Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

262
I. PENDAHULUAN 1. Defenisi Dasar Campuran beraspal adalah suatu kombinasi campuran antara agregat dan aspal. Dalam campuran beraspal, aspal berperan sebagai pengikat atau lem antar partikel agregat, dan agregat berperan sebagai tulangan. Sifat-sifat mekanis aspal dalam campuran beraspal diperoleh dari friksi dan kohesi dari bahan- bahan pembentuknya. Friksi agregat diperoleh dari ikatan antar butir agregat (interlocking), dan kekuatannnya tergantung pada gradasi, tekstur permukaan, bentuk butiran dan agregat maksimum yang digunakan. Oleh sebab itu kinerja campuran ebraspal sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat agregat dan aspal serta sifat-sifat campuran padat yang sudah terbentuk dari kedua bahan tersebut. Perkerasan beraspal dengan kinerja yang sesuai dengan persyaratan tidak akan dapat diperoleh jika bahan yang digunakan tidak memenuhi syarat, meskipun peralatan dan metode kerja yang digunakan telah sesuai. 1.1 Aspal Aspal atau bitumen merupakan material yang berwarna hitam kecoklatan yang bersifat viskoelatis sehingga akan melunak dan mencair bila mendapat cukup pemanasan dan sebaliknya. Sifat viskoelastis inilah yang membuat aspal dapat menyelimuti dan menahan agregat tetap pada tempatnya. Selama proses produksi dan masa pelayanannya. Pada dasarnya aspal terbuat dari suatu rantai hidrokarbon yang disebut bitumen, oleh sebab itu aspal sering disebut aspal keras. Tingkat pengontrolan yang dilakukan pada tahapan proses penyulingan akan menghasilkan [Kelompok I Gelombang II] PENDAHULUAN 1

description

Praktikum Jalan Raya

Transcript of Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Page 1: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

I. PENDAHULUAN

1. Defenisi Dasar

Campuran beraspal adalah suatu kombinasi campuran antara agregat dan aspal. Dalam

campuran beraspal, aspal berperan sebagai pengikat atau lem antar partikel agregat, dan

agregat berperan sebagai tulangan. Sifat-sifat mekanis aspal dalam campuran beraspal

diperoleh dari friksi dan kohesi dari bahan-bahan pembentuknya. Friksi agregat diperoleh

dari ikatan antar butir agregat (interlocking), dan kekuatannnya tergantung pada gradasi,

tekstur permukaan, bentuk butiran dan agregat maksimum yang digunakan. Oleh sebab itu

kinerja campuran ebraspal sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat agregat dan aspal serta sifat-

sifat campuran padat yang sudah terbentuk dari kedua bahan tersebut. Perkerasan beraspal

dengan kinerja yang sesuai dengan persyaratan tidak akan dapat diperoleh jika bahan yang

digunakan tidak memenuhi syarat, meskipun peralatan dan metode kerja yang digunakan

telah sesuai.

1.1 Aspal

Aspal atau bitumen merupakan material yang berwarna hitam kecoklatan yang

bersifat viskoelatis sehingga akan melunak dan mencair bila mendapat cukup pemanasan dan

sebaliknya. Sifat viskoelastis inilah yang membuat aspal dapat menyelimuti dan menahan

agregat tetap pada tempatnya. Selama proses produksi dan masa pelayanannya. Pada

dasarnya aspal terbuat dari suatu rantai hidrokarbon yang disebut bitumen, oleh sebab itu

aspal sering disebut aspal keras. Tingkat pengontrolan yang dilakukan pada tahapan proses

penyulingan akan menghasilkan aspal dengan sifat-sifat yang khusus yang cocok untuk

pemakaian yang khusus pula, seperti untuk pembuatan campuran beraspal, pelindung atap

dan penggunaan khusus lainnya.

Aspal merupakan suatu produk berbasis minyak yang merupakan turunan dari proses

penyulingan minyak bumi, dan dikenal dengan nama aspal keras. Selain itu, aspal juga

terdapat di alam secara ilmiah, aspal ini disebut aspal alam. Aspal modifikasi saat ini juga

telah dikenal luas. Aspal ini dibuat dengan menambahkan bahan tambahan ke dalam aspal

yang bertujuan untuk memperbaiki atau memodifikasi sifat rheolginya sehingga

menghasilkan jenis aspal baru yang disebut aspal modifikasi.

[Kelompok I Gelombang II] PENDAHULUAN 1

Page 2: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Sifat-sifat Kimia Aspal

Aspal keras dihasilkan melalui proses destilasi minyak bumi. Minyak bumi yang

digunakan terbentuk secara alami dan senyawa-senyawa organik yang telah berumur

ribuan tahun di bawah tekanan dan variasi temperatur yang tinggi. Susunan struktur

internal aspal sangat ditentukan oleh susunan kimia molekul-molekul yang terdapat dalam

aspal tersebut.

Susunan molekul aspal sangat kompleks dan didominasi (90-95% dari berat aspal)

oleh unsur karbon dan hidrogen. Oleh sebab itu, senyawa aspal seringkali disebut sebagai

senyawa hidrokarbon. Sebagian kecil, sisanya (5-10%) dan dua jenis atom, yaitu :

heteoratom dan logam. Unsur-unsur heteroatom seperti hidrogen, oksigen dan sulfur,

dapat menggantikan kedudukan akan karbon yang terdapat dalam struktur molekul aspal.

Unsur kimia aspal terdiri dari dua, yaitu:

1. Aspalten, adalah unsur kimia aspal yang padat yang tidak larut dalam n.penben. aspal

berwarna coklat sampai hitam yang mengandung karbon dan hidrogen dengan

perbandingan 1 : 1, dan kadang-kadang juga mengandung nitrogen, sulfur dan

oksigen. Aspalten biasanya dianggap sebagai material yang bersifat polar dan

memiliki bau yang khas dengna berat molekul yang cukup berat. Molekul aspalten ini

memiliki ukuran antara 5-30 nano meter. Peningkatankandungan aspalten dalam aspal

akan menghasilkan aspal yang lebih keras dengan nilai penetrasi yang rendah, titik

lembek yang tinggi dan tingkat kekentalan aspal yang tinggi pula.

2. Malten, adalah unsur kimia lainnya yang terdapat di dalam aspal selain aspalten.

Unsur malten ini dapat dibagi lagi menjadi resin, aromatik dan saturated.

a) Resin, secara dominan terdiri dari hidrogen dan karbon dan sedikit mengandung

oksigen, sulfur dan nitrogen.

b) Aromatik, merupakan unsur pelarut, asalten yang paling dominan di dalam aspal

c) Saturated, merupakan bagian dari molekul malten yang berupa minyak kental

yang erwarna putih atau kekuning-kungingan dan bersifat non-polar. Saturated di

dalam aspal berkisar antara 5% - 20% terahdap berat aspal.

Sifat-Sifat Fisik Aspal

Sifat-sifat fisik aspal yang sangat mempengaruhi perencanaan, produksi dan kinerja

campuran aspal antara lain adalah durabilitas, adhesi dan kohesi, kepekaan terhadap

temperatur, pengerasan, dan penuaan.

[Kelompok I Gelombang II] PENDAHULUAN 2

Page 3: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

1. Durabilitas

Kinerja aspal sangat dipengaruhi oleh sifat aspel tersebut setelah digunakan sebagai

bahan pengikat di dalam campuran beraspal dan dihampar di lapangan. Hal ini

disebabkan karena sifat-sifat aspal akan berubah secara signifikan akibat oksidasi dan

pengeluaran yang terjadi baik pada saat pencampuran, pengangkutan dan

penghamparan campuran beraspal di lapangan. Perubahan sifat ini akan

menyebabkan aspal menjadi berdaktilitas atau dengan kata lain aspal telah mengalami

penuaan. Kemampuan aspal untuk menghambat laju penuaan ini disebut durabilitas

aspal.

Pengujian durabilitas aspal bertujuan untuk mengetahui seberapa baik aspal unutk

mempertahankan sifat-sifat awalnya akibat proses penuaan. Walaupun banyak fakta

lainnya yang menentukan, aspal dengan durabilitas yang baik akan menghasilkan

campuran dengan kinerja yang baik pula. Pengujian kuantitatif yang biasanya

dilakukan untuk mengetahui durabilitas asal adalah pengujian penetrasi, titik lembek,

kehilangan berat dan aktivitas. Pengujian ini dilakukan pada benda uji yang telah

mengalami pressure Aging Vessel (PAV), Thin Film Oven Test (TFOT) dan Rolling

Thin Film Oven Test (RTFOT). Dua proses

2. Adhesi dan Kohesi

Adhesi adalah kemampuan partkel aspal untuk melekat satu sama lainnya, dan kohesi

adalah kemampuan aspal untuk melekat dan mengikat agregat. Sifat adhesi dan kohesi

aspal sangat penting diketahui dalam pembuatan campuran beraspal karena sifat ini

sangat mempengaruhi kinerja dan durabilitas campuran. Uji daktalitas aspal adalah

suatu uji kualitatif yang secara tidak langsung dapat digunakan untuk mengetahui

tingkat adestines atau daktalitas aspal keras. Aspal keras dengan nilai daktalitas yang

rendaha dalah aspal yang memiliki daya adhesi yang kurang baik digunakan dengan

aspal yang memiliki nilai daktalitas yang tinggi.

3. Kepekaan aspal terhadap temperatur

Seluruh aspal bersifat termoplastik yaitu menjadi lebih keras bila temperatur menurun

dan melunak bila temperatur meningkat. Kepekaan aspal untuk berubah akibat

perubahan temperatur ini dikenal sebagai kepekaan aspal terhadap temperatur.

Kepekaan aspal tersebut berasal dari minyak bumi dengan sumber yang berbeda

walaupun aspal tersebut masuk dalam klasifikasi yang sama.

[Kelompok I Gelombang II] PENDAHULUAN 3

Page 4: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

4. Pengerasan dan penuaan

Penuaan aspal adalah suatu parameter yang baik untuk mengetahui durabilitas

campuran aspal. Penuaan aspal ini disebabkan oleh dua faktor utama, suatu

penguapan traka minyak ringan yang terkandung dalam aspal dan oksidasi (penuaan

sangat panjang, short-term aging), dan dioksidasi yang progresif (penunaan jangka

panjang, long-term aging)

Berdasarkan penggunaannya, aspal dibagi dalam beberapa jenis, antara lain:

a) Aspal Keras (Asphalt cement/AC)

Aspal keras adalah suatu jenis aspal minyak yang merupakan residu hasil destilasi

minyak bumi pada keadaan hampa udara, yang ada pada suhu normal dan tekanan

atmosfir berbentuk padat, aspal keras biasa dikelompokkan berdasarkan kekerasan

yang disebut sebagai penetrasi.

Terdapat beberapa persyaratan aspal keras, antara lain:

1) Persyaratan umum

Berasal dari hasil minyak bumi

Mempunyai sifat sejenis

Kadar parafin tidak melebihi 7%

Tidak mengandung air dan tidak berbuasa jika dipanaskan sampai 1750C.

2) Berdasarkan pemeriksaan sesuai dengan syarat seperti pada “Tabel Syarat

Pemeriksaan Aspal”.

Jenis Pemeriksaan Pen 40/50 Pen 60/70 Pen 80/100 Satuan

[Kelompok I Gelombang II] PENDAHULUAN 4

Page 5: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Min Maks Min Maks Min Maks

Penetrasi 25%, 100 gr, 5 detik 40 59 60 79 80 99 0,0 mm

Titik lembek 50C (Ring and bell) 51 63 48 58 46 54 Derajat celcius

Titik Nyala (Cleveland Ovend Cup) 232 - 232 - 232 - Derajat celcius

Kehilangan berat (Thick Fil Oven Test) - 0,4 - 0,4 - 0,4 % Berat

Kelarutan dalam CCl4 99 - 99 - 99 - % Berat

Durabilitas 100 - 100 - 100 - cm

Penetrasi setelah kehilangan berat 75 - 75 - 75 - % semula

Berat jenis 250C 1 - 1 - 1 - Gr/cc

b) Aspal Cair

Aspal cair adalah aspal yang pada suhu normal dan tekanan atmosfer berbentuk cair,

terdiri dari aspal keras yang diencerkan dengan bahan pelarut.

Tedapat beberapa persyaratan aspal cair, antara lain:

1. Kadar perafin tidak lebih dari 2%

2. Kadar perafin tidak lebih dari 2%

3. Tidak mengandung air dan jika dipakai tidak menunjukkan pemisahan atau

penggumpalan.

Aspal cair dikelompokkan berdasarkan pengencernya, yaitu:

1. Bila ditambahkan benzeen dinamakan Rapid Curing (RC)

2. Bila ditambahkan kerosene dinamakan medium curing (MC)

3. Bila ditambahkan minyak berat dinamakan Slow Curing (SC)

[Kelompok I Gelombang II] PENDAHULUAN 5

Page 6: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

c) Aspal Emulsi

Aspal emulsi adalah suatu jenis aspal yang terdiri dari aspal keras, air dan bahan

pengemulsi dimana pada suhu normal dan tekanan atmosfer berbentuk cair. Aspal

emulsi dikelompokkan sebagai berikut:

1. Emulsi chatianic, terdiri dari aspal keras, air dan larutan bata sehingga akan

bermuatan positif (+)

2. Emulsi anionic, terdiri dari aspal keras, air dan larutan asam, sehingga bermuatan

negatif (-)

1.2 Agregat

Agregat atau batu, atau granular material adalah material berbutir yang keras dan

kompak. Setelah agregat mencakup antara lain batu bulat, batu pecah, abu batu, dan pasir.

Agregat mempunyai peranan yang sangat penting dalam prasarana transportasi, khususnya

dalam hal ini pada perkerasan jalan. Daya dukung perkerasan jalan ditentukan sebagian besar

oleh karakteristik agregat yang digunakan. Pemilihan agregat yang tepat dan memenuhi

persyaratan akan sangat menentukan dalam keberhasilan pembangunan atau pemeliharaan

jalan.

Jenis agregat

Batuan atau agregat untuk campuran beraspal diklasifikasikan berdasarkan

sumbernya, seperti contohnya agregat alam, agregat hasil pemrosesan, agregat buatan

atau agregat artifisial.

a) Agregat alam (natural agregat)

Agregat alam adalah yang digunakan dalam bentuk alamiahnya dengan sedikit atau

tanpa pemrosesan sama sekali. Agregat ini terbentuk dari proses erosi ilmiah atau proses

pemisahan akibat angin, air, pergeseran es, dan reaksi kimia. Aliran gletser dapat

menghasilkan agregat dalam bentuk bongkahan bulat dan batu kerikil, sedangkan aliran

air menghasilkan batuan yang bulat kecil.

[Kelompok I Gelombang II] PENDAHULUAN 6

Page 7: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Dua jenis utama dari agregat alam yang digunakan untuk konstruksi jalan dalah apsir

dan kerikil. Kerikil biasanya didefinisikan sebagai agregat yang berukuran lebih ebsar

6,35 mm. pasir didefinisikan sebagai yang leibh kecil dari 6,35 mm tetapi lebih besar dari

0,075 mm. sedangkan partikel yang elbih kecil dari 0,075 mm disebut sebagai mineral

pengisi (filler). Pasir dan kerikil selanjutnya diklasifikasikan menurut sumbernya. Materi

yang diambil dari tambang terbuka (open pit) dan digunakan tanpa proses lebih lanjut

disebut material dari tambang terbuka (pit run materials) dan bila diambil dari sungai

(steam bank) disebut material sungai (steam bank materials). Deposit batu koral memiliki

komposisi yang bervariasi tetapi biasanya mengandung paisr dan lempung. Pasir pantai

terdiri atas partikel yang agak seragam, sementara pasir sungai sering mengandung koral,

lempung dan batu dalam jumlah yang lebih banyak.

b) Agregat yang diproses

Agregat yang diproses adalah batuan yang telah dipecah dan disaring sebelum

digunakan. Pemecahan agregat dilakukan karena tiga alasan: untuk merubah tekstur

permukaan-permukaan partikel dari licin ke kasar, untuk merubah bentuk partikel dari

bulat ke angular, dan untuk mengurangi serta meningkatkan distribusi dan rentang ukuran

partikel. Untuk batuan kerikil yang besar, tujuan pemecahan bahan krakal ini adalah

untuk mendapatkan ukuran batu yang dapat dipakai, selain itu juga untuk merubah bentuk

dan teksturnya.

c) Agregat buatan

Agregat ini didapatkan dari proses kimia atau fisika dari beberapa material sehingga

menghasilkan suatu material baru yang sifatnya menyerupai agregat. Beberapa jenis dari

agregat ini merupakan hasil sampingan dari proses industri dan dari proses material yang

sengaja diproses agar dapat digunakan sebagai agregat atau sebagai material pengisi

(filler)

Slag adalah contoh agregat yang didapat sebagai hasil sampingan produksi. Batuan ini

adalah substansi nonmetalik yang timbul ke permukaan dari pencairan/peleburan biji besi

selama proses peleburan. Pada saat menarik besi dari cetakan, slag ini akan pecah

menjadi partikel yang lebih kecil baik melalui perendaman ataupun memcahkan setelah

dingin. Pembuatan agregat buatan secara langsung adalah suatu yang relatif baru. Agregat

ini dibuat dengan membakar tanah liat dan material lainnya. Produk akhir yang dihasilkan

biasanya agak ringan dan tidak memiliki daya tahan terhadap keausan yang tinggi.

[Kelompok I Gelombang II] PENDAHULUAN 7

Page 8: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Agregat buatan dapat digunakan untuk dek jembatan atau untuk perkerasan jalan dengan

mutu sebaik lapisan permukaan yang mensyaratkan ketahanan gesek maksimum.

Pada umumnya yang perlu diperhatikan adalah komposisi atau gradasi butiran. Hal

ini sangat berbeda dengan pemanfaatan agregat tersebut. Agregat dapat dikelompokkan

menjadi agregat kasar, halus dan bahan mengisi.

1. Agregat kasar

Agregat kasar harus terdiri dari batu pecah atau kental pecah yang bersih, kering,

kuat, awet dan bebas dari bahan lain yang mengganggu serta memenuhi persyaratan.

a. Keausan pada 500 puaram maksimum 40%

b. Kelekatan dengan aspal minimum 95%

c. Jumlah berat butiran tertahan saringan no. 4 yang mempunyai paling sedikit dua

bidang pecah (usual) minimum 50% untuk kembali pecah)

d. Indeks kepipihan/kelonjongan butiran tertahan 9,5 mm atau 3/8” maks 25%

e. Penyerapan air maksimum 3%

f. Berat jenis curah (bulk) minimum 2,5

g. Bagian lunak maksimum 5%

2. Agregat halus

Agregat halus terdiri dari bahan-bahan yang berbidang kasar, bersudut tajam dan

bersih dari kotoran atau bahan lain yang mengganggu. Agregat halus terdiri dari

pasir alam atau pasir buatan atau gabungan dari bahan-bahan tersebut dan dalam

keadaan kering.

Agregat halus harus memenuhi persyaratan.

a. Nilai sand equivalent minimum 50

b. Berat jenis curah (bulk) minimum 2,5

c. Persiapan agregat terhadap air maksimum 3%

d. Pemeriksaan alterber limit harus menunjukkan bahan adalah non plastis

3. Bahan Pengisi

Bahan pengisi terdiri dari abu batu kapur, semen (pc) atau bahan non-plastis

lainnya. Bahan pengisi harus kering dan bebas dari bahan lain yang mengganggu

dan apabila dilakukan pemeriksaan analisa saringan secara basah, harus memenuhi

gradasi sebagai berikut:

Ukuran saringan Persen Lolos

[Kelompok I Gelombang II] PENDAHULUAN 8

Page 9: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

No. 30

No. 50

No. 100

No. 200

100

95-100

90-100

65-100

Sifat-sifat fisik agregat dan hubungannya dengan kinerja campuran beraspal.

Sifat-sifat fisik agregat dan hubungannya dengan kinerja campuran beraspal.

Pada campuran beraspal, agregat memberikan kontribusi sampai 90-95% terhadap berat

campuran sehingga sifat-sifat agregat merupakan salah satu faktor penentu dan kinerja

campuran tersebut. Untuk tujuan ini, sifat agregat yang harus diperiksa antara lain:

a) Ukuran butir

b) Gradasi

c) Kebersihan

d) Kekerasan

e) Bentuk partikel

f) Tekstur permukaan

g) Penyerapan

1. Ukuran butir

Ukuran agregat dalam suatu campuran beraspal terdistribusi dari yang berukuran

besar sampai ke yang kecil. Semakin besar ukuran maksimum agregat yang dipakai

semakin banyak variasi ukurannya dalam campuran tersebut. Ada dua istilah yang

biasanya digunakan berkenaan dengan ukuran butir agregat, yaitu:

Ukuran maksimum, yang didefenisikan sebagai ukuran seringan terkecil yang

meloloskan 100% agregat

Ukuran nominal maksimum, yang didefenisikan sebagai ukuran saringan terbesar

yang masih menahan maksimum dari 10% agregat.

Agregat kasar : agregat yang tertahan saringan No. 18 (2,36 mm).

Agregat halus : agregat yang lolos saringan No. 8 (2,36 mm).

Mineral pengisi : fraksi dari agregat halus yang lolos saringan no. 200 (2,3 mm),

minimal 75% terhadap berat total agregat.

Mineral abu : fraksi dari agregat halus yang 100% lolos saringan no. 200 (0,075

mm).

[Kelompok I Gelombang II] PENDAHULUAN 9

Page 10: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

2. Gradasi

Seluruh spesifikasi perkerasan mensyaratkan bahwa partikel agregat harus berada

dalam rentang ukuran tertentu dengan untuk masing-masing ukuran partikel harus dalam

proporsi tertentu. Distribusi dari variasi ukuran butir agregat ini disebut gradasi agregat.

Gradasi agregat mempengaruhi besarnya rongga dalam campuran dan menentukan

workabilitas (sifat mudah dikerjakan) dan stabilitas campuran.

Untuk menentukan apakah gradasi agregat memenuhi spesifikasi atau tidak,

diperlukan suatu pemahaman bagaimana ukuran partikel dan gradasi agregat diukur.

Gradasi agregat ditentukan oleh analisa saringan, dimana contoh agregat harus melalui

satu set saringan. Ukuran saringan menyatakan ukuran bukaan jaringan kawatnya dan

nomor saringan menyatakan banyaknya bukaan jaringan kawat per inci persegi dari

saringan tersebut.

Gradasi agregat dinyatakan dalam persentase berat masing-masing contoh yang lolos

pada saringan tertentu. Persentase ini ditentukan dengan menimbang agregat yang lolos

atau tertahan pada masing-masing saringan.

Gradasi agregat dinyatakan dalam persentase dalam persentase berat masing-masing

contoh yang lolos pada saringan tertentu. Persentase ini ditenutkan dengan menimbang

agregat yang lolos atau tertahan pada masing-masing saringan.

Gradasi agregat dapat dibedakan atas:

a. Gradasi seragam (uniform graded) /gradasi terbuka (open graded)

Adalah gradasi agregat dengan ukuran yang hampor sama. Gradasi seragam disebut

juga gradasi terbuka (open graded) karena hanya mengandung sedikit agregat halus

sehingga terdapat banyak ruang/rongga kosong antar agregat. Campuran beraspal

yang dibuat dengan gradasi ini bersifat porus atau memiliki permeabilitas yang

tinggi, stabilitas rendah dan memiliki berat isi yang kecil.

b. Gradasi rapat (dense graded)

Adalah gradasi agregat dimana terdapat butiran dari agregat kasar sampai halus,

sehingga sering juga disebut gradasi menerus, atau gradasi baik (well graded).

[Kelompok I Gelombang II] PENDAHULUAN 10

Page 11: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Suatu campuran dikatakan bergradasi sangat rapat bila persentase lolos dari masing-

masing saringan memenuhi persamaan.

c. Gradasi senjang (gap graded)

Adalah gradasi agregat dimana ukuran agregat yang tidak lengkap atau da fraksi

agregat yang tidak ada atau jumlahnya sedikit sekali, oleh sebab itu gradasi ini

disebut juga gradasi senjang (gap graded). Campuran agregat dengan gradasi ini

memiliki kualitas peralihan dari kedua gradasi yang disebutkan di atas.

Bentuk gradasi agregat biasanya digambarkan dalam suatu grafik hubungan antara

saringan pada sumbu horizontal dan persentase agregat yang lolos saringan tertentu

dinyatakan pada sumbu agregat secara tipikal ditunjukkan pada grafik di bawah.

d. Kebersihan agregat

Agregat yang kotor akan memberikan pengaruh yang jelek pada kinerja perkerasan,

seperti berkurangnya ikatan antara aspal dengan agregat yang disebabkan karena

banyaknya kandungan lempung pada agregat tersebut.

e. Kekerasan (toughness)

Semua agregat yang digunakan barus kuat, mampu menahan abrasi dan degradasi

selama proses produksi dan operasionalnya dari lapangan. Agregat yang akan

[Kelompok I Gelombang II] PENDAHULUAN 11

Page 12: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

digunakan sebagai lapis permukaan perkerasan harus lebih keras (lebih tahan)

daripada agregat yang digunakan untuk lapis bawahnya.

f. Bentuk butir agregat

Agregat memiliki bentuk butir dari bulat (rounded) sampai bersudut (angular).

Bentuk butir agregat ini dapat mempengaruhi workabilitas campuran perkerasan

selama penghamparan, yaitu dalam hal energi pemadatan yang dibutuhkan untuk

memadatkan campuran, dan kekuatan struktur perkerasan selama umur

pelayanannya.

g. Tekstur permukaan agregat

Permukaan agregatyang kasar akan memberikan kekuatan apda campuran beraspal

karena kekasaran permukaan agregat dapat menahan agregat tersebut dari

pergeseran atau perpindahan. Kekasaran permukaan agregat juga akan memberikan

tahanan gesek yang kuat pada roda kendaraan sehingga akan meningkatkan

keamanan kendaraan terhadap slip.

h. Daya serap agregat

Kemampuan agregat untuk menyerap air dan aspal dalah suatu informasi yang

penting yang harus diektahui dalam pembuatan campuran beraspal. Jika daya serap

agregat sangat tinggi, agregat ini akan terus menyerap aspal baik pada saat maupun

setelah proses pencampuran agregat di unit campuran aspal (ANP). Hal ini akan

menyebabkan aspal yang berada pada permukaan agregat yang berguna untuk

mengikat.

[Kelompok I Gelombang II] PENDAHULUAN 12

Page 13: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

LABORATORIUM JALAN RAYAUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATRA UTARA

FAKULTAS TEKNIK SIPILJL. KAPTEN MUCHTAR BASRI NO. 3A, MEDAN

ASPHALT PENETRATION TEST

KELOMPOK : I ( SATU ) DIKERJAKAN : 6 JULI 2013

GELOMBANG : II ( DUA ) DIPERIKSA : RIYAN PRATAMA

TANGGAL :

PENETRASI SEBELUM DI OVEN

PERCOBAAN 1 1 2 3 Rata-rata

BENDA UJI I 78 70 60 72,33

BENDA UJI II 84 81 75 80

RATA - RATA 76,16

MEDAN, JULI 2013

ASSITEN LABORATORIUM JALAN RAYA

( RIYAN PRATAMA )

[Kelompok I Gelombang II] ASPHALT PENETRATION TEST 13

Page 14: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

LABORATORIUM JALAN RAYAUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATRA UTARA

FAKULTAS TEKNIK SIPILJL. KAPTEN MUCHTAR BASRI NO. 3A, MEDAN

ASPHALT PENETRATION TEST

KELOMPOK : I ( SATU ) DIKERJAKAN : 6 JULI 2013

GELOMBANG : II ( DUA ) DIPERIKSA : RIYAN PRATAMA

TANGGAL :

PENETRASI SETELAH DI OVEN

PERCOBAAN 1

1 2 3 Rata-rata

BENDA UJI I 60 59 57 58,66

BENDA UJI II 59 61 63 61

Rata-rata 59.83

MEDAN, JULI 2013

ASSISTEN LABORATORIUM JALAN RAYA

( RIYAN PRATAMA )

[Kelompok I Gelombang II] ASPHALT PENETRATION TEST 14

Page 15: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

ASPHALT PENETRATION TEST

(PA-0301-76)

(AASHTO - T49 – 68)

(ASTM-D5-71)

1. TEMPAT PERCOBAAN

Percobaan Flash Point Test dilakukan pada Sabtu, 6 Juni 2013 bertempat di

Laboratorium Jalan Raya, Fakultas Teknik Sipil, Universitas Sumatra Utara, Medan.

2. TEORI

Aspal merupakan bahan pengikat agregat yang mutu dan jumlahnya sangat

menentukan keberhasilan suatu campuran beraspal dan merupakan bahan jalan. Salah

satu jenis pengujian dalam menentukan persyaratan mutu aspal adalah penetrasi aspal,

yang merupakan sifat rheologi aspal yaitu kekerasan aspal. Hasil pengujian ini

selanjutnya dapat digunakan dalam hal pengendalian mutu aspal atau untuk keperluan

pembangunan, peningkatan atau pemeliharaan jalan. Pengujian penetrasi ini sangat

dipengaruhi oleh faktor berat beban total, ukuran sudut dan kehalusan permukaan

jalan, temperature dari waktu. Oleh karena itu perlu disusun dengan rinci ukuran,

persyaratan, dan batasan peralatan, waktu dan beban yang digunakan dalam penentuan

penetrasi aspal. Cara uji ini dimaksudkan sebagai acuan para penanggung jawab dan

teknisi laboratorium aspal untuk menentukan penetrasi aspal serta menyeragamkan

cara pengujian dalam pengendalian mutu apal agar diperoleh hasil pengujian yang

akurat dan benar.

Cara uji penetrasi aspal ini mencakup penentuan nilai penetrasi dari bahan-

bahan bitumen semi-solid. Jarum - jarum penetrasi, cawan dan kondisi pengujian

dijelaskan pada cara ini untuk menentukan nilai penetrasi sampai dengan 500. Cara uji

ini tidak mencakup masalah keselamatan yang berhubungan dengan penggunaannya.

Pengaturan keselamtan dan kesehatan kerja serta penerapannya menjadi tanggung

jawab pengguna.

[Kelompok I Gelombang II] ASPHALT PENETRATION TEST 15

Page 16: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

TEORI TAMBAHAN

Aspal addalah material termoplastis yang mencair apabila di panaskan dan

akan membeku/mengental apabila didinginkan, namun demikian prinsip material

tersebut terhadap suhu prinsipnya membentuk sautu sprektum/beragam tergantung

komposisi unsur unsur penyusunnya.

Dari sudut pandang rekayasa, ragam dari komposisi unsur aspal biasanya tidak

ditnjau lebih lanjut, untuk menggambarkan karakteristik ragam respon aspal tersebut

diperkenalkan beberapa parameter, salah satunya adalah Pen (penetrasi). Nilai ini

menggambarkan kekerasan asapl pada suhu standar yaitu 25° C , yang diambila dari

pengukur kedalaman penetrasi jarum standar (5 gr/100 gr) dalam rentang waktu

standar (5 detik)

BRITISH standar membagi nialai penetrasi tersebut menjadi 10 macam ,

dengan rentang nialai penetrasi 15 s/d 40 , Sedangkan AASTHO mendefinisikan nilai

pen 40 – 50 sebagai nialai pen untuk material sebagai bahan bitumen

terlembek/terlunak.

Penetrasi sangat sensitive terhadap suhu, pengukuran di atas suhu kamar

menghasilkan nilai yang berbeda variasi suhu terhadap nilai penetrasi dapat disusun

sedemikian rupa hingga dihasilakan nila grafik antara suhu dan penetrasi. Penetrasi

index dapat ditentukan dari grafik tersebut.

Nilai penetrasi dinyatakan sebagai rata rata sekurang kurangnya dari 3

pembacaan

Berdasarkan SNI 06 – 2456 – 1991 nilai penetrasi dinyatakan sebagai rata-rata

sekurang-kurangnya dari tiga pembacaan dengan ketentuan bahwa hasil pembacaan

tidak melampaui ketentuan dibawah ini :

Hasil Penetrasi 0 – 49 50 – 149 150 – 179 200

Nilai Toleransi 2 4 6 8

[Kelompok I Gelombang II] ASPHALT PENETRATION TEST 16

Page 17: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Nilai penetrasi diukur dinyatakan dalam nilai yang merupakan kelipatan 0,1

mm nilai penetrasi menentukan kekerasan aspal maikin tinggi nilai penetrasi makin

lunak aspal tersebut begitu sebaliknya.

Pembagian kekerasan dan kekenyalan aspal

1. Aspal pen 40/50 : Bila jarum penetrasi benda pada range (40 – 59)

2. Aspal pen 60/70 : Bila jarum penetrasi benda pada range (60 – 79)

3. Aspal pen 85/100 : Bila jarum penetrasi benda pada range (85 – 100)

4. Aspal pen 120/150 : Bila jarum penetrasi benda pada range (120 – 150)

5. Aspal pen 200/300 : Bila jarum penetrasi benda pada range (200– 300)

Aspal yang penetrasinya rendah di guanaknauntk sarah panas dan lalulintas

dengan volume tinggi, sedangkan aspal dengan penetrasi tinggi digunakan untuk

daerah bercuaca dingin dan lalu lintas rendah.

3. TUJUAN PERCOBAAN

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan penetrasi aspal keras atau

lembek. Penetrasi yang dimaksudkan adalah kekerasan yang dinyatakan sebagai

kedalaman masuknya jarum penetrasi standar secara vertical yang dinyatakan dalam

satuan 0,1 mm pada kondisi beban, waktu dan temperature yang diketahui. Cara uji

penetrasi ini dapat digunakan untuk mengukur konsistensi aspal. Mulai penetrasi yang

tinggi menunjukan konsistensi aspal yang lebih lunak.

[Kelompok I Gelombang II] ASPHALT PENETRATION TEST 17

Page 18: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

4. PERALATAN

Peralatan yang digunakan pada pengujian ini :

a. Alat penetrometer ysng dapat melepas pemegang jarum untuk bergerak secara

vertical tanpa gesekan dan dapat menunjukan keadalaman masuknya jarum ke

dalam benda uji sampai 0,1 mm terdekat;

b. Berat pemegang jarum (47,5 ± 0,05) gram. Berat total pemegang jarum beserta

jarum (50 ± 0,05) garam. Pemegang jarum harus mudah dilepas dari

penetrometer untuk keperluan pengecekan berat;

c. Jarum penetrasi yang terbuat dari bahan yang kuat, ujung jarum harus

berbentuk kerucut terpancung dengan berat jarum (2,50 ± 0,05) gram.

d. Pemberat dari (50 ± 0,05) gram atau (100 ± 0,05) gram masing-masing

digunakan untuk pengukuran penetrasi dengan beban 100 gram dan 200 gram.

e. Cawan contoh yang terbuat dari logam atau gelas yang berbentuk silinder

dengan dasar yang rata dan berukuran sebagai berikut :

f. Bak perendam (water bath), terdiri dari benjana dengan isi tidak kurang 10 liter

dan dapat mempertahankan temperature (2,50 ± 0,1)oC atau temperature lain

dengan ketelitian tidak lebih dari 0,1oC. Bejana atau bak perendam harus

dilengkapi dengan pelat dasar berlubang yang terletak tidak kurang dari 50 mm

[Kelompok I Gelombang II] ASPHALT PENETRATION TEST 18

Penetrasi Diameter Tinggi

< 200 55 mm 35 mm

200 – 350 70 mm 45 mm

Page 19: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

di atas dasr benjana dan tidak kurang dari 100 mm dari bawah permukaan air

dalam bejana.

g. Tempat air untuk benda uji ditempatkan, di bawah alat penetrasi, tempat

tersebut mempunyai isi tidak lebih dari 350 ml dan tinggi cukup merendam

benda uji tanpa bergerak.

h. Pengatur waktu

Untuk penetrometer yang dijalankan secara manual dapat digunakan pengukur

waktu apa saja seperti stopwatch atau pengatur waktu elektrik yang berkalibrasi

dan mempunyai skala terkecil 0,1 detik atau kurang dengan kesalahan tinggi

0,1 detik untuk setiap 60 detik. Untuk penetrometer otomatis kesalahan tidaik

boleh lebih dari 0.1 detik.

i. Thermometer, untuk pengatur suhu.

5. BENDA UJI

Benda uji adalah aspal yang bersih dan bebas dari air serta minyak ringan, yang

dipersiapkan sebagai berikut :

a. Apabila contoh tidak cukup cair, maka panaskan contoh dengan hati – hati dan aduk

sedapat mungkin untuk menghindari terjadinya pemanasan setempat yng berlebihan.

Lakukan pemanasan ini sampai contoh cukup cair untuk dituangkan. Pemanasan

contoh tidak boleh lebih dari 90oC dari atas titik lembeknya, pemanasan tidak boleh

lebih dari 60 menit, lakukan pengadukan untuk mnjamin kehamogenan contoh, dan

jangan sampai ada selembung udara dalam contoh.

b. Tuangkan benda uji aspal kedalam 2 (dua) cawan (duplo) benda uji sampai batsa

ketinggian pada cawan benda uji.

c. Dinginkan benda uji, tinggi benda uji tidak kurang dari 120% dari kedalaman jarum

pada saat pengujian penetrasi. Tuangkan benda uji ke dalam cawan yang terpisah

untuk setiap kondisi pengujian yang berbeda. Jika diameter cawan benda uji ukuran

dari 65 mm dan nilai penetrasi diperkirakan lebih besar dari 200 mka tuangkan benda

uji ke dalam empat cawan untuk setiap jenis kondisi pengujian.

d. Dinginkan pada temperature antara 15 sampai dengan 30oC selama 1 sampai dengan

1,5 jam untuk benda uji dalam cawan kecil (55 mm x 35 mm) dan 1,5 jam sampai 2

[Kelompok I Gelombang II] ASPHALT PENETRATION TEST 19

Page 20: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

jam unuk benda uji dalam cawan yang besar, dan tutup benda uji dalam cawan benda

uji agar bebas dari beku.

e. Letakkan benda dan transfer dish dalam bak perendam pada temperature pengujian

selama 1 jam sampai 1,5 jam untuk cawan kecil (55 mm x 25 mm) dan 1,5 jam

sampai dengan 2 jam untuk cawan benda uji basar.

6. PROSEDUR PENGUJIAN

a. Periksa pemegang jarum agar jarum dapat dipasang dengan baik dan dibersihkan

jarum penetrasi dengan tollune alat pelarut lain yang sesuai kemudian dikeringkan

dengan lap bersih dan pasangkan pada pemegang jarum. Apabila diperkirakan nilai

penetrasi lebih besar dari 350 disarankan menggunakan jarum penetrasi yang panjang.

b. Letakkan pemberat jarum penetrasi yang panjang untuk memperoleh berat total (100 ±

0,1) gram kecuali disyaratkan berat totol yang lain.

c. Bila pengujian dilakukan penetrometer dalam bak perendam, letakkan cawan bersih

benda uji langsung pada alat penetrometer. Jaga cawan benda uji agar tertutup air

dalam bak perendam.

d. Pastikan kerataan posisi alat penetrometer dengan memeriksa waterpass pada alat

e. Turunkan jarum perlahan-lahan samapai jarum menyentuh permukaaan benda uji. Hal

ini dilakukan dengan cara menurunkan jarum kepermukaan benda uji sampai ujung

jarum bersentuhan dengan bayangan jarum dalam benda uji. Agar bayangan jarum

dalam benda uji tampak jelas digunakan lampu sorot dengan watt rendah (5 watt) agar

tidak mempengaruhi temperature benda uji. Kemudian aturlah angka 0 pada arloji

penetrometer sehingga jarum penunjuk berada pada posisi angka 0 pada jarum

penetrometer.

f. Segera lepaskan pemegang jarum selama waktu yang disyaratkan (5 ± 0,1) detik,

apabila wadah benda uji bergerak pada saat pengujian maka pengujian dianggap

gagal.

g. Atur (putar) arloji penetrometer untuk mengukur nilai penetrasi dan bacalah angka

penetrasi yang dilanjutkan jarum penunjuk pada angka 0,1 mm terdekat.

h. Lakukan paling sedikit tiga akali pengujian untuk benda uji yang sama, dengan

ketentuan setiap titik pemeriksaan berjarak tidak kurang 10 mm dari dinding cawan

dan tidak kurang 10 mmdari satu titik pengujian dengan titik pengujian lainnya.

Gunakan jarum yang bersih untuk setiap kali pengujian. Apabila nilai penetrasi lebig

[Kelompok I Gelombang II] ASPHALT PENETRATION TEST 20

Page 21: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

dari 200, gunakan paling sedikit tiga jarum yang setelah digunakan dibiarkan tertanjap

pada benda uji kurang dari 65 mm dan nilai penetrasi dilakukan pada benda uji dalam

cawan terpisah sebagaimana yang telah disiapkan pada persiapan benda uji.

7. PERHITUNGAN

Hasil pembacaan penetrasi rata-rata adalah tidak melebihi batas yang telah ditentukan

sebagai berikut :

Rumusan : Perhitungan BU I & II =

Hasil penetrasi 0-49 50-149 150-249 >200

Toleransi 2 4 6 8

Apabila pembebanan antara masing – masing percobaan melebihi toleransi maka

pemeriksaan harus diulang kembali. Hasil angka penetrasi dapat dilihat sebagai berikut :

PENETRASI SEBELUM DI OVEN

PERCOBAAN 1 1 1 3Rata-rata

Berat Cawan (gram)

Berat Cawan+Aspal

(gram)

Berat Aspal (gram)

BENDA UJI I 78 70 60 72,33

BENDA UJI II 84 81 75 80

Benda Uji I :

Penetrasi rata – rata =

= 72,33 50 < 72,33< 149 ( oke )

[Kelompok I Gelombang II] ASPHALT PENETRATION TEST 21

Page 22: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Benda Uji II :

Penetrasi rata – rata =

= 80 50 < 80 < 149 ( oke )

Maka aspal pada benda uji I dan benda uji II memenuhi syarat dan layak dipakai.

Penetrasi rata – rata untuk kedua benda uji :

Yaitu, Penetrasi Benda Uji I & II :

Rumusan :

Penetrasi rata – rata =

=

= 76,15 50 < 76,15 < 149 ( oke )

A. Nilai penetrasi setelah pengujian TFOT

PERCOBAAN 1

1 2 3 Rata-rata

BENDA UJI I 60 59 57 58,66

BENDA UJI II 59 61 63 61

Rata-rata 59.83

Benda Uji I :

Penetrasi rata – rata = 60 + 59 + 573

[Kelompok I Gelombang II] ASPHALT PENETRATION TEST 22

Page 23: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

= 58,66 50 < 57,2< 149 ( oke )

Benda Uji II :

Penetrasi rata – rata = 59 + 61 + 63 3

= 51 50 < 61 < 149 ( oke )

8. GAMBAR ALAT & FUNGSINYA

[Kelompok I Gelombang II] ASPHALT PENETRATION TEST 23

Timbangan Digital :

Berfungsi untuk menentukan massa pada bahan percobaan

Penetrometer :

Berfungsi untuk menentukan angka penetrasi pada bitumen

Page 24: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

[Kelompok I Gelombang II] ASPHALT PENETRATION TEST 24

Thermometer :

Berfungsi untuk menentukan suhu pada bahan percobaan

Cawan :

Berfungsi untuk menjadi wadah penampung bitumen cair

Water Bath :

Berfungsi untuk merendam bitumen pada air

Proses Pemanasan Bitumen :

Berfungsi untuk mencairkan bitumen yang telah menjadi keras

Vaselin :

Berfungsi sebagai bahan tambahan percobaan agar bitumen tidak melekat pada alat percobaan

Page 25: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

9. APLIKASI LAPANGAN

Sebagai pengetesan untuk seberapa besar penetrasi yang terjadi pada aspal,

yang akan kita bangun atau kekuatan penetrasi pada pengaspalan yang terjadi. Berfungsi

untuk bahan pertimbangan di lapangan dengan dilaboratorium yang berupa Asphalt

Penetration Test.

10. KESIMPULAN

a. Dari hasil percobaan diperoleh untuk benda uji angka penetrasi rata-rata adalah 72,3

dan 80

60 < 72,3 < 79 dan 60 < 80 >79

b. Aspal yang dipakai dalam percobaan memenuhi spesifikasi yang diberikan oleh

pabrik (AC 60/70).

c. Nilai penetrasi maksimum yang diizinkan untuk aspal (AC 60/70) adalah 79, sedangkan

nilai penetrasi minimum yang diizinkan adalah 60. Aspal (AC 60/70) hasil percobaan

menunjukkan angka penetrasi 72,3 dan 80, hal ini aspal yang digunakan dalam

keadaan baik.

11. REFERENSI

a. Buku pedoman Pratikum Jalan Raya Jurusan Teknik Sipil;

b. Perkerasan Lentur Jalan Raya, Silvia Sukirman;

[Kelompok I Gelombang II] ASPHALT PENETRATION TEST 25

Page 26: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

c. Laporan Pratikum Jalan Raya.

d. BRITISH Standart

e. SNI – 03– 2456 – 1991,tentang cara uji penetrasi aspal.

f. PEDC 1983 ”Pengujian Bahan”. Bandung.

[Kelompok I Gelombang II] ASPHALT PENETRATION TEST 26

Page 27: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

LABORATORIUM JALAN RAYAUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATRA

UTARAFAKULTAS TEKNIK SIPIL

JL. KAPTEN MUCHTAR BASRI NO. 3A, MEDAN

PEMERIKSAAN TITIK LEMBEK

KELOMPOK : I ( SATU ) DIKERJAKAN : 8 JULI 2013GELOMBANG : II ( DUA ) DIPERIKSA : KUMALA PONTAS, ST.

TANGGAL :

PEMERIKSAAN

No.Waktu(menit)

Suhu(oC)

No.Waktu(menit)

Suhu(oC)

1 0 5 1 0 5

2 2,15 10 2 2,15 10

3 4,05 15 3 4,05 15

4 5,41 20 4 5,41 20

5 7,33 25 5 7,33 25

6 9,35 30 6 9,35 30

7 11,42 35 7 11,42 35

8 13,52 40 8 13,52 40

9 15,32 44 9 16,10 46

Temperatur pada saat bola menyentuh pelat dasar:

I. 44 oC

II. 46 oC

Temperatur titik lembek (Ring & Ball) rata-rata : 45 oC

MEDAN, JULI 2013

ASSITEN LABORATORIUM JALAN RAYA

( KUMALA PONTAS, ST. )

[Kelompok I Gelombang II] PEMERIKSAAN TITIK LEMBEK

( RING ANG BALL TEST )

27

Page 28: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

PEMERIKSAAN TITIK LEMBEK ASPAL

(RING AND BALL TEST)

(PA-0302-76)

(AASHTO-T53-74)

(ASTM-D36-69)

1. TEMPAT PERCOBAAN

Percobaan Pemeriksaan Titik Lembek Aspal dilakukan pada Sabtu, 8 Juni

2013 bertempat di Laboratorium Jalan Raya, Fakultas Teknik Sipil, Universitas

Sumatra Utara, Medan.

2. TUJUAN PERCOBAAN

Tujuan percobaan ini untuk menentukan angka titik lembek aspal yang

berkisar dari 30⁰C sampai dengan 157⁰C dengan cara ring and ball. Titik lembek

merupakan temperatur pada saat bola baja dengan berat tertentu, mendesak turun

lapisan aspal yang tertahan dalam cincin, berukuran tertentu, sehingga aspal

menyentuh pelat dasar yang terletak dibawah cincin pada jarak 25.4 mm, sebagai

akibat kecepatan pemanasan tertentu.

3. TEORI

Aspal adalah material termoplastis yang secara bertahap mencair sesuai

dengan pertambahan suhu dan berlaku sebaliknya pada pengurangan suhu. Namun

perilaku material aspal tersebut terhadap suhu atau prinsipnya membentuk suatu

spektrum / beragam. Tergantung dari komposisi unsur-unsur penyusunannya.

Percobaan ini di lakukan karena pelembekan bahan asapal dan ter, tidak

terjado secara lansung dan tiba tiba pada suhu tertentu, tetapi bahan gradual seiring

penambahan suhu.oleh sebab itu setiap prosedur yang di pergunakan diadopsi untuk

menentukan titik lembek aspal dan ter, hendaknya mengikuti sifat dasar tersebut

artinya penambahan suhu pada percobaan hendaknya berlansung secara gradual

dalam jenjang yang halus.

[Kelompok I Gelombang II] PEMERIKSAAN TITIK LEMBEK

( RING ANG BALL TEST )

28

Page 29: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Dalam percobaan ini titik lembek ditujukan dengan suhu pada bola baja

edngan berat tertentu mendesak turun suatu lapisan aspal atau ter yang tertahan

dalam cincin dengan ukuran tertentu sehingga plat tersebut menyentuh plat dasar yang

terletak pada tinggi tertentu sebagai kecepatan pemanasan.

Titik lembek menjadi suatu batasan dalam penggolongan aspal dan ter. Titik

lembek haruslah diperhatikan dalam membangun kontruksi jalan. Titik lembek

hendaknya lebih tinggi dari suhu permukaaan jalan . titik lembek aspal dan ter adalah

30 ° C - 200° C yang artinya masih ada nilai titik lembek yang hamper sama dengan

suhu permukaan jalan.Pada umumnya cara ini diatasi dengan menguakkan filler

terhadap campuran aspal.

Metoda ring and ball pada umumnya di terapkan pada aspal dan ter ini. Dapat

mengukur titik lembek bahan semi solit sampain solit. Titik lembek adalah besar

besar suhu dimana aspal mencapai derajat kelembekan (mulai leleh)

dibawah kondisi spsic tes, berdasarkan tesau sparatus yang ada bahwa

pengujian titik lembek di pengaruhi banyak factor.

Spesifikasi bina marga tentang titik lembek untuk aspal keras pen 40 (Ringg

and ball) adalah 51°C (minimum) dan 63 °C (maksimum), sedangkan pen 60 adalah

min 48°C dan max 58°C

Titik lembek adalah besarnya suhu dimana aspal mencapai derajat kelembekan

(mulai meleleh) dibawah kondisi spesifikasi dari es :

1. Berat bola isi

2. Jarak antara ring dan doser plat besi

3. Besarnya suhu pemanas

[Kelompok I Gelombang II] PEMERIKSAAN TITIK LEMBEK

( RING ANG BALL TEST )

29

Page 30: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Menurut SK SNI 06 – 2434 – 1991, titik lembek aspal dan ter berkisar antara

46º - 54ºc. Dalam pengujian titik lembek ini diharapkan titik lembek hendaknya

lebioh tinggi dari suhu permikaan jalan sehingga tidak terjadi pelelehan aspal akibat

temperatur permukaan jalan, untuk itu dilakukan usaha untuk mempertinggi titik

lembek antara lain dengan menggunakan filler terhadap campuarn beraspal.

Faktor – faktor yang mempengaruhi pengujian titik lembek antara lain adalah :

1. Kualitas dan jenis cairan penghantar.

2. Berat bola besi.

3. Jarak antara Ring dengan aspal plat besi.

4. Besarnya suhu pemanasan.

Aplikasi dari nilai titik lembek antara lain dapat digunakan sebagai :

1. Bersama – sama dengan nilai Penetrasi digunakan untuk menentukan PI

(Penetration Index) yang merupakan tingkat kepekatan aspal terhadap

temperatur.

2. Menentukan modulus bahan aspal dengan menggunakan nomogram Van

Der Poel.

3. Menentukan sifat kelelahan dari lapisan aspal dan agregat.

[Kelompok I Gelombang II] PEMERIKSAAN TITIK LEMBEK

( RING ANG BALL TEST )

30

Page 31: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

3. PERALATAN

a. Cincin; dua cincin yang terbuat dari bahan kuningan

b. Pelat persiapan benda uji; dengan permukaan halus terbuat dari bahan kuningan

ukuran ±(50 mm x 75 mm)

c. Bola baja; dua bola baja dengan diameter 9,5 mm, setiap bola mempunyai berat (3,5

± 0,05) gram

d. Pengarah bola; dua pengarah bola terbuat dari bahan kuningan, untuk meletakkan

bola di tengah cincin, untuk setiap bola satu bentuk dan dimensi.

e. Bejana perendam; gelas kimia tahan panas, mempunyai ukuran diameter dalam

tidak kurang dari 85 mm dan tinggi tidak kurang dari 120 mm dari dasar bejana

yang mendapat pemanasan.

f. Dudukan benda uji yang terdiri dari; pemegang cincin dan peralatannya, terbuat dari

bahan kuningan digunakan untuk meletakkan 2 cincin berisi lapisan aspal yang

diletakkan pada posisi horizontal.

g. Thermometer

4. BENDA UJI

a. Panaskan contoh, aduk dengan teratur untuk menghindari pemanasan berlebih pada

suatu tempat dan menghindari terjadinya gelembung pada saat benda uji dituang,

setelah cair aspal siap untuk dituang.

b. Panaskan aspal tidak lebih dari 2 jam sampai temperatur penuangan dapat lebih 110

⁰C atau dari atas titik lembek aspal yang diperkirakan.

c. Bila pengujian harus diulangi, maka gunakan contoh uji yang baru pada wadah yang

bersih.

d. Tuangkan aspal yang telah dipanaskan kedua cetakan cinicn sampai berlebih.

Diamkan benda uji selama 30 menit pada temperatur ruang.

e. Bila benda uji telah dingin, potong bagian aspal yang berlebih diatas cincin dengan

pisau atau spatula panas, sehingga lapisan aspal pada cincin penuh dan rata dengan

bagian atas cincin.

[Kelompok I Gelombang II] PEMERIKSAAN TITIK LEMBEK

( RING ANG BALL TEST )

31

Page 32: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

5. PROSEDUR PERCOBAAN

a. Siapkan peralatan, benda uji, pengarah bola dan termometer.

b. Isi bejana gelas dengan air suling (suhu ± 5⁰C) sampai dengan 105±3 mm,

masukkan peralatan pada tempatnya dalam bejana gelas.

c. Letakkan termometer diantara kedua benda uji, periksa dan aturlah supaya jarak

antara dasar benda uji dengan pelat dasar menjadi 25,4mm.

d. Letakkan bola baja yang bersuhu ±5⁰C diatas dan ditengah masing-masing benda uji

menggunakan penjepit dengan memasang kembali pengarah bola.

e. Panaskan bejana yang berisi air suling sehingga kenaikkan suhu menjadi 5⁰C per

menit, kecepatan pemanasan ini tidak boleh diambil kecepatan pemanasan rata-rata

dari awal dan akhir pengujian, untuk 3 menit pertama perbedaan kecepatan

pemanasan tidak boleh 0,5⁰C;

f. Kemudian dilakukan pembacaan waktu untuk setiap kenaikkan suhu 5⁰C hingga

benda uji menyentuh pelat dasar (pengujian dihentikan) dan diperoleh titik lembek

dari benda uji tersebut.

[Kelompok I Gelombang II] PEMERIKSAAN TITIK LEMBEK

( RING ANG BALL TEST )

32

Page 33: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

6. PERHITUNGAN

Amati terus kenaikkan suhunya sampai bola baja jatuh dan menyentuh pelat akibat aspal

melunak. Catatlah waktu yang diperlukan (dalam detik) untuk setiap kenaikkan suhu

kelipatan 5⁰C.

PEMERIKSAAN I PEMERIKSAAN II

No.Waktu(menit)

Suhu(oC)

No.Waktu(menit)

Suhu(oC)

1 0 5 1 0 5

2 2,15 10 2 2,15 10

3 4,05 15 3 4,05 15

4 5,41 20 4 5,41 20

5 7,33 25 5 7,33 25

6 9,35 30 6 9,35 30

7 11,42 35 7 11,42 35

8 13,52 40 8 13,52 40

9 15,32 44 9 16,10 46

Temperatur pada saat bola menyentuh pelat dasar:

I. 44 oC

II. 46 oC

Temperatur titik lembek (Ring & Ball) rata-rata : 45 oC

[Kelompok I Gelombang II] PEMERIKSAAN TITIK LEMBEK

( RING ANG BALL TEST )

33

Page 34: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

9. GAMBAR ALAT

[Kelompok I Gelombang II] PEMERIKSAAN TITIK LEMBEK

( RING ANG BALL TEST )

34

Cincin dan Bola Baja :

Berfungsi sebagai Penahan aspal dan Pemberat saat pada proses softening di dalam Bejana air.

Proses Pencairan Bitumen :

Berfungsi sebagai Mencairkan bitumen yang telah mengeras

Gelas Ukur / Bejana :

Berfungsi sebagai Alat saat proses Softening

Alat Pembakar :

Berfungsi sebagai Pemanas saat proses Softening

Termometer :

Berfungsi sebagai Pengukur Suhu saat percobaan

Proses Saat Bitumen Turun Menyentuh Lempengan Dasar pada Gelas Ukur

Page 35: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

8. APLIKASI LAPANGAN

Sebagai pengetesan untuk menentukan besarnya titik lembek aspal yang dapat

terjadi akibat pemanasan pada suhu temperatur tertentu.

9.KESIMPULAN

1. Dari hasil percobaan diperoleh derajat titik lembek (supaya aspal menja dilembek)

adalah pemanasan sampai pada suhu 45⁰C dalam rata-rata.

2. Menurut ketentuan Bina Marga AC 60/70 mempunyai derajat titik lembek antara

48⁰C - 58⁰C.

3. Dari hasil percobaan disimpulkan bahwa yang diuji tidak memenuhi persyaratan

untuk titik lembek aspal menurut Bina Marga.

10. REFERENSI

1. Buku Pedoman Praktikum Jalan Raya Departemen Teknik Sipil USU

2. Silvia, Sukirman, Perkerasan Lentur Jalan Raya

3. Laporan Praktikum Jalan Raya.

4. www.jayatrade.com/aspal_polimer.php

5. SK SNI 06 – 2434 – 1991

[Kelompok I Gelombang II] PEMERIKSAAN TITIK LEMBEK

( RING ANG BALL TEST )

35

Page 36: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

LABORATORIUM JALAN RAYAUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATRA

UTARAFAKULTAS TEKNIK SIPIL

JL. KAPTEN MUCHTAR BASRI NO. 3A, MEDAN

ASPHALT DUCTILITY TEST

KELOMPOK : I ( SATU ) DIKERJAKAN : 6 JULI 2013GELOMBANG : II ( DUA ) DIPERIKSA : HANS AFRIANDA

TANGGAL :

PEMERIKSAAN SEBELUM TFOT

No. Waktu (detik) Jarak (mm) Jarak (mm)1 0 50 502 120 100 1003 180 150 1504 240 200 2005 300 250 2506 360 300 3007 420 350 3508 480 400 4009 540 450 45010 600 500 50011 660 550 55012 720 600 60013 780 650 65014 840 700 70015 900 750 75016 960 800 80017 1020 850 85018 1080 900 90019 1140 950 95020 1200 1000 100021 1260 1050 105022 1320 1100 110023 1380 ----- 115024 1440 ----- 1200

MEDAN, JULI 2013

ASSITEN LABORATORIUM JALAN RAYA

[Kelompok I Gelombang II] ASPHALT DUCTILITY TEST 36

Page 37: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

( HANS AFRIANDA )

ASPHALT DUCTILITY TEST

(PA-0306-76)

(AASHTO-T51-74)

(ASTM-D13-64)

1. TEMPAT PERCOBAAN

Percobaan Asphalt Ductility Test dilakukan pada Sabtu, 6 Juni 2013 bertempat

di Laboratorium Jalan Raya, Fakultas Teknik Sipil, Universitas Sumatra Utara, Medan.

2. TUJUAN PERCOBAAN

Tujuan dari pengujian ini adalah untuk menentukan nilai daktilitas suatu bahan

aspal. Cara uji ini dilakukan menentukan persen elastisitas aspal setelah ditarik dengan

alat daktilitas dengan kecepatan 5 cm/menit ± 5% dan pada temperature (25 ± 0,5) °C

sampai panjang yang ditentukan.

3. PERALATAN

a. Cetakan (mould) terbuat dari kuningan

b. Pelat dasar harus dibuat dari bahan yang tidak menyerap benda uji dengan ketebalan

yang cukup untuk mencegah terjadinya deformasi dan dengan ukuran yang cukup

untuk meletakkam satu sampai tiga cetakan.

c. Bak perendam

d. Mesin penguji untuk menaril benda uji yang sedemikian rupa sehingga dapat menjaga

benda uji terendam dalam air sesuai ketentuan dan menarik benda uji tersebut dengan

kecepatan tetap serta tidak menimbulkan getaran selama pengujian berlangsung.

e. Thermometer

4. BENDA UJI

Lakukan persiapan benda uji dengan cara sebagai berikut:

a. Pasang cetakan dan letakkan pada pelat dasar yang mendatar dan

permukaannya rata sehingga permukaan pelat dasar agar dapat bersentuhan (rapat)

dengan seluruh bagian bawah cetakan.

b. Lapisi permukaan pelat dasar dan bagian dalam cetakan dengan campuran

gliserin dengan dekstrin, talek atau kaolin untuk mencegah melekatnya pada benda

uji.

[Kelompok I Gelombang II] ASPHALT DUCTILITY TEST 37

Page 38: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

c. Panaskan contoh uji dengan hati-hati agar tidak terjadi pemanasan setempat

yang berlebih.

d. Setelah diaduk merata, tuangkan contoh uji kedalam cetakan secara hati-hati

agar tidak merusak posisi cetakan. Cetakan diisi dari ujung ke unjug sampai penuh

dan sedikit berlebih.

e. Biarkan cetakan yang terisi benda uji pada temperatur ruang sampai dingin

atau selama 30-40 menit. Kemudian rendam pelat dasar dan cetakan yang berisi

benda uji ke dalam bak perendam dengan temperatur (25 ± 0,5) °C atau sesuai

temperatur pengujian yang diinginkan selama 85-95 menit.

f. Potong bagian permukaan benda uji yang berlebih dengan pisau atau spatula

panas hingga permukaan uji rata dengan cetakan

g. Lepaskan cetakan dan benda uji dari pelat dasar, kemudian segera lakukan

pengujian.

5. PROSEDUR PENGUJIAN

a. Pasang benda uji pada mesin penguji dengan cara mengaitkan masing-masing

lubang di kedua ujung benda uji pada masing-masing pengait di mesin penguji.

b. Atur kedudukan benda uji sedemikian rupa sehingga jarum penunjuk jarak

berada pada posisi 0 (nol) cm.

c. Selama pengujian, benda uji harus berada dalam cairan sedikitnya 2,5 cm

dibawah permukaan cairan dan 2,5 cm di atas bak peredam. Selain itu, selama

pengujian temperature cairan harus selalu pada temperature (25 ± 0,5) °C atau pada

temperatur pengujian yang di inginkan.

d. Tarik benda uji dengan kecepatan yang konstan 5 cm/menit hingga benda uji

tersebut putus.

e. Matikan mesin penguji dan ukur perpanjangan benda uji.

[Kelompok I Gelombang II] ASPHALT DUCTILITY TEST 38

Page 39: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

6. HASIL PENGAMATAN

Dari hasil pengamatan sample dan pembacaan alat eksperimen yang dilakukan

diperoleh pembacaan alat 1200 mm (putus).

ITEMMULAI

SELESAI SUHU

PUKULAspal dipanaskan 13.00 13.15 Suhu Oven 90⁰C

Didiamkan pada suhu ruang 13.15 14.00 Suhu Ruang 25⁰CDirendam pada 25⁰C 14.00 15.00 Suhu Waterbath 25⁰C

Pemeriksaan daktilitas pada suhu 25⁰C 15.00 16:00 Suhu Alat 25⁰C

PEMERIKSAAN

No. Waktu (detik) Jarak (mm) Jarak (mm)1 0 50 502 120 100 1003 180 150 1504 240 200 2005 300 250 2506 360 300 3007 420 350 3508 480 400 4009 540 450 45010 600 500 50011 660 550 55012 720 600 60013 780 650 65014 840 700 70015 900 750 75016 960 800 80017 1020 850 85018 1080 900 90019 1140 950 95020 1200 1000 100021 1260 1050 105022 1320 1100 110023 1380 ----- 115024 1440 ----- 1200

[Kelompok I Gelombang II] ASPHALT DUCTILITY TEST 39

Page 40: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Grafik Perbandingan Waktu dan Jarak

Dimana :

x = Jarak

y = Waktu

[Kelompok I Gelombang II] ASPHALT DUCTILITY TEST 40

Page 41: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

1. GAMBAR ALAT & FUNGSINYA

[Kelompok I Gelombang II] ASPHALT DUCTILITY TEST 41

Proses Ductilometer :

Berfungsi untuk proses mengukur elastisitas pada bitumen

Thermometer :

Berfungsi untuk mengukur suhu

Cawan

Berfungsi untuk menampung dan menjadi wadah pada tier

Water Bath :

Sebagai alat perendam bitumen pada air bersuhu 25°C

Page 42: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

[Kelompok I Gelombang II] ASPHALT DUCTILITY TEST 42

Vaselin :

Berfungsi sebagai bahan tambahan percobaan agar bitumen tidak melekat pada alat percobaan

Proses Penuangan Bitumen pada Cetakan Ductility :

Berfungsi sebagai penuangan pada cetakan ductility

Ductilometer :

Berfungsi sebagai alat penguji keelastisan bitumen.

Cetakan (Mould) :

Berfungsi sebagai pencetak bitumen sehingga bisa di uji di mesin ductilometer

Page 43: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

2. APLIKASI DILAPANGAN

Sebagai pengetesan untuk menentukan nilai suatu daktalitas aspal yang akan

dipakai untuk bahan dengan menentukan persen elastisitas aspal setelah ditarik

dengan alat daktalitas.

3. KESIMPULAN

a. Dari hasil percobaan diperoleh daktilitas dari aspal yang diuji adalah :

120 cm (>100 cm)

b. Hasil daktilitas adalah 120 cm (>100cm) berarti aspal yang diuji memiliki mutu

yang baik atau memiliki daya ikat yang baik untuk perkerasan konstruksi jalan.

c. Dalam daktilitas suatu suhu sangat penting, yaitu:

- pada saat pemanasan : suhu 80°C-100°C

- pada saat pendinginan : suhu 27°C

- pada saat perendaman : suhu 25°C

4. REFERENSI

a. Buku Pedoman Praktikum Jalan Raya Fakultas Teknik USU

b. Laporan Praktikum Jalan Raya Fakultas Teknik USU

c. AASTHO T- 49-1990

d. ASTM D 5-86

e. Stephan Brown N.(1994).Shell Bitumen Hanbook.Shell Bitumen UK.

f. Tangensndbond (1990) High Way Arid Travik Engineering.

g. SNI-06-2432-1991

[Kelompok I Gelombang II] ASPHALT DUCTILITY TEST 43

Page 44: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

LABORATORIUM JALAN RAYAUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATRA

UTARAFAKULTAS TEKNIK SIPIL

JL. KAPTEN MUCHTAR BASRI NO. 3A, MEDAN

PENURUNAN BERAT MINYAK PADA ASPAL ( TFOT )

KELOMPOK : I ( SATU ) DIKERJAKAN : 6 JULI 2013GELOMBANG : II ( DUA ) DIPERIKSA : HANS AFRIANDA

TANGGAL :

MEDAN, JULI 2013

ASSITEN LABORATORIUM JALAN RAYA

( HANS AFRIANDA )

[Kelompok I Gelombang II] PENURUNAN BERAT MINYAK PADA ASPAL ( THIN FILM OVEN TEST )

44

BENDA UJI 1 Berat sebelum pemanasan Berat setelah pemanasan

  (gram) (gram)Cawan + Aspal   68,85     68,81  Cawan   12,38     12,38  

Aspal   56,47     56,43  Penurunan Berat (%)

BENDA UJI 2 Berat sebelum pemanasan Berat setelah pemanasan

  (gram) (gram)Cawan + Aspal   63,77     63,70  Cawan   12,79     12,79  

Aspal   50,98     50,91  Penurunan Berat (%)

Page 45: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

LABORATORIUM JALAN RAYAUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATRA UTARA

FAKULTAS TEKNIK SIPILJL. KAPTEN MUCHTAR BASRI NO. 3A, MEDAN

ASPHALT PENETRATION TEST

KELOMPOK : I ( SATU ) DIKERJAKAN : 6 JULI 2013

GELOMBANG : II ( DUA ) DIPERIKSA : HANS AFRIANDA

TANGGAL :

PENETRASI SEBELUM DI OVEN

PERCOBAAN 1 1 2 3 Rata-rata

BENDA UJI I 78 70 60 72,33

BENDA UJI II 84 81 75 80

RATA - RATA 76,165

MEDAN, JULI 2013

ASSITEN LABORATORIUM JALAN RAYA

( HANS AFRIANDA )

[Kelompok I Gelombang II] PENURUNAN BERAT MINYAK PADA ASPAL ( THIN FILM OVEN TEST )

45

Page 46: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

LABORATORIUM JALAN RAYAUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATRA UTARA

FAKULTAS TEKNIK SIPILJL. KAPTEN MUCHTAR BASRI NO. 3A, MEDAN

ASPHALT PENETRATION TEST

KELOMPOK : I ( SATU ) DIKERJAKAN : 6 JULI 2013

GELOMBANG : II ( DUA ) DIPERIKSA : HANS AFRIANDA

TANGGAL :

PENETRASI SETELAH DI OVEN

PERCOBAAN 1

1 2 3 Rata-rata

BENDA UJI I 60 59 57 58,66

BENDA UJI II 59 61 63 61

Rata-rata 59.83

MEDAN, JULI 2013

ASISTEN LABORATORIUM JALAN RAYA

( HANS AFRIANDA )

[Kelompok I Gelombang II] PENURUNAN BERAT MINYAK PADA ASPAL ( THIN FILM OVEN TEST )

46

Page 47: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

LABORATORIUM JALAN RAYAUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATRA

UTARAFAKULTAS TEKNIK SIPIL

JL. KAPTEN MUCHTAR BASRI NO. 3A, MEDAN

ASPHALT DUCTILITY TEST

KELOMPOK : I ( SATU ) DIKERJAKAN : 6 JULI 2013GELOMBANG : II ( DUA ) DIPERIKSA : HANS AFRIANDA

TANGGAL :

PEMERIKSAAN SEBELUM TFOT

No. Waktu (detik) Jarak (mm) Jarak (mm)1 0 50 502 120 100 1003 180 150 1504 240 200 2005 300 250 2506 360 300 3007 420 350 3508 480 400 4009 540 450 45010 600 500 50011 660 550 55012 720 600 60013 780 650 65014 840 700 70015 900 750 75016 960 800 80017 1020 850 85018 1080 900 90019 1140 950 95020 1200 1000 100021 1260 1050 105022 1320 1100 110023 1380 ----- 115024 1440 ----- 1200

MEDAN, JULI 2013

ASSITEN LABORATORIUM JALAN RAYA

( HANS AFRIANDA )

[Kelompok I Gelombang II] PENURUNAN BERAT MINYAK PADA ASPAL ( THIN FILM OVEN TEST )

47

Page 48: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

LABORATORIUM JALAN RAYAUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATRA

UTARAFAKULTAS TEKNIK SIPIL

JL. KAPTEN MUCHTAR BASRI NO. 3A, MEDAN

ASPHALT DUCTILITY TEST

KELOMPOK : I ( SATU ) DIKERJAKAN : 6 JULI 2013GELOMBANG : II ( DUA ) DIPERIKSA : HANS AFRIANDA

TANGGAL :

PEMERIKSAAN SETELAH TFOT

No. Waktu (detik) Jarak (mm) Jarak (mm)1 0 50 502 120 100 1003 180 150 1504 240 200 2005 300 250 2506 360 300 3007 420 350 3508 480 400 4009 540 450 45010 600 500 50011 660 550 55012 720 600 60013 780 650 65014 840 700 70015 900 750 75016 960 800 80017 1020 850 85018 1080 900 90019 1140 950 95020 1200 1000 100021 1260 1050 105022 1320 1100 1100

MEDAN, JULI 2013

ASSITEN LABORATORIUM JALAN RAYA

( HANS AFRIANDA )

[Kelompok I Gelombang II] PENURUNAN BERAT MINYAK PADA ASPAL ( THIN FILM OVEN TEST )

48

Page 49: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

LABORATORIUM JALAN RAYAUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATRA

UTARAFAKULTAS TEKNIK SIPIL

JL. KAPTEN MUCHTAR BASRI NO. 3A, MEDAN

PEMERIKSAAN TITIK LEMBEK

KELOMPOK : I ( SATU ) DIKERJAKAN : 8 JULI 2013GELOMBANG : II ( DUA ) DIPERIKSA : HANS AFRIANDA

TANGGAL :

PEMERIKSAAN SEBELUM TFOT

No.Waktu(menit)

Suhu(oC)

No.Waktu(menit)

Suhu(oC)

1 0 5 1 0 5

2 2,15 10 2 2,15 10

3 4,05 15 3 4,05 15

4 5,41 20 4 5,41 20

5 7,33 25 5 7,33 25

6 9,35 30 6 9,35 30

7 11,42 35 7 11,42 35

8 13,52 40 8 13,52 40

9 15,32 44 9 16,10 46

Temperatur pada saat bola menyentuh pelat dasar:

I. 44 oC

II. 46 oC

Temperatur titik lembek (Ring & Ball) rata-rata : 45 oC

MEDAN, JULI 2013

ASSITEN LABORATORIUM JALAN RAYA

[Kelompok I Gelombang II] PENURUNAN BERAT MINYAK PADA ASPAL ( THIN FILM OVEN TEST )

49

Page 50: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

( HANS AFRIANDA )

LABORATORIUM JALAN RAYAUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATRA

UTARAFAKULTAS TEKNIK SIPIL

JL. KAPTEN MUCHTAR BASRI NO. 3A, MEDAN

PEMERIKSAAN TITIK LEMBEK

KELOMPOK : I ( SATU ) DIKERJAKAN : 8 JULI 2013GELOMBANG : II ( DUA ) DIPERIKSA : HANS AFRIANDA

TANGGAL :

PEMERIKSAAN SETELAH TFOT

PEMERIKSAAN I PEMERIKSAAN II

No.Waktu(menit)

Suhu(oC)

No.Waktu(menit)

Suhu(oC)

1 0 5 1 0 5

2 3,50 10 2 3,50 10

3 5,03 15 3 5,03 15

4 7,15 20 4 7,15 20

5 9,00 25 5 9,00 25

6 10,52 30 6 10,52 30

7 13,00 35 7 13,00 35

8 15,72 40 8 15,72 40

9 17,62 45 9 17,62 45

10 18,58 50 10 18,58 50

11 18,67 55 11 18,67 55

Temperatur pada saat bola menyentuh pelat dasar:

III. 55 oC

IV. 55 oC

Temperatur titik lembek (Ring & Ball) rata-rata : 55 oC

MEDAN, JULI 2013

ASSITEN LABORATORIUM JALAN RAYA

[Kelompok I Gelombang II] PENURUNAN BERAT MINYAK PADA ASPAL ( THIN FILM OVEN TEST )

50

Page 51: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

( HANS AFRIANDA )

PENURUNAN BERAT MINYAK PADA ASPAL

(THIN FILM OVEN TEST)

(PA – 0304 – 76)

(AASHTO T – 47 – 82)

(ASTM D – 6 – 95)

1. TEMPAT PERCOBAAN

Percobaan Penurunan Berat Minyak pada Aspal dilakukan pada Sabtu, 6 Juni

2013 bertempat di Laboratorium Jalan Raya, Fakultas Teknik Sipil, Universitas

Sumatra Utara, Medan.

2. TUJUAN PERCOBAAN

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menetapkan kehilangan berat minyak dan

aspal dengan cara pemanasan dan tebal tertentu, yang dinyatakan dalam persen berat

semula.

3. TEORI

Cahaya diketahui memiliki efek yang merusak pada aspal.Kerusakan yang

timbul sering berasal dari sinar matahari , yang akan merusak aspal, dengan di bantu

oleh Factor air dan cairan pelarut lainnya.

Kerusakan molekul dengan cara ini disebut factor oksidasi, untungnya sinar

yang merusak ini hanya dapat mempengaruhi beberapa lapisan molekul lapisan atas

aspal. Oleh karena itu ,foto oksidasi dianggap kecil pengaruhnya apabila dilihat dari

table aspal keseluruhan. Namun proses di atas tidak dapat diabaikan dalam

konstribusinya terhadap proses pengrusakan akibat cuaca pada pada lapisan

permukaan tipis aspal. Karakteristik campuran aspal khususnya mengenai durabilitas

sangat tergantung

Pada karakteristik yang tersedia pada lapisan tipis aspal.Untuk mengevaluasi

durabitas material aspal tersedia prosedur yang disebut Thin film Oven Test (TFOT)

dengan melakukan pembatasan evaluasinya hanya pada karakteristik aspal, seperti

kehilangan berat.

[Kelompok I Gelombang II] PENURUNAN BERAT MINYAK PADA ASPAL ( THIN FILM OVEN TEST )

51

Page 52: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Pada pengujian ini kita menggnakan metoda TFOT ,dimana suatu sampel tipis

di panaskan dalam oven selama periode tertentu, dan karakteristik sampel sesudah

dipanaskan kemudian diperiksa untuk meneliti indikasi adanya proses pengerasan dari

material aspal.

Pengujian TOFT bertujuan mengetahui kehilangan minyak pada aspal akibat

pemanasan berulang, pengujian ini mengukur perubahan kinerja aspal akibat

kehilangan berat.Cahaya diketahui mempunyai efek yang merusak pada aspal karena

kerusakan yang ditimbulkan sering berasal dari matahari dan dibantu oleh aspek air

dan cairan pelarut lainnya.

Kerusakan molekul aspal ini dinamakan oksidasi.Ini dianggap kecil

pengaruhnya apabila dari tebak aspal keseluruhannya, namun proses diatas akibat

cuaca pada lapisan permukaan agregat.

Karakteristik campuran khususnya durabilitas aspal sangat tergantung pada

karakteristik lapis tipis aspal.PadaPengujian ini, suatu sampel tipis dipanaskan.

Kemudian diperiksa untuk meneliti adanya proses pengerasanatau proses

pelapukanatau proses pelapukan material aspal.

Pengujian kehilangan berat ini, umumnya tidak terpisah dengan evaluasi

karakteristik sebelum dan sesudah kehilangan berat yang dilihat adalah nilai penetrasi

titik lembek dan daktalitas.Untuk itu sangat dianjurkan saat penyiapan sampel dibuat

2 buah sampel.

Untuk mendapatkan material aspal yang akan dipakai untuk campuran,

diharapkan pengujian TFOT dan penurunan berat ini tidak terlalu besar, besarnya nilai

penurunan berat ini tidak terlalu besar , selisih dari nilai penetrasi sebelum dan

sesudah menunjukkan bahwa aspal tersebut peka terhadap cuaca dan suhu.Untuk

menentuakn nilai kehilangan berat akibat pemanasan dapat menggunakan rumus

Penurunan berat

Dimana : A = Berat sampel + cawan sebelum pemanasan

B = Berat sampel + cawan sesudah pemanasan

[Kelompok I Gelombang II] PENURUNAN BERAT MINYAK PADA ASPAL ( THIN FILM OVEN TEST )

52

Page 53: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

4. PERALATAN

a. Thermometer

b. Oven yang dilengkapi dengan :

Pengatur suhu untuk memanasi sampai (180 + 1) 0 C

Pinggan logam berdiameter 25 cm

c. Cawan

d. Logam atau berbentuk silinder

e. Neraca analitik, dengan kapasitas (300 + 0,01) gram

5. BENDA UJI

a. Aduklah contoh minyak atau aspal serta panaskan bila perlu untuk mendapatkan

campuran yang merata,

b. Tuangkan contoh kira – kira ( 50 ± 0,5) gram kedalam cawan dan setelah dingin,

timbanglah dengan ketelitian 0,01 gram (A)

c. Benda uji yang diperiksa harus bebas air.

6. PROSEDUR PERCOBAAN

a. Letakkan benda uji di atas setelah oven mencapai suhu (163 ± 1)0 C,

b. Pasang lah thermometer pada duduk nya sehingga terletak pada jarak 1,9 cm dari

pinggir pinggan dengan ujung 6 mm di atas pinggan,

c. Ambil lah benda uji dari oven setelah 5 jam sampai 5 jam 15 menit,

d. Dingin kan benda uji pada suhu ruang, kemudian timbang lah dengan ketelitian 0,01

gram (b).

[Kelompok I Gelombang II] PENURUNAN BERAT MINYAK PADA ASPAL ( THIN FILM OVEN TEST )

53

Page 54: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

7. HASIL PENGAMATAN

Dari hasil percobaan di dapat data sebagai berikut :

Penurunan berat (1) = x 100 % = 0,07 %

Penurunan berat (2) = x 100 % = 0,13%

Persentase Penurunan Rata – Rata

[Kelompok I Gelombang II] PENURUNAN BERAT MINYAK PADA ASPAL ( THIN FILM OVEN TEST )

54

BENDA UJI 1 Berat sebelum pemanasan Berat setelah pemanasan

  (gram) (gram)Cawan + Aspal   68,85     68,81  Cawan   12,38     12,38  

Aspal   56,47     56,43  Penurunan Berat (%)

BENDA UJI 2 Berat sebelum pemanasan Berat setelah pemanasan

  (gram) (gram)Cawan + Aspal   63,77     63,70  Cawan   12,79     12,79  

Aspal   50,98     50,91  Penurunan Berat (%)

Page 55: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

B. Nilai penetrasi sebelum pengujian TFOT

PERCOBAAN 1 1 1 3Rata-rata

Berat Cawan (gram)

Berat Cawan+Aspal

(gram)

Berat Aspal (gram)

BENDA UJI I 78 70 60 72,33

BENDA UJI II 84 81 75 80

Benda Uji I :

Penetrasi rata – rata =

= 72,33 50 < 72,33< 149 ( oke )

Benda Uji II :

Penetrasi rata – rata =

= 80 50 < 80 < 149 ( oke )

Nilai penetrasi setelah pengujian TFOT

PERCOBAAN 1

1 2 3 Rata-rata

BENDA UJI I 60 59 57 58,66

BENDA UJI II 59 61 63 61

Rata-rata 59.83

Benda Uji I :

Penetrasi rata – rata = 60 + 59 + 573

[Kelompok I Gelombang II] PENURUNAN BERAT MINYAK PADA ASPAL ( THIN FILM OVEN TEST )

55

Page 56: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

= 58,66 50 < 58,66< 149 ( oke )

Benda Uji II :

Penetrasi rata – rata = 59 + 61 + 63 3

= 61 50 < 61 < 149 ( oke )

Nilai daktilitas sebelum pengujian TFOT Nilai daktilitas setelah pengujian TFOT

Nilai titik lembek sebelum pengujian TFOT

PEMERIKSAAN I

PEMERIKSAAN II

No.

Waktu(menit)

Suhu(oC)

No.

Waktu(menit)

Suhu(oC)

1 0 5 1 0 5

2 2,15 10 2 2,15 10

3 4,05 15 3 4,05 15

4 5,41 20 4 5,41 20

5 7,33 25 5 7,33 25

6 9,35 30 6 9,35 30

711,4

235 7

11,42

35

813,5

240 8

13,52

40

915,3

244 9

16,10

46

Temperatur pada saat bola menyentuh

pelat dasar:

[Kelompok I Gelombang II] PENURUNAN BERAT MINYAK PADA ASPAL ( THIN FILM OVEN TEST )

56

No.

Waktu (detik)

Jarak (mm)

Jarak (mm)

1 0 50 50

2 120 100 100

3 180 150 150

4 240 200 200

5 300 250 250

6 360 300 300

7 420 350 350

8 480 400 400

9 540 450 450

10 600 500 500

11 660 550 550

12 720 600 600

13 780 650 650

14 840 700 700

15 900 750 750

16 960 800 800

17 1020 850 850

18 1080 900 900

19 1140 950 950

20 1200 1000 1000

21 1260 1050 1050

22 1320 1100 1100

Page 57: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

V. 44 oC

VI. 46 oC

Temperatur titik lembek (Ring & Ball) rata-rata : 45 oC

Nilai titik lembek setelah pengujian TFOT

PEMERIKSAAN I PEMERIKSAAN II

No.Waktu(menit)

Suhu(oC)

No.Waktu(menit)

Suhu(oC)

1 0 5 1 0 5

2 3,50 10 2 3,50 10

3 5,03 15 3 5,03 15

4 7,15 20 4 7,15 20

5 9,00 25 5 9,00 25

6 10,52 30 6 10,52 30

7 13,00 35 7 13,00 35

8 15,72 40 8 15,72 40

9 17,62 45 9 17,62 45

10 18,58 50 10 18,58 50

[Kelompok I Gelombang II] PENURUNAN BERAT MINYAK PADA ASPAL ( THIN FILM OVEN TEST )

57

Page 58: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

11 18,67 55 11 18,67 55

Temperatur pada saat bola menyentuh pelat dasar:

I. 55 oC

II. 55 oC

Temperatur titik lembek (Ring & Ball) rata-rata : 55 oC

8. GAMBAR ALAT& FUNGSINYA

[Kelompok I Gelombang II] PENURUNAN BERAT MINYAK PADA ASPAL ( THIN FILM OVEN TEST )

58

Thermometer :

Berfungsi sebagai pengukur suhu pada bahan percobaan

OvenRTFOT :

Berfungsi sebagai alat uji coba pemanasan bitumen pada suhu ±163°C.

Page 59: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

8. APLIKASI LAPANGAN

Sebagai pengetesan untuk mengetahui seberapa besar penurunan berat minyak

pada saat hotmix terkena cuaca extreme ( cuaca panas ).

9. KESIMPULAN

a. Dari hasil percobaan diperoleh Persentase Penurunan Berat dari aspal yang diuji adalah

0,13 %.

b. Hasil dari percobaan penetrasi sebelum TFOT 76,17 dan hasil penetrasi setelah TFOT 57,6.

c. Hasil dari percobaan Daktalitas sebelum TFOT mencapai waktu 1320 detit pada jarak 1100

mm dan Hasil dari Daktalitas setelah TFOT mencapai waktu 1440 detit pada jarak 1200 mm.

d. Hasil dari percobaan titik lembek pada sample 1 sebelum TFOT mencapai waktu 15,32 pada

suhu 440C dan sample 2 mencapai waktu 16,10 pada suhu 460C sedangkan Hasil dari

percobaan titik lembek pada sample 1 setelah TFOT mencapai waktu 18,67 pada suhu 55 0C

dan sample 2 mencapai waktu 18,67 pada suhu 550C.

[Kelompok I Gelombang II] PENURUNAN BERAT MINYAK PADA ASPAL ( THIN FILM OVEN TEST )

59

Cawan :

Sebagai wadah untuk meletakkan bitumen cair Proses PemanasanBitumen :

Berfungsi untuk mencairkan bitumen yang telah menjadi keras

Page 60: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

10. REFERENSI

a. Buku Pedoman Praktikum Jalan Raya Fakultas Teknik USU

b. Laporan Praktikum Jalan Raya Fakultas Teknik USU

c. SNI – 03 – 2440 tentang metoda pengujian kehilangan berat aspal.

d. SK SNI M-29-1990-F

e. Bahan ajar Bahan Bangunan II, Fauna Adi broto, ST, MT

[Kelompok I Gelombang II] PENURUNAN BERAT MINYAK PADA ASPAL ( THIN FILM OVEN TEST )

60

Page 61: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

LABORATORIUM JALAN RAYAUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATRA

UTARAFAKULTAS TEKNIK SIPIL

JL. KAPTEN MUCHTAR BASRI NO. 3A, MEDAN

ASPHALT FLASHPOINT TEST

KELOMPOK : I ( SATU ) DIKERJAKAN : 8 JULI 2013GELOMBANG : II ( DUA ) DIPERIKSA : M. HAFIZH

TANGGAL :

PEMERIKSAAN DALAM OC

[Kelompok I Gelombang II ] ASPHALT FLASH POINT TEST

(TITIK NYALA DAN TITIK BAKAR ASPAL)

61

Temperatur (⁰C) Waktu Keterangan

53 0  

63 1.1  

73 2.2  

83 3.3  

93 4.4  

103 5.5  

113 6.6  

123 7.7  

133 8.8  

143 9.9  

153 11  

163 12.1  

173 13.2  

183 14.3  

193 15.4  

203 16.5  

213 17.6  

223 18.7  

233 19.8  

243 20.9 titik nyala

253 22  

273 23.1 titik bakar

Page 62: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

MEDAN, JULI 2013ASSITEN LABORATORIUM JALAN RAYA

( MUHAMMAD HAFIZH )

ASPHALT FLASH POINT TEST

(TITIK NYALA DAN TITIK BAKAR ASPAL)

(PA – 0303 – 76)

(AASTHO – T48 – 74)

(ASTM – D92 – 52)

1. HARI/TANGGAL PRAKTIKUM

Praktikum dilaksanakan pada Kamis, 4 Juli 2013 di Laboratorium Jalan Raya

Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

2. TUJUAN PERCOBAAN

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan titik nyala dan titik bakar dari semua

berat jenis hasil minyak bumi kecuali minyak bakar dan bahan lainnya yang mempunyai

titik nyala open cup kurang dari 790.

[Kelompok I Gelombang II ] ASPHALT FLASH POINT TEST

(TITIK NYALA DAN TITIK BAKAR ASPAL)

62

Page 63: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Titik nyala adalah suhu pada saat terlihat nyala singkat pada suatu titik di atas

permukaan aspal. Titik bakar adalah suhu pada saat terlihat nyala sekurang-kurangnya 5

detik pada saat suatu titik dari atas permukaan aspal.

3. TEORI

Terdapat dua metode pratikum yang umum dipakai untuk menentukan titik nyala dari

bahan aspal. Pratikum untuk Aspal Cair (Cutback) biasanya dilakukan dengan menggunakan

alat Tagliabue Open Cup, sementara untuk bahan aspal dalam bentuk padat biasanya

digunakan alat Cleveland Open Cup. Kedua metode tersebut pada prinsipnya adalah sama,

walau pada metode Cleveland Open Cup, bahan aspal dipanaskan di dalam tempat besi yang

direndam di dalam bejana air, sedangkan pada metode Tagliabue Open Cup, pemanasan

dilakukan pada tabung kaca yang juga diletakkan di dalam air.

Pada kedua metode tersebut, suhu dari material aspal ditingkatkan secara bertahap

pada jenjang yang tetap. Seiring kenaikan suhu, titik api kecil dilewatkan di atas permukaan

benda uji yang dipanaskan tersebut. Titik nyala ditentukan sebagai suhu terendah dimana

percikan api pertama kali terjadi sedangkan titik bakar ditentukan sebagai suhu dimana benda

uji terbakar.

Syarat minimum temperature titik nyala oleh Bina Marga untuk aspal PEN 40 – 60 (200 ºC).

Titik nyala dan titik bakar aspal perlu diketahui karena :

Sebagai indikasi temperatur, pemanasan maximum dimana masih dalam

batas-batas aman pengerjaan.

Agar karakteristik aspal tidak berubah (rusak) akibat dipanaskan melebihi

temperature titik bakar.

Titik nyala adalah suhu pada saat terlihat nyala singkat pada suatu titik di atas permukaan

aspal. Titik bakar adalah suhu pada saat terlihat nyala sekurang-kurangnya 5 detik dari atas

permukaan aspal. Untuk mendapatkan temperature titik nyala dan titik bakar yang akurat,

perlu diperhatikan dalam pengujiannya sebagai berikut :

a.      Tersedianya pelindung angin yang menjaga nyala api dari hembusan angin.

b.      Kecepatan pemanasan dengan menggunakan Bunsen (pengatur besar kecilnya api).

c.       Pemberian api pemancing (pilot) dilakukan menjelang temperature mendekati titik

nyala perkiraan dengan memperhatikan :

[Kelompok I Gelombang II ] ASPHALT FLASH POINT TEST

(TITIK NYALA DAN TITIK BAKAR ASPAL)

63

Page 64: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Jarak as api pilot terhadap benda uji ± 10 mm.

Kecepatan lewat api pilot di atas muka benda uji ± 1 detik perjurusan.

Diameter api pilot berkisar 3.2 mm sampai 4.8 mm

d.       Cahaya ruangan diatur sedemikian rupa sehingga nyala api pilot dan nyala api pertama

(pijaran api pertama terputus-putus dalam kurun waktu 5 detik) dapat dilihat jelas (dapat

juga dilakukan di ruangan gelap).

e.       Thermometer harus bersih dan skalanya terbaca jelas, diupayakan memakai bantuan

kaca pembesar dalam pembacaannya.

Pada pemeriksaan ganda (duplo) sebagai titik nyala benda uji yang dapat memenuhi syarat

toleransi sebagai berikut :

Titik Nyala

dan Titik Bakar

Ulangan Oleh Satu

Orang Dengan Satu

Alat

Ulangan Oleh

Beberapa Orang

Dengan Satu Alat

Titik Nyala 175 0F – 550 0F 5 0F (2 0C) 10 ºF (5.5 ºC)

Titik Bakar 10 ºF (5.5 ºC) 15 ºF (8 ºC)

4. PERALATAN

a. Thermometer

b. Cleveland Open Cup

c. Pelat pemanas yang terdiri dari logam untuk melekatkan cawan cleveland dan bagian

atas dilapisi seluruhnya oleh asbes setebal 0,6 cm ( ¼” ).

d. Sumber pemanasan. Pembakaran gas atau tungku listrik atau pembakar alkohol yang

tidak menimbulkan asap atau nyala disekitar bagian atas cawan.

e. Penahan dingin. Alat yang menahan angin apabila digunakan nyala sebagai

pemanasan.

f. Nyala penguji.

g. Yang dapat diatur dan memberikan nyala dengan diameter 3,2 mm sampai 4,8 mm,

dengan panjang tabung 7,5 cm.]

5. BENDA UJI

[Kelompok I Gelombang II ] ASPHALT FLASH POINT TEST

(TITIK NYALA DAN TITIK BAKAR ASPAL)

64

Page 65: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

a. Panaskan contoh aspal antara (120 – 150)0 C sampai cukup cair.

b. Kemudian isilah cawan cleveland sampai garis dan hilangkan (pecahkan) gelembung

udara yang ada pada permukaan cair.

6. PROSEDUR PERCOBAAN

a. Letakkan cawan di atas pelat pemanas dan aturlah sumber pemanas sehingga terletak

di bawah titik tengah cawan.

b. Letakkan nyala penguji dengan poros pada jarak 7,5 cm dari titik tengah cawan.

c. Tempatkan termometer tegak lurus di dalam benda uji dengan jarak 6,4 mm di atas

dasar cawan dan terletak pada satu garis yang menghubungkan titik tengah cawan dan

titik poros nyala penguji. Kemudian aturlah sehingga poros termometer terletak pada

jarak ¼ diameter cawan dari tepi.

d. Tempatkan penahan angin di depan nyala penguji.

e. Nyalakan sumber pemanas dan aturlah pemanasan sehingga kenaikan suhu menjadi

(15 ± 1) 0 C per menit sampai benda uji mencapai suhu 560C di bawah titik nyala

perkiraan.

f. Kemudian aturlah kecepatan pemanasan 50C sampai 60C per menit pada suhu antara

560C dan 280C di bawah titik nyala perkiraan.

[Kelompok I Gelombang II ] ASPHALT FLASH POINT TEST

(TITIK NYALA DAN TITIK BAKAR ASPAL)

65

Page 66: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

g. Nyalakan nyala penguji dan aturlah agar diameter nyala penguji tersebgut menjadi 3,2

sampai 4,8 mm

h. Putarlah nyala penguji sehingga melalui permukaan cawan (dari tepi ke tepi cawan)

dalam waktu satu detik. Ulangi pekerjaan tersebut setiap kenaikan 20C.

i. Lanjutkan pekerjaan f dan h sampai terlihat nyala singkat pada suatu lintasan di atas

permukaan benda uji. Bacalah suhu pada termometer dan catat.

j. Lanjutkan pekerjaan i sampai terlihat nyala yang agak lama sekurang-kurangnya 5

detik dari atas permukaan benda uji. Bacalah suhu termometer dan catat.

7. PERHITUNGAN

Dalam Suhu 0C (Celcius)

[Kelompok I Gelombang II ] ASPHALT FLASH POINT TEST

(TITIK NYALA DAN TITIK BAKAR ASPAL)

66

Temperatur (⁰C) Waktu Keterangan

53 0  

63 1.1  

73 2.2  

83 3.3  

93 4.4  

103 5.5  

113 6.6  

123 7.7  

133 8.8  

143 9.9  

153 11  

163 12.1  

173 13.2  

183 14.3  

193 15.4  

203 16.5  

213 17.6  

223 18.7  

233 19.8  

243 20.9 titik nyala

253 22  

273 23.1 titik bakar

Page 67: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Dalam Suhu 0F

Temperatur (⁰F) Waktu Keterangan

127.4 0  

145.4 1.1  

163 2.2  

181.4 3.3  

199.4 4.4  

217.4 5.5  

235.4 6.6  

253.4 7.7  

271.4 8.8  

289.4 9.9  

307.4 11  

325.4 12.1  

343.4 13.2  

361.4 14.3  

379.4 15.4  

[Kelompok I Gelombang II ] ASPHALT FLASH POINT TEST

(TITIK NYALA DAN TITIK BAKAR ASPAL)

67

Page 68: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

397.4 16.5  

415.4 17.6  

433.4 18.7  

451.4 19.8  

469.4 20.9 titik nyala

487.4 22  

505.4 23.1 titik bakar

8. PERHITUNGAN

Dalam Suhu 0C

kenaikan suhu 10 0C menghabiskan waktu sebanyak 1.12 menit

53 0C = 0

63 0C = 1.1 MENIT

73 0C = 2.2 MENIT ( 1.1 x 2)

83 0C = 3.3 MENIT ( 1.1 x 3)

93 0C = 4.4 MENIT ( 1.1 x 4)

103 0C = 5.5 MENIT ( 1.1 x 5)

Dan seterusnya sampai mencapai titik leleh dan titik nyala aspal

243 0C = 20.9 MENIT ( 1.1 x 19) titik nyala

273 0C = 23.1 MENIT ( 1.1 x 21) titik bakar

Dalam Suhu 0F

[Kelompok I Gelombang II ] ASPHALT FLASH POINT TEST

(TITIK NYALA DAN TITIK BAKAR ASPAL)

68

Page 69: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Di konversi dari 0 C ke 0 F

53 0C = 32 + 1.8 ( 53) = 127.4 0F

63 0C = 32 + 1.8 (63) = 145.4 0 F

73 0C = 32 + 1.8 (73) = 163 0 F

83 0C = 32 + 1.8 (83) = 181.4 0 F

Dan seterusnya sampai pada suhu 273 0 C

273 0 C = 32 + 1.8 (273) = 505.4 0 F

9. GAMBAR ALAT

[Kelompok I Gelombang II ] ASPHALT FLASH POINT TEST

(TITIK NYALA DAN TITIK BAKAR ASPAL)

69

Alat Pemanas

Fungsinya : sebagai alat pemanas untuk memanaskan Cleveland Open Cup

Thermometer

Fungsinya : Untuk mengukur suhu

Page 70: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

[Kelompok I Gelombang II ] ASPHALT FLASH POINT TEST

(TITIK NYALA DAN TITIK BAKAR ASPAL)

70

Penahan Angin

Fungsinya : Sebagai alat untuk menahan angin

Cleveland Open Cup

Fungsinya : Sebagai alat yang idgunakan untuk melihat nilai titik nyala dan leleh suatu aspal

Sumber Api

Fungsinya : Sebagai alat untuk menghasilkan api

Page 71: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

10. APLIKASI LAPANGAN

Sebagai pengetesan dalam menentukan besanya nilai titik leleh dan nyala suatu

aspal dalam pemeriksaan kualitas aspal.

Penentuan titik nyala dilakukan untuk memastikan bahwa aspal cukup aman

untuk pelaksanaan.

Titik nyala yang rendah menunjukkan indikasi adanya minyak ringan dalam

aspal.

Hasil pengujian ini selanjutnya dapat digunakan untuk mengetahui sifat-sifat

bahan terhadap bahaya api, pada temperatur mana bahan akan terbakar atau

menyala.

11. KESIMPULAN

a. Dari hasil perhitungan, diperoleh data sebagai berikut:

- Titik Nyala Rata-rata : 2920C

- Standart Deviasi : 0

[Kelompok I Gelombang II ] ASPHALT FLASH POINT TEST

(TITIK NYALA DAN TITIK BAKAR ASPAL)

71

Asphalt Flash Point Test

Page 72: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

- Varians :

- Titik Bakar Rata-rata : 3230C

- Standart Deviasi : 0

- Varians :

b. Toleransi untuk titik nyala adalah 20C untuk satu orang dengan satu alat dan 5,50C untuk

beberapa orang dengan satu alat. Dalam hal ini digunakan toleransi 5,50C untuk beberapa

orang satu alat.

c. Toleransi untuk titik bakar adalah 5,50C untuk satu orang dengan satu alat dan 80C untuk

beberapa orang dengan satu alat. Dalam hal ini digunakan toleransi 80C untuk beberapa orang

dengan satu alat.

d. Dari perhitungan data toleransi nyala yang diperoleh lebih kecil dari toleransi yang diizinkan

(<5,50C) sehingga masih memenuhi syarat, demikian pula toleransi titik bakar < toleransi

yang diizinkan (<80C).

12. REFERENSI

1. Buku Pedoman Praktikum Jalan Raya Departemen Teknik Sipil USU.

2. Silvia, Sukirman, Perkerasan Lentur Jalan Raya.

3. Laporan Praktikum Jalan Raya.

4. http://em-ridho.blogspot.com/2012/01/laporan-praktikum-titik-nyala-dan-titik-

leleh.html

[Kelompok I Gelombang II ] ASPHALT FLASH POINT TEST

(TITIK NYALA DAN TITIK BAKAR ASPAL)

72

Page 73: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

LABORATORIUM JALAN RAYAUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATRA UTARA

FAKULTAS TEKNIK SIPILJL. KAPTEN MUCHTAR BASRI NO. 3A, MEDAN

BERAT JENIS BITUMEN / TER

KELOMPOK : I ( SATU ) DIKERJAKAN : 6 JULI 2013

GELOMBANG : II ( DUA ) DIPERIKSA : RIYAN PRATAMA

TANGGAL :

PEMERIKSAAN

Berat piknometer (dengan penutup) (gram) = A 18, 63 gram

Berat piknometer berisi air (gram) = B 6 8 , 68 gram

Berat piknometer berisi aspal (gram) = C 5 8 ,2 8 gram

Berat piknometer berisi aspal dan air (gram) = D 69, 13 gram

Berat jenis dengan rumus :

Berat Jenis = 1,01

MEDAN, JULI 2013

ASSITEN LABORATORIUM JALAN RAYA

( RIYAN PRATAMA )

[Kelompok I Gelombang II] BERAT JENIS BITUMEN / TER 71

Page 74: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

BERAT JENIS BITUMEN ATAU TER

(PA – 0307 – 76)

(AASHTO T-228-79)

(ASTM D-70-03)

1. TEMPAT PERCOBAAN

Percobaan Berat Jenis Bitumen atau Tier dilakukan pada Sabtu, 6 Juni 2013

bertempat di Laboratorium Jalan Raya, Fakultas Teknik Sipil, Universitas Sumatra

Utara, Medan.

2. TUJUAN PERCOBAAN

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis bitumen keras

dengan Piknometer. Berat jenis bitumen keras adalah perbandingan antara berat

bitumen atau ter dan berat air suling dengan isi yang sama pada suhu tertentu.

3. TEORI

Berat jenis bitumen keras dan ter adalah perbandingan berat jenis bitumen atau ter terhadap berat jenis air dengan isi yang sama pada suhu tertentu yaitu dilakukan dengan cara menggantikan berat air dengna berat bitumen dalam udara yang sama. Berat jenis dari bitumen sangat tergasntung pada nilai penetrasi dan suhu dari bitumen itu sendiri.

Mencari berat jenis dapat dilakukan dengan perbandingan penentuan berat jenis suatu material sebenarnya bisa dilakukan secara kualitatif dan visualisasi yaitu dengan cara membandingkan berat jenis air.

Macam-macam berat jenis bitumen dan kisaran nilainya.

1. Penetration grade bitumen dengan berat jenis antara 1,010 sampai dengan 1,040.

2. Bitumen yang telah teroksidasi dengan berat jenis berkisar antara 1,015 – 1,035.

3. Hard grades bitumen dengan berat jenis berkisar antara 1,045 – 1,065.

4. Cut back grades bitumen dengan berat jenis berkisar antara 0,992 – 1,007.

Standar pengujian untuk berat jenis bitumen keras dan tr menurut SK SNI m 30 – 1990 – f, berkisar antara 1,015 – 1,035

[Kelompok I Gelombang II] BERAT JENIS BITUMEN / TER 72

Page 75: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Rumus yang digunakan untuk menghitung BJ bitumen adalah

Keterangan :

A = Berat picnometer dengan penutup, gr

B = Berat picnometer berisi air, gr

C = Berat picnometer berisi bitumen, gr

D = Berat picnometer berisi bitumen dan air, gr

4. PERALATAN

a. Bak Perendam yang dilengkapi pengatur suhu dengan ketelitian ± 0,10C.

b. Piknometer

c. Thermometer

d. Air Suling ± 1.000 cm3

e. Bejana Gelas

[Kelompok I Gelombang II] BERAT JENIS BITUMEN / TER 73

Page 76: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

5. PROSEDUR

a. Isilah bejana dengan air suling sehingga diperkirakan bagian atas piknometer yang

tidak terendam setinggi 40 mm. Kemudian rendam dan jepitlah bejana tersebut dalam

bak perendam sekurang-kurangnya 90 - 100 mm. Aturlah suhu bak perendam pada

suhu 250C.

b. Bersihkan, keringkan dan timbanglah piknometer dengan ketelitian 1 mg (A).

c. Angkatlah bejana dari bak perendam dan isilah piknometer dengan air suling,

kemudian tutuplah piknometer tanpa ditekan.

d. Letakkan Piknometer ke dalam bejana dan tekanlah penutup sehingga rapat,

kembalikan bejana berisi piknometer ke dalam bak perendam. Diamkan bejana

tersebut di dalam bak perendam selama sekurang-kurangnya 30 menit, kemudian

angkatlah piknometer dan keringkan dengan lap (kain pel). Timbanglah piknometer

dengan ketelitian 1 mg (B).

e. Tuanglah benda uji tersebut ke dalam piknometer yang telah kering hingga terisi ¾

bagian.

f. Biarkan piknometer sampai dingin, waktu tidak kurang dari 45 menit dan timbanglah

dengan penutupnya dengan ketelitian 1 mg (C).

g. Isilah piknometer yang berisi benda uji dengan air dan tutuplah tanpa ditekan,

diamkan agar gelembung-gelembung udara keluar + 5 menit

h. Angkatlah bejana dari bak perendam dan letakkan piknometer di dalalamnya dan

kemudian tekanlah penutup hingga rapat.

i. Masukkan dan diamkan bejana ke dalam bak perendam selama sekurang-kurangnya

30 menit. Angkat, keringkan dan timbanglah piknometer (D).

[Kelompok I Gelombang II] BERAT JENIS BITUMEN / TER 74

Page 77: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

6. ANALISA DATA

Hitunglah berat jenis dengan rumus :

dimana : A = Berat piknometer (dengan penutup) (gram) = 18, 63 gram

B = Berat piknometer berisi air (gram) = 6 8 , 68 gram

C = Berat piknometer berisi aspal (gram) = 5 8 ,2 8 gram

D = Berat piknometer berisi aspal dan air (gram) = 69, 13 gram

Dengan menggunakan rumus diatas, maka diperoleh hasil :

Berat Jenis = 1,01

[Kelompok I Gelombang II] BERAT JENIS BITUMEN / TER 75

Page 78: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

7. GAMBAR ALAT & FUNGSINYA

[Kelompok I Gelombang II] BERAT JENIS BITUMEN / TER 76

Thermometer :

Berfungsi untuk mengukur suhu pada suatu bahan percobaan

Piknometer :

Berfungsi untuk menjadi wadah Bitumen pada percobaan Berat Jenis Bitumen sebesar 50ml

Neraca :

Berfungsi untuk mengukur massa pada suatu bahan percobaan

Vaselin :

Berfungsi sebagai bahan tambahan percobaan agar bitumen tidak melekat pada alat percobaan

Page 79: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

[Kelompok I Gelombang II] BERAT JENIS BITUMEN / TER 77

Water Bath :

Befungsi sebagai alat untuk merendam bitumen pada air

Proses Pemanasan Bitumen :

Berfungsi untuk mencairkan bitumen yang telah menjadi keras

Gelas Ukur :

Berfungsi untuk mengetahui kadar air yang akan digunakan

Page 80: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

8. APLIKASI LAPANGAN

Untuk menentukan seberapa banyak kadar berat jenis bitumen yang akan

digunakan untuk membangn jalan, yang sesuai dengan perencanaan aturan Bina Marga

berfungsi untuk bahan pertimbangna di lapangan dengan di laboratorium yang berupa

kekuatan untuk ketahanan lama dari suatu aspal.

9. KESIMPULAN

- Dari hasil percobaan didapat berat jenis bitumen keras dan ter sebesar 1,01.

- Menurut SNI 2006, Bina Marga Bj bitumen untuk penetrasi 60 / 70 > 1

10. REFERENSI

a. Laporan Praktikum Jalan Raya Fakultas Teknik Sipil USU.

b. Pelaksanaan Lapisan Aspal Beton (Laston).

c. AASHTO T – 49 – 69 – 1990

d. ASTM 05 – 86

e. Modul pratikum bahan perkerasan jalan 2001, Departement Teknik Sipil ITB. Bandung.

f. SNI – 06 – 2456-1991

[Kelompok I Gelombang II] BERAT JENIS BITUMEN / TER 78

Page 81: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

LABORATORIUM JALAN RAYA

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 79

Page 82: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATRA UTARAFAKULTAS TEKNIK SIPIL

JL. KAPTEN MUCHTAR BASRI NO. 3A, MEDAN

PENGUJIAN ASPAL KERAS

Kelompok : I Dikerjakan : SabtuDiperiksa : Muhammad Hafizh

Gelombang : II Tanggal : 5-8 Juli 2013

NOPENGUJIAN HASIL SPEC

SATUAN UNITCharacteristic PENGUJIAN

BINA MARGA

         1 Penetrasi pada 25⁰C 76,17 60 - 79 0,1 Mm       2 Titik Lembek/ Softening Point 49 48 - 58 ⁰C       3 Daktalitas pada 25⁰C 110 > 100 100 - Cm       4 Kelarutan dalam C2HCL3 99,99 99 - % Berat       5 Titik Nyala COC/Flash Point 323 200 - ⁰C       

6Berat Jenis 1,01 1.0 - gr/ml

       7 Kehilangan Berat 0,10 - 0.8 % Berat  (Thin Film Oven Test/TFOT)             

8Penetrasi setelah Kehilangan Berat 57,6 54 - % Asli

       

9Daktalitas setelah Kehilangan Berat 120 > 100 50 - Cm

       10 Titik Lembek setelah Kehilangan  55 - ⁰C  Berat                     

Medan, Juli 2013ASSITEN LABORATORIUM JALAN RAYA

( MUHAMMAD HAFIZH )

MARSHALL TEST (JOB MIX FORMULA)

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 80

Page 83: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

(PA-0201-76)

(AASHTO-1245-74)

(ASTM-0159-62)

1. TEMPAT PERCOBAAN

Percobaan Centrifuge Extractor Test dilakukan pada Jumat-Senin,5- 8 Juni

2013 bertempat di Laboratorium Jalan Raya, Fakultas Teknik Sipil, Universitas

Sumatra Utara, Medan.

2. TEORI

Pengujian Marshall adalah suatu metoda pengujian untuk mengukur stabilitas

dan kelelahan plastis campuran beraspal dengan menggunakan alat Marshall. Pada

dasarnya, untuk mengetahui kinerja dari campuran aspal yang digunakan pada

struktur perkerasan jalan, faktor-faktor yang harus diperhatikan di antaranya :

a. Stability

b. Durability

c. Flexibility

d. Fatique Resistance : Thick Layers; Thin Layers

e. Fracture Strength : Overload Conditions; Thermal Conditions

f. Skid Resistance

g. Impermeability

h. Workability

Umum

Campuran beraspal panas terdiri atas kombinasi agregat, bahan pengisi (bila

diperlukan) dan aspal yang dicampur secara panas pada temperatur tertentu.

Komposisi bahan dalam campuran beraspal panas terlebih dahulu harus direncanakan

sehingga setelah terpasang oleh perkerasan beraspal yang memenuhi kriteria :

a. Stabilitas yang cukup.

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 81

Page 84: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Lapisan beraspal harus mampu mendukung beban lalu lintas yang

melewatinya tanapa mengalami deformasi permanent dan deformasi plastis selama

umur rencana.

b. Durabilitas

Lapisan beraspal mempunyai keawetan yang cukup akibat pengaruh cuaca dan

beban lalu lintas.

c. Kelenturan yang cukup

Lapisan beraspal harus mampu menahan lendutan akibat beban lalu-lintas

tanpa mengalami retak.

d. Cukup kedap air

Lapisan beraspal cukup kedap air sehingga tidak ada rembesan air yang masuk

ke lapis pondasi di bawahnya.

e. Kekesatan yang cukup

Kekesatan permukaan lapisan beraspal berhubungan erat dengan keselamatan

pengguna jalan.

f. Ketahanan terhadap retak lelah

Lapisan beraspal harus mampu menahan beban berulang dari beban lalu lintas

selama umur rencana.

g. Kemudahan kerja.

Campuran beraspal harus mudah dilaksanakan, mudah dihamparkan dan dipadatkan.

Untuk dapat memenuhi ketujuh kriteria tersebut, maka sebelum pekerjaan

campuran beraspal dilaksanakan, perlu terlebih dahulu dibuat formula campuran kerja

(FCK).Pembuatan FCK atau lebih dikenal dengan JMF (Job Mix Formula), meliputi

penentuan proporsi dan beberapa fraksi agregat dengan aspal sedemikian rupa

sehingga dapat memberikan kinerja perkerasan yang memenuhi syarat.Pembuatan

campuran kerja dilakukan dengan beberapa tahapan dimulai dari penentuan gradasi

agregat gabungan yang sesuai persyaratan dilanjutkan dengan membuat Formula

Campuran Rencana (FCR) yang dilakukan di laboratorium.FCR dapat disetujui

menjadi FCK apabila hasil percobaan pencampuran dan percobaan pemadatan di

lapangan telah memenuhi persyaratan.Perencanaan campuran ini berlaku untuk jenis-

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 82

Page 85: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

jenis campuran lapisan tipis aspal pasir (latasir), lapisan beton aspal (laston), lapis

tipis aspal beton (lataston).

Tahapan Pembuatan Formula Campuran Kerja (FCK) adalah sebagai berikut :

a. Evaluasi jenis campuran aspal yang digunakan.

b. Melakukan pengujian mutu aspal dan agregat dari tempat penyimpanan (stock pile).

c. Melakukan penyiapan peralatan laboratorium.

d. Pembuatan FCR berdasarkan material dari stock pile atau bin dingin (clod bin)

dengan kegiatan meliputi:

- melakukan pengujian gradasi agregat dan menentukan kombinasi beberapa fraksi

agregat sehingga memenuhi spesifikasi gradasi yang ditentukan.

- menentukan kadar aspal rencana perkiraan.

- melakukan pengujian Marshall dan volumetric, rongga di antara agregat (VMA),

rongga dalam campuran (VIM) dan rongga terisi aspal (VFA) dengan kadar aspal

yang bervariasi.

- mengevaluasi hasil pengujian dan menentukan kadar aspal optimum dari

campuran.

e. Melakukan kalibrasi bukaan pintu bin dingin dan menentukan besarnya beban sesuai

dengan proporsi yang telah diperoleh.

f. Melakukan pengambilan contoh agregat dari masing-masing bin panas dan

selanjutnya melakukan pengujian gradasi agregat.

g. Pembuatan FCR berdasarkan material dan bin panas (hot bin). Dengan kegiatan

meliputi:

- melakukan pengujian gradasi agregat dan menentukan kombinasi beberapa fraksi

agregat yang diambil dari bin panas. Gradasi campuran yang ditentukan harus

sesuai dengan gradasi yang direncanakan berdasarkan material dari bin dingin

(cold bin).

- melakukan pengujian Marshall dan volumetric (VMA, VIM, VFA) untuk

mengetahui karakteristik dari campuran beraspal dengan kadar aspal yang

bervariasi.

- mengevaluasi hasil pengujian dan menentukan kadar aspal optimum dari

campuran.

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 83

Page 86: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

h. Melakukan percobaan campuran di unit pencampur aspal (AMP) dan

mengevaluasinya..

Jenis Campuran Beraspal Yang Digunakan

Dalam spesifikasi terdapat beberapa jenis campuran beraspal, yaitu Latasir (Lapis

Tipis Aspal Pasir), Lataston (Lapisan Tipis Aspal Beton) dan Laston (Lapis Aspal Beton),

dalam perencanaan campuran kerja harus disesuaikan dengan kebutuhan dari perkerasan

yang akan dipasang di lapangan. Penentuan jenis campuran beraspal yang digunakan dapat

mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

a. Lapis Tipis Aspal Pasir (Latasir, HRSS) kelas A dan B

Campuran ini dimaksudkan untuk jalan dengan lalu lintas ringan, terutama di daerah-

daerah dimana batu pecah sulit diperoleh, biasa digunakan untuk lapis permukaan.

Pemilihan Latasir kelas A dan B bergantung pada gradasi pasir yang digunakan.

Campuran Latasir biasanya memerlukan tambahan bahan pengisi untuk memenuhi sifat-

sifat campuran yang disyaratkan. Campuran jenis ini umumnya mempunyai daya

tahan yang relative rendah terhadap terjadinya alir, karena itu tidak dibenarkan dipasang

dengan lapisan yang tebal, pada jalan dengan lalu lintas berat atau pada daerah tanjakan.

b. Lapis Tipis Aspal Beton (Lataston, HRS)

Lataston mempunyai persyaratan kekuatan yang sama dengan tipikal yang

disyaratkan untuk aspal beton konvensional (Asphalt Concrete, AC) yang tidak

bergradasi menerus. Terdapat dua jenis campuran Lataston yaitu untuk lapis permukaan

(HRS-wearing course) dan Lataston untuk lapis pondasi (HRS-base).Ukuran maksimum

untuk masing-masing jenis-jenis campuran Lataston adalah 19 mm (3/4 inci). Perbedaan

keduanya adalah gradasi Lataston untuk lapis permukaan lebih halus dibandingkan

gradasi Lataston untuk lapis pondasi, yang akan menghasilkan Lataston untuk lapis

permukaan mempunyai tekstur yang lebih halus dibandingkan Lataston untuk lapis

pondasi Lataston sebaiknya digunakan pada jalan dengan lalu lintas ringan sampai sedang

(< 1.000.000 SST). Gradasi agregat harus benar-benar senjang.Untuk memperolehnya,

hampir selalu diperlukan gabungan antara pasir halus dengan batu pecah.

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 84

Page 87: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

c. Lapis Beton Aspal (Laston, AC)

Laston (AC) yang umum dikenal terdiri dari tiga yaitu AC-base, AC-WC1 (AC-

binder), dan AC-WC2 (AC-WC).Ukuran butir maksimum ketiganya adalah berturut-turut

1 ½ inchi, 1 inchi, dan ¾ inchi. Campuran Laston lebeih peka terhadap variasi kadar

aspal dan variasi gradasi agregat dibandingkan dengan campuran untuk Lataston. Laston

dapat digunakan untuk lapis permukaan, lapis antara dan lapis pondasi pada jalan dengan

lalu lintas ringan sampai lalu lintas berat.Perbedaan utama dari masing-masing

peruntukan tersebut adalah pada ukuran butir maksimum yang digunakan.Pemilihan

ukuran butir maksimum digunakan dengan rencana tebal penghamparan, tebal hamparan

padat minimum setebal 2 kali ukuran butir maksimum untuk menjamin tekstur

permukaan dan ikatan antar butir yang baik.Untuk lapis permukaan diperlukan tekstur

yang lebih rapat sehingga lebih kedap terhadap air dan memberi kekesatan yang cukup.

Pengujian Bahan Olahan

Yang dimaksud bahan olahan adalah campuran dari agregat dan aspal yang masing-

masing dipanaskan pada temperature tertentu baik berbentuk briket ataupun tidak.

i. Melakukan percobaan pemadatan dari lapangan dan membandingkannya dengan

kepadatan laboratorium serta mengevaluasinya.

j. Jika semua tahapan telah dilaksanakan dan telah memenuhi semua persyaratan, maka

formula akhir tersebut disebut Formula Campuran Kerja (FCK). Jika ada salah satu

persyaratan yang tidak terpenuhi maka langkah-langkah tersebut harus diulang.

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 85

Page 88: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Skema Pembuatan Formula Campuran Kerja (FCK)

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 86

Tidak

Tidak

Tidak

Tidak

Tidak

Perbaikan Gradasi Jika perlu ganti

bahan

Perbaikan alat atau ganti alat uji

Ganti Bahan

Perubahan gradasi atau penambahan

pasir pada proporsi yang diijinkan

Jika perlu atau jika terjadi banyak

overflow lakukan perubahan gradasi

Uji Coba Pencampuran di AMP untuk Melihat Kesuaian Operasional dengan Rencana (Sebelumnya Perikasa Kondisi AMP)

Pengesahan FCR menjadi FCK(Selesai)

Sesuai dengan Rencana

Campuran Beraspal Mudah Dipadatkan

Uji Coba Pemadatan dari Lapangan Untuk Menentukan Jumlah Lintasan Pemadatan

Penentuan Komposisi Tiap Bin Sesuai Gradasi Rencana, Selanjutnya Pembuatan FCR untuk Mengetahui Karakteristik Campuran. Hasil

yang Diperoleh Dievaluasi untuk Menentukan Kadar Aspal Optimum.

Kalibrasi Bukaan Bin Dingin dan Menentukan Bukaannya. Selanjutnya Pengambilan Contoh dari Gir Panas dan Diuji Gradasinya

Kesesuaian Karakteristik Campuran dengan Spesifikasi

Pembuatan FCR untuk Mengetahui Karakteristik Campuran dari Bin Dingin

Kesesuaian Peralatan dengan Standar Pengujian

Evaluasi Jenis Campuran dan Persyaratannya

Kesesuaian Mutu Bahan dengan Spesifikasi

Mulai

Page 89: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

a. Metode Sampling (Pengambilan Contoh)

Guna keperluan perencanaan campuran, jumlah agregat dan aspal yang mewakili

harus disiapkan dengan jumlah yang mencukupi untuk keperluan beberapa pengujian.

Sebagai petunjuk banyak bahan yang perlu disiapkan adalah sebagai berikut:

4 liter (1 gal) aspal keras

23 kg (50 lb) agregat kasar

23 kg (50 lb) agregat halus atau pasir

9 kg (20 lb) bahan pengisi jika diperlukan

Jumlah bahan tersebut mungkin perlu diperbanyak apabila diperkurakan bahwa hasil

kombinasi dari agregat memerlukan presentase yang lebih besar. Setiap bahan agar

diberi label yang menerangkan tentang antara lain asal contoh, lokasi proyek, dan nomor

kegiatan. Urutan pengujian agar direncanakan semestinya dan hendaknya semua

pengujian yang dipersyaratkan oleh spesifikasi telah diselesaikan sebelum perencanaan

campuran dilaksanakan.

Prosedur penyiapan bahan terdiri atas :

1. Pengeringan agregat hingga beratnya konstan;

2. Penyaringan agregat kering sesuai fraksi agregat yang diinginkan;

3. Penimbangan agregat untuk campuran;

4. Pemanasan agregat untuk campuran ke dalam oven;

5. Penempatan agregat untuk campuran pada alat pencampuran;

6. Tambahkan jumlah aspal ang sesuai pada agregat untuk pencampuran;

7. Campur agregat dan aspal bersama-sama.

b. Pengujian Marshall untuk Perencanaan Campuran

Prosedur pengujian didasarkan pada ASTM D 1559. Metode Marshall standar

diperuntukkan untuk perencanaan campuran beton aspal dengan ukuran agregat

maksimum 25 mm (1 inci) dan menggunakan aspal keras. Pengujian Marshall dimulai

dengan persiapan benda uji. Untuk keperluan ini perlu diperhatikan hal sebagai berikut:

1. Bahan yang digunakan masuk spesifikasi;

2. Kombinasi agregat memenuhi gradasi yang disyaratkan;

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 87

Page 90: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

3. Untuk keperluan analisa Voidmetric (density-voids), berat jenis bulk dari semua

agregat yang digunakan pada kombinasi agregat, dan berat jenis aspal keras harus

dihitung terlebih dahulu.

Ukuran benda uji adalah tinggi 64 mm (2 ½ inci) dan diameter 102 mm ( 4 inci) yang

dipersiapkan dengan menggunakan prosedur khusus untuk pemanasan, pencampuran dan

pemadatan campuran agregat dengan aspal. Dua prinsip penting pada perencanaan

campuran dengan pengujian Marshall adalah analisis volumetric dan analisa stabilitas

kelelehan (flor) dair benda uji padat.

Stabilitas benda uji adalah daya tahan beban maksimum benda uji pada temperature

60°C (140°F).Nilai kelelehan adalah perubahan bentuk suatu campuran beraspal yang

terjadi pada benda uji sejak tidak ada beban hingga beban maksimum yang diberikan

selama pengujian stabilitas.

Pada penentuan kadar aspal optimum utnuk suatu kombinasi agregat atau gradasi

tertentu dalam pengujian Marshall, perlu dipersiapkan suatu seri dari contoh uji dengan

interval kadar aspal yang berbeda sehinggga didapatkan suatu kurva lengkung yang

teratur. Pengujian agar direncanakan dengan dasar ½ % kenaikan kadar aspal dibawah

optimum. Secara garis besar penyiapan benda uji dan pengujian sebagai berikut:

1. Jumlah benda uji, minimum tiga buah untuk masing-masing kombinasi agregat dan

aspal;

2. Oven dalam kaleng (Loyang) agregat yang sudah terukur gradasi dan sifat mutu

lainnya, sampai temperature yang diinginkan;

3. Panaskan aspal terpisah sesuai panas yang diinginkan pula;

4. Cetakan dimasukkan dalam oven yang mempunyai temperature 93°C;

5. Campuran agregat dan aspal sampai merata;

6. Keluarkan dari oven cetakan dan siapkan untuk pengisian campuran, setelah

campuran dimasukkan ke dalam cetakan tusuk-tusuk dengan spatula 10 x bagian

tengah dan 15 x bagian tepi;

7. Tumbuk 2x75 kali, 2x50 kali atau 2x35 kali sesuai dengan beban penumbuknya;

8. Setelah kira-kira temperature hangat keluarkan benda uji dari cetakan dengan

menggunakan extruder;

9. Diamkan contoh selama 24 jam, kemudian periksa berat isinya;

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 88

Page 91: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

10. Rendam dalam waterbath yang mempunyai temperature 60°C selama 30 menit

lakukan pengujian Marshall untuk mengetahui stabilitas dan kelelehan;

11. Data yang diperoleh dalam pemeriksaan ini antara lain:

Stabilitas

Kelelehan (flow)

Metode Marshall standar diuraikan di atas diperuntukkan untuk perencanaan

campuran beton aspal dengan ukuran agregat maksimum 25 mm (1 inci) dan

menggunakan aspal keras.

Untuk ukuran butir maksimum lebih besar dari 25 mm (1 inci) digunakan prosedur

Marshall modifikasi.

Prosedur Marshall yang dimodifikasi pada dasarnya sama dengan metode Marshall

standar, namun karena campuran beraspal menggunakan ukuran butir maksimum yang

lebih besar maka digunakan diameter benda uji yang lebih besar pula, yaitu 15,24 cm (6

inci) dan tinggi 95,2 mm. Berat perlu penumbuk 10,2 kg (22 lb) dengan tinggi jatuh 457

mm (18 inci). Benda uji tipikal mempunyai berat sekitar 4 kg. Jumlah tumbukan untuk

Marshall modifikasi adalah 112 kali (untuk lalu lintas berat > 500.000 SST) dan 75 kali

tumbukan (untuk lalu lintas berat < 500.000 SST). Kriteria perencanaan harus diubah

dimana stabilitas minimum ditingkatkan 2,25 kali sedangkan kelelehan 1,5 kali dari

ukuran benda uji normal (d = 4 inci).

c. Berat isi benda uji padat

Setelah benda uji selesai, kemudian dikeluarkan dengan menggunakan extruder dan

didinginkan.Berat isi untuk benda uji harus ditentukan dengan melakukan beberapa kali

penimbangan seperti prosedur (ASTM D 1188). Secara garis besar adalah sebagai

berikut:

1. Timbang benda uji di udara;

2. Selimut benda uji dengan Parafin;

3. Timbang benda uji berparaffin di udara;

4. Timbang benda uji berparafin di dalam air.

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 89

Page 92: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Berat isi benda uji tidak harus atau bergradasi menerus dapat ditentukan

menggunakan benda uji jenuh kering permukaan (SSD) seperti prosedur ASTM D 2726.

Secara garis besar adalah sebagai berikut:

1. Timbang benda uji di udara;

2. Rendam benda uji di dalam air;

3. Timbang benda uji SSD di udara;

4. Timbang benda uji SSD di dalam air.

d. Pengujian Stabilitas dan Kelelehan (flow)

Setelah penentuan berat benda uji bulk dilaksanakan, pengujian stabilitas dan

kelelehan dilaksanakan dengan menggunakan alat uji sepertu diperlihatkan pada gambar.

Prosedur pengujian berdasarkan SNI 06-2489-1991, secara garis besar adalah sebagai

berikut:

1. Rendam benda uji pada temperature 60°C (140°F) selama 30-40 menit sebelum

pengujian;

2. Keringkan permukaan benda uji dan letakkan pada tempat yang tersedia pada alat

uji;

3. Stel dial pembacaan stabilitas dan kelelehan. Lakukan pengujian dengan kecepatan

deformasi konstan 51 mm (2 inci) per menit sampai terjatuh runtuh;

4. Catat besarnya stabilitas dan kelelehan yang terjadi pada dial.

e. Pengujian Volumetrik

Umum:

Tiga sifat dari benda uji campuran aspal panas ditentukan pada analisa rongga-

density. Sifat tersebut adalah:

1. Berat isi dan atau berat jenis benda uji padat;

2. Rongga dalam agregat mineral;

3. Rongga udara dalam campuran padat.

Dari berat contoh dan persentasi aspal dan agregat dan berat jenis masing-masing,

volume dari material yang bersangkuran dapat ditentukan.

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 90

Page 93: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Gambar Hubungan Volume dan Rongga-density Benda Uji

Campuran Aspal Panas Padat

Vmm : Volume tidak ada rongga udara dari campuran

Va : Volume rongga udara

Vb : Volume aspal

Vba : Volume aspal terabsorbsi agregat

Vbe : Volume aspal efektif

Vsb : Volume agregat (dengan berat jenis curah)

Vse : Volume agregat (dengan berat jenis efektif)

Wb : Berat aspal

Wt : Berat agregat

: Berat isi air 1,0 gr/cm³

: Berat jenis curah contoh campuran padat

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 91

Vmm

Vsb

Vma

Vmb

Vse

Va

Vma

Vba

Vbe

Agregat

Aspal

Udara

Page 94: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

% rongga = % Vma =

Density = = x

Rongga pada agregat mineral (Vmb) dinyatakan sebagai persen dari total volume

rongga dalam benda uji. Merupakan volume rongga dalam campuran yang tidak terisi agregat

dan aspal yang terserap agregat.

Rongga pada campuran, Va atau sering disebut Um, juga dinyatakan sebagai persen

dari total volume benda uji, merupakan volume pada campuran yang tidak terisi agregat dan

aspal.

Prosedur Untuk Menganalisis Campuran Beraspal Panas Padat

Prosedur ini berlaku untuk benda uji padat yang dibuat di laboratorium dan pada

contoh tidak terganggu yang diambil dari lapangan.Dengan menganalisa rongga udara dan

rongga pada mineral agregat, beberapa indikasi dari kinerja campuran aspal panas selama

masa pelayanan dapat diperkirakan.

Garis Besar Prosedur

Tahap analisa Campuran aspal Panas adalah sebagai berikut:

a) Uji berat jenis curah (bulk specific gravity) agregat kasar (AASHTO T85 atau

ASTM 127) dan agregat halus AASHTO T84 atau ASTM C 128)

b) Uji berat jenis aspal keras (AASHTO T228 atau ASTM D 70) dan bahan pengisi

(AASHTO T100 atau ASTM D 854)

c) Hitung berat jenis curah dari agregat kombinasi dalam campuran

d) Uji berat jenis maksimum campuran lepas (ASTM D 2041, AASHTO T 209)

e) Uji berat jenis campuran padat (ASTM D 1188 atau ASTM D 2726)

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 92

Page 95: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

f) Hitung berat jenis efektif agregat

g) Hitung absorbsi aspal dan agregat

h) Hitung persen rongga diantara mineral agregat (VMA) pada campuran padat

i) Hitung persen rongga udara (VIM) dalam campuran padat

j) Hitung persen rongga terisi aspal (VFB atau VFA) dalam campuran padat

Parameter dan Formula Perhitungan

Parameter dan formula untuk menganalisa campuran aspal adalah sebagai berikut:

a) Berat Jenis Curah Agregat

Pada total agregat yang terdiri dari beberapa fraksi agregat kasar, agregat halus, dan

pengisi yang masing-masing mempunyai berat jenis yang berlainan. Berat jenis curah

gabungan agregat ditentukan sebagai berikut:

Dengan Pengertian:

Gsb : Berat jenis curah total agregat

P1, P2, Pn : Persentase dalam beban agregat 1,2,n

G1, G2, Gn : Berat jenis curah agregat 1,2, n

Berat jenis curah bahan pengisi sukar ditentukan secara akurat, tetapi dengan

menggunakan berat jenis semu kesalahan umumnya kecil dan dapat diabaikan

b) Berat Jenis Efektif Agregat

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 93

Page 96: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Jika berdasarkan berat jenis maksimum campuran (Gmm). Berat jenis efektif agregat

dapat ditentukan dengan formula sebagai berikut:

Gse =

Dengan Pengertian:

Gse : Berat jenis efektif agregat

Pmm : Total campuran lepas, presentase terhadap berat total campuran = 100%

Pb : Aspal, persen dari berat total campuran

: Berat jenis maksimum campuran (tidak ada rongga udara), ASTM D 2041)

: Berat jenis aspal

Catatan : Volume aspal yang terserap agregat umumnya lebih kecil dari volume air yang

terserap. Besarnya berat jenis efektif agregat halus diantara berat jenis curah

dan semu agregat.

Berat jenis semu ( ) dihitung dengan formula:

Gsa =

Dengan pengertian:

Gsa : Berat jenis semu total agregat

P1, P2, Pn : Persentase dalam berat agregat 1,2, n

G1, G2, Gn : Berat jenis semu agregat 1,2, n

c) Berat Jenis Maksimum Dari Campuran Dengan Perbedaan Kadar Aspal

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 94

Page 97: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Pada perencanaan campuran dengan suatu agregat tertentu Berat jenis maksimum

Gmm, untuk kadar aspal yang berbeda diperlukan untuk menghitung persentase rongga

udara masing-masing kadar aspal. Berat jenis maksimum dapat dihitung dengan

persamaan sebagai berikut:

Gmm =

Dengan pengertian:

Gmm : Berat jenis maksimum campuran (tidak ada rongga udara)

Pmm : Campuran lepas total, persentase terhadap berat total campuran = 100%

Ps : Agregat, persen berat total campuran

Pb : Aspal, persen berat total campuran

Gse : Berat jenis efektif agregat

Gb : Berat jenis aspal

d) Penyerapan Aspal

Penyerapan aspal tidak dinyatakan dalam persentase berat total campuran tetapi

dinyatakan sebagai persentase berat agregat. Penyerapan aspal dapat dihitung dengan

persamaan sebagai berikut:

Pba =

Dengan pengertian:

Pba : Aspal yang terserap, persen berat agregat

Gse : Berat jenis efektif agregat

Gsb : Berat jenis curah agregat

Gb : Berat jenis aspal

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 95

Page 98: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

e) Kadar Aspal Efektif Campuran

Kadar aspal efektif campuran adalah aspal total dikurangi besarnya jumlah aspal yang

meresap ke dalam partikel agregat. Persamaan untuk perhitungan adalah sebagai berikut:

Pbe =

Dengan Pengertian:

Pbe : Kadar aspal efektif, persen berat total campuran

Ps : Agregat, persen berat total campuran

Pb : Aspal, persen berat total campuran

Pba : Aspal yang terserap, persen berat total campuran

f) Persen Vma pada campuran aspal panas padat

Rongga dalam mineral agregat, VMA adalah rongga antar partikel agregat pada

campuran padat termasuk rongga udara dan kadar aspal efektif, dinyatakan dalam persen

volume total. VMA dihitung berdasarkan berat jenis agregat curah (bulk) dan dinyatakan

dalam persentase dari volume curah campuran padat.

Jika komposisi campuran ditentukan sebagai persen berat dari campuran total, maka

VMA dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

VMA =

Dengan Pengertian:

Pb : Aspal, persen berat agregat

Gmb : Berat jenis curah campuran padat

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 96

Page 99: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Gsb : Berat jenis curah agregat

g) Perhitungan rongga udara dalam campuran padat

Rongga udara, Pa, dalam campuran padat terdiri atas ruang-ruang kecil antara partikel

agregat terselimuti aspal. Rongga udara dihitung persamaan sebagai berikut :

Pa = 100 (Gmm-Gmb) / Gmm

Dengan pengertian :

Pa : Rongga udara dalam campuran padat, persen dan total volume

Gmm : Berat jenis maksimum campuran (tidak ada rongga udara)

Gmb : Berat jenis curah campuran padat

h) Persen PVA (sering di sebut VFB) dalam campuran padat

Rongga udara terisi aspal, VFA, merupakan persentase rongga antar agregat partikel

(UMA) yang terisi aspal. VFA, tidak termasuk aspal yang terserap agregat, dihitung

dengan persamaan sebagai berikut :

VFA = 100 (WMA-Pa) / VMA

Dengan pengertian :

VFA : Rongga terisi aspal, persen dari VNA

VMA : Rongga dalam agregat mineral (persen volume curah)

Pa : Rongga udara dalam campuran padat, persen

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 97

Page 100: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Penyiapan Bahan

Di dalam membuat rencana campuran, diperlukan pertimbangan-pertimbangan :

a) Bahan agregat yang digunakan untuk membuat campuran rencana awal diambil dari

stockpile atau dari bin dingin. Khusus untuk ANP yang mempunya bin panas,

pembuatan PCR dilakukan dua tahap yaitu berdasarkan bahan dari bin dingin dan tahap

kedua berdasarkan bahan dari bin panas. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan agar

produksi campuran beraspal panas menjadi efisien dan efektif. Apabila pembuatan FCR

hanya dilakukan berdasarkan bahan dari bin panas akan menyebabkan aliran material

dari bin dingin tidak berimbang. Akibatnya terjadi pelimpahan material (over flow)atau

waktu yang diperlukan untuk menunggu di bin panas sampai gradasi yang direncanakan

terpenuhi terlalu lama. Aliran material yang tidak seragam dapat juga menyebabkan

temperatur campuran beraspal bervariasi.

b) Sebelum pekerjaan pembuatan campuran rencana dimulai di laboratorium 1 jumlah

agregat pecah dan pasir, sebaiknya sudah tersedia dilokasi pencampuran sekurang-

kurangnya untuk 1 bulan produksi. Hal ini untuk menjamin tidak adanya perubahan

gradasi dan sifat-sifat fisik, harus dilakukan pembuatan FCK baru berdasarkan gradasi

dan karakteristik agregat yang baru.

c) Dalam memilih sumber bahan agregat, perencana harus memperhitungkan penyerapan

agregat terhadap aspal. Karena itu diupayakan untuk menjamin bahwa agregat yang

digunakan adalah agregat dengan tingkat penyerapan air yang rendah sehingga aspal

yang terserap menjadi lebih kecil.

d) Agregat yang terdapat di pasaran dapat terdiri atas bebeapa maksi misalnya maksi kasar,

maksi sedang dan abu batu atau pasir alam. Pada umumnya maksi kasar dan sedang

dapat dikelompokkan sebagai agregat kasar, sementara abu atau pasir sebagai agregat

halus.

e) Agregat yang terdiri atas beberapa maksi sering disebut sebagai batu pecah 2/3, batu 1/2,

batu 1/1 pasir alam dan bahan pengisi (filler). Nama-nama tersebut biasanya hanya

digunakan sebagai nama bahan di lokasi penimbunan yang akan di pasok ke tempat

pekerjaan.

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 98

Page 101: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Terdapat ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi untuk bahan campuran aspal panas

sehingga diperoleh campuran rencana yang memenuhi persyaratan secara lebih rinci

diuraikan dalam spesifikas, ketentuan tersebut antara lain :

a. Agregat

Sebelum dilakukan perencanaan campuran beraspal, terlebih dahulu harus dilakukan

pengujian :

- Analisa saringan agregat halus dan kasar (SNI-03-1968-1990)

- Keausan terhadap abrasi dengan mesin Los Angeles (SNI-08-2417-1991)

- Pelekatan agregat terhadap aspal (SNI-03-2439-1991)

- Nilai setara pasir untuk agregat halus (Pa M -03-1996-03)

- Angularitas untuk agregat kasar dan agregat halus

- Dan lainnya sesuai dengan spesifikasi.

Setelah seluruh persyaratan terpenuhi barulah dilakukan pembuatan campuran

rencana, untuk terjaminnya persyaratan dapat terpenuhi perlu dipertimbangkan ketentuan-

ketentuan berikut :

1) Seluruh analisa saringan agregat termasuk bahan pengisi harus di uji dengan cara

basah untuk menjamin ketelitian proposi agregat.

2) Penentuan proporsi agregat dalam campuran agar sesuai dengan spesifikasi dapat

dimulai dengan pendekatan keadaan diantara titik kontrol atau pendekatan terhadap

tengah-tengah spesifikasi gradasi yang disyaratkan.

3) Perbedaan berat jenis antara agregat kasar dan agregat halus tidak boleh lebih dari

0,2. Bila terdapat perbedaan maka harus dilakukan koreksi sehingga target gradasi

yang terpenuh. Koreksi tersebut perlu dilakukan karena standar umum perbandingan

proporsi agregat adalah berdasarkan perbandingan berat bukan volume sehingga

nilai berat jenisnya harus berdekatan.

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 99

Page 102: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

4) Fraksi agregat kasar untuk perencanaan ini adalah agregat yang tertahan di atas

saringan 2,36 mm (no. 8). Sementara yang lolos disebut sebagai fraksi agregat halus.

5) Agregat halus dari masing-masing sumber harus terdiri atas pasir alam dan atau hasil

pemecah batu (stone crusher).

6) Agregat halus hasil pemecah batu dan pasir alam harus ditimbun dalam cadangan

terpisah dari agregat kasar serta dilindungi terhadap hujan dan pengaruh air lainnya.

7) Bahan pengisi harus terdiri atas bahan yang lolos saringan ukuran 0,28 mm atau no.

50. Bahan yang lolos saringan tersebut paling sedikit 95 %.

8) Bahan pengisi harus kering dan bebas dari gumpalan-gumpalan lempung / lanau, dan

bila diuji dengan cara basah sesuai dengan SNI 03-3416-1994 harus tidak kurang

dari 75% (dianjurkan tidak kurang dari 85%) lolos saringan 0,075 mm.

9) Kapur tohor dapat digunakan sebagai bahan pengisi dengan proporsi maksimum 1%

terhadap berat total campuran.

b. Aspal Keras

Sebelum dilakukan perencanaan campuran beraspal, terlebih dahulu harus dilakukan

pengujian :

Penetrasi (SNI 06-2456-1991)

Titik lembek (SNI 06-2434-1991)

Daktilitas (SNI 06-2432-1991)

Titik nyala (AASHTO T 73-89)

Kelekatan terhadap agregat (SNI 03-2439-1991)

Kehilangan berat (SNI 06-2440-1991)

Dan lainnya sesuai dengan spesifikasi

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 100

Page 103: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Setelah seluruh persyaratan terpenuhi barulah dilakukan pembuatan campuran

rencana. Untuk persyaratan dapat terpenuhi, perlu dipertimbangkan ketentuan-ketentuan

berikut :

a) Untuk daerah dengan suhu udara tahunan rata-rata lebih besar dari 24oC maka aspal

yang digunakan harus dari jenis aspal keras pen 40 atau pen 60 yang telah

memenuhi persyaratan dalam spesifikasi. Khusus untuk daerah dengan suhu udara

tahunan rata-rata kurang dari 24oC dapat digunakan aspal keras pen 80.

b) Pengambilan contoh aspal harus dilaksanakan sesuai dengan AASHTO T 40.

c) Aspal dalam keadaan curah di dalam truk tangki tidak boleh dialirkan ke dalam

penyimpan aspal di unit pencampur aspal (AMP) sebelum hasil pengujian contoh

pertama memenuhi persyaratan.

d) Aspal yang diperoleh hasil ekstraksi benda uji pada rencana campuran kerja harus

mempunyai nilai penetrasi tidak kurang dari 55 % nilai penetrasi aspal keras

sebelum pencampuran, dan nilai daktilitas min 40 cm.

e) Bahan tambah untuk memperbaiki sifat-sifat fisik aspal apabila diperlukan harus

memeperoleh persetujuan instansi yang berwenang.

Untuk perencanaan campuran, diperlukan sejumlah besar contoh agregat dan aspal

yang cukup untuk memenuhi sejumlah pengujian laboratorium. Jumlah kebutuhan masing-

masing bahan yang harus disiapkan adalah seperti diperlihatkan pada tabel :

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 101

Page 104: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

No. Uraian

Jumlah contoh (ukuran

butir nominal campuran

<25,4 mm)

Jumlah contoh (ukuran

nominal campuran ≥

25,4 mm)

1 Aspal 41 liter 20 liter

2 Agregat Kasar 25 kg 100 kg

3 Agregat Halus 25 kg 100 kg

4 Pasir (bila diperlukan) 15 kg 50 kg

5 Bahan Pengisi (bila perlu) 10 kg 40 kg

Penyiapan Peralatan

Peralatan untuk perencanaan campuran di laboratorium meliputi antara lain alat untuk

mengambil contoh bahan, timbangan, oven, alat pencampur dan alat bantu lainnya. Peralatan

utama untuk perencanaan campuran dengan pendekatan kepadatan mutlak memerlukan

peralatan kepadatan mutlak ( BS 594-941). Untuk campuran beraspal yang menggunakan

agregat dengan ukuran butir maksimum lebih dari 25 mm (1 inci) diperlukan peralatan untuk

pengujian Marshall modifikasi. Pengujian Marshall modifikasi menggunakan ukuran contoh

uji berdiamter 6 inci bukan 4 inci seperti biasanya.

Untuk melaksanakan perencanaan campuran, maka peralatan untuk pengujian dari

laboratorium harus sudah di kalibrasi.Dimensi dari masing-masing alat uji harus sesuai

dengan persyaratan. Sering dijumpai tinggi jatuh penumbuk Marshall yang tidak sesuai atau

dudukannya bergoyang sehingga kepadatan yang dihasilkan tidak sama dengan yang

semestinya.

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 102

Page 105: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Pembuatan FCR berdasarkan agregat dari gusi dingin

Pembuatan rancangan campuran harus mengikuti ketentuan spesifikasi untuk

menjamin agar anggapan-anggapan perencanaan mengenai kadar aspal, rongga udara,

stabilitas, ketentuan, dan keawetan dapat dipenuhi.

Untuk perencanaan campuran beraspal panas dengan kepadatan mutlak dapat dilakukan

dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a) Lakukanpemilihangradasiagregatcampurandanlakukanpenggabunganbeberapafraksia

gregat.

b) Lakukanperkiraankadaraspalrencana (pb) daripersamaan:

Pb= 0,035 (% CA + 0,045 %FA + 0,18 %FF ) + konstanta

Denganpengertian:

Pb = kadaraspalrencanaawal

CA= agregatkasar

FA=agregathalus

FF=bahanpengisi (bilaperlu)

Konstanta dengan nilai antara 0,5-1,0 untuk campuran lastondan 2,0-3,0 untuk laston.

c) Lakukan percobaaan uji marshall sesuai sni06-2489-1991 sehingga diperoleh hasil

sesuai persyaratan dengan ketentuan: Buat campuran pada kadar aspal di atas dan dua

kadar di bawah nilai 5% dan buat percobaan masing-masing 0,5%.

d) Jika hasil perhitungan diperoleh 5,7% makadibulaktanmenjadi 5,5 % dan buat contoh

uji pada kadar aspal 5,5%, 6%, 6,5% dan 7% serta pada kadar aspal 5% dan 4,5%.

e) Lakukan pengujian dengan alat marshall sesuai SNI 06.2489 1991 untuk memperoleh

stabilitas, kelelehan, hasilbagi Marshall persentase seabilitas sisa setelah perendaman.

Pada umumnya prosedur dapat digambarkan mulai dari penimbangan bahan,

pemanasan bahan di dalam oven, penambahan aspal kedalam agregat yang telah

dipanaskan dan pengadukan campuran agregat dan aspal dalam alat pencampur

mekanis atau manual.

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 103

Page 106: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

f) Secara parallel, lakukan pengujian untuk memperoleh berat jenis maksimum

campuran (Gmm) pada kadar aspal tertentu dengan metode AASHTO T209 dan

hitung dengan menggunakan persamaan berat jenis efektif agregat pada kadar aspal

lainnya. Kemudian hitung besaranVolumetrik dari campuran, seperti rongga di antara

mineral agregat (VMA) dan ronggga dalam campuran (VIM) dan rongga terisi aspal

(UFA).

g) Untuk mencari nilai VIM pada kepadatan mutlak, buat tiga contoh uji tambahan

dengan kadar aspal, satu kadar aspal pada VIM 6% (jika persyaratan VIM pada

kepadatan mutlak minimum 3%) dan dua kadar aspal terdekat yang memberikan VIM

di atasdan di bawah 6% dengan perbedaan kadar aspal masing-masing 0,5%.

Padatkan sampai mencapai kepadatan mutlak.

h) Gambarkangrafikhubunganantarakadaraspaldenganhasilpengujian:

- Kepadatan

- Stabilitas

- Kelelehan

- VMA

- UFA

- VIM darihasilpengujianmarshall

- VIM daripengujiankepadatanmutlak. Percentage refusal density (DRD)

- Nilai VIM inisebaiknya berkiasar2-3% dibawahnilai VIM marshall.

i) Untuk masing-masing parameter yang tercantum dalam persyaratan campuran

gambarkan batas-batas spesifikasi ke dalam grafik dan tentukan rentang kadar aspal

yang memenuhi persyaratan.

j) Pada grafik tersebut gambarkan rentang kadar aspal yang memenuh persyaratan

sesuai spesifikasi.

k) Periksa kadar aspal rencana yang diperoleh, biasanya berada dekat dengan titik

tengan dari rentang kadar aspal yang memenuhi seluruh persyaratan.

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 104

Page 107: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

l) Pastikan bahwa campuran memenuhi seluruh kriteria dalam persyaratan spesifikasi.

m) Pastikan rentang kadar aspal campuran yang memenuhi seluruh kriteria harus

melebihi 0,6 % sehinggan memenuhi toleransi produksi yang cukup realistis

(toleransi penyimpangan kadar aspal selama pelaksanaan adalah ± 0,3 % ).

Penggabungan Agregat

Kombinasi gradasi agregat campuran dinyatakan dalam persen berat agregat harus

memenuhi batas-batas gradasi agregat seperti tercantum dalam spesifikasi.Hubungan antara

persen lolos saringan dan ukuran butir agregat dalam skala algoritma kemudian digambarkan.

Dalam memilih gradasi agregat gabungan , kecuali untuk gradasi Latasir dan

Latasion, dikenal silsilah kurva Fuller, tidak kontrol gradasi dan gradasi Zone terbatas (Zona

yang dibatasi).

Untuk mendapatkan gradasi agregat campuran yang diinginkan, tentukan gradasi agregat

yang cocok dengan memilih persentase yang sesuai dari masing-masing fraksi agregat.

Berikut ini diberikan petunjuk cara pencampuran beberapa fraksi agregat untuk mendapatkan

agregat yang diinginkan dengan rencana campuran yang berbeda.

a. Campuran Lataston.

Untuk jenis Lataston, semakin halus gradasi (mendekati batas atas). Maka rongga

dalam mineral agregat (UMA) akan makin besar . Pasir halus yang dikombinasi dengan

batu pecah harus mempunyai bahan yang lolos saringan No. 8 (2,36 mm) dan tertahan

pada saringan No. 100 (600 mikron) sesedikit mungkin. Hal ini sangat penting karena

bahan yang “senjang” harus tidak lebih dari batas yang diberikan, yaitu disyaratkan agar

minimum 80% dari agregat yang lolos 2,36 mm harus lolos juga pada saringan 0,600

mm. Jika jumlah bahan tersebut lebih besar dari yang ditentukan dalam kondisi

“senjang” maka UMA akan terlalu rendah sehingga campuran sulit mencapai UMA yang

diinginkan.

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 105

Page 108: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

b. Campuran Laston.

Campuran Laston dapat dibuat mendekati batas atas titik control gradasi atau di atas

kurva Fuller, tetapi hal ini sulit untuk mencapai UMA yang diisyaratkan. Karena itu

lebih baik dari gradasi diarahkan memotong kurva Fuller mendekati saringan No. 4 (4,75

mm).

Gradasi agregat gabungan dengan menggunakan spesifikasi campuran beraspal panas

dengan kepadatan harus memenuhi gradasi seperti diisyaratkan dalam spesifikasi.

Penggabungan gradasi agregat dalam campuran rencana dapat dilakukan dengan dua

cara yaitu cara analitis dan grafis.

Penggabungan agregat dengan cara analitis

Kombinasi agregat dari beberapa farksi dapat digabungkan dengan persamaan dasar

P = Aa + Bb + Cc + …….

Dengan pengertian

P : Persen lolos agregat campuran dengan ukuran tertentu

A, B, C : Persen lolos agregat pada saringan masing-masing ukuran

A, b, c : Proporsi masing-masing agregat yang digunakan dengan jumlah total 100%

Persen kombinasi masing-masing ukuran agregat harus mendekati persen yang

diperlukan untuk kombinasi agregat. Gradasi agregat tidak boleh keluar dari titik control

atau batas gradasi yang diisyaratkan dan sedapat mungkin harus berada di antara titik-

titik control gradasi (tidak perlu di tngah-tengah batas gradasi tersebut tidak memotong

zona terbatas).

Dari kombinasi beberapa fraksi agregat, maka akan hanya ditemukan satu gradasi

agregat yang optimum, yang mendekati gradasi yang diinginkan. Bila ditemui kesulitan

mendapatkan gradasi yang diinginkan maka dapat dipilih gradasi lain yang khusus atau

sesuai dengan keadaan gradasi agregat setempat, asalkan dapat memenuhi criteria sifat

campuran yang diisyaratkan.

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 106

Page 109: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Persamaan dasar di atas dapat digunakan untuk penggabungan beberapa fraksi

agregat, diantaranya:

Rumus dasar penggabungan gradasi dari dua jenis fraksi agregat

P = Aa + Bb

Untuk a + b – 1 ; maka a = 1 – b

Dengan pengertian

P = Persen lolos agregat campuran dengan ukuran tertentu

A, B = Persen bahan yang lolos saringan masing-masing ukuran

A, b = Proporsi masing-masing agregat yang digunakan, jumlah total 100%

Menggunakan persamaan di atas dapat dihitung

b = atau a =

Contoh penggunaan :

Apabila terdapat dua fraksi agregat yaitu agregat kasar dan halus yang harus digabung

sehingga memenuhi spesifikasi gradasi yang telah ditentukan.Dengan menggunakan

persamaan di atas dapat diperoleh nilai a dan b sehingga dapat ditentukan ukuran butir yang

lainnya.Tabel di bawah ini menunjukkan perhitungan dari penggabungan dan spesifikasi

gradasi yang ditentukan.

1) Periksa gradasi yang memberikan indikasi dapat menyumbang bahan ukuran 2,36 mm

(pada ukuran engah spesifikasi agregat gabungan) yang paling banyak. Dari table 19

diperoleh nilai tengah titik control pada saringan 2,36 adalah 43%, dan prosentase

agregat yang lolos pada saringan itu, agregat kasar A = 10% dan agregat halus B = 82

2) Hitung proporsi b dengan persamaan berikut :

b =

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 107

Page 110: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Dimana P = 43, A = 10 dan B = 82

Diperoleh

b = 46% merupakan proporsi agregat halus dalam campuran

a = 100% - 46% = 54% merupakan proporsi agregat kasar dalam campuran

Dengan proporsi campuran tersebut ternyata gradasi gabungan menyinggung

zone terbatas oleh karena itu denagn cara coba-coba beberapa kali diperoleh nilai

yang memenuhi syarat adalah b =32% dan a = 68%

Contoh Perhitungan Penggabungan Gradasi Tiga Fraksi Agregat

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 108

Page 111: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Penggabungan Gradasi Agregat Dengan Cara Grafis

a. Cara Grafis Dengan Kotak Bujur Sangkar

1. 2 (dua) Fraksi Agregat

Tahapan penggabungan gradasi agregat dengan cara grafis dengan kotak bujur

sangkar untuk 2 fraksi agregat adalah sebagai berikut :

Buat kotak grafik dengan panjang sisi yang sama (lihat gambar)

Tandai kedua garis vertical menjadi 10 angka dengan perbedaan 10, masing –

masing dimulai dari 0 – 100 dan dimuali dari bawah ke atas. Bagian kiri untuk

persen lolos saringan agregat A dan bagian kanan untuk agregat A. Tandai

kedua garis mendatar manjadi 10 angka dengan perbedaan 10. Gradasi bawah

dimulai 0 s/d 100 dan dimulai dari kiri ke kanan, selanjutnya digunakan untuk

mendapatkan persentase agregat B.

Plotkan masing-masing ukuran bergradasi agregat A berupa titik-titik pada

garis vertikal bagian kanan dan agregat B pada garis vertikal bagian kiri.

Hubungkan titik-titik yang mampunyai ukuran sama, dengan membuat garis

lurus diantara kedua titik tersebut kemudian beri tanda sesuai dengan ukuran

saringannya diatas garis tersebut.

Tandai batas gradasi asing-masing ukuran pada garis-garis tersebut kemudian

ditebalkan.

Proporsi antara agregat A dan agregat B diwakili oleh kedua garis vertikal

yang menghubungakan garis tebal untuk seluruh ukuran agregat. Dari kedua

garis tersebut dapat diketahui proporsi agregat A antara 50% dan 70% atau

tengah-tengahnya 60%. Sedang agregat B antara 50% dan 30% atau tengah-

tengahnya 40%. Dari garis ini pula dapat dilihat ukuran 15 mikron dan 9,5mm

sangat menentukan rentang kombinasi agregat yang diperoleh.

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 109

Page 112: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Ambil proporsi agregat A dan B yang masih dalam rentang diatas kemudian

digambarkan jika masih memotong zona terbatas atau diinginkan tekstur kasar

atau halus maka proporsi tersebut dapat diubah dengan cara coba-coba.

2. Tiga Fraksi Agregat

Tahapan gabungan gradasi agregat dengan cara grafis dengan kotak bujur sangkar

untuk 3 fraksi agregat adalah sebagai berikut :

Buat kotak dengan panjang sisi dan sekala yang sama

Tandai kedua garis vertikal menjadi 10 angka dengan perbedaan 10, masing-

masing dimulai dari 0 sampai 100 dan dimulai dari bawah keatas. Selanjutnya

akan digunakan dengan mencantumkan fraksi yang lolos saringan 75 mikron,

Tandai kedua garis mendatar menjadi 10 bagian dengan perbedaan 10. Garis

bawah dimulai dari 0 sampai 100 dan dimulai dari kiri ke kanan, selanjutnya

digunakan untuk mencantumkan bahan yang tertahan dari atas saringan 2,36

mm.

Plotkan masing-masing ukuran gradasi agregat dengan menggunakan ukuran-

ukuran agregat diatas.

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 110

Page 113: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Titik A sebagai agregat kasar tertahan diatas saringan 2,36mm sebanyak 82%

atau terahan saringan 2,36mm sebesar 100 – 82 = 18% dan lolos saringan 75

mikrin sebesar 9,2%. Plotkan titik B. Koordinat titik B adalah (18 ; 9,2)

Titik C sebagai agregat halus 2 (dua) atau bahan pengisi yang lolos saringan

75 mikron sebesar 82% plotkan pada garis kiri. Koordinat titik C adalah pada

(0 ; 82)

Titik S sebagai titik yang mewakili tengah-tengah titik control gradasi dengan

ukuran tertahan ukuran saringan 2,36mm dan lolos saringan 75 mikron sebesar

100% - 43% = 57% dan lolos saringan 75 mikron sebesar 6%. Koordinat titik

S adalah (57 ; 6).

Tarik garis antara titik A dan S kemudian garis antara titik B dan C. Garis AS

diperpanjang sehingga memotong BC pada titik W. Ukur koordinat B’,

Koordinat titik B’ adalah (17 ; 13,2)

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 111

Page 114: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Ukur panjang masing – masing segmen garis dengan menggunakan persentase

antara titik terminal.

Hitung persentase agregat yang diperlukan untuk campuran dengan

persamaan:

Plotkan gradasi gabungan dengan perbandingan diatas, jika masih memotong

zona terbatas maka lakukan perobahan dengan cara coba-coba.

b. Cara Grafis Dengan Diagonal

1. 2 (dua) fraksi Agregat

Tahapan penggabungan gradasi agregat cara grafis dengan diagonal untuk 2 fraksi

agregat adalah sebagai berikut:

Buat kotak grafik dengan perbandingan panjang dan lebar 2 : 1 seperti yang

diperlihatkan pada gambar.

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 112

Page 115: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Pengujian Marshall dan Udumetrik

Setelah Gradasi agregat ditentukan selanjutnya adalah pembuatan contoh uji dan

pengujian di laboratorium. Tipikal formulir diperlihatkan pada Tabel 21 dan tipikal bentuk

kurva diperlihatkan pada gambar di bawah ini :

Bagi sumbu vertikal menjadi 100 bagian dengan rentang 10 bagian, dari 0 sampai 100

dalam satuan persen. Tandai sumbu vertikal sebagai persen lolos saringan.

Tarik garis diagonal antar titik 0 sebelah kiri ke sudut kanan atas.

Plotkan titik-titik yang menunjukkan tengah titik kontrol gradasi yang disyaratkan

sesuai dengan persen lolos masing-masing bahan.

Tarik garis dari titik-titik dari atas tegak lurus sejajar dengan garis tepi.

Cantumkan masing-masing ukuran butir dibawah ujung garis vertikal pada

perpotongannya dengan batas horizontal kotak bagian bawah.

Plotkan gradasi agregat fraksi A, B dan C masing-masing sesuai dengan persentase

lolos dan hubungkan titik-titik tersebut

Tarik garis S yang memotong garis fraksi A dan B sama panjang pada bagian atas dan

bawah dari kotak (X1 = X2).

Beri tanda perpotongan garis 5 dengan diagonal sebagai titik R.

Ulangi penarikan garis sehingga jarak antara perpotongan garis dengan fraksi gradasi

A (Y1) sama panjang dengan jumlah jarak yang memotong fraksi gradasi B dan fraksi

gradasi C, sehingga Y1 = Y2 + Y3 ; karena Y3 = 0 maka Y1 = Y2, Tandai titik

perpotongan antara garis diagonal dengan garis ABC tersebut sebagai titik S.

Tarik garis horizontal dari titik R dan S masing-masing kesebelah kiri sehingga

memotong tepi kotak di R’ dan S’.

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 113

Page 116: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Proposi fraksi agregat A dan B dapat ditentukan dengan melihat bagian atas, di

peroleh proporsi fraksi agregat B = 43 % dan bagian bawah sebaagai proporsi fraksi

agregat C = 7 %.

Periksa apakah proporsi yang diperoleh tersebut sudah benar ata tidak dengan cara

perhitungkan dan persyaratan. Jika tidak proporsi diubah kembali dengan cara coba-

coba.

3) Lebih dari 3 fraksi agregat.

Untuk penggabungan lebih dari 3 fraksi agregat akan lebih mudah menggunakan

spreadsheet dimana masing-masing gradasi fraksi agregat dievaluasi terlebih dahulu dengan

cara menggambarkan pada grafik pembagian butir, yang dilanjutkan dengan cara seperti pada

2.Evaluasi Hasil Pengujian

a) Evaluasi nila VMA

Rongga air diantara mineral atau struktur agregat (VMA) satu campuran beraspal

yang telah di padatkan adalah volume rongga yang terdapat diantara partikel agregat suatu

campuran beraspal yang telah dipadatkan, yaitu rongga udara dan volume kadar aspal efektif,

yang dinyatakan dalam persen terhadap volume total benda uji. Volume agegat dihitung dari

berat jenis bulk (bukan berat jenis efektif atau berat jenis nyata).

Batas minimum VMA tergantung pada ukuran maksimum agregat yang digunakan.

Hubungan antara kadar aspal dengan VMA pada umumnya membentuk cekungan dengan

satu nilai minimum. Kemudian naik lagi dengan naiknya kadar aspal. Ada beberapa hal

pokok yang pelu diperhatikan untuk memilih gradasi campuran berdasarkan grafik hubungan

antara kenaikan kadar aspal dengan VMA sebagai berikut:

- Kurva seperti ditunjukkan pada gambar adalah bentuk kurva UMA dari campuran

yang benar. Daerah sebelah kiri nilai VMA minimum disebut sisi kering (dry side),

sementara daerah sebelh kanan disebut sisi basah (wet side).

- Bila didapatkan kurva seperti ini, kadar aspal ditentukan pada titik minimum pada

kurva atau digeser sedikit kekiri dan pada daerah kering (dry side) dari kurva tersebut.

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 114

Page 117: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Usahakan untuk menghindari daerah berkadar aspal di atas titik minimum VMA (wet

side). Rongga udara diantara agregat pada daerah basah tersebut membesar (kurva

naik) karena bagian agregat telah terdorong oleh aspal. Oleh sebab itu, walaupun

daerah tersebut memberikan VMA seperti persyaratan tetapi kadar aspal pada daerah

tersebut cenderung akan menyebabkan terjadinya pelelehan (bleeding) atau deformasi

plastis. Pada daerah ini aspal cenderung berfungsi sebagai pelumas. Sementara

pemilihan kadar aspal yang terlalu ke kiri (arah dry slide) akan menyebabkan

campuran tersebut retan terhadap retak atau pelepasan butir (dientegrasi).

- Kurva seperti ditunjukan pada gambar di bawah ini garis hubungan memotong dan

mempunyai nilai minimum yang berada di bawah batas minimum VMA.

- Bila di dapat kurva seperti ini, maka VMA yang terjadi akan relative kecil sehingga

dikhawatirkan akan mempunyai VIM di bawah batas minimum pula.Gradasi

campuran akan sangat peka terhadap perubahan kadar aspal sehingga kadar aspal ke

sebelah kiri maka campuran akan terlalu kering dan rongga udara akan terlalu tinggi

sehingga akan rentan terhadap retak dan desintegrasi. Bila kadar aspal lebih tinggi (ke

sebelah kanan) maka akan pelelehan dekramasi plastis. Pada kondisi seperti ini maka

gradasi harus di ubah dan menjauhi kurva fuller untuk memperoleh VMA yang lebih

tinggi.

- Kurva seperti gambar di bawah ini, seluruh kurva hubungan berada di bawah nilai

minimum VMA. Bila kurva terjadi maka tidak akan tercapai nilai VMA, VFA dan

VIM yang minimum sehingga perlu mengganti gradasi lain untuk mengganti sumber

agregat yang digunakan.

- Bila garis hubungan tidak mempunyai nilai minimum tetapi berada di atas batas

minimum, maka tanba contoh uji dengan menambah kadar aspal sehingga terbentuk

garis hubungan yang memadai di atas batas minimum VMA. Lihat gambar

berikutnya.

b). Pengaruh Rongga Udara (VIM)

VIM adalah volume tebal udara yang berada di antara partikel agregat yang

terselimuti aspal dalam suatu campuran yang telah dipadatkan, dinyatakan dengan persen

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 115

Page 118: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

volume bulk suatu campuran.Rongga udara (VIM) stelah selesai di padatkan idealnya adalah

8%. Rongga udara yang kurang dari 8% akan rentan terhadap pelelehan, alir, deformasi

plastis. Sementara VIM setelah selesai pemadatan yang jauh dari 8% akan rentan terhadap

retak dan pelepasan butir (desintegrasi). Untuk mencari nilai lapangan tersbut dalam

spesifikasi, nilai VIM rencana dibatasi pada interval 3% sampai 6%.Dengan kepadatan

lapangan dibatasi minimum 98%.

Hasil penelitain di jalan-jalan utama (lalu lintas berat) di luar pulau Jawa

menunjukan perkerasan laston yang mempunyai nilai VIM lapangan di atas 10% umumnya

sudah menampakan indikasi awal terjadinya retak. Sementara perkerasan yang mulai

menampakan indikasi awal terjadinya deformasi plastis umumnya sudah mempunyai VIM

lapangan di bawah 3%.

Tujuan perencanaan VIM adalah untuk membatasi penyesuaian kadar aspal rencana

pada kondisi VIM mencapai tengah-tengah rentang spesifikasi, atau dalam hal khusus agar

mendekati batas terendah rentang yang disyaratkan serta agar campuran mendekati

kesesuaian dengan hasil uji di laboratorium.

c). Pengaruh Rongga Terisi Aspal (VFA atau VFB).

VFA adalah bagian dari rongga yang berada di antara mineral agregat (VMA) yang

terisi oleh aspal efektif, dinytakan dalam persen.

Kriteria VFA bertujuan menjaga keawetan campuran beraspal dengn memberi

batasan yang cukup. Pada gradasi yang sama, semakin tinggi nilai VFA makin banyak kadar

aspal campuran tersebut. Sehingga kriteria VFA dapat menggantikan kriteria kadar aspal dan

tebal lapisan tilm aspal (asphalt tilm thickness).

VFA, VMA dan VIM saling berhubungan karena itu bila dua di antaranya diketahui

maka dapat mengevaluasi yang lainnnya. Kriteria VFA menyediakan tambahan faktor

keamanan dalam merancanakan dan melaksanakan campuran beraspal panas.

Karena perubahan dapat terjadi antara tahap perencanaan dan pelaksanaan, maka

kesalahan-kesalahan dapat ditampung dengan memperlebar rentang yang dapat diterima.

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 116

Page 119: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

d). Evaluasi Pengaruh Pemadatan.

Pada kadar aspal yang sama, maka usaha pemadatan yang lebih tinggi akan

mengakibatkan rongga udara (VIM) dan rongga di antara mineral agregat (VMA).

Bila kadar aspal campuran rencana yang dipadatkan sebanyak 2x50 tumbukan

diambil di sebelah kiri VMA terendah, tapi lalu lintas ternyata termasuk kategori lalu lintas

berat (yang mana seharusnya dipadatkan sebanyak 2x75 tumbukan), maka akibat pemadatan

oleh lalu lintas, keadaan kadar aspal yang sebenarnya akan menjadi lebih tinggi. Akibatnya

perkerasan akan mengalami alur plastis.

Sebaliknya bila campuran dirancang untuk 2x75 tumbukan tetapi ternyata lalu lintas

cenderung rendah, maka rongga udara akhir akan lebih tinggi sehingga air dan udara akan

mudah masuk. Akibatnya campuran akan cepat mengeras, rapuh dan mudah terjadi retak

serta adesivitas aspal berkurang yang dapat menyebabkan pelepasan butir atau pengelupasan.

Karena itu maka usaha pemadatan yang direncanakan di laboratorium harus di pilih yang

menggambarkan keadaan lalu lintas di lapangan.

TEORI TAMBAHAN

Konstruksi perkerasan jalan lentur merupakan campuran antara aspal dengan

agregat.Campuran aspal dan agregat ini lebih dikenal dengan campuran beraspal dan juga

campuran beton aspal.Aspal dalam campuran bersifat sebagai perekat dan pengisi, sedangkan

agregat berfungsi sebagai tulangan struktur perkerasan.Agak sulit untuk melakukan

klasifikasi yangcukup tegas terhadap jenis – jenis aspal / campuran yang ada.Tidak sedikit

campuran terkait perkerasannya sdan juga jenis campuran yang tergantung pada fungsinya.

Beberapa jenis campuran dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Berdasarkan fungsi campuran pada struktur perkerasan

Lapisan pondasi

Lapisan permukaan

Lapisan aus

Lapiosan tertutup

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 117

Page 120: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

b. Berdaskan kemampuan mendistribusikan beban

Campuran yang memiliki nilai struktural

Campuran yang tidak memuiliki nilai struktural

c. Berdasarkan metode konstruksinya

Metode segregasi

Metode pracampur, yang terbagi atas campuran panas ( Hot Mix ), campuran hangat

( Warm Mix ) dan campuran dingin ( Cold Mix ).

Berikut beberapa jenis campuran yang cukup dikenal di Indonesia:

a. Lapen ( Lapis Penetrasi Makadam )

Campuran antara agregat dan aspal yang terdiri dari agregat pokok dan agregat

pengunci dengan gradasi terbuka dan seragam yang diikat dengan aspal dengan cara

disemprotkan diatas dan dipadatkan lapis demi lapis.

Biasa digunakan sebagai lapis pondasi dan lapis pwermukaan.Jika digunakan sebagai

lapis permukaan, maka perlu diberi lapisan penutup, yang merupakan leburanb aspal dengan

agregat penutup.

Campuran ini mempunyai sifat kurang kedapair, kekuatan utama terletak pada sifat

saling interlocking antara batuan pokok dengan batuan pengunci, memiliki nilai struktural,

cukup kenyal dan memiliki permukaan yang kasar.Dapat digunakan untuk perkerasan lama

dan baru serta lalu lintas ringan dan sedang. Campuran ini termasuk jenis segresi, yaitu

proses pencampuran dilakukan pada saat pengahamparan.

b. Latastirn ( Lapis Tipis Aspal Pasir )

Campuran yamng memiliki / terdiri dari aspal dan pasir bergradasi menerus yang

dicampurkan pada suhu minimum 120º C dan dipadatkan pada suhu minimum 120º C dan

dipadatkan pada suhu 90º C - 110º C. Berfungsi sebagai lapis penutup, lapisan aus

memberikan permukaan jalan yang rata dan licin. Campuran ini merupakan bentuk campuran

pra campur dengan campuran panas.

c. Buras ( Leburan Aspal )

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 118

Page 121: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Campuran yang terdiri dari aspal leburan pasir dengan ukuran maksimum 3/8,

berfungsi sebagai lapisan penutup menjaga permukaan agar tidak berdebu, kedap air, tidak

licin dan mencegah lepasnya butir halus, termasuk konstruksi segresi.

d. Burtu (Leburan Aspal Satu Lapis )

Campuran ini sama dengan buras,tetapi leburan ini satu lapis agregat bergradasi

seragam dengan tebal maksimum 20 mm. Berfungsi menjaga permukaan agar tidak berdebu,

mencegah air masuk dan memperbaiki tekstur permukaan, digunakan pada jalan yang belum

atau sudah beraspal yang sudah stabil, mulai retak atau mengalami degradasi dan dapat

digunakan sampai lalu lintas berat.

e. Burda ( Leburan Aspal Dua Lapis )

Burda ini merupakan p[engembangan dari Burtu, dimana lapisan aspal ditaburi dan

dikerjakan 2 kali secara berurutan dengan tebal maksimal 35 mm. Berfungsi memebuat

permukaan tidak berdebu, mencegh masuknya air dan memperbaiki tekstur permukaan

perkerasan. Digunakan pada jalan ytang telah atau belum beraspal dan jalan tersebut telah

stabil dan rata mulai retak atau degradasi dan dapat digunakan sampai lalu lintas berat.

f. Lasbutag ( Campuran Asbuton Dingin )

Campuran yang terdiri atas campuran agregat asbuton dan bahan peremaja yang

tercampur, diaduk, diperam, dihamparkan dan dipadatkan dalam keadaan dingin ( tanpa

pemanasan ). Campuran ini merupakan jenis yang memanfaatkan langsung aspal, yaitu aspal

dari pulau buton ( yang disebut Asbuton ).

g. Latasbum ( Lapis Tipis Asbuton Murni )

Ini merupakan pengembangan dan memanfaatkan aspal alam asbuton melakukan

ekstraksi untuk mendapatkan aspal murni dari alam atau batuan asbuton.Digunakan pada

jalan raya telah n\beraspal yang telah stabil dan rata serta mulai retak dan mengalami.

h. Laston ( Lapis Aspal beton )

Campuran aspal dengan agregat bergradasi menerus dengan campuran / yang

dicampurkan pada suhu minimum 115º C, dihamparkan pada suhu minimum 110º C.

Berfungsi sebagai pelindung / pendukung lalu lintas, pelindung lapisan dibawahnya dari

cuaca dan air, lapisan aus dan menyediakan permukaan jalan rata dan tidak licin.

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 119

Page 122: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

i. Laston atas ( Lapisan Aspal Pondasi Atas )

Campuran ini adalah penggunaan Laston sebagai lapisan pondasi dan campuran ini

terdiri dari campuran agregat dan aspal dengan perbandingan tertentu dan di

Campur pada suhu 90º C - 120º C dan dipadatkan dalam keadaan panas.Berfungsi

sebagai lapisan perkerasan dan meneruskan beban kekonstruksi dibawahnya.

j. Laston Bawah ( Lapisan Aspal Beton Pondasi Bawah )

Campuran ini terdiri dari campuran agregat dan aspal yang dicampur pada suhu

minimum 80º C - 120º C dan dipadatkan pada suhu minimum 80º C. Berfungsi sebagai

perkerasan yang menruskan beban padsa konstruksi dibawahnya. Dipasang pada tanah dasar

yang telah stabil dan untuk mempercepat peningkatan jalan secara keseluruhan, terutama

pada konstruksi bertahap.

k. Lataston ( Lapis Tipis Aspal Beton )

Campuran ini menggunakan agregat bergradasi timpang, aspal dan filler yang

dicampur pada suhu tertentu, tergantung pada nilai penetrasi aspal yang digunakan dan

dipadatkan pada suhu minimal 148º C. Tebal padatnya antara 2,5 cm – 3 cm.

l. Hot Rolled Aspalt HRA

Campuran ini adalah tipe campuran yang menggunakan agregat bergradasi

senjang.Campuran ini menggunakan sedikit agregat berukuran sedang ( 2,36 m – 10 mm )

dan matriks material halus dan aspal serta sedikit agregat kasar ( biasanya ukuran normal 14

mm ).

m. Stone Mastis Aspalt ( SMA )

Campuran SMA bergradasi kasar, seperti aspal Porous tetapi rongganya terisi mortar

agregat halus/filler/aspal. Hasilnya adalah suatu campuran bergradasi senjang dengan

ketahanan terhadap air dan memiliki durabilitas tinggi.

Dari sekian banyak tipe-tipe campuran aspal dan agregat yang paling umum

campuran aspal beton ( Asphatic Concrete) yang dikenal dg AC atau laston dan campuran hot

Rolled Asphalt (HRA)

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 120

Page 123: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

AC merupakan susunan gradasi yang continue dari mutu material mutu tinggi

yang dicampur panas. Agregat yang lebih kecil mengisi ruang antar agregat yang lebih besar,

membenttuk struktur granular yang padat dengan void yang sangat kecil

HRA adalah sand base mixture yang padat, kedap dan bergradasi timpang, karena ada ukuran

ada ukuran butir yang tidak terdapat dalam campuran.Sedangkan ukuran agregat halus cukup

banyak, maka agregat kasar seolah-olah mengambang.

2) Kinerja campuran aspal dan agregat

Campuran aspal dan agregat untuk perkerasan jalan yang biasanya disebut sebagai

aspal beton merupakan suatu bahan lapis perkerasan jalan yang terdiri dari campuran agregat

kasar, agregat sedang dan agregat halus serta bahan mineral lainnya sebagai pengisi / filler

dengan aspal sebagai bahan pengukat dalam perbandingan yang proporsional dan teliti serta

diatur dalam perencanaan campuran. Tahapan yang perlu diketahui dalam perencanaan

campuran beraspal adalah :

Melakukan pemeriksaan terhadap aspal yang akan dipakai. Pemeriksaan viskositas

dan berat jenis aspal.Viskositas diperlukan untuk menentukuan suhu campuran maupun suhu

pemadatan.

Melakukan spesifikasi gradasi agregat yang akan dipakai yaitu suatu besan

persentase agregat yang lewat suatu saringan dengan ukuran tertentu. Melakukan

pemeriksaan mutu agregat yang akan dipakai.

Menentukan kombinasi beberapa fraksi agregat sehingga mendapatkan gradasi

campuran yang memenuhi spesifikasi yang ditentukan karena pada umumnya agregat yang

akan dipakai terdiri dari beberapa fraksi.

Jika mutu bahan sudah terpenuhi dan harga viskositas dari aspal serta kombinasi

fraksi sudah diketahui, kemudian dibuat campuran agregat dengan berbagai kadar aspal

selanjutnya dilakukan percobaan marshall guna menentukan flow dan stabilitas campuran

beraspal.

Syarat – syarat utama aspal beton yang bermutu baik adalah :

1. Campuran harus mempunyai nilai stabilitas yang cukup yaitu harus sanggup

menahan beban lalulintas tanpa terjadinya deformasi dalam bentuk jejak roda

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 121

Page 124: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

( Rutting ) atau rusak bergelombang akibat dorongan beban roda kendaraan

( Pushing )

2. Campuran tidak boleh retak – retak artinya harus mampu menahan lendutan

( Derection ) yang mungkin timbul terhadap lapisan hamparan atau permukaan tanpa

mengalami kerusakan.

3. Campuran harus dapat bertahan lama ( Durable) artinya tidak rusak atau aus

dibawah beban lalulintas dan kondisi cuaca.

4. Campuran harus cukup kekerasannya ( Skid Resistance ) dan harus tetap seperti

sedemikian selama masa pelayanannya.

5. Harus cukup ekonomis dalam artian murah namun kuat.

Sifat-sifat penting yang harus dimiliki oleh suatu campuran agregat adalah

1. Stabilitas

Stabilitas yaitu kemapuan campuran aspal sebagai bahan perkerasan untuk menahan

deformasi akibat beban lalu lintas tanpa terjkadi perubahan seperti gelombang, alur ataupun

Bleeding. Kebutuhan akan stabilitas sejalan denagn jumlah lalu lintas dan beban kendaraan

yang lewat. Kekuatan atau stabilitas ini diharapkan dari sifat paling kuno ( Interkocking )

antar agregat penyusunnya, kelekatan yang disumbangakan oeh aspal dan adanya mortar.

Dengan demikian stabilitas yang tinggi dapat diperoleh denang cara mengusahakan :

- Agregat dengan gradasi yang rapat ( Dense Graded )

- Agregat dengan permukaan kasar

- Agregat berbentuk kubus

- Aspal dengan penetrasi rendah

- Aspal dengan jumlah yang mencukupi untuk ikatan antar butir

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 122

Page 125: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Yang perlu diperhatiakan adalah bahwa memaksimalkan nilai stabilitas akan

menyebababkan penurunan kinerja campuran lainnya. Pengukuran stabilitas dilakukan

melalui pengujian skala laboratorium yang dinamakan Marshaal Test.

Stabilitas: S = Kuat tekan

Dalam perkerasan jalan stabilitas yang diharapkan adalah stabilitas yang memadai

artinya tidak terlalu tinggi tidak juga terlalu rendah.

Fc' = Flexural Streigh

Sumber kekuatan berbagai jenis campuran :

- Asphaltic Concrete: Kekuatan bersumber pada interlockingagregat

- Hot Rolled Asphalt : Kekuatan bersumber pada mortal campuran

- Split Mastic Asphalt : Kekuatan pada mortal campuran

- Macadam : Kekuatan diperoleh pada pelaksanaan

2. Durabilitas

Durabilitas adalah ketahanan suatu campuran terhadap disintegrasi karena beban lalu

lintas dan berbagai faktor lingkungan ( cuaca, air dan perubahan suhu ). Makin besar besar

potensi terhadap berbagai agregat, makin besar durabilitasnya.Aspal menyelimuti agregat

dalam bentuk film aspal untuk melindungi dari air, sehingga air tidak dapat masuk kedalam

agregat.

Aspal juga mengisi rongga udara, sehingga rongga udara berkurang dan menghindari

terjadinya proses oksidasi yang dapat menyebkan aspal menjadi rapuh dan getas. Namun ada

batasan minimum rongga udara terisi aspal untuk menghindari terjadinya Bleeding.

Durabilatas dapat menurun disebabkan oleh :

a. faktor eksternal : Udara, panas, air/uap air ( oksidasi )

b. faktor internal : Aspal, agregat ( kehancuran secara mekanis )

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 123

Page 126: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Faktor yang mempengaruhi durabilitas aspal beton adalah :

a. VIM (Void in Mineral Mixture ) atau rongga dalam campuran kecil sehingga lapis

kedap air dan udara tidak masuk kedalam campuran yang menyebabkan terjadinya oksidasi

dan aspal menjadi rapuh / getas

b. VFA (void in mineral agregat ) atau rongga dalam agregat, dalam suatu campuran aspal

yang telah dipadatkan termasuk didlam nya rongga yang terdidri aspal efektif. Jika VMA

besar maka film aspal dapat dibuat tebal.

Untuk memaksimalkan durabilitas dilakukan dengan cara :

Campuran aspal beton mempunyai kandungan aspal yang cukup untuk menyelimuti semua

agregat.

Aspal yang cukup untuk mengisi ruang udara diantara agregat ( Kedap air )

Flow ( kelelehan ) perubahan bentuk platis suatu campuran yang terjadi akibat beban

sampai batas runtuh yang dinyatakan dalam mm atau 0,01 ”

VFB ( Void filled with bitumen ) rongga terisi aspal, bagian dari rongga volume didalam

agregat (VMA ) yang terisi aspal efektif dinyatakan dl dalam % VMA

Ketahanan diharapkan meningkat dengan adanya proteksi aspal terhadap agregat yang makin

besar.untuk memaksimumkan durabilitas dilakukan dengan cara :

b. campuran aspal beton mempunyai kandungan aspal yang cukup menyelimuti semua

partikel agregat.

b. Aspal yang cukup untuk mengisi ruang udar diantara agregat.

3. Fleksibilitas

Fleksibilitas adalah campuran beraspal sebagai bahan perkerasan menahan lendutan tanpa

terjadi retak dan perubahan volume.

Fleksibilitas suatu campuran dapat diperoleh dengan :

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 124

Page 127: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

a. Penggunaan agergat bergradasi senjang sehingga memperoleh VMA ynag besar

b. Penggunaan aspal lunak (penetrasi yang tinggi)

c. Penggunaan aspal yang cukup banyak ,sehingga diperoleh VIM ynag kecil

Untuk memaksimalkan fleksibilitas, harus digunakan dengan gradasi terbuka

( Open Groded ), karena itu harus kompromi dengan stabilitas campuran, dimana campuran

yang menggunakan agregat bergradasi terbuka yang stabil dibandingkan dengan campuran

yang menggunakan bergradasi rapat.

Fleksibilitas suatu campuran beraspal dapat dinilai dengan menggunakan

rasioantara stabilitas Marshall dengan kelelehan ( Flow ), yang dikenal dengan nama

Marshall Questient. Semakin besar MQ semakin kaku campuran dan sebaliknya

4. Kedap air

Kemampuan permukaan perkerasan untuk menahan rembesan air kedalam

perkerasan, permukaan perkerasan dapat kedap air, dilakukan dengan cara :

a. Menggunakan gradasi tepat

b. Manambah kadar aspal

5. Kekerasan (skid Resistence )

Adalah kemampuan permukaan lapis keras untuk menghindari kendaraan yang

melalui diatasnya agar tidak terjadi bleding / sleping ( tergenlincir ) keluar saat permukaan

basah, nilai kerekatan yang tinggi dapat diperoleh dengan cara :

a. Menggunakan agregat yang miknoteklstur tinggi dan nilai abrasi rendah.

b. Membuat kondisi permukaan mempunyai mikroteksture tinggi misalnya dengan

menambah ” hipping”

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 125

Page 128: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

6. Kelemahan ( Fatique resistence )

Adalah kemampuan pekerasan untuk mendukung beban (load resistance )

Dari beban lalu lintas tanpa mengalami retak. Nilai Fatique resistence dapat dinaikan dengan

cara :

a. Memperingat kadar aspal

b. Mempertebal lapis permukaan

c. Memperkecil rongga terhadap campuran

Beberapa cara menentukan kadar aspal dalam campuran :

1. Metode Luas permukaan

a. Cara California

P = 0,015 a + 0,036 b + 0,17 c + C

Dimana :

P = Persentase aspal dalam campuran dalam perbandingan berat

s = Persentase agregat tertahan # 10 mm

b = Persentase agregat lolos # 10 mm tertahan # 200 mm

c = Persentase agregat yang lolos # 200 mm

b. Cara Myoming

P = 1,3 ( 0,015 a + 0,036 b + 0,17 c )

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 126

Page 129: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

c. Cara lain menurut persamaa

P = S × K × T

Dimana :

P = Persentase aspal yang diperlukan

S = Faktor koreksi, karena butiran berbeda

S = 2,65 / U

K = Faktor koreksi karena diperlukan untuk menyelubungi seluruh Luas permukaan

butiran

SNI = Standar Nasional Indonesia

BS = British Standar

AI = Aspalt Institute

2. Kadar aspal optimum dengan metode marshall

Beberapa persyaratan teknis dan ekonomis sebagai berikut :

a. Cukup jumlah aspal untuk menjamin keawetan pekerasan .

b. Cukup stabilitas sehingga dapat menerima beban lalu lintas tanpa mengalami

dan terjadinya perubahan bentuk ( deformation )

c. Cukup rongga dalam total campuran untuk memungkinkan tambahan pemadatan

dilapangna akibat beban lalu lintas.

d. Cukup fleksibel sehingga memungkinkan perubahan bentuk tanpa terjadi retakan.

Fungsi aspal dalam campuran adalah sebagai perekat ( hinder ) dan pengisi

( filler ). Dengan fungsi ini maka jumlah aspal dalam campurannya terlalu sedikit

akan mengakibatkan kurang berfungsinya sifat perekat dan pengisi yang akan

mengakibatkan berkurangnya ikatan antara agregat ( Interlocking ) dan massa dan

masuknya air dalam rongga. Sedangkan jumlah air yang berlebihan

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 127

Page 130: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

akanmenyebabkan Bleeding yang dengan gesekan ban roda kendaraan memprcepat

pengelupasan dari agregat dan aspal dari agregat sehingga terjadi lubang dan

berkurangnya ikatan antar agregat.

Pada umunya, prosedur perencanaan dan pengawasan campuran aspal dan

agregat dengan metode Marshall. Proses perencanaan dimulai memilih spesifikasi

( Spek ) campuran, yaitu gradasi yang harus dignakan serta jenis aspal.

Proses selanjutnya adalah pembuatan benda uji yang diikuti oleh pemadatan.

Disarankan paling sedikit 5 variasi kadar aspal, dan aspal setiap kadar aspal tersebut

dibuat 3 benda uji pemadatan benda uji dalam hal ini menggunakan metode Marshall,

dinyatakan dalam jumlah tumbukan yang diketahui kenaikan pada uji tersebut.

Jumlah tumbukan didasarkan pada dalam jumlah tumbukan.

Sebelum pengujian Marshall Test, terlebih dahulu dilakukan pengujian berat

isi dan berat jenis untuk dapat menghitung kandungan rongga dalam aspal.

Tabel : Kriteria perencanaan campuran aspal beton ( Bina Marga )

Sifat Campuran

( 2 x 75 tumbukan ) Lalu lintas berat

(2x50 tumbukan ) Lalu lintas sedang

( 2 x 35 tumbukan ) Lalu lintas ringan

Sebelum melakukan pengujian marshall terlebih dahulu dilakukan pengujian

berat isi dan berat isi dan berat jenis untuk menghitung kandungan rongga didalam

campuran untuk penggambaran, kurva marshall sebaiknya kalau manual

menggunakan mistar yang lentur ( fleksible ), jangan pakai yang kaku.

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 128

Page 131: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

2. TUJUAN PERCOBAAN

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan ketehanan (stabilitas) terhadap

kelelehan plastis (flow) dari campuran aspal. Ketahanan (stabilitas) ialah kemampuan suatu

campuran aspal untuk menerima beban sampai terjadi kelelehan plasitis yang dinyatakan

kilogram atau pound. Kelelehan plastis adalah keadaan perubahan bentuk campuran aspal

yang terjadi akibat suatu beban sampai batas runtuh yang dinyatakan dalam millimeter atau

0,01 inchi.

3. PERALATAN

a. Tiga buah cetakan benda uji yang berdiameter 10 cm (4”) lengkap dengan pelat alas dan

leher sambung.

b. Alat pengeluar benda uji, untuk mengeluarkan benda uji yang sudah dipadatkan dari dalam

cetakan benda uji dipakai sebuah ejector.

c. Penumbuk yang mempunyai permukaan tumbuk rata berbentuk silinder, dengan berat 4536

kg (10 pound), dan tinggi jatuh lebih bebas 45,7 cm (18”).

d. Landasan pemadat terdiri dari balok kayu (jati atau yang sejenisnya) berukuran kira-kira

20x20x45 cm (8”x8”x18”) yang dilapisi pelat baja berukuran 30x30x2,5 cm (12”x12”x1”)

dan kaitakan pada lantai beton dengan 4 bagian siku.

e. Silinder cetakan benda uji

f. Mesin tekan lengkap dengan :

(i). kepala penekan berbentuk lenkung (breaking head)

(ii). cincin penguji yang berkapasitas 2500 kg (500 pound) ketelitian 12,5 kg (pounf0 di

lengkapi arloji tekan dengan ketelitian 0,0025 cm (0,0001”)

(iii). arloji dengan ketelitian 0,25 mm (0,01”) dengan perlenkapannya.

g. Oven yang di lengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai (200±3)0c.

h. Bak perendam (water bath) dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai

200c.

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 129

Page 132: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

i. Perlengkapan lain :

(i). Panci-panci utuk memanaskan agregat aspal dalam campuran aspal.

(ii). Pengukur suhu dari logam (metal thermometer) berkapasitas 2500c dan 1000c dengan

ketelitian 0,5 atau 1% dari kapasitas.

(iii). Timbangan yang dilengkapi penggantung benda uji yang berkapasitas 5 kg.

(iv). Kompor.

(v). Sarung tangan

(vi). Sendok pengaduk dan perlengkapan lain.

4. BENDA UJI

- Berishkan perlengkapan cetakan benda uji serta bagian muka penumbuk dengan

seksama dan panaskan sampai suhu antara 83,30c dan 148,90.

- Letakkan selembar kertas kering kedalam dasar cetakan, masukkan seluruh campuran

kedalam dan tusuk-tusuk campuran keras-keras dengan spatulah yang dipanaskan

atau aduklah dengan sendok semen 15 kali keliling pinggirannya dan 10 kali di

bagian dalam.

- Lepaskan lehernya dan ratakan permukaan campuran dengan sendok semen menjadi

bentuk sedikit cembung

- Waktu akan dipadatkan suhu campuran harus dalam batas-batas suhu pemadatan

seperti pada viskositas.

- Letakkan cetakan di atas landasan pemadat, lakukan pemadatan dengan alat

penumbuk sebanyak 75,50 atau 35 kali sesuai kebutuhan dengan tinggi jatuh 45 cm

(18”).

- Lepaskan keeping (pemegang) alas dan lehernya, balikan alat cetak bersih benda uji

dan pasang kembali lehernya di balik ini tumbukklah dengan jumlah tumbukan yang

sama.

- Seusai pemadatan, lepaskan keeping alas dan pasanglah alat pengeluar benda uji pada

permukaan ujung ini.

- Dengan hati-hati keluarkan dengan meletakkan benda uji di atas permukaan rata yang

halus, biarkan selama 24 jam pada suhu ruang.

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 130

Page 133: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

5. PROSEDUR PERCOBAAN

a. Bersihkan benda uji dari kotoran-kotoran yang menempel

b. Berilah tanda pengenal pada masing-masing benda uji

c. Ukur benda uji dengan ketelitian 0,1 mm

d. Timbang benda uji

e. Rendam kira-kira 24 jam pada suhu ruang

f. Timbang dalam air untuk mendapatkan isi

g. Timbang benda uji dalam keadaan kering permukaan jenuh

h. Rendamlah benda uji dalam kondisi aspal panas atau ter dalam bak perendam selama

30 – 40 menit atau dipanaskan di dalam oven selama 2 jam dengan suhu tetap (60 ±

1)ºC untuk benda uji aspal panas (38 ± 1)ºC untuk benda uji ter. Untuk benda uji

aspal dingin masukkan benda uji kedalam oven selama minimum 2 jam dengan suhu

tetap (25 ± 1)ºC

i. Sebelum melakukan pengujian, bersihkan batang penuntun (suide red) dan

permukaan dalam dari kepala penekan (test heads). Lumasi batang penuntun sehingga

kepala penekan direndam bersama-sama benda uji pada suhu 21-38 ºC

j. Keluarkan benda uji dari bak perendam atau dari oven pemanas udara dan letakkan

kedalam segmen bawah kepala penekan. Pasang segmen atas di atas benda uji dan

letakkan keseluruhannya dalam mesin penguji

k. Pasang arloji kelelahan (how meter) pada kedudukan di atas salah satu batang

penuntun dan atur kedudukan jarum penunjuk pada angka nol, sementara selubung

tangki arloji (sleeve) dipegang kencang terhadap segmen atas kepala penekan

(breaking head)

l. Tekan selubung tangki arloji kelelehan tersebut pada segmen atas dari kepala penekan

selama pembebanan berlangsung

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 131

Page 134: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

m. Sebelum pembebanan diberikan, kepala penekan beserta benda ujnya dinaikkan

hingga menyentuh alas cincin penguji. Atur kedudukan jarum arloji dan tekan pada

angka nol.

6. CATATAN

Untuk benda uji yang tebalnya lebih kecil dari 2,5 inci, koreksilah bebannya dengan

menggunakan faktor perkalian yang bersangkutan dari tabel faktor koreksi stabilitas.

Umumnya benda uji harus didinginkan seperti ditentukan di atas. Bila diperlukan

pendinginan yang lebih cepat dapat digunakan kipas angin meja. Campuran-campuran yang

daya koreksinya kurang, sehingga pada waktu dikeluarkan dari cetakan segera sesudah

pemadatan tidak dapat menghasilkan bentuk silinder yang diperlukan bisa didinginkan

bersama-sama cetakannya di udara, sampai trjadi cukup koreksi untuk menghasilkan bentuk

silinder yang semestinya.

Stabilitas benda uji yang diukur dengan angka perbandingan tebal sama dengan stabilitas

setelah koreksi untuk benda uji tebal 63,5 mm. Hubungan isi/tebal didasarkan pada benda uji

yang berdiameter 101,6 mm.

TABEL FAKTOR KOREKSI STABILITAS

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 132

Page 135: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Isi Benda Uji

(Cm)

Tebal Benda UjiAngka Koreksi

Inchi Mm

200-213 1 25,4 5,56

214-225 1 1/16 27,0 5,00

226-237 1 1/8 28,6 4,56

238-250 1 3/16 30,2 4,17

251-264 1 1/4 31,8 3,85

265-276 1 5/16 33,3 3,57

277-289 1 3/8 34,9 3,33

290-301 1 7/16 36,5 3,03

302-316 1 1/2 38,1 2,78

317-328 1 9/16 39,7 2,50

329-340 1 5/8 41,3 2,27

341-353 1 11/16 42,9 2,08

354-367 1 3/4 44,4 1,92

368-379 1 13/16 46,0 1,79

380-392 1 7/8 47,6 1,67

393-405 1 15/16 49,2 1,56

406-420 2 50,8 1,47

421-431 2 1/16 52,4 1,39

432-443 2 1/8 54,0 1,32

444-456 2 3/16 55,6 1,25

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 133

Page 136: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

457-470 2 1/4 57,2 1,19

471-482 2 5/16 58,7 1,14

483-495 2 3/8 60,3 1,09

496-508 2 7/16 61,9 1,04

509-522 2 1/2 63,5 1,00

523-535 2 9/16 64,0 0,96

536-546 2 5/8 65,1 0,93

547-559 2 11/16 66,7 0,89

560-573 2 3/4 68,3 0,86

574-585 2 13/16 71,4 0,83

586-598 2 7/8 73,0 0,81

599-610 2 15/16 74,6 0,78

611-625 3 76,2 0,76

7. ANALISA DATA

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 134

Page 137: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

SPECIFIC GRAFITY

1. Coarse Agregat

COARSE AGREGATSAMPEL

1SAMPEL

2Weight of agregat dry sampel in air (A) 2803 2711

Weight of saturated surface dry sampel in air (B) 2821 2765Weight of saturated sampel in water (C) 1778 1732

Bulk spgr (1) = Bulk spgr(2) =

= =

= 2,687 gram/cc = 2,599 gram/cc

Rata-rata =

= 2,643 gram/cc

SSD (1) = SSD (2) =

= =

= 2,705 gram/cc = 2,677 gram/cc

Rata-rata =

= 2,643 gram/cc

App Spgr (1) = App Spgr (2) =

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 135

Page 138: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

= =

= 2,735 gram/cc = 2,769 gram/cc

Rata-rata =

= 2,752 gram/cc

Absorbtion (1)= Absorbtion (2)=

= =

= 0,642 % = 1,992 %

Rata-rata =

= 1,317 %

2. Coarse Agregat

COARSE AGREGATSAMPEL

1SAMPEL

2Weight of agregat dry sampel in air (A) 2777 2812

Weight of saturated surface dry sampel in air (B) 2818 2850Weight of saturated sampel in water (C) 1792 1733

Bulk spgr (1) = Bulk spgr(2) =

= =

= 2,707 gram/cc = 2,517 gram/cc

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 136

Page 139: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Rata-rata =

= 2,612 gram/cc

SSD (1) = SSD (2) =

= =

= 2,747 gram/cc = 2,551 gram/cc

Rata-rata =

= 2,649 gram/cc

App Spgr (1) = App Spgr (2) =

= =

= 2,819 gram/cc = 2,606 gram/cc

Rata-rata =

= 2,713 gram/cc

Absorbtion (1)= Absorbtion (2)=

= =

= 1,476 % = 1,351 %

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 137

Page 140: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Rata-rata =

= 1,414 %

3. Medium Agregat

COARSE AGREGATSAMPEL

1SAMPEL

1Weight of saturated surface dry sampel in air 500 500

Weight of dry sampel in air (A) 490,8 492,2Weight of picnometer filled with water (B) 703,5 708,9

Weight of picnometer filled with saturated & water (C) 1012,0 1024,0Weight of saturated sampel investor    

Bulk spgr (1) = Bulk spgr(2) =

= =

= 2,563 gram/cc = 2,662 gram/cc

Rata-rata =

= 2,612 gram/cc

SSD (1) = SSD (2) =

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 138

Page 141: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

= =

= 2,611 gram/cc = 2,704 gram/cc

Rata-rata =

= 2,658 gram/cc

App Spgr (1) = App Spgr (2) =

= =

= 2,692 gram/cc = 2,779 gram/cc

Rata-rata =

= 2,736 gram/cc

Absorbtion (1)= Absorbtion (2)=

= =

= 1,874 % = 1,585 %

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 139

Page 142: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Rata-rata =

= 1,730 %

Average Spesific Gravity of Agregat

Percentage of aggregat passing no.4 sieve 14,86%Percentage of aggregat retained no.4 sieve 85,14%

Percentage of aggregate retained no.4 sieve = 100% - 14,86%= 85,14%

Remark : Bulk Spgr = 2,612 gram/ccApp Spgr = 2,716 gram/ccSSD Spgr = 2,650 gram/ccAbsortion = 1,461%

4. Fine Agregat & Natural Sand

COARSE AGREGATSAMPEL

1SAMPEL

1Weight of saturated surface dry sampel in air 500 500

Weight of dry sampel in air (A) 489,6 497,2Weight of picnometer filled with water (B) 717,1 705,2

Weight of picnometer filled with saturated & water (C) 1022,0 1015,0Weight of saturated sampel investor    

Bulk spgr (1) = Bulk spgr(2) =

= =

= 2,509 gram/cc = 2,614 gram/cc

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 140

Page 143: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Rata-rata =

= 2,562 gram/cc

SSD (1) = SSD (2) =

= =

= 2,563 gram/cc = 2,629 gram/cc

Rata-rata =

= 2,596 gram/cc

App Spgr (1) = App Spgr (2) =

= =

= 2,651 gram/cc = 2,653 gram/cc

Rata-rata =

= 2,652 gram/cc

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 141

Page 144: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Absorbtion (1)= Absorbtion (2)=

= =

= 2,124 % = 0,563%

Rata-rata =

= 1,344 %

Remark : Bulk Spgr : 2,562 gram/cc: App Spgr : 2,652 gram/cc: SSD Spgr : 2,596 gram/cc: Absorbtion : 1,344%

GRADASI AGREGAT

1. Coarse AgregatSampel 1

Saringan ¾

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 0,00%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 142

Page 145: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

: 100 – 0,00: 100%

Saringan ½

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 66,17%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 66,17: 33,83%

Saringan 3/8

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 90,13%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 90,13: 9,87%

Saringan no.4

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 98,84%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 98,84: 1,16%

Saringan no.8

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 143

Page 146: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 99,38%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 99,38: 0,62%

Saringan no.16

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 99,41%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 99,41: 0,59%

Saringan no.30

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 99,48%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 99,48: 0,52%

Saringan no.50

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 99,54%

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 144

Page 147: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 99,54: 0,46%

Saringan no.100

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 99,64%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 99,64: 0,36%

Saringan no.200

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 99,82%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 99,82: 0,18%

Sampel 2 Saringan ¾

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 0,00%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 0,00: 100%

Saringan ½

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 145

Page 148: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 59,74%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 59,74: 40,26%

Saringan 3/8

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 92,02%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 92,02: 7,98%

Saringan no.4

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 98,68%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 98,68: 1,32%

Saringan no.8

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 99,39%

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 146

Page 149: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 99,39: 0,61%

Saringan no.16

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 99,44%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 99,44: 0,56%

Saringan no.30

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 99,48%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 99,48: 0,52%

Saringan no.50

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 99,55%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 99,55: 0,45%

Saringan no.100

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 147

Page 150: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 99,64%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 99,64: 0,36%

Saringan no.200

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 99,81%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 99,81: 0,19%

Average Passing

Saringan ¾ :

:

: 100%

Saringan ½ :

:

: 37,05%

Saringan 3/8 :

:

: 8,92%

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 148

Page 151: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Saringan no.4 :

:

: 1,24%

Saringan no.8 :

:

: 0,61%

Saringan no.16 :

:

: 0,58%

Saringan no.30 :

:

: 0,52%

Saringan no.50 :

:

: 0,45%

Saringan no.100 :

:

: 0,36%

Saringan no.200 :

:

: 0,18%

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 149

Page 152: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

2. Medium AgregatSampel 1

Saringan ½

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 0,00%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 0,00: 100%

Saringan 3/8

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 15,80%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 15,80: 84,20%

Saringan no.4

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 78,53%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 78,53: 21,47%

Saringan no.8

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 150

Page 153: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 91,64%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 91,64: 8,36%

Saringan no.16

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 94,51%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 94,51: 5,49%

Saringan no.30

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 94,64%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 94,64: 5,36%

Saringan no.50

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 96,15%

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 151

Page 154: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 96,15: 3,85%

Saringan no.100

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 97,19%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 97,19: 2,81%

Saringan no.100

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 98,03%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 98,03: 1,97%

Sampel 2 Saringan ½

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 0,00%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 0,00: 100%

Saringan 3/8

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 152

Page 155: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 27,71%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 27,71: 72,29%

Saringan no.4

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 91,75%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 91,75: 8,25%

Saringan no.8

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 94,91%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 94,91: 5,09%

Saringan no.16

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 95,06%

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 153

Page 156: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 95,06: 4,94%

Saringan no.30

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 95,48%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 95,48: 4,52%

Saringan no.50

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 97,38%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 97,38: 2,62%

Saringan no.100

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 97,55%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 97,55: 2,45%

Saringan no.200

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 154

Page 157: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 98,12%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 98,12: 1,88%

Average Passing

Saringan ½ :

:

: 100%

Saringan 3/8 :

:

: 78,25%

Saringan no.4 :

:

: 14,86%

Saringan no.8 :

:

: 6,72%

Saringan no.16 :

:

: 5,21%

Saringan no.30 :

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 155

Page 158: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

:

: 4,94%

Saringan no.50 :

:

: 3,23%

Saringan no.100 :

:

: 2,63%

Saringan no.200 :

:

: 1,93%

3. Fine AgregatSampel 1

Saringan 3/8

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 0,00%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 0,00: 100%

Saringan no.4

Cumulative Retained : x 100

: x 100

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 156

Page 159: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

: 13,37%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 13,37: 86,63%

Saringan no.8

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 42,60%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 42,60: 57,40%

Saringan no.16

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 65,09%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 65,09: 34,91%

Saringan no.30

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 74,72%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 74,72: 25,28%

Saringan no.50

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 157

Page 160: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 80,12%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 80,12: 19,88%

Saringan no.100

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 89,46%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 89,46: 10,54%

Saringan no.200

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 91,78%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 91,78: 8,22%

Sampel 2 Saringan 3/8

Cumulative Retained : x 100

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 158

Page 161: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

: x 100

: 0,00%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 0,00: 100%

Saringan no.4

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 13,35%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 13,35: 86,65%

Saringan no.8

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 44,28%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 44,28: 55,72%

Saringan no.16

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 64,70%

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 159

Page 162: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 64,70: 35,30%

Saringan no.30

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 74,06%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 74,06: 25,94%

Saringan no.50

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 83,47%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 83,47: 16,53%

Saringan no.100

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 88,57%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 88,57: 11,43%

Saringan no.200

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 160

Page 163: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 91,72%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 91,72: 8,28%

Average Passing

Saringan 3/8 :

:

: 100%

Saringan no.4 :

:

: 86,65%

Saringan no.8 :

:

: 56,56%

Saringan no.16 :

:

: 35,11%

Saringan no.30 :

:

: 25,61%

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 161

Page 164: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Saringan no.50 :

:

: 18,21%

Saringan no.100 :

:

: 10,98%

Saringan no.200 :

:

: 8,25%

4. Natural SandSampel 1

Saringan 3/8

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 0,00%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 0,00: 100%

Saringan no.4

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 0,16%

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 162

Page 165: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 0,16: 99,84%

Saringan no.8

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 51,20%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 51,20: 48,80%

Saringan no.16

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 59,03%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 59,03: 40,97%

Saringan no.30

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 72,46%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 72,46

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 163

Page 166: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

: 27,54%

Saringan no.50

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 82,17%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 82,17: 17,83%

Saringan no.100

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 89,16%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 89,16: 10,84%

Saringan no.200

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 96,67%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 96,67: 3,33%

Sampel 2

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 164

Page 167: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Saringan 3/8

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 0,00%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 0,00: 100%

Saringan no.4

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 3,34%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 3,34: 96,66%

Saringan no.8

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 44,36%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 44,36: 55,64%

Saringan no.16

Cumulative Retained : x 100

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 165

Page 168: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

: x 100

: 51,95%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 51,95: 48,05%

Saringan no.30

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 69,81%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 69,81: 30,19%

Saringan no.50

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 82,45%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 82,45: 17,55%

Saringan no.100

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 89,31%

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 166

Page 169: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 89,31: 10,69%

Saringan no.200

Cumulative Retained : x 100

: x 100

: 96,25%

Passing sieve : 100 – Cumulative Retained: 100 – 96,25: 3,75%

Average Passing

Saringan 3/8 :

:

: 100%

Saringan no.4 :

:

: 98,25%

Saringan no.8 :

:

: 52,22%

Saringan no.16 :

:

: 44,51%

Saringan no.30 :

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 167

Page 170: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

:

: 28,87%

Saringan no.50 :

:

: 17,69%

Saringan no.100 :

:

: 10,77%

Saringan no.200 :

:

: 3,54%

Hot Mix (Combained Grading AC-WC)

1. Filler (2%)Saringan 1 : 2% x Grading Material

: 2% x 100,00: 2,00

Saringan ¾ : 2% x Grading Material: 2% x 100,00: 2,00

Saringan ½ : 2% x Grading Material: 2% x 100,00: 2,00

Saringan 3/8 : 2% x Grading Material: 2% x 100,00: 2,00

Saringan no.4 : 2% x Grading Material: 2% x 100,00: 2,00

Saringan no.8 : 2% x Grading Material: 2% x 100,00

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 168

Page 171: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

: 2,00Saringan no.16: 2% x Grading Material

: 2% x 100,00: 2,00

Saringan no.30: 2% x Grading Material: 2% x 100,00: 2,00

Saringan no.50: 2% x Grading Material: 2% x 100,00: 2,00

Saringan no.100: 2% x Grading Material : 2% x 100,00 : 2,00

Saringan no.200: 2% x Grading Material : 2% x 100,00 : 2,00

2. Natural Sand (10%)Saringan 1 : 10% x Grading Material

: 10% x 100,00: 10,00

Saringan ¾ : 10% x Grading Material: 10% x 100,00: 10,00

Saringan ½ : 10% x Grading Material: 10% x 100,00: 10,00

Saringan 3/8 : 10% x Grading Material: 10% x 100,00: 10,00

Saringan no.4 : 10% x Grading Material: 10% x 98,25: 9,83

Saringan no.8 : 10% x Grading Material: 10% x 52,22: 5,22

Saringan no.16: 10% x Grading Material: 10% x 44,51: 4,45

Saringan no.30: 10% x Grading Material: 10% x 28,87: 2,89

Saringan no.50: 10% x Grading Material

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 169

Page 172: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

: 10% x 17,69: 1,77

Saringan no.100: 10% x Grading Material : 10% x 10,77 : 1,08

Saringan no.200: 10% x Grading Material : 10% x 3,54 : 0,35

3. Fine Agregat (38%)Saringan 1 : 38% x Grading Material

: 38% x 100,00: 38,00

Saringan ¾ : 38% x Grading Material: 38% x 100,00: 38,00

Saringan ½ : 38% x Grading Material: 38% x 100,00: 38,00

Saringan 3/8 : 38% x Grading Material: 38% x 100,00: 38,00

Saringan no.4 : 38% x Grading Material: 38% x 86,64: 32,92

Saringan no.8 : 38% x Grading Material: 38% x 56,56: 21,49

Saringan no.16: 38% x Grading Material: 38% x 35,11: 13,34

Saringan no.30: 38% x Grading Material: 38% x 25,61: 9,73

Saringan no.50: 38% x Grading Material: 38% x 18,21

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 170

Page 173: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

: 6,92Saringan no.100: 38% x Grading Material

: 38% x 10,98 : 4,17

Saringan no.200: 38% x Grading Material : 38% x 8,25 : 3,13

4. Medium Agregat (37%)Saringan 1 : 37% x Grading Material

: 37% x 100,00: 37,00

Saringan ¾ : 37% x Grading Material: 37% x 100,00: 37,00

Saringan ½ : 37% x Grading Material: 37% x 100,00: 37,00

Saringan 3/8 : 37% x Grading Material: 37% x 78,25: 28,95

Saringan no.4 : 37% x Grading Material: 37% x 14,86: 5,50

Saringan no.8 : 37% x Grading Material: 37% x 6,72: 2,49

Saringan no.16: 37% x Grading Material: 37% x 5,21: 1,93

Saringan no.30: 37% x Grading Material: 37% x 4,94: 1,83

Saringan no.50: 37% x Grading Material

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 171

Page 174: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

: 37% x 3,23: 1,20

Saringan no.100: 37% x Grading Material : 37% x 2,63 : 0,97

Saringan no.200: 37% x Grading Material : 37% x 1,93 : 0,71

5. Coarse Agregat (13%)Saringan 1 : 13% x Grading Material

: 13% x 100,00: 13,00

Saringan ¾ : 13% x Grading Material: 13% x 100,00: 13,00

Saringan ½ : 13% x Grading Material: 13% x 37,05: 4,82

Saringan 3/8 : 13% x Grading Material: 13% x 8,92: 1,16

Saringan no.4 : 13% x Grading Material: 13% x 1,24: 0,16

Saringan no.8 : 13% x Grading Material: 13% x 0,61: 0,00

Saringan no.16: 13% x Grading Material: 13% x 0,58: 0,00

Saringan no.30: 13% x Grading Material: 13% x 0,51: 0,00

Saringan no.50: 13% x Grading Material

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 172

Page 175: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

: 13% x 0,45: 0,00

Saringan no.100: 13% x Grading Material : 13% x 0,36 : 0,00

Saringan no.200: 13% x Grading Material : 13% x 0,18 : 0,00

Total :

1. Saringan 1 : 2,00 + 10,00 + 38,00 + 37,00 + 13,00: 100,00

2. Saringan ¾ : 2,00 + 10,00 + 38,00 + 37,00 + 13,00: 100,00

3. Saringan ½ : 2,00 + 10,00 + 38,00 + 37,00 + 4,82: 91,82

4. Saringan 3/8 : 2,00 + 10,00 + 38,00 + 28,95 + 1,16: 80,11

5. Saringan no.4 : 2,00 + 9,83 + 32,92 + 5,50 + 0,16: 50,41

6. Saringan no.8 : 2,00 + 5,22 + 21,49 + 2,49 + 0,00: 31,20

7. Saringan no.16 : 2,00 + 4,45 + 13,34 + 1,93 + 0,00: 21,72

8. Saringan no.30 : 2,00 + 2,89 + 9,73 + 1,83 + 0,00: 16,45

9. Saringan no.50 : 2,00 + 1,77 + 6,92 + 1,20 + 0,00: 11,88

10. Saringan no.100 : 2,00 + 1,08 + 4,17 + 0,97 + 0,00: 8,22

11. Saringan no.200 : 2,00 + 0,35 + 3,13 + 0,71 + 0,00: 6,20

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 173

Page 176: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Optimum Asphalt Content AC – WC

Fraction CA : 68,80

Fraction FA : 25,00

Fraction FF : 6,20

PB = 0,035 (%CA) + 0,045 (%FA) + 0,18 (%FF) + 1

= 0,035 (68,80) + 0,045 (25,00) + 0,18 (6,20) + 1

= 5,65

Marshall Test

Sta 1

1. Benda uji 1 Volume : Weight SSD – Weight in Water

: 1179,9 – 669,8: 510,10

Unit Weight Actual : Weight Dry/volume: 1173,6/510,10: 2,301

Unit Weight Teoritis : 100/(% Agregat/Unit Actual) + (A.C mixes/Bj Bitumen)

: 100/(4,5/2,301) + (4,50/1,0230): 2,463

VMA : 100 – (100 – A.C mixes) x Unit Actual/Bj Bulk: 100 – (100 – 4,50) x 2.301/2,590: 15,16

VIM : 100 – (100 x Unit Actual/Unit Teoritis): 100 – (100 x 2,301/2,463): 6,60

VFB : 100 x (VMA – VIM)/VMA: 100 x (15,16 -6,60)/15,16: 56,45

Kalibrasi : Read Dial Stability x Kalibrasi: 35,7 x 31,007

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 174

Page 177: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

: 1107 Marshall : Correlation/flow

: 1107/3,15: 351 kg/mm

% Bitument Effectif : A.C mixes – (Absp Bitument/100 x % Agregat): 4,50 – (0,73/100 x 95,50): 3,80

2. Benda uji 2 (sama rumus nya dengan Benda uji 1) Volume : 517,4 Unit Weight Actual : 2,304 Unit Weight Teoritis : 2,463 VMA : 15,04 VIM : 6,48 VFB : 56,95 Kalibrasi : 1107 Marshall : 345 % Bitumen : 3,80

3. Benda uji 3 (sama rumusnya dengan Benda uji 1) Volume : 523,6 Unit Weight Actual : 2,265 Unit Weight Teoritis : 2,463 VMA : 16,46 VIM : 8,04 VFB : 51,16 Kalibrasi : 1123 Marshall : 335 % Bitumen : 3,80

Rata-rata Unit Weight Actual : 2,301 + 2,304 + 2,265/3

: 2,290

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 175

Page 178: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Unit Weight Teoritis : 2,364 + 2,364 + 2,364/3: 2,364

VMA : 15,16 + 15,04 + 16,46/3: 15,55

VIM : 6,60 + 6,48 + 8,04/3: 7,04

VFB : 56,45 + 56,95 + 51,16/3: 54,85

Marshall : 351 + 345 + 335/3: 344

% Bitumen : 3,80 + 3,80 + 3,80/3: 3,80

Seterusnya Sta 2, Sta 3, Sta 4, Sta 5 dengan rumus yang sama.

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 176

Page 179: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 177

Page 180: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 178

Page 181: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 179

Page 182: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 180

Page 183: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 181

Page 184: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 182

Page 185: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 183

Page 186: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 184

Page 187: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 185

Page 188: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 186

Page 189: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

8. GAMBAR KERJA & FUNGSINYA

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 187

Cetakan Benda Uji Marshall :

Berfungsi sebagai alat pencetak Hotmix untuk uji tes Marshall

Thermometer :

Berfungsi sebagi pengukur suhu pada percobaan.

Page 190: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 188

Kompor dan Panci :

Berfungsi untuk menghilangkan kadar air pada bahan uji coba

Mesin Tekan Lengkap :

Berfungsi sebagai memadatkan campuran aspal dengan bahan dasar. Sebanyak 75x Tumbukan

Timbangan Digital :

Berfungsi untuk menentukan massa pada bahan percobaan

Water Bath :

Berfungsi untuk merendam bitumen pada air

Page 191: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 189

Mesin Marshall Test :

Berfungsi sebagai menguji Elastis dan kelelahan Hotmix

Proses pencampuran Bitumen dengan Bahan Dasar :

Berfungsi sebagai proses pencampuran aspal

Pengecekan Suhu :

Berfungsi sebagai mengetahui suhu saat pencampuran. Suhu berada pada 120°C

Pembuatan Bahan Dasar dan Filler :

Berfungsi sebagai pembuatan bahan dasar Hotmix dan Filler (Semen)

Proses Pemasukan Hotmix pada Cetakan Penumbuk :

Berfungsi sebagai proses memasukan bahan ke alat penumbuk

Vaselin :

Berfungsi sebagai bahan tambahan percobaan agar bitumen tidak melekat pada alat percobaan

Page 192: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

8. APLIKASI DI LAPANGAN

Pengujian ini dimaksudkan agar mengetaui kemampuan suatu campuran aspal

untuk menerima beban sampai terjadi kelelahan (Flow)

9. KESIMPULAN

Keuntungan dari metode Marshall :

Dapat digunakan untuk campuran perencanaan pada kondisi yang berbeda – beda dengan cara sederhana.

Bahan – bahan yang digunakan akan dapat dipertimbangkan sekalipun dibawah mutu standar.

Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan untuk mengontrol sesuatu yang direncanakan

Kerugian Metode Marshall :

Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk satu jenis campuran.

Tidak dapat digunakan setiap umum pada setiap campuran.

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 190

Bejana Perendam dan Neraca :

Berfungsi sebagai menghitung berat Hotmix pada saat di dalam air

Page 193: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

Alat – alat labor yang digunakan harus dengan ketelitian dan ditangani tenaga ahli.

Tempertaur percobaan reletif tinggi.

10. REFERENSI

1). Buku panduan praktikum Laboratorium Jalan Raya FT. USU

2). Laboratorium Praktikum Jalan Raya FT. USU

3). Panduan Praktikum Pengujian Bahan II

4). Bahan Ajar Bahan Bangunan II

5). Bahan Ajar Rekayasa Jalan II

6). SNI 06 – 2489 - 1991

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 191

Page 194: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

LABORATORIUM JALAN RAYAUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATRA

UTARAFAKULTAS TEKNIK SIPIL

JL. KAPTEN MUCHTAR BASRI NO. 3A, MEDAN

CENTRIFUGE EXTRACTOR TEST

KELOMPOK : I ( SATU ) DIKERJAKAN : 8 JULI 2013GELOMBANG : II ( DUA ) DIPERIKSA : KUMALA PONTAS, ST.

TANGGAL :

No. Test         Sat. Rumus HasilA Berat campuran       gr     1196B Berat kertas saring sebelum pengujian gr     19,3C Berat kertas saring setelah pengujian gr     20,3D Berat filler         gr C - B 1E Berat agregat setelah pengujian   gr     1136,61F Berat total agregat       gr D + E 1137,61G Berat material yang hilang     gr A - F 58,39H % aspal terhadap agregat     % (G/F) x 100 5.13I % aspal terhadap campuran   % (G/A) x 100 4,28

Saringan Retained % ComulativeNo Dia. (mm) Gr % Retained Passing1" 25 0.00 0.00 0.00   100.003/4" 19.000 69.25 7.25 7.25   92.751/2" 12.500 91.85 9.62 16.87   83.133/8" 9.500 113.56 11.89 28.76   71.244 4.750 223.78 23.43 52.20   47.808 2.380 112.87 11.82 64.02   35.9816 1.180 74.97 7.85 71.87   28.1330 0.600 67.58 7.08 78.94   21.0650 0.300 75.63 7.92 86.86   13.14100 0.125 57.69 6.04 92.91   7.09200 0.075 37.00 3.87 96.78   3.22Pan   30.75 3.22  Total 954.93 100.00        

PEMERIKSAAN

MEDAN, JULI 2013ASSITEN LABORATORIUM JALAN RAYA

( KUMALA PONTAS, ST. )

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 192

Page 195: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

CENTRIFUGE EXTRACTOR TEST

(PENGUJIAN KADAR ASPAL)

1. TEMPAT PERCOBAAN

Percobaan Centrifuge Extractor Test dilakukan pada Senin, 8 Juni 2013 bertempat

di Laboratorium Jalan Raya, Fakultas Teknik Sipil, Universitas Sumatra Utara, Medan.

2. TUJUAN

Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui kadar aspal dalam campuran atau

dalam aspal buton dengan cara penguraian sentrifuge.

3. TEORI

Salah satu metode yang telah dikembangkan untuk menguji kandungan kadar aspal

dalam campuran (Mix Design) adalah dengan menggunakan metode Ekstraksi menurut

prosedur pemeriksaan AASTHO (T – 164 – 80)

Pengujian Ekstraksi menunjukan bahwa gradasi agregat berubah menjadi lebih halus

dari gradasi semula perubahan gradasi agregat diakibatkan oleh kehancuran, beberapa

partikel agregat ini menaikan volume rongga udara dalam campuran yang menghasilkan

penurunan kepadatan serta peningkatan VIM dan VMA.

Agregat yang hancur, tidak terlapisi aspal, Hal ini mengakibatkan penurunan stabilitas

dan indeks perendaman dan memasukan kelelehan sehingga menurunkan marshall Qoutient

dari benda uji Marshall. Immersion, Proses Ekstraksi merupakan proses pemisahan campuran

dua atau lebih bahan dengan cara menambahkan pelarut yang bisa melarutkan salah satu

bahan yang ada dalam campuran tersebut dapat dipisahkan. Pelarut yang biasa digunakan

dalam proses ekstraksi antara lain spiritus, bensin minyak tanah, Trichlor Ethylen Teknis, dll

salah satu contoh tujuan dilakukan proses ekstraksi yaitu untuk mengetahui kadar aspal yang

terdapat dalam campuran aspal yang dibuat (mix design) yang menggunakan alat centrifuge

Extractor dengan bensin sebagai pelarutnya selain itu dapat pula digunakan alat soklet dengan

menggunakan Trichlor Ethylen Teknis Sebagai bahan pelarutnya.

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 193

Page 196: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

H = ( A – (E + D) / A x 100 %

Keterangan :

H = kadar aspal sampel (%)

A = Berat Sampel sebelum ekstraksi (gram)

D = Berat masa dari kertas filter (gram)

E = Berat sampel setelah ekstraksi (gram)

4. PERALATAN

a. Centrifuge Extractor AC 220 Volt

b. Filler Paper

c. Solvent (PCE / Polycloroetilen)

d. Triple Beam Balance

e. Drying oven

f. Mixing Bowl

g. Graduated Cyclinder

h. Leather Gloves

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 194

Page 197: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

5. PROSEDUR PERCOBAAN

a. Tepatkan mesin Extractor pada tempat yang aman dan berventilasi baik.

b. Lepaskan lempeng dan buka tutup container dengan hati – hati, lalu buka mur penjepit

tutup baut / mangkok kemudian angkat bersama – sama dengan tutup baut / mangkok

dan bersihkan mangkok dan kotoran yang menempel.

c. Timbang dan catat 1000 – 1500 gr benda uji lalu masukkan ke dalam baut / mangkok.

d. Tuangkan solvent (PCE) sampai merendam benda uji, biarkan beberapa saat untuk

tercampur (maksimum 1 jam).

e. Pasang mangkok berisi benda uji tadi ke dalam container, terlebih dahulu timbanglah

kertasnya lalu pasang di atas mangkok kemudian pasang tutup mangkok lalu

kencangkan mur pengunci kemudian pasang tutup container dan siapkan penampung

di bawah lobang pengeluaran.

f. Putar engkol perlahan – lahan makin lama makin cepat sampai sampai kecepatan 3600

rpm, atau sampai bahan pelarut keluar melalui lubang pengeluaran. Hentikan

pemutaran lalu tambahkan 200 ml bahan pelarut (minimal 3x) sampai ekstrak yang

keluar dari lubang pengeluaran berwarna muda / jernih. Kumpulkan ekstrak tadi ke

dalam gelas ukur.

g. Buka klep pengencang lalu buka tutup container kemudian buka mur pengunci dan

angkat tutup mangkok, lepaskan kertas saringan dari mangkok lalu bersihkan dari

mineral yang menempel dan tambahkan ke dalam mangkok, kemudian timbang dan

catat berat kertas saring tersebut.

h. Timbang dan catat mineral yang ada dalam mangkok.

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 195

Page 198: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

6. PERHITUNGAN

Dari hasil percobaan didapatkan data yang dapat dilihat dalam table berikut ini :

No. Test         Sat. Rumus HasilA Berat campuran       gr     1196B Berat kertas saring sebelum pengujian gr     19,3C Berat kertas saring setelah pengujian gr     20,3D Berat filler         gr C - B 1E Berat agregat setelah pengujian   gr     1136,61F Berat total agregat       gr D + E 1137,61G Berat material yang hilang     gr A - F 58,39H % aspal terhadap agregat     % (G/F) x 100 5.13I % aspal terhadap campuran   % (G/A) x 100 4,28

Saringan Retained % ComulativeNo Dia. (mm) Gr % Retained Passing1" 25 0.00 0.00 0.00   100.003/4" 19.000 69.25 7.25 7.25   92.751/2" 12.500 91.85 9.62 16.87   83.133/8" 9.500 113.56 11.89 28.76   71.244 4.750 223.78 23.43 52.20   47.808 2.380 112.87 11.82 64.02   35.9816 1.180 74.97 7.85 71.87   28.1330 0.600 67.58 7.08 78.94   21.0650 0.300 75.63 7.92 86.86   13.14100 0.125 57.69 6.04 92.91   7.09200 0.075 37.00 3.87 96.78   3.22Pan   30.75 3.22  Total 954.93 100.00        

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 196

Page 199: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

% aspal terhadap agregat =

=

= 5,13%

% aspal terhadap campuran =

=

= 4,88 %

7. GAMBAR ALAT & FUNGSINYA

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 197

Kertas Filter :

Berfungsi sebagai penyaring hasil dari extraksi pada hotmix

Page 200: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 198

Bensin :

Sebagai bahan untuk extractor kadar aspal pada hotmix

Neraca Digital :

Berfungsi untuk mengukur massa pada suatu bahan percobaan

Hotmix :

Berfungsi sebagai bahan uji coba Centrifuge Extractor

Proses Penuangan Minyak pada Hotmix :

Berfungsi sebagai pembersih untuk mengetahui kadar aspal.

Page 201: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

8. APLIKASI LAPANGAN

Dapat menentukan nilai kadar aspal yang terdapat dalam campuran (Mix Design )

Dapat mengetahui data pengujian yang diperoleh

Dapat menyimpulkan nilai data aspal yang diuji berdasarkan standart yang telah diacu

Mengetahi suhu pencampuran, pemadatan, dan bahan yang terdapat pada Mix Design.

9. KESIMPULAN

Pemeriksaan kadar aspal dengan alat ekstraktor ini sangat penting dipelajari.

Pemeriksaan kadar aspal dengan metode ini adalah pemeriksaan kadar aspal dalam

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 199

Centrifuge Extractor :

Berfungsi sebagai alat extraksi pemisah kadar aspal dengan hotmix

Hotmix yang dihancurkan :

Berfungsi untuk mempermudah diletakkan pada alat extractor & sebagai bahan percobaan extractor

Proses Extraksi Aspal :

Berfungsi sebagai proses extraksi kadar aspal.

Page 202: Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

bentuk briket atau campuran aspal yang telah jadi sebagai bahan perkerasan jalan,

apakah kadar aspal yang dipakai sesuai yang telah direncanakan.

Dari hasil perhitungan data yang diperoleh, maka didapat :

a. % aspal terhadap agregat : 5,13%

b. % aspal terhadap campuran : 4,88 %

10. REFERENSI

a. Buka Penuntun Praktikum Laboratorium Jalan Raya Departemen Teknik Sipil USU

b. Laporan Praktikum Jalan Raya Departemen Teknik Sipil USU

c. SNI – 03-6894-2002, ( Metode pengujian kadar aspal dari briket dengan alat

Ekstractor.

d. www.em-ridho.blogspot.com

[Kelompok I Gelombang II ] MARSHALL TEST 200