Laporan Koagulasi Dan Flokulasi
-
Upload
nellie-obelia -
Category
Documents
-
view
329 -
download
11
Transcript of Laporan Koagulasi Dan Flokulasi
Laporan Koagulasi Flokulasi Tujuan Penelitian
1. Menentukan pengaruh tawas sebagai koagulan terhadap pH dan ketinggian endapan.
2. Menentukan dosis optimum tawas untuk mengurangi kekeruhan air sungai.
3. Mengetahui kemampuan tawas sebagai koagulan apabila dikombinasikan dengan
aquaclear.
2. Teori Dasar
Air limbah adalah air yang tidak bersih dan mengandung berbagai zat yang dapat
membahayakan kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya dan lazimnya muncul karena
hasil aktivitas manusia. Untuk mengolah air limbah maka dilakukan penyisihan bahan-bahan
tersebut pada prinsipnya berlangsung melalui perubahan sifat bahan-bahan tersebut, yaitu
dari tak dapat diendapkan menjadi mudah diendapkan (flokulasi-koagulasi), baik dengan atau
tanpa reaksi oksidasi-reduksi, dan juga berlangsung sebagai hasil reaksi oksidasi.
Koagulasi flokulasi adalah salah satu proses kimia yang digunakan untuk menghilangkan
bahan cemaran yang tersuspensi atau dalam bentuk koloid. Dimana partikel-partikel koloid
ini tidak dapat mengendap sendiri dan sulit ditangani oleh perlakuan fisik. Pada proses
koagulasi, koagulan dan air limbah yang akan diolah dicampurkan dalam suatu wadah atau
tempat kemudian dilakukan pengadukan secara cepat agar diperoleh campuran yang merata
distribusi koagulannya sehingga proses pembentukan gumpalan atau flok dapat terjadi secara
merata pula.
Koagulasi dan flokulasi diperlukan untuk menghilangkan material limbah berbentuk suspense
atau koloid. Koloid merupakan partikel-pertikel berdiameter sekitar 1 nm (10 -7cm) hingga 0,1
nm (10-8cm). partikel-partikel ini tidak dapat mengendap dalam periode waktu tertentu dan
tidak dapat dihilangkan dengan proses perlakuan fisika biasa.
1.1.1 Koagulasi
Koagulasi didefinisikan sebagai proses destabilisasi muatan koloid padatan
tersuspensi termasuk bakteri dan virus, dengan suatu koagulan. sehingga akan terbentuk flok-
flok halus yang dapat diendapkan, proses pengikatan partikel koloid. Pengadukan cepat (flash
mixing) merupakan bagian integral dari proses koagulasi. Tujuan pengadukan cepat adalah
untuk mempercepat dan menyeragamkan penyebaran zat kimia melalui air yang diolah.
Koagulan yang umum dipakai adalah alumunium sulfat, feri sulfat, fero sulfat dan PAC.
Umumnya partikel-partikel tersuspensi atau koloid dalam air buangan memperlihatkan efek
Brownian. Permukan partikel-partikel tersebut bermuatan listrik negatif. Partikel-partikel itu
menarik ion-ion positif yang terdapat dalam air dan menolak ion-ion negatif. Ion-ion positif
tersebut kemudian menyelubungi partikel-partikel koloid dan membentuk lapisanrapat
bermuatan didekat permukannya. Lapisan yang terdiri dari ion-ion positif itu disebut dengan
lapisan kokoh (fixed layer). Adanya muatan-muatan pada permukaan partikel koloid tersebut
menyebabkan pembentukan medan elektrostatik di sekitar partikel itu sehingga menimbulkan
gaya tolak-menolak antar partikel. Disamping gaya tolak-menolak akibat muatan negatif pada
partikel-partikel koloid, ada juga gaya tarik manarik antara 2 patikel yang dikenal dengan
gaya Van der Walls. Selama tidak ada hal yang mempengaruhi kesetimbangan muatan-
muatan listrik partikel koloid, gaya tolak menolak yang ada selalu lebih besar dari pada gaya
Van der Walls, dan akibatnya partikel koloid tetap dalam keadaan stabil
(Farooq dan Velioglu, 1989).
Jika ion-ion atau koloid bermuatan positif (kation) ditambahkan kedalam koloid target
koagulasi, maka kation tersebut akan masuk kedalam lapisan difusi karena tertarik oleh
muatan negatif yang ada permukaan partikel koloid. Hal ini menyebabkan konsentrasi ion-ion
dalam lapisan difusi akan meningkat. Akibatnya, ketebalan lapisan difusi akan berkurang
(termampatkan kea rah permukaan partikel). Pemampatan lapisan difusi ini akan
mempengaruhi potensial permukaan partikel koloid, gaya tolak menolak antar partikel serta
stabilitas partikel koloid. Penambahan kation hingga mencapai suatu jumlah tertentu akan
merubah besar partikel kesuatu tingkat dimana gaya tarik menarik Van der Walls antar
partikel dapat melampaui gaya tolak menolak yang ada. Dengan demikian, partikel koloid
dapat saling mendekati dan menempel satu sama lain serta membentuk mikroflok.
(Farooq dan Velioglu, 1989).
Ion-ion atau koloid bermuatan positif (kation) yang ditambahkan untuk meniadakan
kestabilan partikel koloid tersebut dapat dihasilkan dari senyawa organic dan anorganik
tertentu yang disebut koagulan. Zat kimia yang digunakan dalam proses ini meliputi ion-ion
metal seperti alumunium atau besi, yang mana akan terhidrolisa dengan cepat untuk
membentuk presipitat yang tidak larut dan polielektrolit organik alam atau sintetik, yang
mana dengan cepat teradsoprsi pada permukaan partikel koloid, dengan demikian
mempercepat laju pembentukan agregat dari partikel koloid
(Montgomery, 1985).
1.1.2 Flokulasi
Flokulasi merupakan proses pembentukan flok, yang pada dasarnya merupakan
pengelompokan aglomerasi antara partikel dengan koagulan (menggunakan proses
pengadukan lambat atau slow mixing), Proses pengikatan partikel koloid oleh flokulan. Pada
flokulasi terjadi proses penggabungan beberapa partikel menjadi flok yang berukuran besar.
Partikel yang berukuran besar akan udah diendapkan.
Agar patikel koloid dapat menggumpal, gaya tolak-menolak elektrostatik antara partikelnya
harus dikurangi dan transportasi partikel harus menghasilkan kontak diantara partikel yang
mengalami destabilisasi. Setelah partikel-partikel koloid mengalami destabilisasi, adalah
penting untuk membawa partikel-partikel tersebut ke dalam suatu kontak antara satu dengan
yang lainnya sehingga dapat menggumpal dan membentuk partikel yang lebih besar yang
disebut flok. Proses kontak ini disebut flokulasi.
1.2 Tawas
Banyak penelitian yang mengindikasikan bahwa koagulan alami dapat menunjukan
kemampuannya yang terbaik saat digunakan untuk pengolahan air limbah dengan beberapa
macam kontaminan.
Jenis koagulan yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah tawas. Tawas termasuk ke
dalam suku Fahaccae. Spesies ini adalah satu-satunya anggota marga Tamarindus. Tawas
mengandung senyawa tanin, minyak esensial, serta polimer alamipli. Tanin adalah senyawa
yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri (Rosydah, 2008).
Minyak esensial merupakan minyak aromatik yang dapat mengurangi bau yang tidak
sedap (Rosydah, 2008), sedangkan polimer alami seperti albuminoid, pati, dan getah
berfungsi sebagai koagulan yang berperan dalam pengumpalan partikel-partikel air (Rosydah,
2008). Ekstrak biji asam jawa mengandung polisakarida alami yang tersusun atau D-
galactose, D-glucose dan D-xylose yang merupakan flokulan alami. Biji asam jawa sendiri
mudah ditemukan di Indonesia. Di Indonesia sendiri biji asam jawa biasa dimakan setelah
direndam dan direbus, atau setelah dipanggang. Selain itu, biji asam juga dijadikan tepung
untuk membuat kue atau roti. Selain dikonsumsi untuk sebagian orang, pemanfaatan biji
asam jawa yang selama ini hanya sebagai limbah yang jarang digunakan perlu dikembangkan
lebih lanjut untuk pengolahan limbah cair, yang lebih ekonomis dan ramah lingkungan.
C. Langkah Kerja
E. PEMBAHASAN
Pada percobaan ini dilakukan pengolahan limbah pada air sungai dengan
menggunakan koagulan alami yaitu tawas. Dengan penambahan koagulan, partikel-pertikel
koloid dari air limbah tersebut dapat terendapkan sehingga air limbah dapat dijernihkan dan
partikel-partikel pencemar dapat berkurang. Alasan penambahan koagulan pada pengolahan
air limbah adalah karena sifat koloid yang sulit mengendap ini akan menjadikan waktu
pengendapan yang sangat lama. Hal ini disebabkan karena adanya gaya van der walls dan
elektrostatik pada koloid, sehingga koloid sangat stabil. Maka dari itu untuk mempercepat
partikel-partikel koloid mengendap maka ditambahkan koagulan. Limbah yang digunakan
adalah limbah dari sungai yang berada di Unja dengan volume sampel awal adalah 500 ml,
dengan pH sebesar 7,27.
1.1 Pengaruh tawas sebagai koagulan terhadap pH dan ketinggian endapan
Menurut literatur pH optimum tawas sebagai koagulan untuk pengolahan limbah
adalah pada pH . Tawas dibuat pH optimum karena pada proses koagulasi flokulasi agar
diperoleh hasil maksimum harus dilaksanakan pada pH yang optimum.Untuk membuat tawas
pada pH optimum maka dilakukan penurunan pH. Akan tetapi pada percobaan ini penurunan
pH dengan penambahan H2SO4 4N terlalu banyak sehingga pH limbah air sungai adalah 2.
Akan tetapi menurut literatur semakin tinggi pH maka kemampuan biji asam jawa semakin
berkurang, sehingga semakin rendah pH maka kemampuan asam jawa semakin optimal, oleh
karena itu pada pH 2 biji asam jawa kemampuannya sebagai koagulan tetap optimal.
Koagulan yang digunakan adalah biji asam jawa. Biji asam jawa dapat menjadi koagulan
disebabkan karena pengotor-pengotor atau koloid dari limbah tersebut bermuatan negatif
sedangkan koagulan biji asam jawa bermuatan positif. Sehingga pada prosesnya akan terjadi
tarik menarik antara koloid dan koagulan karena adanya perbedaan muatan tersebut sehingga
terbentuklah flok-flok yang menyebabkan menurunnya kekeruhan pada air sungai tersebut.
Menurut teori maka semakin banyak jumlah koagulan yang ditambahkan pada limbah air
sungai maka semakin banyak pula partikel-partikel koloid pada limbah air sungai yang akan
berikatan dengan koagulan, sehingga flok yang terbentuk semakin banyak seiring dengan
penambahan jumlah koagulan. Dengan semakin banyaknya flok yang terbentuk maka tinggi
endapan akan semakin besar.
Berdasarkan grafik hasil percobaan (tinggi endapan vs koagulan), tinggi endapan semakin
besar seiring dengan penambahan jumlah koagulan yang ditambahkan. Pada dosis koagulan
0,2 gr/L tinggi endapan adalah 3 mL, pada dosis koagulan 0,3 gr/L tinggi endapan adalah 6,5
mL, pada dosis koagulan 0,4 gr/L tinggi endapan adalah 7 mL, pada dosis koagulan 0,5 gr/L
tinggi endapan adalah 10 mL, pada dosis koagulan 0,6 gr/L tinggi endapan adalah 8,5 mL,
dan pada dosis koagulan 0,7 gr/L tinggi endapan adalah 11 mL. Dari data tersebut semakin
banyak dosis koagulan yang ditambahkan maka tinggi endapan semakin tinggi. Hanya saja
pada dosis 0,5 gr/L dan dosis 0,6 gr/L tinggi endapan sama, yaitu 10 mL. Hal ini disebabkan
karena pada penambahan koagulan saat proses koagulasi sempat ada yang terjatuh sehingga
jumlah koagulan tidak sama lagi seperti yang seharusnya. Namun, ketidak sempurnaan dalam
pengadukan juga bisa mempengaruhi tinggi endapan yang terbentuk karena masih ada
pengotor yang membentuk flok-flok. Akan tetapi dari hasil percobaan ini bila dilihat
semakin banyak jumlah dosis yang ditambahkan maka semakin tinggi endapannya. Hasil
percobaan ini terdapat kesesuaian dengan teori bahwa semakin banyak dosis koagulan yang
ditambahkan maka semakin tinggi endapannya. Pengukuran tinggi endapan dilakukan
sebanyak 3 kali yaitu pada mnit ke-30, mnit ke 60 dan pada jam ke-22. Pengukuran sebanyak
3 kali ini dilakukan karena pada menit ke 30 masih terlihat flok-flok yang terbentuk masih
mengapung dan belum terendapkan oleh karena itu dilakukan pengukuran pada menit ke 60.
Akan tetapi pada menit ke 60 pun flok-flok masih ada yang belum terendapkan. Dikarenakan
flok-flok sangat lama untu terendapkan maka dilakukan pengukuran pada jam ke-22. Dari
ketiga pengukuran ini terlihat semakin lama waktu sedimentasi maka tinggi endapan semakin
banyak. Hal ini dikarenakan semakin lama waktu yang diberikan untuk sedimentasi, maka
lebih banyak flok-flok terendapkan. Pada dosis 0,3 gr/L, 0,4 gr/L,0,5 gr/L, 0,6 gr/L, 0,7 gr/L
tinggi endapan meningkat seiring lamanya waktu sedimentasi, kecuali pada dosis 0,2 gr/L
tinggi endapan awalnya meningkat pada menit ke 30 tinggi endapan 4,2 mL dan pada menit
ke-60 tinggi endapan 5 mL akan tetapi pada jam ke-22 tinggi endapan menurun menjadi 3
mL, hal ini dikarenakan pada saat penelitian corong imhoff pada dosis 0,2 gr/L ketika
pendiaman untuk jam ke-22 corong imhoff tersebut mengalami pembocoran sehingga
kemungkinan terdapat endapan yang keluar yang menyebabkan penurunan tinggi endapan.
Sedangkan pada pengaruh pH, pH limbah air sungai sebelum dilakukan koagulasi flokulasi
adalah 2, sedangkan setelah proses koagulasi flokulasi pH nya adalah sebesar 2. Apabila
dilihat sama sekali tidak ada perubahan pH sebelum dan sesudah proses koagulasi flokulasi,
artinya penggunaan koagulan asam jawa belum memiliki kemampuan untuk mengembalikan
pH ke keadaan netral. Sehingga bila akan digunakan koagulan biji asam jawa maka perlu
dilakukan pengolahan lebih lanjut sebelum langsung dibuang ke lingkungan untuk mengatasi
pH sehingga pH air setelah pengolahan adalah netral.
4.1 Penentuan dosis optimum asam jawa untuk mengurangi kekeruhan air sungai
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa semakin banyak jumlah dosis koagulan yang
ditambahkan maka semakin tinggi pula endapan yang terbentuk. Menurut teori semakin
banyak partikel koloid terendapkan maka semakin jernih filtratnya. Sehingga apabila semakin
tinggi endapan yang terbentuk maka kekeruhan pada filtranya pun semakin kecil. Dari hasil
percobaan telah didapatkan bahwa semakin tinggi dosis koagulan yang ditambahkan nilai
kekeruhannya pun semakin berkurang. Terlihat pada data percobaan yang didapat dosis 0,2
gr/L memiliki kekeruhan sebesar 22,98 NTU, dosis 0,3 gr/L memeiliki kekeruhan sebesar
17,39 NTU, dosis 0,4 gr/L memiliki kekeruhan sebesar 11,77 NTU, dosis 0,5 gr/L memiliki
kekeruhan sebesar 14,01 NTU, dosis 0,6 gr/L memiliki kekeruhan sebesar 10,71 NTU, dosis
0,7 gr/L memiliki kekeruhan sebesar 9,75 NTU. Sehingga hasil percobaan ini dapat dikatakan
semakin besar dosis koagulan maka nilai kekeruhannya semakin kecil. Hasil percobaan ini
terdapat kesesuaian dengan teori bahwa semakin banyak jumlah dosis koagulan yang
ditambahkan maka kejernihannya meningkat dan kekeruhannya semakin menurun.
Pengukuran kekeruhan dilakukan pada jam ke-22. Hal ini dikarenakan pada jam ke-22 tinggi
endapan optimum dan kemungkinan flok-flok yang belum terendapkan telah sedikit.
Sedangkan nilai kekeruhan apabila dibandingkan dengan nilai kekeruhan awal sebelum
dilakukan proses kaogulasi flokulasi adalah sebesar 40,88 NTU sedangkan setelah proses
koagulasi flokulasi kekeruhan berkurang 22,98 (bila dibandingkan dengan data dengan
kekeruhan yang paling rendah pada variasi dosis). Hal ini tentunya biji asam jawa cukup
optimal untuk menurunkan kekeruhan pada air limbah sungai karena dari hasil percobaan
nilai kekeruhan sesudah proses koagulai flokulasi dengan koagulan biji asam jawa terjadi
penurunan yang sangat besar dibandingkan dengan kekeruhan sebelum dilakukan proses
koagulasi flokulasi.
4.1 Kemampuan biji asam jawa sebagai koagulan apabila dikombinasikan dengan aquaclear
Pada percobaan ini digunakan kaogulan biji asam jawa dan flokulan aquaclear. Penambahan
aquaclear pada percobaan ini adalah sebagai flokulan. flokulan berperan sebagai pengikat
antara flok yang satu dengan flok yang lainnya, sehingga flok-flok tersebut bersatu menjadi
flok-flok yang lebih besar dan memungkinkan dapat mengendap lebih cepat. Setelah
dilakukan penambahan aquaclear sebagai flokulan maka didapatkan data bahwa semakin
tinggi dosis koagulan maka tinggi endapan semakin tinggi dan kekeruhannya pun semakin
menurun serta pH setelah proses koagulasi flokulasi adalah tetap yaitu pada pH 2
Pada grafik (kekeruhan vs koagulan + flokulan) dari hasil percobaan dapat dilihat bahwa
semakin banyak dosis yang ditambahkan maka nilai kekeruhannya semakin berkurang. Hal
ini sesuai dengan teori bahwa semakin banyak koagulan yang ditambahkan, semakin banyak
partikel yang terendapkan maka nilai kekeruhannya pun semakin berkurang. Dari hasil
percobaan yang didapat, tinggi endapan limbah sebelum adanya penambahan flokulan lebih
kecil dibandingkan tinggi endapan pada limbah setelah adanya penambahan flokulan. Hal ini
dapat dilihat pada rata-rata tinggi endapan berbagai variasi dosis tanpa penambahan aquaclear
adalah sebesar 7,82 dan rata-rata tinggi endapan dengan memakai aquaclear adalah 8,01.
Sehingga tinggi endapan lebih tinggi bila ditambahkan aquaclear. Begitupun dengan nilai
kekeruhan, rata-rata nilai kekeruhan tanpa aquaclear adalah 13,87 dan rata-rata kekeruhan
dengan memakai aquaclear adalah 14,04. Sehingga kekeruhan dengan koagulan dengan
penambahan aquaclear lebih rendah dibanding kekeruhan dengan koagulan tanpa
penambahan aquaclear. Sedangkan untuk pH setelah proses koagulasi flokulasi pH tidak
berubah yaitu tetap pada pH 2.