laporan-koralogi _1_.pdf

32
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM KORALOGI DISUSUN OLEH : ZIHNI IHKAMUDDIN 26020110130082 AULIA RATNASARI DS 26020110130083 FAISAL ISLAMI 26020110130085 LUTHFI SINATRYA 26020110130086 FADHIL FEBYANTO 26020110130087 AKHMAD FAISAL 26020110130089 KINTANTYA QURRATA 26020110130090 LIA ARYANTI 26020110130091 YULIA KARTIKASARI 26020110130092 DIAS NATASASMITA 26020110130093 PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN JURUSAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2012

Transcript of laporan-koralogi _1_.pdf

  • LAPORAN RESMI

    PRAKTIKUM KORALOGI

    DISUSUN OLEH :

    ZIHNI IHKAMUDDIN 26020110130082

    AULIA RATNASARI DS 26020110130083

    FAISAL ISLAMI 26020110130085

    LUTHFI SINATRYA 26020110130086

    FADHIL FEBYANTO 26020110130087

    AKHMAD FAISAL 26020110130089

    KINTANTYA QURRATA 26020110130090

    LIA ARYANTI 26020110130091

    YULIA KARTIKASARI 26020110130092

    DIAS NATASASMITA 26020110130093

    PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

    JURUSAN ILMU KELAUTAN

    FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

    UNIVERSITAS DIPONEGORO

    SEMARANG

    2012

  • LEMBAR PENILAIAN

    PRAKTIKUM KORALOGI

    Mengetahui,

    Koordinator Praktikum

    ILHAM

    K2D 009 0

    Nama: KELOMPOK 3 KELAS : B Ttd: .................................

    NO. KETERANGAN NILAI

    1. Pendahuluan

    2. Tinjauan Pustaka

    3. Materi dan Metode

    4. Hasil dan Pembahasan

    5. Kesimpulan

    6. Daftar Pustaka

    TOTAL

  • I. PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Perairan Indonesia kaya akan sumberdaya alamnya dan salah satu kekayaan

    tersebut adalah terumbu karang, dimana di daerah ini belum banyak dilakukan

    kegiatan untukmenggali informasi yang berkaitan dengan karang. Meskipun

    kondisi karang yang sangat menarik ini kini cukup memprihatinkan karena

    berbagai beban aktivitas manusia yang berlebihan dan kepadatan penduduk di

    wilayah pesisir yang terus bertambah, namun berbagai informasi yang dapat

    merubah lingkungan menjadi lebih baik sangatlah diperlukan.

    Kini masyarakat yang mengetahui dan mempelahari karang serta segala yang

    berkaitan dengan berbagai hal pada karang sangatlah jarang, maka bila segala

    kegiatan yang memberikan informasi mengenai karang tentu akan menambah

    pengetahuan lebih untuk masa yang akan datang.

    Terumbu karang (Coral reef) merupakan kumpulan organisme yang hidup

    didasar perairan dan berupa bentukan batuan kapur (CaCO3) yang cukup kuat

    menahan gaya gelombang laut. Organismeorganisme yang dominan hidup disini

    adalah binatang-binatang karang yang mempunyai kerangka kapur, dan algae

    yang banyak diantaranya juga mengandung kapur (Sorokin, 1993).

    Terumbu karang menyediakan berbagai manfaat langsung maupun tidak

    langsung. Cesar (2000) menjelaskan bahwa ekosistem terumbu karang banyak

    meyumbangkan berbagai biota laut seperti ikan karang, mollusca, crustacean bagi

    masyarakat yang hidup dikawasan pesisir. Selain itu bersama dengan ekosistem

    pesisir lainnya menyediakan makanan dan merupakan tempat berpijah bagi

    berbagai jenis biota laut yang mempunyai nilai ekonomis tinggi.

    Dari pernyataan-pernyataan diatas menurut para ahli bahwa terumbu karang

    merupakan ekosistem yang sangat penting di lautan. Untuk itu perlu dipelajari

    atau dikaji lagi ilmu-ilmu yang membahas mengenai terumbu karang. Ilmu yang

    mengkaji tentang terumbu karang dan sekitarnya dinamakan koralogi. Ilmu

    koralogi ini penting agar kita dapat mengetahui seluk-beluk mengenai terumbu

  • karang. Dengan kita mengetahui seluk-beluk terumbu karang maka kita dapat

    mengetahui apa yang harus dilakukan untuk menjaga kelestarian terumbu karang.

    Ekosistem terumbu karang tersusun atas beberapa karang dan biota-biota lain

    yang hidup di dalamnya. Karang adalah binatang yang mempunyai sengat atau

    lebih dikenal sebagai cnida (cnida=jelata) yang dapat menghasilkan kerangka

    kapur didalam jaringan tubuhnya (Suharsono, 1996). Menurut Nybakken (1992)

    Karang hidup berkoloni atau sendiri, tetapi hampir semua karang hermatipik

    hidup berkoloni dengan berbagai individu hewan karang atau polyp.

    1.2 Tujuan

    Tujuan dari praktikum ini adalah

    Melatih para mahasiswa untuk mengenali jenis-jenis karang keras

    (Scelactinia)

    Melatih para mahasiswa untuk menerapkan penggunaan kunci identifikasi

    karang keras melalui bentuk koloni (life form)

  • II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Terumbu Karang

    Binatang karang adalah pembentuk utama ekosistem terumbu karang.

    Binatang karang yang berukuran sangat kecil, disebut polip, yang dalam jumlah

    ribuan membentuk koloni yang dikenal sebagai karang (karang batu atau karang

    lunak). Dalam peristilahan terumbu karang, karang yang dimaksud adalah

    koral, sekelompok hewan dari ordo Scleractinia yang menghasilkan kapur

    sebagai pembentuk utama terumbu, sedangkan Terumbu adalah batuan sedimen

    kapur di laut, yang juga meliputi karang hidup dan karang mati yang menempel

    pada batuan kapur tersebut. Sedimentasi kapur di terumbu dapat berasal dari

    karang maupun dari alga. Secara fisik terumbu karang adalah terumbu yang

    terbentuk dari kapur yang dihasilkan oleh karang. Di Indonesia semua terumbu

    berasal dari kapur yang sebagian besar dihasilkan koral. Di dalam terumbu

    karang, koral adalah insinyur ekosistemnya. Sebagai hewan yang menghasilkan

    kapur untuk kerangka tubuhnya,karang merupakan komponen yang terpenting

    dari ekosistem tersebut. Jadi Terumbu karang (coral reefs) merupakan ekosistem

    laut tropis yang terdapat di perairan dangkal yang jernih, hangat (lebih dari 22

    C), memiliki kadar CaCO3 (Kalsium Karbonat) tinggi, dan komunitasnya

    didominasi berbagai jenis hewan karang eras (Nybakken, J.W, 1988).

    Terumbu adalah endapan-endapan masif yang penting dari kalsium karbonat

    yang terutama dihasilkan oleh karang (filum Cnidaria, klas Anthozoa, ordo

    Madreporaria = Sleractinia) dengan sedikit tambahan dari alga berkapur dan

    organisme-organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat. Meskipun

    karang ditemukan di seluruh lautn di dunia, baik di perairan kutub ataupun di

    perairan ugahari, seperti halnya daerah tropik, terumbu karang hanya berkembang

    di daerah tropik. Hal ini disebabkan karena adanya dua kelompok karang yang

    berbeda, yang satu dinamakan hermatipik dan yang lain ahermatipik (Nybakken,

    1992).

    Ada dua tipe karang, yaitu karang yang membentuk bangunan

    kapur (hermatypic coral) dan yang tidak dapat membentuk bangunan

    karang (ahermatypic coral). Karena dapat membentuk bangunan

  • karang hermatypic coral sering dikenal pula sebagai reef-building coral seperti

    pada jenis Scleractinia.

    Kemampuan hermatypic coral membentuk bangunan kapur tidak lepas dari

    proses hidup binatang ini. Binatang karang ini dalam hidupnya bersimbiose

    dengan sejenis alga berfotosintesis (zooxanthellae) yang hidup di jaringan-

    jaringan polyp karang tersebut. Hasil samping dari aktivitas fotosintesis ini adalah

    endapan kapur kalsium karbonat (CaCO3) yang membentuk struktur dan

    bangunan yang khas. Ciri ini yang digunakan untuk menentukan jenis dan spesies

    binatang karang (Mapstone,1990).

    Terumbu karang (Coral reef ) merupakan masyarakat organisme yang hidup

    didasar perairan dan berupa bentukan batuan kapur (CaCO3) yang cukup kuat

    menahan gaya gelombang laut. Sedangkan organismeorganisme yang dominan

    hidup disini adalah binatang-binatang karang yang mempunyai kerangka kapur,

    dan algae yang banyak diantaranya juga mengandung kapur. Berkaitan dengan

    terumbu karang diatas dibedakan antara binatang karang atau karang (reef coral )

    sebagai individu organism atau komponen dari masyarakat dan terumbu karang

    (coral reef ) sebagai suatu ekosistem (Nybakken, J.W, 1988)

    Terumbu karang (coral reef ) sebagai ekosistem dasar laut dengan penghuni

    utama karang batu mempunyai arsitektur yang mengagumkan dan dibentuk oleh

    ribuan hewan kecil yang disebut polip. Dalam bentuk sederhananya, karang terdiri

    dari satu polip saja yang mempunyai bentuk tubuh seperti tabung dengan mulut

    yang terletak di bagian atas dan dikelilingi oleh tentakel. Namun pada kebanyakan

    spesies, satu individu polip karang akan berkembang menjadi banyak individu

    yang disebut koloni (Mapstone,1990).

    Terumbu karang (coral reef) merupakan masyarakat organism yang hidup di

    dasar perairan dan berupa bentukan batuan kapur (CaCO3) yang cukup kuat

    menahan gaya gelombang laut. Sedangkang organism-organisme yang dominan

    hidup disini adalah binatang karang yang memiliki kerangka kapur, algae yang

    banyak diantaranya juga mengandung kapur (Nybakken, J.W, 1988).

    Terumbu terbentuk dari endapan massif terutama kalsium karbonat yang

    dihasilkan oleh hewan karang (filum Cnidaria, kelas Anthozoa,

  • bangsa Scleractina), alga berkapur dan organism-organisme lain yang

    mengeluarkan kalsium karbonat (Nybakken, 1992).

    Pembentukan karang merupakan proses yang lama dan kompleks. Berkaitan

    dengan pembentukan terumbu karang terbagai atas dua kelompok yaitu karang

    yang membentuk terumbu atau disebuthermatypic coral dan karang yang tidak

    dapat membentuk terumbu atau ahermatypic coral. Kelompok hermatypic

    coral dalam prosesnya bersembiosis dengan zooxentellae dan membutuhkan sinar

    matahari untuk membentuk bangunan dari kapur yang dikenal dengan reef

    building corals, sedangkan kelompok kedua tidak dapat membentuk bangunan

    kapur sehingga dikenal dengan non-reef building corals yang secara normal

    hidupnya tidak tergantung pada sinar matahari (Veron, 1986).

    2.2 Anatomi dan Morfologi Karang

    2.2.1 Anatomi Karang

    Bagian-bagian tersebut didefenisikan sebagai berikut :

    1. Koralit, merupakan keseluruhan rangka kapur yang terbentuk dari satu polip.

    2. Septa, lempeng vertikel yang tersusun secara radial dari tengah tabung, seri

    septa berbentuk daun dan tajam yang keluar dari dasar dengan pola berbeda

    pada tiap spesies sehingga menjadi dasar pembagian (klasifikasi) spesies

    karang. Dalam satu koralit terdapat beberapa lempeng vertikel septa.

    3. Konesteum, suatu lempeng horisontal yang menghubungkan antar koralit.

    4. Kosta, bagian septa yang tumbuh hingga mencapai dinding luar dari koralit

  • 5. Kalik, bagian diameter koralit yang diukur dari bagian atas septa yang

    berbentuk lekukan mengikuti bentuk bibir koralit

    6. Kolumela, struktur yang berada di tengah koralit. Terdapat empat bentuk

    kolumela yang sering dijumpai yaitu padat, berpori, memanjang dan tanpa

    kolumela.

    7. Pali, bagian dalam sebelah bawah dari septa yang melebar membentuk

    tonjolan sekitar kolumela. Membentuk struktur yang disebut paliform.

    8. Koralum, merupakan keseluruhan rangka kapur yang dibentuk oleh

    keseluruhan polip dalam satu individu atau satu koloni.

    9. Lempeng dasar, merupakan bagian dasar atau fondasi dari septa yang muncul

    membentuk struktur yang tegak dan melekat pada dinding.

    (Veron, 1986)

    2.2.2 Anatomi Karang

    Satu individu karang atau disebut polip karang memiliki ukuran yang

    bervariasi mulai dari yang sangat kecil 1 mm hingga yang sangat besar yaitu lebih

    dari 50 cm. Namun yang pada umumnya polip karang berukuran kecil. Polip

    dengan ukuran besar dijumpai pada karang yang soliter.

    Karang atau disebut polip memiliki bagian-bagian tubuh terdiri dari

    1. Mulut dikelilingi oleh tentakel yang berfungsi untuk menangkap mangsa dari

    perairan serta sebagai alat pertahanan diri.

    2. Rongga tubuh (coelenteron) yang juga merupakan saluran pencernaan

    (gastrovascular)

    3. Dua lapisan tubuh yaitu ektodermis dan endodermis yang lebih umum disebut

    gastrodermis karena berbatasan dengan saluran pencernaan. Di antara kedua

  • lapisan terdapat jaringan pengikat tipis yang disebut mesoglea. Jaringan ini

    terdiri dari sel-sel, serta kolagen, dan mukopolisakarida. Pada sebagian besar

    karang, epidermis akan menghasilkan material guna membentuk rangka luar

    karang. Material tersebut berupa kalsium karbonat (kapur).

    Gambar 1. Anatomi polip karang

    (Veron, 1986)

    Bertempat di gastrodermis, hidup zooxanthellae yaitu alga uniseluler dari

    kelompok Dinoflagelata, dengan warna coklat atau coklat kekuning-kuningan.

    Gambar 2. Lapisan tubuh karang dengan sel penyengat dan zooxanthellae.

    Tampak sel penyengat dalam kondisi tidak aktif dengan yang sedang aktif

    Karang dapat menarik dan menjulurkan tentakelnya. Tentakel tersebut aktif

    dijulurkan pada malam hari, saat karang mencari mangsa, sementara di siang hari

    tentekel ditarik masuk ke dalam rangka (Veron, 1986)

    Di ektodermis tentakel terdapat sel penyengatnya (knidoblas) , yang

    merupakan ciri khas semua hewan Cnidaria. Knidoblas dilengkapi alat penyengat

    (nematosita) beserta racun di dalamnya. Sel penyengat bila sedang tidak

    digunakan akan berada dalam kondisi tidak aktif, dan alat sengat berada di dalam

    sel. Bila ada zooplankton atau hewan lain yang akan ditangkap, maka alat

    penyengat dan racun akan dikeluarkan (Veron, 1986)

  • 2.3 Jenis-Jenis Koralit

    Suatu koralit karang baru dapat terbentuk dari proses budding (percabangan)

    dari karang. Selain bentuk koralit yang berbeda-beda, ukuran koralit juga berbeda-

    beda. Perbedaan bentuk dan ukuran tersebut memberi dugaan tentang habitat serta

    cara menyesuaikan diri terhadap lingkungan, namun faktor dominan yang

    menyebabkan perbedaan koralit adalah karena jenis hewan karang (polip) yang

    berbeda-beda (Veron, 1986)

    Pembagian bentuk koralit sebagai berikut :

    1. Placoid, masing-masing koralit memiliki dindingnya masing-masing dan

    dipisahkan oleh konesteum.

    2. Cerioid, apabila dinding koralit saling menyatu dan membentuk permukaan

    yang datar.

    3. Phaceloid, apabila koralit memanjang membentuk tabung dan juga mempunyai

    koralit dengan dinding masing-masing.

  • 4. Meandroid, apabila koloni mempunyai koralit yang membentuk lembah dan

    koralit disatukan oleh dinding-dinding yang saling menyatu dan membentuk

    alur-alur seperti sungai.

    5. Flabello-meandroid, seperti meandroid, membentuk lembah-lembah

    memanjang, namun koralit tidak memiliki dinding bersama.

    6. Dendroid, yaitu bentuk pertumbuhan dimana koloni hampir menyerupai pohon

    yang dijumpai cabang-cabang dan di ujung cabang biasanya dijumpai kalik

    utama.

  • 7. Hydnophoroid, koralit terbentuk seperti bukit tersebar pada seluruh permukaan

    sehingga sangat mudah untuk dikenal.

    (Veron, 1986)

    2.4 Life Form Karang

    Pembentukan terumbu karang merupakan proses yang lama dan kompleks.

    Berkaitan dengan pembentukan terumbu, karang terbagi atas dua kelompok yaitu

    karang yang membentuk terumbu (karang hermatipik) dan karang yang tidak

    dapat membentuk terumbu (karang ahermatipik). Kelompok pertama dalam

    prosesnya bersimbiosis dengan zooxanthellae dan membutuhkan sinar matahari

    untuk membentuk bangunan dari kapur yang kemudian dikenal reef building

    corals, sedangkan kelompok kedua tidak dapat membentuk bangunan kapur

    sehingga dikenal dengan nonreef building corals yang secara normal hidupnya

    tidak tergantung pada sinar matahari (Veron, 1986).

    Pembentukan terumbu karang hermatipik dimulai adanya individu karang

    (polip) yang dapat hidup berkelompok (koloni) ataupun menyendiri (soliter).

    Karang yang hidup berkoloni membangun rangka kapur dengan berbagai bentuk,

    sedangkan karang yang hidup sendiri hanya membangun satu bentuk rangka

    kapur. Gabungan beberapa bentuk rangka kapur tersebut disebut terumbu. Karang

    memiliki variasi bentuk pertumbuhan koloni yang berkaitan dengan kondisi

    lingkungan perairan. Berbagai jenis bentuk pertumbuhan karang dipengaruhi oleh

    intensitas cahaya matahari, hydrodinamis (gelombang dan arus), ketersediaan

    bahan makanan, sedimen, subareal exposure dan faktor genetik (Suharsono, 1996)

    Berdasarkan bentuk pertumbuhannya karang batu terbagi atas karang

    Acropora dan non-Acropora (English et.al., 1994). Perbedaan Acropora dengan

    non- Acropora terletak pada struktur skeletonnya. Acropora memiliki bagian yang

    disebut axial koralit dan radial koralit, sedangkan non-Acropora hanya memiliki

    radial koralit.

  • Skeleton Acropora Skeleton non-Acropora

    A. Bentuk Pertumbuhan Karang non-Acropora

    1. Bentuk Bercabang (branching), memiliki cabang lebih panjang daripada

    diameter yang dimiliki, banyak terdapat di sepanjang tepi terumbu dan bagian

    atas lereng terutama yang terlindungi atau setengah terbuka. Bersifat banyak

    memberikan tempat perlindungan bagi ikan dan invertebrata tertentu.

    Contohnya pada genus Pocillopora dan Seriatopora

    2. Bentuk Padat (massive), dengan ukuran bervariasi serta beberapa bentuk

    seperti bongkahan batu. Permukaan karang ini halus dan padat, biasanya

    ditemukan di sepanjang tepi terumbu karang dan bagian atas lereng terumbu.

    Contohnya pada genus Porites dan Goniastrea

    3. Bentuk Kerak (encrusting), tumbuh menyerupai dasar terumbu dengan

    permukaan yang kasar dan keras serta berlubang-lubang kecil, banyak terdapat

    pada lokasi yang terbuka dan berbatu-batu, terutama mendominasi sepanjang

    tepi lereng terumbu. Bersifat memberikan tempat berlindung untuk hewan-

    hewan kecil yang sebagian tubuhnya tertutup cangkang.

  • Contohnya pada genus Montipora

    4. Bentuk lembaran (foliose), merupakan lembaranlembaran yang menonjol pada

    dasar terumbu, berukuran kecil dan membentuk lipatan atau melingkar,

    terutama pada lereng terumbu dan daerah-daerah yang terlindung. Bersifat

    memberikan perlindungan bagi ikan dan hewan lain.

    Contohnya pada genus Montipora

    5. Bentuk Jamur (mushroom), berbentuk oval dan tampak seperti jamur, memiliki

    banyak tonjolan seperti punggung bukit beralur dari tepi hingga pusat mulut.

    Contohnya pada genus Fungia

    6. Bentuk submasif (submassive), bentuk kokoh dengan tonjolan-tonjolan atau

    kolom-kolom kecil

  • Contohnya pada genus Goniatsrea dan

    Echinopora

    7. Karang api (Millepora), semua jenis karang api yang dapat dikenali dengan

    adanya warna kuning di ujung koloni dan rasa panas seperti terbakar bila

    disentuh

    8. Karang biru (Heliopora), dapat dikenali dengan adanya warna biru pada

    rangkanya

    (Nybakken, J.W, 1988)

    B. Bentuk pertumbuhan Acropora sebagai berikut :

    Acropora bentuk cabang (Branching Acropora), bentuk bercabang seperti ranting

    pohon.

    1. Acropora meja (Tabulate Acropora), bentuk bercaban dengan arah mendatar

    dan rata seperti meja. Karang ini ditopang dengan batang yang berpusat atau

    bertumpu pada satu sisi membentuk sudut atau datar.

  • 2. Acropora merayap (Encursting Acropora), bentuk merayap, biasanya terjadi

    pada Acropora yang belum sempurna.

    3. Acropora Submasif (Submassive Acropora), percabangan bentuk gada/lempeng

    dan kokoh.

    4. Acropora berjari (Digitate Acropora), bentuk percabangan rapat dengan

    cabang seperti jari-jari tangan

    (Supriharyono, 2000)

    2.5 Reproduksi dan Histologi Karang

    Menurut Richmond (2001), seperti hewan lain, karang memiliki

    kemampuan reproduksi secara aseksual dan seksual.

    Reproduksi aseksual adalah reproduksi yang tidak melibatkan peleburan gamet

    jantan (sperma) dan gamet betina (ovum). Pada reproduksi ini, polip/koloni

    karang membentuk polip/koloni baru melalui pemisahan potongan-potongan

    tubuh atau rangka. Ada pertumbuhan koloni dan ada pembentukan koloni baru

    Reproduksi seksual adalah reproduksi yang melibatkan peleburan sperma dan

    ovum (fertilisasi). Sifat reproduksi ini lebih komplek karena selain terjadi

  • fertilisasi, juga melalui sejumlah tahap lanjutan (pembentukan larva,

    penempelan baru kemudian pertumbuhan dan pematangan).

    2.5.1 Reproduksi Aseksual

    Menurut Richmond (2001), dalam membahas reproduksi aseksual, perlu

    dipisahkan antara pertumbuhan koloni dengan pembentukan koloni baru

    1. Pertunasan

    Terdiri dari:

    Intratentakular yaitu satu polip membelah menjadi 2 polip; jadi polip baru

    tumbuh dari polip lama

    Ekstratentakular yaitu polip baru tumbuh di antara polip-polip lain. Jika

    polip dan jaringan baru tetap melekat pada koloni induk, ini disebut

    pertambahan ukuran koloni. jika polip atau tunas lepas dari koloni induk

    dan membentuk koloni baru, ini baru disebut reproduksi aseksual

    2. Fragmentasi

    Koloni baru terbentuk oleh patahan karang.

    Terjadi terutama pada karang bercabang, karena cabang mudah sekali patah

    oleh faktor fisik (seperti ombak atau badai) atau faktor biologi (predasi oleh

    ikan). Patahan (koloni) karang yang lepas dari koloni induk, dapat saja

    menempel kembali di dasaran dan membentuk tunas serta koloni baru. Hal itu

    hanya dapat terjadi jika patahan karang masih memiliki jaringan hidup

    3. Polip bailout

    Polip baru terbentuk karena tumbuhnya jaringan yang keluar dari karang mati.

    Pada karang yang mati, kadang kala jaringan-jaringan yang masih hidup dapat

    meninggalkan skeletonnya untuk kemudian terbawa air. Jika kemudian

    menemukan dasaran yang sesuai, jaringan tersebut akan melekat dan tumbuh

    menjadi koloni baru

    4. Partenogenesis

    Merupakan peristiwa dimana larva tumbuh dari telur yang tidak mengalami

    fertilisasi

  • 2.5.2 Reproduksi Seksual

    Karang memiliki mekanisme reproduksi seksual yang beragam yang

    didasari oleh penghasil gamet dan fertilisasi. Keragaman itu meliputi:

    A. Berdasar individu penghasil gamet, karang dapat dikategorikan bersifat:

    1. Gonokoris

    Dalam satu jenis (spesies), telur dan sperma dihasilkan oleh individu yang

    berbeda. Jadi ada karang jantan dan karang betina

    Contoh: dijumpai pada genus Porites dan Galaxea

    2. Hermafrodit

    Bila telur dan sperma dihasilkan dalam satu polip. Karang yang hermafrodit

    juga kerap kali memiliki waktu kematangan seksual yang berbeda, yaitu :

    Hermafrodit yang simultan ; menghasilkan telur dan sperma pada w aktu

    bersamaan dalam kesatuan sperma dan telur (egg-sperm packets). Meskipun

    dalam satu paket, telur baru akan dibuahi 10-40 menit kemudian yaitu setelah

    telur dan sperma berpisah.

    Contoh: jenis dari kelompok Acroporidae, favidae

    Hermafrodit yang berurutan ; ada dua kemungkinan yaitu :

    o Individu karang tersebut berfungsi sebagai jantan baru, menghasilkan

    sperma untuk kemudian menjadi betina (protandri), atau

    o Jadi betina dulu, menghasilkan telur setelah itu menjadi jantan (protogini)

    Contoh: Stylophora pistillata dan Goniastrea favulus

    Meski dijumpai kedua tipe di atas, sebagian besar karang bersifat gonokoris

    (Richmond,2001)

    B. Berdasar mekanisme pertemuan telur dan sperma

    1. Brooding/planulator

    Telur dan sperma yang dihasilkan, tidak dilepaskan ke kolom air sehingga

    fertilisasi secara internal. Zigot berkembang menjadi larva planula di dalam polip,

    untuk kemudian planula dilepaskan ke air. Planula ini langsung memiliki

    kemampun untuk melekat di dasar perairan untuk melanjutkan proses

    pertumbuhan.

    Contoh: Pocillopora damicornis dan Stylophora

    2. Spawning

  • Melepas telur dan sperma ke air sehingga fertilisasi secara eksternal. Pada

    tipe ini pembuahan telur terjadi setelah beberapa jam berada di air.

    Contoh: pada genus Favia

    Dari sebagian besar jenis karang yang telah dipelajari proses reproduksinya, 85%

    di antaranya menunjukkan mekanisme spawning. Waktu pelepasan telur secara

    massal, berbeda waktu tergantung kondisi lingkungan, sebagai contoh:

    Richmond dan Hunter menemukan bahw a di Guam, Micronesia: puncak

    spawning terjadi 7-10 hari setelah bulan purnama bulan Juli

    Kenyon menemukan spawning di Kepulauan Palau terjadi selama beberapa

    bulan, yaitu Maret, April dan Mei

    (Richmond 1991)

    Siklus reproduksi karang secara umum adalah sebagai berikut:

    Telur & spema dilepaskan ke kolom air (a) fertilisasi menjadi zigot

    terjadi di permukaan air (b) zygot berkembang menjadi larva planula yang

    kemudian mengikuti pergerakan air . Bila menemukan dasaran yang sesuai, maka

    planula akan menempel di dasar (c) planula akan tumbuh menjadi polip (d)

    terjadi kalsifikasi (e) membentuk koloni karang (f) namun karang soliter tidak

    akan membentuk koloni (Richmond,2001).

    Baik reproduksi secara seksual maupun secara aseksual dijalankan oleh

    karang tentunya untuk tujuan mempertahankan keberadaan spesiesnya di alam.

    Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan sehingga kedua metode tersebut

    saling melengkapi (Richmond,2001).

  • III. MATERI DAN METODE

    3.1 Materi

    Materi yang disampaikan pada praktikum matakuliah Koralogi ini adalah

    mengenai morfologi dan anatomi karang, histologi, serta penentuan kondisi

    terumbu karang dengan teknik transek.

    3.2 Waktu dan Tempat

    3.2.1 Praktikum Laboratorium

    Praktikum Laboratorium matakuliah koralogi dilaksanakan pada:

    Hari, tanggal : Senin, 12 November 2012

    Waktu : Pukul 13.00 15.00 WIB

    Tempat : Laboratorium Biologi Lt. 1 Jurusan Ilmu Kelautan,

    Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro,

    Tembalang, Semarang

    3.2.2 Praktikum Lapangan

    Praktikum lapangan matakuliah Koralogi ini dilaksanakan pada:

    Hari, tanggal : Sabtu, 17 November 2012

    Waktu : Pukul 08.00- Selesai

    Tempat : Pulau Panjang, Jepara

    3.3 Alat dan Bahan

    3.3.1 Praktikum Laboratorium

    3.3.1.1 Alat

    a. Mikroskop

    b. Alat tulis

    c. Buku gambar

    d. Karang yang sudah mati

    e. Lup (kaca pembesar)

    f. Cover glass

  • 3.3.1.2`Bahan

    a. Sampel hasil isolasi karang

    b. Alkohol

    3.3.2 Praktikum Lapangan

    3.3.2.1 Alat

    Skin dive

    Kertas Waterprof

    Pelampung

    Roll Meter

    Alat Tulis

    Papan Jalan

    3.4 Metode

    3.4.1 Praktikum Laboratorium

    Morfologi dan Anatomi karang

    1. Dilakukan pengamatan karang yang telah disediakan oleh asisten

    2. Pengamatan dilakukan dengan bantuan kaca pembesar atau lup dan buku

    identifikasi

    3. Digambar bentuk life form dan bentuk koralit dari karang tersebut dan

    diberi keterangan

    Histologi

    1. Dilakukan pengambilan sampel dengan cara mentetesi preparat

    menggunakan pipet tetes

    2. Deagles diletakka diatas preparat yang telah ditetesi sampel tadi agar

    sampel tidak tercecer

    3. Preparat disiapkan diatas deagles sebagai penutup

    4. Mikroskop diletakkan dalam kondisi siap untuk pakai

    5. Preparat diletakkan yang berisisampeltadipadamikroskopdengan pas/tepat

    6. Sampel diamati dengan mengatur objek yang tepat pada mikroskop

    kearah kanan kiri atau atas bawah sampai hasil ditemukan

  • 7. Hasil yang diperole pada kertas gambar sebagai laporan sementara dan

    memberikan keterangan

    3.4.2 Praktikum Lapangan

    Penentuan Kondisi Terumbu Karang dengan Teknik Transek

    1. Dilakukan pemilihan lokasi pengamatan di depan dataran terumbu,

    praktikan berenang atau snorkling menuju lokasi pengamatan.

    2. Dipilih komunitas terumbu karang dengan jenis karang penyusun yang

    cukup bervariasi.

    3. Diletakkan transek garis dengan menarik meteran roll meter sejajar garis

    pantai sepanjang 100 meter.

    4. Diamati koloni karang keras yang terdapat di bawah meteran kemudian

    identifikasi genus atau jenis dengan menentukan bentuk koloni, ciri- ciri

    koralit (bentukdan diameter) serta mengukur panjang masing- masing

    koloni.

    5. Dicatat bentuk dan ukuran koloni serta koralit tersebut dari 0 100 meter

    dengan ketelitian (panjang koloni= cm dan diameter koralit= mm) dalam

    kertas waterprof

    6. Dihitung prosentase tutupan karang hidup dengan rumus:

    Dimana

    Ni = Prosentase tutupan karang hidup (%)

    Li = Panjang koloni karang per panjang transek garis (cm)

    L =Panjang transek garis (100 m)

    7. Diolah data yang didapat pada komputer dengan membuat pie-chart

  • IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Hasil

    4.1.1 Pendataan Life Form

    Life Form Li (cm)

    Kelompok 1

    Kelompok 2

    Kelompok 3

    Kelompok 4

    CS 127 385 590 510

    DC 293 75 140 100

    OT 65 43 70 0

    SD 770 679 813 340

    CM 945 711 471 163

    ACD 30 44 70 0

    CF 10 0 0 0

    DCA 235 138 220 1090

    ACS 15 113 0 0

    ACB 10 126 10 0

    ACT 0 48 0 0

    ACE 0 138 20 0

    CB 0 0 16 0

    SP 0 0 80 8

    COTS 0 0 0 97

    AA 0 0 0 66

    R 0 0 0 67

    SC 0 0 0 59

    4.1.2 Penutupan Karang Tiap Life Form

    Life Form Li (cm) Persentase

    Penutupan (%)

    CS 1612 16,12

    DC 608 6,08

    OT 178 1,78

    SD 2602 26,02

    CM 2290 22,9

    ACD 144 1,44

    CF 10 0,1

  • DCA 1683 16,83

    ACS 128 1,28

    ACB 146 1,46

    ACT 48 0,48

    ACE 158 1,58

    CB 16 0,16

    SP 88 0,88

    COTS 97 0,97

    AA 66 0,66

    R 67 0,67

    SC 59 0,59

    Jumlah 10000 100

    Perhitungan:

    CS

    %

    DC

    %

    OT

    %

    SD

    %

    CM

    ACD

    CF

    DCA

  • ACS

    ACB

    ACT

    ACE

    CB

    SP

    COTs

    AA

    R

    SC

  • 4.1.3 Penutupan Karang Transek

    Klasifikasi Li (cm) Persentase

    Penutupan (%)

    HC 4552 45,52

    SC 59 0,59

    Other Living 2111 21,12

    Non Living Object 3278 32,77

    Jumlah 10000 100

    4.1.4 Grafik Pie Chart

  • 4.2 Pembahasan

    4.2.1 Praktikum Laboratorium

    Hasil dari pengamatan histologi yang telah dilakukan terhadap beberapa

    sampel sayatan jaringan dari karang menunjukan beberapa bagian-bagian dari

    histologi karang tersebut berupa mesentary (ms), mesoglea (mg), fasculer (fc),

    germinal varicei (gy), yolk (y), dan zooxanthella (z). Hanya terdapat satu sampel

    yang memiliki kuning telur yaitu sayatan H-41 (2), sedangkan sampel yang lain

    tidak terlihat jelas adanya kuning telur. Setiap bagian memiliki ciri-ciri tersendiri,

    mesoglea (mg) memiliki ciri berupa saluran panjang dan terdapat bintik-bintik

    hitam, mesentary berupa kumpulan dari bintik-bintik hitam yang membentuk

    kelompok, dan zooxanthella berbentuk bulat agak besar.

    Hal yang dilakukan saat pengamatan anatomi berupa pengamatan lifeform,

    morfologi, dan jenis coralite pada karang tersebut. Hasil pengamatan menunjukan

    terdapat beberapa lifeform pada jenis karang berupa massive dan mushroom.

    Setiap karang memiliki jenis coralite yang berbeda walaupun dalam lifeform yang

    sama. Bebrapa bentuk massive memiliki coralite ceroid, meandroid dan phaceloid.

    Sedangkan untuk mushroom termasuk kedalam karang yang soliter. Setiap

    coralite memiliki ciri khas tersendiri, ceroid memiliki satu wall atau dinding

    sehingga karang tersebut tidak memiliki conesteum, placoid memiliki wall yang

    berbeda seingga karang ini memiliki conesteum atau pemisah antar wall, placeloid

    memiliki tegakan sendiri dan tidak memiliki kosta hanya memiliki wall dan

  • memiliki conesteum, meandroid memiliki satu wall dan terdiri dari beberapa

    columela.

    4.2.2 Praktikum Lapangan

    4.2.2.1 Pengamatan Ekosistem Terumbu Karang dengan Metode LIT

    Pada saat praktikum lapangan, tepatnya di sebelah barat pulau panjang.

    Kita dapat mengetahui bahwa sebaran karang keras melebihi angka 45 %,dari 45

    % tersebut, didominasi karang jenis Non Acropora sebesar 86%, sedangkan untuk

    komposisi jenis lifeform, kita menemukan banyak sekali coral massive sebesar

    22,9 %.

    Bila dibandingkan antara karang massive dan branching, jumlah karang

    branching lebih sedikit dari pada karang massive di sebelah barat perairan pulau

    panjang, padahal telah kita ketahui bahwa pertumbuhan karang branching lebih

    cepat dibandingkan karang massive, namun pada kenyataanya jumlahnya

    cenderung terbalik. Hal ini bisa dikarenakan oleh daya tahan dari life form

    tersebut. Untuk branching dia memang memiliki alur reproduksi yang sangat

    cepat, namun memiliki struktur CaCo3 yang rapuh, hal ini bertolak belakang

    dengan life form massive, dimana pertumbuhannya sangat lambat, namun dia

    memiliki struktur CaC03 yang sangat kuat. Sehingga karang massive mampu

    hidup pada kondisi yang lebih ekstrim dari pada karang branching

    Kerusakan atau kematian terumbu karang, baik itu yang mati (DC)

    maupun yang telah ditumbuhi alga (DCA), disebabkan oleh banyak faktor, yang

    inti utamanya terbagi menjadi 2 bagian , yaitu faktor manusia, dan faktor alam.

    Untuk faktor manusia meliputi kegiatan seperti : kegiatan orang memancing,

    tempat sandar kapal, dsb. Untuk faktor alam meliputi kedalaman, temperature,

    salinitas, pergerakan air, dan kecerahan perairan.

    Banyaknya karang yang mati dan telah ditumbuhi alga (DCA),

    menyebabkan terjadinya pertumbuhan bulu babi (Diadema saxatile) tumbuh

    sangat pesat, karena pada daerah tersebut nutrisi makanan utama yaitu alga, cukup

    melimpah.

  • 4.2.1.2 Pengenalan Metode Manta Taw

    Manta taw pada dasarnya merupakan metode pengamatan ekosistem

    terumbu karang.Pada saat praktikum lapangan kali ini, kegiatan manta taw,

    dilakukan pada daerah perairan teluk awur, -/+ 200 meter ke arah utara dermaga

    teluk awur.

    Metode manta taw, bila dibandingkan dengan Line Intercept transek (LIT),

    cenderung memiliki banyak perbedaan, bisa dilihat dari data yang diambil, bila

    manta taw menggunakan presentase penutupan tanpa melihat jenis lifeformnya,

    sedangkan untuk Line intercept transek (LIT), cenderung lebih jelas karena data

    yang diambil hingga tingkat jenis genus, dan juga datanya memiliki ketelitian 1

    cm.

  • V. KESIMPULAN

    Dari praktikum yang sudah dilakukan kita dapat menyimpulkan beberapa hal,

    yaitu :

    5.1 Dalam praktikum kali ini karang keras (Scleractinia) yang di temukan di

    Pulau Panjang antara lain adalah jenis karang massive, karang branching,

    karang digitate dan karang submassive. Karang keras yang paling banyak

    adalah jenis karang massive, karena karang massive memiliki bentuk seperti

    bongkahan batu yang kokoh dan tahan akan kondisi ekstrim.

    5.2 Untuk identifikasi karang bisa dilihat dari bentuknya, seperti karang massive

    yang memiliki bentuk seperti bongkahan batu. Karang branching memiliki

    cabang yang panjang dan karang submassive yang memiliki tonjolan

    tonjolan atau kolom kolom kecil. Beberapa karang massive memiliki

    coralite ceroid, meandroid dan phaceloid.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Cesar, HS. 2000. Coral Reefs : Their Functions, Threats and Economic Value.

    Working Paper Series Work in Progress, World Bank, Washington DC.

    Mapstone, G.M 1990. Reef Corals and Sponges of Indonesia: a Video Based

    Learning Module. Division of Marine Science. United nation Educational

    Scientific and Cultural Organization. Nedherlands

    Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologi (alih bahasa dari

    Marine Biology : An Ecologycal Approach, Oleh : M. Eidman,

    Koesoebiono, D.G. Bengen, M.Hutomo, dan S. Sukardjo). PT Gramedia.

    Jakarta.

    Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut suatu pendekatan Ekologi. Gramedia Pustaka

    Utama. Jakarta.

    Richmond, R.H. 2001. Reproduction and Recruitment in Corals: Critical Links in

    the Persistence of Reefs. Dalam: Birkeland, C. (ed.) 2001. Life and Death of

    Coral Reefs. Chapman & Hall, New York: 175-197.

    Sorokin, Y. I., 1993. Coral Reef Ecology. Ecological Studies 102. Springer-

    Verlag. Berlin. Heidelberg. 465 pp.

    Suharsono, 1996. Jenis-Jenis Karang Yang Umum di Jumpai di Perairan

    Indonesia. P3O-LIPI. Jakarta.

    Supriharyono, 2000. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Penerbit

    Djambatan. Jakarta.

    Veron. J.E.N. 1986. Coral of Australia and The Indofasific. Angus & Robertos.

    Australia,