laporan nekropsi kadal
-
Upload
satwika-wyra -
Category
Documents
-
view
152 -
download
59
description
Transcript of laporan nekropsi kadal
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Indonesia telah lama menjadi negara pengeskpor reptil, baik dalam bentuk reptil
hidup maupun bentuk kulit. Reptil hidup diekspor untuk diambil daging atau bagian
lainnya, atau sebagai hewan peliharaan. Reptil hidup yang diambil dagingnya umumnya
diekspor ke Cina, Hongkong dan Singapura, sedangkan reptil untuk hewan peliharaan
lebih banyak diekspor ke Amerika Serikat (Mardiastuti & Soehartono 2003). Di
beberapa daerah, biawak diolah dagingnya menjadi bermacam-macam hidangan.
Biawak atau dalam bahasa Nias disebut boroe mulai dikenal dan dikonsumsi
masyarakat Nias, khususnya di Gunungsitoli. Konsumen daging biawak meningkat
karena daging biawak enak dan bermanfaat untuk mengatasi asam urat. Daging biawak
dipercaya dapat bertindak sebagai aphrodisiac dan memiliki khasiat untuk mengobati
gatal-gatal, menghaluskan kulit dan mengobati luka bakar (Hulu 2011).
Komoditas perdagangan kulit biawak juga memiliki pasar yang baik. Perdagangan
kulit biawak didominasi oleh satu jenis biawak yaitu biawak air Asia (Varanus salvator)
karena tersebar di seluruh Indonesia bagian barat meliputi Jawa, Sumatra dan
Kalimantan. Jumlah ekspor kulit biawak air Asia lebih banyak dari jumlah ekspor kulit
buaya yaitu rata-rata sebanyak 650.000 lembar per tahun sedangkan ekspor kulit buaya
hanya 1.000-3.500 lembar per tahun. Negara pembeli utama kulit biawak adalah
Amerika Serikat, Jepang, Singapura, Meksiko dan Italia. Permasalahan utama ekspor
reptil adalah belum adanya data jumlah populasi di alam untuk menentukan jumlah
kuota, perdagangan sulit dilakukan berdasarkan ketentuan Konvensi CITES, dan
kemungkinan menurunnya populasi beberapa spesies reptil komersial akibat banyaknya
pemanenan dari alam(Mardiastuti & Soehartono 2003).
Mengingat semakin meningkatnya perdagangan komoditas biawak baik yang
hidup maupun berupa hasil olahan biawak dimasyarakat luas. Maka perlu dilakukan
pemeriksaan maupun kontrol terhadap kesehatan biawak yang diperdagangkan tersebut.
1
Hal ini yang melatarbelakangi dilakukannya nekropsi pada biawak sebagai salah satu
kompetensi yang harus dimiliki oleh dokter hewan nantinya.
1.2 Tujuan
Untuk mendiagnosa kelainan pada biawak berdasarkan gambaran makroskopis dan
mikroskopis patologi anatomi yang terjadi.
1.3 Manfaat
Mahasiswa mampu mendiagnosa kelainan pada biawak berdasarkan gambaran
makroskopis dan mikroskopis patologi anatomi yang terjadi.
2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi Varanus salvator
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Reptilia
Ordo : Squamata
Famili : Varanidae
Genus : Varanus
Spesies : Varanus salvator
2.2 Habitat
Varanus salvator adalah biawak yang hidup secara terestrial dan arboreal, yang
memiliki sinonim biawak air, biawak Ambon, mangrove monitor atau pacific monitor.
Hewan ini ditemukan di Australia (bagian Utara, Queensland), Indonesia (Irian Jaya,
Maluku), Kirabati, Papua New Guinea (Bismarck Archipelago, pulau Solomon Utara),
kepulauan Marshall, dan kepulauan Mariana Utara (Bennett & Sweet 2010).
2.3 Struktur anatomi
Bagian kepala, badan, punggung, ekor, dan kaki V. salvator dominan berwarna
hitam dengan bintik-bintik kuning yang menyebar secara merata dan bagian perut
berwarna putih kekuning-kuningan. Hewan ini memiliki kepala dan leher yang panjang,
empat kaki yang kuat dengan lima kuku yang tajam. Penampang hidung V. salvator
berbentuk bulat sedangkan penampang hidung spesies lain seperti V. salvator dan V.
togianus berbentuk oval. Jarak hidung lebih dekat ke moncong dibandingkan jaraknya
ke mata. Lidah biawak ini berwarna hitam (Philipp et al. 1999), ekor berbentuk pipih,
keras, sangat kokoh dan panjangnya melebihi panjang kepala dan badan. Panjang ekor
terhadap kepala 7.5 kali sedangkan panjang ekor terhadap badan 2.5 kali. Bobot badan
berkisar antara 500-1900 g dan panjang tubuh berkisar antara 50-200 cm. Ukuran tubuh
yang jantan lebih besar dari betina. Jenis kelamin biawak dapat ditentukan dengan ada
3
tidaknya sepasang hemipenis, yang bila dilakukan pemijatan akan keluar di sekitar
kloaka. Gambar V. salvator beserta susunan anatominya disajikan pada Gambar 1 dan 2.
Gambar 1 Varanus salvator. Seluruh badan berwarna hitam dengan bintik-bintik kuning
yang menyebar merata. Sumber: Cota (2008).
Gambar 2 Anatomi biawak jantan. Sumber: Barten (1996a).
2.4 Status konservasi
V. salvator telah dikategorikan sebagai hewan Least Concern oleh IUCN pada
tahun 2009 karena memiliki distribusi dalam jumlah yang besar dan umum ditemukan
4
di berbagai habitat,namun spesies ini mungkin terancam punah 15 tahun kedepan akibat
diburu untuk dimakan, dieksploitasi untuk perdagangan kulit dan terancam oleh
kerusakan habitat. Saat ini belum ada upaya konservasi khusus yang dilakukan untuk
spesies ini (Bennett & Sweet 2010). Semua spesies dan subspesies dari biawak
termasuk dalam CITES Appendix II, kecuali Varanus bengalensis, Varanus flavescens,
Varanus griseus, Varanus komodoensis, dan Varanus nebulosis termasuk dalam
Appendix I (Ananjeva et al. 2006).
Spesies yang termasuk dalam Appendix I adalah spesies terancam punah yang
dipengaruhi atau dapat dipengaruhi oleh perdagangan satwa liar. Perdagangan spesies
dalam Appendix I harus diatur dan diawasi secara ketat untuk mencegah kepunahan dan
menjaga kelangsungan hidupnya. Spesies yang termasuk dalam Appendix II adalah
spesies yang belum terancam punah namun dapat terancam punah bila perdagangan
spesies tersebut tidak diatur dan diawasi secara ketat. Oleh karena itu, perdagangan
spesies dalam Appendix II harus diatur dan diawasi secara ketat untuk menjaga
kelangsungan hidupnya (CITES 1979).
5
BAB 3 METODOLOGI
Pengamatan patologi anatomi biawak secara makroskopis dan mikroskopis.
Pengamatan makroskopis dilakukan dengan melihat perubahan patoligis secara
langsung menggunakan panca indra penglihatan sedangkan pengamatan mikroskopis
selakukan dengaan menggunakan metode mikroteknik, yaitu dengan cara membuat
preparat histologis. Preparat histologis yang dibuat adalah hepar, jantung, paru-paru,
otak dan usus.
Adapun prosedur dalam pembuatan preparat histologis adalah
Biawak dibedah nekropsi.
Diambil organ hepar, jantung, paru-paru, otak dan usus
Organ yang mengalami patologi dimasukkan ke dalam formalin 4% selama 24 jam.
Fiksasi, memindahkan organ ke dalam larutan FAA selama 24 jam.
Dehidrasi, dilakukan secara bertingkat dengan alkohol 70%, 80%, 90%, 95% serta
alkohol masing-masing 1 jam.
Clearing, dilakukan selama 1 jam yaitu dimasukkan ke dalam larutan alkohol xylol,
lalu memasukkannya ke dalam xylol murni I, II, dan III masing-masing selama 20
menit.
Infiltrasi, menggunakan parafin. Hati, esofagus, dan usus dimasukkan ke dalam
xylol : parafin (1:1) cair selama 20 menit, kemudian memasukkan parafin cair I, II,
dan III masing-masing selama 20 menit di dalam oven dengan suhu 60°C.
Embedding, tahapan menanam jaringan atau sampel yang digunakan. Parafin cair
dituangkan ke dalam cetakan sampai penuh kemudian membenamkan potongan
organ kedalam parafin tersebut. Jaringan diletakkan pada posisi dasar tengah
dengan posisi melintang.
Sectioning, sampel dipotong menggunakan microtome dengan ketebalan 6-10
mikron.
Affixing, perekatan dengan menggunakan albumin dan gliserin dengan
perbandingan 1:1, disimpan dalam kotak sediaan selama 1 hari.
6
Deparafinisasi, untuk menghilangkan parafin, sediaan dimasukkan ke dalam xylol
selama 10 menit.
Staining atau pewarnaan, proses pewarnaan dengan menggunakan hematoxylin dan
eosin dengan langkah sebagai berikut :
a. Sediaan histologis dihisap xylolnya dengan menggunakan kertas saring.
Kemudian berturut-turut dimasukkan ke alkohol 96%, 90%, 80%, 70%, 60%,
50%, 40% dan 30% masing masing selama 5 menit lalu ke aquades selama 5
menit. Dicuci dengan air mengalir kurang lebih 2 menit.
b. Dimasukkan ke dalam haemotoxylin selama 4 menit.
c. Dicuci dengan air mengalir selama 10 menit.
d. Dimasukkan ke dalam aquades dan alkohol 50%, 60%, 70%, 80%, 90%, 96%
masing-masing beberapa celupan.
e. Dimasukkan ke dalam eosin selama 1,5 menit.
f. Dimasukkan ke dalam alkohol 70 %,80%, 90%, 95%.
g. Preparat dikering-anginkan dan dimasukkan ke xylol selama 15 menit.
h. Sediaan histologi ditetesi dengan canada balsam lalu ditutup dengan cover glass.
Mounting (Penutupan) dan Labelling (Pemberian Label) yaitu penutupan preparat
dengan menggunakan kaca penutup dan memberi identitas pada preparat.
7
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Signalemen
Jenis hewan : biawak (Varanus salvator)
Jenis kelamin : Jantan
Umur : ±3 bulan
Panjang tubuh : ±30 cm
Asal hewan : Sumbermanjing Malang
Tanggal nekropsi : 25 september 2015
Anamnesa
Biawak diperoleh dari pasar hewan splended kota Malang. Biawak tampak lesu
dan memisahkan diri dari kawanannya. Biawak tampak hipersalivasi dan tidak mau
makan selama 2 hari sebelum dilakukan nekropsi (25 September 2015). Biawak yang
dijual tersebut berasal dari pengepul desa Sumbermanjing Kabupaten Malang . Biawak
yang diperoleh tidak diketahui pasti bagaimana cara menangkapnya ada kemungkinan
menggunakan perangkap maupun menggunakan racun.
Gambaran Makroskopis
Organ Epikrise Diagnosa PA
Keadaan Umum Luar
Kulit Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Mata Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Sub Kutis
Perlemakan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Otot Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Kelenjar ludah Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
8
Traktus
Respiratorius
Sinus Hidung Hipersalivasi Tidak ada kelainan
Laring Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Trakhea Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Bronkhus Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Paru- paru Warna tidak homogen,
merah kehitaman.
Haemoraghi
Rongga thorax Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Traktus Digestivus
Rongga abdomen Tidak ada kelainan
Rongga mulut Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Faring Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Esofagus Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Lambung Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Usus Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Hati Terjadi perubahan warna
menjadi kehitaman pekat
Haemoraghi
Traktus Sirkulatorius
Jantung Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Sistem
Limforetikular
Limpa Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Traktus Urogenital
Ginjal Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Oviduct Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Folikel Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Sistem Lokomosi
Otot Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Tulang Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
9
SumsumTulang Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Persendian Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Gambaran mikroskopis Hepar
Gambar 1. Gambaran histopatologi organ hepar perbesaran 100x. Haemoraghi (H), Kongesti (K) dan Edema (E)
Secara normal hati terbagi menjadi lobus kanan dan lobus kiri. Tiap lobus
tersusun atas unit-unit kecil yang disebut lobulus. Lobulus terdiri sel-sel hati, disebut
hepatosit. Pada hepar terdapat 2 pembuluh darah yang mensuplai darah, yaitu arteri
hepatika (banyak mengandung oksigen) yang mengalirkan darah ±500 ml/menit dan
vena porta (kurang kandungan oksigen tapi kaya zat gizi, dan mungkin berisi zat toksik
dan bakteri) yang menerima darah dari lambung, usus, pankreas dan limpa dengan
mengalirkan darah ±1000 ml/menit. Kedua pembuluh darah tersebut mengalir ke kapiler
hati yang disebut sinusoid lalu diteruskan ke vena sentralis ditiap lobulus. Dan dari
semua lobulus ke vena hepatika berlanjut ke vena kava inferior.
10
H
H HK
K
E
Gambaran mikroskopis jantung
Gambar 2. Gambaran histopatologi organ jantung perbesaran 100x. Haemoraghi (H), Kongesti (K) dan Edema (E)
Gambaran mikroskopis paru-paru
Gambar 3. Gambaran histopatologi organ paru-paru perbesaran 100x. Haemoraghi (H), Kongesti (K) dan Edema (E)
11
H
H
K
K
EE
E
E
k
k
H
H
Pada gambaran histopatologi organ hepar, jantung dan pulmo tampak adanya
perubahan histopatologi yang sama yaitu haemoraghi, kongesti dan edema. Pada
keadaan haemoraghi organ tampak menjadi berwana kehitaman. Haemoraghi adalah
kondisi yang ditandai dengan keluarnya darah dari dalam vaskula akibat dari kerusakan
dinding vaskula. Kebocoran dinding ada dua macam melalui kerobekan (per reksis) dan
melalui perenggangan jarak antara sel-sel endotel dinding vaskula (per diapedisis).
Beberapa kemungkinan yang mempengaruhi haemoraghi yaitu:
1. Trauma yaitu kerusakan dalam bentuk fisik yang merusak sistem vaskula
jaringan di daerah benturan/ kontak.
2. Infeksi agen infeksius
Bahan toksik yang merusak endotel kapiler seperti keracunan arsen, dicumarol
(racun tikus) yang dapat menghambat penggumpalan darah sehingga terjadi pendarahan
dan toksin uremik yang dapat merusak endotel pembuluh darah. Pada pemeriksaan
histopatologi organ hepar terlihat kongesti pada sel hepatosit.
Kongesti adalah keadaan dimana terdapat darah secara berlebihan (peningkatan
jumlah darah) di dalam pembuluh darah pada daerah tertentu. Penyebab kongesti dapat
karena :
1. Dilatasi arteriol, sehingga mengakibatkan jumlah darah yang masuk lebih
banyak.
2. Penyumbatan pembuluh darah, tepatnya di area kapiler sebagai akibat hambatan
aliran darah vena.
3. Kekurangan oksigen.
4. Obstruksi.
Edema merupakan bertambahnya cairan plasma dalam jaringan interstitial
(interseluler) dalam hal ini termasuk rongga tubuh tanpa adanya perubahan dari
dinding pembuluh darah. Secara makroskopis 3 tempat yang sering ditemukan
edema yaitu jaringan subcutan, paru-paru dan otak. Pada dasarnya disebabkan oleh
perubahan tekanan hidrostatik vaskuler dan tekanan osmotik.
12
Patogenesis beberapa penyebab terjadinya edema yaitu :
1. Peningkatan tekanan hidrostatik
2. Akibat hipoproteinemia
3. Obstruksi limfatik
4. Reaksi radang
Gambaran mikroskopis usus
Gambar 4. Gambaran histopatologi organ usus perbesaran 200x. Sel Goblet (SG)
Pada gamabaran histopatologi organ usus tampak terjadi peningkatan jumlah sel
goblet. Sel goblet merupakan sel epitel yang berperan dalam mengeluarkan musin.
Musin berperan dalam menutupi usus pelindung terhadap isi sitolitik dalam lumen. Sel
goblet hanya terdapat sedikit pada diodenum dibandingkan pada jejenum dan ileum.
Peningkatan sel goblet mengidikasikan adanya senyawa asing yang mangiritasi mukosa
usus maupun adanya kerusakan akibat agen infeksi sehingga tubuh merespon dengan
pembentukan musin untuk menlindungi kerusakan pada vili usus. .
13
SG
SG
SG
BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil anamnesa, pemeriksaan makroskopis patologi anatomi serta
histopatologi dapat disimpulkan bahwa biawak mengalami intoksikasi yang ditandai
oleh edema, haemoraghi dan kongesti pada organ jantung, hepar, paru-paru dan usus.
5.2 Saran
Perlu dilakukannya pengujian serologis untuk peneguhan diagnosa intoksikasi
yang terjadi serta bahan toksiknya
14
DAFTAR PUSTAKA
Arimbi., A. Azmijah., R. Darsono., H. Plumeriastuti., H. V. Widuyatno dan J. Legowo. 2015. Buku Ajar Patologi Umum Veteriner. Airlangga University Press.
Brotowijoyo, D.M. 1994. Zoologi Dasar. Penerbit Erlangga. Bandung.
Juhryyah, S. 2008. Gambaran Histopatologi Organ Hati dan Ginjal Tikus pada Intoksikasi Akut Insektisida (Metofluthrin, d-Phenothrin, d-Allethrin) dengan Dosis Bertingkat. Institut Pertanian Bogor.
Kurniati, T. 2009. Zoologi Vertebrata. UIN SGD. Bandung.
Liu, W., Li, Q.K., Shih, H.H., and Qiu, Z.Z. 2002. Meristocotyle provitellaria sp. nov. (Digenea: Meristocotylidae) from Varanus salvator in China. Nankai University Press. Tianjin.
Martinson, S. 2013. Reptile Pathology; Necropsy technique and Common Diseases. Atlantic Veterinary Collage
Uyeda, L., Iskandar, E., Purbatrapsila, A., Pamungkas, J., Wirsing, A., and Kyes, R. 2014. Water Monitor Lizard (Varanus salvator) Satay: A Treatment for Skin Ailments in Muarabinuangeun and Cisiih, Indonesia. IPB Press. Bogor
15