LAPORAN KINERJA - Kementerian Koordinator Bidang ... · komoditas kedelai, kacang tanah, ... API...
Transcript of LAPORAN KINERJA - Kementerian Koordinator Bidang ... · komoditas kedelai, kacang tanah, ... API...
LAKIP 2015 _______________________________________________________ i
LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP
LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP
LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP
LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN
REPUBLIK INDONESIA
LAPORAN KINERJA
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
2015
LAKIP 2015 _______________________________________________________ ii
Soal Pangan adalah Soal Hidup Matinya Bangsa!
Pidato Bung Karno pada saat peletakan batu pertama Fakultas Pertanian Universitas
Indonesia—kelak bernama Institut Pertanian Bogor (IPB), 27 April 1952.
Sumber: http://www.berdikarionline.com/bung-karno-soal-pangan-adalah-soal-hidup-matinya-bangsa
LAKIP 2015 _______________________________________________________ iv
Ringkasan Eksekutif --
Kedaulatan Pangan merupakan salah satu Sektor Unggulan Nasional pada
Nawacita Pemerintah Jokowi-JK yaitu pada Agenda Prioritas ke-7: Mewujudkan
Kemandirian Ekonomi Dengan Menggerakkan Sektor-Sektor Strategis Ekonomi Domestik.
Sesuai dengan Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2015 Kementerian Koordinator
Bidang Perekonomian dan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. 5
Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian memiliki peran strategis
dengan tugas menyelenggarakan koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan
pelaksanaan serta pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang
terkait dengan isu di bidang Pangan dan Pertanian. Dalam Rencana Strategis Deputi
Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Tahun 2015-2019, telah disusun 3 Sasaran
Strategis (SS) dan 4 Program Lintas Kerja.
Pencapaian ketiga Sasaran Strategis (SS) pada tahun 2015 menunjukkan hasil
yang menggembirakan. SS 1, yaitu terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan
bidang pangan dan pertanian yang berhasil dicapai dengan predikat SANGAT BAIK
karena realisasi capaian (100%) melebihi target yang telah ditetapkan (85%). Begitu juga
dengan SS 2, yaitu terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan bidang pangan dan
pertanian, serta SS 3, yaitu terwujudnya efektivitas tata kelola pangan dan pertanian,
yang juga dicapai dengan kriteria SANGAT BAIK.
Program Lintas Kerja Koordinasi Pangan dan Pertanian, yaitu: (i) Ketersediaan
dan Stabilitas Harga Pangan; (ii) Pengembangan komoditi berorientasi ekspor; (iii)
Koordinasi ketersediaan sarana prasarana pangan dan pertanian; dan (iv)
Penanggulangan kemiskinan petani. Pencapaian 4 (empat) Program Lintas Kerja tersebut
juga menggembirakan.
Produksi pangan yang capaian produksinya melebihi target adalah padi dan
bawang merah. Ketersediaan pangan mayoritas mengalami surplus kecuali pada
komoditas kedelai, kacang tanah, dan daging sapi. Adapun pergerakan harga pangan
secara year on year (yoy) menunjukkan pola yang cukup stabil. Adapun yang mengalami
LAKIP 2015 _______________________________________________________ v
penurunan di atas 1% dibanding yoy tahun sebelumnya antara lain cabai merah, cabai
rawit, minyak goreng, dan kedelai. Adapun komoditas yang cukup berfluktuatif harganya
dan kenaikannya tinggi adalah bawang merah, bawang putih, telur dan daging ayam ras.
Capaian program pengembangan komoditi berorientasi ekspor untuk komoditas kelapa
sawit dan karet mengalami penurunan ekspor di tahun 2015, sedangkan teh, kakao, dan
perikanan mengalami kenaikan ekspor. Capaian program koordinasi ketersediaan sarana
prasarana pangan dan pertanian di antaranya pencetakan sawah baru seluas 23.000 ha
di Kabupaten, perluasan pertanian di lahan kering sebesar 250 ribu ha, rehabilitasi
jaringan irigasi tersier seluas 1.651.356 ha; Desa Mandiri Benih telah dimulai di 800 desa
yang tersebar di 32 provinsi; dan pendirian 897 unit dimana 703 unit sudah berjalan dan
194 unit dalam proses pemberkasan. Program penanggulangan kemiskinan petani antara
lain kegiatan pendahuluan pada Badan Usaha Milik Rakyat (BUMR), Badan Usaha Milik
Desa (BUMDes), sistem lelang pemasaran hasil pertanian, dan asuransi pertanian.
Namun di tahun 2015, terjadi peningkatan jumlah petani miskin, penurunan Nilai Tukar
Petani (NTP), dan penurunan pendapatan per kapita petani yang disebabkan oleh
terjadinya fenomena el nino dan gagal panen.
Kinerja Deputi Pangan dan Pertanian Tahun 2015 dalam menangani Quick Wins
Kementerian, yaitu Ketersediaan Beras dan Stabilisasi Harga Pangan juga SANGAT
BAIK. Ketersediaan beras sepanjang tahun 2015 secara umum mengalami surplus tiap
bulan kecuali pada Januari, Oktober, November, dan Desember sebagai dampak dari
fenomena el nino. Harga Pangan cukup stabil ditandai oleh inflasi bahan makanan pada
periode Januari-Desember 2015 (tahun kalender) sebesar 4,84%; lebih rendah
dibandingkan inflasi pangan tahun kalender 2013 (11,83%) dan 2014 (10,88%).
Berdasarkan capaian sasaran strategis serta program lintas kerja Koordinasi
Pangan dan Pertanian, masih perlu ditingkatkan kualitas dan kuantitas sinkronisasi,
koordinasi, dan pengendalian di bidang Pangan dan Pertanian terutama dalam
pencapaian program pengembangan komoditas ekspor dan penanggulangan kemiskinan
petani. Adapun sasaran strategis dan program yang sudah sesuai atau melebihi target,
diharapkan dapat terus dipertahankan.
Saran rekomendasi dan langkah-langkah perbaikan yang akan dilakukan
kedepan di tahun 2016 adalah :
LAKIP 2015 _______________________________________________________ vi
a. Perencanaan kegiatan dan perencanaan anggaran agar disususn dalam 12 bulan,
serta memperhatikan waktu dan SDM yang tersedia, serta melihat kondisi yang
terjadi pada kementerian/lembaga terkait.
b. Agar koordinasi dan sinkronisasi lebih difokuskan pada pemecahan masalah dan
hambatan terkait agenda-agenda nasional dan pencapaian yang telah ditetapkan
dalam Renstra Menko Perekonomian dan agenda Nawacita terkait kedaulatan
pangan.
c. Agar rekomendasi yang dihasilkan tidak bersifat umum, tetapi lebih kepada
penyelesaian masalah dan peningkatan kinerja.
d. Rekomendasi yang belum terselesaikan pada tahun 2015, agar ditindaklanjuti pada
tahun 2016. Sedangkan terhadap rekomendasi yang sudah diselesaikan, agar
dipantau dan dievaluasi implementasinya.
e. Pengumpulan data dan evaluasi data berkala setiap triwulan, agar dilakukan oleh
masing-masing Asisten Deputi, untuk menjamin pelaksanaan kegiatan sesuai
dengan target yang telah direncanakan.
LAKIP 2015 _______________________________________________________ vii
Daftar Isi --
Hal.
KATA PENGANTAR
RINGKASAN EKSEKUTIF
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
iii
iv
vi
vii
viii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Umum
1.2. Organisasi Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian
A. Kedudukan, Tugas Pokok, dan Fungsi
B. Organisasi dan Sumber Daya Manusia
C. Aspek strategis
D. Isu Strategis
1
1
2
2
3
5
6
BAB II. PERENCANAAN KINERJA
2.1. Rencana Strategis (Renstra)
2.2. Sasaran Strategis
2.3. Rencana Kerja (Renja) 2015
2.4 Perjanjian Kinerja (PK) 2015
2.5 Pengukuran Kinerja
8
8
9
10
11
13
BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA
3.1. Capaian Kinerja
A. Capaian Sasaran Strategis 1 (SS 1)
B. Capaian Sasaran Strategis 2 (SS 2)
C. Capaian Sasaran Strategis 3 (SS 3)
D. Rekapitulasi Capaian Kinerja
E. Capaian Program Lintas Kerja
a) Ketersediaan dan Stabilitas Harga Pangan
b) Pengembangan Komoditi Berorientasi Ekspor
c) Koordinasi Ketersediaan Sarana Prasarana Pangan dan Pertanian
d) Penanggulangan Kemiskinan Petani
3.2. Realisasi Anggaran
17
17
17
25
33
34
35
36
46
58
62
67
BAB IV. PENUTUP
LAMPIRAN
70
71
LAKIP 2015 _______________________________________________________ viii
Daftar Tabel --
Hal.
2.1. Sasaran Strategis Tahun 2015-2019
2.2 Rencana Kerja (Renja) Tahun 2015
2.3. Perjanjian Kinerja Tahun 2015
9
11
12
3.1. Target dan Realisasi Capaian Kinerja SS 1 Tiap Kegiatan
3.2. Rekomendasi Koordinasi Kebijakan Bidang Pangan
3.3. Rekomendasi Koordinasi Kebijakan Bidang Peternakan dan Perikanan
3.4. Rekomendasi Koordinasi Kebijakan Bidang Perkebunan dan Hortikultura
3.5. Rekomendasi Koordinasi Kebijakan Sarana dan Prasarana Pangan dan
Pertanian
3.6. Rekomendasi Koordinasi Kebijakan Agribisnis
3.7. Target dan Realisasi Capaian Kinerja SS 2 (Pengendalian) Tiap Kegiatan
3.8. Rekomendasi Hasil Pengendalian yang Terimplementasi
3.9. Progress Paket Deregulasi (PAKDE) Tahap I
3.10. Target dan Realisasi Capaian Kinerja SS 3 Tiap Kegiatan
3.11. Capaian Kinerja Tian Sasaran dan Indikator Kinerja
3.12. Capaian Kinerja Deputi Tahun 2013-2014
3.13. Target dan Capaian Produksi Komoditi Pangan Utama, 2014-2015
3.14. Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Pangan (ribu ton)
3.15. Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Beras (ribu ton)
3.16. Perbandingan yoy Harga Pangan
3.17. Diagregasi Inflasi Umum dan Inflasi Pangan/Bahan Makanan
3.18. Andil beberapa komoditas terhadap Inflasi Nasional
3.19. Nilai dan Volume Ekspor Teh Tahun 2010-2014
3.20. Ekspor Komoditas Perikanan 2009-2015
3.21. Program Nawacita Penyediaan Prasarana dan Sarana Pangan dan Pertanian
Tahun 2015
3.22. Luas Jaringan Irigasi Tersier yang Rusak Sampai Tahun 2014
3.23. Realisasi Anggaran Tiap Kegiatan Tahun 2015
3.24. Realisasi Anggaran Tiap Sasaran dan Indikator Kinerja Tahun 2015
17
18
19
23
24
24
25
26
28
33
34
35
37
38
39
40
44
48
51
58
59
61
67
67
LAKIP 2015 _______________________________________________________ ix
Daftar Gambar --
Hal.
1.1. Struktur Organisasi Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian
1.2. Jumlah SDM Menurut Pendidikan dan Eselonisasi
4
5
2.1. Visi, Misi, dan Tujuan 8
3.1. Perkembangan Harga Pangan Tiap Bulan, 2011-2015
3.2. Perkembangan Inflasi Umum dan Volatile Food Nasional 2011-2015
3.3. Kondisi Harga CPO Tahun 2015
3.4. Produksi dan Ekspor CPO Tahun 1980 – 2015
3.5. Perkembangan Luas Areal Perkebunan Teh Indonesia Tahun 2010-2015
3.6. Perkembangan Produksi Teh Indonesia tahun 2010-2015
3.7. Negara Tujuan Ekspor Teh
3.8. Jumlah Petani Miskin 2010-2015
3.9. Nilai Tukar Petani (NTP) Januari-Desember 2015
3.10. Pendapatan per kapita petani, 2010-2015
3.11. Perbandingan Target dan Realisasi Anggaran per bulan Tahun 2015
3.12. Perbandingan Realisasi Anggaran Tahun 2012-2015
41
43
46
48
49
50
50
64
66
66
69
69
LAKIP 2015 _______________________________________________________ x
Daftar Singkatan --
APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara NTP Nilai Tukar Petani
API Angka Pengenal Impor PAKDE Paket Deregulasi
Asdep Asisten Deputi PDB Produk Domestik Bruto
BPDP Badan Pengelola Dana Perkebunan Permentan Peraturan Menteri Pertanian
BPOM Badan Pengawas Obat dan Makanan Perpres Peraturan Presiden
BPS Badan Pusat Statistik PK Penetapan Kinerja
BULOG Badan Urusan Logistik PMK Peraturan Menteri Keuangan
BUMN Badan Usaha Milik Negara PP Peraturan Pemerintah
CBP Cadangan Beras Pemerintah PSO Public Service Obligation
CPO Crude Palm Oil PTT Pegawai Tidak tetap
HBKN Hari Besar Keagamaan Nasional QW Quick Wins
IHK Indeks Harga Konsumen Renja Rencana Kerja
IKU Indikator Kinerja Utama RENSTRA Rencana Strategis
IP Indeks Pertanaman RPerpres Rancangan Peraturan Presiden
K/L Kementerian/Lembaga RPJMN Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
KPA Kuasa Pengguna Anggaran RPP Rancangan Peraturan Pemerintah
KUR Kredit Usaha Rakyat SRG Sistem Resi Gudang
LP2B Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan SS Sasaran Strategis
MDM Mechanically Deboned Meat UU Undang-Undang
NAMPA National Meat Processors Association yoy year on year
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 1
Bab I -- PENDAHULUAN
1.1. Umum
Ketersediaan, keterjangkauan dan ketercukupan pangan memegang
peranan penting dalam menjaga stabilitas ekonomi, sosial, budaya, politik dan
keamanan nasional. Presiden Soekarno pernah berpidato bahwa Pangan
merupakan soal mati-hidupnya suatu bangsa; apabila kebutuhan pangan rakyat
tidak dipenuhi maka “malapetaka”. Oleh karena itu, perlu usaha secara besar-
besaran, radikal, dan revolusioner. Kedaulatan Pangan menjadi agenda Prioritas
pada Nawacita Pemerintahan yaitu Sub Agenda Prioritas pada Agenda Prioritas
ke-7: Mewujudkan Kemandirian Ekonomi Dengan Menggerakkan Sektor-Sektor
Strategis Ekonomi Domestik dan menjadi salah satu Sektor Unggulan Nasional.
Berdasarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia Tahun Nomor 7 Tahun
2012, tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, dan Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 29 Tahun
2010 tentang Penetapan Kinerja dan Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah (LAKIP), maka tiap K/L wajib menyusun LAKIP sebagai wujud
pertanggungjawaban instansional yang menggambarkan tentang akuntabilitas
pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dari suatu instansi pemerintah. Oleh
karena itu, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian perlu menyusun
LAKIP sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban kinerja selama tahun 2015
dan sekaligus sebagai sumber evaluasi dalam rangka peningkatan kinerja tiap unit
organisasi di bawahnya.
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 2
1.2. Organisasi Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian
A. Kedudukan, Tugas Pokok, dan Fungsi
a) Kedudukan
Berdasarkan Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2015 tentang Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian dan Peraturan Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian No. 5 Tahun 2015 tentag Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan
Pertanian berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Koordinator.
b) Tugas Pokok
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian mempunyai tugas
menyelenggarakan koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan
pelaksanaan serta pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga
yang terkait dengan isu di bidang Pangan dan Pertanian.
c) Fungsi
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud di atas, Deputi
Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian menyelenggarakan fungsi:
a. koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan
kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait dengan isu di bidang pangan
dan pertanian;
b. pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait
dengan isu di bidang pangan dan pertanian;
c. koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan di bidang ketersediaan dan
stabilisasi harga pangan;
d. pengendalian pelaksanaan kebijakan di bidang ketersediaan dan stabilisasi
harga pangan;
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 3
e. koordinasi dan sinkronisasi, perumusan, dan pelaksanaan, dan pengendalian
pelaksanaan kebijakan di bidang pengembangan komoditi berorientasi ekspor;
f. koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan di bidang ketersediaan
sarana prasarana pangan dan pertanian;
g. koordinasi, sinkronisasi, dan perumusan kebijakan di bidang penanggulangan
kemiskinan petani;
h. pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan di bidang pangan dan
pertanian; dan
i. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri Koordinator.
B. Organisasi dan Sumber Daya Manusia
a) Organisasi
Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, Deputi Bidang Koordinasi
Pangan dan Pertanian dibantu oleh 5 (lima) Asisten Deputi, yaitu:
1) Asisten Deputi Pangan;
2) Asisten Deputi Peternakan dan Perikanan;
3) Asisten Deputi Perkebunan dan Hortikultura;
4) Asisten Deputi Prasarana dan Sarana Pangan dan Pertanian;
5) Asisten Deputi Agribisnis.
Asisten Deputi (Asdep) mempunyai tugas pokok melaksanakan penyiapan
koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan
dan pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait isu
di bidang masing-masing terkait pangan dan pertanian.
Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, masing-masing Asdep
dibantu oleh 2 (dua) Kepala Bidang dan Kelompok Jabatan Fungsional. Tugas
pokok Kepala Bidang adalah melaksanakan penyiapan bahan sinkronisasi dan
koordinasi perencanaan, penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, pemantauan,
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 4
analisis, evaluasi dan pelaporan tentang masalah dan kegiatan di bidang yang
menjadi tugasnya. Selanjutnya masing-masing Kepala Bidang didukung oleh 2
(dua) Kepala Sub Bidang dan beberapa staf/kelompok jabatan fungsional. Struktur
Organisasi Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian selengkapnya
disajikan pada Gambar 1.1.
Gambar 1.1. Struktur Organisasi Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian
Struktur di atas merupakan nomenklatur baru yang ditetapkan di tahun
2015 setelah sebelumnya bernama Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Sumber
Daya Hayati. Susunan dan nomenklatur Eselon II juga sedikit berbeda dengan
tahun 2014, yakni (i) Kelautan ditangani unit eselon II di Kemenko Kemaritiman;
(ii) Asisten Deputi Kehutanan menjadi bagian dari Deputi lain; (iii) Asisten Deputi
Agribisnis merupakan unit Eselon II baru.
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 5
b) Sumber Daya Manusia (SDM)
Jumlah Pegawai Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Tahun
2015 sebanyak 46 orang, terdiri dari 39 PNS dan 7 Pegawai Tidak Tetap (PTT).
Sedangkan berdasarkan pendidikan, S3 sebanyak 2 orang, S2 sebanyak 20
orang, S1 sebanyak 19 orang, Diploma 1 orang, dan SLTA 4 orang, sebagaimana
terlihat pada gambar berikut:
Gambar 1.2. Jumlah SDM Menurut Pendidikan dan Eselonisasi
Struktur SDM di atas telah cukup ideal dalam mendukung tugas yang dijalankan,
meskipun dari 20 jabatan Eselon IV yang ada baru 50% (10 jabatan) terisi.
Namun, kekurangan tersebut paling tidak telah didukung oleh Pelaksana.
C. Aspek strategis
1. Indonesia memiliki potensi sumberdaya yang sangat besar dan sangat penting
dalam pembangunan pertanian. Indonesia dikenal sebagai pusat
keanekaragaman hayati dunia dan dikenal sebagai salah satu negara yang
memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Sumberhayati berasal dari
tumbuhan ada sekitar 40 ribu yang terdiri dari 5000 jenis jamur, 400 jenis
tanaman penghasil buah, 370 jenis tanaman penghasil sayuran, 70 jenis
tanaman berumbi, 60 jenis tanaman penyegar dan 55 jenis tanaman rempah.
2
20 19
1
4
0
5
10
15
20
25
S3 S2 S1 D2 SLTA
1
5
11 10
14
5
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 6
2. Indonesia juga memiliki sumberdaya biofisik yang cukup beragam untuk
mendukung pengembangan pertanian antara lain adalah ketersediaan lahan,
hara, dataran rendah dan tinggi, curah hujan yang merata di sebagian wilayah,
sinar matahari yang terus menyinari sepanjang tahun, kelembaban udara dan
organisme-organisme, serta setidaknya memiliki 47 ekosistem alami yang
berbeda.
3. Ketersediaan lahan yang cukup besar sangatlah potensial pengembangan
sektor pertanian. Indonesia memiliki luas daratan 191,09 juta hektar. Dari luas
daratan tersebut, sekitar 95,81 juta hektar yang potensial untuk pertanian,
yang terdiri dari 70,59 juta hektar berada di lahan kering, 5,23 juta hektar di
lahan basah non rawa, dan 19,99 juta hektar di lahan rawa.
4. Tingginya jumlah penduduk yang sebagian besar berada di pedesaan
merupakan potensi tenaga kerja pertanian. Sampai saat ini, lebih dari 35 juta
tenaga kerja nasional atau 26,14 juta rumahtangga masih menggantungkan
hidupnya pada sektor pertanian.
5. Pertumbuhan kelas menengah yang sangat pesat, saat ini kelas menengah di
Indonesia berjumlah 45 juta jiwa dan akan meningkat menjadi 135 juta pada
tahun 2030.
6. Produk pertanian Indonesia juga berpeluang untuk dipasarkan ke pasar
internasional, baik produk segar maupun olahan.
D. Isu Strategis
1. Ketersediaan dan Stabilisasi Harga Pangan, antara lain mengenai :
a. Penyusunan Rancangan PP Ketahanan Pangan dan Gizi yang mencakup
Cadangan Pangan Pemerintah dan cadangan Pangan
Pemerintah Daerah; Penganekaragaman Pangan dan perbaikan Gizi
masyarakat; kesiapsiagaan Krisis Pangan dan penanggulangan
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 7
Krisis Pangan; Distribusi Pangan; perdagangan Pangan, Bantuan
Pangan; pengawasan; Sistem Informasi Pangan dan Gizi; dan peran serta
masyarakat.
b. Penyusunan Inpres pengadaan gabah/beras dan penyalurannya untuk
melindungi pendapatan petani
c. Cadangan Beras Pemerintah untuk stabilisasi harga
d. Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting
e. Operasi Pasar Murah dan kelancaran Distribusi Barang
f. Penambahan cadangan Raskin 13 dan 14
g. Pengalihan beras komersial Bulog menjadi PSO
h. Pengendalian harga beras
i. Revitalisasi data pangan nasional (beras, jagung, daging sapi, dan Gula)
2. Pengembangan komoditas Berorietasi Ekspor, antara lain mengenai :
a. Pengembangan industri nasional berbasis karet alam
b. Pembentukan BLU Kelapa sawit untuk penyerapan CPO dan peningkatan
ekspor
c. Perhitunagn produksi kakao nasional untuk kepastian data ekspor
d. Peningkatan produktivitas Teh Rakyat dalam rangak peningkatan ekspor
teh
3. Penyediaan sarana dan Prasarana Pangan dan Pertanian, antara lain
mengenai :
a. Penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
b. Perbaikan jaringan irigasi
c. Penggunaan pupuk organik
4. Penanggulangan Kemskinan Petani, antara lain :
a. Penyempurnaan sistem dan Mekanisme Pembiayaan KUR dan asuransi
pertanian
b. Pemenuhan tenaga penyuluhan
c. Harmonisasi peraturan mengenai sistem penyuluhan nasional
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 8
Bab II -- PERENCANAAN KINERJA
2.1. Rencana Strategis (Renstra)
Rencana Strategis Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian
merupakan bagian dari penjabaran dari Permenko Nomor 11 Tahun 2005 tentang
Rencana Strategis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian tahun 2015-
2019. Renstra tersebut juga mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN 2015-2019) sebagai turunan UU No. 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) yang mewajibkan
seluruh Kementerian/Lembaga pemerintah untuk menetapkan Renstra yang di
dalamnya mencakup visi, misi, tujuan dan sasaran strategis Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian.
Visi, Misi, dan Tujuan
Dalam Rencana Strategis Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan
Pertanian Tahun 2015-2019 telah ditetapkan Visi, Misi, dan Tujuan sebagai
berikut:
Gambar 2.1. Visi, Misi, dan Tujuan
VISI
Terwujudnya koordinasi, sinkronisasi, dan
pengendalian pembangunan ekonomi yang efektif
dan berkelanjutan di bidang Pangan dan Pertanian
MISI
1) Meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi
perumusan, penetapan, dan pelaksanaan
kebijakan di bidang pangan dan pertanian
2) Meningkatkan pengendalian pelaksanaan
kebijakan di bidang pangan dan pertanian
TUJUAN
1) Terwujudnya pertumbuhan
ekonomi yang inklusif dan
berkelanjutan di bidang pangan
dan pertanian
2) Terwujudnya kinerja organisasi
yang baik di bidang pangan
dan pertanian
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 9
2.2. Sasaran Strategis
Sasaran strategis yang ingin dicapai Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan
Pertanian dalam rangka mewujudkan tujuan 1 terkait dengan“ Terwujudnya
pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan di bidang pangan dan
pertanian”, akan ditunjukkan dengan dan sasaran strategis 1 dan 2 sedangkan
sasaran strategis 3 merupakan bagian dalam rangka mendukung terlaksananya
kinerja fungsi deputi dan jajaran dibawahnya, diperlukan kelengkapan
kelembagaan yang berfungsi untuk mengelola organisasi Deputi Bidang
Koordinasi Pangan dan Pertanian, baik dalam hal penyediaan sarana, prasarana,
SDM yang memadai guna menciptakan suasana kerja yang kondusif,
sebagaimana perincian sebagai berikut:
1. Sasaran Strategis yang ingin dicapai dalam pencapaian tujuan mewujudkan
pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan di bidang pangan dan
pertanian, yaitu:
1) SS 1: Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan bidang pangan
dan pertanian;
2) SS 2: Terwujudnya pengendalian kebijakan bidang pangan dan pertanian;
2. Sasaran Strategis yang ingin dicapai dalam pencapaian tujuan mewujudkan
kinerja organisasi yang baik di bidang pangan dan pertanian, yaitu:
3) SS 3: Terwujudnya efektivitas tata kelola kebijakan bidang pangan dan
pertanian yang baik;
Tabel 2.1. Sasaran Strategis Tahun 2015-2019
Sasaran Strategis/Indikator Target
2015 2016 2017 2018 2019
Sasaran Program (Outcome) 1:
Terwujudnya Koordinasi dan
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 10
Sasaran Strategis/Indikator Target
2015 2016 2017 2018 2019
Sinkronisasi Kebijakan Pangan
dan Pertanian
Indikator
Persentase hasil rekomendasi
koordinasi dan sinkronisasi
pangan dan pertanian yang
diselesaikan
100
100
100
100
100
Sasaran Program (Outcome) 2:
Terwujudnya pengendalian
pelaksanaan kebijakan Pangan
dan Pertanian
Indikator
Persentase kebijakan bidang
pangan dan pertanian yang
terimplementasikan
100
100
100
100
100
Sasaran Program (Outcome) 3:
Terwujudnya efektivitas tata
kelola pangan dan pertanian
yang baik
Indikator:
Persentase partisipasi
stakeholders dalam kebijakan
pangan dan pertanian
90
90
90
90
90
2.3. Rencana Kerja (Renja) Tahun 2015
Rencana Kerja (RKT) merupakan penetapan rencana capaian terhadap
target indikator kinerja berdasarkan sasaran strategis/sasaran program yang telah
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 11
ditetapkan dalam Renstra. RK menguraikan program/sasaran strategis yang terdiri
dari beberapa Indikator Kinerja (IK) serta beberapa target yang harus dicapai oleh
pengemban amanah dalam hal ini pimpinan unit kerja sebagai pembuat janji.
Berikut uraian tabel Rencana Kerja Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan
Pertanian Tahun 2015.
Tabel 2.2. Rencana Kerja (Renja) Tahun 2015
Sasaran Program Indikator Kinerja Target
2015
Alokasi 2015
(juta rupiah)
Terwujudnya Koordinasi
dan sinkronisasi
kebijakan Pangan dan
Pertanian
Persentase hasil
rekomen dasi koordinasi
dan sinkronisasi
kebijakan pangan dan
pertanian yang
diselesaikan
100% 8.392
Terwujudnya
pengendalian
pelaksanaan kebijakan
Pangan dan Pertanian
Persentase kebijakan
bidang pangan dan
pertanian yang
terimplementasikan
100% 2.983
Terwujudnya efektivitas
tata kelola pangan dan
pertanian yang baik
Persentase partisipasi
stakeholders dalam
kebijakan pangan dan
pertanian
90% 225
2.4. Perjanjian Kinerja (PK) Tahun 2015
Perjanjian Kinerja (PK) merupakan suatu bentuk kesepakatan kinerja yang
harus diwujudkan oleh pimpinan unit kerja atau penerima amanah sebagai janji
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 12
atau tanggung jawab kepada atasannya yang harus dicapai dalam suatu waktu
tertentu. Dokumen PK ditandatangani oleh pembuat janji (pimpinan/penerima
amanah) dan pimpinannya.
Dokumen PK nantinya akan dimanfaatkan oleh setiap pimpinan disusun
setelah ada kejelasan mengenai alokasi anggaran. Hal ini dimaksudkan agar
dokumen PK dapat disusun secara lebih realistis dengan mempertimbagkan
ketersediaan sumber dana yang nyata akan diperoleh. Dokumen PK berfungsi
sebagai alat untuk melaporkan capaian realisasi kinerja LAKIP dan sebagai acuan
target dalam menilai keberhasilan organisasi. Penetapan Kinerja dilampiri dengan
Perjanjian Kinerja.
Perjanjian Kinerja Tahun 2015 Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan
Pertanian adalah terbagi ke dalam 3 sasaran program dan 3 indikator, dengan
perincian sebagai berikut :
Tabel 2.3. Perjanjian Kinerja Tahun 2015
Sasaran Program Indikator Kinerja Target 2015
Terwujudnya Koordinasi dan
sinkronisasi kebijakan
Pangan dan Pertanian
Persentase hasil rekomendasi
koordinasi dan sinkronisasi
kebijakan pangan dan pertanian
yang diselesaikan
100%
Terwujudnya pengendalian
pelaksanaan kebijakan
Pangan dan Pertanian
Persentase kebijakan bidang
pangan dan pertanian yang
terimplementasikan
100%
Terwujudnya efektivitas tata
kelola pangan dan pertanian
yang baik
Persentase partisipasi
stakeholders dalam kebijakan
pangan dan pertanian
90%
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 13
2.5. Pengukuran Kinerja
Sasaran strategis Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian tahun
2015 adalah terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan
pelaksanaan serta pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga
yang terkait isu di bidang pangan dan pertanian, dengan indikator kinerja:
Persentase hasil rekomendasi koordinasi dan sinkronisasi kebijakan
pangan dan pertanian yang diselesaikan.
Persentase kebijakan bidang pangan dan pertanian yang
terimplementasikan.
Persentase partisipasi stakeholders dalam kebijakan pangan dan pertanian.
Kriteria dan cara pengukuran capaian ketiga indikator kinerja tersebut di atas
dijelaskan sebagai berikut:
1. Indikator persentase (%) hasil rekomendasi koordinasi dan sinkronisasi
kebijakan pangan dan pertanian yang diselesaikan
Koordinasi dan sinkronisasi kebijakan pangan dan pertanian yang
dilaksanakan pada tahun 2015 dalam rangka untuk mengatasi permasalahan
ketersediaan dan stabilisasi harga pangan, pengembangan komoditi berorientasi
eskpor, ketersediaan sarana dan parasarana pangan dan pertanian, dan
penanggulangan kemiskinan petani, dengan hasil yang dugunakan berapa persen
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 14
(%) rekomendasi yang dihasilkan dan diselesaikan sebagai dasar pengukuran
persentasi hasil rekomendasi. Kegiatan koordinasi dan sinkronisasi dikatakan
efektif apabila persentase rekomendasi dan sinkronisasi kebijakan pangan dan
pertanian yang diselesaikan. Semakin banyak rekomendasi dan sinkronisasi yang
diselesaikan dan ditindaklanjuti oleh Kementerian/Lembaga maka sasaran
strategis: “Terwujudnya Sinkronisasi dan Koordinasi Kebijakan Pangan dan
Pertanian” akan semakin baik.
Koordinasi diartikan sebagai kegiatan untuk menyamakan persepsi,
pemahaman dan langkah tindaklanjut pihak-pihak terkait (K/L, BUMN, Swasta)
dalam merencanakan, menyusun dan melaksanakan sebuah kebijakan di bidang
pangan dan pertanian. Dalam melaksanakan koordinasi kebijakan diperlukan
dukungan dari pihak-pihak terkait, yaitu: Kementerian Pertanian, Kementerian
Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan, Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan, Kementerian Koperasi
dan UKM, BKPM, BPN, BPS, Pemda, BUMN, dan Swasta. Melalui rapat
koordinasi yang dilaksanakan oleh Deputi Pangan dan Pertanian,
direkomendasikan tentang langkah-langkah dan pembagian tugas serta tanggung
jawab masing-masing pihak sesuai kewenangannya untuk melaksanakan
kebijakan bidang pangan dan pertanian.
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 15
Persentase hasil rekomendasi koordinasi dan sinkronisasi kebijakan pangan
dan pertanian dalam >45-100%, dimana semakin besar, semakin baik koordinasi
yang dihasilkan.
Apabila rekomendasi yang diselesaikan mencapai 85 – 100%, artinya hasil
koordinasi sangat baik.
Apabila rekomendasi yang diselesaikan mencapai 65 – 85%, artinya hasil
koordinasi baik.
Apabila rekomendasi yang diselesaikan mencapai 45– 65%, artinya hasil
koordinasi kurang.
Apabila rekomendasi yang diselesaikan mencapai <45%, artinya hasil
koordinasi sangat kurang.
Untuk menghitung persentase tersebut, masing-masing kegiatan rekomendasi
yang diselesaikan dibagi dengan rekomendasi yang dihasilkan, hasilnya dikalikan
100%.
2. Indikator Persentase kebijakan bidang pangan dan pertanian yang
terimplementasikan
Dalam rangka pencapaian sasaran strategis Deputi Bidang Koordinasi
Pangan dan Pertanian, pada tahun 2015 telah dilaksanakan kegiatan
pengendalian pelaksanaan kebijakan pangan dan pertanian yang menghasilkan
sebanyak 5 rekomendasi, terdiri dari: rekomendasi kebijakan bidang pangan (1),
kebijakan Peternakan dan Perikanan (1), kebijakan bidang perkebunan dan
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 16
hortikultura (1), kebijakan bidang Prasarana, Sarana Pangan dan Pertanian (1),
dan kebijakan bidang prasarana, sarana pangan dan pertanian (1). Dari
rekomendasi yang dihasilkan dalam kegiatan koordinasi tersebut, sebanyak 5
rekomendasi (100%) sudah diimplementasikan oleh Kementerian/ Lembaga,
Pemerintah Daerah, BUMN, dan Swasta.
Capaian kinerja persentase rekomendasi yang dapat dimplementasikan
sebesar 100% sesuai dengan target sebesar 100%.
3. Indikator Persentase partisipasi stakeholders dalam kebijakan pangan dan
pertanian
Pengukuran indikator kinerja manajemen Deputi Bidang Koordinasi Pangan
dan Pertanian dalam pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi, serta pengendalian
kebijakan bidang pangan dan pertanian dilakukan dengan pengukuran partisipasi
stakeholder dalam kehadiran. Persentase partisipasi stakeholder koordinasi dan
sinkronisasi, sera pengendalian kebijakan pangan dan pertanian dalam >45-
100%, dimana semakin besar, semakin baik koordinasi yang dihasilkan.
Berdasarkan tiga pengukuran indikator persentase hasil kinerja deputi
tersebut, selanjutnya dimasukan ke dalam rekapitulasi Capaian Kinerja Tiap
sasaran dan indikator kinerja.
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 17
Bab III -- AKUNTABILITAS KINERJA
3.1. Capaian Kinerja
A. Capaian Sasaran Strategis 1 (SS 1)
Sasaran Strategis 1 (SS 1), yaitu Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi
kebijakan bidang pangan dan pertanian. Pencapaian SS tersebut diukur dengan
indikator kinerja persentase (%) hasil rekomendasi koordinasi dan sinkronisasi
kebijakan pangan dan pertanian yang diselesaikan. Penilaian kinerja tiap kegiatan
sebagaimana tertuang pada tabel 2.3 di Bab II.
Adapun pencapaian kinerja masing-masing kegiatan ditunjukkan pada
tabel berikut:
Tabel 3.1. Target dan Realisasi Capaian Kinerja SS 1 Tiap Kegiatan
Capaian
(%)
(5)/(2)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Koordinasi Kebijakan
Bidang Pangan5 85 8 6 120 Sangat Baik
Koordinasi Kebijakan
Bidang Peternakan dan
Perikanan
4 85 4 4 100 Sangat Baik
Koordinasi Kebijakan
Bidang Perkebunan dan
Hortikultura
4 85 4 4 100 Sangat Baik
Koordinasi Kebijakan
Bidang Sarana dan
Prasarana Pangan dan
Pertanian
3 85 3 3 100 Sangat Baik
Koordinasi Kebijakan
Bidang Agribisnis2 85 3 2 100 Sangat Baik
Total 18 100 22 19 106 Sangat Baik
Kegiatan Rekomendasi
dihasilkan
Kriteria
Target Realisasi
RekomendasiCapaian
(%)
Rekomendasi
diselesaikan
Pada tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa capaian kinerja tiap kegiatan telah
tercapai dengan SANGAT BAIK dan melebihi target yang ditetapkan.
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 18
Adapun perincian Rekomendasi Koordinasi dan Sinkronisasi tiap Kegiatan
sebagaimana dijabarkan pada tabel di bawah ini:
Tabel 3.2. Rekomendasi Koordinasi Kebijakan Bidang Pangan
No. Rekomendasi Tindak Lanjut Status
1. Perlu penyelesaian (pembahasan)
draft RPP tentang Ketahanan
Pangan dan Gizi sebagai amanah
UU Pangan No. 18 Tahun 2012
Telah diterbitkan PP No. 17 Tahun
2015 tentang Ketahanan Pangan
dan Gizi, telah diundangkan pada
tanggal 19 Maret 2015 sebagai
amanah UU Pangan No. 18 Tahun
2012
Terselesaikan
2. Perlu penetapan (pembahasan)
draft Inpres tentang Pengadaan
Gabah/Beras dan Penyaluran Beras
oleh Pemerintah dalam rangka
melindungi tingkat pendapatan
petani (HPP), stabilisasi harga
beras, pengamanan Cadangan
Beras Pemerintah, dan penyaluran
beras untuk keperluan yang
ditetapkan oleh Pemerintah.
Telah diterbitkan/ditetapkan Inpres
No 5 Tahun 2015 tentang
Pengadaan Gabah/Beras dan
Penyaluran Beras oleh Pemerintah
tanggal 17 Maret 2015
Terselesaikan
3. Perlu penguatan Cadangan Beras
Pemerintah (CBP) untuk keperluan
stabilisasi harga beras serta
bantuan sosial.
Penguatan Cadangan Beras
Pemerintah (CBP), telah dicairkan
dana sebesar Rp. 1,5 T (setara 170
ribu ton) oleh KPA Dana CBP (di
Ditjen Perbendaharaan Kemenkeu).
Terselesaikan
4. Perlu segera diselesaikan draft
Perpres tentang Penetapan dan
Penyimpanan Barang Kebutuhan
Pokok dan Barang Penting sebagai
amanah UU Perdagangan No.7
Tahun 2014.
Telah diterbitkan Perpres No. 71
Tahun 2015 tentang Penetapan
dan Penyimpanan Barang
Kebutuhan Pokok dan Barang
Penting, telah diundangkan
tanggal 15 Juni 2015
Terselesaikan
5. Untuk menjaga kestabilan harga
menjelang, saat dan setelah HBKN
(Puasa, Idul Fitri dan Natal), K/L
terkait perlu memonitor secara
intensif pergerakan harga,
malaksanakan Operasi Pasar
Murah dan menjaga kelancaran
distribusi barang oleh K/L Teknis
serta keterlibatan Pemda.
Telah dilakukan monitoring harga
oleh K/L terkait (BPS, Kemendag),
Operasi Pasar Murah oleh K/L yang
dikoordinir oleh Kemendag dan
Pengaturan Distribusi Barang
dikoordinir oleh Kemenhub serta
instruksi ke Pemda oleh
Kemendagri dalam rangka
menjaga kestabilan harga
menjelang, saat dan setelah HBKN
(Puasa, Idul Fitri dan Natal)
Terselesaikan
6. Perlu penambahan 2 kali Raskin
(ke-13 dan ke-14) untuk antisipasi
dampak El Nino terhadap
Telah dilaksanakan penyaluran
tambahan 2 kali Raskin, dengan
realisasi s/d Desember 2015
Terselesaikan
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 19
No. Rekomendasi Tindak Lanjut Status
ketahanan pangan dalam rangka
menjaga tingkat daya beli di
masyarakat khususnya yang
berpendapatan rendah
terhadap pagu 1 tahun sebesar
98,17%
7. Perlu pengalihan stok beras
komersial BULOG menjadi PSO
dengan pertimbangan stok beras
yang dikuasai Pemerintah semakin
menipis dalam rangka menjaga
kestabilan harga beras
Telah dilakukan proses pengalihan
stok beras komersial BULOG
menjadi PSO namun masih
terkendala administrasi dan
payung hukum sebagai dasar
pengalihan tersebut. Akan
ditindaklanjuti di Tahun 2016
Belum
terselesaikan
8. Perlu pengadaan beras Luar Negeri
untuk memastikan kecukupan stok
akhir tahun Pemerintah di Tahun
2015 dalam rangka pengendalian
harga beras di pasaran dan
antisipasi dampak El Nino
Telah disepakati alokasi impor
sebesar 1,5 juta ton sampai
dengan Maret 2016. Per Desember
2015 terealisasi sebesar ±389 ribu
ton
Belum
terselesaikan
Tabel 3.3. Rekomendasi Koordinasi Kebijakan Bidang Peternakan dan Perikanan
No. Rekomendasi Tindak Lanjut Status
1. Rekomendasi hasil perhitungan
angka konsumsi dan kebutuhan
nasional produk peternakan dan
perikanan dalam rangka
pemenuhannya antara lain:
a. Angka konsumsi daging sapi
tahun 2015 diperkirakan
sebesar 2,56 kg/kapita dengan
jumlah kebutuhan 653.980 ton
dan tahun 2016 diperkirakan
2,61 kg/kapitaq dengan
kebutuhan 674.690 ton.
Telah diverifikasi dan disepakati
pemenuhan kebutuhan produk
perikanan produk peternakan dan
perikanan yaitu:
a. Ketersediaan untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi daging
sapi tahun 2015 diprediksi dari
produksi dalam negeri sebesar
416.090 ton dan impor 237.890
ton, sedangkan tahun 2016
dari produksi dalam negeri
sebesar 441.761 ton dan
melalui impor sapi bakalan
kuartal I 200.000 ekor dan
kuartal II 150.000 ekor, yang
akan dievaluasi secara berkala.
Terselesaikan
b. Angka konsumsi ikan tahun
2015 diperkirakan mencapai
40,90 kg/kapita dengan
kebutuhan sebesar 10,45 juta
ton dan tahun 2016 sebesar
b. Ketersediaan ikan untuk
konsumsi tahun 2015
diprediksi dari dalam negeri
sebesar 13,16 juta ton dan
diperkirakan surplus sebesar
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 20
No. Rekomendasi Tindak Lanjut Status
43,88 kg/kapita dengan
kebutuhan 11,35 juta ton.
2,71 juta ton untuk kebutuhan
ekspor, sedangkan tahun 2016
dari produksi dalam negeri
sebesar 15,65 juta ton dan
diperkirakan surplus sebesar
4,30 juta ton untuk
pemenuhan kebutuhan ekspor.
c. Angka konsumsi garam rumah
tangga 2,09 kg/kapita dengan
kebutuhan tahun 2015 sebesar
533.915 ton dan tahun 2016
sebesar 540.268 ton.
c. Ketersediaan garam untuk
memenuhi kebutuhan
konsumsi rumah tangga tahun
2015 dari produksi dalam
negeri diperkirakan sebesar
3,65 juta ton, dan tahun 2016
sebesar 3,98 juta ton.
Kelebihan produksi untuk
memasok kebutuhan aneka
industri dengan spesifikasi low
grade dan medium grade.
2. Tindaklanjut Regulasi dan
deregulasi di bidang peternakan
dan perikanan, yaitu:
a. Penyusunan Draft RPP tentang
Pemasukan Ternak dan Produk
Hewan Dalam Hal Tertentu
yang Berasal dari Negara atau
Zona Dalam Suatu Negara Asal
Pemasukan, sebagai amanah
Pasal 36E UU 41 Tahun 2014
tentang Peternakan dan
Kesehatan Hewan.
Penyelesaian draft regulasi dan
deregulasi bidang peternakan dan
perikanan yakni:
a. Telah dilakukan harmonisasi
RPP tentang Pemasukan
Ternak dan Produk Hewan
Dalam Hal Tertentu yang
Berasal dari Negara atau Zona
Dalam Suatu Negara Asal
Pemasukan, dan diusulkan
dimasukan dalam Paket
Kebijakan Ekonomi untuk
percepatan penyelesaiannya.
Terselesaikan
b. Penyusunan RPP Pulau
Karantina sesuai Amanat UU
41 Tahun 2014 tentang
Peternakan dan Kesehatan
Hewan, sebagai amanah Pasal
36E UU 41 Tahun 2014 tentang
Peternakan dan Kesehatan
Hewan.
b. Telah dilakukan pembahasan
RPP tentang Pulau Karantina,
dan diusulkan dimasukan
dalam Paket Kebijakan
Ekonomi untuk percepatan
penyelesaiannya.
c. Perlu revisi Permentan No.
139 Tahun 2014 tentang
Pemasukan Karkas, Daging,
dan/atau Olahannya ke Dalam
c. Telah diterbitkan Permentan
No. 58 Tahun 2015 tentang
Pemasukan Karkas, Daging,
dan/atau Olahannya ke Dalam
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 21
No. Rekomendasi Tindak Lanjut Status
WNRI, untuk mengakomodir
pengaturan pemasukan daging
sapi potongan secondary cut
oleh BUMN dan BUMD dalam
rangka stabilisasi pasokan dan
harga dan periode pemasukan
dilakukan setiap 4 bulan dalam
setahun.
WNRI sebagai pengganti
Permentan 139 Tahun 2014.
d. Dalam rangka implementasi
Cetak Biru Persusuan Indonesia
diperlukan payung hukum
dalam penguatan koordinasi
Kementerian/Lembaga dalam
pengembangan persusuan
nasional.
d. Telah disusun Draft Perpres
Koordinasi Pengembangan
Persusuan Nasional, untuk
dibahas dengan
Kementerian/Lembaga dan
stakeholder terkait.
e. Perlu pengaturan penataan
kesimbangan pasar
perunggasan sehingga
peternak menjual ayam hidup
diatas harga pokok produksi
(HPP) dan konsumen
memperoleh harga yang wajar.
e. Telah disusun Draft
Permendag tentang Penataan
Keseimbangan Pasar Ayam
Ras.
f. Perlu penyederhanaan
persyaratan dokumen Gross
Akte dalam proses izin usaha
perikanan tangkap, karena
telah disampaikan pada saat
pendaftaran kapal perikanan di
Kemenhub.
f. Percepatan revisi Permen. KP
No. 30 Tahun 2012 jo. Permen.
KP No. 57 Tahun 2014 tentang
Usaha Perikanan Tangkap di
Wilayah Pengelolaan Perikanan
Negara Republik Indonesia
(WPPNRI).
g. Diperlukan dukungan
keringanan bea masuk guna
peningkatan daya saing
industri peralatan penunjang
perikanan dalam investasi
usaha hilir perikanan
g. Usulan revisi PMK Nomor 132
Tahun 2015 tentang
Penetapan Sistem Klasifikasi
Barang dan Pembebanan Tarif
Bea masuk Atas Barang Impor,
terkait pembebanan bea
masuk terhadap barang:
Aluminium dan tembaga untuk
komponen cold storage
dikategorikan seperti logam
mulia; Elektronik kompresor
dikategorikan barang
elektronik; dan Nylon bahan
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 22
No. Rekomendasi Tindak Lanjut Status
baku jaring ikan dikategorikan
barang tekstil.
3. Tindaklanjut kebijakan di bidang
peternakan dan perikanan, yaitu:
a. Peningkatan Produksi DOC FS
ayam ras terjadi kelebihan
sehingga perlu dilakukan
inventarisasi dan verifikasi data
populasi GGPS, GPS dan PS
ayam ras perusahaan
perunggasan
Telah dikeluarkan kebijakan di
bidang peternakan dan perikanan
a. Kementan telah menetapkan
kebijakan cutting ayam PS
broeler dari target 6 juta ekor,
dilakukan secara bertahap dan
terealisasi sebanyak 2 juta ekor.
Terselesaikan
b. Perlu dilakukan fasilitasi
perusahaan konsorsium
produsen ayam dengan
Asosiasi NAMPA bersama K/L
terkait untuk memverifikasi
kemampuan produksi dan
suplai MDM serta kebutuhan
MDM dari anggota Asosiasi
NAMPA.
b. Telah diperoleh kesepakatan
awal antara para pihak bahwa
perusahaan konsorsium
produsen ayam ras melalui
ARPUIN akan mensuplai MDM
ayam untuk memenuhi
permintaan anggota NAMPA,
dengan harga jual MDM 0,9
dari harga ayam hidup di
kandang.
c. Perlu dilakukan penetapan
alokasi impor 2015, karna
berdasarkan hasil penelaahan
kebutuhan garam untuk
Industri Aneka Pangan
spesifikasi high grade sebesar
397.207 ton.
c. Disepakati penetapan alokasi
impor garam untuk Industri
Aneka Pangan tahun 2015
sebesar 397.000 ton, dalam
rangka pengendalian impor
garam.
d. Perlu percepatan implementasi
Sistem Resi Gudang untuk
komditi rumput laut dalam
rangka stabilisasi harga
rumput laut sehingga industri
pengolahan rumput laut
memperoleh bahan baku yang
wajar.
e. Bappebti Kemendag telah
penerapan Sistem Resi
Gudang (SRG) untuk komoditi
rumput laut melalui pilot
project di Makassar sebagai,
yang bekerjasama antara
Bappebti Kemendag dengan
Asosiasi Rumput Laut (ARLI)
dengan menggunakan 2
gudang milik anggota ARLI
4. Usulan kebijakan bidang
peternakan dan perikanan, yaitu:
a. Perlu ditetapkan pulau kecil
sebagai pulau karantina untuk
Tindaklanjut usulan kebijakan
terkait bidang peternakan dan
perikanan, yakni:
a. Kementan mengusulkan Pulau
Terselesaikan
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 23
No. Rekomendasi Tindak Lanjut Status
tindakan karantina maksimal
bagi sapi indukan asal impor
dari negara atau zona bebas
penyakit PMK.
Naduk, Provinsi Bangka
Belitung sebagai Pulau
Karantina untuk proses
pentetapan lebih lanjut.
b. Perlu dilakukan penyusunan
Roadmap Swasembada Garam
Nasional 2015-2019, dalam
rangka peningkatan kualitas
produksi garam untuk
memenuhi konsumsi dan
aneka industri.
b. Draft Roadmap Swasembada
Garam Nasional 2015-2019,
penyelesaiannya telah
diserahkan kepada Kemenko
Bidang Kemaritiman, dengan
memperhatikan Surat Seskab
No.B-397/Seskab/8/2015
tanggal 5 Agustus 2015.
Tabel 3.4. Rekomendasi Koordinasi Kebijakan Bidang Perkebunan dan Hortikultura
No. Rekomendasi Tindak Lanjut Status
1. Pengembangan industri nasional
berbasis karet alam
Telah disusun regulasi
pengembangan proyek prioritas
industri ban, pengaspalan jalan-
jalan nasional dengan bahan
campuran karet, dan
pembangunan infrastruktur
pendukung dari hulu sampai hilir.
Terselesaikan
2. Penghitungan angka produksi
kakao secara terintegrasi
Telah disusun tim penghitung
produksi kakao yang terdiri atas
K/L dan asosiasi terkait guna
melakukan penghitungan angka
produksi kakao dengan
metodologi yang disepakati
bersama.
Terselesaikan
3. Tercukupinya pasokan gula untuk
konsumsi langsung
Telah disusun neraca kebutuhan
gula dan upaya peningkatan
kapasitas gula berbasis tebu.
Terselesaikan
4. Perbaikan tata niaga cabe, bawang,
dan rempah
a) Telah disusun lokasi
penanaman yang mendekati
sentra konsumen, penanaman
di musim kering basah, serta
membangun kemitraan
dengan industri pengolah
untuk komoditi cabe dan
bawang.
b) Peningkatan akses
pengelolaan rempah dari hulu
sampai hilir.
Terselesaikan
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 24
Tabel 3.5. Rekomendasi Koordinasi Kebijakan Sarana dan Prasarana Pangan dan Pertanian
No. Rekomendasi Tindak Lanjut Status
1. Percepatan Penetapan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan
(LP2B) secara numerik dan spasial
Draft Inpres tentang Percepatan
Penetapan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan dan Penundaan Alih
Fungsi Lahan Sawah
Terselesaikan
2. Percepatan perbaikan jaringan
irigasi
Rehabilitasi jaringan primer
sekunder seluas 486.000 ha
Perbaikan jaringan irigasi tersier
seluas 1.651.356 ha
Terselesaikan
3. Peningkatan penggunaan pupuk
organik
Draft kebijakan pengembangan
dan penggunaan pupuk organik
Terselesaikan
Tabel 3.6. Rekomendasi Koordinasi Kebijakan Agribisnis
No. Rekomendasi Tindak Lanjut Status
1. Rekomendasi Penyempurnaan
Sistem dan Mekanisme
Pembiayaan KUR dan Asuransi
Pertanian
Menyusun grand design kredit
pembiayaan pertanian
Terselesaikan
2. Perlunya harmonisasi UU No. 23
tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah dengan UU 16 tahun 2006
tentang Sistem Penyuluhan
Nasional
Penerbitan Perpres sebagai
turunan UU 23/2014 agar ada
kejelasan Fungsi dan Kelembagaan
Penyuluh di 3 (tiga) Kementerian
dapat diakomodir
Terselesaikan
3. Pemenuhan tenaga
pendamping/penyuluh pertanian,
perikanan dan kehutanan melalui
mekanisme yang tidak
bertentangan dengan undang-
undang
Menyusun Perpres tentang
Pengangkatan Tenaga Penyuluh
Kontrak menjadi Penyuluh ASN
(PNS dan PPPK)
Terselesaikan
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 25
B. Capaian Sasaran Strategis 2 (SS 2)
Sasaran Strategis 2 (SS 2), yaitu Terwujudnya pengendalian pelaksanaan
kebijakan bidang pangan dan pertanian. Pencapaian SS tersebut diukur dengan
indikator kinerja persentase (%) kebijakan bidang pangan dan pertanian yang
terimplementasi.
Pengendalian pelaksanaan kebijakan dilakukan melalui kegiatan
monitoring dan evaluasi, kunjungan kerja dan kunjungan lapangan untuk melihat
efektivitas pelaksanaan rekomendasi yang telah dilaksanakan. Dari hasil
monitoring dan evaluasi kemudian dilakukan analisis pelaksanaan kebijakan.
Berdasarkan hasil analisis kebijakan bahwa keberhasilan capaian kinerja pada
pengendalian pelaksanaan kebijakan pangan dan pertanian sangat baik.
Adapun pencapaian kinerja pengendalian masing-masing kegiatan
ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel 3.7. Target dan Realisasi Capaian Kinerja SS 2 (Pengendalian) Tiap Kegiatan
Capaian
(%)
(5)/(2)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Koordinasi Kebijakan
Bidang Pangan1 85 1 1 100 Sangat Baik
Koordinasi Kebijakan
Bidang Peternakan dan
Perikanan
1 85 1 1 100 Sangat Baik
Koordinasi Kebijakan
Bidang Perkebunan dan
Hortikultura
1 85 1 1 100 Sangat Baik
Koordinasi Kebijakan
Bidang Sarana dan
Prasarana Pangan dan
Pertanian
1 85 1 1 100 Sangat Baik
Koordinasi Kebijakan
Bidang Agribisnis1 85 1 1 100 Sangat Baik
Total 5 100 5 5 100 Sangat Baik
Kegiatan Rekomendasi
dihasilkan
Kriteria
Target Realisasi
RekomendasiCapaian
(%)
Rekomendasi
terimplementasi
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 26
Rekomendasi terimplementasi dapat kami rinci sebagai berikut:
Tabel 3.8. Rekomendasi Hasil Pengendalian yang Terimplementasi
No. Rekomendasi Tindak Lanjut
1. Perlu deregulasi terkait Permendag No.19 Tahun
2014 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Beras.
Telah diterbitkan Permendag
No. 103 Tahun 2015 yang
ditetapkan tanggal 8 Desember
2015.
2. Perlu revisi Permentan No. 139 Tahun 2014 tentang
Pemasukan Karkas, Daging, dan/atau Olahannya ke
Dalam WNRI, untuk mengakomodir pengaturan
pemasukan daging sapi potongan secondary cut oleh
BUMN dan BUMD dalam rangka stabilisasi pasokan
dan harga dan periode pemasukan dilakukan setiap 4
bulan dalam setahun.
Telah diterbitkan Permentan
No. 58 Tahun 2015 tentang
Pemasukan Karkas, Daging,
dan/atau Olahannya ke Dalam
WNRI sebagai pengganti
Permentan 139 Tahun 2014.
3. Perlunya Permendag yang merevisi Permendag No.
19/M-DAG/PER/5/2008 Tentang Perubahan Kelima
Atas Keputusan Menteri Perindustrian Dan
Perdagangan No. 527/MPP/KEP/9/2004 Tentang
Ketentuan Impor Gula, untuk menghilangkan
rekomendasi Kemenperin (sebaiknya kebijakan
perdagangan gula ini di tetapkan dengan Perpres),
sebagai debirokratisasi dengan mengawasi impor
gula berdasarkan performance perusahaan,
penentuan di tentukan bersama Kementerian terkait,
rakortas. Mekanisme akan diatur di revisi Permendag.
Telah diterbitkan Permendag
No. 117 Tahun 2015 tentang
Ketentuan Impor Gula
4. Perlu Permendag yang merevisi Permendag No.
16/M-DAG/PER/4/2013 tentang Ketentuan Impor
Produk Hortikultura sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir kali dengan Permendag No. 40/M-
DAG/PER/6/2015, untuk menghilangkan IT
hortikultura dan Surat Pertimbangan Teknis Impor
Produk Hortikultura (RIPH) dari Kemenperin.
Telah diterbitkan Permendag
No. 71 Tahun 2015 tentang
Ketentuan Impor Produk
Hortikultura
5. Perlu Permendag yang merevisi Permendag No. 54
Tahun 2015 tentang Verifikasi Atau Penelusuran
Teknis Terhadap Ekspor Kelapa Sawit, (CPO), dan
Produk Turunannya, untuk menambah cakupan
pemeriksaan Surveyor sebagai acuan bea keluar,
sehingga pemeriksaan fisik oleh Bea dan Cukai
dintegrasikan dengan pemeriksaan Surveyor, dan
pemeriksaan kepabeanan oleh Bea dan Cukai bersifat
konfirmasi untuk kepentingan bea keluar semata
serta debirokratisasi dengan mengintegrasikan dua
kali pemeriksaan fisik yang menjadi kendala
kelancaran ekspor CPO.
Telah diterbitkan Permendag
No. 90 Tahun 2015 tentang
Verifikasi atau Penelusuran
Teknis terhadap Ekspor Kelapa
Sawit, CPO, dan Produk
Turunannya
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 27
Rekomendasi hasil kinerja pengendalian di atas juga masuk dalam
PAKET KEBIJAKAN EKONOMI khususnya JILID I. Deregulasi yang terkait
dengan tupoksi Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian sebanyak 39
regulasi (10 regulasi baru berupa rekomendasi kebijakan kelapa sawit dan biodisel
dan 29 deregulasi lainnya). Untuk regulasi kelapa sawit telah dikeluarkan berupa
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2015 tentang
Penghimpunan Dana Perkebunan dan Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 61 tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan
Kelapa Sawit. Peraturan tersebut telah terimplementasikan berupa terbentuknya
BPDP Kelapa Sawit. Sejak terbentuknya BPDP kelapa sawit pada Juni 2015 telah
terkumpul dana sebesar 6,6 Triliun (28 Desember 2015), dan telah disalurkan
untuk mandatory biodisel (B15) baru 465 miliar.
Paket deregulasi pemerintah dalam rangka merespon pelambatan
perekonomian global dan menata fundamental kebijakan untuk perbaikan
perekonomian nasional, yang berdampak pada jatuhnya harga komoditi pangan
dan pertanian, maka pemerintah telah mengambil langkah-langkah nyata
melakukan upaya menggerakkan ekonomi nasional melalui berbagai paket
kebijakan ekonomi.
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian lebih banyak terkait pada
paket ekonomi tahap I dari seluruh paket kebijakan ekonomia tahap I s.d VIII.
Paket kebijakan ekonomi tahap I difokuskan pada kebijakan fiskal, moneter,
finansial, dan dan sektor riil, dengan menderegulasi sebanyak 134 peraturan,
dimana 116 harus selesai di bulan September, 10 di bulan Oktober, dan 8 PP
harus selesai di bulan Desember, dengan perincian sebagai berikut:
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 28
Tabel 3.9. Progress Paket Deregulasi (PAKDE) Tahap I
Deregulasi Paket I dari jumlah 134 deregulasi tersebut yang terkait
dengan Deputi Pangan dan Pertanian sebanyak 29 deregulasi terbagi ke dalam:
a) Kemudahan Investasi 5 (3 RPP, 2 Permen), Efisiensi Industri 2 (2 Permen),
Kelancaran Perdagangan 15 (3 RPP, 10 Permen, 2 Perka), Kepastian Bahan
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 29
Baku Sumber Dalam Negeri 7 (1 PP, 1 Perpres, 5 Permen), dengan perincian
sebagai berikut :
a. Kemudahan Investasi
1) PP yang melaksanakan UU Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Hortikultura,
untuk memberikan grandfather clause bagi investasi perkebunan
hortikultura.
2) PP yang merevisi PP Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan
Pendayagunaan Tanah Terlantar.
3) RPP Usaha Wisata Agro Hortikultura.
4) Permentan yang merevisi Permentan Nomor 98 Tahun 2013 tentang
Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan, untuk merubah pasal 14 yang
mewajibkan divestasi kepada koperasi pekebun setempat.
5) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang merevisi
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.16/Menhut-II/2014 tentang
Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan.
b. Efisiensi Industri
1) Pencabutan Permenperin No. 35/2015 tentang Perubahan atas
Permenperin No. 87/2013 tentang Pemberlakuan SNI minyak goreng sawit
secara wajib untuk membatalkan kewajiban penjualan minyak goreng
dalam kemasan dengan tujuan fortifikasi.
2) Revisi PMK No. 176/2009 dan Permenperin No. 19/2010 untuk
menghilangkan persyaratan rekomendasi dalam rangka pemberian faslitas
bea masuk bagi restrukturisasi/pengembangan industri serta multi tafsir
pada kata “dapat diberikan pembebasan bea masuk atas impor barang dan
bahan untuk keperluan produksi …”.
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 30
c. Kelancaran Perdagangan dan Logistik :
1) RPP tentang Otoritas Veteriner.
2) RPP tentang perubahan kedua atas PP Nomor 10 tahun 2010 tentang tata
cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan.
3) RPP tentang Perubahan Kedua Atas PP nomor 24 Tahun 2010 tentang
Penggunaan Kawasan Hutan.
4) Permendag yang menghilangkan kewajiban verifikasi surveyor (LS) dalam
persyaratan ekspor Beras berdasarkan Permendag No. 19/M-
DAG/PER/3/2014, sebagai debirokratisasi perizinan ekspor, karena sudah
diawasi dengan SPE Beras dan tidak memerlukan penelitian laboratorium.
5) Permendag yang merevisi Permendag No. 54 Tahun 2015 tentang
Verifikasi Atau Penelusuran Teknis Terhadap Ekspor Kelapa Sawit, (CPO),
dan Produk Turunannya, untuk menambah cakupan pemeriksaan Surveyor
sebagai acuan bea keluar, sehingga pemeriksaan fisik oleh Bea dan Cukai
dintegrasikan dengan pemeriksaan Surveyor, dan pemeriksaan
kepabeanan oleh Bea dan Cukai bersifat konfirmasi untuk kepentingan bea
keluar semata serta debirokratisasi dengan mengintegrasikan dua kali
pemeriksaan fisik yang menjadi kendala kelancaran ekspor CPO.
6) Permendag yang merevisi Permendag No. 19/M-DAG/PER/5/2008 Tentang
Perubahan Kelima Atas Keputusan Menteri Perindustrian Dan
Perdagangan No. 527/MPP/KEP/9/2004 Tentang Ketentuan Impor Gula,
untuk menghilangkan rekomendasi Kemenperin (sebaiknya kebijakan
perdagangan gula ini di tetapkan dengan Perpres), sebagai debirokratisasi
dengan mengawasi impor gula berdasarkan performance perusahaan,
penentuan di tentukan bersama Kementerian terkait, rakortas. Mekanisme
akan diatur di revisi Permendag.
7) Permedag yang merevisi Permendag No 67/M-DAG/PER/11/2013 jo
Permendag No 10/M-DAG/PER/1/2014, untuk menghilangkan
SKPLBI/SPKPLBI sebagai izin penggunaan label berbahasa Indonesia
menjadi pengawasan dengan sistem post audit di pasar dalam negeri.
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 31
8) Permendag yang merevisi Permendag No. 19/M-DAG/PER/3/2014 tentang
ketentuan impor dan ekspor beras, untuk menghilangkan rekomendasi
Kemenperin dalam impor beras kebutuhan industri.
9) Permendag yang merevisi Permendag No. 16/M-DAG/PER/4/2013 tentang
Ketentuan Impor Produk Hortikultura sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir kali dengan Permendag No. 40/M-DAG/PER/6/2015, untuk
menghilangkan IT hortikultura dan Surat Pertimbangan Teknis Impor
Produk Hortikultura (RIPH) dari Kemenperin.
10) Permendag yang merevisi Permendag No. 528/MPP/7/2002 tentang
Ketentuan Impor Cengkeh, untuk menegaskan perizinan online dan
menghilangkan persyaratan API dalam pengajuan perizinan.
11) Permentan yang merevisi Permentan Nomor 39/Permentan/SR.140/7/2015
tentang Pendaftaran Pestisida, untuk meningkatkan pengawasan dan
memperberat sanksi peredaran pestisida.
12) Permentan Nomor 26 Tahun 2015 tentang Syarat, tata Cara dan Standar
Operasional prosedur pemberian rekomendasi teksnis izin usaha di bidang
pertanian dalam rangka penanaman Modal.
13) Permenhub yang merevisi Permenhub nomor 32 tahun 2015 tentang
Pengamanan Kargo dan Pos serta Rantai Pasok Kargo dan Pos yang
diangkut dengan pesawat udara, untuk memberikan perlakuan prioritas
untuk ekspor produk hortikultura (sayur, bunga, buah).
14) Perka BPOM yang merevisi Perka BPOM Nomor 27 Tahun 2013 tentang
Pengawasan Pemasukan Obat dan Makanan Ke Dalam Wilayah Indonesia
15) Perka BPOM yang merevisi Perka BPOM Nomor 28 Tahun 2013 tentang
Pengawasan Pemasukan Bahan Obat, Bahan Obat Tradisional, Bahan
Suplemen Kesehatan, dan Bahan Pangan Ke Dalam Wilayah Indonesia.
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 32
d. Kepastian Bahan Baku Sumber Dalam Negeri
1) RPP Pemasukan Ternak dan/atau produk hewan dalam hal tertentu yang
berasal dari negara asal pemasukan atau zona dalam suatu negara asal
pemasukan.
2) Perpres yang merevisi Perpres 172 tahun 2014 tentang Perubahan ketiga
atas Perpres No 54 tahun 2010 tentang Pengadaan / Jasa Pemerintah,
untuk memasukan benih hortikultura melalui pengadaan langsung.
3) Permendag yang merevisi Permendag 39 Tahun 2009 tentang Ketentuan
Impor Limbah Non Bahan Berbahaya dan Beracun untuk memberikan
kemudahan pengadaan impor waste paper, skrap baja, dll sebagai bahan
baku industri, sebagai deregulasi untuk memberikan kelancaran bahan
baku industri.
4) Permendag yang mencabut Permendag No. 61/2004 Tentang
Perdagangan Gula Antar Pulau (Keputusan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan Nomor 334 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Keputusan
Menteri Perindustrian, untuk mengatasi kendala kelancaran arus barang.
5) Permentan yang merevisi Permentan No.2 Tahun 2014 tentang Produksi,
Sertifikasi, dan Peredaran Benih Bina, untuk mempersingkat alur benih
yang terlalu panjang akan menghambat penyediaan logistik benih.
6) Permentan yang merevisi Permentan Nomor
139/Permentan/PD.410/12/2014 tentang Pemasukan Karkas, Daging,
dan/atau Olahannya Ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia, untuk
memperluas negara asal impor sebagai bahan baku kebutuhan industri
dalam negeri.
7) Permendag yang merevisi Permendag No. 58/2012 ttg Ketentuan Impor
Garam; Permenperin No. 134/2014 tentang Roadmap Garam Industri,
untuk menghilangkan rekomendasi Kemenperin.
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 33
C. Capaian Sasaran Strategis 3 (SS 3)
Sasaran Strategis 3 (SS 3), yaitu Terwujudnya efektivitas tata kelola
pangan dan pertanian yang baik. Pencapaian SS tersebut diukur dengan indikator
kinerja persentase (%) partisipasi stakeholders dalam kebijakan pangan dan
pertanian.
Adapun pencapaian kinerja masing-masing kegiatan ditunjukkan pada
tabel berikut:
Tabel 3.10. Target dan Realisasi Capaian Kinerja SS 3 Tiap Kegiatan
Rata-rata
Peserta yang
dihadir
Capaian (%)
(4)/(3)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Koordinasi Kebijakan
Bidang Pangan90 25 30 120 Sangat Baik
Koordinasi Kebijakan
Bidang Peternakan dan
Perikanan
90 25 30 120 Sangat Baik
Koordinasi Kebijakan
Bidang Perkebunan dan
Hortikultura
90 25 30 120 Sangat Baik
Koordinasi Kebijakan
Bidang Sarana dan
Prasarana Pangan dan
Pertanian
90 20 25 125 Sangat Baik
Koordinasi Kebijakan
Bidang Agribisnis90 25 30 120 Sangat Baik
Total 90 120 145 121 Sangat Baik
Kegiatan Kriteria
Realisasi Rata-rata
Peserta yang
diundang
Target
Capaian
(%)
Tabel di atas memperlihatkan bahwa tata kelola kebijakan pangan dan
pertanian sudah berjalan efektif yang ditunjukkan dengan kriteria SANGAT BAIK
pada masing-masing Kegiatan. Capaian ini diharapkan akan terus dipertahankan
pada tahun-tahun mendatang untuk kelancaran dan keberhasilan pelaksanaan
tupoksi Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian.
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 34
D. Rekapitulasi Capaian Kinerja
Berdasarkan pengukuran kinerja tiap kegiatan di atas, maka Capaian
Kinerja Deputi Pangan dan Pertanian Tahun 2015 selengkapnya disajikan pada
tabel berikut:
Tabel 3.11. Capaian Kinerja Tiap Sasaran dan Indikator Kinerja tahun 2015
Sasaran Strategis
Indikator Kinerja
Target
Capaian
(%)
Realisasi
Capaian
(%)
Kriteria
Terwujudnya
Koordinasi dan
sinkronisasi kebijakan
Pangan dan Pertanian
Persentase hasil
rekomedasi koordinasi dan
sinkronisasi kebijakan
pangan dan pertanian yang
diselesaikan
100 106 Sangat Baik
Terwujudnya
pengendalian
pelaksanaan kebijakan
Pangan dan Pertanian
Persentase kebijakan
bidang pangan dan
pertanian yang
terimplementasikan
100 100 Sangat Baik
Terwujudnya efektivitas
tata kelola pangan dan
pertanian yang baik
Persentase partisipasi
stakeholders dalam
kebijakan pangan dan
pertanian
90
121 Sangat Baik
Tingkat capaian kinerja Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian
dilakukan dengan cara membandingkan antara target pencapaian sasaran
strategis yang telah ditetapkan dalam penetapan kinerja dengan realisasinya.
Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa tingkat capaian kinerja Deputi
Bidang Kooordinasi Pangan dan Pertanian tahun 2015 dinyatakan “sangat baik”
(pencapaian lebih dari 85%) dan melebihi target yang ditetapkan.
Perkembangan capaian kinerja Deputi mengalami peningkatan setiap
tahunnya. Hal ini sebagaimana diunjukkan pada capaian kinerja Deputi Tahun
2013-2014, seperti dalam Tabel berikut :
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 35
Tabel 3.12 : Capaian Kinerja Deputi Tahun 2013 dan 2014
Indikator Kinerja
2013 2014
Target Realisasi Persentase
Capaian Target Realisasi Persentase
Capaian (%)
Tingkat (Indeks) Efektivitas Koordinasi Perencanaan dan Penyusunan Kebijakan di Bidang Pangan dan Sumber Daya Hayati
4 4,65 116,25 4 5 125,00
Persentase (%) Rekomendasi Koordinasi yang dapat diimplementasikan di Bidang Pangan dan Sumber Daya Hayati
85% 92,86% 109,25% 100% 100% 100,00
Tingkat (Indeks) Efektivitas Pelaksanaan Sinkronisasi Kebijakan Bidang Pangan dan Sumber Daya Hayati
4 4,05 101,05 4 5 125,00
E. Evaluasi Capaian Kinerja
Penjabaran tugas Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian telah
dituangkan dengan Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Utama masing-
masing. Selain itu, sesuai penugasan yang tertuang pada Perpres Nomor 8 Tahun
2015 tentang Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Permenko
Nomor 11 Tahun 2015 tentang Renstra Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian, arah kebijakan Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian
juga ditekankan pada Program Lintas Kerja Koordinasi Pangan dan Pertanian,
yaitu:
a) Ketersediaan dan Stabilitas Harga Pangan;
b) Pengembangan komoditi berorientasi ekspor;
c) Koordinasi ketersediaan sarana prasarana pangan dan pertanian; dan
d) Penanggulangan kemiskinan petani.
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 36
Capaian makro masing-masing Program Lintas Kerja di atas, dapat digambarkan
sebagai berikut:
a) Ketersediaan dan Stabilitas Harga Pangan
Dalam rangka menjaga ketersediaan dan stabilitas harga pangan, maka
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Deputi Bidang Koordinasi
Pangan dan Pertanian) hampir setiap minggu/bulan mengadakan Rapat
Koordinasi Terbatas (Rakortas) Kebijakan Stabilisasi Pangan yang dipimpin oleh
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Upaya ketersediaan dan stabilitas
harga pangan dilakukan juga dalam rangka mencapai Quick Wins (QW) Kemenko
Bidang Perekonomian yang terkait tupoksi Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan
Pertanian, yaitu “Ketersediaan dan Stabilisasi Harga Beras.” Secara garis besar
capaian makro ketersediaan dan stabilitas harga pangan sebagai berikut:
Produksi Pangan Utama
Secara umum produksi komoditi pangan utama mengalami pertumbuhan
selama 2014-2015. Namun, tingkat produksi beberapa komoditi tersebut masih
belum mencapai target yang diharapkan. Sebagaimana dapat dilihat pada tabel di
bawah ini, produksi beberapa komoditi pangan utama terus menunjukkan
pertumbuhan positif selama periode 2014–2015. Namun, realisasi produksi
beberapa komoditi masih belum mencapai target yang diharapkan.
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 37
Tabel 3.13. Target dan Capaian Produksi Komoditi Pangan Utama, 2014-2015
(juta ton)
Target Capaian Target Capaian Pertum-
Produksi Produksi Produksi Produksi buhan6)
2014 2014 2015 20155) 2014-2015
1. Padi1) 70,24 70,85 73,44 74,99 5,84
2. Jagung2) 19,00 19,00 20,54 19,83 4,37
3. Kedelai3) 1,00 0,95 1,29 0,98 3,16
4. Gula 2,97 2,63 3,10 2,72 3,42
5. Daging Sapi4) 0,46 0,39 0,48 0,41 5,23
6. Cabai 1,89 1,87 2,12 2,01 7,41
7. Bawang Merah 1,00 1,23 1,01 1,26 2,51
KOMODITAS
Sumber: Kementerian Pertanian dan BPS (diolah)
1)GKG,
2) Pipilan Kering (PK),
3) Biji kering,
4) meat yield sapi lokal,
6) pertumbuhan 2014-2015,
PJK: ARAM II 2015
Ketersediaan Pangan
Secara umum, ketersediaan dan kebutuhan pangan tahun 2015
sebagaimana terlihat pada tabel di bawah ini. Pada umumnya, sebagian besar
komoditi mengalami surplus, terdapat beberapa komoditas yang mengalami
defisit, yaitu: kedelai, kacang tanah, dan daging sapi.
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 38
Tabel 3.14. Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Pangan (ribu ton)
Sumber: Kementerian Pertanian
*) Perkiraan ketersediaan berasal dari produksi, untuk beras, gula pasir dan minyak goreng tidak memperhitungkan stok awal tahun. **) Perkiraan kebutuhan sudah termasuk kehilanggan pada saat proses produksi dan distribusi
Ketersediaan Beras
Prognosa ketersediaan beras bulanan pada tahun 2015 seperti yang
terlihat pada Tabel di bawah, umumnya mengalami surplus. Adapun bulan yang
mengalami defisit antara lain Januari, Oktober, November, dan Desember. Defisit
di akhir tahun disebabkan oleh el nino yang mengakibatkan beberapa daerah di
Indonesia mengalami kekeringan dan puso.
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 39
Tabel 3.15. Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Beras (ribu ton)
Sumber: Kementerian Pertanian *) Kebutuhan beras nasional dihitung sebesar 124,89 kg/kap/th;
Pergerakan Harga Pangan
Secara year on year, perkembangan harga pangan pokok terlihat pada
tabel di bawah, di mana sebagian besar komoditas mengalami kenaikan yoy
(periode Desember 2015 dibanding Desember 2014) lebih tinggi dibandingkan yoy
tahun sebelumnya, kecuali: telur ayam, ikan kembung, beras umum, terigu,
kedelai, minyak goreng, cabai rawit, dan cabai merah.
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 40
Tabel 3.16. Perbandingan yoy Harga Pangan
Des'13 Des'14 Des'15*) Des'14 vs Des'13 Des'15 vs Des'14
Bawang Merah 31.190 18.456 29.095 (40,83) 57,65
Bawang Putih 14.416 17.340 25.519 20,28 47,17
Telur Ayam 17.079 19.473 22.150 14,02 13,75
Daging Ayam Ras 28.153 29.195 33.160 3,70 13,58
Daging Sapi 94.742 100.127 110.899 5,68 10,76
Ikan Bandeng 28.262 30.569 33.776 8,16 10,49
Gula Pasir 11.500 11.856 13.092 3,09 10,43
Beras Termurah 8.739 9.568 10.533 9,49 10,09
Ikan Kembung 27.941 32.067 34.713 14,77 8,25
Beras Umum 11.076 12.210 13.217 10,23 8,25
Tempe 11.433 11.538 12.454 0,91 7,94
Terigu 7.865 9.567 9.694 21,64 1,33
Kedelai 10.464 11.539 11.344 10,27 (1,69)
Minyak Goreng 12.292 12.788 12.205 4,04 (4,56)
Cabai Rawit 25.953 74.777 34.648 188,12 (53,67)
Cabai Merah 38.621 74.761 32.914 93,58 (55,97)
KomoditasRata-rata Harga (Rp) Perubahan (Persentase)
Sumber: BPS (diolah)
Pergerakan harga komoditas pangan tiap bulan menunjukkan pola yang
cukup stabil, seperti terlihat pada gambar di bawah ini. Rata-rata kenaikan harga
pangan per bulan pada umumnya masih di bawah 1%. Komoditas yang cukup
berfluktuatif harganya dan kenaikannya tinggi adalah bawang merah, bawang
putih, telur dan daging ayam ras. Hal ini sangat dipengaruhi oleh pasokan karena
sifatnya musiman dan mudah rusak (perishable).
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 41
Gambar 3.1. Perkembangan Harga Pangan Tiap Bulan, 2011-2015
BERAS UMUM BERAS TERMURAH
MINYAK GORENG CURAH MINYAK GORENG KEMASAN
KEDELAI TEMPE
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 42
Sumber: BPS (diolah)
BAWANG MERAH BAWANG PUTIH
CABE MERAH CABE RAWIT
IKAN BANDENG IKAN KEMBUNG
Sumber: BPS (diolah)
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 43
Perkembangan Inflasi
Inflasi merupakan indikator yang menggambarkan perubahan positif harga
atau lebih tepatnya Indeks Harga Konsumen (IHK), Sebaliknya, perubahan negatif
IHK disebut deflasi. Bahan dasar penyusunan diagram timbang (bobot) IHK
adalah hasil Survei Biaya Hidup (SBH) atau Cost of Living Survey yang dilakukan
BPS, mencakup paket komoditas nasional sebanyak 859 barang/jasa sebagai
dasar perhitungan inflasi.
Pada grafik berikut digambarkan perkembangan inflasi umum dan inflasi
volatile food dari tahun 2011-2015. Terlihat bahwa inflasi sangat berfluktuatif
mengikuti dinamika kebijakan ekonomi yang ada. Pergerakan inflasi pada awal
tahun 2015 terlihat lebih stabil dibandingkan tahun sebelumnya, namun inflasi
April dan Mei 2015 terlihat sedikit lebih tinggi dibandingkan bulan yang sama
tahun 2013 dan 2014.
Gambar 3.2. Perkembangan Inflasi Umum dan Volatile Food Nasional 2011-2015
Bila kita agregasi, angka inflasi 2015 masih lebih rendah dibandingkan
tahun 2013 dan 2014. Sebagaimana terlihat pada tabel di bawah ini, inflasi tahun
kalender 2015 (Januari-Desember) sebesar 3,35%, lebih rendah dibandingkan
inflasi tahun kalender 2013 dan 2014. Tingkat inflasi tahunan (year on year) 2015
sebesar 3,35% (target inflasi 2015 sebesar 4%±1% tercapai), juga masih lebih
rendah dibandingkan inflasi tahunan (yoy) 2013 dan 2014 masing-masing sebesar
8,36% dan 8,38%.
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 44
Tabel 3.17. Diagregasi Inflasi Umum dan Inflasi Pangan/Bahan Makanan
Inflasi 2013 2014 2015
Umum
Tahun Kalender (Jan-Des) 8,38 8,36 3,35
Des thd Des (yoy) 8,38 8,36 3,35
Bahan Makanan
Tahun Kalender (Jan-Des) 11,83 10,88 4,84
Des thd Des (yoy) 11,83 10,88 4,84
Sumber: BPS (diolah)
Inflasi pangan/bahan makanan juga menunjukkan hal yang sama. Angka
inflasi pangan 2015 masih lebih rendah dibandingkan tahun 2013 dan 2014.
Sebagaimana terlihat pada tabel di atas, inflasi bahan makanan pada periode
Januari-Desember 2015 (tahun kalender) sebesar 4,84%; lebih rendah
dibandingkan inflasi pangan tahun kalender 2013 dan 2014. Tingkat inflasi pangan
tahunan (year on year) tahun 2015 sebesar 4,84%, juga lebih rendah
dibandingkan inflasi pangan tahunan (yoy) 2013 dan 2014.
Sumbangan/andil komoditas per bulan terhadap inflasi nasional
sebagaimana ditampilkan pada tabel di bawah ini. Andil komoditas pangan
terhadap inflasi nasional umumnya masih di bawah 0,05. Beberapa komoditi
memberikan andil cukup tinggi (lebih dari 0,05), yaitu telur ayam ras, daging ayam
ras, cabai merah, dan bawang merah.
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 45
Tabel 3.18. Andil beberapa komoditas terhadap Inflasi Nasional
No. Komoditi Jan'15 Feb'15 Mar'15 Apr'15 Mei'15 Juni‘15 Jul'15 Agt'15 Sep'15 Okt'15 Nov'15 Des'15
A. Bahan Makanan 0,12 (0,32) (0,16) (0,15) 0,28 0,33 0,40 0,19 (0,23) (0,22) 0,07 0,65
1 Beras 0,07 0,11 0,09 (0,20) (0,04) 0,02 0,00 0,06 0,08 0,03 0,02 0,03
2 Minyak goreng 0,00 0,00 0,00 (0,01) 0,00 0,01 0,00 0,00 (0,02) 0,00 (0,01) 0,00
3 Daging sapi 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,01 0,03 0,01 0,00 0,00 0,00 0,00
4 Daging ayam ras 0,09 (0,03) (0,08) 0,01 0,06 0,06 0,08 0,08 (0,13) (0,07) 0,02 0,07
5 Telur ayam ras 0,07 (0,02) (0,07) (0,01) 0,04 0,05 0,00 0,03 (0,01) (0,04) 0,01 0,07
6 Tepung terigu 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
7 Cabe rawit (0,06) (0,09) (0,01) (0,01) 0,01 0,00 0,03 0,05 (0,20) (0,07) 0,00 0,04
8 Cabe merah (0,22) (0,28) (0,09) (0,01) 0,10 0,06 0,08 0,01 (0,09) (0,13) 0,00 0,17
9 Bawang merah 0,02 (0,01) 0,10 0,06 0,03 0,00 0,00 (0,08) (0,04) 0,02 0,00 0,14
10 Bawang putih 0,00 0,00 0,00 0,01 0,02 0,00 0,00 0,00 0,01 0,01 0,00 0,01
11 Tomat Sayur 0,01 (0,01) (0,02) 0,01 0,01 (0,01) 0,00 (0,02) 0,00 0,00 0,01 0,01
12 Kentang 0,00 0,00 (0,01) (0,01) 0,00 0,00 0,01 0,00 0,00 0,00 0,00 0,01
13 Jeruk 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
14 Tempe 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
15 Ikan Segar 0,08 0,00 (0,04) (0,02) 0,02 0,02 0,09 (0,01) 0,00 0,00 (0,01) 0,04
16 Ikan Diawetkan 0,01 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,01 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
B.
Makanan Jadi,
minuman, rokok,
dan tembakau
0,11 0,07 0,09 0,08 0,08 0,09 0,09 0,11 0,07 0,07 0,08 0,09
1 Gula Pasir 0,00 0,00 0,00 0,00 0,01 0,02 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Sumber : BPS (diolah)
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 46
b) Pengembangan Komoditi Berorientasi Ekspor
1) Kelapa Sawit
Harga CPO kelapa sawit pada tahun 2015 ini cenderung mengalami
penurunan, sehingga pemerintah mengambil kebijakan dalam rangka untuk
menjaga keberlanjutan industri kelapa sawit, sebagai salah satu industri strategis
nasional, yang berkontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional,
penciptaan lapangan kerja serta mendukung terwujudnya ketahanan energi
nasional. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang komprehensif untuk
mengatasi berbagai kondisi global termasuk mengatasi neraca perdagangan
negara.
Gambar 3.3. Kondisi Harga CPO Tahun 2015
Dalam rangka mengatasi permasalahan CPO tersebut, Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian melakukan diskusi Publik Kelapa Sawit dengan
seluruh stakeholdernya secara terus menerus, yang akhirnya menghasilkan 10
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 47
paket kebijakan, yang telah di press rilis oleh Bapak Menko Perekonomian, pada
tangal 15 Juni 2015, di Graha Sawala, yaitu :
1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2015 tentang
Penghimpunan Dana Perkebunan.
2. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 tahun 2015 tentang
Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
3. Pembentukan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit yang khusus
untuk menghimpun, mengadministrasikan, mengelola, menyimpan, dan
mengeluarkan Dana yang diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan dan
dikonsulatasikan dengan Menteri PAN.
4. Penunjukan Komite Pengarah, Dewan Pengawas dan Eksekutif dari BLU yang
akan menjalankan BLU Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
5. Peraturan Menteri ESDM yang mengatur penggunaan Bahan Bakar Nabati
yang mengharuskan penggunaan biodiesel di dalam campuran solar, atau
mandatori biodiesel B-15.
6. Tarif Pungutan atas ekspor produk kelapa sawit dan turunannya diusulkan oleh
Menteri Perindustrian dan dibahas antar kementerian di bawah koordinasi
Menko Perekonomian. Pungutan berkisar antara US$10, US$20, US$30,
US$40 dan US$50 per ton.
7. Harmonisasi antara Pungutan dengan Bea Keluar dilakukan untuk
memperkuat instrumen fiskal guna mendorong pencapaian program hilirisasi
industri sawit dan di sisi lain dapat mendukung kebijakan mandatori biodiesel
serta pengembangan sektor perkebunan yang lestari dan berkelanjutan.
Adapun penyesuaian Pungutan dan Bea Keluar diatur oleh Peraturan Menteri
Keuangan.
8. Peraturan yang mengatur sanksi administratif dan denda bagi pelaku usaha
yang tidak melaksanakan aturan-aturan tersebut.
9. Badan Pengelola berkoordinasi dengan Kementerian Perdaganagan untuk
menunjuk surveyor dalam melakukan verifikasi atau penelusuran teknis sesuai
dengan perundang-undangan.
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 48
-
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
35.000
1980 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Produksi CPO (000 ton) Ekspor CPO (000 ton)
10. Mandatori pembelian biodiesel dikoordinasikan antara Badan Pengelola Dana
Perkebunan Kelapa Sawit dengan Kementerian ESDM dan Pertaminam
sehingga proses pengadaan mandatori dapat berjalan dengan baik
Capaian Kinerja Kelapa Sawit
Produksi kelapa sawit dimulai pada tahun 1980 dan ekspor CPO juga
sudah dimulai pada tahun tersebut dari produksi 721.000 ton telah diekspor 503
ton, sejak tahun itu terus berkembang ekpor CPO dan turunannya. Namun pada
tahun 2015 terjadi gejolak harga CPO, sehingga dari produksi CPO tahun 2015
diperkirakan sampai dengan akhir tahun hanya dapat diekspor sebesar 18 juta
ton, atau turun dari tahun 2014 yang lalu. Namun dengan turunnya ekspor,
pemerintah telah mengambil kebijakan untuk memanfaatkan CPO sebagai
biodisel, sebagaimana paket kebijakan yang telah dikeluarkan diatas.
Gambar 3.4. Produksi dan Ekspor CPO Tahun 1980 - 2015
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 49
2) Teh
Produksi teh dunia setiap tahun mengalami peningkatan, namun
sebaliknya produksi dan luasan teh di Indonesia mengalami penurunan, hal ini
disebabkan antara lain tanaman teh milik rakyat sudah ada sejak jaman belanda
dan belum diganti, harga pucuk yang semakin turun, kualitas rendah, konversi
kebun teh ke komoditi lain, upah buruh dan transportasi yang semamin tinggi.
Berkenaan dengan hal-hal tersebut, Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian (Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian sejak tahun 2012
sampai saat ini telah mengkoordinasikan untuk penyelamatan agribisnis teh,
melalui program rehabilitasi tanaman the rakyat. Perkembangan luas areal dan
Produksi Teh Indonesia sejak tahun 2000-2014, adalah sebagai berikut:
Gambar 3.5. Perkembangan Luas Areal Perkebunan Teh Indonesia Tahun 2010-2015
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 50
Gambar 3.6. Perkembangan Produksi Teh Indonesia tahun 2010-2015
Perkembangan Ekspor Teh Indonsia
Negara tujuan ekspor Teh Indonesia antara lain: Inggris, Jerman, Belanda, Rusia,
Amerika, Jepang, Timur Tengah, Afrika, Australia dan Negara lainnya.
Gambar 3.7. Negara Tujuan Ekspor Teh
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 51
Tabel 3.19. Nilai dan Volume Ekspor Teh Tahun 2010-2014
3) Kakao
Industri hilir kakao di dalam negeri diproyeksikan menyerap 750-800 ribu
ton biji kakao pada 2015-2016. Produksi biji kakao nasional pun diharapkan
mencapai 1 juta ton tahun yang sama dari 500-600 ribu ton pada 2012. Dengan
gerakan kako berkelanjutan, produksi biji kakao Indonesia diharapkan dapat
mencapai 1 juta ton pada 2015-2016. Kapasitas produksi industri hilir kakao di
dalam negeri mampu menyerap 750-800 ribu ton, selebihnya untuk pasar ekspor.
Saat sekarang, konsumsi kakao olahan di dalam negeri baru 60-70 ribu ton per
tahun dan diproyeksikan mencapai 150 ribu ton dalam 3-4 tahun ke depan.
Tahun 2014 produksi kakao nasional sebanyak 709.331 ton, sedangkan
pada tahun 2015 luas areal kakao seluas 1.764.260 hektar (angka sementara)
dengan jumlah produksi 661.243 ton (angka sementara). Produksi kakao nasional
didominasi oleh perkebunan rakyat (95,41%), melibatkan petani secara langsung
sebanyak 1,64 juta KK. Data dikumpulkan dari seluruh Kabupaten penghasil
kakao, direkapitulasi oleh Dinas Perkebunan Provinsi, dan kemudian menjadi data
primer Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian.
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 52
Indonesia produsen ke-3 kakao dunia (0.43 juta ton), Pantai Gading (1.3),
Ghana (0.74). Produksi kakao 2014 sekitar 700 ribu ton. Target produksi kakao 1
juta ton cukup berat karena harga sedang rendah. Sentra produksi kakao
sebagian besar 60% berada di Sulawesi dan Sumatera, mayoritas (>95%) kakao
kebun rakyat, penguasaan lahan 1 hektar atau kurang. Produktivitas kakao masih
dalam kategori rendah, yakni 500 kg/ha, amat jauh dari potensinya yaitu 1,5
ton/ha. Sebagian besar kakao Indonesia untuk pasar ekspor Eropa dan Amerika
Serikat.
Sebagian besar pohon kakao menua (20 tahun), varietas lokal, sedikit
hibrida dan somatic embryogeneis. Daya serang penyakit pod borer (PBK) dan
penyakit layu (VSD = vascular streak dieback) yang mulai mewabah. Hasil survai
di Sulawesi Selatan, sebagian besar petani kakao memanen cukup sering, yaitu
setiap dua minggu (41%) dan setiap minggu (31%). Petani tidak melakukan
fermentasi, karena harga kakao kering dinilai lebih penting (79%) dibanding kakao
fermentasi (19%). Petani memperoleh informasi harga di tingkat desa (49%),
kabupaten (52%), provinsi (10%) dan harga dunia (3%).
Sebagai salah satu upaya promosi di dalam negeri, pada tanggal 16-20
September 2015 telah diselenggarakan Hari Kakao Indonesia di Yogyakarta.
Gubernur DIY dalam sambutannya sangat mendukung peningkatan produktivitas
tanaman kakao dari 500 kg biji kakao per ha menjadi 2 ton per ha, yang mampu
meningkatkan pendapatan petani seiring pengembangan industri olahan makanan
dan minuman cokelat, selaras dengan program Pemprov DIY yang sedang
mengembangkan Desa Kakao di Gunungkidul dan Kulon Progo. Pengusaha
industri kecil dan menengah cokelat juga perlu memperbaiki tampilan kemasan.
Sentuhan kreativitas dapat menambah daya tarik produk. Sebagai contoh, inovasi
cokelat monggo telah mampu meningkatkan omzet produknya walau masih di
dalam negeri, namun produksinya terus meningkat hingga sekitar 300 kg per hari.
Sejak tahun 2010 Kementerian Perindustrian telah mencanangkan
kebijakan pengembangan industri pengolahan kakao melalui program hilirisasi.
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 53
Salah satu kebijakan pemerintah adalah pemberlakuan Bea Keluar (BK) Biji
Kakao. Pemberlakuan BK Biji Kakao sejak tahun 2010 telah berhasil mengurangi
ekspor biji kakao, dimana ekspor kakao pada tahun 2014 sebesar 333.678 ton
turun menjadi 233.095 ton (angka sementara) pada tahun 2015.
Ekspor kakao olahan Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Tahun 2013 ekspor kakao olahan sebesar 196,3 ribu ton meningkat menjadi
sebesar 242,2 ribu ton pada tahun 2014 atau mengalami peningkatan sebesar
23,3%. Namun di sisi lain masih terdapat kenaikan impor biji kakao, pada tahun
2014 sebesar 109,4 ribu ton mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan
tahun 2013 yang hanya sebesar 30,7 ribu ton. Data ini menunjukkan adanya
kekurangan bahan baku biji kakao di dalam negeri, sehingga diperlukan upaya
peningkatan produktivitas baik melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi
tanaman kakao.
Beberapa tantangan yang harus diselesaikan antara lain:
1. Kepercayaan investor yang rendah (risiko politik, credit rating yang rendah,
diskriminasi dalam masyarakat, sistim penegakan hukum yang lemah,
penanganan ketenagakerjaan, subsidi yang tinggi, dan tingginya korupsi).
2. Daya saing bisnis yang rendah sebagai akibat kualitas SDM yang rendah,
hubungan perburuhan yang tidak harmonis (hostile), praktek-praktek bisnis
tidak etis dan lemahnya corporate governance.
3. Daya saing yang rendah (nilai-nilai di masyarakat tidak mendukung daya saing
dan globalisasi, kualitas wiraswasta dan kemampuan marketing yang rendah,
produktivitas menyeluruh yang rendah)
4. Infrastruktur lemah (pendidikan dan kesehatan yang kurang, perlindungan hak
paten dan cipta lemah, penegakan hukum lingkungan hidup yang lemah, biaya
telekomunikasi internasional yang mahal, anggaran yang mahal, kurangnya alih
teknologi, kurang ahli teknologi informasi).
5. Rendahnya kapasitas petani dari aspek pengetahuan, keterampilan, sikap
maupun permodalan. Rendahnya kualitas SDM petani mengakibatkan petani
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 54
tidak mampu mengatasi masalah usaha taninya antara lain petani tidak
merawat kebun kakao dengan baik dan petani tidak melakukan proses pra dan
pasca panen dengan baik. Pada akhirnya, hal tersebut berpengaruh pada
rendahnya produktivitas dan rendahnya pendapatan dan kesejahteraan para
petani
6. Rendahnya nilai mutu kakao Indonesia di pasar internasional yang disebabkan
oleh hama dan umur tanaman yg sudah sangat tua. Di pasar dunia terutama
Eropa, mutu kakao Indonesia dinilai rendah karena mengandung keasaman
yang tinggi, rendahnya senyawa precursor flavor, dan rendahnya kadar lemak,
sehingga harga kakao Indonesia selalu mendapatkan potongan harga cukup
tinggi sekitar 15% dari rata-rata harga kakao dunia.
Beberapa rekomendasi untuk menjawab tantangan, antara lain:
1. Program gerakan kakao berkelanjutan sebagai lanjutan dari gerakan nasional
kakao, untuk meningkatkan produksi dan kualitas kakao nasional. Peningkatan
produksi dapat dilakukan melalui perluasan lahan tanaman kakao, yang
dicanangkan 450 ribu hektar, yang bukan saja terkonsentrasi di wilayah
Sulawesi saja tetapi ke beberapa wilayah lainnya seperti wilayah Sumatra,
Nusa Tenggara Barat, Bali dan Papua. Program ini mempunyai tiga kegiatan
yaitu peremajaan tanaman kakao, rehabilitasi lahan dan insentifikasi melalui
pemberian bantuan kepada petani berupa bibit unggul, pupuk dan sarana
produksi lainnya.
2. Peningkatan mutu produk kakao dengan fermentasi, mengingat fermentasi bijih
kakao akan menghasilkan nilai tambah kakao lebih tinggi, sehingga diharapkan
dapat terus ditingkatkan seiring dengan berkembangnya pemanfaatan kakao
untuk bahan baku berbagai produk olahan, maupun untuk pasar ekspor.
3. Pengenaan tarif bea Keluar, untuk mengurangi ekspor dalam bentuk bijih
kakao, dan lebih mendorong ekspor dalam bentuk olahan.
4. Iklim usaha yang kondusif dengan perbaikan dan kemudahan birokrasi
merupakan langkah peningkatan daya saing, termasuk dalam akses perbankan
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 55
dan fasilitas investasi permesinan dan pengolahan yang akan dapat
meningkatkan kakao dan produk-produk turunannya.
5. Peningkatan infrastruktur seperti sarana jalan dan pelabuhan merupakan hal
yang sangat penting guna mendukung kegiatan industri dalam negeri.
Dukungan dana APBN sebesar lebih dari 5 persen khusus pengembangan
infrastruktur diperlukan guna percepatan dan pengembangan infrastruktur
dalam rangka peningkatan daya saing sektor riil. Di sisi lain terus dilakukan
peningkatan infrastruktur untuk mengurangi biaya tinggi (high cost) dalam
kegiatan distribusi bahan baku dan ekspor. Termasuk pengadaan resi gudang
di daerah-daerah sentra kakao untuk menampung kakao yang siap ekspor
pada saat panen raya.
6. Peningkatan kompetensi petani kakao sebagai faktor utama dalam kegiatan
produksi, dengan penyuluhan, kursus maupun pelatihan, sehingga diharapkan
dapat meningkatkan kualitas produk yang berstandar internasional sekaligus
tercapainya efisiensi.
7. Peningkatan produksi, penggunaan metode penghitungan angka produksi
kakao yang tepat, inovasi produk dan peningkatan kualitas produk guna
meningkatkan daya saing kakao Indonesia. Disisi lain terus dilakukannya
penelitian dan pengembangan (research and development) kakao dan produk
berbahan kakao nasional.
4) Karet
Ekspor beberapa komoditas andalan Indonesia termasuk karet sedang
mengalami penurunan. Turunnya ekspor karet tercatat dalam data Direktorat
Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, hingga Juni 2015 tercatat 1.303.590
ton, atau turun 3,1% dari periode yang sama di 2014 sebesar 1.345.210 ton. Pada
kuartal I-2015, produksi karet Indonesia turun 7,3% menjadi 777.000 ton, dari
periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 838.000 ton, sementara pada
periode Januari-Juni 2015, produksi karet Indonesia tercatat 1.617.500 ton.
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 56
Produsen utama karet dunia adalah Indonesia, Thailand, Malaysia, dan
Vietnam. Data hingga Agustus 2015 produksi karet Indonesia turun 7,3%,
Thailand masih bisa tumbuh 15,5%, Malaysia turun 0,4% sedangkan Vietnam
masih bisa tumbuh 20% dibanding triwulan I-2014. Harga karet turun dalam 3
tahun terakhir, dari USD 4,61 /kg pada tahun 2011 menjadi USD 1,29 /kg per
Oktober 2015. Melambatnya perekonomian Tiongkok, Amerika Serikat dan
Jepang, menyebabkan permintaan mereka terhadap karet alam menjadi
berkurang. Munculnya Vietnam, Kamboja, Myanmar, dan Laos, yang
memproduksi karet menjadikan meningkatnya pasokan dunia (over supply).
Penyerapan industri dalam negeri baru sekitar 18% dari produksi nasional
(sekitar 500.000 ton), sehingga Indonesia masih tergantung dengan ekspor, yang
sebagian besar dalam bentuk crumb rubber. Sebagai negara terbesar kedua
penghasil karet, penurunan harga karet dunia memukul Indonesia karena 85%
produksi dihasilkan dari kebun rakyat yang menjadi tulang punggung bagi 2 juta
kepala keluarga atau sekitar 10 juta jiwa. Dengan harga internasional berada pada
kisaran USD 1,29 /kg, harga karet pada tingkat petani menjadi sekitar Rp.3.000-
Rp.5.000 /kg.
Dalam rangka menyelamatkan petani karet, dan menurunnya permintaan
negara importir, timbul gagasan berupa domestic demand creation, yang bertujuan
untuk menyerap kelebihan pasokan karet alam dunia. Apabila penyerapan industri
nasional dapat ditingkatkan maka ketergantungan terhadap pasar ekspor dapat
dikurangi, serta harga akan menjadi lebih stabil. Hal ini merupakan bagian dari
kesepakatan 3 Negara Anggota ITRC (Thailand, Indonesia, dan Malaysia) pada
Ministerial Meeting di Kuala Lumpur bulan November 2014.
Berdasarkan perhitungan awal, ditargetkan dapat menambah penyerapan
karet alam dalam negeri sebesar 100.000 ton / tahun. Produk-produk berbasis
karet alam lainnya yang dapat dikembangkan di dalam negeri antara lain karpet
untuk sapi (cow mat), genteng karet, paving blok, bearing bangunan anti gempa,
penguatan tebing, kasur lateks, dan benang karet. Prioritas lain dapat berbentuk
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 57
pengembangan karet untuk keperluan khusus seperti bidang kesehatan, otomotif,
dan elektronik. Sedangkan industri barang modal dapat berupa ban pneumatic,
ban luar dan ban dalam, ban vulkanisir ukuran besar (giant vulcanised tyre untuk
pesawat dan offroad), serta barang karet untuk keperluan industri dan komponen
otomotif.
Proyek lain yang dapat menyerap karet dalam jumlah banyak adalah
pembangunan jalan-jalan nasional. Badan Litbang Kementerian PU-Perumahan
Rakyat ingin mengembangkan aspal karet secara bertahap dengan kandungan
5%-15%. Saat sekarang masih dalam skala laboratorium, dan akan segera
dilakukan uji coba. Sebagai exercise, harga karet alam Rp.20.000/kg sebagai
pengganti aspal, sedangkan harga aspal Rp.10.000/kg. Apabila kadar aspal karet
6% dengan kandungan 5% latek atau 7% karet alam padat, maka optimum yang
dapat dicapai dengan asumsi 1 ton campuran, akan menghasilkan 46 m2 dengan
tebal lapisan 5 cm (tebal minimum), sehingga dalam setiap 1 m2 pengaspalan
ruas jalan akan digunakan 3 kg lateks cair atau 4,2 kg karet alam padat. Dalam
rangka meningkatkan penyerapan karet alam oleh industri dalam negeri yang
sudah berjalan, dibutuhkan payung hukum apabila terdapat selisih harga karet
dalam negeri lebih tinggi dibanding dengan karet impor, sehingga pemerintah
dapat melakukan intervensi maupun subsidi.
5) Perikanan
Pertumbuhan rata-rata volume ekspor hasil perikanan dari tahun 2009
sampai tahun 2014 adalah sebesar 6,94%. Komoditas yang berkontribusi paling
dominan sebagai komoditi ekspor adalah udang dan lobster, tuna dan cakalang,
Total volume ekspor udang dan lobster pada tahun 2009 sebesar 151 ribu ton
sedangkan pada tahun 2014 mencapai 196 ribu ton. Volume ekspor komoditi tuna,
tongkol dan cakalang pada tahun 2009 sebesar 132 ribu ton dan meningkat pada
tahun 2014 menjadi 206 ribu ton.
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 58
Tabel 3.20. Ekspor Komoditas Perikanan 2009-2015
Rincian Tahun
2009 2010 2011 2012 2013 2014* 2015**
Volume Ekspor
(juta ton)
0,88 1,10 1,16 1,23 1,26 1,27 0,51
Nilai Ekspor
(US $ 1.000)
2.466.202 2.683.831 3.521.091 3.853.658 4.181.857 4.641.913 2.016.473
Sumber: BPS dan Kelautan dan Perikanan Dalam Angka, 2014.
Keterangan : *angka sementara, ** data sampai Bulan Juni
Pertumbuhan rata-rata nilai ekspor hasil perikanan tahun 2009 sampai
2014 adalah sebesar 3,80 persen per tahun. Pada tahun 2009 nilai ekspor hasil
perikanan sebesar US $ 2,5 miliar meningkat menjadi US $ 4,6 miliar pada tahun
2014. Peningkatan tersebut dipengaruhi oleh pertumbuhan rata-rata nilai ekspor
per tahun beberapa komoditi utama ekspor, seperti: udang, lobster serta tuna dan
cakalang. Peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2011 yaitu mencapai 31,2%
yaitu dengan nilai sebelumya pada tahun 2010 US $ 2,6 menjadi US $ 3,5 pada
tahun 2011.
c) Koordinasi Ketersediaan Sarana Prasarana Pangan dan Pertanian
Dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan nasional guna tercapainya
ketahanan dan kedaulatan pangan nasional, pada tahun 2014 Presiden
mencanangkan pencapaian kedaulatan pangan dalam salah satu nawacitanya.
Salah satu Program Prioritas Pemerintah (Nawacita) yang berkaitan dengan
penyediaan prasarana dan sarana pangan dan pertanian adalah cita ke tujuh.
Adapun capaian dari masing-masing kementerian terkait sebagaimana pada tabel
di bawah ini.
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 59
Tabel 3.21. Program Nawacita Penyediaan Prasarana dan Sarana Pangan dan Pertanian
Tahun 2015
No. Nawacita Kementerian Pertanian Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan
Kementerian
Agraria dan Tata
Ruang
Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan
Rakyat
1 Perluasan 1 juta ha
sawah baru
Proses pencetakan
sawah di 12 kabupaten
seluas + 23.000 ha
Alokasi HPK seluas +10.000
ha di kabupaten Merauke.
Dari hasil identifikasi lahan
yang sesuai seluas +
417.728 ha
Pembangunan jaringan
irigasi seluas 150.000 ha
2 Perluasan
pertanian lahan
kering 1 juta ha di
luar Jawa
Perluasan tanaman
hortikultura,
perkebunan dan
tanaman hijau
makanan ternak di
lahan kering 250 ribu
ha dalam proses
Alokasi HPK yang sesuai
untuk tebu di Kalimantan
seluas + 42.059 ha, di NTT
seluas + 14.129 ha, dan
untuk sawit di daerah
perbatasan seluas + 20.730
ha
3. Rehabilitasi 3 juta
ha jaringan irigasi
Rehabiliatsi jaringan
irigasi tersier seluas
1.651.356 ha
Rehabilitasi jaringan
primer sekunder seluas
486.000 ha
4 1.000 desa mandiri
benih
Telah dimulai di 800
desa yang tersebar di
32 propinsi
5 Reforma Agraria 9
juta ha
Telah dilakukan identifikasi
kawasan hutan yang akan
dilepaskan dan didapatkan
yang potensial untukTORA
seluas + 4.419.040
Legalisasi asset
sebanyak
107.150 bidang
6 1.000 desa
pertanian organik
Pendirian 897 unit
UPPO dimana 703 unit
sudah berjalan dan 194
unit dalam proses
pemberkasan UPPO
7. Pembangunan 49
waduk baru
Telah dilelang
pembangunan 13 waduk
dan sudah tanda tangan
kontrak 10 waduk
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 60
Pemerintah telah menetapkan cetak sawah seluas 2 juta hektar, kebijakan
ini dilakukan dalam rangka untuk mengimbangi pengurangan alih fungsi lahan
sawah yang terjadi secara terus menerus dan meningkat otomatis. Alih fungsi
lahan pertanian (sawah) menjadi non pertanian pada dasarnya terjadi akibat
kompetisi adanya persaingan dalam pemanfaatan lahan antara sektor pertanian
dan sektor non pertanian, persaingan itu muncul karena akibat fenomena ekonomi
dan sosial yakni keterbatasan sumberdaya alam, pertumbuhan penduduk dan
pertumbuhan ekonomi.
Meningkatnya kelangkaan lahan sebagai akibat meningkatnya
pertumbuhan jumlah penduduk, dan dibarengi dengan meningkatnya permintaan
lahan yang relatif tinggi untuk kegiatan non pertanian akibat pertumbuhan ekonomi
dan pada akhirnya menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan pertanian yang
makin meningkat. Hal ini tercermin dari semakin meningkatnya kebutuhan pangan
(beras), yang mana pada tahun 2020 dan 2025 kebutuhan beras masing-masing
sebanyak 39,13 juta ton dan 41,12 juta ton akibat meningkatnya jumlah penduduk
sebanyak 271,07 juta jiwa (tahun 2020) dan 284,81 juta jiwa (tahun 2025). Di sisi
lain luas lahan sawah makin menurun dan diperkirakan untuk memenuhi
kebutuhan beras untuk jumlah penduduk pada tahun 2020 dan 2025 diperlukan
luas lahan sawah seluas 9,24 juta ha dan 9,77 juta ha, sehingga diperlukan
tambahan atau perluasan lahan sawah seluas 1,11 juta pada tahun 2020 dan 1,64
juta ha tahun 2025 sedangkan luas lahan baku sawah tahun 2012 adalah seluas
8,13 juta ha (BPS, 2013)
Bentuk perlindungan lahan untuk pertanian guna terjaminnya
keberlanjutan produksi pangan untuk memenuhi ketahanan dan kedaulatan
pangan nasional telah diamanatkan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 2009
tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B). Namun
UU 41/2009 beserta 4 (empat) Peraturan Pemerintah turunannya belum dapat
diterapkan secara efektif karena sampai saat ini belum ada kabupaten/kota yang
menetapkan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan secara numerik dan spasial.
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 61
Dari 492 kabupaten/kota yang ada di Indonesia, baru 192 kabupaten/kota yang
telah menetapkan LP2B (39%) dan semuanya hanya dalam bentuk numerik saja.
Selain disebabkan oleh alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian yang
makin meningkat, titik kritis ketahanan pangan atau tantangan usaha dalam
pemenuhan jaminan kebutuhan pangan juga disebabkan oleh menurunnya
ketersediaan air untuk produksi pertanian akibat kerusakan infrastruktur irigasi
dimana dari total jaringan tersier yang ada 3.518.227,75 ha (49,24%)
dikategorikan rusak. Adapun jaringan tersier yang rusak tersebut 950.745,6 ha
(27,02%) merupakan kewenangan pusat, 552.737 ha (15,71%) merupakan
kewenangan propinsi dan 2.014.745,15 ha (57,27%) merupakan kewenangan
kabupaten/kota.
Tabel 3.22. Luas Jaringan Irigasi Tersier yang Rusak Sampai Tahun 2014
Pembangunan 1.000 desa pertanian organik juga merupakan salah satu
sasaran dalam nawacita. Sejak tahun 20078 Kemenetrian Pertanian telah
melakukan kegiatan penyediaan alat pengolahan pupuk organik (APPO), rumah
kompos/Rumah Percontohan Pembuatan Pupuk Organik (RP3O), dan Unit
Pengolah Pupuk Organik (UPPO). Namun sampai saat ini pengembangan
penggunaan pupuk organik masih menghadapi berbagai kendala. Pertama, pupuk
organik diperlukan dalam jumalh besar sehingga menimbulkan kesulitan dalam
pengangkutan dan penggunaannya. Kedua, komposisi hara dalam pupuk organik
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 62
relatif rendah dan sangat bervariasi sehingga manfaatnya bagi tanaman baru
tercapai dalam jangka panjang. Ketiga, sumber bahan untuk pupuk organik sangat
bervariasi sehingga kualitas pupuk organik yang dihasilkan juga bervariasi.
Keempat, harga pupuk organik yang relatif lebih mahal dibandingkan dengan
harga pupuk anorganik.
d) Penanggulangan Kemiskinan Petani
Koordinasi dan sinkronisasi perumusan penanggulangan kemiskinan
petani yang telah dilakukan antara lain berupa kegiatan pendahuluan seperti
pendekatan Badan Usaha Milik Rakyat (BUMR), Badan Usaha Milik Desa
(BUMDes), sistem lelang pemasaran hasil pertanian petani yang dikoordinir, dan
rencana pengangkatan penyuluh kontrak menjadi penyuluh ASN (PNS dan
PPPK). Selain itu juga adanya program asuransi pertanian (saat ini masih terbatas
pada tanaman padi) dapat juga menanggulangi kemiskinan petani. Kegiatan yang
dilakukan dalam melaksanakan hal tersebut melibatkan Koordinasi dan
Sinkronisasi dengan Kementerian/Lembaga terkait.
Pendekatan BUMR dalam menanggulangi kemiskinan petani adalah
dengan cara memberikan good practices dalam bercocok tanam berdasarkan
daya dukung/kesesuaian lahan dan iklim atau cuaca di tempat menanam. Selain
itu juga terjadinya integrasi sistem informasi antara hulu dan hilir serta
diterapkannya paradigma bisnis dan skala ekonomi dalam pengelolaannya.
Pendekatan BUMDes dalam menanggulangi kemiskinan petani adalah dengan
cara mengelola dana bantuan pemerintah untuk dijadikan modal bagi Gabungan
Kelompok Tani (GAPOKTAN) setempat untuk akses modal dalam kegiatan usaha
pertanian dengan bunga kecil/lunak yaitu 2% untuk 10 kali cicilan selama 10
bulan, adapun bagi petani miskin diberikan kelonggaran 20 kali cicilan selama 20
bulan. Hal tersebut tentunya akan sangat membantu petani miskin dalam
melakukan usaha dibandingkan dengan pinjaman umum ke Bank konvensional
dengan bunga sebesar 19-22% ataupun bunga kredit usaha rakyat (KUR) yang
bunganya 9-12%. BUMDes dalam pengelolaan usaha pertanian juga dibantu
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 63
dengan adanya gudang pupuk sehingga petani tidak pernah mengalami kesulitan
pupuk. Pendekatan pengangkatan tenaga penyuluh kontrak menjadi penyuluh
ASN dalam menanggulangi kemiskinan petani adalah dengan cara menyediakan
tenaga pendamping bagi petani agar produktivitas pertanian dapat tercapai
dengan baik, target kedaulatan pangan tercapai, dan kesejahteraan petani
meningkat.
Rekomendasi terkait koordinasi dan sinkronisasi perumusan
penanggulangan kemiskinan petani ke depannya adalah dengan cara melibatkan
petani dari hulu ke hilir, baik dari aspek budidaya, pengolahan, saprodi,
pemasaran, dan kegiatan penunjang lainnya. Karena selama ini petani hanya
berkecimpung dalam aspek budidaya saja dan belum pada aspek agribisnis
lainnya seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Selain itu juga perlu dipikirkan
segi kualitas, kuantitas, dan kontinuitas produk pertanian yang dihasilkan petani
serta jaminan pasar dan harga komoditas dari pemerintah. Pada aspek
pengolahan misalnya petani dapat menggunakan bantuan pemerintah untuk
membeli alat pascapanen agar kualitas hasil panen dapat terjaga dan dapat
disimpan dalam jangka waktu lama, seperti menggunakan alat pengering hasil
pertanian, cold storage (sistem pendingin), ataupun dapat melibatkan ibu-ibu PKK
dalam membuat produk pangan sederhana. Pada aspek saprodi keterlibatan
petani misalnya dapat dilakukan dengan membuat dan menjual pupuk
kompos/pupuk kandang, pestisida nabati, benih unggul local, dan lain-lain. Pada
aspek pemasaran petani harus memiliki posisi tawar yang kuat dalam penjualan
hasil pertanian, misalnya dengan sistem lelang yang terkoordinir. Pada kegiatan
penunjang lainnya misalnya petani bisa membangun BUMDes dari dana bantuan
pemerintah untuk dikelola dengan baik.
Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk melihat seberapa jauh
efektivitas kebijakan dalam menanggulangi kemiskinan petani antara lain adalah
jumlah petani miskin, NTP petani, dan pendapatan per kapita petani. Berikut
adalah penjelasan masing-masing indicator tersebut.
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 64
Jumlah petani miskin
Ada empat faktor yang menyebabkan jumlah petani miskin
bertambah signifikan sepanjang periode September 2014-Maret 2015, yaitu
kenaikan harga produksi beras di tahun 2015 hingga 14 % dari tahun 2014, tidak
adanya impor beras, dan “tidak adanya” subsidi BBM, dan adanya fenomena
musim kemarau ekstrim akibat El Nino lebih awal di tahun 2015 yang
menyebabkan turunya produksi petani bahkan gagal panen. Selain itu perlu
diketahui juga bahwa inflasi dapat mempengaruhi jumlah petani miskin. Bantuan
pemerintah kepada petani baik dari segi bibit, benih, pupuk, alsintan,
pembangunan embung, saluran irigasi, dan lain-lain kemungkinan baru akan
terasa manfaatnya dalam menurunkan jumlah petani miskin di tahun 2016.
Peranan komoditas pangan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar (yakni
sebesar 73%) dibandingkan peranan komoditi non-pangan seperti perumahan,
sandang, pendidikan, dan kesehatan. Komoditas pangan tersebut utamanya
adalah beras, cabe rawit, gula pasir, dan rokok kretek filter (Republika 2015).
Perlu dicatat juga berdasarkan hasil Sensus Pertanian 2013, dari 26,14 juta rumah
tangga petani di Indonesia, 14,62 juta (56%) adalah petani gurem (Media
Indonesia 2015).
Sumber: BPS 2014 dan Kompas 2015
Gambar 3.8. Jumlah Petani Miskin 2010-2015
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 65
Grafik di atas menunjukkan jumlah petani miskin dari tahun 2010-2014
terus berkurang karena pada saat itu harga komoditas pertanian cukup baik,
sehingga petani mendapatkan kesejahteraan dari hasil penjualan komoditasnya.
Peningkatan jumlah kemiskinan petani pada tahun 2015 diakibatkan adanya gagal
panen akibat fenomena El-Nino yang cukup parah dan harga pangan yang
melonjak tinggi seperti harga beras di awal tahun 2015 akibat terlambatnya
penyaluran raskin.
Tingkat Kesejahteraan Petani
Salah satu poin terpenting pada visi pembangunan ketahanan pangan
nasional adalah upaya meningkatkan kesejahteraan petani. Selain sebagai
produsen, petani juga merupakan konsumen yang ikut terkena dampak apabila
stabilisasi pangan tidak terjaga dengan baik.
Tingkat kesejahteraan petani pada umumnya diformulasikan/digambarkan
dari Nilai Tukar Petani (NTP). NTP merupakan sebuah proxy yang
menggambarkan angka perbandingan antara indeks harga yang diterima petani
dengan indeks harga yang dibayar petani. Indeks harga yang diterima petani (It)
adalah indeks harga yang menunjukkan perkembangan harga produsen atas hasil
produksi petani. Indeks harga yang dibayar petani (Ib) adalah indeks harga yang
menunjukkan perkembangan harga kebutuhan rumah tangga petani, baik itu
kebutuhan untuk konsumsi sehari-hari maupun kebutuhan untuk proses produksi
pertanian. Semakin tinggi NTP, relatif semakin sejahtera tingkat kehidupan petani.
Perkembangan NTP sebagaimana terlihat pada grafik berikut. Nilai Tukar
Petani 2015 secara umum lebih dari 100, mencerminkan bahwa petani masih
sejahtera karena indeks harga yang diterima (hasil produksi) masih lebih besar
dibandingkan indeks harga yang harus dibayarnya (untuk kebutuhan dan biaya
produksi).
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 66
Gambar 3.9. Nilai Tukar Petani (NTP) Januari-Desember 2015
Pendapatan Per kapita Petani
Grafik di bawah ini menunjukkan pendapatan per kapita petani dari tahun
2010-2014 terus meningkat akibat bagusnya harga komoditas pertanian yang
tentunya akan berdampak signifikan terhadap pendapatan per kapita petani,
namun pada tahun 2015 terjadi penurunan pendapatan per kapita secara tajam
karena adanya gagal panen akibat fenomena El-Nino, jatuhnya harga komoditas
pertanian akibat lesunya perekonomian dunia, serta naiknya harga pangan akibat
beberapa sebab seperti terlambatnya penyaluran raskin pada awal tahun 2015
dan fenomena naiknya nilai tukar dolar yang terjadi pada tahun 2015. Hal tersebut
lebih banyak diakibatkan oleh adanya faktor eksternal seperti cuaca dan kondisi
perekonomian duni yang susah untuk dikendalikan.
Gambar 3.10. Pendapatan per kapita petani (BPS) 2010-2015
Batas Garis Kemiskinan Menurut Bank Dunia US$ 2/kapita/hari
Garis Biru: Batas Garis Kemiskinan Menurut BPS Sep 2015 Rp
11.025,87/kapita/hari
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 67
3.2. Realisasi Anggaran
Total anggaran Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian tahun
2015 sebesar Rp 11,6 miliar dan ditargetkan terealisasi 90% (Rp 10,4 miliar).
Dalam pelaksanaannya s.d akhir tahun 2015, total realisasi anggaran sebesar
69,74% atau Rp 8,09 miliar.
Tabel 3.23. Realisasi Anggaran Tiap Kegiatan Tahun 2015
No. Kegiatan Rencana Realisasi %
1 Koordinasi Kebijakan Pangan 2.700 1.711 63,37
2 Koordinasi Kebijakan
Peternakan dan Perikanan
2.300 1.627 70,75
3 Koordinasi Kebijakan
Perkebunan dan Hortikultura
2.300 1.824 79,31
4 Koordinasi Kebijakan Sarana
dan Prasarana Pangan dan
Pertanian
2.100 1.448 68,96
5 Koordinasi Kebijakan Agribisnis 2.200 1.448 68,96
Jumlah 11.600 8.089 69,74
Tabel 3.24. Realisasi Anggaran Tiap Sasaran dan Indikator Kinerja Tahun 2015
Sasaran Strategis
Indikator Kinerja Anggaran (Juta Rupiah)
Rencana Realisasi %
Terwujudnya
Koordinasi dan
sinkronisasi
kebijakan Pangan
dan Pertanian
Persentase hasil
rekomen dasi
koordinasi dan
sinkronisasi kebijakan
pangan dan pertanian
yang diselesaikan
8.392 5.060 60,32%
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 68
Sasaran Strategis
Indikator Kinerja Anggaran (Juta Rupiah)
Rencana Realisasi %
Terwujudnya
pengendalian
pelaksanaan
kebijakan Pangan
dan Pertanian
Persentase kebijakan
bidang pangan dan
pertanian yang
terimplementasikan
2.983 2.833 94,97%
Terwujudnya
efektivitas tata
kelola pangan dan
pertanian yang
baik
Persentase partisipasi
stakeholders dalam
kebijakan pangan dan
pertanian
225 196 87,16%
Jumlah 11.600 8.089 69,74%
Target realisasi anggaran hanya mencapai 69,74% disebabkan beberapa
hal yang lebih banyak disebaban oleh faktor non teknis, yaitu:
1. Perubahan nomenklatur organisasi dari Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan
Sumber Daya Hayati menjadi Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian
2. Kekosongan Pejabat Eselon I (Deputi) dan 1 Eselon II (Asisten Deputi) karena
pensiun.
3. Penghematan anggaran perjalanan dinas.
4. Larangan mengadakan rapat di hotel, sedangkan kantor Menko memiliki
keterbatasan ruangan rapat, yakni hanya memiliki 3 ruang rapat utama, 8
ruang rapat kecil di masing-masing deputi dan Sekretariat, padahal Kantor
Menko memiliki fungsi koordinasi.
5. Akibat larangan rapat di hotel, anggaran belanja dialihkan menjadi rapat di
kantor, kemudian larangan rapat di hotel di cabut, sedangkan anggaran telah
sebagian besar dialihkan rapat di kantor.
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 69
Gambar 3.11. Perbandingan Target dan Realisasi Anggaran per bulan Tahun 2015
Gambar 3.12. Perbandingan Realisasi Anggaran Tahun 2012-2015
Dalam rangka mencapai kinerja Deputi, telah mengerahkan semua sumber daya yang
ada secara maksimal seperti penggunaan alat, ruang kantor/ruang rapat, SDM, dan
0
20
40
60
80
100
120
Jan Peb Mar Apr Mei jun Jul Agt Sep Okt Nop Des
Target Realisasi
11,21
13,8
10,6
11,6
9,95
11,23
9,18
8,1
0
2
4
6
8
10
12
14
16
2012 2013 2014 2015
Anggaran
Realisasi
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 70
anggaran. Khusus anggaran, kami telah melakukan kegiatan yang seharusnya
dilaksanakan di luar kantor, kami laksanakan di kantor, dengan merevisi anggaran
pertemuan luar kota ke rapat di kantor.
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 71
Bab IV -- PENUTUP
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian tahun
2015 menyajikan pencapaian strategis, yang secara keseluruhan umumnya
menunjukkan kinerja yang sangat baik, jika dilihat dari jumlah indikator kinerja
yang telah melampaui target yang telah ditetapkan.
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian mendapat tugas dan
tanggungjawab yang sangat strategis dalam menyelenggarakan koordinasi,
sinkronisasi, serta pengendalian pelaksanaan kebijakan pangan dan pertanian
sesuai dengan Nawacita Pemerintahan dan Quick Wins Kementerian Koordinator
Bidang Perekonomian. Capaian makro beberapa program lintas kerja khususnya
yang terkait ketersediaan dan stabilitas pangan, pengembangan komoditi ekspor,
ketersediaan sarapa prasarana pangan dan pertanian, dan penanggulangan
kemiskinan petani, mendapatkan hasil yang positif ditandai oleh tercapainya
sasaran inflasi nasional, pemenuhan ketersediaan pangan, semakin meningkatnya
kinerja ekspor komoditas unggulan, serta terjaganya Nilai Tukar Petani.
Peningkatan kualitas dan kuantitas koordinasi, sinkronisasi, dan
pengendalian di bidang pangan dan pertanian akan terus ditingkatkan dengan
melibatkan dan membutuhkan komitmen serta dukungan aktif semua
kementerian/lembaga, BUMN, Swasta dan civil society. Keterlibatan semua
stakeholders tersebut mutlak diperlukan dalam rangka untuk mempercepat
pencapaian tujuan kemandirian dan kedaulatan pangan nasional.
Saran rekomendasi dan langkah-langkah perbaikan yang akan dilakukan
kedepan di tahun 2016 adalah :
a. Perencanaan kegiatan dan perencanaan anggaran agar disususn dalam 12
bulan, serta memperhatikan waktu dan SDM yang tersedia, serta melihat
kondisi yang terjadi pada kementerian/lembaga terkait.
LAKIP 2015 _______________________________________________________ 72
b. Agar koordinasi dan sinkronisasi lebih difokuskan pada pemecahan masalah
dan hambatan terkait agenda-agenda nasional dan pencapaian yang telah
ditetapkan dalam Renstra Menko Perekonomian dan agenda Nawacita
terkait kedaulatan pangan.
c. Agar rekomendasi yang dihasilkan tidak bersifat umum, tetapi lebih kepada
penyelesaian masalah dan peningkatan kinerja.
d. Rekomendasi yang belum terselesaikan pada tahun 2015, agar
ditindaklanjuti pada tahun 2016. Sedangkan terhadap rekomendasi yang
sudah diselesaikan, agar dipantau dan dievaluasi implementasinya.
e. Pengumpulan data dan evaluasi data berkala setiap triwulan, agar dilakukan
oleh masing-masing Asisten Deputi, untuk menjamin pelaksanaan kegiatan
sesuai dengan target yang telah direncanakan.
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian
LAMPIRAN II
Definisi : Diselesaikan rekomendasi dan sinkronisasi kebijakan pangan dan pertanian dengan K/L telah dibahas substansi dan draft rancangan Peraturan Perundangan Baru bidang Pangan dan Pertanian yang dikoordinasi dan disinkronisasi oleh Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian
Satuan : %
Teknik Menghitung : Diselesaikan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan pangan dan pertanian = jumlah rekomendasi dan sinkronisasi yang diselesaikan (realisasi) dibandingkan dengan target dan atau rekomendasi dan sinkronisasi yang dihasilkan (target), rancangan peraturan perundang-undangan baru bidang pangan dan pertanian. Target 2015 : 18 rancangan peraturan, R X100%
T
Sifat Data IKU : Maximize
Sumber Data : Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian
Periode Data IKU : Semesteran
Keterangan Lain : Analisis capaian meliputi : kondisi sebelum adanya peraturan, hasil dan manfaat bila peraturan dapat diterbitkan
Presentase Hasil Rekomendasi dan Sinkronisasi Kebijakan Pangan dan Pertanian yang diselesaikan
Manual
Perhitungan
IKU D2 1
LAMPIRAN II
Definisi : Implementasi kebijakan fungsi pengendalian atas pelaksanaan kebijakan bidang pangan dan pertanian oleh K/L yang menghasilkan rekomendasi dan berimplikasi pada Rancangan perubahan Peraturan Perundangan yang ada
Satuan : %
Teknik Menghitung : Implementasi kebijakan pengendalian pangan dan pertanian = jumlah rekomendasi pengendalian yang terimplementasikan (realisasi) dibandingkan dengan target dan atau rekomendasi pengedalian yang dihasilkan (target), rancangan perubahan peraturan perundang-undangan yang ada dibidang pangan dan pertanian. r X100% t
Sifat Data IKU : Maximize
Sumber Data : Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian
Periode Data IKU : Semesteran
Keterangan Lain : Analisis capaian meliputi : kondisi pelaksanaan peraturan yang ada, hasil dan manfaat bila terjadi perubahan peraturan.
Presentase Kebijakan Bidang Pangan dan Pertanian Yang Terimplementasi
Manual
Perhitungan
IKU KEMENTERIAN 2
Target 2015 : 100% (5 Rancangan Perubahan Peraturan)
LAMPIRAN II
Definisi : Mengukur budaya organisasi berbasis kinerja dan kompetensi, dan tata kelola keuangan, serta partisipasi stakeholders dalam kebijakan pangan dan pertanian
Satuan : %
Teknik Menghitung :
Gabungan nilai tata kelola keuangan (realisasi), Laporan Kinerja, dan partisipasi stakeholder dalam kebijakan pangan dan pertanian, Bobot Nilai :
a) Realisasi Keuangan (bobot 30%)
b) Laporan Kinerja ( bobot 30%)
c) Partisipasi Stakeholder kebijakan pangan dan pertanian (bobot 40 %)
Persentase Tingkat Kinerja = (aX30%)+(bX30%)+(cX40%)
Persentase Tingkat Kinerja :
85≤n≤100 = 4 : Sangat Baik
65≤n<85 = 3 : Baik
45≤n<65 = 2 : Kurang
n<45 = 1 : Sangat Kurang
Sifat Data IKU : Maximize
Sumber Data : Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian
Periode Data IKU : Semesteran
Keterangan Lain : -
Persentase Partisipasi Stakehlders dalam Kebijakan Pangan dan Pertanian
Manual
Perhitungan
IKU KEMENTERIAN
3
Target 2015 : 90%