Laporan Lemak Kelarutan Lemak

29
LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PANGAN LEMAK UJI KELARUTAN Diajuakan untuk memenuhi persyaratan Praktikum Biokimia Pangan Oleh : Nama : Shinta Selviana NRP :123020011 Kel /Meja : A/5 (Lima) Asisten :Noorman Adhi Tridhar Tgl . Percobaan :14 April 2014 LABORATORIUM BIOKIMIA PANGAN JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN

Transcript of Laporan Lemak Kelarutan Lemak

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PANGAN

LEMAKUJI KELARUTAN

Diajuakan untuk memenuhi persyaratan Praktikum Biokimia Pangan

Oleh :Nama : Shinta SelvianaNRP :123020011Kel /Meja : A/5 (Lima)Asisten :Noorman Adhi TridharTgl . Percobaan :14 April 2014

LABORATORIUM BIOKIMIA PANGANJURUSAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PASUNDAN

BANDUNG 2014

Laboratorium Biokimia pangan Lemak(Uji Ketidak Larutan Lemak)

I PENDAHULUAN

Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang percobaan, (2) Tujuan Percobaan, (3) Prinsip Percobaan, dan (4)Reaksi Percobaan.

1.1.Latar Belakang Percobaan

Lemak adalah suatu ester asam lemak dengan gliserol. Gliserol ialah suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas tiga atom karbon. Jadi tiap atom karbon mempunyai gugus –OH. Satu molekul gliderol dapat mengikat satu, dua atau tiga molekul asam lemak dalam bentuk ester, yang disebut monogliserida, digliserida atau trigliserida. Pada lemak, satu molekul gliserol mengikat tiga molkekul asam lemak, oleh karena itu lemak adalah suatu trigliserida. R1-COOH, R2-COOH, dan R3-COOH ialah molekul asam lemak yang terikat pada gliserol. Ketiga molekul asam lemak ini boleh sama, boleh berbeda (Poedjiadi, 2005).

1.2.Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan Uji Kelarutan Lemak adalah untuk mengatahui perbedaan kelarutan lemak dalam pelarut organik yang berbeda.

1.3 Prinsip Percobaan

Prinsip dari percobaan Uji Kelarutan Lemak adalah berdasarkan pada perbedaan kelarutan yang disebabkan oleh sifat kepolaran dari masing-masing pelarut serta

Laboratorium Biokimia pangan Lemak(Uji Ketidak Larutan Lemak)

adanya rantai C yang semakin panjang dari suatu lemak, maka semakin besar Berat molekulnyasehingga semakin larut dalam pelarut organik.

1.4 Reaksi percobaan

Gambar 1. Reaksi Uji Kelarutan Lemak

Laboratorium Biokimia pangan Lemak(Uji Ketidak Larutan Lemak)

II METODE PERCOBAAN

Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Bahan yang Digunakan, (2) Pereaksi yang Digunakan, (3) Alat yang Digunakan, dan (4) Metode percobaan

2.1. Bahan yang Digunakan

Bahan yang di gunakan dalam Uji.Kelarutan Lemak adalah sampel A (mayonese) dan sampel B (alpukat)

2.2. Pereaksi yang Digunakan

Pereaksi yang digunakan dalam uji.kelarut lemak adallah alcohol, eter, klorofrom, N-hexana, dan Aquadest

2.3. Alat yang Digunakan

Peralatan yang digunakan pada uji kelarutan lemak adalah pipet dan tabung reaksi sejumlah sampel yang di gunakan,

2.4. Metode Percobaan

Metode percobaan yang digunakan dalam Uji kelarutan lemak adalah seperti gambar di bawah ini:

Laboratorium Biokimia pangan Lemak(Uji Ketidak Larutan Lemak)

Gambar 2. Metode Percobaan Uji Kelarutan Lemak

Laboratorium Biokimia pangan Lemak(Uji Ketidak Larutan Lemak)

III HASIL PENGAMATAN

Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Hasil Pengamatan dan, (2) Pembahasan.x

3.1. Hasil Pengamatan

Tabel 1. Hasil Pengamatan Uji kelarutan lemak

sampel pelarut waktu Hasil IA aquadest 5 detik ++++

Kloroform 5 detik +++eter 5 menit -

alkohol 5 menit ++N-Heksan 5 menit -

B aquadest 5 detik ++++Kloroform 5 detik +++

eter 5 menit -alkohol 40 detik ++

N-Heksan 5 menit -

Keterangan : ++++ :paling cepat melarut+++ :lebih cepat melarut++ :cepat melarut + :lama melarut - :tidak melarut

Sumber : Hasil I : Shinta dan Fitriani, Kelompok A, Meja 5, 2014

Hasil II : Laboratorium Biokimia Pangan, 2014

Laboratorium Biokimia pangan Lemak(Uji Ketidak Larutan Lemak)

Gambar 3. Hasil Pengamatan Uji Kelarutan Lemak

3.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan yang didapat dan hasil percobaan yang sebenarnya bahwa sampel mayonese dan alpukat tahapan kelarutan yang seharusnya yaitu dari pelarut kloroform, n-hexan, eter, alkohol dan aquadest.

Salah satu sifat khas yang mencirikan golongan lipida

adalah daya larutnya dalam pelarut organik atau sebaliknya ketidaklarutannya dalam pelarut air. Dari dua kutub yang kelarutannya berlawanan ini timbul pengertian polaritas yang menunjukkan tingkat kelarutan bahan dalam air di satu sisi, dan pelarut organik di sisi lain. Dimana yang cenderung lebih

Laboratorium Biokimia pangan Lemak(Uji Ketidak Larutan Lemak)

larut dalam air diseut memiliki sifat polar dan sebaliknya yang lebih larut dalam pelarut organik disebut non polar. Diantara kedua kutub ekstrem disebut dalam kadar yang relatif misalnya lebih non polar atau kurang polar (Sudarmadji, 1989).

Adapun jenis pelarut organik yang digunakan untuk melarutkan lemka pada percobaan kali ini antara lain yairu n-hexan, kloroform, eter, alkohol, dan aquadest. Heksana adalah sebuah senyawa hidrokarbon alkana dengan rumus kimia C6H14 (isomer utama n-heksana memiliki rumus CH3(CH2)4CH3). Seluruh isomer heksana amat tidak reaktif, dan sering digunakan sebagai pelarut organik yang inert. Heksana diproduksi oleh kilang-kilang minyak mentah. Komposisi dari fraksi yang mengandung heksana amat bergantung kepada sumber minyak, maupun keadaan kilang. Produk industri biasanya memiliki 50%-berat isomer rantai lurus, dan merupakan fraksi yang mendidih pada 65–70 °C. Dietil eter, yang juga dikenal sebagai eter dan etoksi etana, adalah cairan mudah terbakar yang jernih, tak berwarna, dan bertitik didih rendah serta berbau khas. Anggota paling umum dari kelompok campuran kimiawi yang secara umum dikenal sebagai eter ini merupakan sebuah isomernya butanol. Berformula CH3-CH2-O-CH2-CH3, dietil eter digunakan sebagai pelarut biasa dan telah digunakan sebagai anestesi umum. Eter dapat dilarutkan dengan menghemat di dalam air (6.9 g/100 mL). Alkohol merupakan zat tidak berwarna. Alkohol suku rendah (sampai C3) adalah cairan encer yang dapat tercampur dengan air dalam segala perbandingan. Alkohol suku sedang menyerupai minyak. Semakin panjang rantai atom C semakin rendah kelarutannya dalam air. Senyawaan C12 dan lebih tinggi berupa padatan yang tidak larut. Makin panjang rantai C makin tinggi titik cair dan titik didih. Kloroform adalah nama umum untuk triklorometana

Laboratorium Biokimia pangan Lemak(Uji Ketidak Larutan Lemak)

(CHCl3). Kloroform dikenal karena sering digunakan sebagai bahan pembius, meskipun kebanyakan digunakan sebagai pelarut nonpolar di laboratorium atau industri. Wujudnya pada suhu ruang berupa cairan, namun mudah menguap (Anonim, 2010).

Sampel yang digunakan dalam pengujian lemak adalah mayonese dan alpukat. Pereaksi yang digunakan dalam pengujian ini adalah N-heksana, eter, alkohol dan kloroform. n-heksana adalah senyawa alkana lurus dengan 6 atom karbon. Dengan rumusnya C6H14, memiliki sifat tidak larut dalam air, namun terdapat gaya Van deer Waals antar molekulnya. Kloroform adalah nama umum untuk triklorometana (CHCl3). Kloroform dikenal karena sering digunakan sebagai bahan pembius, meskipun kebanyakan digunakan sebagai pelarut nonpolar di laboratorium atau industri. Wujudnya pada suhu ruang berupa cairan, namun mudah menguap, berbentuk cair dan mudah melarutkan senyawa nonpolar dan organik.

Seperti halnya lipid pada umumnya, lemak atau gliserida asam lemak pendek dapat larut dalam air, sedangkan gliserida asam lemak panjang tidak larut. Semua gliserida larut dalam eter, kloroform, atau benzena. Alkohol panas adalah pelarut lemak yang baik (Poedjiadi, 1994).

Lemak dan minyak merupakan senyawa hidrokarbon pada umumnya tidak dapat melarut dalam air akan tetapi larut dalam pelarut organik. Pemilihan bahan pelarut yang paling sesuai untuk ekstraksi lipida adalah dengan menentukan derajat polaritasnya, pada dasarnya suatu bahan akan mudah larut dalam pelarut yang sama polaritasnya. Karena polaritas lipida berbeda-beda maka tidak ada bahan pelarut umum untuk semua macam lipida (Sudarmadji, 2003).

Kadar air yang tinggi dalam bahan menyebabkan lipida sulit diekstraksi dengan pelarut nonpolar (eter) karena bahan pelarut sukar masuk ke dalam jaringan yang basah dan

Laboratorium Biokimia pangan Lemak(Uji Ketidak Larutan Lemak)

menyebabkan bahan pelarut menjadi jenuh dengan air sehingga kurang efisien untuk ekstraksi. Pemanasan bahan yang terlalu tinggi juga tidak bisa untuk proses ekstraksi lipida. Beberapa pelarut yang sering digunakan dalam ekstraksi lemak adalah ether yaitu etil-eter dan protelium eter .Petroleum atau heksan adalah bahan pelarut lipida nonpolar yang paling banyak digunakan, dan kurang berbahaya terhadap resiko kebakaran dan ledakan, juga lebih selektif dalam pelarut lipida. Sedangkan etil-eter cenderung melarutkan lipida-lipida yang telah mengalami oksidasi, dan kelemahan lainnya adalah kecenderungannya membentuk peroksida. (Sudarmadji, 2003).

Lemak dan minyak merupakan senyawa hidrokarbon pada umumnya tidak dapat melarut dalam air akan tetapi larut dalam pelarut organik. Pemilihan bahan pelarut yang paling sesuai untuk ekstraksi lipida adalah dengan menentukan derajat polaritasnya, pada dasarnya suatu bahan akan mudah larut dalam pelarut yang sama polaritasnya. Karena polaritas lipida berbeda-beda maka tidak ada bahan pelarut umum untuk semua macam lipida (Sudarmadji, 2003).

Hasil percobaan yang seharusnya adalah semua sampel mudah larut dalam pelarut dengan urutan n-hexana, eter, kloroform, dan alkohol. Jika ada kesalahan, kesalahan ini disebabkan karena mungkin alat yang digunakan kurang bersih, pengadukan atau pengocokan yang dilakukan kurang benar sehingga akan mempengaruhi proses kelarutan sampel tersebut. Seperti halnya lipid pada umumnya, lemak atau gliserida asam lemak pendek dapat larut dalam air, sedangkan gliserida asam lemak panjang tidak larut. Semua gliserida larut dalam eter, kloroform, atau benzena. Alkohol panas adalah pelarut lemak yang baik (Poedjiadi,2005).

Heksana adalah senyawa hidrokarbon alkana dengan rumus kimia C6H14 (isomer utama n-heksana memiliki rumus CH3(CH2)4CH3). .Awalan heks- merujuk pada enam karbon

Laboratorium Biokimia pangan Lemak(Uji Ketidak Larutan Lemak)

atom yang terdapat pada heksana dan akhiran -ana berasal dari alkana, yang merujuk pada ikatan tunggal yang menghubungkan atom-atom karbon tersebut. Seluruh isomer heksana amat tidak reaktif, dan sering digunakan sebagai pelarut organik yang inert. Heksana juga umum terdapat pada bensin dan lem sepatu, kulit dan tekstil (Anonim,2012)

Kloroform adalah nama umum untuk triklorometana (CHCl3). Kloroform dikenal karena sering digunakan sebagai bahan pembius, meskipun kebanyakan digunakan sebagai pelarut nonpolar di laboratorium atau industri. Wujudnya pada suhu ruang berupa cairan, namun mudah menguap (Anonim,2012).

Eter adalah suatu senyawa organik yang mengandung gugus R—O—R', dengan R dapat berupa alkil maupun aril.[1] Contoh senyawa eter yang paling umum adalahpelarut dan anestetik dietil eter (etoksietana, CH3-CH2-O-CH2-CH3). Eter sangat umum ditemukan dalam kimia organik dan biokimia, karena gugus ini merupakan gugus penghubung pada senyawa karbohidrat dan lignin (Anonim,2012).

Alkohol (atau alkanol) adalah istilah yang umum untuk senyawa organik apa pun yang memiliki gugus hidroksil (-OH) yang terikat pada atom karbon, yang ia sendiri terikat pada atom hidrogen dan/atau atom karbon lain.

Senyawa-senyawa yang termasuk lipid ini dapat dibagi dalam beberapa golongan. Ada beberapa cara penggolongan yang dikenal. Bloor membagi lipid dalam tiga golongan besar yakni :

1. Lipid sederhana, yaitu ester asam lemak dengan berbagai alkohol, contohnya lemak atau gliserida dan lilin (waxes).

Laboratorium Biokimia pangan Lemak(Uji Ketidak Larutan Lemak)

2. Lipid Gabungan, yaitu ester asam lemak yang mempunyai gugus tambahan, contohnya fosfolipid, serebrosida. 3. Derivat Lipid, yaitu senyawa yang dihasilkan oleh hidrolisis lipid, contohnya asam lemak, gliserol, dan sterol (Anonim.2011)

Sifat kimia yang penting, lipid dibagi menjadi dua golongan, yaitu lipid yang disabunkan, yakni dapat dihidrolisis dengan basa, contohnya lemak, dan lipid yang tidak dapat disabunkan, contohnya steroid (Anonim, 2011).

Lemak merupakan bahan padat pada suhu kamar, di antaranya disebabkan kandungannya yang tinggi akan asam lemak jenuh yang secara kimia tidak mengandung ikatan rangkap, sehingga mempunyai titik lebur yang lebih tinggi. Contohnya asam lemak jenuh yang banyak terdapat di alam dalam asam palmitat dan asam stearat. Minyak merupakan bahan cair di antaranya disebabkan rendahnya kandungan asam lemak jenuh dan tingginya kandungan asam lemak yang tidak jenuh, yang memiliki satu atau lebih ikatan rangkap di antara atom-atom karbonnya, sehingga mempunyai titik lebur yang rendah (Winarno, 1991).

Lemak juga dapat memiliki sifat plastis, artinya mudah dibentuk atau dicetak atau dapat diempukkan, yaitu dilunakan dengan pencampuran dengan udara. Lemak yang plastis biasanya mengandung kristal lemak yang padat dan sebagai trigliserida cair. Bentuk dan ukuran kristal mempengaruhi sifat lemak pada makanan roti dan kue-kue.

Bentuk polimer yang khas pada suatu lemak tergantung pada kondisi terbentuknya kristal itu, perlakuan terhadap lemak sesudah kristalisasi, dan komponen-komponen asam lemak. Jika lemak didinginkan, terbentuk kristal alfa yang segera menghilang berubah menjadi bentuk

Laboratorium Biokimia pangan Lemak(Uji Ketidak Larutan Lemak)

yang halus. Pada beberapa lemak bentuk kristal ini stabil, tetapi dalam lemak lainnya kristal halus ini berubah menjadi bentuk intermediat dan akhirnya berubah benjai bentuk beta yang besar-besar (Winarno, 1991).

Bahan makanan terdapat berbagai jenis trifliserida, dan karena hal inilah maka titik lebur lemak dan minyak tidak tajam, tetapi merupakan satu kisaran suhu. Lemak dan minyak juga menunjukkan variasi yang besar pada sifat tekstur dan daya pembentuk creamnya. Kekuatan ikatan antarradikal asam lemak dalam kristal mempengaruhi pembentukan kristal. Hal ini berarti juga mempengaruhi titik cair lemak. Makin kuat ikatan antarmolekul asam lemak, makin banyak panas yang diperlukan untuk pencairan kristal. Asam lemak dengan ikatan yang tidak begitu kuat memerlukan panas yang lebih sedikit, sehingga energi panas yang diperlukan untuk mencairkan kristal-kristalnya makin sedikit dan titik leburnya akan lebih rendah (Winarno, 1991). Titik lebur menurun dengan bertambahnya jumlah ikatan rangkap. Ikatan antarmolekul asam lemak tidak jenuh kurang kuat, sebab rantai pada ikatan rangkap tidak lurus. Makin banyak ikatan rangkap, ikatan makin lemah, berarti titik cair akan lebih rendah. Demikian pula dapat dimengerti bahwa asam lemak jenuh mempunyai titik lebur lebih tinggi daripada asam lemak tidak jenuh. Adanya bentuk trans pada asam lemak akan menyebabkan lemak mempunyai titik lebur yang lebih tinggi daripada adanya bentuk cis (Winarno, 1991).

Asam lemak adalah asam organik yang terdapat sebagai ester trigliserida atau lemak, baik yang berasal dari hewan atau tumbuhan. Asam ini adalah asam karboksilat yang mempunyai rantai karbon panjang dengan rumus umum:

O⁄⁄

R – C –OHGambar 4. struktur asam lemak

R adalah rantai karbon yang jenuh atau yang tidak jenuh dan terdiri atas 4 sampai 24 buah atom karbon. Rantai

Laboratorium Biokimia pangan Lemak(Uji Ketidak Larutan Lemak)

karbon yang jenuh ialah rantai karbon yang tidak mengandung ikatan rangkap, sedangkan yang mengandung ikatan rangkap tersebut rantai karbon tidak jenuh. Pada umumnya asam lemak mempunyai jumlah atom karbon genap.

Asam lemak jenuh yang mempunyai rantai karbon pendek, yaitu asam butirat dan kaproat mempunyai titik lebur rendah. Makin panjang rantai karbon, maka tinggi titik leburnya. Apabila dibandingkan dengan asam lemak jenuh, asam lemak tidak jenuh mempunyai titik lebur lebih rendah (Poedjiadi, 2005).

Asam lemak tidak lain adalah asam alkanoat atau asam karboksilat berderajat tinggi (rantai C lebih dari 6). Karena berguna dalam mengenal ciri-cirinya, asam lemak dibedakan menjadi asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Asam lemak jenuh hanya memiliki ikatan tunggal di antara atom-atom karbon penyusunnya, sementara asam lemak tak jenuh memiliki paling sedikit satu ikatan ganda di antara atom-atom karbon penyusunnya (Anonim, 2011).

Asam lemak, bersama-sama dengan gliserol, merupakan penyusun utama minyak nabati atau lemak dan merupakan bahan baku untuk semua lipida pada makhluk hidup. Asam ini mudah dijumpai dalam minyak masak (goreng), margarin, atau lemak hewan dan menentukan nilai gizinya. Secara alami, asam lemak bisa berbentuk bebas (karena lemak yang terhidrolisis) maupun terikat sebagai gliserida (Anonim, 2011).

Asam lemak merupakan asam lemah, dan dalam air terdisosiasi sebagian. Umumnya berfase cair atau padat pada suhu ruang (27°Celsius). Semakin panjang rantai C penyusunnya, semakin mudah membeku dan juga semakin sukar larut (Winarno, 1991). Asam lemak jenuh bersifat lebih stabil (tidak mudah bereaksi) daripada asam lemak tak jenuh. Ikatan ganda pada asam lemak tak jenuh mudah bereaksi dengan oksigen (mudah teroksidasi). Karena itu, dikenal istilah bilangan oksidasi bagi asam lemak.

Laboratorium Biokimia pangan Lemak(Uji Ketidak Larutan Lemak)

Keberadaan ikatan ganda pada asam lemak tak jenuh menjadikannya memiliki dua bentuk: cis dan trans. Semua asam lemak nabati alami hanya memiliki bentuk cis (dilambangkan dengan "Z", singkatan dari bahasa Jerman zusammen). Asam lemak bentuk trans (trans fatty acid, dilambangkan dengan "E", singkatan dari bahasa Jerman entgegen) hanya diproduksi oleh sisa metabolisme hewan atau dibuat secara sintetis (Almatsier, 2001).

Akibat polarisasi atom H, asam lemak cis memiliki rantai yang melengkung. Asam lemak trans karena atom H-nya berseberangan tidak mengalami efek polarisasi yang kuat dan rantainya tetap relatif lurus (Winarno, 1991.

Ketengikan (Ingg. rancidity) terjadi karena asam lemak pada suhu ruang dirombak akibat hidrolisis atau oksidasi menjadi hidrokarbon, alkanal, atau keton, serta sedikit epoksi dan alkohol (alkanol). Bau yang kurang sedap muncul akibat campuran dari berbagai produk ini. Nama sistematik dibuat untuk menunjukkan banyaknya atom C yang menyusunnya (lihat asam alkanoat) (Almatsier, 2001).

Angka di depan nama menunjukkan posisi ikatan ganda setelah atom pada posisi tersebut. Contoh: asam 9-dekanoat, adalah asam dengan 10 atom C dan satu ikatan ganda setelah atom C ke-9 dari pangkal (gugus karboksil). Nama lebih lengkap diberikan dengan memberi tanda delta (Δ) di depan bilangan posisi ikatan ganda. Contoh: asam Δ9-dekanoat (Almatsier, 2001).

Simbol C diikuti angka menunjukkan banyaknya atom C yang menyusunnya; angka di belakang titik dua menunjukkan banyaknya ikatan ganda di antara rantai C-nya). Contoh: C18:1, berarti asam lemak berantai C sebanyak 18 dengan satu ikatan ganda. Lambang omega (ω) menunjukkan posisi ikatan ganda dihitung dari ujung (atom C gugus metil) (Almatsier, 2001). Posisi ikatan ganda juga menentukan daya reaksinya. Semakin dekat dengan ujung, ikatan ganda semakin mudah bereaksi. Karena itu, asam lemak Omega-3

Laboratorium Biokimia pangan Lemak(Uji Ketidak Larutan Lemak)

dan Omega-6 (asam lemak esensial) lebih bernilai gizi dibandingkan dengan asam lemak lainnya. Beberapa minyak nabati (misalnya α-linolenat) dan minyak ikan laut banyak mengandung asam lemak esensial (lihat macam-macam asam lemak) (Winarno, 1991).

Ada beberapa jenis lemak atau minyak yaitu : 1. Minyak goreng,

Minyak goreng berfungsi sebagai penghantar panas, penambah rasa gurih, dan penambah nilai kalori bahan pangan. Mutu minyak goreng ditentukan oleh titik asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak diinginkan, makin tinggi tingkat akrolein minyak maka semakin baik minyak tersebut.

2. Mentega, mentega Merupakan emulsi air dalam minyak dengan

kira-kira 18% air terdispersi di dalam 80% lemak dengan sejumlah kecil protein yang bertindak sebagai zat pengemulsi (emulsifier). Mentega dapat dibuat dari lemak susu yang manis atau yang asam.

3. Margarin Margarin juga merupakan emulsi air dalam

minyak, dengan persyaratan mengandung tidak kurang 80% lemak. Lemak yang digunakan berasal dari lemak hewani dan nabati. Lemak hewani berasal dari lemak sapi dan lemak nabati berasal dari minyak kelapa, minyak kelapa sawit, minyak kedelai dan minyak biji kapas.

4. Mentega Putih Mentega putih (shortening) mempunyai sifat

plastis dan kesetabilan tertentu umumnya berwarna putih. Bahan ini diperoleh dari hasil pencampuran dua atau lebih lemak, atau dengan cara hidrogenasi. Ada tiga macam shortening berdasarkan cara pembuatannya yaitu compound, hydrogenated, dan high ratio shortening.

Laboratorium Biokimia pangan Lemak(Uji Ketidak Larutan Lemak)

5. Lemak Gajih

Lemak gajih yaitu lemak yang diperoleh dari jaringan lemak ternak sapi, atau kambing. Lemak ini cepat sekali tengik, daya plastisitsnya yang baik dan daya shortening yang baik . Lemak ini dapat dicampur dengan lemak nabati yang mengalami hidrogenasi (Winarno, 1991).

Lemak bersifat mudah menyerap bau. Apabila bahan pembungkus dapat menyerap lemak, maka lemak yang terserap ini akan teroksidasi oleh udara sehingga rusak dan berbau. Bau dari bagian lemak yang rusak ini akan diserap oleh lemak yan g ada dalam bungkusan yang mengakibatkan seluruh lemak menjadi rusak.

Dengan adanya air, lemak dapat terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak. Reaksi ini dipercepat oleh basa, asam, dan enzim-enzim. Dalam teknologi makanan, hidrolisis oleh enzim lipase sangat penting karena enzim tersebut terdapat pada semua jaringan yang mengandung minyak. Dengan adanya lipase, lemak akan diuraikan sehingga kadar asam lemak bebas lebih dari 10% (Winarno, 1991).

Trigliserida merupakan lipid utama dalam makanan. Fungsi utamanya adalah sebagai zat energi. Simpanan Lemak, dalam tubuh terutama dilakukan di dalam sel lemak dalam jaringan adipos. Sel-sel adipos mempunyai enzim khusus pada permukaannya, yaitu lipoprotein lipase (LPL) yangdapat melepas trigliserida dan lipoprotein, menghidrolisisnya dan mneneruskan hasil hidrolisis ke dalam sel (Anonim, 2011).

Di dalam sel terdapat enzim lain yang merakit kembali bahan-bahan hasil hidrolisis menjadi trigliserida untuk disimpan sebagai cadangan energi. Sel-sel adipos

Laboratorium Biokimia pangan Lemak(Uji Ketidak Larutan Lemak)

menyimpan lemak setelah makanan kilomikro dan VLDL yang mengandung lemak melewati sel-sel tersebut.

Penggunaan lemak untuk Energi, bila sel membutuhkan energi, enzim lipase dalam adipos menghidrolisis simpanan trigliserida menjadi gliserol dan asam lemak serta melepasnya ke dalam pembuluh darah. Di sel-sel yang membutuhkan, komponen-komponen ini kemudian dibakar menghasilkan CO2 dan H2O. Pada tahap akhir hidrolisis, setiap pecahan berasal dari lemak mengikat pecahan berasal dari glukosa akhirnya dioksidasi secara komplit menjadi CO2 dan H2O (Anonim, 2011).

Lemak tubuh tidak dapat dihidrolisis secara sempurna tanpa kehadiran karbohidrat. Tanpa karbohidrat akan diperoleh hasil antara pembakaran lemak berupa bahan-bahan keton yang dapat menimbulkan ketosis.

Pada percobaan kelarutan terdapat banyak perbedaan hasil dari hasil percobaan dan hasil dari lab karena pada percobaan ini kita menggunakan sampel alpukat dan sampel mayonese , seharusnya tidak dapat melarut dalam air, dalam mayonese terdapat emulsifier sehingga dapat larut dalam air dengan cepat , sedangkan dalam alpuket paling banyak adalah sampel yang memiliki kandungan lain ada protein, ada vitamin, mineral dll sehingga dapat melarut sangat cepat dalam air,

Laboratorium Biokimia pangan Lemak(Uji Ketidak Larutan Lemak)

IV KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Kesimpulan dan (2) Saran.

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan uji kelarutan dapat diketahui bahwa pelarut yang cepat melarutkan secara berurutan pada sampel mayones adalah eter, n-Heksan, alkohol, klorofom, aquades. Sedangkan pada sampel alpukat pelarut yang cepat melarutkan secara berurutan adalah n-Heksan, alkohol, eter, klorofom, aquades.

.

4.2 Saran

Pada uji kelarutan lemak sebaiknya praktikan benar – benar memahami prosedur dan materi yang dilakukan dan setelah percobaan alat yang akan dan telah digunakan dicuci bersih, supaya tidak terjadi kesalahan dalam percobaan.

Laboratorium Biokimia pangan Lemak(Uji Ketidak Larutan Lemak)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, (2011), Asam Lemak. http://id.wikipedia.org/wiki/Keton. Diakses Jum’at/20/03/2012.

Anonim. (2010). Pelarut Organik. http://kimia.upi.edu/. Diakses Selasa 20/03/2012.

Almatsier, Sunita. (2001), Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

deMan, John M. (1989). Kimia Makanan. Penerbit ITB;

Bandung.

Poedjaji, Anna. (2005). Dasar-Dasar Biokimia. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Sudarmadji, dll, (1989), Analisa Bahan Makanan dan

Pertanian, Penerbit Liberty Yogyakarta bekerja sama dengan UGM: Yogyakarta.

Winarno, FG. (1991), Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.