Laporan Kl 2 Aldo
-
Upload
ferialdo-alvonso -
Category
Documents
-
view
103 -
download
30
Transcript of Laporan Kl 2 Aldo
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang penelitian
Berdasarkan kurikulum yang ada di Program Studi Teknik Geologi , Fakultas
Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Nasional “V” Yogyakarta. Setiap
mahasiswa wajib mengikuti Pemetaan Geologi Mandiri. Kegiatan ini merupakan
salah satu syarat mengambil Tugas Akhir untuk mendapatkan gelar keserjanaan
pendidikan Strata 1.
Lokasi pemetaanberada di DaerahSomogede dan sekitarnya, Kecamatan
Wadaslintang, Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah. Daerah ini memiliki
fenomena geologi yang unik. Secara umum persebaran batuan dari utara menuju
selatan peta memiliki pola coarsening upward. Hal ini memiliki hubungan dengan
suatu proses geologi yang terjadi. Oleh karena itu, mahasiswa dituntutmengerti
tentang proses geologi yang terjadi serta mengkaitkanya dengan potensi geologi.
Selain itu, kegiatan ini akan mengasah pengalaman dan kemampuan
mahasiswa dalam melakukan pemetaan mandiri. Dimulai dari tahap pra pemetaan,
saat pemetaan dan pasca pemetaan. Mahasiswa dituntut menghasilkan data yang baik
dan dapat di pertanggungjawabkan serta berguna bagi masyarakat.
1.2 Maksud dan tujuan penelitian
Maksud dari kegiatan pemetaan geologi ini adalah untuk dapat memberikan
informasi keadaan geologi khususnya mengenai geomorfologi, stratigrafi, struktur
geologi, dan potensi geologi, dan juga sejarah geologi di daerah telitian dan
sekitarnya.
Tujuan dari kegiatan pemetaan geologi ini adalah agar peserta mampu
menginterpretasikan keadaan geologi dalam bentuk analisa geomorfologi, stratigrafi,
dan struktur, yang disajikan ke dalam bentuk peta, penampang stratigrafi terukur,
analisa laboratorium di dalam suatu laporan pemetaan geologi.
1
1.3 Lokasi penelitian dan kesampaian daerah
Lokasi Kegiatan Kuliah Pemetaan Geologi Mandiri 2014Kapling12 yaitu
Desa Sendangdalem, Desa Somogede dan sekitarnya, Kecamatan Wadaslintang,
Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah(gambar I.1).Adapun Peta Topografi
daerah penelitian yang tercantum pada (Gambar I.2). Daerah penelitian mempunyai
batas dengan Koordinat (Tabel 1.1):
Tabel 1.1 Koordinat kapling 12
No. Koordinat No Koordinat
1.X: 363000
Y: 91690003.
X: 369000
Y: 9169000
2.X: 363000
Y: 91650004.
X: 369000
Y: 9165000
Gambar 1.1. Peta lokasi daerah telitian (Google earth)
2
Gambar 1.2 Peta topografi lokasi daerah telitian
1.4 Waktu penelitian
Waktu pelaksanaan Pemetaan Geologi 2014 dapat dilihat pada Tabel
Pelaksanaan Kegiatan Acara Pemetaan (Tabel I.2):
Tabel I.2 Waktu pelaksanaan kegiatan acara pemetaan
KegiatanJuli Agustus September Oktober
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Kuliah Pemetaan
Konsultasi I
Kerja Studio
Konsultasi II
Ujian Proposal
Pembekalan
Persiapan Lapangan
Pemetaan Lapangan
3
Konsultasi III
Analisa Laboratorium
Pengumpulan Laporan
Ujian Akhir
1.5 Rumusan masalah
Permasalahan geologi yang menjadi penekanan pada penelitian ini yaitu :
1. Geomorfologi
Permasalahan yang timbul mencakup proses dan aktivitas erosi serta denudasi
yang dikaitkan dengan bentuk benatng alam di daerah telitian, yang meliputi :
a. Macam satuan geomorfologi daerah telitian.
b. Macam pola aliran, perbukitan dan konfigurasi sungai.
c. Tingkat stadia erosi daerah telitian.
d. Faktor yang mengontrol pembentukan bentang alam tersebut.
e. Pengaruh struktur geologi terhadap keadaan bentang alam sekarang.
2. Stratigrafi
Permasalahan stratigrafi yang dapat dijumpai dalam pemetaan geologi kali ini
dan merupakan sesuatu yang harus dicapai oleh peneliti meliputi :
a. Lithologi dan penyebaran setiap satuan batuan.
b. Hubungan masing-masing batuan.
c. Ketebalan masing-masing batuan.
d. Mekanisme dan lingkungan pengendapannya.
3. Struktur Geologi
Permasalahan struktur geologi yang dapat dijumpai dalam pemetaan geologi
kali ini dan merupakan sesuatu yang harus dicapai oleh peneliti meliputi:
a. Pola, jenis dan kedudukan struktur yang berkembang.
b. Mekanisme dan gaya yang bertanggung jawab terhadap pembentukan
struktur.
c. Hubungan antara struktur dan bentang alam daerah telitian.
4
4. Potensi Geologi
Permasalah Potensi geologi yang dapat dijumpai dalam pemetaan geologi kali
ini dan merupakan sesuatu yang dapat dicapai oleh peneliti meliputi:
a. Potensi Positif yang ada daerah telitian
b. Potensi Negatif yang ada daerah telitian
c. Solusi terhadap potensi negatif yang ada pada daerah telitian
1.6 Hasil penelitian
Hasil yang diharapkan dalam pemetaan ini adalah:
Peta Lintasan Pengamatan
Peta geomorfologi
Peta Geologi
Peta pola pengaliran
Penampang stratigrafi terukur
1.7 Manfaat penelitian
1.7.1 Manfaat bagi keilmuan
Manfaat pemetaan ini dari segi keilmuan yaitu memberikan kesempatan bagi
penulis untuk mengaplikasikan ilmu geologi yang diperoleh selama perkuliahan
untuk diterapkan dilapangan. Dengan mempelajari tatanan geologi zona serayu
selatan meliputi aspek geomorfologi, struktur geologi, dan stratigrafi daerah telitian.
1.7.2 Manfaat bagi institusi
Hasil Pemetaan geologi ini institusi yaitu dapat digunakan sebagai referensi
maupun sebagai database untuk teknik geologi Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” yogyakarta.
5
1.7.3 Manfaat bagi masyarakat
Mendapatakan informasi dari datar lapangan yang telah di olah secara jelas
dan semudah mungkin untuk di terima oleh masyarakat sekitar mengenai kondisi
geologi daerah telitian. Sehingga dapat mengurangi resiko geologi jika itu berbahaya
dan untuk mengetahui manfaat dari ilmu geologi jika output bernilai positif.
1.7.4 Manfaat bagi pemerintah
Menyampaikan Informasi dari kondisi geologi pada daerah telitian dan
meminimalisir bencana geologi serta sebagi bahan koreksi atau bahan pertimbangan
kondisi geologi suatu daerah sehingga memperdetail data suatu daerah.
1.8 Batasan penelitian
Ruang lingkup pemetaan ini dibatasi pada tinjauan masalah geologi dan studi
struktur geologi. Permasalahan umum pada daerah penelitian, dibatasi pada empat
aspek utama, yaitu:
a. Geomorfologi, yang terdiri dari: pembagian satuan geomorfologi
berdasarkan bentuk morfologi dan morfogenesa, proses-proses endogen
dan eksogen, bentuk-bentuk dan tahapan erosi dan geomorfik.
b. Stratigrafi, meliputi: urutan stratigrafi, ciri litologi tiap satuan, umur tiap
satuan batuan, lingkungan pengendapan dan hubungan antar satuan
batuan
c. Struktur Geologi, meliputi: arah utama tegasan yang bekerja, struktur
geologi yang terbentuk, analisis struktur geologi pada daerah pemetaan.
6
BAB 2
METODELOGI DAN TAHAPAN PENELITIAN
2.1 Tahapan pendahuluan
Meliputi tahap persiapan pemetaan berupa studi pustaka terpilih, Penentuan
Lokasi Penelitian, Pengadaan Peta topografi Lokasi Penelitian, Analisis Peta
Topografi.
Pada Daerah Penelitian merupakan salah satu bagian dari zona serayu selatan.
Studi pustaka dilakukan untuk memperoleh informasi dasar sebelum melakukan
penelitian lapangan, baik mengetahui fisiografi regional, geologi regional, maupun
metodologi yang digunakan. Penentuan Lokasi Penelitian sudah ditentukan dari
pembagian kelompok dan wilayah pemetaan oleh koordinator Kuliah Lapangan
Geologi Mandiri 2014. Diharapkan agar peneliti dapat memberikan penyelesian
terhadap rumusan masalah yang peneliti cantumkan pada sub-bab sebelumnya.
Untuk Pengadaan Peta Topografi digunakan sebagai dasar wilayah penelitian, agar
dapat mengetahui batasan daerah penelitian. Sedangkan Analisis Peta topografi
bertujuan untuk menginterpretasikan pola kelurusan struktur, penyebaran litologi,
maupun geomorfologi berdasarkan kelurusan bukit, pegunungan, sungai, serta
anomali topografi lainnya.
2.2 Tahapan penelitian lapangan
Berupa pemetaan geologi permukaan menggunakan peta skala 1 : 12.500
yang bertujuan memperoleh data primer (data-data geologi) yang dijumpai selama
Dilapangan. Secara detail, pengambilan data lapangan meliputi :
a. Observasi singkapan, meliputi deskripsi, pengamatan variasi litologi, pembatas
profil, dan pengukuran penampang stratigrafi terukur, hipotesa sementara
mencakup sedimentologi dan stratigrafi, serta pengambilan sampel batuan
untuk dianalisis.
b. Observasi Kenampakan Struktur permukaan, meliputi kenampakan struktur
geologi sekunder seperti kekar, sesar, dan lipatan. Dalam obeservasi sesar
7
dilakukan pengambilan data seperti bidang sesar, gores garis, shear fracture,
gash fracture, ataupun arah breksisasi.
c. Observasi Geomorfologi, dengan pengamatan morfologi dan bentang alam,
stadia erosi, tipe genetik sungai serta penentuan satuan geomorfik di daerah
penelitian.
d. Dokumentasi, meliputi pencatatan data di buku lapangan, pembuatan peta
lintasan, pembuatan peta geologi kasaran (sementara), pembuatan peta
geomorfologi (sementara), pembuatan penampang stratigrafi terukur ,
pembuatan lintasan penampang stratigrafi terukur, serta pembuatan laporan
sementara.
2.3 Tahapan analisis data
Pada tahapan ini dilakukan beberapa analisa laboratorium dan studio pada
sampel dan data yang didapat, analisa yang dilakukan antara lain:
a. Analisis Satuan Geomorfologi, diantaranya menentukan stadia erosi dan tipe
genetik sungai.
b. Analisis Mikropaleontologi, untuk menentukan umur relatif dan lingkungan
batimetri
c. Analisis Petrografi, digunakan untuk mengetahui jenis batuan dan apasaja
yang terkandung dalam batuan tersebut
d. Analisis Sedimentologi dan Stratigrafi, dalam analisis sedimentologi dapat
berupa analisis kalsimetri dan sebagainya, dan untuk analisis stratigrafi
seperti pengukuran penampang stratigrafi terukur dan menetukan lingkungan
pengendapan berdasarkan sedimentologi.
e. Analisis Struktur Geologi, digunakan untuk mengetahui data struktur yang
didapat di lokasi penelitian, dapat menggunakan stereonet, maupun
menggunakan software dips.
2.4 Tahapan penyusunan laporan dan penyajian data
Merupakan tahapan penyusunan laporan dan konsultasi yang merupakan
bagian akhir dari keseluruhan proses yang dilakukan oleh peneliti yang dirangkum
dalam sebuah laporan meliputi :
8
a. Konsultasi data lapangan dan analisa laboratorium.
b. Konsultasi peta lintasan
c. Konsultasi peta geomorfologi, pola pengaliran
d. Konsultasi peta geologi
e. Measured Section (MS)/ Penampang Stratigrafi Terukur
f. Penyusunan laporan akhir
2.5 Diagram alir penelitian
Gambar 2.1 Diagram alir pemetaan geologi
9
2.6 Landasan teori
2.6.1 Petrologi
2.6.1.1 Batuan beku
Batuan beku adalah batuan yang terjadi dari pembekuan larutan silikat
cair, pijar,bersifat mudah bergerak yang kita kenal dengan nama magma.
JENIS BATUAN
Klasifikasi berdasarkan tekstur dan komposisi mineral
Berdasarkan ukuran besar butir dan tempat terbentuknya , batuan beku dapat
dibagimenjadi dua : yaitu Batuan beku volkanik dan Batuan beku plutonik.
a. Batuan Beku Volkanik
Batuan beku volkanik adalah batuan beku yang terbentuk di atas atau di
dekatpermukaan bumi (intrusi dangkal). Menurut ( Williams 1983 ), batuan beku
yangberukuran kristal kurang dari 1 mm adalah kelompok batuan volkanik,
terutamakehadiran masa gelas.
b. Batuan Plutonik
Batuan beku yang terbentuk pada kedalaman yang sangat besar dan
mempunyaiukuran kristal lebih dari 1 mm.
Klasifikasi berdasarkan kimiawi
Klasifikasi ini telah lama menjadi standar dalam Geologi ( Hughes , 1962 ),
dandibagi dalam empat golongan , yaitu :
a. Batuan beku asam , bila batuan beku tersebut mengandung lebih 66
%SiO2.Contoh batuan ini Granit dan Riolit.
b. Batuan beku menengah atau Intermediet , bila batuan tersebut
mengandung52% -66% SiO2.Contoh batuan ini adalah Diorit dan Andesit.
c. Batuan beku basa , bila batuan tersebut mengandung 45% - 52% SiO2.
Contohbatuan ini adalah Gabro dan Basalt.
d. Batuan beku ultra basa , bila batuan beku tersebut mengandung kurang
dari45% SiO2 . Contoh batuan tersebut adalah Peridotit dan Dunit.
10
STRUKTUR
Struktur batuan beku adalah bentuk batuan beku dalam skala yang besar,
seperti lavabantal yang terbentuk di lingkungan air (laut), seperti lava bongkah,
struktur aliran danlain-lainnya. Suatu bentuk struktur batuan sangat erat sekali
dengan waktu terbentuknya.
Macam-macam struktur batuan beku adalah :
a. Masif, apabila tidak menunjukkan adanya fragmen batuan lain yang tertanam
dalam tubuhnya.
b. Pillow lava atau lava bantal, merupakan struktur yang dinyatakan pada
batuanekstrusi tertentu , yang dicirikan oleh masa berbentuk bantal dimana
ukuran daribentuk ini adalah umumnya 30 - 60 cm dan jaraknya bedekatan, khas
padavulkanik bawah laut .
c. Joint, struktur yang ditandai oleh kekar-kekar yang tertanam secara tegak
lurusarah aliran. Struktur ini dapat berkembang menjadi columnar jointing.
d. Vesikuler, merupakan struktur batuan beku ekstrusi yang ditandai dengan
lubang-lubangsebagai akibat pelepasan gas selama pendinginan.
e. Skoria, adalah struktur batuan yang sangat vesikuler (banyak lubang
gasnnya).
f. Amigdaloidal, struktur dimana lubang-lubang keluar gas terisi oleh
mineralmineralsekunder seperti zeolit, karbonat dan bermacam silika.
g. Xenolith, struktur yang memperlihatkan adanya suatu fragmen batuan yang
masukatau tertanam ke dalam batuan beku. Struktur ini terbentuk sebagai
akibatpeleburan tidak sempurna dari suatu batuan samping di dalam magma
yangmenerobos.
h. Autobreccia, struktur pada lava yang memperlihatkan fragmen-fragmen dari
lavaitu sendiri.
11
TEKSTUR
Tekstur dalam batuan beku merupakan hubungan antar mineral atau
mineraldengan masa gelas yang membentuk masa yang merata pada
batuan. Selamapembentukan tekstur dipengarui oleh kecepatan dan stadia
kristalisasi. Yang keduatergantung pada suhu, komposisi kandungan gas,
kekentalan magma dan tekanan. Dengandemikian tekstur tersebut merupakan
fungsi dari sejarah pembentukan batuan beku.Dalam hal ini tekstur tersebut
menunjukkan derajat kristalisasi (degree of crystallinity),ukuran butir (grain
size), granularitas dan kemas (fabric), ( Williams, (1982); Huang,(1962 ).
1. Derajat kristalisasi
Derajat kristalisasi merupakan keadaan proporsi antara masa kristal dan masa
gelasdalam batuan. Dikenal ada tiga kelas derajat kristalisasi, yaitu :
a) Holokristalin : apabila batuan tersusun seluruhnya oleh masa kristal.
b) Hipokristalin : apabila batuan tersusun oleh masa kristal dan gelas.
c) Holohylalin : apabila batuan seluruhnya tersusum oleh masa gelas.
2. Granularitas
Granularitas merupakan ukuran kristal dalam batuan beku, dapat sangat halus
yangtidak dapat dikenal meskipun menggunakan mikroskop, tetapi dapat pula
sangat kasar.Umumnya dikenal dua kelompok ukuran kristal, yaitu afanitik dan
fanerik.
a. Afanitik
Dikatakan afanitik apabila ukuran kristal individu kristal sangat halus, sehingga
tidakdapat dibedakan dengan mata telanjang.
b. Fanerik
Kristal individu yang termasuk kristal fanerik dapat dibedakan menjadi
ukuranukuran:
- Halus, ukuran diameter rata-rata kristal individu < 1 mm.
- Sedang, ukuran diameter kristal 1 mm - 5 mm.
- Kasar, ukuran diameter kristal 5 mm - 30 mm.
- Sangat kasar, ukuran diameter kristal > 30 mm.
12
3. Kemas
Kemas meliputi bentuk butir dan susunan hubungan kristal dalam suatu batuan.
a. Bentuk kristal
Ditinjau dari pandangan dua dimensi, dikenal tiga macam :
- Euhedral, apabila bentuk kristal dan butiran mineral mempunyai bidang
kristalyang sempurna.
- Subhedral, apabila bentuk kristal dari butiran mineral dibatasi oleh sebagian
bidangkristal yang sempurna.
- Anhedral, apabila bentuk kristal dari butiran mineral dibatasi oleh sebagian
bidangkristal yang tidak sempurna.
Secara tiga dimensi dikenal :
- Equidimensional, apabila bentuk kristal ketiga dimensinya sama panjang.
- Tabular, apabila bentuk kristal dua dimensi lebih panjang dari satu dimensi
lain.
- Irregular, apabila bentuk kristal tidak teratur.
b. Relasi
Merupakan hubungan antara kristal satu dengan yang lain dalam suatu batuan
dariukuran dikenal :
1) Equiqranular, apabila mineral mempunyai ukuran butir yangrelatif seragam,
terdiri dari :
- Panidiomorfik granular, yaitu sebagian besar mineral berukuran seragam
daneuhedral. Bentuk butir euhedral merupakan penciri mineral-mineral
yangterbentuk paling awal, hal ini dimungkinkan mengingat ruangan yang
tersediamasih sangat luas sehingga mineral-mineral tersebut sampai
membentuk kristalsecara sempurna.
- Hipiodiomorfik granular, yaitu sebagian besar mineralnya berukuran
relatifseragam dan subhedral. Bentuk butiran penyusun subhedral atau kurang
sempurnayang merupakan penciri bahwa pada saat mineral terbentuk, maka
rongga atauruangan yang tersedia sudah tidak memadai untuk memadai untuk
dapatmembentuk kristal secara sempurna.
13
- Allotriomorfik granular, yaitu sebagian besar mineralnya berukuran relatif
seragam dan anhedral. Bentuk anhedral atau tidak beraturan sama
sekalimerupakan pertanda bahwa bahwa pada saat mineral-mineral penyusun
initerbentuk hanya dapat mengisi rongga yang tersedia saja. Sehingga
dapatditafsirkan bahwa mineral-mineral anhedral tersebut terbentuk paling
akhir darirangkaian proses pembentukan batuan beku.
2) Inequigranular, apabila mineralnya mempunyai ukuran butir tidak sama ,
antaralain terdiri dari :
- Porfiritik , adalah tekstur batuan beku dimana kristal besar (fenokris)
tertanamdalam masa dasar kristal yang lebih halus.
- Vitroverik , apabila fenokris tertanam dalam masa dasar berupa gelas.
3) Tekstur khusus batuan beku
Karakter tekstur ditentukan oleh bentuk kristal, struktur, relasi, atau karakter
internaltelah memberikan bentuk khusus. Dalam beberapa kasus ditemukan
bahwa detail darisuatu batuan tidak bisa ditentukan tanpa menggunakan
mikroskop. Selain teksturmenunjukkan bentuk dan relasi antar kristal juga
menunjukkan pertumbuhan bersama antara mineral - mineral yang berbeda.
Berikut beberapa tekstur khusus dari batuan beku:
o Diabasik, yaitu tekstur dimana plagioklas tumbuh bersama dengan piroksen,
disini piroksen tidak terlihat jelas dan plagioklas radier terhadap piroksen.
o Trachitik, yaitu tekstur dimana fenokris sanidin dan piroksen tertanam
dalammasa dasar kristal sanidin yang relatif tampak penjajaran dengan isian
butir-butirpiroksen, oksida besi dan aksesori mineral.
o Intergranular adalah tekstur batuan beku yang memiliki ruang antar
plagioklasditempati oleh kristal-kristal piroksen, olivin atau biji besi.
14
KOMPOSISI MINERAL
Menurut (Walker T. Huang 1962), komposisi mineral dikelompokkan menjadi
tigakelompok mineral yaitu :
A. Mineral Utama
Mineral-mineral ini terbentuk langsung dari kristalisasi magma dan
kehadirannyasangat menentukkan dalam penamaan batuan.
1. Mineral felsic (mineral berwarna terang dengan densitas rata-rata 2,5 - 2,7),
yaitu:
- Kuarsa ( SiO2 ).
- Kelompok felspar, terdiri dari seri felspar alkali (K, Na) AlSi3O8. Seri
feldsparalkali terdiri dari sanidin, orthoklas, anorthoklas, adularia dan
mikrolin. Seriplagioklas terdiri dari albit, oligoklas, andesin, labradorit,
biwtonit dan anortit.
- Kelompok felspatoid (Na, K Alumina silika), terdiri dari nefelin, sodalit,
leusit.
2. Mineral mafik (mineral-mineral feromagnesia dengan warna gelap dan
densitasrata-rata 3,0 - 3,6), yaitu :
- Kelompok olivin, terdiri dari fayalite dan forsterite.
- Kelompok piroksen, terdiri dari enstatite, hiperstein, augit, pigeonit, diopsid.
- Kelompok mika, terdiri dari biotit, muskovit, plogopit.
- Kelompok Amphibole, terdiri dari antofilit, cumingtonit, hornblende, rieberkit,
tremolit, aktinolite, glaukofan, dll.
B. Mineral Sekunder
Merupakan mineral-mineral ubahan dari mineral utama, dapat dari hasil
pelapukan,hidrotermal maupun metamorfisma terhadap mineral-mineral utama.
Dengan demikianmineral-mineral ini tidak ada hubungannya dengan pembekuan
magma (non pirogenetik).
Mineral sekunder terdiri dari :
- Kelompok kalsit (kalsit, dolomit, magnesit, siderit), dapat terbentuk dari hasil
ubahan mineral plagioklas.
15
- Kelompok serpentin (antigorit dan krisotil), umumnya terbentuk dari hasil
ubahanmineral mafik (terutama kelompok olivin dan piroksen).
- Kelompok klorit (proktor, penin, talk), umumnya terbentuk dari hasil
ubahanmineral kelompok plagioklas.
- Kelompok serisit sebagai ubahan mineral plagioklas.
- Kelompok kaolin (kaolin, hallosit), umumnya ditemukan sebagai hasil
pelapukanbatuan beku.
C. Mineral Tambahan (Accesory Mineral)
Merupakan mineral-mineral yang terbentuk pada kristalisasi magma,
umumnya dalamjumlah sedikit. Termasuk dalam golongan ini antara lain :
- Hematite, Kromit, Muscovit, Rutile, Magnetit, Zeolit, Apatit dan lain-lain.
Nama Batuan
Penamaan lapangan batuan beku berdasarkan perbandingan K.feldspar dan
Plagioklas (Tabel 2.1):
Tabel 2.1: Penamaan batuan beku di lapangan
16
2.6.2 Batuan Piroklastik
Batuan piroklastik adalah batuan volkanik klastik yang dihasilkan
oleh serangkaian proses yang berkaitan dengan letusan gunungapi. Material
penyusun tersebut terendapkan dan terbatukan / terkonsolidasikan sebelum
mengalami transportasi (reworked) oleh air atau es ( Williams, 1982 ). Pada
kenyataanya batu an hasil kegiatan gunungapi dapat berupa aliran lava
sebagaimana diklasifikasikan dalam batuan beku atau berupa produk ledakan
(eksplosif) dari material yang bersifat padat, cair ataupun gas yang terdapat
dalam perut gunung.
Tabel 2.2: Kesetaraan batuan piroklastik dengan batuan sedimen
STRUKTUR DAN TEKSTUR BATUAN PIROKLASTIK
Seperti halnya batuan volkanik lainnya, batuan piroklastik mempunyai
strukturvesikuler, skoria dan amigdaloidal. Jika klastika pijar dilemparkan ke
udara dankemudian terendapkan dalam kondisi masih panas, memiliki
17
kecenderungan mengalami pengelasan antara klastika satu dengan lainnya.
Struktur tersebut dikenaldengan pengelasan atau welded.
1. Ukuran Butir Pada Piroklastik
Ukuran butiran pada piroklastika tersebut merupakan salah satu kriteria
untukmenamai batuan piroklastik tanpa mempertimbangkan cara terjadi
endapanpiroklastiktersebut.
2. Derajat Pembundaran ( Roundness )
Kebunda ran adalah nilai membulat atau meruncingnya bagian tepi butiran pada
batuan Sedimen Klastik sedang dampai Kasar. Kebundaran dibagi menjadi:
- Membundar Sempurna (Well Rounded) Hampir semua permukaan
cembung( Ekuidimensional ).
- Membundar (Rounded), Pada umumnya memiliki permukaan bundar,
ujungujungdan tepi butiran cekung.
- Agak Membundar (Subrounded), Permukaan umumnya datar dengan
ujung-ujung yang membundar.
- Agak Menyudut (Sub Angular), Permukaan datar dengan ujung-ujung yang
tajam.
- Menyudut (Angular), permukaan kasar dengan ujung-ujung butir runcing
dantajam.
3. Derajat Pemilahan ( Sorting )
Pemilahan adalah keseragaman ukuran besar butir penyusun batuan endapan /
sedimen. Dalam pemilahan dipergunakan pengelompokan sebagai berikut :
- Terpilah baik (we ll sorted). Kenampakan ini diperlihatkan oleh
ukuranbesar butir yang seragam pada semua komponen batuan sedimen.
- Terpilah buruk (poorly sorted) merupakan kenampakan pada
batuansediment yang memiliki besar butir yang beragam dimulai dari
lempung hingga kerikil atau bahkan bongkah.
- Selain dua pengelompokan tersebut adakalanya seorang peneliti
menggunakan pemilahan sedang untuk mewakili kenampakan yang
agak seragam.
18
KOMPOSISI MINERAL BATUAN PIROKLASTIK
A. Mineral-Mineral Sialis
Merupakan kelompok mineral yang mengandung kandungan SiO2
yang dominan sehingga warna menjadi felsik.
Kuarsa (Si02), ditemukan hanya pada batuan gunungapi yang kaya
kandungansilika atau bersifat asam.
Felspar, baik alkali maupun kalsium felspar (Ca).
Felspatoid, merupakan kelompok mineral yang terjadi jika kondisi
larutanmagma dalam keadaan tidak atau kurang jenuh silika.
B. Mineral Ferromagnesian
Merupakan kelompok mineral yang kaya kandungan Fe dan Mg
silikat yangkadang-kadang disusul oleh Ca silikat. Mineral tersebut hadir berupa
kelompokmineral
Piroksen, mineral penting dalam batuan gunung api
Olivin, merupakan mineral yang kaya akan besi dan magnesium dan miskin
silika.
Hornblende, biasanva hadir dalam andesit
Biotit , merupakan mineral mika yang terdapat dalam batuan volkanik
berkomposisi intermediet hingga asam.
C. Mineral Tambahan
Yang sering hadir adalah ilmenit dan magnetit. keduanva merupakan
mineral bijih.Selain itu seringkali didapati mineral senyawa sulfida atau sulfur
murni.
D. Mineral Ubahan
Dalam batuan piroklastik mineral ubahan seringkali muncul saat
batuanterlapukkan atau terkena alterasi hidrotermal. Mineral tersebut seperti:
klorit, epidot,serisit, limonit, montmorilonit dan lempung, kalsit.
19
Nama batuan :
Nama batuan piroklastik berdasarkan tabel dibawah ini:
Tabel 2.3: Nama endapan dan batuan piroklastik berdasarkan ukuran butirnya.
2.6.1.3 Batuan Sedimen
JENIS BATUAN
1. Batuan sedimen klastik, yaitu batuan sedimen yang terbentuk dari
pengendapan kembali rombakan atau pecahan batuan asal, baik batuan asal yang
berasal dari batuan beku, metamorf maupun batuan sedimen itu sendiri.
2. Batuan Sedimen Non-Klastik, yaitu batuan sedimen yang terbentuk dari
hasil reaksi kimia ataupun kegiatan organime. (pettijhon,1975)
20
STRUKTUR
UNTUK BATUAN SEDIMEN KLASTIK
Faktor yang mempengaruhi kenampakan struktur perlapisan yaitu
Perbedaan warna mineral, Perbedaan besar ukuran butir, Perbedaan komposisi
mineral, Perubahan macam batuan, Perubahan struktur sedimen, Perubahan
kekompakan.
a. Stuktur primer, yaitu struktur yang terbentuk bersamaan dengan proses
sedimentasi. Contoh :Perlapisan sejajar, Perlapisan bersusun (graded
bedding), Gelembur geombang (current ripple), Perlapisan silang-siur (cross
bedding), konvolut, dll
b. Struktur Sekunder, yaitu struktur yang terbentuk setelah proses sedimentasi.
Contoh: Rekah kerut (mud cracks), Cetak beban, Cetak suling,
c. Struktur organik, yaitu struktur yang terbentuk akibat organisme. Bioturbasi,
jejak organisme, dll.
UNTUK BATUAN SEDIMEN NON KLASTIK
a. Fossiliferous, struktur yang menunjukkan adanya fosil
b. Oolitik, struktur dimana fragmen klastik diselubungi oleh mineral non-
klastik, bersifat konsentris dengan diameter kurang dari 2mm.
c. Pisolitik, sama dengan oolitik tetapi ukuran diameternya lebih dari 2mm
d. Konkresi, sama dengan oolitik tapi tidak konsentris
e. Cone in cone, struktur batugamping kristalin berupa pertumbuhan kerucut.
f. Bioherm, tersusun oleh organisme murni insitu
g. Biostorm, seperti bioherm namun bersifa klastik
h. Septaria, sejenis konkresi tapi tidak memiliki lempungan
TEKSTUR
UNTUK BATUAN SEDIMEN KLASTIK
a. Ukuran butir, suatu ukuran yang menyatakan besar atau kecilnya ukuran
butir pada batuan sedimen. Dalam hal ini kita mengacu pada wenworth, 1922
untuk batuan sedimen silika, dan grabau, 1913 untuk batuan sedimen
karbonat.
21
Tabel 2.4: Ukuran butir batuan sedimen
b. D. Pembundaran, nilai membulat atau meruncingnya bagian tepi butiran
pada batuan sedimen klastik, yaitu Well Rounded, Rounded, Subrounded,
Subangular, Angular
Gambar 2.2 Derajat kebundaran butiran
22
c. D. Pemilahan, yaitu tingkat keseragaman antar butir batuan sedimen klastik,
yaitu Very Well Sorted, Well Sorted, Moderately Sorted, Poorly Sorted,
Very Poorly Sorted
Gambar 2.3 Derajat pemilahan
d. Kemas, hubungan antar butir penyusun batuan sedimen.
- Kemas terbuka, didukung oleh matriks (matriks supported), sebagian
besar butiran terpisah satu dengan yang lain.
- Kemas tertutup, didukung oleh butiran ( grain supported), sebagian
besar butirn saling bersinggungan.
UNTUK BATUAN SEDIMEN NON KLASTIK
a. Amorf, terdiri dari mineral yang tidak membentuk kristal-kristal.
b. Kristalin, terdiri dari kristal yang saling interlocking.
Komposisi Mineral :
UNTUK BATUAN SEDIMEN SILIKA
a. Fragmen, partikel paling besar penyusun batuan, dapat terdiri dari pecahan
fragmen batuan, mineral, cangkang, ataupun zat organik lainnya.
b. Matrik, material lebih halus dari fragmen, dapat berupa mineral, batuan lain,
cangkang dll
c. Semen, material pengisi rongga yang mengikat antar butir sedimen. Silika,
(kalsedon dan kuarsa), Karbonat (kalsit dan dolomit), Oksida besi (limonit,
hematit, dan siderit)
23
UNTUK BATUAN SEDIMEN KARBONAT
a. Allochem, merupakan butiran karbonat yang berukuran pasir-kerikil, yang
berasal dari sedimen klastik.
- Skeletal Grain (Butiran kerangka), merupakan bagian yang keras daari
organisme dalam batugamping, baik itu masih utuh, maupun yang
sudah pecah. Contoh : fragmen koral, molusca, ganggang,
echinodermata, bryozoa, foraminifera.
- Detrital Grain ( Butiran Rombakan), adalah merupakan hasil rombakan
dari batuan yang telah ada sebelumnya. Pembentukkannya berlangsung
sesaat setelah pengendapan berlangsung. Contoh: Lithoklas, Intraklas.
- Pellets, merupakan butiran masif, berbentuk ellips ataupun oval dan
tidak menunjukkan adanya struktur internal. Yang termasuk
didalamnya Fecal pellet dan favreina.
- Lumps, merupakan butiran karbonat yang komposit (mengelompok)
dan mempunyai kenampakan bentuk permukaan yang tidak teratur.
- Butiran yang berlapis konsentrik, merupakan butiran karbonat yang
mempunyai sebuah inti yang dikelilingi oleh beberapa selaput tipis
CaCO3 secara konsentrik. Contoh oolit, pisolit,dll
b. Mikrit, merupakan partikel karbonat yang berukuran sekitar kurang dari 4
mikron dan secara mikroskopis akan mempunyai kenampakan yang keruh
kecoklatan.
c. Sparit, komponen karbonat yang berupa kristal kalsit yang jelas dan secara
mikroskopis akan mempunyai kenampakan yang jernih, yaitu berukuran
0,02-1mm, berperan sebagai material pengisi ruang antar butir ataupun
suatu rekahan (cavity filting) dan terbentuk saat diagenesa.
Penamaan Batuan :
Untuk batuan sedimen silisiklastik berdasarkan ukuran butir WENWORTH,
1922. Contoh ukuran butir pasir nama batuan batupasir. Sedangkan untuk batuan
sedimen karbonat klastik menurut GRABAU, 1913. Contoh ukuran butir arenit
nama batuan kalkarenit.
24
Untuk batuan sedimen silika non klastik berdasarkan komposisi mineralnya:
misalnya monomineralik karbon namanya batubara, sedangkan monomineralik
silika namanya rijang.
Untuk batuan sedimen karbonat banyak klasifikasinya yang biasa digunakan
Dunham (1962), Embry Klovan (1971), Folk (1959), Koesoemadinata (1981),
Pettijhon (1957).
Tabel 2.5: Penamaan batupasir
25
2.6.2 Prinsip Stratigrafi
2.6.2.1 Hukum Dasar Geologi
1. Low of Superposisi (Superposisi)
“In an undisturbed rock sequence, the bottom layer of rock is older than the
layer above it, or The younger strata at the top in an undisturbed sequence of
sedimentary rocks.” (STENO, 1669)
Dalam keadaan normal, lapisan yang berada dibawah lebih tua daripada
lapisan diatasnya. Dengan kata lain lapisan yang muda berada pada lapisan atas.
Gambar 2.4 Lapisan batuan secara vertikal
2. Law of Original Horizontality (Horizontalitas)
“Sedimentary rocks are laid down in horizontal or nearly horizontal layers,
or Sedimentary strata are laid down nearly horizontally and are essentially
paralel to the surface upon which they acummulate.”(STENO,1669)
“Lapisan-lapisan sedimen diendapkan mendekati horisontal dan pada
dasarnya sejajar dengan bidang permukaan dimana lapisan sedimen tersebut
diendapkan.”Susunan Lapisan yang tidak horizontal berati sudah mengalami
proses geologi setelah pengendapannya.
26
Gambar 2.5 Pengendapan batuan dalam suatu cekungan
3. Law Of Original Continuity (Kesinambungan)
“The original continuity of water-laid sedimentary strata is terminated only
by pincing out againts the basin of deposition, at the time of their deposition.”
(STENO,1669)
Lapisan sedimen diendapkan secara menerus dan bersinambungan
(continuity), sampai batas cekungan sedimentasinya. Lapisan sedimen tidak
mungkin terpotong secara tiba-tiba, dan berubah menjadi batuan lain dalam
keadaan normal. Pada dasarnya hasil suatu pengendapan yakni bidang perlapisan,
akan menerus walaupun tidak kasat mata.
Foto 2.1 Kemenerusan lapisan
27
Keselarasan Dan Ketidakselarasan
Keselarasan (Conformity): adalah hubungan antara satu lapis batuan dengan
lapis batuan lainnya diatas atau dibawahnya yang kontinyu (menerus), tidak
terdapat selang waktu (rumpang waktu) pengendapan. Secara umum di lapangan
ditunjukkan dengan kedudukan lapisan (strike/dip) yang sama atau hampir sama,
dan ditunjang di laboratorium oleh umur yang kontinyu.
Ketidak Selarasan (Unconformity): adalah hubungan antara satu lapis batuan
dengan lapis batuan lainnya (batas atas atau bawah) yang tidak kontinyu (tidak
menerus), yang disebabkan oleh adanya rumpang waktu pengendapan. Secara
umum Dibagi menjadi 3 yaitu Angular Unconformity (ketidakselarasan
menyudut), Disconformity (sedimen dan sedimen), Nonconformity (Sedimen dan
kristalin).
Gambar 2.6 Ketidakselarasan
6. Law of Faunal Succession (Urutan Fauna)
“ Fossils occur in a definite, invariable sequence in the geologic record.”
Urutan bentuk kehidupan yang diamati dalam rekaman geologi. Fosil yang hidup
pada masa sebelumnya akan digantikan (terlindih) dengan fosil yang ada
sesudahnya, dengan kenampakan fisik yang berbeda (karena evolusi). Perbedaan
fosil ini bisa dijadikan sebagai pembatas satuan formasi dalam lithostratigrafi atau
dalam koreksi stratigrafi dan mengetahui lingkunan sebelum terfossilkan.
28
Gambar 2.7 Faunal Succession
Law of Uniformitarism
“In examining things present, we have data from which to reason with regards
to that which is to happen hereafter. Therefore, upon the superposision that the
operations on nature are equable and steady, we find, in natural appearences,
means for concluding a certain portion of time to have necesserily elapsed in the
production of these events of which we see the effects (Hutton, p.217).”
(HUTTON,1975)
Modified Statement :“The Present is the key to the past.”
Gambar 2.8 Ilustrasi Law of Uniformitarisme
29
2.6.3 Geomorfologi
2.6.3.1 Aspek Geomorfologi
Menurut Verstappen (1985) ada empat aspek utama dalam analisa
pemetaan geomorfologi yaitu :
1. Morfologi: studi bentuk lahan yang mempelajari relief secara umum dan
meliputi:
a. Morfografi adalah susunan dari obyek alami yang ada dipermukaan bumi,
bersifat pemerian atau deskriptif suatu bentuklahan, antara lain lembah, bukit,
bukit, dataran, gunung, gawir, teras, beting, dan lain-lain.
b. Morfometri adalah aspek kuantitatif dari suatu aspek bentuk lahan, antara
lain kelerengan, bentuk lereng, panjang lereng, ketinggian, beda tinggi, bentuk
lembah, dan pola pengaliran.
2. Morfogenesa: asalusul pembentukan dan perkembangan bentuklahan serta
proses–proses geomorfologi yang terjadi, dalam hal ini adalah struktur geologi,
litologi penyusun dan proses geomorfologi merupakan perhatian yang penuh.
Morfogenesa meliputi :
a. Morfostruktur pasif: bentuklahan yang diklasifikasikan berdasarkan tipe
batuan yang ada kaitannya dengan resistensi batuan dan pelapukan (denudasi),
misal mesa, cuesta, hogback dan kubah.
Bentuklahan yang berkaitan dengan resistensi batuan (daya tahan batuan terhadap
pelapukan).
Langkah-langkah pengamatannya:
a) Batuan berbutir kasar umumnya lebih resisten bila dibanding batuan berbutir
halus.
b) Berdasarkan penjelasan di atas, maka batuan yang resisten akan ditunjukkan
oleh bentuklahan perbukitan atau punggungan dengan pola kontur yang rapat.
c) Pisahkan pola kontur rapat dan renggang atau pisahkan pola kontur yang
menunjukkan daerah dataran dan perbukitan.
30
b. Morfostruktur aktif: berhubungan dengan tenaga endogen seperti
pengangkatan, perlipatan dan pensesaran, termasuk intrusi, misal gunungapi,
punggungan antiklin, gawir sesar dll.
Bentuklahan yang berhubungan dengan tenaga endogen seperti pengangkatan,
perlipatan dan pensesaran, serta kadang disertai dengan adanya intrusi.
Langkah-langkah pengamatannya:
a) Lapisan batuan dengan struktur horizontal, miring, terlipatkan (antiklin dan
siklin), tersesarkan (sesar naik, mendatar, dan normal), maupun bentukan
intrusi akan memperlihatkan bentuklahan yang khas.
b) Bentuklahan pada lapisan batuan yang terangkat, terlipat dan tersesarkan, atau
terintrusi akan memperlihatkan pola kontur yang khas.
c) Pisahkan pola kontur bergeser atau rapat dan renggang atau pisahkan pola
kontur yang menunjukkan dataran, perbukitan, atau gawir.
c. Morfodinamik: berhubungan dengan tenaga eksogen seperti proses air,
fluvial, es, gerakan masa, dan gunungapi, misal gumuk pasir, undak sungai,
pematang pantai, lahan kritis.Bentuklahan yang berhubungan dengan tenaga
eksogen seperti proses air, fluvial, es, gerakan masa, dan gunungapi.
Langkah-langkah pengamatannya:
a) Proses-proses air, fluvial, es, gerakan masa, dan gunungapi berlangsung
sangat cepat dan sekaligus dapat merubah topografi yang sudah ada semula.
b) Berdasarkan penjelasan di atas, maka identifikasi bentuklahan oleh aspek
morfodinamik adalah dengan memperhatikan bentuklahan yang berasosiasi
dengan proses-proses air, fluvial, es, gerakan masa, dan gunungapi tersebut.
c) Kenali dan deskripsi ciri-ciri bentuklahan yang berasosiasi dengan proses-
proses air, fluvial, es, gerakan masa, dan gunungapi tersebut.
3. Morfokronologi: urutan bentuklahan atau hubungan aneka ragam
bentuklahan dan prosesnya di permukaan bumi sebagai hasil dari proses
geomorfologi. Penekanannya pada evolusi (ubahangsur) pertumbuhan
bentuklahan.
31
4. Morfokonservasi: hubungan antara bentuklahan dan lingkungan atau
berdasarkan parameter bentuklahan, seperti hubungan antara bentuklahan dengan
batuan, struktur geologi, tanah, air, vegetasi dan penggunaan lahan.
2.6.3.2 Pola Pengaliran
Pola pengaliranadalah rangkaian bentuk aliran-aliran sungai pada
daerah lemah tempat erosi mengambil bagian secara aktif serta daerah rendah
tempat air permukaan mengalir dan berkumpul (A.D. Howard, 1967).
Kalimat di atas dapat dipahami sebagai:
1. Rangkaian bentuk aliran-aliran sungai: terdapat lebih dari satu aliran sungai
dan terdiri atas aliran utama, cabang, dan ranting sungai.
2. Pada daerah lemah: atau zona lemah, yaitu bidang perlapisan, bidang kekar
dan sesar atau bidang diskontinuitas.
3. Tempat erosi mengambil bagian secara aktif: artinya terdapat daya tahan
terhadap erosi yang berbeda-beda, tergantung batuannya (litologi).
4. Daerah rendah tempat air permukaan mengalir dan berkumpul: faktor lereng
dan bentuklahan.
Berdasarkan pemahaman di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pola
pengaliran merupakan fungsi dari:
1. Topografi (kelerengan).
2. Bentuklahan.
3. Tingkat erosi (resistensi batuan).
4. Litologi (ukuran butir-pelapukan).
5. Struktur geologi (kekar, sesar, lipatan, dan perlapisan batuan).
6. Iklim (curah hujan dan vegetasi) serta infiltrasi (peresapan).
32
Berbekal peta topografi, maka antara lain dapat dilakukan interpretasi:
1. Pola pengaliran dasar dan berbagai ubahannya: mengungkap makna
bentuklahan, lereng, litologi dan resistensinya, serta struktur geologi.
2. Penyimpangan aliran: mengungkap makna bentuklahan, lereng, litologi dan
resistensinya, serta struktur geologi.
3. Tekstur pengaliran: mengungkap makna litologi dan resistensinya.
4. Bentuk lembah: mengungkap makna litologi dan resistensinya.
5. Tempat mengalirnya: mengungkap makna litologi dan resistensinya.
Macam-macam pola pengaliran (Howard, 1967)
Pola Pengaliran Dasar
1. Dendritik
a. Bentuk menyerupai cabang-cabang pohon,
b. Mencerminkan resistensi batuan atau homogenitas tanah yang seragam,
c. Lapisan horisontal atau miring landai, kontrol struktur kurang berkembang.
2. Paralel
a. Terbentuk dari aliran cabang-cabang sungai yang sejajar atau paralel pada
bentangalam yang memanjang.
b. Mencerminkan kelerengan yang cukup besar dan hampir seragam.
3. Trellis
a. Terbentuk dari cabang-cabang sungai kecil yang berukuran sama, dengan
aliran tegak lurus sepanjang sungai induk subsekuen yang paralel.
b. Terdapat pada daerah lipatan, patahan yang paralel, daerah blok punggungan
pantai hasil pengangkatan dasar laut, daerah vulkanik atau metasedimen
derajat rendah dengan pelapukan yang berbeda-beda.
4. Rectangular
a. Aliran cabang sungai tegak lurus terhadap sungai induk
b. Aliran memotong daerah secara tidak menerus,
c. Mencerminkan kekar/sesar yang saling tegak lurus, tidak serumit pola trellis.
33
5. Radial
a. Bentuk aliran seolah memancar dari satu titik pusat berasosiasi dengan tubuh
gunungapi atau kubah berstadia muda,
b. Dalam konsep Davis, pola radial ini adalah menyebar dari satu titik pusat
(sentrifugal), sedangkan kalsifikasi lain menyatakan pola radial mencakup
dua sistem pola pengaliran yaitu ; sentrifugal dan sentripetal.
6. Annular
a. Cabang sungai mengalir tegak lurus sungai utama yang melingkar,
b. Pada struktur kubah, cekungan, atau pada intrusi stock yang tererosi,
c. Sungai dikontrol pola sesar atau kekar pada bedrock.
7. Multibasinal
a. Pada daerah endapan antar bukit, batuan dasar yang tererosi,
b. Ditandai adanya cekungan-cekungan yang kering atau terisi air yang saling
terpisah, aliran yang terputus dan arah aliran yang berbeda-beda,
c. Pada daerah aktif gerakan tanah, vulkanik, dan pelarutan batugamping.
8. Contorted
a. Terbentuk dari aliran cabang-cabang sungai yang relatif tegak lurus
terhadap sungai induk subsekuen yang melengkung,
b. Dibedakan dari recurved trellis dengan ciri daerahnya yang tidak teratur,
dikontrol struktur sesar, lipatan menunjam, atau pada daerah labil.
34
Gambar 2.9 Pola pengaliran dasar (Howard, 1967).
35
2.6.5 Geologi Struktur
2.6.5.1 Kekar
Kekar adalah bidang rekahan yang tidak memperlihatkan pergeseran
yang berarti (bagian masanya masih berhubungan/bergabung). Kekar dapat
terbentuk baik secara primer (bersamaan dengan pembentukan batuan, misalnya
kekar kolom dan kekar melembar pada batuan beku) maupun secara sekunder
(setelah proses pembentukan batuan, umumnya merupakan kekar tektonik). Pada
acara praktikum ini yang akan dibahas adalah kekar tektonik.
KLASIFIKASI KEKAR TEKTONIK
Kekar tektonik berdasarkan genesanya, dibagi menjadi :
1. Shear joint (kekar gerus), yaitu kekar yang terjadi akibat tegasan kompresif
(compressive stress).
2. Tension joint (kekar tarik) ,yaitu kekar yang terjadi akibat tegasan tarikan
(tension stress), yang dibedakan menjadi :
a. Extension joint, terjadi akibat peregangan / tarikan.
b. Release joint, terjadi akibat hilangnya tegasan yang bekerja.
Pola tegasan yang membentuk kekar-kekar tersebut terdiri dari tegasan
utama maksimum (δ1) , tegasan utama menengah (δ2) dan tegasan utama
minimum (δ3). Tegasan utama maksimum (δ1) membagi sudut lancip yang
dibentuk oleh kedua shear joint , sedangkan tegasan utama minimum (δ3)
membagi sudut tumpul yang dibentuk oleh kedua shear joint.
2.6.5.2 Sesar
Sesar adalah suatu rekahan yang memperlihatkan pergeseran cukup
besardan sejajar terhadap bidang rekahan yang terbentuk. Pergeseran pada
sesardapat terjadi sepanjang garis lurus (translasi) atau terputar (rotasi).
36
Anatomi Sesar
1. Bidang sesar (fault plane) adalah suatu bidang sepanjang rekahan
dalambatuan yang tergeserkan.
2. Jurus sesar (strike) adalah arah dari suatu garis horizontal yangmerupakan
perpotongan antara bidang sesar dengan bidang horizontal.
3. Kemiringan sesar (dip) adalah sudut antara bidang sesar dengan
bidanghorizontal dan diukur tegak lurus jurus sesar.
4. Atap sesar (hanging wall) adalah blok yang terletak diatas bidang
sesarapabila bidang sesamya tidak vertikal.
5. Kaki sesar (Foot wall) adalah blok yang terletak dibawah bidang sesar.
6. Hade adalah sudut antara garis vertikal dengan bidang sesar danmerupakan
penyiku dari dip sesar.
7. Heave adalah komponen horizontal dari slip / separation, diukur padabidang
vertikal yang tegak lurus jurus sesar.
8. Throw adalah komponen vertikal dari slip / separation,diukur pada
bidangvertikal yang tegak turus jurus sesar.
9. Slickensides yaitu kenampakan pada permukaan sesar yangmemperlihatkan
pertumbuhan mineral-mineral fibrous yang sejajarterhadap arah pergerakan.
Sifat pergeseran sesar dapat dibedakan menjadi :
a. Pergeseran semu (separation).
Jarak tegak lurus antara bidang yang terpisah oleh gejala sesar dan
diukurpada bidang sesar. Komponen dari separation diukur pada arah
tertentu,yaitu sejajar jurus (strike separation) dan arah kemiringan sesar
(dipseparation). Sedangkan total pergeseran semu ialah net separation
namunpergeserannya bukan berdasarkan slip atau gores garis.
b. Pergesaran relatif sebenarnya (slip)
Pergeseran relatif pada sesar, diukur dari blok satu ke lainnya pada
bidangsesar dan merupakan pergeseran titik yang sebelumnya berhimpit.
Totalpergeseran disebut Net Slip.
37
KLASIFIKASI SESAR
Sesar dapat diklasifikasikan dengan pendekatan geometri yang berbeda,
dimana aspek yang terpenting dari geometri tersebut adalah pergeseran. Atas
dasarsifat pergeserannya, maka sesar dibagi menjadi :
Berdasarkan Sifat Pergeseran Semu (Separation)
a. Strike separation
- Left -separation fault
Jika pergeseran ke kirinya hanya dilihat dari satu kenampakan horizontal.
- Right -separation fault.
Jika pergeseran ke kanannya hanya dilihat dari satu kenampakan horizontal.
b. Dip separation
- Normal -separation fault
Jika pergeseran normalnya hanya dilihat dari satu penampang vertikal.
- Reverse -separation fault
Jika pergeseran naiknya hanya dilihat dari satu penampang vertikal.
Berdasarkan Sifat Pergeseran Relatif Sebenarnya (Slip)
a. Strike slip
Strike-slip fault yaitu sesar yang mempunyai pergerakan sejajar terhadap
arahjurus bidang sesar kadang-kadang disebut wrench faults, tear faults
atautranscurrent faults.
- Left -slip fault
Blok yang berlawanan bergerak relatif sebenarnya ke arah kiri.
- Right -slip fault
Blok yang berlawanan bergerak relatif sebenarnya ke arah kanan.
b. Dip slip.
Dip-slip fault yaitu sesar yang mempunyai pergerakan naik atau turun
sejajarterhadap arah kemiringan sesar
- Normal -slip fault.
Blok hanging wall bergerak relatif turun.
- Reverse - slip fault.
Blok hanging wall bergerak relatif naik.
38
c. Oblique slip
Oblique-slip fault yaitu pergerakan sesar kombinasi antara strike-slip dan dip-
slip.
- Normal left -slip fault. - Normal right -slip fault.
- Reverse left - slip fault. - Reverse right -slip fault.
- Vertikal oblique -slip fault.
Indikasi sesar dilapangan
Dilapangan sesar dapat dicirikan dengan adanya petunjuk sebagai berikut ini:
1. Zona sesar (shear zone)
- Breksi sesar
2. Bidang sesar
- Cermin sesar
3. Pergeseran Sesar
- drag fold
- micro fold
- offset
- Breksi Sesar
39
BAB 3
GEOLOGI SERAYU SELATAN
3.1 Fisiografi Serayu Selatan
Aktifitas geologi Jawa Tengah menghasilkan beberapa zona fisiografi yang
satu sama lain dapat dibedakan berdasarkan morfologi, petrologi, dan struktur
geologinya. Van Bemmelen (1949), membagi daerah Jawa Tengah ke dalam 7 besar
zona fisiografi masing-masing dari utara ke selatan sebagai berikut:
a. Satuan Gunungapi Kuarter (Quaternary Volcanoes)
b. Dataran Aluvial Pantai Utara Jawa (Alluvial Plains of Northern Java)
c. Antiklinorium Rembang–Madura (Rembang–Madura Anticlinorium)
d. Antiklinorium Bogor–Serayu Utara –Kendeng (Bogor, North Serayu and
Kendeng Anticlinorium)
e. Pematang dan Dome pada Pusat Depresi (Domes and Ridges in The Central
Depression Zone)
f. Depresi Jawa dan Zona Randublatung (Central Depression Zone of Java
and Randublatung Zone)
g. Pegunungan Selatan (Southern Mountains Zone)
Gambar 3.1 Fisiografi Regional Jawa (Modifikasi Van Bemmelen, 1949)
40
Daerah penelitian sendiri termasuk kedalam zona Pegunungan Serayu
Selatan (Gambar 2.1). Zona Pegunungan Serayu Selatan menempati bagian tengah
Jawa membentang barat-timur Jawa Tengah dari Purwokerto-Purworejo. Daerah ini
bermorfologi pegunungan lipatan dengan litologi mélange pada kompleks Luk Ulo,
Karangsambung, Kebumen (Van Bemmelen, 1949).
3.2 Stratigrafi Serayu Selatan
Stratigrafi regional daerah penelitian terdiri dari beberapa formasi
diantaranya yaitu Formasi Pra Tersier, Formasi Karangsambung, Formasi Totogan,
Formasi Waturanda, Formasi Penosogan, Formasi Halang, Formasi Peniron dan
Batuan Volkanik Muda (Gambar 3.2).
Gambar 3.2.Tatanan stratigrafi daerah Karangsambung dari peneliti terdahulu dalam
Prasetyadi, 2007
41
1. Batuan Pra Tersier :
Merupakan batuan tertua yang tersingkap di Zone Pegunungan Serayu
Selatan mempunyai umur Kapur Tengah s/d Paleosen dikenal sebagai Komplek
Melange Luk Ulo (Sukendar Asikin 1974). Kelompok batuan ini disimpulkan
sebagai kompleks melange yang terdiri dari graywacke, sekis, lava basalt berstruktur
bantal, gabro, batugamping merah, rijang, lempung hitam yang bersifat serpihan.
Semuanya merupakan campuran yang bersifat tektonik
2. Formasi Karangsambung :
Merupakan kumpulan endapan olisthostrom, terjadi akibat pelongsoran
karena gaya berat di bawah permukaan laut, melibatkan endapan sedimen yang
belum mampat, berlangsung pada lereng parit di bawah pengaruh endapan
turbidit.Merupakan sedimen pond dan diendapkan di atas bancuh Luk-Ulo, terdiri
dari konglomerat polimik, lempung abu-abu, serpih dan beberapa lensa batugamping
foraminifera besar. Hubungan tidak selaras dengan batuan Pra Tersier.
3. Formasi Totogan :
Harloff (1933) dan Tjia HD (1966) menamakan sebagai Tufa Napalan I, sedangkan
Suyanto & Roskamil (1974) menyebutnya sebagai lempung breksi.Litologinya
berupa breksi dengan komponen batulempung,batupasir, batugamping, napal dan
tufa. Mempunyai umur Oligosen - Miosen Awal, dan berkedudukkan selaras di atas
Formasi Karangsambung
4. Formasi Waturanda :
Formasi ini terdiri dari batuan - batuan batupasir vulkanik dan breksi
vulkanik,berumur Miosen Awal - Miosen Tengah, selaras di atas Formasi Totogan.
Formasi ini mempunyai Anggota Tuff, dimana Harloff (1933) menyebutnya sebagai
Eerste Merger Tuff Horizon
5. Formasi Penosogan :
Formasi ini diendapkan selaras di atas Formasi Waturanda, litologinya terdiri
dari perselingan batupasir, batulempung, tufa, napal dan kalkarenit. Ketebalan
formasi ini 1000 meter, mempunyai umur Miosen Awal - Miosen Tengah.
42
6. Formasi Halang :
Menindih selaras di atas Formasi Penosogan, dengan litologi terdiri dari
perselingan batupasir, batulempung, napal, tufa dan sisipan breksi.Merupakan
kumpulan sedimen turbidit bersifat distal sampai proksimal, pada bagian bawah dan
tengah kipas bawah laut, berumur Miosen Awal - Pliosen. Anggota Breksi Halang,
Sukendar Asikin menamakan sebagai Formasi Breksi II dan berjemari dengan
Formasi Penosogan. Namun Sukendar Asikin (1974) meralat bahwasanya Anggota
Breksi ini menjemari dengan Formasi Halang.
7. Formasi Peniron :
Peneliti terdahulu menamakan sebagai Horizon Breksi III. Formasi Peniron
menindih selaras di atas Formasi Halang dan merupakan sedimen turbidit termuda
yang diendapkan di Zone Pegunungan Serayu Selatan. Litologinya terdiri dari breksi
aneka bahan (polimik) dengan komponen andesit, batulempung, batupasir dengan
masa dasar batupasir sisipan tufa, batupasir, napal dan batulempung.
8. Batuan Vulkanik Muda :
Mempunyai hubungan yang tidak selaras dengan semua batuan yang lebih tua
di bawahnya. Litologi terdiri dari breksi dengan sisipan batupasir tufan, dengan
komponen andesit dan batupasir => merupakan aliran lahar pd lingkungan darat.
Berdasar pada ukuran komponen yang membesar ke utara=>menunjukkan arah
sumber di utara => Gunung Sumbing berumur Plistosen.
3.3 Struktur Geologi Serayu Selatan
Proses tektonik yang terjadi di Pulau Jawa sangat dipengaruhi oleh subduksi
lempeng Indo-Australia ke bawah lempeng Mikro Sunda.
Berdasarkan berbagai macam data (data foto udara, penelitian lapangan, citra
satelit, data magnetik, data gaya berat, data seismik, dan data pemboran migas)
dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya di Pulau Jawa ada 3 (tiga) arah kelurusan
struktur dominan yaitu arah Meratus, arah Sunda, dan arah Jawa.
Arah yang pertama adalah arah timurlaut-baratdaya (NE-SW) yang disebut
dengan arah Meratus. Pola struktur dengan arah Meratus ini merupakan pola
dominan yang berkembang di Pulau Jawa (Pulunggono dan Martodjojo, 1994)
terbentuk pada 80 sampai 53 juta tahun yang lalu (Kapur Akhir-Eosen Awal).
43
Arah yang kedua adalah pola struktur yang dijabarkan oleh sesar-sesar yang
berarah utara-selatan. Arah ini diwakili oleh sesar-sesar yang membatasi Cekungan
Asri, Cekungan Sunda, dan Cekungan Arjuna. Pola ini disebut dengan Pola Sunda.
Pola Sunda berarah utara-selatan (N-S) terbentuk 53 sampai 32 juta tahun yang lalu
(Eosen Awal-Oligosen Awal).
Arah yang ketiga adalah arah barat-timur yang umumnya dominan berada di
dataran Pulau Jawa dan dinamakan dengan Pola Jawa. Pola Jawa berarah barat-
timur (E-W) terbentuk sejak 32 juta tahun yang lalu dan diwakili oleh sesar-sesar
naik seperti Baribis dan sesar-sesar di dalam Zona Bogor (Van Bemmelen, 1949).
3.4 Tatanan Tektonik serayu selatan
Pulau Jawa yang berada di batas lempeng aktif yang saling berinteraksi antara
Lempeng Kontinen Eurasia dan Lempeng Samudera Hindia yang mengalami
subduksi pada Zaman Kapur. Basement dari Pulau Jawa khususnya Jawa Tengah
merupakan batuan tertua yang berupa kompleks melange Luk Ulo yang saat ini
tersingkap di Karangsambung, Kebumen. Tektonik Pulau Jawa yang sangat aktif ini
mengalami evolusi hingga saat ini terekam telah mengalami 3 kali evolusi tektonik.
Hal ini menghasilkan pola atau trend struktur yang arahnya berbeda dan
menghasilkan 3 trend utama yang terdapat di Pulau Jawa, diantaranya; (1) Trend
Meratus; (2) Trend Sunda; dan (3) Trend Jawa
Jawa Tengah, yang memiliki morfologi dan bentuk pulau yang cukup unik
dan berbeda bila dibandingkan dengan Jawa Barat dan Jawa Timur. Bentuk dan
morfologi dari Jawa Tengah yang unik dan berbeda ini disebabkan oleh fenomena
geologi dan tektonisasi di Pulau Jawa tersebut. Pada bagian utara dan selatan dari
Jawa Tengah ini mengalami penjorokan ke dalam yang disebut dengan indentasi.
Indentasi ini merupakan ekspresi dari gejala tektonik di Pulau Jawa. Gejala tektonik
Paleogene Pulau Jawa yang berbelok ke arah Meratus (Kalimantan) menimbulkan
zona sesar anjakan yang berkembang menjadi zona strike-slip fault (sinistral) pada
bagian Muria hingga Kebumen dan dalam mencapai keseimbangannya terbentuk
Antithetic fault berupa zona sesar anjakan yang berkembang menjadi strike-slip fault
(dextral) pada Daerah Pamanukan hingga Cilacap. Dua sesar utama ini di
interpretasikan sebagai mega shear akibat gejala tektonik Paleogene Pulau Jawa,
44
mega shear ini disebut dengan (1) Muria-Kebumen fault, yang bergerak secara lateral
dan orientasi arahnya ke kiri (sinistral) yang berarah timurlaut-baratdaya; dan (2)
Pamanukan-Cilacap fault (gambar 3.3) yang bergerak secara lateral dan orientasinya
ke arah kanan (dextral) yang arahnya tenggara-baratlaut (Satyana, 2006).
Mengenai Evolusi Tektonik Tersier Pulau Jawa (Prasetyadi,2007),dijelaskan
bahwa Pulau Jawa merupakan salah satu pulau di Busur Sunda yang mempunyai
sejarah geodinamik aktif, yang jika dirunut perkembangannya dapat dikelompokkan
menjadi beberapa fase tektonik dimulai dari Kapur Akhir hingga sekarang yaitu :
1. Periode Kapur akhir – Paleosen.
2. Periode Eosen (Periode Ekstensional /Regangan) .
3. Periode Oligosen Tengah (Compresional – Terbentuknya OAF) .
4. Periode Oligo-Miosen (Compresional – Struktur Inversi ) .
5. Periode Miosen Tengah – Miosen Akhir.
1. Periode Kapur Akhir – Paleosen
Fase tektonik awal terjadi pada Mesozoikum ketika pergerakan Lempeng Indo-
Australia ke arah timurlaut meng-hasilkan subduksi dibawah Sunda Microplate
sepanjang suture Karangsambung-Meratus, dan diikuti oleh fase regangan (rifting
phase) selama Paleogen dengan pembentukan serangkaian horst (tinggian) dan
graben (rendahan). Aktivitas magmatik Kapur Akhir dapat diikuti menerus dari
Timurlaut Sumatra –Jawa-Kalimantan Tenggara. Pembentukan cekungan depan
busur (fore arc basin) berkembang di daerah selatan Jawa Barat dan Serayu Selatan
di Jawa Tengah.
Mendekati Kapur Akhir – Paleosen, fragmen benua yang terpisah dari
Gondwana, mendekati zona subduksi Karangsambung-Meratus. Kehadiran
allochthonous micro-continents di wilayah Asia Tenggara telah dilaporkan oleh
banyak penulis (Metcalfe, 1996). Basement bersifat kontinental yang terletak di
sebelah timur zona subduksi Karangsambung-Meratus dan yang mengalasi Selat
Makasar teridentifikasi di Sumur Rubah-1 (Conoco, 1977) berupa granit pada
kedalaman 5056 kaki, sementara didekatnya Sumur Taka Talu-1 menembus
basement diorit. Docking atau merapatnya fragmen micro-continent pada bagian tepi
45
timur Sundaland menyebabkan matinya zona subduksi Karangsambung-Meratus dan
terangkatnya zona subduksi tersebut menghasilkan Pegunungan Meratus
2. Periode Eosen (Periode Ekstensional /Regangan)
Antara 54 jtl – 45 jtl (Eosen), di wilayah Samudera Hindia terjadi reorganisasi
lempeng ditandai dengan berkurangnya secara mencolok kecepatan pergerakan ke
utara India. Aktifitas pemekaran di sepanjang Wharton Ridge berhenti atau mati
tidak lama setelah pembentukan anomali 19 atau 45 jtl. Berkurangnya secara
mencolok gerak India ke utara dan matinya Wharton Ridge ini diinterpretasikan
sebagai pertanda kontak pertama Benua India dengan zona subduksi di selatan Asia
dan menyebabkan terjadinya tektonik regangan (extension tectonics) di sebagian
besar wilayah Asia Tenggara yang ditandai dengan pembentukan cekungan-
cekungan utama (Natuna, Sumatra, Sunda, Jawa Timur, Barito, dan Kutai) dan
endapannya dikenal sebagai endapan syn-rift. Pelamparan extension tectonics ini
berasosiasi dengan pergerakan sepanjang sesar regional yang telah ada sebelumnya
dalam fragmen micro-continent. Konfigurasi struktur basement mempengaruhi arah
cekungan syn-rift Paleogen di wilayah tepian tenggara Sundaland (Sumatra, Jawa,
dan Kalimantan Tenggara).
3. Periode Oligosen Tengah (Compresional – Terbentuknya OAF)
Sebagian besar bagian atas sedimen Eosen Akhir memiliki kontak tidak selaras
dengan satuan batuan di atasnya yang berumur Oligosen. Di daerah Karangsambung
batuan Oligosen diwakili oleh Formasi Totogan yang kontaknya dengan satuan
batuan lebih tua menunjukkan ada yang selaras dan tidakselaras. Di daerah
Karangsambung Selatan batas antara Formasi Karangsambung dan Formasi Totogan
sulit ditentukan dan diperkirakan berangsur, sedangkan ke arah utara Formasi
Totogan ada yang langsung kontak secara tidak selaras dengan batuan dasar
Komplek Melange Luk Ulo. Di daerah Nanggulan kontak ketidakselarasan terdapat
diantara Anggota Seputih yang berumur Eosen Akhir dengan satuan breksi volkanik
Formasi Kaligesing yang berumur Oligosen Tengah. Demikian pula di daerah Bayat,
bagian atas Formasi Wungkal-Gamping yang berumur Eosen Akhir, tanda-tanda
ketidak selarasan ditunjukkan oleh terdapatnya fragmen-fragmen batuan Eosen di
46
sekuen bagian bawah Formasi Kebobutak yang berumur Oligosen Akhir.
Ketidakselarasan di Nanggulan dan Bayat merupakan ketidakselarasan menyudut
yang diakibatkan oleh deformasi tektonik yang sama yang menyebabkan
terdeformasinya Formasi Karangsambung. Akibat deformasi ini di daerah Cekungan
Jawa Timur tidak jelas teramati karena endapan Eosen Formasi Ngimbang disini
pada umumnya selaras dengan endapan Oligosen Formasi Kujung. Deformasi ini
kemungkinan juga berkaitan dengan pergerakan ke utara Benua Australia. Ketika
Wharton Ridge masih aktif Benua Australia bergerak ke utara sangat lambat. Setelah
matinya pusat pemekaran Wharton pada 45 jt, India dan Australia berada pada satu
lempeng tunggal dan bersama-sama bergerak ke utara. Pergerakan Australia ke utara
menjadi lebih cepat dibanding ketika Wharton Ridge masih aktif. Bertambahnya
kecepatan ini meningkatkan laju kecepatan penunjaman Lempeng Samudera Hindia
di Palung Jawa dan mendorong ke arah barat, sepanjang sesar mendatar yang
keberadaannya diperkirakan, Micro-continent Jawa Timur sehingga terjadi efek
kompresional di daerah Karangsambung yang mengakibatkan terdeformasinya
Formasi Karangsambung serta terlipatnya Formasi Nanggulan dan Formasi
Wungkal-Gamping di Bayat. Peristiwa ini memicu aktifitas volkanisme yang
kemungkinan berkaitan erat dengan munculnya zona gunungapi utama di bagian
selatan Jawa (OAF=Old Andesite Formation) yang sekarang dikenal sebagai Zona
Pegunungan Selatan. Aktifitas volkanisme ini tidak menjangkau wilayah Jawa
bagian utara dimana pengendapan karbonat dan silisiklastik menerus di daerah ini.
4. Periode Oligo-Miosen (Compresional – Struktur Inversi )
Pada Oligosen Akhir sampai Miosen Tengah pergerakan ke utara India dan
Australia berkurang secara mencolok karena terjadinya benturan keras (hard
collision) antara India dengan Benua Asia membentuk Pegunungan Himalaya.
Akibatnya laju penunjaman Lempeng Samudera Hindia di palung Sunda juga
berkurang secara drastis. Hard collision India menyebabkan efek maksimal tektonik
ekstrusi sehingga berkembang fase kompresi di wilayah Asia Tenggara. Fase
kompresi ini menginversi sebagian besar endapan syn-rift Eosen. Di Cekungan Jawa
Timur fase kompresi ini menginversi graben menjadi zona Sesar RMKS (Rembang
Madura Kangean Serayu). Di selatan Jawa, kegiatan volkanik Oligosen menjadi
47
tidak aktif dan mengalami pengangkatan. Pengangkatan ini ditandai dengan
pengendapan karbonat besar-besaran seperti Formasi Wonosari di Jawa Tengah dan
Formasi Punung di Jawa Timur. Sedangkan di bagian utara dengan aktifnya inversi
berkembang endapan syn-inversi formasi-formasi Neogen di Zona Rembang dan
Zona Kendeng. Selama periode ini, inversi cekungan terjadi karena konvergensi
Lempeng Indian menghasilkan rezim tektonik kompresi di daerah “busur depan”
Sumatra dan Jawa. Sebaliknya, busur belakang merupakan subjek pergerakan strike-
slip utara-selatan yang dominan sepanjang sesar-sesar turun (horst dan graben)
utara-selatan yang telah ada.
5. Periode Miosen Tengah – Miosen Akhir
Pengaktifan kembali sepanjang sesar tersebut menghasilkan mekanisme
transtension dan transpression yang berasosiasi dengan sedimentasi turbidit dibagian
yang mengalami penurunan. Bagian basement berarah Timur – Barat merupakan
bagian dari fragmen benua yang mengalasi dan sebelumnya tertransport dari selatan
dan bertubrukan dengan Sundaland sepanjang Suture Meratus (NE-SW struktur).
Tektonik kompresi karena subduksi ke arah utara telah mengubah sesar basement
Barat – Timur menjadi pergerakan sesar mendatar, dalam perioda yang tidak terlalu
lama (Manur dan Barraclough, 1994). Kenaikan muka air laut selama periode ini,
menghasilkan pengendapan sedimen klastik di daerah rendahan, dan sembulan
karbonat (carbonate buildup) pada tinggian yang membatasinya
48
Gambar 3.3. Mega shear akibat gejala tektonik Paleogene Pulau Jawa, mega shear
ini disebut dengan (1) Muria-Kebumen Fault; dan (2) Pamanukan-Cilacap Fault
(Satyana, 2006).
49
BAB 4
GEOLOGI DAERAH SOMOGEDE DAN SEKITARNYA
4.1 Morfologi Umum
Bentuklahan memiliki kesan topografis dan ekspresi topografik.Kesan
topografis adalah konfigurasi permukaan bersifat pemerian atau deskriptif suatu
bentuklahan.Ekspresi topografik diperlihatkan oleh aspek kuantitatif dari suatu
bentuklahan. Apabila kesan dan ekspresi topografi tersebut diamati, maka akan
memberikan penjelasan tentang sifat dan watak suatu bentuklahan.
Menurut Verstappen (1985) ada empat aspek utama dalam analisa pemetaan
geomorfologi yaitu :
1. Morfologi: studi bentuk lahan yang mempelajari relief secara umum dan
meliputi:
a. Morfografi : susunan dari obyek alami yang ada dipermukaan bumi,
bersifat pemerian atau deskriptif suatu bentuklahan, antara
lain lembah, bukit, bukit, dataran, gunung, gawir, teras,
beting, dan lain-lain.
b. Morfometri : aspek kuantitatif dari suatu aspek bentuk lahan, antara lain
kelerengan, bentuk lereng, panjang lereng, ketinggian, beda
tinggi, bentuk lembah, dan pola pengaliran.
2. Morfogenesa: asalusul pembentukan dan perkembangan bentuklahan serta
proses–proses geomorfologi yang terjadi, dalam hal ini adalah struktur geologi,
litologi penyusun dan proses geomorfologi merupakan perhatian yang penuh.
Morfogenesa meliputi :
a. Morfostruktur pasif : bentuklahan yang diklasifikasikan berdasarkan tipe batuan
yang ada kaitannya dengan resistensi batuan dan pelapukan
(denudasi), misal mesa, cuesta, hogback dan kubah.
b. Morfostruktur aktif : berhubungan dengan tenaga endogen seperti pengangkatan,
perlipatan dan pensesaran, termasuk intrusi, misal gunungapi,
punggungan antiklin, gawir sesar dll.
50
c. Morfodinamik : berhubungan dengan tenaga eksogen seperti proses air,
fluvial, es, gerakan masa, dan gunungapi, misal gumuk pasir,
undak sungai, pematang pantai, lahan kritis.
3. Morfokronologi: urutan bentuklahan atau hubungan aneka ragam bentuklahan
dan prosesnya di permukaan bumi sebagai hasil dari proses geomorfologi.
Penekanannya pada evolusi (ubahangsur) pertumbuhan bentuklahan.
4. Morfokonservasi: hubungan antara bentuklahan dan lingkungan atau
berdasarkan parameter bentuklahan, seperti hubungan antara bentuklahan dengan
batuan, struktur geologi, tanah, air, vegetasi dan penggunaan lahan.
Atas dasar aspek-aspek geomorfologi tersebut di atas, maka karakteristik
bentuklahan dapat diklasifikasikan menjadi delapan bentuklahan utama berdasarkan
genesanya, yaitu bentukan asal structural, vulkanik, fluvial, marin, angin, kars,
denudasional, dan glasial.
4.2 Pola Aliran Dan Tipe Genetik Sungai
Pola pengaliran adalah rangkaian bentuk aliran-aliran sungai pada daerah
lemah tempat erosi mengambil bagian secara aktif serta daerah rendah tempat air
permukaan mengalir dan berkumpul (A.D. Howard, 1967).
Penentuan pola pengaliran sungai didaerah telitian ini didasarkan bentuk dan
arah aliran sungai yang saling berhubungan, kontrol litologi serta struktur geologi
serta topografi yang berbentuk positif yang bekerja di daerah telitian.
Daerah somogede dan sekitarnya memiliki beberapa pola pengaliran,
diantaranya yaitu, paralel, subparalel, dan trellis
51
4.2.1 Pola Pengaliran Paralel
a. Terbentuk dari aliran cabang-cabang sungai yang sejajar atau paralel pada
bentangalam yang memanjang.
b. Mencerminkan kelerengan yang cukup besar dan hampir seragam.
Gambar 4.1. Pola pengaliran menurut A.D. Howard, 1967 (paralel)
4.2.2 Pola Pengaliran Trellis
a. Terbentuk dari cabang-cabang sungai kecil yang berukuran sama, dengan
aliran tegak lurus sepanjang sungai induk subsekuen yang paralel.
b. Terdapat pada daerah lipatan, patahan yang paralel, daerah blok punggungan
pantai hasil pengangkatan dasar laut, daerah vulkanik atau metasedimen
derajat rendah dengan pelapukan yang berbeda-beda.
52
Gambar 4.2. Pola pengaliran menurut A.D. Howard, 1967 (trellis)
4.2.3 Pola Pengaliran Subparalel
a. Kemiringan lerang sedang
b. Dikontrol oleh lerang, litologi, dan struktur
c. Lapisan batuan relatif seragam resitensinya
4.3 Satuan Geomorfologi Daerah Somogeda dan Sekitarnya
Dengan mempertimbangkan aspek morfografi, morfometri, morfostruktur
pasif, morfostruktur aktif dan morfodinamik maka satuan geomorfik daerah
penelitian dapat dikelompokkan menjadi 5 sub satuan yaitu sebagai berikut dibawah
ini.
4.3.1 Sub Satuan Geomorfik Lereng Homoklin (S1)
4.3.1.1 Lereng
Lereng adalah suatu medan atau daerah yang permukaan tanahnyaatau
letaknya miring. Berdasarkan derajat kemiringannya, lereng dibedakan menjadi
empat macam, yaitu:
(1) lereng landai, memiliki derajat kemiringan 0° 5°.
(2) lereng curam, memiliki derajat kemiringan 5° 45° .
53
(3) lereng terjal, memiliki derajat kemiringan 45° 70°
(4) lereng tegak, memiliki derajat kemiringan 70° 90°
4.3.1.2 Homoklin
Homoklin (bahasa: kemiringan seragam): sepintas mirip dengan monoklin,
namun umumnya diterapkan secara sempit pada bagian dari sayap perlipatan, dimana
perlapisan batuannya miring ke satu arah. Istilah homoklin diperkenalkan oleh
asosiasi geologiawan Amerika pada tahun 1915. Sangat mudah dikenali secara
morfologi dengan tanda kehadiran hogback dan cuesta.
4.3.1.3 Penjelsaan
Penyebaran bentuk lahan ini terdapat di bagian tengah daerah telitian dengan
luas 70%. Memiliki tingkat erosi yang tinggi. Penarikan sub satuan geomorfik ini
berdasarkan dari data yang didapat saat ker lapangan. Pada daerah ini memiliki
morfologi curam sampai agak curam dan memiliki litologi batupasir dan breksi yang
termasuk ke dalam satuan batuan breksi vulkanik waturanda dan batupasir vulkanik
waturanda. Pola pengaliran yang terdapat di morfologi ini adalah Trellis. Proses
geologi yang bekerja depengaruhi oleh gaya endogen.
Foto 4.1 Bentuklahan lereng homoklin
4.3.2 Sub Satuan Geomorfik Perbukitan Homoklin (S2)
4.3.2.1 Perbukitan
Perbukitan adalah kumpulan morfologi positif yang tingginya antara 200 sampai 500 meter.
54
4.3.2.2 Homoklin
Homoklin (bahasa: kemiringan seragam): sepintas mirip dengan monoklin,
namun umumnya diterapkan secara sempit pada bagian dari sayap perlipatan, dimana
perlapisan batuannya miring ke satu arah. Istilah homoklin diperkenalkan oleh
asosiasi geologiawan Amerika pada tahun 1915. Sangat mudah dikenali secara
morfologi dengan tanda kehadiran hogback dan cuesta.
4.3.2.3 Penjelasan
Penyebaran bentuk lahan ini terdapat di bagiab utara dan bagian selatan
daerah penelitian dengan luas 10%. Memiliki tingkat erosi yang sangat tinggi.
Penarikan sub satuan geomorfik ini berdasarkan dari data yang didapat saat kerja
lapangan. Pada daerah ini memiliki morfologi sangat curam sampai curam dan
memiliki litologi yang terdiri dari batupasir karbonatan dan breksi yang temasuk ke
dalam satuan batuan breksi vulkanik waturanda dan batupasir kerbonatan panasogan.
Pola pengaliran yang terdapat di morfologi ini adalah Trellis.Proses geologi yang
bekerja dipengaruhi oleh adanya pengangkatan.
Foto 4.2 Bentuklahan perbukitan homoklin
55
4.3.3 Sub Satuan Geomorfik Gawir Sesar (S3)
4.3.3.1 Gawir Sesar
Gawir sesar adalah tebing curam yang terbentuk akibat sesar yang baru yang
biasanya disertai perpindahan secara vertikal. Istilah ini (dalam bahasa Inggris fault
scarps) kadang-kadang disamakan dengan escarpments.
4.3.3.2 Penjelasan
Penyebaran bentuk lahan ini terdapat pada bagian barat laut daerah telitian
dengan luas 5%. Memiliki tingkat erosi yang sangat tinggi. Pada daerah ini memiliki
morfologi sangat curam dan memiliki litologi breksi yang termasuk ke dalam satuan
batuan breksi vulkanik waturanda. Pola pengaliran yang terdapat di morfologi ini
adalah Paralel. Proses geologi yang bekerja adalah terdapatnya struktur yang
disebabkan dari proses pengangkatan.
4.3.4 Sub Satuan Geomorfik Lembah Homoklin (S4)
4.3.4.1 Lembah
Lembah adalah morfologi negatif atau daerah ledokan atau cekungan yang
lebih rendah dari tempat sekitarnya dan berda di bawah kaki gunung
4.3.4.2 Homoklin
Homoklin (bahasa: kemiringan seragam): sepintas mirip dengan monoklin,
namun umumnya diterapkan secara sempit pada bagian dari sayap perlipatan, dimana
perlapisan batuannya miring ke satu arah. Istilah homoklin diperkenalkan oleh
asosiasi geologiawan Amerika pada tahun 1915. Sangat mudah dikenali secara
morfologi dengan tanda kehadiran hogback dan cuesta.
4.3.4.3 Penjelasan
Peneybaran bentuk lahan ini terdapat pada bagian selatan pada daerah telitian
dengan luas 10%. Memiliki tingkat erisi yang sangat kuat. Pada daerah ini memiliki
morfologi agak curam sampai landai dan memiliki litologi batupasir sisipan lempung
dan batupasir karbonatan yang termasuk ke dalam satuan batuan batupasir vulkanik
56
waturanda dan batupasir karbonatan panasogan. Pola pengaliran yang terdapat di
morfologi ini adalah subparalel dan trellis. Proses geologi yang bekerja depengaruhi
oleh pengangkatan.
Foto 4.3 Bentuklahan lembah homoklin
4.3.5 Satuan Geomorfik Bentuklahan Waduk Antropogenik
4.3.5.1 Waduk
Waduk adalah danau alam atau danau buatan, kolam penyimpan atau pembendungan sungai yang bertujuan untuk menyimpan air.
4.3.5.2 Antropogenik
Dibuat atau dihasilkan oleh manusia atau disebabkan oleh aktivitas manusia,
sehingga tidak alami lagi.
4.3.5.3 Penjelasan
Satuan geomorfik ini adalah satuan yang terbentuk bukan karna terbentuk
dari proses alam atau proses geologi, melainkan terbentuk oleh manusia sendiri yang
sengaja dibuat manusia untuk kebutuhan manusia itu sendiri. Pada daerah telitian
terdapat satuan antropogenik berupa waduk yang dipergunakan masyarakat sebagai
sumber air dan untuk pembangkit listrik.
57
Foto 4.4 Bentuklahan Antropogenik
4.4 Startigrafi Daerah Somogede dan Sekitarnya
Dalam stratigrafi daerah telitian Penulis mengacu pada peneliti terdahuluyaitu
Sukendar Asikin, 1974.Penulis memberikan nama satuan litologi tak resmi dalam
pemetaan geologi ini.Berdasarkan ciri litologi dapat dibagi menjadi beberapa satuan
batuan dari tua ke muda.
Pada stratigrafi daerah Somogede dan sekitarnya terdapat urut-urutan batuan
dari yang paling tua sampai yang paling muda yaitu, satuan batuan breksi vulkanik
waturanda, satuan batuan batupasir vulkanik waturanda, dan satuan batuan batupasir
karbonatan panasogan yang mana paling muda denagn dip arah ke selatan.
4.4.1 Satuan Batuan Breksi Vulkanik Waturanda
Satuan ini menempati sekitar 50%dari daerah telitian . Satuan ini tersusun
atas batupasir vulkani dan breksi polimik berukuran boulder pada bagian bawah,
pada bagian atas fragmen berukuran krakal sampai berangkal dan terdapat sisipan
batupasir pada beberapa tempat lokasi pengamatan. Komposisi mineral pada bagain
atas dan bagian bawah relatif sama dengan fragmen andesit dan basalt yang memiliki
semen silika. Struktur sedimen pada satuan ini yaitu, graded bedding,masif, slump,
dan perlapisan. Umur satuan batuan ini yaitu miosen awal sampai miosen tengah
58
dengan N5 sampai N13. Satuan batuan ini berada di bawah satuan batuan batupasir
vulkanik waturanda dengan hubungan yang selaras.
4.4.1.1 Ciri Litologi
Nama breksi polimik, warna fresh abu-abu gelap, warna lapuk abu-abu cerah,
terpilah buruk, kemas terbuka derajat pembundaran menyudut, ukuran butir karakal,
struktur perlapisan, matriks supported, fragmen : andesit, basalt
Foto 4.5 Singkapan breksi vulkanik Waturanda (LP 10)
59
Foto 4.6 Singkapan breksi vulkanik Waturanda (LP 10)
4.4.1.2 Penyebaran dan Ketebalan
Penyebaran dari satuan breksi ini dari data yang didapatkan di lapangan lebih
kurang 50% dari luas daerah telitian yang terdapat di bagian utara daerah telitian dan
ketebalan dari satuan breksi ini kurang lebih 700 meter.
4.4.1.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan
Umur satuan breksi vulkanik waturanda dari analisa yang telah dilakukan
didapatkan umurnya berkisar dari N5 sampai N13 dengan fosil Globigerinoides
subquadratus yaitu miosen awal sampai miosen tengah. Dengan lingkungan
pengendapan menurut hasil Measuring Section yaitu Channel Portion of Suprafan
Lobes.
4.4.1.4 Hubungan Stratigrafi
Dari daerah telitian satuan breksi ini berada tepat di bawah satuan batupasir
vulkanik waturanda, dimana hubungan stratigrafi antara satuan breksi vulkanik
waturanda dengan satuan batupasir vulkanik waturanda yaitu selaras.
60
4.4.2 Satuan batuan Batupasir Vulkanik Waturanda
Satuan batuan ini menempati 30% dari daerah telitian. Saruan ini tersusun
atas batupasir vulkanik ,batupasir sisipan batulempung, breksi, dan pada bagian atas
terdapat batupasir karbonatan pada beberapa tempat. Pada bagian atas satuan ini
didominasi oleh batupasir vulkanik, batupasir sisipan batulempung, dan terdapat
breksi polimik pada beberapa tempat , sedangkan pada bagian atas satuan ini
didominasi oleh batupasir sisipan batulempung dan terdapat breksi serta batupasir
kerbonatn berukuran krakal. Struktur sedimen pada satuan ini yaitu grded bedding,
cross lamination, slump, wavy lamination, convolute, laminatian. Umur satun batuan
ini adalah miosen awal sampai miosen tengah yaiti N5 sampai N13.Satuan batuan ini
berada tepat di atas satuan batuan breksi vulkanik waturanda dengan hubungan yang
selaras dan berada tepat di bawah satuan batuan batupasir karbonatan panasogan
yang memiliki hubungan selaras.
4.4.2.1 Ciri Litologi
Nama batupasir, warna fresh abu-abu cerah, warna lapuk abu-abu gelap,
terpilah baik, kemas tertutup, derajat pembundaran membundar, ukuran butir pasir
halus, struktur perlapisan, semen siliki, komposisi mineral kuarsa, hornblede,
piroksen, plagioklas.
Foto 4.7 Singkapan batupasir vulkanik Waturanda (LP 51)
61
Foto 4.8 Singkapan batupasir vulkanik Waturanda (LP 51)
4.4.2.2 Penyebaran dan Ketebalan
Penyebaran dari satuan batupasir ini dari data yang didapatkan di lapangan
lebih kurang 30% dari luas daerah telitian yang terdapat di bagian tengah daerah
telitian dan ketebalan dari satuan breksi ini kurang lebih 400 meter.
4.4.2.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan
Umur satuan batupasir vulkanik waturanda dari analisa yang telah dilakukan
didapatkan umurnya berkisar dari N5 sampai N13 dengan fosil Globigerinoides
subquadratus yaitu miosen awal sampai miosen tengah. Dengan lingkungan
pengendapan menurut hasil Measuring Section yaitu Channel Portion of Suprafan
Lobes.
4.4.2.4 Hubungan Stratigrafi
Dari daerah telitian satuan batupasir ini berada tepat di bawah satuan
batupasir karbonatan panasogan, dimana hubungan stratigrafi antara satuan batupasir
vulkanik waturanda dengan satuan batupasir karbonatan panosogan yaitu selaras.
62
4.4.3 Satuan Batuan Batupasir Karbonatan Panasogan
Satuan batuan ini menempati 15% darai daerah telitian. Satuan ini tersusun
atas batupasir karbonatan, breksi polimik dimana terdapat fragmen coral, dan
batupasir sisipan batulempung, sedangkan pada bagian bawah didominasi oleh
batupasir karbonatan dan breksi polimik fragmen coral. Struktur sedimen pada
bataun ini yaitu bioturbation, wavy lamination, graded beding, planar lamination.
Umur satuan batuan ini adalah miosen tengah N13 sampai N15.Satuan batuan ini
terdapat tepat di atas satuan batuan batupasir vulkanik waturanda dengan hubungan
yang selaras.
4.4.3.1Ciri Litologi
Nama batupasir karbonatan, warna fresh coklat keabu-abuan, warna lapuk
abu-abu gelap, terpilah buruk, kemas terbuka, derajat pembundaran membundar-
menyudut, ukuran butir sedang sampai kasar, struktur perlapisan, semen karbobat,
komposisi mineral hornblede, piroksen, plagioklas.
Foto 4.9 Singkapan batupasir karbonatan Panosogan (LP 53)
63
Foto 4.10 Singkapan batupasir karbonatan Panosogan (LP 53)
4.4.3.2 Penyebaran dan Ketebalan
Penyebaran dari satuan batupasir karbonatan ini dari data yang didapatkan di
lapangan lebih kurang 15% dari luas daerah telitian yang terdapat di bagian tenggara
daerah telitian dan ketebalan dari satuan breksi ini kurang lebih 475 meter.
4.4.3.3 Umur
Umur satuan batupasir karbonatan panasogan yaitu umurnya berkisar dari
N13 sampai N15 menurut peneliti terdahulu dalam disertasi Sukendar Asikin yang
berjudul " Evolusi Geologi Jawa Tengah dan sekitarnya ditinjau dari segi Teori
Tektonik dunia yang baru ".
4.4.3.4 Hubungan Stratigrafi
Dari daerah telitian satuan batupasir karbonatan ini berada tepat di atas satuan
batupasir vulkanik waturanda, dimana hubungan stratigrafi antara satuan batupasir
vulkanik waturanda dengan satuan batupasir karbonatan panosogan yaitu selaras.
64
4.4.4 Satuan Aluvial
Satuan ini menempati 5% dari daerah telitian yaitu berupa endapan alluvial.
Endapan ini berasal dari rombakan batuan asal seperti batuan beku dan batuan
sediman, dimana endapan alluvial ini memiliki zaman kuarter.
4.5 Stuktur Geologi Daerah Somogede dan Sekitarnya
Dari hasil pengamatan singkapan dan dilakukan pengukuran terhadap jurus
dan kemiringan lapisan, pengamatan gejala-gejala sesar melalui peta topografi dan
pengamatan lapangan, bidang sesar dengan gores garis, pengamatan offset, dan
pengukuran kekar.
Data lapangan tersebut kemudian di plot dalam peta geologi, diproses lalu
dianalisa.Data-data hasil pengukuran kekar kemudian dipilahkan dan dikelompok
untuk dianalisa stereografis kekar.Untuk menentukan arah tegasan utama kekar yang
ada pada daerah penelitian.Kemudian data-data hasil pengukuran bidang sesar, shear
fracture, gash fracture, dan juga gores-garis dikelompokkan untuk dianalisa
namasesar dan tegasan utamanya.
4.5.1 Sesar
Sesar adalah suatu rekahan yang memperlihatkan pergeseran cukup besar dan
sejajar terhadap bidang rekahan yang terbentuk.Pergeseran pada sesar dapat terjadi
sepanjang garis lurus (translasi) atau terputar (rotasi). Dari pengamatan singkapan,
pengukuran jurus dan kemiringan, pengukuran bidang sesar, shear fracture, gash
fracture, dan gores-garis didapatkan dua sesar yaitu:
Pada daerah telitian Somogede dan sekitarnya terdapat dua buah sesar dimana
sesar tersebut bernama sesar mendatar kanan ( Lampiran ) dan sesar mendatar kiri
(Lampiran )
Data yang didapatkan dari sesar tersebut adalah:
a. Sesar Teritir:
Kedudukan bidang sesar: N 226 E/86
Gores garis: 21, N 252E
Rake: 18
Shear fracture: N 245 E/75
65
Gash fracture: N306 E/78
Nama sesar: Normal Left Slip Fault
b. Sesar Rapahamba:
Kedudukan bidang sesar: N 154 E/ 86
Gores garis: 26, N 330 E
Rake: 28
Nam sesar: Normal Right Slip Fault
4.6 Potensi Geologi Daerah Somogede dan Sekitarnya
4.6.1 Potensi Positif
Breksi dan batupasir yang ada pada daerah penelitian ini berfragmen batuan
beku yang berukuran brangkal- krikil sehingga bisa dimanfaatkan untuk fondasi atau
bahan bangunan membangun rumah. Brangkal- brangkal tersebut dapat
dimanfaatkan secara langsung karena sudah terlepas dari batuannya. Sehingga dalam
pemanfaatannya fragmen-fragmen tersebut tinggal di ambil dan di angkut.
4.6.2 Potensi Negatif
Indonesia yang beriklim tropis sangat mempengaruhi tingkat pelapukan
terhadap batuan yang ada. Pada daerah penelitian terdapat longsor atau gerakan
massa. Potensi negatif ini terdapat di Sungai Penimbun. Kelongsoran ini di akibatkan
karena adanya kelerengan yang curam dan pelapukan litologi breksi.
66
Foto 4.11 Kenampakan gearakan tanah di daerah somogede
67
BAB 5
SEJARAH GEOLOGI
5.1 Sejarah Geologi Daerah Somogede dan Sekitarnya
Berdasarkan data lapangan, hasil analisis laboratorium serta interpretasi,
dapat ditarik suatu kesimpulan geologi yang menggambarkan runtutan sejarah dalam
kerangka ruang dan waktu geologi.
Sejarah geologi adalah suatu rentenan fenomena geologi yang terjadi sejak
proses awal pembentukan batuan sampai kondisi saat ini dalam konteks terhadap
aspek ruang dan waktu. Dalam penentuan sejarah geologi dibutuhkan adanya suatu
peintegrasian dari semua data lapangan, analisa laboratorium, analisis serta hipotesis
khusus mengenai geologi daerah penelitian.
Proses tektonik yang terjadi di Pulau Jawa sangat dipengaruhi oleh subduksi
lempeng Indo-Australia ke bawah lempeng Mikro Sunda.
Arah yang pertama adalah arah timurlaut-baratdaya (NE-SW) yang disebut
dengan arah Meratus. Pola struktur dengan arah Meratus ini merupakan pola
dominan yang berkembang di Pulau Jawa (Pulunggono dan Martodjojo, 1994)
terbentuk pada 80 sampai 53 juta tahun yang lalu (Kapur Akhir-Eosen Awal).
Arah yang kedua adalah pola struktur yang dijabarkan oleh sesar-sesar yang
berarah utara-selatan. Arah ini diwakili oleh sesar-sesar yang membatasi Cekungan
Asri, Cekungan Sunda, dan Cekungan Arjuna. Pola ini disebut dengan Pola Sunda.
Pola Sunda berarah utara-selatan (N-S) terbentuk 53 sampai 32 juta tahun yang lalu
(Eosen Awal-Oligosen Awal).
Arah yang ketiga adalah arah barat-timur yang umumnya dominan berada di
dataran Pulau Jawa dan dinamakan dengan Pola Jawa. Pola Jawa berarah barat-timur
(E-W) terbentuk sejak 32 juta tahun yang lalu dan diwakili oleh sesar-sesar naik
seperti Baribis dan sesar-sesar di dalam Zona Bogor (Van Bemmelen, 1949)
Untuk sejarah geologi daerah telitian menurut penulis dari hasil analisa dan
penginterpretasian data yang didapat dilapangan, pada kala Miosen Awal didaerah
telitian diendapkan satuan Breksi Waturanda dengan ciri litologi tersusun atas
batupasir vulkani dan breksi polimik berukuran boulder pada bagian bawah, pada
bagian atas fragmen berukuran krakal sampai berangkal dan terdapat sisipan
68
batupasir pada beberapa tempat lokasi pengamatan. Komposisi mineral pada bagain
atas dan bagian bawah relatif sama dengan fragmen andesit dan basalt yang memiliki
semen silika. Struktur sedimen pada satuan ini yaitu, graded bedding,masif, slump,
dan perlapisan. Umur satuan batuan ini yaitu miosen awal sampai miosen tengah
dengan N5 sampai N13.
Kemudian Terendapakan batupasir Waturanda tersusun atas batupasir
vulkanik ,batupasir sisipan batulempung, breksi, dan pada bagian atas terdapat
batupasir karbonatan pada beberapa tempat. Pada bagian atas satuan ini didominasi
oleh batupasir vulkanik, batupasir sisipan batulempung, dan terdapat breksi polimik
pada beberapa tempat , sedangkan pada bagian atas satuan ini didominasi oleh
batupasir sisipan batulempung dan terdapat breksi serta batupasir kerbonatn
berukuran krakal. Struktur sedimen pada satuan ini yaitu grded bedding, cross
lamination, slump, wavy lamination, convolute, laminatian. Umur satun batuan ini
adalah miosen awal sampai miosen tengah yaiti N5 sampai N13.Satuan batuan ini
berada tepat di atas satuan batuan breksi vulkanik waturanda dengan hubungan yang
selaras.
Pengaktifan kembali sepanjang sesar tersebut menghasilkan mekanisme
transtension dan transpression yang berasosiasi dengan sedimentasi turbidit dibagian
yang mengalami penurunan. Bagian basement berarah Timur – Barat merupakan
bagian dari fragmen benua yang mengalasi dan sebelumnya tertransport dari selatan
dan bertubrukan dengan Sundaland sepanjang Suture Meratus (NE-SW struktur).
Tektonik kompresi karena subduksi ke arah utara telah mengubah sesar basement
Barat – Timur menjadi pergerakan sesar mendatar, dalam perioda yang tidak terlalu
lama (Manur dan Barraclough, 1994). Kenaikan muka air laut selama periode ini,
menghasilkan pengendapan sedimen klastik di daerah rendahan, dan sembulan
karbonat (carbonate buildup) pada tinggian yang membatasinya. Pada Fase inilah
Panasogan Mulai Terendapkan dengan ciri litologi yang mendominasi berupa batuan
yang memiliki kandungan Karbonat yang banyak akibat kenaikan muka air laut.
Yang tersusun atas batupasir karbonatan, breksi polimik dimana terdapat fragmen
coral, dan batupasir sisipan batulempung, sedangkan pada bagian bawah didominasi
oleh batupasir karbonatan dan breksi polimik fragmen coral. Struktur sedimen pada
bataun ini yaitu bioturbation, wavy lamination, graded beding, planar lamination.
69
Umur satuan batuan ini adalah miosen tengah N13 sampai N15.Satuan batuan ini
terdapat tepat di atas satuan batuan batupasir vulkanik waturanda dengan hubungan
yang selaras.
70
BAB 6
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang diuraikan dalam bab-bab terdahulu, kesimpulan yang dapat ditarik adalah sebagai berikut:
Berdasarkan dari hasil yang diperoleh penelitian yang didapat, geomorfologi
daerah telitian dibagi menjadi beberapa sub satuan geomorfik yaitu sub satuan
Perbukitan homoklin (S2), sub satuan lereng homoklin (S1), sub satuan lembah
homoklin (S4), sub satuan gawir sesar (S3), dan sub satuan antropogenik (A).
Berdasarkan dari hasil yang diperoleh penelitian yang didapat, geologi daerah
teltian dibagi menjadi 3 satuan batuan yaitu satuan breksi vulkanik Waturanda,
satuan batupasir vulkanik Waturanda, satuan batupasir karbonatan Panosogan.
Pola pengaliran daerah telitian dibagi menjadi 3 pola pengaliran menurut
Howard, 1967 yaitu subparalel, paralel, dan trellis.
Berdasarkan dari hasil yang diperoleh penelitian yang didapat, struktur geologi
daerah telitian terdapat 2 sesar yaitu sesar mendatar kanan Rapahamba dengan
bidang sesar N 226 0E/860 dengan gores garis 210, N 2520E dan sesar mendatar
kiri Tritir.
Potensi daerah telitian didapat potensi positif yaitu breksi dan batupasir yang
dapat digunakan sebagai bahan dasar bangunan, dan potensi negatif yang
berupa longsoran.
71