1000 × 10
10
= 0.91849 𝜇s/cm
Cari Nilai ΔS :
ΔS = 𝑡 −15
1 +0.0162 (𝑡 −15) {bo + b1Rt
1/2 + b2Rt + b3Rt3/2 + b4Rt
2 + b5Rt5/2}
= 24.8 −15
1 +0.0162 (24.8 −15) {0.0005 + 0.0056(0.91849 )1/2 + 0.0066(0.91849) +
0.0374(0.91849 )3/2 + 0.0636 (0.91849 )2 +
0.0144(0.91849 )5/2}
= (8.547)(0.0005-0.005367-0.005367-0.006062-0.03301+0.053654-0.011643)
= -0.00193(8.547)
= -0.001647
Nilai S :
S = ao + a1Rt1/2 + a2Rt + a3Rt
3/2 + a4Rt2 + a5Rt
5/2 + ΔS
= 0.008 + 0.1692(0.91849 )1/2 + 25.3854(0.91849) + 14.0941(0.91849 )3/2 +
7.0261 (0.91849 )2 + 2.7081(0.91849 )5/2 – 0.01647
= 0.008 + 0.162158 +23.31624 + 12.140649 – 5.927386 + 2.189529 – 0.01647
= 32.13856 ppt
11
B. Pembahasan
Setelah melakukan percobaan pengukuran salinitas dengan metode yang
berbeda dan sampel yang sama, diperoleh pada metode pertama yaitu metode
densitas dengan menggunakan salinometer didapatkan 35 ppt. pada pengulangan
kedua metode yang digunakan yaitu metode konduktivitas nilai pengukuran
salinitas sebesar 32.13856 ppt, dan metode terakhir yaitu metode refraksi indeks,
nilai salinitas yang diperoleh yaitu 39 ppt.
Hasil yang didapatkan sesuai dengan salinitas air laut. Sesuai pendapat
Nybakken (1992) yang menyatakan bahwa kisaran salinitas air laut adalah 30-
35‰, estuari 5-35‰ dan air tawar 0,5-5‰.
Perbandingan nilai salinitas yang didapatkan pada tiap metode yang
digunakan, perbandingannya sangat kecil. Ketepatan nilai akurasi pada
pengukuran tergantung alat yang digunakan saat pengukuran. Menurut
Nyabakken (1992) alat pengukur salinitas dengan ketelitian tinggi ialah
konduktivitimeter yang bekerjanya berdasarkan daya hantar listrik. Makin besar
salinitas, makin besar pula daya hantar listriknya. Hubungan konduktivitas dengan
salinitas memiliki akurasi sekitas ± 0.0003 salinitas.
12
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa terdapat 3 (tiga) metode yang
digunakan dalam penentuan salinitas pada air yaitu metode densitas, metode
refraksi indeks, dan metode konduktivitas. Hasil dari pengukuran menggunakan
salinometer didapatkan 35 ppt. pada metode konduktivitas nilai pengukuran
salinitas sebesar 32.13856 ppt, dan metode refraksi indeks, nilai salinitas yang
diperoleh yaitu 39 ppt, metode yang paling akurat adalah metode konduktivitas.
B. Saran
Laporan praktikum sebaiknya langsung dikerja dan diselesaikan setelah
melakukan praktikum.
13
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Alat Pengukur Salinitas Tekanan dan Suhu. (http://rahayu-
putrysantoso.blogspot.com/2012/03/alat-pengukur-salinitas-tekanandan-
suhu.html). (Online). [Diakses pada tanggal 20 April 2013].
Ermayanti. 2010. Faktor-Faktor Ekologi Habitat Larva Nyamuk Anaohales di
Desa Daerah Kelantan. Universitas riau, Pekanbaru,
Lisu, W. 1996. Sifat Fisik dan Kimia Air Laut. Gajah Mada University Press,
Yogyakarta.
Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan, Jakarta.
Nyabakken, J. W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT
Gramedia, Jakarta.
Syahid, S. 2012. Pengukuran Nilai Salinitas. (http: // mulai dengan kanan. blogspot. com/2012/03/pengukuran-nilai-salinitas.html). (Online). [Diakses pada tanggal 20 April 2013].
14
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Klorida banyak ditemukan di alam, hal ini di karenakan sifatnya yang mudah
larut. Kandungan klorida di alam berkisar < 1 mg/l sampai dengan beberapa ribu
mg/ldi dalam air laut. Air buangan industri kebanyakan menaikkan kandungan
klorida demikian juga manusia dan hewan membuang material klorida dan
nitrogen yang tinggi. Kadar Cl dalam air dibatasi oleh standar untuk berbagai
pemanfaatan yaitu air minum, irigasi dan konstruksi (Boyd, 1979).
Klorinitas ini dapat diartikan sebagai jumlah chloride yang terdapat dalam 1
kg air laut ditambah engan semua bromine dan iodine yang memiliki nilai yang
lebih kecil dari pada salinitas. Kadar klorida yang tinggi pada suatu perairan yang
diikuti dengan kalsium dan magnesium yang juga tinggi dapat meningkatkan sifat
korosivitas air. Perairan yang demikian mudah mengakibatkan terjadinya
perkaratan peralatan yang terbuat dari logam (Effendi, 2000).
Pengukuran tentang kadar klorida yang ada pada perairan TPI Paotere ini
sangat perlu dilakukan , mengingat bahwa proses-proses yang terjadi pada suatu
perairan sedikit tidak juga dipengaruhi oleh kadar klorida pada perairan tersebut,
sehingga dengan melakukan pengukuran ini kita dapat mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhinya dan memberikan manfaat bagi ekosistem disekitarnya.
B. Tujuan dan Kegunaan
Setelah mengikuti praktikum ini diharapkan dapat melaksanakan penentuan
konsentrasi Klorida dalam air laut.
Sedangkan kegunaan dari praktikum ini adalah agar dapat memahami dan
mengetahui cara menentukan kadar klorida dalam air laut.
15
II. TINJAUAN PUSTAKA
Klorida merupakan unsur penyusun kadar garam dalam air laut. Penentuan
kadar klorida dilakukan dalam berbagai metode salah satunya adalah titrasi
argentometri. Penggunaan metode titrasi argentometri merupakan metode yang
klasik untuk analisis kadar Klorida yang dilakukan dengan menggunakan larutan
AgNO3 dan indikator K2Cr2O4 5%. Kelebihan analisis Klorida dengan cara ini
yaitu pelaksanaannya yang mudah dan cepat, memiliki ketelitian dan keakuratan
yang cukup tinggi dan dapat digunakan untuk menentukan kadar yang memiliki
sifat yang berbeda-beda (Nontji, 2002).
Keberadaan klorida pada perairan alami berkisar antara 2- 20 mg/l. Kadar
klorida sekitar 250 mg/l dapat mengakibatkan air menjadi asin (Rump dan Krist,
1992). Pada air laut kandungan klorida sekitar 19300 mg/l dan brines mengandung
klorida hingga 200.000 mg/l. Pada kadar klorida yang tinggi, seperti air laut yang
diikuti oleh kadar kalsium dan magnesium yang tinggi dapat meningkatkan sifat
korosivitas air yang mengakibatkan mudah berkaratnya peralatan yang terbuat
dari logam (Dahuri, 2001).
Sebaran klorinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola
sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai. Perairan estuaria atau
daerah sekitar kuala dapat mempunyai struktur yang kompleks, karena selain
merupakan pertemuan antara air tawar yang relatif ringan dan air laut yang lebih
berat, juga pengadukan air sangat menentukan (Nontji, 2002).
Proses penambahan klor dikenal dengan istilah klorinasi. Klorinitas ini
mengandung klorida, bromida, dan iodida serta memiliki nilai yang lebih kecil dari
pada salinitas. Klorinitas adalah jumlah chloride yang terdapat dalam 1 kg air laut
di tambah dengan semua bromine dan iodine. Klorinitas ini dapat ditentukan
16
dengan cara titrimetrik menggunakan standar AgNO3 dan K2 CrO4 (Dahuri,
2001).
Manfaat penting dari klorin adalah sebagai disenfectan untuk menghilangkan
mikroorgasisme yang tidak dibutuhkan terutama bagi air yang diperuntukkan bagi
kepentingan domestik. Beberapa alasannya adalah (Tebbut, 1992) :
1. Klorin bisa dikemas dalam bentuk gas, larutan, dan bubuk (powder)
2. Klorin memiliki daya larut yang tinggi, dapat larut pada kadar yang tinggi
(7000 mg/l)
3. Residu dalam bentuk larutan, pada kadar yang tak berlebihan tidak
berbahaya bagi manusia.
4. Klorin sangat toksik bagi mikroorganisme dengan cara menghambat
aktivitas metabolisme.
17
III. METODE ANALISIS
A. Prinsip Analisis
Titrasi dilakukan terhadap suatu sampel dengan menggunakan AgNO3.
Sampel yang telah ditambahkan indikator K2Cr2O4 kemudian dititrasi dengan
AgNO3 sehingga terbentuk endapan merah bata muda. Endapan yang terbentuk
dari larutan perak, nitrat, dan natrium klorida dapat digunakan dalam menentukan
titik akhir dalam titrasi volumetrik. Titik akhir tersebut ditandai dengan habisnya
semua klorida diendapkan menjadi perak klorida. Endapan terbentuk setelah ion
Ag+ pada AgNO3 bereaksi dengan indikator K2Cr2O4.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu erlenmeyer 250 ml untuk
mencampur larutan, buret 50 ml berfungsi untuk mentitrasi, gelas ukur 100 ml
berfungsi untuk mengukur air sampel dan larutan, dan pipet skala untuk
mengambil larutan atau sampel.
Sedangkan bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu larutan Indikator
K2Cr2O4 5% sebagai larutan indikator dan larutan standar AgNO3 0,01 N.
C. Prosedur Kerja
Memasukkan 5 ml contoh air laut kedalam gelas ukur 100 ml. Menambahkan
akuades hingga 100 ml. Mengambil contoh dari campuran air laut dan akuades
sebanyak 25 ml, menambahkan 5 ml larutan Indikator K2Cr2O4 5% (akan
berwarna kuning). Mentitrasi dengan AgNO3 hingga berwarna merah bata. Catat
volume Titrant AgNO3 0,01 N.
D. Perhitungan
Penentuan kadar klorida dalam air laut dapat digunakan rumus sebagai
berikut :
18
1000 x A x N x 35,5 x fp Kadar klorida dalam mg/L = -----------------------------------
Vc
Dimana :
A = Volume Titrant AgNO3 yang digunakan (ml)
N = Normalitas AgNO3 (0,01)
Vc = Volume Contoh (ml)
fp = Faktor Pengenceran 100/25
35,5 = Berat Molekul klorida
19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Data yang diperoleh :
A = 31 ml
Vc = 25 ml
N = 0.01
Fp = 100
5 = 20
Kadar klorida dalam mg/L = 1000 x A x N x 35.5 x fp
Vc
= 1000 x 31x 0.01 x 35.5 x 20
25
= 8804 mg/ L
= 8804
1000
= 8,804 ppt
B. Pembahasan
Dari hasil pengukuran penentuan kadar klorida didapatkan hasil sebesar
8,804 ppt. Artinya, kadar klorida di daerah pengambilan sampel merupakan
perairan yang masih alami. Sesuai pendapat Rump dan Krist ( 1992) yang
menyatakan bahwa keberadaan klorida pada perairan alami berkisar antara 2- 20
mg/l.
20
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil yang didapatkan maka dapat disimpulkan bahwa penentuan kadar
klorida dalam air laut dapat dilakukan dengan cara mentitrasi sampel air laut .Hasil
pengkuran adalah 8,804 ppt. Itu artinya bahwa daerah Paotere masih dalam
keadaan perairan alami.
B. Saran
Jika melakukan titrasi saat pengujian klorida, sebaiknya dilakukan dengan
hati-hati untuk mendapatkan hasil yang mempunyai akurasi kebenaran tinggi.
21
DAFTAR PUSTAKA
Boyd, C.E and F. Lichtkopper. 1979. Water Quality Management for Pond
Culture, International Center for Agriculture. Agriculture Experiment
Station, Auburn University, Auburn, Alabama.
Dahuri, dkk. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan
secara Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan
FIKP, IPB. Bogor.
Nontji, A. 2002. Laut Nusantara. Djambatan, Jakarta.
Rump, H.H. and Krist, H. Laboratory Manual for the Examination of Water, Waste
Water, and Soil. Second Edition. VCH Verslagsgesselschaft mbH.
Weinheim. Germany. 190 p.
Tebbut, T.H.Y. 1992. Principles of Water Quality Control. Fourt edition.
Pergamon Press. Oxford. 251 p.
22
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO) merupakan kebutuhan yang vital
bagi kelangsungan hidup organisme suatu perairan. Oksigen terlarut diambil oleh
organisme perairan melalui respirasi untuk pertumbuhan, reproduksi, dan
kesuburan. Umumnya oksigen dijumpai di lapisan permukaan karena oksigen dari
udara didekatnya dapat secara langsung larut (berdifusi ke dalam air laut).
Fitoplankton juga membantu meningkatkan kadar oksigen terlarut pada siang hari.
Penambahan ini disebabkan oleh terlepasnya gas oksigen sebagai hasil
fotosintesis (Hutabarat & Evans, 1985).
Oksigen terlarut yang terkandung di dalam air, berasal dari udara dan hasil
proses fotosintesis tumbuhan air. Oksigen diperlukan oleh semua mahluk yang
hidup di air seperti ikan, udang, kerang dan hewan lainnya termasuk
mikroorganisme seperti bakteri (Jones, 1964).
Melihat peranan dan pentingnya oksigen terlarut dalam perairan maka
dilakukan praktikum agar mahasiswa mengetahui penentuan oksigen terlarut
dalam air laut.
B. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan praktikum ini adalah diharapkan dapat melaksanakan penentuan
kadar oksigen terlarut dalam air laut.
Sedangkan kegunaan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat
memahami dan mengetahui cara menentukan kadar oksigen terlarut dalam air
laut.
23
II. TINJAUAN PUSTAKA
Oksigen terlarut adalah jumlah oksigen dalam miligram yang terdapat dalam
satu liter air (ppt). Oksigen terlarut umumnya berasal dari difusi udara melalui
permukaan air, aliran air masuk, air hujan, dan hasil dari proses fotosintesis
plankton atau tumbuhan air. Oksigen terlarut merupakan parameter penting
karena dapat digunakan untuk mengetahui gerakan massa air serta merupakan
indikator yang peka bagi proses-proses kimia dan biologi (Riley, 1976).
Kadar oksigen dalam air laut akan bertambah dengan semakin rendahnya
suhu dan berkurang dengan semakin tingginya salinitas. Pada lapisan permukaan,
kadar oksigen akan lebih tinggi, karena adanya proses difusi antara air dengan
udara bebas serta adanya proses fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman
akan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, karena proses fotosintesis semakin
berkurang dan kadar oksigen yang ada banyak digunakan untuk pernapasan dan
oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik (Odum, 1971)
Kadar oksigen yang terlarut bervariasi tergantung pada suhu, salinitas,
turbulensi air, dan tekanan atmosfer. Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi
secara harian (diurnal) dan musiman, tergantung pada pencampuran (mixing) dan
pergerakan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dam limbah
(effluent) yang masuk ke badan air. Selain itu, kelarutan oksigen dan gas-gas lain
berkurang dengan meningkatnya salinitas sehingga kadar oksigen di laut
cenderung lebih rendah daripada kadar oksigen di perairan tawar (Riley, 1976).
Kelarutan oksigen dalam air dipengaruhi oleh suhu, tekanan parsial gas-gas
yang ada di udara maupun di dalam air. Makin tinggi suhu, salinitas, dan tekanan
parsial gas yang terlarut dalam air maka kelarutan oksigen dalam air makin
berkurang. Berkurangnya oksigen yang larut dalam air adalah karena digunakan
24
oleh organisme untuk proses perombakan bahan-bahan organik yang larut
maupun bahan-bahan kotoran dasar ( Warjdono, 1974)
Limbah organik sangat berpengaruh pada jumlah oksigen terlarut karena
secara alamiah, limbah organik berupa mikroorganisme dapat mengdegradasi dan
menguraikan limbah organik yang ada sehingga proses dekomposisi oleh bakteri
terhadap limbah organik itu dapat menurunkan jumlah O2 yang ada. Kekurangan
oksigen akibat dekomposisi limbah organik oleh bakteri dapat diatasi dengan cara
uptake/pengambilan O2 dari udara yang dipengaruhi oleh tekanan atmosfer ke
dalam laut. Di daerah permukaan penambahan dan pengurangan DO hanya
bersumber dari aktivitas fotosintesis dari tumbuhan air dan adanya perbedaan DO
antara dasar dan permukaan (Warjdono, 1974)
Konsentrasi dan distribusi oksigen di laut oleh kelarutan gas oksigen dalam
air dan proses biologi yang mengontrol tingkat konsumsi dan pembebasan
oksigen. Proses fisik juga mempengaruhi kecepatan oksigen memasuki dan
terdistribusi di dalam laut (Dahuri, 2001)
Menurut Effendi (2000) kelarutan oksigen sangat erat hubungannya dengan
CO2 bebas. Gas CO2 ini berasal dari proses penguraian bahan organik, oleh
jasad-jasad renik (dekomposer) dan dari hasil respirasi hewan-hewan air.
Oksigen terlarut dapat dijadikan indikator kualitas suatu perairan. Korelasi antara
kualitas perairan dengan kandungan oksigen terlarut (mg/L) dalam satuan ppm
dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1. Kandungan Oksigen Terlarut Hubungannya Dengan Kualitas
Perairan
Kandungan Oksigen Terlarut Kualitas Perairan
> 6,5 berarti tidak tercemar/tercemar sangat ringan
25
4,5 – 6,5 berarti tercemar ringan
2,0 – 4,4 berarti tercemar sedang
< 2,0 berarti tercemar berat.
26
III. METODE ANALISIS
A. Prinsip Analisis
Metode analisis yang umum digunakan untuk menganalisis kadar oksigen
dalam air laut adalah metode titrasi iodometri. Metode ini pertama kali dikenalkan
oleh Winkler pada tahun 1888, kemudian dilakukan modifikasi untuk mengatasi
gangguan yang ditimbulkan oleh garam garam nitrit dengan menambahkan garam
natrium asida dilakukan oleh Alsterberg pada tahun 1925.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu botol BOD 300 ml berfungsi
sebagai wadah air sampel, buret titrasi berfungsi untuk mengeluarkan larutan
dengan volume tertentu , pipet tetes berfungsi untuk memipet larutan, gelas ukur
100 ml berfungsi untuk mengukur berapa banyak larutan yang digunakan, dan
erlenmeyer 250 ml berfungsi sebagai wadah percampuran larutan.
Sedangkan bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu larutan MnSO4,
larutan alkali-iodida-asida, larutan Asam Sulfat pekat H2SO4 (p), larutan indikator
2%, dan larutan Natrium Tio Sulfat 0,025 N.
C. Prosedur kerja
Memasukkan air contoh kedalam botol BOD dengan perlahan, hindari
gelembung udara. Menutup botol dengan pelan-pelan. Selanjutnya membuka
tutup botol dan menambahkan 2 ml MnSO4. H2O, menambahkan 2 ml alkali-iodida-
asida. Menutup kembali botol BOD dengan pelan-pelan. Mengkocok dengan
dengan membolak-balik sebanyak 15 kali. Diamkan sampai terjadi endapan di
dasar botol. Kemudian menambahkan 2 ml (H 2 SO 4 ), mengkocok sampai semua
endapan larut. Setelah itu, mengambil air contoh 100 ml dengan menggunakan
gelas ukur 100 ml memasukkan dalam erlenmeyer, mengusahakan jangan sampai
27
terjadi aerasi. Menitrasi dengan Na-Thiosulfat 0,025 N hingga terjadi perubahan
warna dari kuning tua ke kuning muda. Menambahkan 5-8 tetes indikator amylum
hingga terbentuk warna biru. Melanjutkan titrasi dengan Na-Thiosulfat hingga tepat
tidak berwarna (bening).
D. Perhitungan
Penentuan Kadar oksigen terlarut dalam air contoh dihitung dengan
persamaan sebagai berikut :
Dimana :
A = mL larutan baku natrium tiosulfat yang digunakan (ml)
Vc = mL larutan yang dititrasi (ml)
N = kenormalan larutan natrium tiosulfat (0.025)
Vb = volume botol BOD (300 ml)
Oksigen terlarut dalam mg/L = 6)-(Vb / Vb x Vc
8 x NA x x 1000
28
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Ulangan I
Data yang diperoleh :
A = 1,5 mL
N = 0,025 N
Vc = 50 Ml
Vb = 300 mL
Oksigen terlarut dalam mg/L = 1000 x 1,5 x 0,025 x 8
50 x 300
(300 −6)
= 300 15000
294
= 300
51,02
= 5,88 mg/L
Ulangan II
Data yang diperoleh :
A = 1,3 mL
N = 0,025 N
Vc = 50 Ml
Vb = 300 mL
Oksigen terlarut dalam mg/L = 1000 x 2,8 x 0,025 x 8
50 x 300
(300 −6)
= 260 15000
294
= 260
51,02
= 5,09 mg/L
Untuk menentukan rata-rata oksigen terlarut digunakan rumus :
Rata-rata oksigen terlarut dalam mg/L = DO1+DO2
2
29
Rata-rata oksigen terlarut dalam mg/L = 5,88+ 5,09
2
= 5,485 mg/L
B. Pembahasan
Pada praktikum ini, dilakukan penentuan oksigen terlarut dengan
menggunakan metode Winkler atau titrimetri. Sampel yang digunakan adalah air
laut di perairan TPI Paotere.
Berdasarkan hasil analisis dengan metode titrasi iodometri pada ulangan 1
dibutuhkan Na-tiosulsat sebanyak 1,5 ml sedangkan pada ulangan 2 dibutuhkan
Na-tiosulfat 1,3, sehingga setelah dihitung dengan menggunakan rumus pada
ulangan 1 diperoleh oksigen terlarut sebesar 5,88 mg/l dan pada ulangan 2
diperoleh sebesar 5,09 mg/l. Setelah dirata-ratakan kandungan oksigen terlarut
yang terdapat pada perairan TPI Paotere sebesar 5,485 mg/l.
Kandungan oksigen terlarut di TPI Paotere terjadi pencemaran ringan. Sesuai
pendapat Effendi (2000) bahwa korelasi antara kualitas perairan dengan
kandungan oksigen adalah > 6,5 berarti tidak tercemar/tercemar sangat ringan,
4,5 – 6,5 berarti tercemar ringan, 2,0 – 4,4 berarti tercemar sedang, < 2,0 berarti
tercemar berat
30
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil yang didapat maka dapat disimpulkan metode yang digunakan
dalam menganalisa oksigen terlarut yaitu metode titrasi WINKLER. Berdasarkan
metode tersebut diperoleh hasil kandungan oksigen terlarut pada perairan TPI
Paotere sebesar 5,485 mg/l. Kualitas air di TPI Paotere terjadi pencemaran ringan.
B. Saran
Dalam melakukan pengambilan sampel untuk praktikum, sebaiknya praktikan
mengetahui teknik atau cara pengambilan sampel air laut. Sehingga nantinya hasil
yang didapat sesuai yang ada di lapangan.
31
DAFTAR PUSTAKA
Dahuri, 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta.
Effendi, H. 2000. Telaah Kualitas Air. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK, IPB. Bogor.
Hutabarat dan Evans. 2002. Pengantar Oceanografi. Universitas Indonesia, Jakarta.
Jones, H.R.E. 1964. Fish and River Pollution. Buther Worth. London : 203
pp.
Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ecology. W.B. Saunder Com. Philadelphia 125 pp.
Riley dan Skirrow. 1976. Chemichal Oceaenography. Vol 1 dan 2. John Wiley
and Sons ; New York.
Warjdono, S,T,H. 1974. Manajemen Kualitas Air. Fak. Perikanan IPB. Bogor.
32
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nitrat merupakan salah satu unsur yang penting untuk sintesis protein
tumbuh-tumbuhan dan hewan. Akan tetapi nitrat pada konsentrasi yang tinggi
dapat mengakumulasikan pertumbuhan ganggang yang tidak terbatas (bila syarat-
syarat lain seperti konsentrasi fosfat dipenuhi), sehingga air kekurangan oksigen
terlarut dan menyebabkan kematian organisme-organisme lain (Alaerts, 1987).
Nitrat sebagai unsur hara utama Nitrogen dalam bentuk NO3- digunakan
sebagai substansi atau komponen dinding sel yang dibutuhkan dalam jumlah yang
banyak. Oleh karena itu Nitrat sebagai senyawa-senyawa nitrogen anorganik
utama dalam air laut terdapat sebagai ion nitrat (NO3) nitrit dan amoniak (NH3),
dan sangat dipengaruhi oleh oksigen bebas dalam air (Alaerts, 1987).
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dilakukan praktikum ini untuk
mengkaji lebih lanjut mengenai kandungan nitrat pada perairan Paotere Makassar.
B. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum ini adalah dapat melaksanakan penentuan kadar nitrat
dalam air laut.
Sedangkan kegunaan dari praktikum ini adalah agar dapat memahami dan
mengetahui cara menentukan kandungan Nitrat (NO3) dari suatu perairan.
33
II. TINJAUAN PUSTAKA
Nitrat (NO3) adalah bentuk senyawa nitrogen yang merupakan sebuah
senyawa yang stabil. Nitrat merupakan salah satu unsur penting untuk sintesa
protein tumbuh-tumbuhan dan hewan. Selanjutnya dikatakan bahwa pemasukan
nitrogen ke laut terutama berasal dari fiksasi nitrogen dari atmosfer oleh petir
membentuk senyawa N2O5, N2O, dan NO yang ikut dalam air hujan. Letusan
gunung api juga memasukkan nitrogen ke laut, pemecahan material organik yang
berasal dari sampah tanaman atau hewan menghasilkan amoniak. Hasil
pemecahannya dapat mengalami oksidasi biologis menghasilkan nitrit (NO2) dan
nitrat (NO3) (Effendi, 2003)
Nitrat merupakan salah satu senyawa anorganik utama dalam air laut yang
terdapat sebagai ion nitrat (NO3), nitrat (NO2) dan amonia (NH3) yang sangat
dipengaruhi oleh oksigen bebas dalam air. Nitrogen memegang peranan kritis
dalam menghasilkan asam-asam amino yang membuat protein. Dalam daur
nitrogen, tumbuh-tumbuhan menyerap nitrogen anorganik dalam salah satu
bentuk gabungan atau sebagai nitrogen molekuler. Tumbuh-tumbuhan ini
membuat protein yang kemudian dimakan hewan dan diubah menjadi protein
hewani. Jaringan organik yang mati diurai oleh berbagai jenis bakteri, termasuk di
dalamnya bakteri pengikat nitrogen yang mengikat nitrogen molekuler menjadi
bentuk-bentuk gabungan (NO2, NO3, NH4) dan bakteri denitrifiksi yang melakukan
hal sebaliknya. Nitrogen lepas ke udara dan diserap dari udara selama daur
berlangsung (Herawanty, 2002).
Sumber utama nitrat di perairan berasal dari limbah yang mengandung
senyawa nitrat berupa bahan organik dan senyawa anorganik seperti pupuk
nitrogen. Semakin tinggi menuju ke arah pantai dan kadar nitrat tertinggi biasanya
ditemukan di perairan muara. Selanjutnya dikatakan bahwa peningkatan kadar
34
nitrat di laut disebabkan oleh masuknya limbah domestik atau perairan
(pemupukan) yang mengandung nitrat (Hutagalung , 1997)
Di beberapa perairan laut, nitrat digambarkan sebagai senyawa mikro nutrien
pengontrol produktifitas primer di lapisan permukaan daerah eufotik. Kadar nitrat
di daerah eufotik sangat dipengaruhi oleh transportasi nitrat ke daerah tersebut,
oksidasi amoniak oleh mikroorganisme dan pengambilan nitrat untuk proses
produktifitas primer, bila intensitas cahaya yang masuk ke kolom air cukup, maka
kecepatan pengambilan nitrat (uptake) lebih cepat daripada proses transportasi
nitrat ke lapisan permukaan (Grasshoff, 1976).
Konsentrasi nitrat meningkat pada kedalaman tertentu dan akan berkurang
pada kedalaman dimana konsentrasi oksigen mendekati nol. Nitrat dan elemen-
elemen lainnya yang berasal dari molekul organik, asam amino, protein dan asam
nukleat mengalami hidrolisa dan oksidasi (Raymont, 1980).
Menurut Effendi (2000), kadar nirat yang melebihi 5 mg/l menggambarkan
terjadinya pencemaranan tropogenik yang berasal dari aktivitas manusia dan tinja
hewan. Kadar nitrat-nitrogen melebihi 0,2 mg/l dapat mengakibatkan terjadinya
eutrofikasi (pengayaan) perairan yang selanjutnya menstimulir pertumbuhan alga
dan tumbuhan air scara pesat (blooming).
Menurut Davis dan Cornwell (1971) dalam Effendi (2000), nitrat dapat
digunakan untuk mengklasifikasikan tingkat kesuburan perairan. Perairan
oligotrofik kadar nitrat 0-1 mg/l, perairan mesotrofik kadar nitrat 1-5 mg/l, dan
perairan eutrofik dengan kadar nitrat 5-10 mg/l. Nitrat tidak bersifat toksik terhadap
organisme akuatik. Tetapi pada manusia khususnya pada bayi dibawah lima bulan
akan menimbulkan penyakit methemoglobinemia, disebut pula dengan istilah blue-
baby desease yang mengakibatkan kulit berwarna kebiruan (Cyanosis).
35
III. METODE ANALISIS
A. Prinsip Analisis
Dalam penentuan nitrat-nitrogen digunakan metode Brucine (APHA,1979),
dengan menggunakan pereaksi-pereaksi brucine dan asam sulfat pekat. Reaksi
brucine dengan asam sulfat pekat membentuk senyawa yang berwarna kuning.
Kecepatan reaksi ini sangat ditentukan oleh tingkat panas larutan. Pemanasan
larutan dilakukan dengan penambahan asam sulfat pekat. Metode ini hanya sesuai
untuk air sampel yang kadar nitrat-nitrogennya 0,1 sampai 2 ppm (selang terbaik :
0,1 – 1 ppm NO3-N ). Bila diduga air sampel mengandung nitrat lebih besar atau
lebih kecil dari selang ini, disarankan untuk menggunakan metode sebagaimana
yang disarankan APHA (1989).
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum penentuan kadar nitrat ini yaitu
Spektrofotometer untuk pengukuran kadar nitrat, botol sampel untuk tempat
sampel air laut, tabung reaksi untuk tempat larutan, labu ukur untuk mengukur air
sampel, rak tabung untuk tempat tabung reaksi, pipet skala untuk pipet larutan dan
corong.
Bahan yang dibutuhkan dalam praktikum penentuan kadar nitrat ini yaitu
sampel air laut sebagai sampel, indikator brucine sebagai indicator penentuan,
aquades untuk pengenceran, dan kertas saring whatman no 2 untuk menyaring
serta H2SO4.
C. Prosedur Kerja
Menyiapkan semua alat dan bahan yang dibutuhkan. Mengambil dan
menyaring sampel air laut kira-kira 10–15 mL dengan menggunakan kertas saring
yang dipasang pada corong. Selanjutnya, menuangkan air hasil saringan tersebut
36
ke dalam gelas ukur hingga volumenya 5 mL, kemudian memasukkannya ke
dalam tabung reaksi. Meneteskan indikator Brucine ke dalam tabung reaksi
tersebut sebanyak 25 tetes, kemudian mengaduknya selama 2-4 menit.
Menambahkan 5 mL asam sulfat H2SO4 ke dalam larutan tadi kemudian
mengaduknya. Membiarkan larutan tersebut dingin, jika perlu merendamnya
dalam air agar larutan lebih cepat dingin. Sementara menunggu larutan dingin,
membuat larutan blanko menggunakan aquades dengan cara kerja dan volume
yang sama dengan pembuatan larutan tadi. Selanjutnya melakukan pengukuran
absorbansi dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 420
µm, kemudian mencatat nilai yang tertera pada layar spektrofotometer.
D. Perhitungan
Hasil pengukuran spektrofotometer yang diperoleh dari sampel dan Blanko,
dihitung dengan rumus berikut.
NO3- dalam mg/L = Nt–No
Dimana :
Nt = nilai sampel
No = nilai Blanko
37
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Data yang diperoleh :
Ulangan 1
Nt = 0,346 mg/L
No = 0 mg/L
NO3- dalam mg/L = Nt – No
= 0,346 - 0
= 0,346 mg/L
Ulangan 2
Nt = 0,286 mg/L
No = 0 mg/L
NO3- dalam mg/L = Nt – No
= 0,286 - 0
= 0,286 mg/L
Rata-rata = 0,346 + 0,286
2
= 0.489 mg/L
B. Pembahasan
Hasil rata-rata dari perhitungan kadar nitrat yakni 0,0489 mg/L. Artinya
kandungan nitrat sampel tersebut termasuk sangat rendah (oligotrofik) sesuai
pendapat Davis dan Cornwell (1971) yang menyatakan bahwa perairan oligotrofik
memiliki kandungan kadar nitrat 0-1 mg/l, perairan mesotrofik memiliki kandungan
kadar nitrat 1-5 mg/l, dan perairan eutrofik dengan kadar nitrat 5-10 mg/l.
38
Hal ini terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya yakni
adanya pencemaran pada perairan TPI Paotere sangat banyak limbah yang
masuk ke laut, serta banyaknya buangan sampah yang terdapat pada perairan
tersebut. Sehingga hal ini menjadi faktor yang menyebabkan kandungan Nitrat
pada perairan tersebut tergolong rendah.
39
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa kadar nitrat di Paotere sebesar
0,0489mg/L, Hasil yang didapatkan menggunakan metode Brucine. Dan dari hasil
perhitungan tersebut menunjukkan bahwa perairan TPI Paotere memiliki
kandungan nitrat sampel tersebut termasuk sangat rendah (oligotrofik).
B. Saran
Pada saat pengambilan sampel sebaiknya asisten ikut untuk mengetahui
apakah cara praktikan mengambil sampel sudah sesuai dengan prosedur.
Sehingga nantinya hasilnya sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan
40
DAFTAR PUSTAKA
Alaerts, 1987. Metode Penelitian Air. Surabaya.
Effendi, H 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Kanisus ; Yogyakarta.
Grasshoff, K., 1976. Determination of Nitrate. Methods of Seawater Analysis
(Grasshoff edt.). Verlag chemic-Weinheim-New York : 137-145.
Herawanty, 2002. Hubungan Parameter Fisika Kimia Terhadap Klorofil-a di
Perairan Teluk Awarange Kabupaten Barru. Skripsi Jurusan Ilmu
Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin
Makassar.
Hutagalung, H. P. 1997. Metode Analisa Air Laut Sedimen dan Biota. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Oseanologi. Lembaga Ilmu pengetahuan
Indonesia, Jakarta.
Raymont, 1980. Dampak Pencemaran Lingkungan. Badan Kerjasama
Perguruan Tinggi Negeri. Indonesia Bagian Timur.
41
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fosfat merupakan salah satu unsur dari sekian banyak unsur yang
terkandung dalam air laut. Fosfat dalam suatu perairan dapat ditemukan dalam
bentuk senyawa terlarut, tersuspensi, dan ada yang terikat didalam sel organisme
perairan laut yang ada (Hutagalung et al, 1997).
Fosfat terdapat dilaut dalam berbagai keadaan. Sebagian terdapat didalam
senyawa organik seperti protein dan gula, sebagian dalam butiran-butiran kalsium
fosfat (CaPO4) dan besi fosfat (FePO4) anorganik, dan sebagian terlarut sebagi
fosfat anorganik. Fosfat anorganik banyak terdapat dilaut, dapat mencapai 90 %
dari seluruh fosfor dilaut, terutama pada saat produksi bahan organik tinggi
anorganik rendah, mencapai kurang dari 50 % dar keseluruhan fosfor yang ada
diperairan (Alkaf, 2003).
Berdasarkan uraian di atas, perlu adanya pengetahuan yang mendalam
mengenai kandungan fosfat di perairan. Maka dari itu, dilakukan praktikum tentang
penentuan kadar fosfat dalam air laut.
B. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum ini diharapkan dapat melaksanakan penentuan kadar
phosphat dalam air laut.
Sedangkan kegunaan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa mampu
memahami dan mengetahui cara menentukan kadar phosphat dari suatu perairan.
42
II. TINJAUAN PUSTAKA
Ortofosfat merupakan faktor pembatas bagi produktivitas disuatu perairan
dalam. Ortofosfat dalam perairan terdapat dalam jumlah yang kecil dan merupakan
unsur hara yang relatif langka terdapat dalam bentuk bebas pada suatu perairan,
sehingga merupakan faktor pembatas bagi proses fotosintesis. Fosfat dalam
kedalaman suatu perairan sebagian besar berasal dari aktivitas manusia di
daratan. Polifosfat yang memasuki sungai melalui buangan air limbah penduduk
dan industri yang menggunakan detergen yang mengandung fosfat, seperti
industri pencucian, logam maupun akibat dari pemupukan pada areal persawahan
yang berlebihan sehingga sisanya akan masuk ke sungai dan akhirnya akan
terbawa ke laut (Boyd, 1988).
Kadar fosfor dalam orthophosphat (P- PO4) jarang melebihi 0,1 mg l-1,
sedangkan kadar fosfor total pada perairan alami jarang melebihi 1 mg l-1. Fosfor
tidak bersifat toksik bagi manusia, hewan dan ikan (Effendi 2003).
Sumber fosfat diperairan laut pada wilayah pesisir dan paparan benua adalah
sungai. Karena sungai membawa hanyutan sampah maupun sumber fosfat
daratan lainnya, sehingga sumber fosfat dimuara sungai lebih besar dari
sekitarnya. Keberadaan fosfat di dalam air akan terurai menjadi senyawa ionisasi,
antara lain dalam bentuk ion H2 PO4-, HPO4
2-, PO43-. Fosfat diabsorpsi oleh
fitoplankton dan seterusnya masuk kedalam rantai makanan (Hutagalung et al,
1997)..
Senyawa fosfat dalam perairan berasal daari sumber alami seperti erosi
tanah, buangan dari hewan dan pelapukan tumbuhan, dan dari laut sendiri.
Peningkatan kadar fosfat dalam air laut, akan menyebabkan terjadinya ledakan
populasi (blooming) fitoplankton yang akhirnya dapat menyebabkan kematian ikan
43
secara massal. Batas optimum fosfat untuk pertumbuhan plankton adalah 0,27 –
5,51 mg/liter (Hutagalung et al, 1997).
Fosfat dalam air laut berbentuk ion fosfat. Ion fosfat dibutuhkan pada proses
fotosintesis dan proses lainnya dalam tumbuhan (bentuk ATP dan Nukleotid
koenzim). Penyerapan dari fosfat dapat berlangsung terus walaupun dalam
keadaan gelap. Ortofosfat (H3PO4) adalah bentuk fosfat anorganik yang paling
banyak terdapat dalam siklus fosfat (Bloom, 1988).
Distribusi bentuk yang beragam dari fosfat di air laut dipengaruhi oleh proses
biologi dan fisik. Di permukaan air, fosfat di angkut oleh fitoplankton sejak proses
fotosintesis. Konsentrasi fosfat di atas 0,3 µm akan menyebabkan kecepatan
pertumbuhan pada banyak spesies fitoplankton. Untuk konsentrasi dibawah 0,3
µm ada bagian sel yang cocok menghalangi dan sel fosfat kurang diproduksi.
Mungkin hal ini tidak akan terjadi di laut sejak NO3 selalu habis sebelum PO4 jatuh
ke tingkat yang kritis. Pada musim panas, permukaan air mendekati 50% seperti
organik-P. Di laut dalam kebanyakan P berbentuk inorganik. Di musim dingin
hampir semua P adalah inorganik. Variasi di perairan pantai terjadi karena proses
upwelling dan kelimpahan fitoplankton. Pencampuran yang terjadi dipermukaan
pada musim dingin dapat disebabkan oleh bentuk linear di air dangkal. Setelah
musim dingin dan musim panas kelimpahan fosfat akan sangat berkurang (Bloom,
1988).
Menurut Joshimura (1989) dalam Wardoyo (1988), perairan alami
mengandung fosfat terlarut tidak lebih dari 0,1 ppm, kecuali pada perairan
penerima limbah rumah tangga dan industri tertentu serta limpahan air dari daerah
pertanian yang mengalami pemupukan fosfat.
Tabel 2. Klasifikasi kesuburan perairan berdasarkan kandungan ortofosfat
(Joshimura dalam Wardoyo, 1988)
Kandungan ortofosfat Kesuburan
44
< 0,020 Rendah
0,021 – 0,050 Cukup
0,051 – 0,100 Baik
0,101 – 0,200 Sangat baik
> 0,200 Sangat baik sekali
Di perairan bentuk dari unsur fosfor terus menerus berubah akibat proses
dekomposisi dan sintesis antara bentuk organik dan bentuk anorgank yang
dilakukan oleh mikroba. Semua polifosfat mengalami hidrolisis membentuk
ortoposfat. Perubahan ini bergantung pada suhu. Pada suhu yang mendekati titi
didih perubahan polifosfat menjadi ortofosfat berlangsung cepat. Kecepatan ini
juga meningkat dengan menurunnya nilai pH, lebih cepat pada air limbah yang
mengandung bakteri daripada air bersih (Effendi, 2000).
45
III. METODE ANALISIS
A. Prinsip Analisis
Dalam larutan asam, orthophosphate bereaksi dengan Ammonium molybdate
membentuk senyawa kompleks Ammonium phosphomolybdate. Dengan suatu
pereaksi reduksi ( Metode Stannous chloride), molybdenum dalam senyawa
kompleks tersebut dapat tereduksi menjadi senyawa yang berwarna biru.
Intensitas warna biru bertambah dengan semakin besarnya kadar phosphate
terlarut yang ada.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu Spektrofotometer DREL 2800
untuk pengukuran kadar ortofosfat, tabung reaksi untuk tempat mencampur
larutan dengan sampel, rak tabung untuk tempat tabung reaksi, tipet Skala 1 ml
untuk mempipet larutan dan sampel, corong untuk mencorong sampel, erlenmeyer
100 ml untuk mengukur sampel, dan karet bulp.
Sedangkan bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu larutan
Ammonium Molybdate 4 %, larutan Asam Sulfat 2,5 M, larutan Asam askorbik 2
%, pereaksi campuran, dan larutan Asam Borat (H3BO3) 2 %.
C. Prosedur Kerja
Menyaring air sampel sebanyak 25-50 ml dengan kertas saring Whatman no.
42 atau yang setara kemudian mempipet 2,0 ml air sampel yang telah disaring,
masukkan kedalam tabung reaksi lalu menambahkan 3 ml pereaksi dan 2 ml
asam borat 2 %,mengocok. membiarkan 15 menit. Selanjutnya mengukur kadar
Fosfat dengan menggunakan Spektrofotometer DREL 2800 dalam satuan mg/L
pada panjang gelombang 660nm. Mencatat nilai Fosfat yang tertera di layar
Spektrofotometer.
46
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Data 1 = 0, 137 x 19,2 = 2, 6304 mg/L
Data 2 = 0, 106 x 19,2 = 2,0352 mg/L
B. Pembahasan
Dari perhitungan kadar orthophosphat diperoleh hasil yang pertama adalah 2,
6304 mg/L dan yang kedua adalah 2,0352 mg/L. Hasil tersebut tergolong bahwa
perairan TPI Paotere memiliki tingkat kesuburan sangat baik sekali.
Sesuai pendapat Joshimura (1989) yang mengatakan bahwa kandungan
ortofosfat yang hubungannya dengan kesuburan perairan yaitu < 0,020 rendah,
0,021 – 0,050 cukup, 0,051 – 0,100 baik, 0,101 – 0,200 sangat baik > 0,200 sangat
baik sekali
47
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dan dari hasil perhitungan didapatkan untuk uji pertama 2, 6304 mg/L dan
yang kedua adala 2,0352 mg/L. Hasil tersebut tergolong bahwa perairan TPI
Paotere memiliki tingkat kesuburan sangat baik sekali.
B. Saran
Sebaiknya asisten menjelaskan detail tentang bagaimana cara pengukuran
orthiphosphat ini sehingga praktikan tidak bingung.
48
DAFTAR PUSTAKA
Alkaf, E. 2003. Skripsi : Analisis Kandungan nitrat (NO3), fosfat (PO4), dan
bahan organik total (BOT) pada sedimen dihutan bakau Kec. Sinjai
Timur dan Sinjai Utara, Kab. Sinjai. Jurusan Ilmu kelautan. Universitas
Hasanuddin. Makassar.
Bloom, J. H. 1988. Chemical And Physycal Water Quality Analysis.
NUFFIC/Unibraw/LUW/Fish. Universitas Brawijaya. Malang.
Boyd, C.E. 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Elseviers
Scientific Publishing Company. New York.
Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Kanisus ; Yogyakarta.
Hutagalung, Horas P. 1997. Metode Analisa Air Laut Sedimen dan Biota. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Oseanologi. Lembaga Ilmu pengetahuan
Indonesia, Jakarta.
Wardoyo, S.T.H. 1975. Kriteria air untuk keperluan pertanian dan perikanan.
Seminar pengendalian dan pencemaran air. Bandung, bagian
akuakultur fakultas perikanan IPB; Bogor.
49
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahan organik total menggambarkan kandungan keseluruhan bahan organik
suatu perairan yang terdiri dari bahan organik terlarut, tersuspensi (particulate) dan
koloid. Bahan organik yang terbawa aliran merupakan faktor penting dalam rantai
makanan organisme perairan (Hynes, 1970 dalam Rakhman, 1999).
Kandungan total bahan organik yang mudah larut dalam air berkisar antara
0,3 – 3 mg C/l, walaupun berbeda dengan yang ditemukan di perairan pantai akibat
aktivitas plankton dan polusi dari daratan (20 mg C/l). Bagian utama dari
kandungan bahan organik terlarut terdiri dari materi kompleks yang sangat tahan
terhadap bakteri, tetapi secara ekologis merupakan bagian penyusun kecil
campuran yang labil tetapi sangat penting (Syabil, 1998 dalam Rakhman, 1999)
Dengan pertimbangan bahwa banyak atau tidaknya bahan organik dalam
suatu perairan sangat terkait sekali dengan tingkat kesehatan atau kesuburan
perairan itu sendiri, oleh karena itu dipandang perlunya praktikum Oseanografi
Kimia ini kami mencoba mengkaji sejauh mana bahan organik yang terakumulasi
atau seberapa besar subsidi dari bahan organik total yang ada di perairan TPI
Paotere Makassar.
B. Tujuan dan Kegunaan
Setelah mengikuti praktikum ini diharapkan dapat melaksanakan penentuan
kadar bahan organik total dalam air laut.
Sedangkan kegunaan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa mampu
mengetahui tingkat kesuburan perairan berdasarkan kadar bahan organik total.
50
II. TINJAUAN PUSTAKA
Bahan organik terlarut total atau Total Organik Matter (TOM) menggambarkan
kandungan bahan organik total suatu perairan yang terdiri dari bahan organik
terlarut, tersuspensi (particulate) dan koloid. Bahan organik merupakan bahan
bersifat kompleks dan dinamis berasal dari sisa tanaman dan hewan yang terdapat
di dalam tanah yang mengalami perombakan. Bahan ini terus-menerus mengalami
perubahan bentuk karena dipengaruhi oleh faktor fisika, kimia dan biologi.
Dekomposisi bahan organik di pengaruhi oleh beberapa faktor antara lain susunan
residu, suhu, pH, dan ketersediaan zat hara dan oksigen (Rakhman, 1999).
Kosentrasi tertinggi bahan organik terlarut terdapat pada permukaan perairan
dan terutama perairan dekat pantai (daerah dengan tingkat produktifitas tertinggi,
terdapat aliran sungai dan mendapat masukan dari atmosfer). Konsentrasi bahan
organik baik perairan dekat pantai dapat juga berubah secara cepat yang
dipengaruhi oleh ledakan alga, pemangsaan zooplankton, badai dan masukan air
tawar. Untuk bahan organik terlarut yang ideal untuk budidaya yaitu kisaran 20 –
30 mg/l (Rakhman, 1999).
Terdapat empat macam sumber penghasil bahan organik terlarut dalam air
laut, yaitu yang berasal dari daratan, proses pembusukan organisme yang telah
mati, perubahan metabolik-metabolik ekstraseluler oleh algae, terutama
fitoplankton dan ekskresi zooplankton dan hewan-hewan lainnya Selanjutnya
dikatakan bahwa bahan organik total di perairan terdapat sebagai plankton,
partikel-partikel tersuspensi dari bahan organik yang mengalami perombakan
(detritus) dan bahan-bahan organik total yang berasal dari dari daratan dan
terbawa oleh aliran sungai (Rakhman, 1999).
Sebagian besar bahan buangan organik dapat diuraikan oleh organisme
mikro yang berada di sekitar perairan. Tetapi beberapa komponen organik seperti
51
lignin, selulosa dan batubara tidak dapat atau sulit diuraikan oleh organisme.
Komponen-komponen yang sulit terurai tersebut akan menutupi daerah perairan
dan memperdangkal perairan dan dapat juga mengakibatkan turunnya konsentrasi
oksigen terlarut dalam air (Wardoyo 1975).
Bahan organik laut berasal dari bahan organik terlarut dan organik bebas.
Bahan organik terlarut meliputi bahan organik transpersi dan koloid yang lulus dari
saringan 0,5 N sedangkan bahan organik bebas mempunyai diameter lebih dari
0,5 mikrometer (Saunder, 1980).
Menurut Syafrani (1994) kandungan bahan organik total di perairan dapat
bervariasi antara 1,00-30,00 mg/L. Sedangkan nilai yang lebih tinggi dari angka
tersebut menunjukkan adanya masukan akibat adanya kegiatan manusia.
52
III. METODE ANALISIS
A. Prinsip Analisis
Prinsip analisa didasarkan pada kenyataan bahwa hampir semua bahan
organik dapat dioksidasi dengan menggunakan senyawa kalium permarganat
(KMnO4) atau kalium dikhromat. Oksidator yang digunakan pada penentuan
bahan organik adalah KMnO4, yang diasamkan dengan H2SO4 pekat dan
dididihkan beberapa saat.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu pemanas listrik untuk
memanaskan, buret asam 50 ml untuk tempat larutan, erlenmeyer 250 ml untuk
memcampur larutan, gelas ukur 100 ml untuk mengukur sampel dan larutan, gelas
piala 100 ml untuk tempat pengukuran, pipet skala 10 ml untuk mengambil larutan
dan sampel , thermometer untuk mengukur suhu dan karet bulp.
Sedangkan bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu kalium
permanganat 0,01 N ; KMnO4, natrium oksalat 0,01 N; Na2C2O4, dan asam sulfat
(1:4); H2SO4.
C. Prosedur Kerja
Mempipet 50 ml air sample, memasukkan dalam Erlenmeyer. Menambahkan
sebanyak 9,5 ml KMnO4 langsung dari buret. Kemudian menambahkan 10 ml
H2SO4 (1:4). Lalu panaskan sampai suhu 70-80oC, angkat. Bila suhu telah turun
menjadi 60-70oC, langsung tambahkan Natrium oksalat 0,01 N secara perlahan-
lahan sampai tidak berwarna. Segera titrasi dengan KMnO4 0,01 N, sampai
berubah warna (merah jambu/pink). Catat ml KMnO4 yang digunakan (x ml). Pipet
50 ml aquades, lakukan prosedur (1-6), catat ml KMnO4 yang digunakan.
53
D. Perhitungan
Untuk menentukan Bahan Organik Total (BOT) suatu perairan maka
digunakan rumus:
BOT (mg/L) = ml
1000 x 0,01 x 31,6 x y)-(x
Dimana:
x = ml KMnO4 untuk sampel.
y = ml KMnO4 untuk aquades (larutan blanko)
31,6 = Seperlima dari BM KMnO4, karena tiap mol KMnO4 melepaskan 5
oksigen dalam reaksi ini.
0,01 = Normalitas KMnO4
54
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Data yang diperoleh :
- Sampel air laut (x)= 20,6 ml
- Aqudes (y)= 0,6 ml
BOT dalam mg/L = (20,6− 0,6) x 31,6 x 0,01 x 1000
50 mL
= 20 x 31,6 x 0,01 x 1000
50 mL
= 6320
50
= 126,4 mg/L
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis data, kadar BOT yang terkandung dalam perairan
TPI Paotere sebesar 126,4 mg/L. Dengan demikian, perairan kampung Paotere
tergolong perairan yang masih dipengaruhi oleh masukan akibat adanya kegiatan
manusia sesuai pernyataan Syafrani (1994), yang menyatakan bahwa kandungan
bahan organik total di perairan dapat bervariasi antara 1,00-30,00 mg/L.
Sedangkan nilai yang lebih tinggi dari angka tersebut menunjukkan adanya
masukan akibat adanya kegiatan manusia berupa pembuagan sampah ke
perairan tersebut.
55
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah melakukan kegiatan praktikum ini, dapat disimpulkan bahwa salah
satu metode untuk analisa BOT, yaitu dengan menggunakan kalium permarganat
(KMnO4) sebagai oksidator. Berdasarkan metode tersebut, diperoleh hasil sebesar
126,4 mg/L, dan perairan TPI Paotere tergolong yang memiliki kandungan bahan
organik terlarut yang tinggi. Nilai yang lebih tinggi dari angka tersebut
menunjukkan adanya masukan akibat adanya kegiatan manusia berupa
pembuagan sampah ke perairan tersebut.
B. Saran
Sebaiknya setiap praktikan disuruh untuk mencoba melakukan praktikum satu
per satu sehingga tidak hanya beberapa orang saja dalam kelompok yang aktif
bekerja.
56
DAFTAR PUSTAKA
Rakhman, A. 1999. Studi Penyebaran Bahan Organik Pada Berbagai
Ekosistem Di Perairan Pantai Pulau Bonebatang. Skripsi Jurusan Ilmu
Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin.
Makassar.
Saunder, G.W., 1980. Organic matter and Decomposers. In The Functioning of Freshwater Ecosystem Eds. by E.D. Le Cren and R.H. Lowe-Mc. Connel. Cambridge University Press.588 p.
Syafrani. 1994. Studi Lingkungan Perairan Sungai Siak bagian Hilir dari
Pencemaran Bahan Organik. Tesis program Pascasarjana IPB. Bogor.
Syafrani. 1994. Studi Lingkungan Perairan Sungai Siak bagian Hilir dari Pencemaran Bahan Organik. Tesis program Pascasarjana IPB. Bogor.
Wardoyo, S.T.H. 1975. Kriteria Air Untuk keperluan Pertanian dan Perikanan.
Seminar pengendalian pencemaran air. Bandung. Bagian Akuakultur
Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
57
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Klorofil adalah pigmen pemberi warna hijau pada tumbuhan, alga dan bakteri
fotosintetik. Senyawa ini yang berperan dalam proses fotosintesis tumbuhan
dengan menyerap dan mengubah tenaga cahaya menjadi tenaga kimia (Hatta,
2002).
Dalam proses fotosintesis, terdapat 3 fungsi utama dari klorofil yaitu
memanfaatkan energi matahari, memicu fiksasi CO2 menjadi karbohidrat dan
menyediakan dasar energetik bagi ekosistem secara keseluruhan. Dan
karbohidrat yang dihasilkan fotosintesis melalui proses anabolisme diubah menjadi
protein, lemak, asam nukleat dan molekul organik lainnya (Abidin, 1984).
Klorofil pada plankton dapat digunakan sebagai indikator kesuburan suatu
perairan. Kesuburan suatu perairan tergantung pada produktivitas primer
tumbuhan yang berklorofil yang merupakan interaksi dari berbagai faktor,
diantaranya adalah unsur hara dalam perairan. Selain itu klorofil juga digunakan
sebagai indikator biomassa fitoplankton pada suatu perairan (Abidin, 1984).
Mengetahui kandungan klorofil fitoplankton dalam suatu perairan, menjadi
penting karena dapat digunakan sebagai pendugaan standing stock dan ukuran
produktivitas primer maka dilakukan praktikum penentuan kadar klorofil-a dalam
air laut.
B. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum ini adalah dapat melaksanakan penentuan kadar
klorofil-a dalam air laut.
Sedangkan kegunaan dari praktikum ini adalah untuk melihat tingkat
kesuburan suatu perairan berdasarkan kandungan klirofil dalam air laut.
58
II. TINJUAN PUSTAKA
Klorofil-a merupakan salah satu parameter yang sangat menentukan
produktivitas primer di laut. Sebaran dan tinggi rendahnya konsentrasi klorofil-a
sangat terkait dengan kondisi oseanografis suatu perairan. Beberapa parameter
fisik-kimia yang mengontrol dan mempengaruhi sebaran klorofil-a, adalah
intensitas cahaya, nutrien (terutama nitrat, fosfat dan silikat). Perbedaan
parameter fisika-kimia tersebut secara langsung merupakan penyebab
bervariasinya produktivitas primer di beberapa tempat di laut. Selain itu “grazing”
juga memiliki peran besar dalam mengontrol konsentrasi klorofil-a di laut (Hatta,
2002).
Konsentrasi klorofil-a suatu perairan sangat ditentukan oleh intensitas cahaya
dan keberadaan nutrien. Perairan laut tropis pada umumnya memiliki kandungan
klorofil-a rendah karena keterbatasan nutrien dan kuatnya stratifikasi kolom air.
Saunder (1980) menyatakan bahwa stratifikasi kolom air disebabkan oleh
pemanasan permukaan perairan yang hampir sepanjang tahun.
Pola persebaran klorofil-a secara musiman maupun spasial, dibeberapa
bagian perairan dijumpai kosentrasinya yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan
karena terjadinya pengkayaan nutrien pada lapisan permukaan perairan melalui
berbagai proses dinamika massa air, diantaranya upwelling, percampuran vertikal
massa air serta pola pergerakkan massa air, yang membawa massa air kaya
nutrien dari perairan sekitarnya (Saunder, 1980).
Menurut Hatta (2002) klorofil-a dipermukaan perairan dikelompokkan ke
dalam tiga kategori yaitu rendah, sedang dan tinggi dengan kandungan klorofil-a:
Tabel 3. Kategori kandungan klorofil-a
Klorofil-a Kategori
<0,07 Rendah
59
0,07-0,14 Sedang
>0,14 Tinggi
Menurut Harborne (1987), faktor faktor yang mempengaruhi terbentuknya
klorofil adalah:
a. Faktor pembawaan
Pembentukan klorofil seperti halnya dengan pembentukan pigmen pigmen
lain pada hewan dan manusia yang dibawakan oleh suatu gen tertentu didalam
kromosom. Jika gen ini tidak ada, tanaman akan tampak putih belaka.
b. Cahaya
Klorofil dapat terbentuk dengan memerlukan cahaya tanaman lain yang
ditumbuhkan didalam gelap tak berhasil membentuk klorofil. Larutan klorofil yang
dihadapkan pada sinar kuat tampak berkurang hijaunya.
c. Oksigen
Okigen juga sangat berperan penting dalam pembentukan klorofil.
d. Karbohidrat
Karbohidrat juga sangat berperan penting dalam pembentukan klorofil ,
utamanya di dalam daun daunan yang mengalami tumbuh dan gelap. Dengan
tiada pemberian gula, daun daun tersebut tidak mampu menghasilkan klorofil.
Hutagalung (1997) mengatakan bahwa untuk menghitung kandungan klorofil
absorbansi dari panjang gelombang yang diukur (664, 647, dan 630 nm) dikurangi
dengan absorbansi pada panjang gelombang 750 nm. Pengurangan absorbansi
pada masing-masing panjang gelombang tersebut dengan absorbansi pada
panjang gelombang 750 nm dimaksudkan untuk mendapatkan nilai absorbansi
yang dilakukan oleh klorofil, karena pada panjang gelombang 750 nm tidak
terdapat penyerapan yang dilakukan oleh klorofil (hanya faktor kekeruhan sampel).
60
Menurut Sukadi (2007), klasifikasi tingkat kesuburan perairan secara umum
dan status trofik
Tabel 4. Klasifikasi tingkat kesuburan perairan berdasarkan klorofil-a
Rata-rata
Klorofil-a
Oligotrofik Mesotrofik Eutrofik Hypereutrofik
<1 4,7 14,3 100-200>
61
III. METODE ANALISIS
A. Prinsip Analisis
Pada percobaan ini prinsip analisis yang digunakan yakni dengan
memnggunakan metode spektrofotometer (panjang gelombang) yakni dengan
panjang gelombang 750, 665, 645 dan 630 nm. Pada setiap pengukuran panjang
gelombang 750 nm mencatat nilai absorbansinya kemudian melakukan
perhitungan.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu peralatan penyaringan untuk
diameter 47 mm milipore, botol dengan penutup 300 ml, tabung centrifuge 15 ml,
centrifuge untuk tabung 15 ml, dan spektrofotometer dengan cuvet 10 cm.
Sedangkan bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu aseton 90%,
magnesium karbonat, dan kertas saring membran selulosa nitrat.
C. Prosedur Kerja
Menyaring contoh air laut sebanyak 1000 ml ke dalam saringan milipore,
dengan menggunakan pompa vacum yang telah tersambung dengan corong
buchner dan erlenmeyer section. Lalu menambahkan 3-5 tetes larutan MgCO3
kedalam contoh air laut sementara disaring. Setelah selesai proses penyaringan,
mengambil kertas saring dengan menggunakan pinset. Memasukkan ke dalam
tabung reaksi yang berisi Aceton 90% sebanyak 15 ml, menutup dengan
aluminium foil. Kemudian menyimpannya dalam refrigerator selam 1 x 24 jam.
Disentrifugal tiap tabung reaksi pada temperatur kamar selama 15 menit dan 3500
rpm. Selanjutnya mengambil supernatan kedalam cuvet 10 cm dan ukur absorban
pada panjang gelombang 750, 665, 645, dan 630, nm. Mencatat nilai absorban
yang tertera di display alat spectrophotometer DREL 2800.
62
D. Perhitungan
Perhitungan kadar klorofil -a dalam contoh air laut menggunakan rumus
sebagai berikut :
Dan
Dimana :
C = jumlah Ca + Cb + Cc (ml)
V = volume contoh air laut (liter)
v = volume aseton ( 15 ml)
Klorofil-a (C) = 15,6 E665 - 2,0 E645 - 0,8E630 X f
mg klorofil/m3 = 10Vx
Cxv
63
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Data yang diperoleh :
Panjang Gelombang
ʎ750 ʎ 665 ʎ645 ʎ630
-0,014 -0,021 -0,001 -0,001
Berdasarkan perhitungan dengan rumus maka dapatkan hasi, sebagai berikut :
F = 1000 x Volume aseton (ml)
Panjang sel (cm) x volume smapel (ml)
= 1000 x 10
10 x 600
= 10000
6000
= 1,666 mg/ml
µg/L klororfil-a = 15,6 E665 – 2,0 E645 – 0,8 E630 x F
= 15,6 (-0,021) – 2,0 (-0,001) – 0,8 (-0.001) x 1,666
= -0,3276 – 0,0020 – 0,0008 x 1,666
= -0,3309 mg/ml
B. Pembahasan
Hasil dari perhitungan klorofil TPI Paotere didapat kandungan klorofil dari
sampel air laut sebesar -0,3309 mg/ml. hasil tersebut menunjukkan bahwa sampel
air laut tergolong rendah sesuai pernyataan Hatta (2002) yang menyatakan bahwa
dibawah nilai 0,07 termasuk dalam kategori memiliki kandungan klorofil-a yang
rendah.
Perairan TPI Paotere termasuk dalam perairan oligotrofik, dengan kandungan
klorofil-a kurang dari 1 mg/L. perairan oligotrofik merupakan perairan yang
64
kesuburannya kurang. Sesuai pernyataan Sukadi (2007) yang mengatakan bahwa
nilai kandungan klorofil-a dibawah 1 mg/L termasuk dalam perairan oligotrofik.
65
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pengukuran kandungan klorofil-a dalam air laut dapat dilakukan dengan
metode Aceton spektrofotometric yang dikembangkan oleh APHA (1992).
Berdasarkan metode tersebut, diperoleh hasil analisa kandungan klorofil-a pada
sampel air laut kurang dari 1 mg/L, yaitu -0,3309 mg/ml, dengan demikian perairan
tersebut merupakan perairan oligotrofik yaitu dengan tingkat kesuburan yang
rendah sesuai pernyataan
B. Saran
Pengambilan sampel air laut untuk mengukur kadar klorofil-a maka sebaiknya
diambil pada hari praktikum atau dibungkus dengan kertas hitam.
66
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z.1984. Dasar Pengetahuan Ilmu Tanaman. Angkasa. Bandung
Hatta. 2002. Hubungan antara Klorofil-a dan Ikan Pelagis Dengan Kondisi Oseanografi di Perairan Utara Irian Jaya. Makalah Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Harborne,J.B. 1987. Metode Fitokimia. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Hutagalung, H.P.1997. Metode Analisa Air Laut, Sedimen dan Biota. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi. LIPI. Jakarta.
Saunder, G.W., 1980. Organic matter and Decomposers. In The Functioning of Freshwater Ecosystem Eds. by E.D. Le Cren and R.H. Lowe-Mc. Connel. Cambridge University Press.
Sukadi. 2007. Analisis Kualitas Air. PT Gramedia, Jakarta