Laporan Mikrobiologi Industri Dr Jijah
-
Upload
nur-azizah -
Category
Documents
-
view
214 -
download
8
Transcript of Laporan Mikrobiologi Industri Dr Jijah
PENGAMATAN PERTUMBUHAN SEL KHAMIR (Saccharomyces cereviseae) DAN PEMBUATAN DONAT
Laporan
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Mikrobiologi Industri yang dibimbing oleh
Dr. Endang Suarsini, M. Ked., dan Sitoresmi Prabaningtyas, S.Si, M.Si
Oleh:
Kelompok
Ana Sa’adah 100342404640
Nur Azizah 100342400923
M. Ali Sukron 100342400942
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI BIOLOGI
Oktober 2013
A. Topik
Pengamatan pertumbuhan sel khamir (Saccharomyces cereviseae) dan
pembuatan donat
B. Hari/Tanggal
Hari Kamis/tanggal 3 Oktober 2013.
C. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah:
Untuk mengetahui pengaruh suhu dan waktu terhadap pertumbuhan sel
khamir.
Untuk mengetahui pengaruh lama pemeraman dan suhu terhadap
pertumbuhan khamir pada adonan donat.
Mengetahui cara menghitung sel khamir secara mikroskopis
Mengetahui proses pembuatan donat
D. Dasar Teori
Khamir
Khamir termasuk fungi, tetapi dibedakan dari kapang karena bentuknya
yang terutama uniseluler. Reproduksi vegetatif pada khamir terutama dengan cara
pertunasan/budding (Pelczar dan Chan, 1977). Sebagai sel tunggal, khamir
tumbuh dan berkembang biak lebih cepat dibandingkan dengan kapang yang
tumbuh dengan pembentukan filamen. Khamir juga lebih efektif dalam memecah
komponen kimia dibandingkan dengan kapang karena mempunyai perbandingan
luas permukaan dengan volume yang lebih besar. Khamir juga berbeda dari
ganggang karena tidak dapat melakukan proses fotosintesis, dan berbeda dari
protozoa karena mempunyai dinding sel yang kuat. Khamir mudah dibedakan dari
bakteri karena ukurannya yang lebih besar dan morfologinya yang berbeda
dengan bakteri.
Khamir pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan sifat-sifat
fisiologinya, dan tidak atas perbedaan morfologinya, seperti pada kapang.
Beberapa khamir tidak membentuk spora (asporogenous) dan digolongkan ke
dalam fungi imperfecti, dan yang lainnya membentuk spora seksual sehingga
digolongkan ke dalam Ascomycetes dan Basidiomycetes.
Morfologi Khamir
Khamir adalah fungi uniseluler yang bersifat mikroskopik. Sel khamir
mempunyai ukuran yang bervariasi, yaitu dengan panjang 1-5 mikrometer sampai
20 mikrometer, dan lebar 1-10 mikrometer. Bentuk sel khamir bermacam-macam
yaitu bulat, oval, silinder atau batang, segitiga melengkung, berbentuk botol,
bentuk apikulat atau lemon, membentuk pseudomiselium dan sebagainya
(Fardiaz, 1992).
Gambar 1. Bentuk-bentuk sel khamir
Sel vegetatif yang berbentuk apikulat atau lemon merupakan karakteristik
grup khamir yang ditemukan pada tahap awal fermentasi alami buah-buahan dan
bahan lain yang mengandung gula, misalnya Hanseniaspora dan Kloeckera.
Bentuk ogival adalah bentuk memanjang di mana salah satu ujung bulat dan ujung
yang lainnya runcing. Bentuk ini merupakan karakteristik dari khamir yang
disebut Brettanomyces. Khamir yang berbentuk bulat misalnya Debaryomyces,
berbentuk oval misalnya Saccharomyces, dan yang berbentuk triangular misalnya
Trygonopsis. Khamir tidak mempunyai flagela atau organ lain untuk bergerak.
Dalam kultur yang sama, ukuran dan bentuk sel khamir mungkin berbeda
karena pengaruh umur sel dan kondisi lingkungan selama pertumbuhan. Sel yang
muda mungkin berbeda bentuknya dari yang tua karena adanya proses ontogeni,
yaitu perkembangan individu sel. Sebagai contoh, khamir yang berbentuk apikulat
(lemon) pada umumnya berasal dari tunas berbentuk bulat sampai oval yang
terlepas dari induknya, kemudian tumbuh dan membentuk tunas sendiri. Karena
proses pertunasannya bersifat bipolar, sel muda yang berbentuk oval membentuk
tunas pada kedua ujungnya sehingga mempunyai bentuk seperti lemon. Sel-sel
yang sudah tua dan telah mengalami pertunasan beberapa kali, mungkin
mempunyai bentuk yang berbeda-beda.
Gambar 2. Perkembangan Bentuk Sel pada Khamir Berbentuk Lemon
(Hanseniaspora) (Phaff et. al., 1968)
Fisiologi Khamir
Khamir tumbuh paling baik pada kondisi dengan persediaan air cukup,
karena khamir dapat tumbuh pada medium dengan konsentrasi solut (gula atau
garam) lebih tinggi daripada bakteri, dapat disimpulkan bahwa khamir
membutuhkan air untuk pertumbuhan lebih kecil dibandingkan kebanyakan
bakteri (Fardiaz, 1992). Jenis khamir tertentu mempunyai persyaratan Aw
(aktivitas air) yang rendah yaitu tergolong dalam osmofilik. Interval Aw untuk
pertumbuhan secara normal adalah 0,89-0,94, sedangkan untuk khamir osmofilik
antara 0,62-0,65.
Keasaman dan suhu yang layak adalah penting bagi pertumbuhan dan
aktivitas khamir. Adapun pH yang disukai antara 4-4,5. Pada keadaan alkalis tidak
dapat tumbuh dengan baik, sedangkan keadaan yang aerobik sangat disukai
(Suwaryono, 1988; Savova dan Nikolova, 2002).
Kisaran suhu untuk pertumbuhan kebanyakan khamir pada umumnya
hampir sama dengan kapang yaitu dengan suhu optimum 25-30ºC dan suhu
maksimum 35-47ºC. Beberapa khamir dapat tumbuh pada suhu 0ºC atau kurang.
Pertumbuhannya yang lambat dan kesanggupannya untuk bersaing kurang,
khamir sering tumbuh pada lingkungan yang kurang baik untuk pertumbuhan
bakteri, lingkungan tersebut antara lain pH rendah, kelembaban rendah, kadar gula
dan garam yang tinggi, suhu penyimpanan rendah, radiasi pada makanan dan
adanya antibiotika (Trihendro, 1989; Viljoen, et al.,2003). Secara umum gula
merupakan sumber energi yang paling baik, hanya untuk jenis khamir oksidatif
dapat menggunakan asam-asam organik dan alkohol (Rahayu, 1989). Khamir
mampu menggunakan berbagai macam sumber nitrogen. Sebagai sumber nitrogen
untuk sintesis protein, kebanyakan khamir dapat menggunakan ion nitrat dan nitrit
(Fardiaz, 1992).
Sifat fisiologis yang digunakan dalam klasifikasi khamir adalah fermentasi
dan asimilasi. Fermentasi yaitu aktivitas metabolisme yang menghasilkan energi
(katabolisme) dan membutuhkan substrat, sedangkan asimilasi merupakan
aktivitas metabolisme yang memerlukan energi (anabolisme) dan menghasilkan
senyawa tertentu.
Metabolisme dan Substrat untuk Pertumbuhan Khamir
Khamir dapat dibedakan atas dua kelompok berdasarkan sifat
metabolismenya, yaitu yang bersifat : (1) fermentatif, dan (2) oksidatif. Khamir
fermentatif dapat melakukan fermentasi alkohol, yaitu memecah glukosa melalui
jalur glikolisis (Embden Meyerhoff-Parnas) dengan total reaksi sebagai berikut:
C6H12O6 2 C2H5OH + 2 CO2
Glukosa alkohol Karbondioksida
Khamir yang digunakan dalam pembuatan roti dan bir merupakan spesies
Saccharomyces yang bersifat fermentatif kuat. Tetapi dengan adanya oksigen, S.
cerevisiae juga dapat melakukan respirasi yaitu mengoksidasi gula menjadi
karbondioksida dan air. Oleh karena itu, tergantung dari kondisi pertumbuhan, S.
cerevisiae dapat mengubah sistem metabolismenya dari jalur fermentatif menjadi
oksidatif (respirasi). Kedua sistem tersebut menghasilkan energi, meskipun energi
yang dihasilkan melalui respirasi lebih tinggi dibandingkan dengan melalui
fermentasi.
Pasteur adalah peneliti yang pertama kali mendemonstrasikan bahwa
khamir yang bersifat fermentatif, jika diberi aerasi aktivitas fermentasinya akan
menurun, dan sebagian glukosa akan direspirasi (dioksidasi) menjadi
karbondioksida dan air. Fenomena ini disebut efek Pasteur, dan telah diterapkan
dalam produksi ragi roti, di mana tidak dikehendaki proses fermentasi atau
pembentukan alkohol. Jika konsentrasi gula dipertahankan tetap rendah, kondisi
yang sangat aerobik (oksigen berlebihan) menyebabkan semua gula
direspirasimenjadi karbondioksida dan air. Khamir yang digunakan dalam
pembuatan bir, yaitu Saccharomyces carlsbergenis, bersifat fermentatif kuat dan
oksidatif lemah (Fardiaz, 1992).
Banyak spesies khamir yang bersifat oksidatif kuat, yaitu tidak dapat
melakukan fermentasi alkohol. Khamir semacam ini bersifat aerobik karena
membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya, misalnya semua spesies
Rhodotorula dan Cryptococcus, dan beberapa spesies Candida, Torulopsis, dan
beberapa jenis lainnya. Selain itu beberapa spesies khamir bersifat oksidatif kuat
tetapi dapat melakukan fermentasi secara lemah, misalnya beberapa spesies dari
jenis Debaryomyces dan Pichia (Pelczar dan Chan, 1977).
Pada khamir yang bersifat fermentatif, 70% dari glukosa di dalam substrat
akan diubah menjadi karbondioksida dan alkohol, sedangkan sisanya sebanyak
30% tanpa adanya nitrogen akan diubah menjadi produk penyimpanan cadangan.
Produk penyimpanan tersebut akan digunakan kembali melalui fermentasi
endogenous jika glukosa di dalam medium habis.
Morfologi sel khamir dapat diamati menggunakan beberapa cara yaitu:
pengamatan langsung dengan mikroskop biasa, pengamatan dengan mikroskop
biasa setelah diwarnai dengan pewarna tertentu, terutama untuk melihat kondisi
lokasi komponen tertentu di dalam sel. Pengamatan dengan mikroskop elektron
terhadap dinding sel yang telah dipisahkan dari selnya dan pengamatan dengan
mikroskop elektron terhadap irisan tipis sel khamir. Untuk mewarnai sel khamir
dapat digunakan pewarna seperti yang digunakan untuk bakteri, tetapi karena
beberapa pewarna mungkin menutupi struktur sel, untuk melihat lokasi masing-
masing struktur di dalam sel dapat digunakan pewarna spesifik. Mikrostruktur sel
khamir terdiri dari kapsul, dinding sel, membran sitoplasma, nukleus, satu atau
lebih vakuola, mitokondria, globula lipid, volutin atau polifosfat, dan sitoplasma
(Cook, 1958).
Beberapa khamir ditutupi oleh komponen ekstraseluler yang berlendir dan
disebut kapsul. Kapsul tersebut menutupi bagian luar dinding sel dan terutama
terdiri dari polisakarida termasuk glukofosfomanan, suatu polimer menyerupai
pati, dan heteropolisakarida yaitu polimer yang mengandung lebih dari satu
macam unit gula seperti pentosa, heksosa, dan asam glukuronat (Fardiaz, 1992).
E. Alat dan Bahan
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah: Beaker glass,
sendok, kaca pengaduk, kompor, wajan, sutil, kulkas, water bath, hemacytometer,
baskom, plastik, pipet tetes, mikroskop cahaya, timbangan triple beam dan oven.
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah: tepung terigu,
gula pasir, yeast, aquades, telur, air, mentega, meses, alumunium foil, minyak
goreng, mortar dan pistile,
F. Cara Kerja
Pengamatan Pertumbuhan KhamirMenyiapkan alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum Mengambil 1/2 sendok teh yeast kemudian melarutkan nya ke dalam 100 ml aquades sterilMembuat beberapa perlakuan yakni dengan perlakuan suhu (pada suhu kamar,suhu water bath, dan suhu kulkas) dan waktu (0 menit, 20 menit, 40 menit, dan 80 menit)Mengambil aquades yang bercampur dengan yeast dengan menggunakan pipet tetes dan meneteskannya pada hemacytometer sebanyak 1 tetesMengamati pertumbuhan khamir menggunakan mikroskop cahaya dan hemacytometer dengan menghitung 3x ulangan
Pengamatan Pertumbuhan Khamir pada Pembuatan DonatMenyiapkan alat dan bahan yang digunakan untuk pembuatan donatMerebus 250 g kentang sampai matang kemudian menghaluskan nya dengan mortar dan pistileMencampur bahan yang dibuat untuk adonan donat yakni kentang, tepung terigu, yeast, mentega, kuning telurMencapur semua bahan adonan sampai menyatuMembagi adonan menjadi beberapa bagian untuk beberapa perlakuan yakni suhu (suhu kulkas, suhu kamar, dan suhu water bath) dan waktu pemeraman (15 menit,20 menit, dan 40 menit)Menimbang berat awal adonan donat dan berat akhir donat setelah melalui proses pemeraman
G. Data Pengamatan
a. Penghitungan jumlah sel
Tabel 1. Data jumlah sel khamir
Perlakuan Waktu
Jumlah SelSuhu Kamar (260 C) Water Bath (350 C) Kulkas (40 C)
To (0’) 23 25 27 45 47 36 37 32 36T1 (20’) 30 33 36 49 51 54 40 43 46T2 (40’) 53 57 55 47 49 53 54 56 51T3 (60’) 60 61 66 44 40 41 78 70 75T4 (80’) 33 35 33 46 48 48 86 86 87
b. Penimbangan adonan donat
Tabel 2. Berat adonan donat
Waktu inkubasi
adonan (menit)Suhu (0 C) Berat
awal (g)Berat
akhir (g)Selisih (berat akhir
- berat awal) (g)
15 4 (kulkas) 163,7 162,7 -1,0 (berkurang)
20 26 (kamar) 182,1 181,8 -0,3 (berkurang)35 (waterbath) 174 174,2 0,2 (bertambah)
40 26 (kamar) 171,2 170,5 -0,7 (berkurang)35 (waterbath) 198,3 198,5 0,2 (bertambah)
H. Analisis Data
a. Penghitungan jumlah sel
Pengamatan pertumbuhan sel yeast dilakukan dengan menghitung jumlah
sel yeast secara langsung menggunakan mikroskop. Yeast yang telah diencerkan
diteteskan di atas hemasitometer dan ditutup dengan kaca penutup, selanjutnya
diletakkan di atas mikroskop dan dihitung jumlah sel yeast dari tiga petak
pengamatan. Yeast diencerkan sebanyak 20 x ( 5 g yeast dilarutkan dalam 100 ml
akuades). Yeast yang telah diencerkan diberi perlakuan waktu dan suhu. Suhu
yang digunakan yaitu suhu kamar (260 C), suhu waterbath (350 C), dan suhu
kulkas (40 C), sedangkan waktu untuk penghitungan sel yeast yaitu 0 menit (T0),
20 menit (T1), 40 menit (T2), 60 menit (T3), dan 80 menit (T4). Jumlah total sel
yeast yang diamati pada 3 petak pengamatan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3. Penghitungan jumlah total sel khamir
PerlakuanWaktu
Jumlah Total SelSuhu Kamar
(260 C)Water Bath
(350 C)Kulkas (40 C)
To (0’) 75 128 105T1 (20’) 99 154 129T2 (40’) 165 149 161T3 (60’) 187 125 223T4 (80’) 101 142 259
Volume yeast per mm3 berturut-turut dari suhu kamar, suhu water bath,
dan kulkas dihitung dengan perhitungan sebagai berikut:
V = p x l x t x jumlah petak pengamatan
= 1/5 x 1/5 x 1/10 x 3
= 3/250 mm3
Jumlah sel dalam 1mm3 larutan yeast sebagai berikut:
V = x (jumlah total sel yeast yang terhitung)
3/250 mm3 = x
1mm3 = 250x / 3
Penghitungan sel yeast dalam 1 mm3 (tanpa pengenceran):
V = ∑ sel/mm3 X faktor pengenceran
V = 250x/3 X 20 kali
= 5000 x/3
Jumlah sel yeast dalam 1mm3 (tanpa pengenceran) sebagai berikut:
Suhu kamar
- T0 (0’) x = 75 - T1 (20’) x = 99
1mm3 = 5000 X 75 1mm3 = 5000 X 99
3 3
= 125.000 sel = 165.000 sel
- T2 (40’) x = 165 - T3 (60’) x = 187
1mm3 = 5000 X 165 1mm3 = 5000 X 187
3 3
= 275.000 sel = 311.667 sel
- T4 (80’) x = 101
1mm3 = 5000 X 101
3
= 168.333 sel
Suhu water bath
- T0 (0’) x = 128 - T1 (20’) x = 154
1mm3 = 5000 X 128 1mm3 = 5000 X 154
3 3
= 213.333 sel = 256.667 sel
- T2 (40’) x = 149 - T3 (60’) x = 125
1mm3 = 5000 X 149 1mm3 = 5000 X 125
3 3
= 248.333 sel = 208.333 sel
- T4 (80’) x = 142
1mm3 = 5000 X 142
3
= 236.667 sel
Suhu kulkas
- T0 (0’) x = 105 - T1 (20’) x = 129
1mm3 = 5000 X 105 1mm3 = 5000 X 19
3 3
= 175.000 sel = 215.000 sel
- T2 (40’) x = 161 - T3 (60’) x = 223
1mm3 = 5000 X 161 1mm3 = 5000 X 223
3 3
= 268.333 sel = 371.667 sel
- T4 (80’) x = 259
1mm3 = 5000 X 259
3
= 431.667 sel
Berdasarkan perhitungan jumlah sel yeast pada tiap variasi suhu dan
waktu, maka dapat dibuat sebuah kurva yang menunjukkan fase pertumbuhan sel
yeast. Berikut kurva yang menunjukkan pertumbuhan sel yeast.
0 menit
20 menit
40 menit
60 menit
80 menit
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
350000
400000
450000
500000
Suhu kamar
Waterbath
Kulkas
Gambar 3. Fase pertumbuhan sel yeast pada variasi suhu dan waktu
Berdasarkan kurva diatas, dapat dilihat fase pertumbuhan dari sel yeast.
Pada perlakuan suhu kamar, jumlah sel yeast semakin banyak mulai dari waktu 0
menit – 60 menit, namun setelah waktu ke 80 menit jumlah sel yeast berkurang.
Hal ini menunjukkan bahwa pada waktu ke 0 – 60 menit, terjadi pertumbuhan sel
dan puncaknya pada waktu ke 60 menit. Pada waktu ke 80 menit, sel berhenti
tumbuh dan mati.
Pada perlakuan kedua, yeast diletakkan dalam waterbath bersuhu 350 C.
Jumlah sel yeast pada T0 213.333 sel, jumlah ini terus bertambah hingga waktu ke
20 menit ditunjukkan dengan garis kurva naik. Waktu ke 20 menit – 60 menit,
jumlah sel yeast berkurang mengakibatkan kurva bergerak turun. Pada menit ke
60 menuju 80, garis kurva kembali bergerak naik menunjukkan terjadi
pertambahan jumlah sel. Dari keterangan tersebut, terlihat bahwa data yang
diambil kurang valid dan belum mampu menunjukkan pertumbuhan sel yeast.
Perlakuan selanjutnya, yeast diletakkan dalam kulkas, dan dari masing-
masing waktu perlakuan dihitung jumlah selnya. Jumlah sel yeast dari waktu 0
menit – 80 menit terus mengalami kenaikan, tanpa ada penurunan jumlah sel. Jika
dibandingkan dengan perlakuan suhu yang lain, kenaikan jumlah sel yeast yang
diletakkan dalam kulkas paling tinggi. Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa
pertumbuhan sel yeast pada suhu kulkas paling cepat.
Tabel 4. Penghitungan kecepatan pertumbuhan sel khamir
PerlakuanWaktu
Jumlah Total SelSuhu Kamar
(260 C)Water Bath
(350 C)Kulkas (40 C)
To (0’) 75 128 105T1 (20’) 99 154 129T2 (40’) 165 149 161T3 (60’) 187 125 223T4 (80’) 101 142 259
b. Penimbangan adonan donat
Semua bahan yang digunakan sebagai donat dicampur secara merata
hingga menjadi adonan. Adonan selanjutnya diberi fermipan (yeast) dan
diinkubasi. Proses inkubasi menggunakan variasi lama waktu inkubasi dan suhu
inkubasi. Lama waktu yang diperlukan yaitu 15 menit, 20 menit, dan 40 menit.
Suhu yang digunakan meliputi suhu kamar (260 C), suhu kulkas (0C), dan suhu
dalam waterbath (350 C). Adonan donat ditimbang beratnya sebelum inkubasi dan
setelah inkubasi, untuk mengetahui adonan mengalami penyusutan atau
pengembangan.
Adonan I, diinkubasi dalam kulkas selama 15 menit. Berat awal adonan
sebelum inkubasi sebesar 163,7 g, sedangkan setelah diinkubasi berat adonan
menjadi 162,7 g, berarti adonan mengalami penyusutan sebesar 1 g. Adonan II,
diinkubasi dalam suhu kamar selama 20 menit. Berat awal adonan sebelum
inkubasi sebesar 182,1 g, sedangkan setelah diinkubasi berat adonan menjadi
181,8 g. Adonan yang diinkubasi tersebut mengalami penyusutan berat sebesar
0,3 g. Adonan III, diinkubasi dalam waktu yang sama yaitu 20 menit, namun
diletakkan dalam waterbath yang diatur suhunya 350 C. Berat awal adonan
sebelum inkubasi sebesar 174 g, sedangkan setelah diinkubasi berat adonan
menjadi 174,2 g, berarti adonan yang diinkubasi dalam waterbath selama 20 menit
mengalami pengembangan dan beratnya bertambah 0,2 g. Adonan IV, diinkubasi
dalam suhu kamar selama 40 menit. Berat awal adonan sebelum inkubasi sebesar
171,2 g, sedangkan setelah diinkubasi berat adonan menjadi 170,5 g. Adonan
yang diinkubasi dalam suhu kamar selama 40 menit mengalami penyusutan
sebesar 0,7 g. Adonan V, diinkubasi dalam waterbath selama 40 menit. Berat awal
adonan sebelum inkubasi sebesar 198,3 g, sedangkan setelah diinkubasi berat
adonan menjadi 198,5 g. Berat adonan bertambah sebesar 0,2 g.
Penilaian keberhasilan pembuatan adonan donat tidak hanya dilihat dari
berat adonan, namun juga dilihat pada saat adonan digoreng. Adonan I, II, dan IV
ketika digoreng tidak mengembang, sedangkan adonan III dan adonan V
mengembang ketika digoreng, hanya saja adonan III tidak mengembang sempurna
jika dibanding dengan adonan V.
I. Pembahasan
a. Perhitungan Sel Khamir Saccharomyces cereviciae
Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai pertambahan jumlah sel dengan
bertambahnya RNA, DNA, protein dan air dalam sel. Untuk mengukur kecepatan
pertumbuhan sel maka dilakukan perhitungan secara kuantitatif dengan cara
menghitung jumlah atau berat sel pada setiap waktu selama pertumbuhan
berlangsung. Pengukuran jumlah sel dapat dilakukan dengan menggunakan
mikroskop (haemocytometer) untuk menghitung jumlah sel dengan ukuran 3 µm
atau lebih besar.
Fase pertumbuhan sel dapat dibagi menjadi beberapa tahap yaitu: (i) fase
lag (pertumbuhan sama dengan nol), (ii) fase percepatan pertumbuhan
(pertumbuhan cepat mengikuti kurva eksponensial), (iii) fase stagnan (kecepatan
pertumbuhan tetap) dan (iv) fase kematian (pertumbuhan semakin lambat dan
sebagian sel mati). Pada fase lag jumlah sel tetap, tetapi sel dapat bertambah besar
pada periode ini. Beberapa parameter yang mempengaruhi waktu fase lag adalah
jenis dan umur sel mikroorganisma, ukuran inokulum dan kondisi media tumbuh
(Lee, 1992).
Sebelum dilakukan perhitungan dengan hemasitometer, sel khamir diberi
perlakuan suhu dan waktu. Suhu divariasi dengan memasukkan larutan yeast
kedalam kulkas, suhu ruang, dan waterbath. Sedangkan waktu yang dipergunakan
memiliki selisih 20 menit mulai dari menit ke-0 (T0), 20 (T1), 40 (T2), 60 (T3), dan
80 (T4). Hasil perhitungan menunjukkan perbedaan pada masing-masing
perlakuan suhu. Pada grafik (gambar 1) terlihat bahwa sel khamir pada suhu
kulkas memiliki pertumbuhan paling tinggi, sedangkan sel khamir pada waterbath
memiliki pertumbuhan yang lambat, bahkan sempat menurun pada menit ke-60.
Hal tersebut tidak sesuai dengan teori, seharusnya pada suhu kulkas (40C) sel
khamir mengalami pertumbuhan fase stagnan (kecepatan pertumbuhan tetap)
karena suhu 40C merupakan suhu yang terlalu dingin bagi sel khamir. Sel khamir
pada suhu ruang memiliki fase pertumbuhan yang relative normal, meliputi fase
lag, fase pertumbuhan, fase stagnan, dan fase kematian. Sedangkan sel khamir
pada suhu waterbath (350C) memiliki fase petumbuhan yang tidak stabil.
Fase pertumbuhan pada sel khamir ditentukan oleh kondisi lingkungan
meliputi suhu, pH, dan nutrisi pada media. Apabila sel tumbuh di dalam medium
yang kekurangan nutrien atau ekses nutrien, maka waktu fase lag lebih lama.
Karena sel harus menghasilkan enzim yang sesuai dengan jenis nutrien yang ada.
Selain fase lag lama, pertumbuhan sel khamir juga cenderung akan lambat karena
pada inokulum khamir tidak diberi tambahan nutrien, misalnya gula yang
dimanfaatkan sebagai sumber energi untuk pembelahan sel.
Suhu juga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan sel
khamir. Jika sel khamir berada pada suhu < suhu optimal pertumbuhannya, maka
sel khamir tumbuh lambat atau tidak tumbuh, sedangkan jika suhu jauh
melampaui suhu optimal, sel khamir akan mati. Kisaran suhu untuk pertumbuhan
kebanyakan khamir pada umumnya hampir sama dengan kapang yaitu dengan
suhu optimum 25-30ºC dan suhu maksimum 35-47ºC. Beberapa khamir dapat
tumbuh pada suhu 0ºC atau kurang. Pertumbuhannya yang lambat dan
kesanggupannya untuk bersaing kurang, khamir sering tumbuh pada lingkungan
yang kurang baik. Pada rentangan suhu 25-30ºC, sel khamir akan tumbuh optimal
(fase pertumbuhn optimal) hingga pada waktu tertentu akan mengalami fase
stagnan (pertumbuhan tetap/ tidak terjadi pertumbuhan, dan akhirnya
pertumbuhan sel lambat dan akhirnya mati. Pada berbagai perlakuan suhu, sel
khamir yang diletakkan pada suhu kamar (260C) mengalami pertumbuhan optimal
dan melewati fase pertumbuhan dan pertumbuhan lambat yang akhirny sel akan
mati. Hal ini sesuai dengn teori yang ada ahwa sel kamir tumbuh optimal pada
rentang suhu 250C - 300C.
b. Penimbangan Adonan Donat
Roti adalah makanan yang terbuat dari tepung terigu, air, dan ragi yang
pembuatannya melalui tahap pengulenan, fermentasi (pengembangan), dan
pemanggangan dalam oven. Bahan dan proses yang dilaluinya membuat roti
memiliki tekstur yang khas. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan roti
dapat digolongkan bahan utama dan bahan pembantu. Bahan utama yang
digunakan dalam pembuatan roti adalah tepung terigu, air, ragi roti, dan gula.
Yeast/ragi berfungsi sebagai pengembang, sangat penting untuk fermentasi
dan menghasilkan alkohol, panas dan cita rasa. Asam laktat dan asam asetat yang
dihasilkan selama fermentasi menyebabkan adonan lebih lentur (mellowing).
Fermentasi juga akan menghasilkan ciri khas aroma roti. Pemakaian ragi dalam
adonan sangat berguna untuk mengembangkan adonan karena terjadi proses
peragian terhadap gula dan memberi aroma (alkohol).
Pengembangan roti dipengaruhi oleh proses fermentasi yang dilakukan
oleh khamir berupa Saccharomyces cereviciae yang terdapat dalam ragi (yeast).
Kecepatan proses fermentasi ditentukan oleh waktu dan suhu penyimpanan
adonan saat menjalani proses fermentasi. Adonan donat pada praktikum kali ini
diberi perlakuan macam-macam waktu dan suhu saat fermentasi. Waktu yang
diberikan saat inkubasi yaitu 15, 20, dan 40 menit. Sedangkan suhunya divariasi
antara suhu ruang (260C) dan suhu waterbath (350C) pada perlakuan 20 dan 40
menit. Perlakuan 15 menit diletakkan pada suhu kulkas (40C).
Hasil perlakuan saat praktikum membuktikan bahwa aktivitas metabolisme
sel khamir tertinggi terdapat pada perlakuan suhu 350C saat menit ke-20 dan 40.
Hal tersebut terlihat saat proses penimbangan akhir terjadi peningkatan berat pada
adonan sebesar 0,2 gram. Suhu optimum untuk pertumbuhan sel khamir adalah
250C, tetapi pada kondisi panas (suhu diatas 250C) dapat meningkatkan
pertumbuhan sel khamir menjadi dua kali lipat sehingga menghasilkan alkohol
dan gas CO2 lebih banyak dibandingkan suhu normal. Pada suhu tersebut berat
adonan meningkat dikarenakan gas CO2 yang terperangkap di dalam adonan.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Oryzae (2012), bahwa gas CO2 yang
dihasilkan selama proses fermentasi akan terperangkap di dalam lapisan film
gluten pada tepung terigu yang impermiabel. Gas akan mendesak lapisan yang
elastis dan extensible yang selanjutnya menyebabkan pengembangan
(penambahan volume) adonan. Menurut sumber lain (Modul pembelajaran ITB)
disebutkan bahwa Saccharomycess cereviceae bersifat anaerob fakultatif. Oksigen
(O2) dari udara masuk ke dalam adonan saat proses pencampuran dan pengulenan
adonan, yang selanjutnya dimanfaatkan untuk proses pertumbuhan khamir berupa
proses respirasi yaitu mengoksidasi gula menjadi karbondioksida dan air. Reaksi
tersebut disebut sebagai reaksi oksidatif. Selain itu khamir juga melakukan
fermentasi dari gula sederhana pada adonan yang menghasilkan penambahan
biomassa sel dengan persamaan reaksi sebagai berikut:
Reaksi oksidatif = C6H12O6 → CO2 + H2O + biomassa sel
Reaksi fermentatif = C6H12O6 → 2 C2H5OH + 2CO2
Sebaliknya, penyimpanan dalam suhu kulkas (40C) selama 15 menit
menyebabkan adonan semakin memadat, dan berat semakin menurun sebanyak
1,0 gram. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh sel khamir yang tidak
melakukan pertumbuhan dan metabolismenya karena suhu yang terlalu dingin,
sehingga tidak terdapat gas CO2 yang mempengaruhi pertambahan berat adonan.
Selama proses fermentasi akan terbentuk CO2 dan ethyl alkohol. Gula-gula
sederhana seperti glukosa dan fruktosa digunakan sebagai substrat penghasil
CO2. Gas CO2 yang terbentuk menyebabkan adonan roti mengembang dan alkohol
berkontribusi dalam membentuk aroma roti. Proses fermentasi oleh ragi
juga berhubungan dengan aktivitas enzim yang terdapat pada ragi (Oryzae, 2012).
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan adonan donat memiliki peranan
penting dalam menentukan tekstur donat. Tepung terigu mengandung dua macam
protein yang memegang peranan penting dalam pembuatan roti, yaitu protein
gluten berfungsi menentukan struktur produk roti dan memberikan kekuatan pada
adonan untuk menahan gas dari aktivitas ragi, dan glutenin memberikan elastisitas
dan kekuatan untuk perenggangan terhadap gluten. Kandungan gizi tepung terigu
yang baik akan mempunyai komposisi kadar air 13%, kadar protein 12-13%,
kadar hidrat arang 72-73%, kadar lemak 1,5%, pada saat bercampur dengan air
yang berfungsi sebagai kerangka roti, membuat adonan tidak mudah pecah pada
waktu diroll dan menahan gas CO2 hasil fermentasi.
Air berfungsi utama untuk hidration atau pembasahan, bekerja bersama
protein untuk membentuk gluten, bersama pati untuk membentuk gelatinisasi, air
juga untuk melarutkan gula, dan bahan lainnya. Air juga berfungsi menjaga suhu
adonan. Kurang atau kelebihan air akan berpengaruh terhadap keras atau lunak
nya sebuah roti. Kebanyakan air (kesadahan tinggi) akan memperlambat
fermentasi namun sebaliknya bila kekurangan air (kesadahan rendah) maka
adonan akan menjadi lengket dan mempercepat fermentasi. Penyerapan air juga
dipengaruhi oleh kadar protein dan kadar damaged starch (kerusakan pati).
Gula berfungsi sebagai makanan yeast/ragi, gula didalam roti itu bisa
didapat dari gula yang ditambahkan ke formula, namun gula nya bisa didapat dari
kadar alami suatu tepung terigu, dapat juga dari hasil pemecahan enzim alpha
amilase dan beta amilase pada damaged starch. Sisa dari pada gula akan berperan
untuk warna kulit roti, citarasa roti, dan kelembutan roti serta dapat meningkatkan
umur simpan roti.
Margarine/mentega berfungsi sebagai pelumas adonan, pengunaan lemak
secara normal akan meningkatkan volume roti, juga berfungsi sebagai
peningkatan ketipisan kulit roti dan keempukan roti yang akan membuat pori pori
roti menjadi halus (Oryzae, 2012).
Hasil praktikum menunjukkan bahwa pada suhu 26oC, berat adonan roti
semakin menurun. Hal tersebut dimunginkan karena kesalahan dari praktikan saat
membuat adonan roti. Saat proses pengulenan terlalu banyak praktikan yang ikut
membantu mencampur adonan, sehingga mengakibatkan komposisi bahan-bahan
dalam adonan tidak tercampur dengan merata. Sedangkan menurut Oryzae (2012)
mengatakan bahwa ragi tidak boleh dicampur dengan garam, gula, atau larutan
garam maupun gula yang pekat.
Lama pembakaran roti secara tepat tergantung pada ukuran atau bentuk
roti, jumlah gula yang digunakan dalam formula dan jenis roti yang dibakar. Pada
saat awal proses pemanggangan adonan roti (baking) terjadi penurunan tingkat
viskositas suatu adonan roti disamping itu juga akan terjadi peningkatan aktivitas
enzim yang berperanan aktif dalam pengembangan adoanan roti. Ketika suhu
pemanggangan mencapai suhu 56⁰C maka akan terjadi proses gelatinisasi pati dan
memudahkan terjadinya reaksi hidrolisis amilosa dalam molekul pati atau
amilolisis. Hidrolisis molekul pati yang mulai tergelatinisasi akan membentuk
senyawa dextrin dan senyawa gula sederhana lainnya, dan pada saat yang
bersamaan akan terjadi proses pelepasan air (dehidrasi). Hal ini akan berkontribusi
secara lanjut terhadap kelengketan adonan roti (crumb stickiness) yang dihasilkan
dan meningkatnya intensitas warna kulit roti (crust color).
Lama penyiapan dan fermentasi adonan sangat bervariasi yang harus dapat
dikendalikan dengan baik. Penggunaan proporsi khamir yang tinggi akan
menyebabkan pembentukkan gas yang cepat. Hal ini dapat menyulitkan dalam
pengaturan waktu fermentasi dan penyiapan adonan. Untuk itu, penjadwalan yang
ketat dibutuhkan saat penyiapan adonan karena pengembangan volume adonan
terjadi dengan cepat. Pengakhiran proses fermentasi sangat mempengaruhi
volume dan bentuk akhir produk bakery.
J. Kesimpulan
Dari praktikum tersebut dapat disimulkan bahwa:
1. sel khamir yang diletakkan pada suhu kamar mengalami perumbuhan optimal.
2. suhu dan waktu berpengaruh terhadap pertumbuhan sel khamir.
3. adonan yang diinkubasi dalam waterbath mengalami pertumbuhan optimum
dan adonan mengembang baik jika dibanding dengan adonan lain pada suhu
kamar dan suhu kulkas.
J. Daftar Rujukan
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Lee, James M. 1992. Biochemical Engineering. Prentice Hall. Englewood Cliffs:New Jersey, hal. 42-48.
Modul pembelajaran ITB. Tanpa tahun. Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II. Departemen Teknik Kimia ITB: Bandung.
Oryzae, R. 2012. Proses Kimia pada Pembuatan Donat oleh Saccharomyces cereviciae (online). http://tepegeee.blogspot.com. Diakses pada tanggal 02 Oktober 2013
Pelczar, M. J. Jr., dan Chan, E. C. S. 1977. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: Universitas Indonesia Press.