Laporan Mandiri Anemia Zat Besi Vanie
-
Upload
vanie-cahya-okta -
Category
Documents
-
view
59 -
download
11
Transcript of Laporan Mandiri Anemia Zat Besi Vanie
BAB
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anemia defisiensi besi merupakan anemia mikrositik-hipokromik yang terjadi
akibat defisiensi besi dalam diet, atau kehilangan darah secara lmbat dan kronis. Zat
besi adalah komponen esensial hemoglobin yang menutupi sebagian besar sel darah
merah.
Defisiensi besi adalah masalah pada todler dan anak-anak yang membutuhkan
peningkatan kebutuhan gizi untuk pertumbuhan. Wanita yang haid juga cenderung
mengalami defisiensi besi karena hilangnya besi setiap bulan dan diet mungkin
kekurangan zat besi.
Wanita haid yang berolahraga memiliki peningkatan resiko karena olahraga
meningkatkan kebutuhan metabolik sel-sel otot pada pria. Penurunan jumlah sel
darah merah memacu sumsum tulang untuk meningkatkan pelepasan sel-sel darah
merah yang abnormal yang berukuran kesil dan kekurangan hemoglobin.
1
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Hematologi
Sistem hematologi tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi, termasuk
sumsum tulang dan nodus limpa. Darah adalah organ khusus yang berbeda dengan organ
lain karena berbentuk cairan. Darah tersusun atas 2 komponen utama, yaitu :
1. Plasma darah : bagian cair yang sebagian besar terdiri atas air, elektrolit, dan protein
darah.
2. Butir-butir darah : ( blood corpuscles ), yang terdiri ats komponen-komponen berikut
ini.
Eritrosit : sel darah merah ( SDM red blood cell ).
Leukosit : sel darah putih ( SDP white blood cell ).
Trombosit : butir pembekuaan darah platelet.
Struktur eritrosit
Sel darah merah ( eritrosit ) merupakan cairan bikonkaf dengan diameter
sekitar 7 mikron. Bikonkavitas memungkinkan gerakan oksigen gerakan oksigen
masuk dan keluar sel secara cepat dengan jarak yang pendek antara membran dan
inti sel. Warnanya kuning kemerahan-merahan, karena di dalamnya mengandung
suatu zat yang disebut hemoglobin.
Sel darah merah tidak memiliki inti sel, mitokondria dan ribosom, serta tidak
dapat bergerak. Sel ini tidak dapat melakukan mitosis, fosforilasi oksidatif sel, atau
pembekuan protein.
Komponen eritrosit :
1. Membran eritrosit
2. Sistem enzim : Enzim G6PD (Glucose 6- Phosphatedehydrogenase)
2
3. Hemoglobin :
- Heme yang merupakan gabungan protoporfirin dengan besi
- Globin : bagian protein yang terdiri atas 2 rantai alfa dan 2 rantai beta.
Produksi Sel Darah Merah (Eritropoesis) :
Eritropoesis pada dewasa terutama terjadi di dalam sumsum tulang, di mana
sistem eritrosit menempati 20%-30% bagian jaringan sumsum tulang yang aktif
membentuk sel darah. Sel eritrosot berinti berasal dari sel induk multipotensial
dalam sumsum tulang. Sel induk multipotensial ini mampu berdiferensiasi menjadi
sel darah sistem eritrosit, mieloid, dan megakariosibila yang dirangsang oleh
eritropoeintin. Sel induk multipotensial akan berdiferensiasi menjadi sel induk
unipotensial. Sel induk unipotensial seri eritrosit hanya akan berdiferensiasi menjadi
sel pronormoblas. Sel pronormoblas akan terbentuk 16 eritrosit. Eritrosit mateng
kemudian dilepaskan dalam sirkulasi. Pada produksi eritrosit normal sumsum tulang
memerlukan besi, vitamin B 12, asam folat, piridoksin ( vitamin B6 ), kobal, asam
amino, dan tembaga.
Proses diferensiasi sel pronormoblas sampai eritrosit matang dapat
dikelompokan menjadi 3 yaitu :
1. Ukuran sel semakin kecil akibat mengecilnya inti sel.
2. Inti sel menjadi makin padat dan akibatnya dikeluarkan pada eriteoblas
asidosis.
3. Dalam sitoplasma dibentuk hemoglobin yang diikut dengan hilangnya
RNA dari dalam sitoplasma sel.
Lama Hidup Eritrosit :
Eritrosit hidup selama 74- 154 hari. Pada usia ini system enzim mereka
gagal,membrane sel berhenti berfungsi dengan adekuat, dan sel ini dihancurkan oleh
sel system retikulo endothelial.
3
Jumlah Eritrosit :
Jumlah normal pada orang dewasa kira-kira 11,5- 15 gr dalam 100 cc darah.
Normal Hb wanita 11,5 mg% dan Hb laki-laki 13,0 mg%.
Sifat-Sifat Sel Darah Merah :
Normositik : Sel yang ukurannya normal.
Normokromik : Sel dengan jumlah hemoglobin yang normal.
Mikrositik : Sel yang ukurannya terlalu kecil.
Makrositik : Sel yang ukurannya terlalu besar.
Hipokromik : Sel yang jumlah hemoglobinnya terlalu sedikit.
Hiperkromik : Sel yang jumlah hemoglobinnya terlalu banyak.
Penghancuran Sel Darah Merah :
Proses penghancuran erotrosit terjadi karena proses penuaan (senescence) dan
proses patologis (hemolisis). Hemolisis yang terjadi paa eritrosit akan
mengakibatkan terurainya komponen-komponen hemoglobin menjadi dua
komponen, yaitu :
1. Komponen protein, yaitu globin yang akan dikembalikan ke pool protein
dan dapat digunakan kembali.
2. Komponen heme akan dipecah menjadi dua, yaitu :
- Besi yang akan dikembalikan ke pool besi dan digunakan ulang
- Bilirubin yang akan di ekskresikan melalui hati dan empedu.
4
B. Gangguan pada sistem hematologi
a. Anemia ( pucat )
digunakan adalah criteria WHO pada tahun 1968. Dinyatakan sebagai anemia
bila terdapat Anemia merupakan keadaan dimana masa eritrosit atau masa
hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen
bagi jaringan tubuh. Secara laboratoris, anemia dijabarkan sebagai penurunan kadar
hemoglobin serta hitung eritrosit dan hematokrit dibawah normal.
Untuk memenuhi definisi anemia, maka perlu ditetapkan batas haemoglobin
atau hematokrit yang dianggap sudah terjadi anemia. Batas tersebut sangat
dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, dan ketinggian tempat tinggal dari permukaan
laut.
Batasan umum yang sering nilai dengan criteria sebagai berikut :
Laki-laki dewasa Hb < 13 gr/dl
Perempuan dewasa tidak hamil Hb < 12 gr/dl
Perempuan hamil Hb < 11 gr/dl
Anak usia 6-14 tahun Hb <12 gr/dl
Anak usia 6 bulan- 6 tahun Hb < 11 gr/dl
b. Anemia Defisiensi Besi
I. Definisi
Anemia defisiensi zat besi adalah kondisi dimana seseorang tidak memiliki zat
besi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya atau pengurangan sel darah
karena kurangnya zat besi.
II. Etiologi
Defisiensi zat besi terjadi jika kecepatan kehilangan atau penggunaan elemen
tersebut melampaui kecepatan asimilasinya. Penurunan cadangan zat besi jika
bukan pada anemia yang nyata, biasanya dijumpai pada bayi dan remaja dimana
5
merupakan masa terbanyak penggunaan zat besi untuk pertumbuhan. Neonatal
yang lahir dari perempuan dengan defisiensi besi jarang sekali anemis tetapi
memang memiliki cadangan zat besi yang rendah. Bayi ini tidak memiliki
cadangan yang diperlukan untuk pertumbuhan setelah lahir. ASI merupakan
sumber zat besi yang adekuat secara marginal. Kehilangan zat besi, dapat terjadi
secara fisiologis atau patologis;
Fisiologis:
Menstruasi
Kehamilan, pada kehamilan aterm, sekitar 900mg zat besi hilang dari
ibu kepada fetus, plasenta dan perdarahan pada waktu partus.
Patologis:
Perdarahan saluran makan merupakan penyebab paling sering dan
selanjutnya anemia defisiensi besi. Prosesnya sering tiba-tiba. Selain itu dapat
juga karena cacing tambang, pasien dengan telangiektasis herediter sehingga
mudah berdarah, perdarahan traktus gastrourinarius, perdarahan paru akibat
bronkiektasis atau hemosiderosis paru idiopatik.
Yang beresiko mengalami anemia defisiensi zat besi :
Wanita menstruasi
Wanita menyusui/hamil karena peningkatan kebutuhan zat besi
Bayi, anak-anak dan remaja yang merupakan masa pertumbuhan
yang cepat
Orang yang kurang makan makanan yang mengandung zat besi,
jarang makan daging dan telur selama bertahun-tahun.
Menderita penyakit maag.
Penggunaan aspirin jangka panjang
Colon cancer
Vegetarian karena tidak makan daging, akan tetapi dapat
digantikan dengan brokoli dan bayam.
6
III. GEJALA KLINIK
Ada banyak gejala dari anemia, setiap individu tidak akan mengalami seluruh
gejala dan apabila anemianya sangat ringan, gejalanya mungkin tidak tampak.
Beberapa gejalanya antara lain; warna kulit yang pucat, mudah lelah, peka
terhadap cahaya, pusing, lemah, nafas pendek, lidah kotor, kuku sendok, selera
makan turun, sakit kepala (biasanya bagian frontal).
Defisiensi zat besi mengganggu proliferasi dan pertumbuhan sel. Yang utama
adalah sel dari sum-sum tulang, setelah itu sel dari saluran makan. Akibatnya
banyak tanda dan gejala anemia defisiensi besi terlokalisasi pada sistem organ ini:
o Glositis ; lidah merah, bengkak, licin, bersinar dan lunak, muncul secara
sporadis.
o Stomatitis angular ; erosi, kerapuhan dan bengkak di susut mulut.
o Atrofi lambung dengan aklorhidria ; jarang
o Selaput pascakrikoid (Sindrom Plummer-Vinson) ; pada defisiensi zat besi
jangka panjang.
o Koilonikia (kuku berbentuk sendok) ; karena pertumbuhan lambat dari lapisan
kuku.
o Menoragia ; gejala yang biasa pada perempuan dengan defisiensi besi.
Satu gejala aneh yang cukup karakteristik untuk defisiensi zat besi adalah Pica,
dimana pasien memiliki keinginan makan yang tidak dapat dikendalikan terhadap
bahan seperti tepung (amilofagia), es (pagofagia), dan tanah liat (geofagia).
Beberapa dari bahan ini, misalnya tanah liat dan tepung, mengikat zat besi pada
saluran makanan, sehingga memperburuk defisiensi. Konsekuensi yang
menyedihkan adalah meningkatnya absorpsi timbal oleh usus halus sehingga
dapat timbul toksisitas timbale disebabkan paling sedikit sebagian karena
gangguan sintesis heme dalam jaringan saraf, proses yang didukung oleh
defisiensi zat besi.
Penatalaksanaan
7
1. Medikamentosa
Pemberian preparat besi (ferosulfat/ferofumarat/feroglukonat) dosis 4-6 mg besi
elemental/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis, diberikan di antara waktu makan. Preparat besi
ini diberikan sampai 2-3 bulan setelah kadar hemoglobin normal. Asam askorbat 100 mg/15
mg besi elemental (untuk meningkatkan absorbsi besi).
Ø Pemberian preparat besi peroral
Preparat yang tersedia berupa ferrous glukonat, fumarat dan suksinat. Yang sering dipakai
adalah ferrous sulfat karena harganya lebih murah. Untuk bayi tersedia preparat besi berupa
tetes (drop). Untuk mendapatkan respon pengobatan dosis besi yang dipakai adalah 4-6 mg
besi elemental/kgBB/hari. Obat diberikan dalam 2-3 dosis sehari. Preparat besi ini harus
diberikan selama 2 bulan setelah anemia pada penderita teratasi.1,2
Ø Pemberian preparat besi parenteral
Pemberian besi secara intramuskuler menimbulkan rasa sakit dan harganya mahal. Dapat
menyebabkan limfadenopati regional dan reaksi alergi. Kemampuan untuk menaikkan kadar
Hb tidak lebih baik dibanding peroral. Preparat yang sering dipakai adalah dekstran besi.
Larutan ini mengandung 50 mg besi. Dosis dihitung berdasarkan :
Dosis besi (mg) = BB (kg) x kadar Hb yang diinginkan (g/dl) x 2,5.
Ø Transfusi darah
Transfusi darah jarang diperlukan. Transfusi darah hanya diberikan pada keadaan anemia
yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang dapat mempengaruhi respon terapi.
Pemberian PRC dilakukan secara perlahan dalam jumlah yang cukup untuk menaikkan kadar
Hb sampai tingkat aman sambil menunggu respon terapi besi. Secara umum, untuk penderita
anemia berat dengan kadar Hb < style="font-weight: bold;">II.
2. Bedah
Untuk penyebab yang memerlukan intervensi bedah seperti perdarahan karena
diverticulum Meckel.
3. Suportif
8
Makanan gizi seimbang terutama yang mengandung kadar besi tinggi yang bersumber
dari hewani (limfa,hati, daging) dan nabati (bayam, kacang-kacangan)
Prinsip penatalaksanaan ADB adalah mengetahui faktor penyebab dan mengatasinya serta
memberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Sekitar 80-85% penyebab ADB dapat
diketahui sehingga penaganannya dapat dilakukan dengan tepat. Pemberian preparat Fe dapat
secara peroral atau parenteral. Pemberian peroral lebih aman, murah dan sama efektifnya
dengan pemberian secara parenteral. Pemberian secara parenteral dilakukan pada penderita
yang tidak dapat memakan obat oleh karena terdapat gangguan pencernaan.
9
BAB III
PEMBAHASAN
Skenario
a. Kata yang tidak dimengerti
a. Anemia difesiensi besi
Jawaban :
Anemia defisiensi zat besi adalah kondisi dimana seseorang tidak memiliki zat besi
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya atau pengurangan sel darah
karena kurangnya zat besi.
b. MCV 54 fL
Jawaban :
10
An. C usia 36 bulan jenis kelamin perempuan datang ke klinik oleh ibunya. Ibu pasien
mengatakan anaknya sakit sejak 1 minggu yang lalu. Sejak saat itu anaknya jarang bermain dan
lebih banyak tidur. Menurut ibunya Anak C mempunyai riwayat Hb yang rendah (abnormal).
Tidak ada riwayat : sakit baru-baru ini, jatuh/ kecelakaan, perjalanan jauh, dan ibu pasien juga
mengatakan tidak ada riwayat perdarahan. Menurut ibu pasien setiap harinya An. C makan 2-
3x sehari dengan porsi sedikit. Dari hasil pengkajian didapatkan data pasien mengeluh pusing,
tidak nafsu makan, lemas, mudah lelah, anak tampak pucat, terjadi penurunan aktivitas.
Berdasarkan kondisi tersebut maka dilakukan pemeriksaan laboratorium, dari hasil
pemeriksaan laboratorium didapatkan data : Hb 7,7 g/dl, MCV 54 fL, MCH 17 pg.
Berdasarkan kondisi tersebut dokter mendiagnosa Anemia Defisiensi Besi.
MCV (Mean Cospucular Volume) adalahUkuran sel dan lebih tepat dari pada
kemampuan seseorang untuk menyatakan adanya perubahan-perubahan besarnya
sel yang samar-samar pada pemeriksaan apus darah tepi.
Fungsi dari MCV :
Mengindikasi ukuran sel darah merah : mikrositik (ukuran kecil), normositik
(ukuran normal), dan makrositik (ukuran kecil). Penurunan MCV atau
mikrositik dapat menjadi indikasi terjadinya anemia defesiensi zat besi dan
talasemia.
Rumus : Ht X 10
Hitung SDM
Nilai Normal MCV :
Dewasa : 80 – 98 fl
BBL : 96 – 108 fl
Anak – anak : 82 – 92
c. MCH 17 pg
Jawaban :
MCH adalah Hemoglobin Eritrosit Rata-Rata (HER) atau mean corpuscular
hemoglobin. Mengindikasikan berat hemoglobin di dalam SDM, tanpa memerhatikan
ukurannya. Pada anemia makrositik, nilai MCH meningkat, dan pada anemia
hipokromik, nilainya menurun. Nilai MCH di peroleh dengan cara mengalihkan
hemoglobin (Hb) sebanyak 10 kali, lalu membaginya dengan hitung SDM.
MCH = Hb x 10
Hitung SDM
Nilai normal MCH
11
a. Dewasa : 27-31
b. Bayi baru lahir : 32-34
c. Anak : 27-31
MCHC
Konsentrasi Hemoglobin Eritrosit Rata-Rata (KHER) atau mean corpuscular
hemoglobin concentration (MCHC atau CHCM) masing-masing mengukur jumlah dan
kepekatan hemoglobin. HER dihitung dengan membagi hemoglobin total dengan jumlah sel
darah merah total. Mengindikasikan konsentrasi hemoglobin per unit volume SDM.
Penurunan nilai MCHC dapat mengindikasikan adanya anemia hipokromik. Nilai MCHC
dapat dihitung dari nilai MCH dan nilai MCV atau dari hemoglobin dan hematokrit.
MCH = MCH x 100 atau MCHC = Hb x 100
MCV Ht
Nilai normal MCHC
a. Dewasa : 32 % - 36 %
0,32 – 0,36
b. Bayi baru lahir : 32 % - 33 %
0,32 – 0,33
c. Anak : 32 % - 36%
0,32 – 0,36
MCHC
b. Kata/ Kalimat Kunci :
Umum
1. An. C mempunyai riwayat Hb rendah
2. Mengeluh pusing
12
3. Tidak nafsu makan
4. Lemas
5. Mudah lelah
6. Anak tampak pucat
7. Terjadi penurunan aktifitas
8. Hb 7,7 g/dl
9. MCV 54 fL
10. MCH 17 pg
11. Anemia difesiensi besi
Khusus
“An. C mempunyai riwayat Hb rendah”.
Intervensi (Rencana Tindakan)
1. Pengkajian
Hasil pengkajian :
BIODATA
Nama : An C
Usia : 36 bulan
Jenis : Perempuan
1. Data Subyektif : “ Ibu klien mengatakan “
“ anak saya sakit sejak 1 minggu yang lalu “
“ sejak sakit anak saya jarang bermain dan lebih banyak tidur “
“ anak saya memiliki riwayat Hb yang rendah “
“ Tidak ada riwayat sakit baru-baru ini, jatuh / kecelakan, perjalanan jauh “
“ tidak ada riwayat perdarahan “
13
“ An C makan 2 – 3 x sehari dengan porsi sedikit “
“ klien mengeluh pusing “
“ klien tidak nafsu makan “
“ klien merasa lemas “
“klien merasa mudah lelah “
“ klien mengalami penurunan aktifitas “
2. Data Objektif :
*Hasil pemeriksaan fisik :
“ klien Nampak pucat “
* Hasil pemeriksaan diagnostic :
- Hb 7,7 g/dl
- MCV : 54 fL
- MCH 17 pg
2. Masalah Keperawatan
Dx 1 : Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak
adekuat t.d :
- klien tidak nafsu makan
- An C makan 2 – 3 x sehari dengan porsi sedikit
- klien merasa lemas
- klien merasa mudah lelah
- Hb 7,7 g/dl
14
Dx 2 : perubahan perfusi jaringan b.d suplai O2 dalam darah ke sel tidak adekuat t.d
- MCV : 54 fL
- MCH 17 pg
- Hb 7,7 g/dl
- Pusing
- Pucat
Dx 3 : intoleransi aktifitas b.d suplai O2 dalam darah ke sel tidak adekuat t.d
- lemas
- mudah lelah
- anak jarang bermain
- lebih banyak tidur
- terjadi penurunan aktifitas
- mudah ngantuk
- pusing
Dx 4 : resiko infeksi b.d penurunan daya imun
15
3. Asuhan Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
1. Kebutuhan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh b.d
intake yang tidak adekuat
t.d :
- klien tidak
nafsu makan
- An C makan 2
– 3 x sehari
dengan porsi
sedikit
- klien merasa
lemas
- klien merasa
mudah lelah
- Nampak pucat
Dengan dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24
jam, diharapkan Nutrisi
klien terpenuhi.
Criteria hasil :
- Klien nafsu
makan
- Klien tidak
mudah lelah
- Klien tidak
Nampak pucat
- Klien tidak
merasa lemas
- Klien makan 2
– 3 x sehari
dengan porsi
seimbang
- ketahui makanan
kesukaan klien
- ciptakan lingkungan
yang nyaman untuk
makan
- informasikan kepada
orang tua untuk
memberikan nutrisi
yang kaya zat besi
seperti makanan
daging, kacang,
gandum, sereal kering
yang di perkaya zat
besi
- tingkatkan asupan
daging dan tambahan
padi-padian serta
sayuran hijau dalam
diet
2. perubahan perfusi jaringan
b.d suplai O2 dalam darah
ke sel tidak adekuat t.d
- MCV : 54 fL
- MCH 17 pg
- Hb 7,7 g/dl
- Pusing
Dengan dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x 24
jam, diharapkan
- perubahan perfusi
jaringan teratasi
criteria hasil :
- MCH dan MCV
normal
- Tidak terlihat
pucat
- Tidak tampak
- Monitoring TTV
- Catat keluhan rasa
dingin
- Berikan lingkungan
nyaman dan batasi
pengunjung
- Berikan posisi yang
nyaman
16
- pucat pusing
- Hb normal
3. intoleransi aktifitas b.d
suplai O2 dalam darah ke
sel tidak adekuat t.d
- lemas
- mudah lelah
- anak jarang
bermain
- lebih banyak
tidur
- terjadi penurunan
aktifitas
- mudah ngantuk
- pusing
Dengan dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x 24
jam, diharapkan tidak
terjadi intoleransi aktifitas.
Criteria hasil :
- tidak lemas
- tidak lelah
- dapat bermain seperti
biasa
- tidak terjadi penurunan
aktifitas
- tidak pusing
-
- Monitor TTV
- Berikan tirah baring
yang cukup
- Bantu aktifitas dalam
batas teloransi
- Berikan aktifitas
bermain , pengalihan
untuk mencegah ke
bosanan
4. resiko infeksi b.d
penurunan daya imun
Dengan dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x 24
jam, diharapkan resiko
infeksi tidak terjadi .
Criteria hasil :
- Mencegah resiko infeksi
- Terbebas dari tanda atau
gejala infeksi
- Tingkatkan cuci
tangan yang baik ; oleh
pemberi perawatan dan
pasien.
- Pertahankan teknik
aseptic ketat pada
prosedur/perawatan
luka.
- Tingkatkan masukkan
cairan adekuat.
- Pantau/batasi
17
pengunjung. Berikan
isolasi bila
memungkinkan.
-Pantau suhu tubuh.
Catat adanya menggigil
dan takikardia dengan
atau tanpa demam.
- ajarkan kepada kepada
keluarga untuk menjaga
higienis pribadi dan
pasien untuk melindungi
tubuh terhadap infeksi
- ajarkan kepada
keluarga tanda atau
gejala infeksi dan kapan
harus melaporkannya
kepada tim kesehatan
18