Laporan Kegiatan - Dialog Multi Stakeholder Dan Workshop Csos
Click here to load reader
description
Transcript of Laporan Kegiatan - Dialog Multi Stakeholder Dan Workshop Csos
LAPORAN KEGIATAN
DIALOG MULTISTAKEHOLDER dan WORKSHOP CSOs “Efektifitas Pembangunan untuk CSOs Indonesia”
Hotel Cemara II ‐ Jakarta, 14 Juli 2010
LATAR BELAKANG Kerjasama pembangunan internasional sudah lama menjadi bahan diskusi dan debat dalam forum‐forum resmi antar‐pemerintah, baik melalui forum‐forum yang diselenggarakan Perserikatan Bangsa‐bangsa (PBB) dan Organization for Economic Co‐operation and Development (OECD) maupun yang diselenggarakan oleh lembaga‐lembaga kerjasama regional. Salah satu dari berbagai kesepakatan internasional tentang pembangunan adalah Deklarasi Millenium di mana antara lain secara jelas tertulis pentingnya kerjasama pendanaan internasional guna mengurangi angka kemiskinan dunia. Komitmen Negara‐negara yang menandatangani Deklarasi Millennium ini dipertegas dalam beberapa komitmen yang lebih spesifik seperti Konsensus Monterey yang menegaskan komitmen Negara‐negara maju untuk memberi 0.7% dari Gross National Income (GNI) untuk membantu Negara‐negara miskin dan sedang berkembang, dan Deklarasi Paris tentang Aid Effectiveness (2005). Pada forum tingkat tinggi (High Level Forum) di Accra, Ghana, pada tahun 2008, Negara‐negara dan lembaga‐lembaga internasional yang menandatangani Deklarasi Paris mempertegas komitmen dari semua actor pembangunan, seperti yang tertuang dalam Accra Agenda for Action (AAA). Salah satu komitmen yang diterima di dalam AAA adalah pengakuan terhadap masyarakat sipil (CSOs) sebagai pembangunan yang memiliki karakteristiknya tersendiri. CSOs diakui telah memiliki kontribusi besar dalam proses pembangunan, baik yang sudah maupun yang tengah berlangsung. Masyarakat sipil juga telah menjadi bagian aktif dalam setiap perundingan internasional termasuk juga dalam proses‐proses pencapaian MDGs. Dalam Accra Agenda for Action, peran CSOs tersebut mendapatkan pengakuan yang tegas. Masyarakat Sipil Indonesia juga mengirimkan beberapa orang wakil dalam pertemuan tingkat tinggi Accra, serta pertemuan‐pertemuan yang mendahului forum tingkat tinggi Accra, baik tingkat internasional maupun nasional. Masyarakat sipil di Indonesia sebenarnya juga telah berperan aktif dalam pembangunan, bahkan sejak sebelum kemerdekaan, dalam berbagai sektor. Seperti juga di berbagai belahan dunia yang lain, CSOs Indonesia juga memiliki tantangan tersendiri dalam menjalankan perannya dalam pembangunan, baik internal maupun eksternal. Sebelum dan setelah Accra High Level Forum, CSOs Indonesia telah menyelenggarakan berbagai pertemuan baik thematic (sepeti khusus untuk gender equity; accountability, etc.) maupun konsultasi terbuka secara nasional. Demikian pun pemerintah dan CSOs Indonesia sudah mengadakan beberapa kali pertemuan konsultasi persama. Pada tanggal 3 – 5 Mei 2010, International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) beserta The Institute for National and Democratic Studies (INDIES), Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) dan Yayasan Kristen untuk Kesehatan Umum (YAKKUM) menyelenggarakan konsultasi CSOs secara nasional, dan dialog terbuka dengan pemerintah dan perwakilan‐perwakilan donor, di Yogyakarta. Pada konsultasi nasional masyarakat sipil Indonesia tersebut dibahas dan disepakati beberapa prinsip dasar CSOs dan nilai‐nilai CSOs, legitimasi dan akuntabilitas serta integrasi pendekatan berbasis HAM dan keadilan Gender. Hasil pertemuan ini disosialisasikan kepada semua pihak terkait dalam sebuah dialog multistakeholder, yang sekaligus juga menjadi forum untuk menggali input yang lebih luas dan dalam guna merumuskan peran CSOs Indonesia secara lebih komprehensif. Hasil‐hasil dari forum konsultasi nasional CSOs Indonesia dan dialog multistakeholders di Yogyakarta tersebut akan dipaparkan kepada pemerintah dan donor, dalam acara khusus yang diselenggarakan
bersama oleh A4DES (Aid for Development Effectiveness Secretariat) dan CSOs Indonesia, sebagai suatu Forum Multistakeholders tentang peran aktor‐aktor pembangunan dalam kerangka Development Effectiveness. BENTUK KEGIATAN Kegiatan ini terdiri dari dua bagian:
1. Forum Multistakeholder tentang CSOs Development Effectiveness 2. Workshop penajaman peran CSOs dalam kerangka Development Effectiveness di Indonesia
TUJUAN KEGIATAN Forum Dialog Multistakeholder dimaksudkan untuk:
1. Sosialisasi hasil Open Forum on CSOs Development Effectiveness yang diselenggarakan di Yogyakarta pada tanggal 3 – 5 Mei 2010
2. Membangun pemahaman bersama antar stakeholder terkait efektifitas pembangunan di Indonesia
Workshop CSOs dimaksudkan untuk: 1. Sosialisasi dan progress A4DES: baik peran, fungsi maupun struktur yang telah dibentuk dan
berfungsi 2. Mengidentifikasi prinsip dan mekanisme partisipasi CSOs dalam efektifitas pembangunan
JADWAL KEGIATAN
WAKTU ACARA Multistakeholder Forum
10.00 – 10.15 Pembukaan oleh Don K Marut, Direktur Eksekutif INFID 10.15 – 10.30 Sambutan oleh Dr. Lukita D. Tuwo – Ketua Tim Pengarah A4DES 10.30 ‐ 11.00 Presentasi hasil Open Forum on CSOs Development Effectiveness disampaikan
oleh Dian Kartika Sari, Ketua Pelaksana National Open Forum on CSOs Development Effectiveness
11.00 ‐ 12.00 Diskusi (Tanya jawab) 12.00 – 13.00 Break (Lunch)
Workshop CSOs dan A4DES 13.00 – 13.30 Paparan Kemajuan dan Rencana Kerja A4DES 13.30 – 14.00 Studi Kasus – Peran CSO dalam Efektifitas Pembangunan khususnya dalam hal
ownership dan accountability disampaikan oleh Bambang Ismawan dari Yayasan Bina Swadaya
14.00 – 17.00 Diskusi Peran CSOs dalam Efektitifas Pembangunan 17.00 Penutup
HASIL – HASIL DISKUSI A. Diskusi Multistakeholder
Dari Diskusi Multistakeholder tentang hasil Open Forum on CSOs Development Effectiveness, beberapa point yang dapat diambil yaitu:
1. Pembicaraan mengenai development effectiveness tidak hanya terjadi di Indonesia, bahkan telah menjadi bagian dari kepentingan internasional, di Afrika, Eropa dan Negara‐negara Latin. Beberapa pertemuan yang bertujuan mempertajam hal tersebut yaitu pertemuan di Monterrey, Meksiko, tahun 2002 tentang financing for development, kegiatan Roma High Level Forum pada tahun 2003, Review 5 tahun MDGs dan High Level Forum on Aid effectiveness pada tahun 2005. Dan yang terpenting adalah Accra Agenda for Action (AAA) pada tahun 2008. AAA memberikan ruang yang lebih luas bagi masyarakat sipil untuk diakui sebagai aktor pembangunan. Tahun ini akan diadakan proses assembly di Istambul serta 2011 di Korea.
O Bagaimana agar kita berbagi pengalaman dan pendapat untuk kemudian menyepakati hal
penting,
pen forum mengenai Development Effectiveness di atas bertujuan untuk: ‐
Bagaimana kita membangun framework dan platform yang memastikan CSO itu ada, ‐‐ Mendorong dialog antar pihak.
2. Di Indonesia, proses tersebut dijalankan INFID bersama dengan beberapa organisasi seperti
AGRA, YAKKUM dan INDIES pada tanggal 3‐5 Mei di Yogyakarta. Proses diskusi yang melibatkan berbagai organisasi dari latar belakang yang berbeda berhasil melakukan perumusan terhadap beberapa hal, seperti pengertian CSO yang kemudian didefinisikan dengan non‐market, non‐state, voluntary, punya platform tertentu dan mengekspresikan HAM (seluruh hasil terlampir dalam materi yang dibagikan).
Selain diskusi, acara juga diisi dengan dialog terbuka antara pemerintah, pendonor dan CSO sendiri. Terdapat pembicaraan tentang berbagai macam nilai soal HAM. Harapannya ke depan akan ada keterbukaan dialog antara ketiga aktor tersebut.
3. Terdapat beberapa follow up dari open forum yang diselenggarakan di Yogja, salah satunya adalah Diskusi dan Workshop yang sekarang dilakukan. Selain itu, di akhir pertemuan open forum di Jogja telah disepakati untuk mendokumentasikan dan menyebarkan hasil pendiskusian serta mendorong kawan‐kawan di daerah terutama Aceh dan Papua yang menghadiri open forum tersebut untuk membuat kegiatan serupa di daerah. Di dalam diskusi kali ini diharapkan ada hal konkrit dan operasional yang bisa disepakati bersama sebagai tindak lanjut dari open forum yang telah dilakukan di Jogja. Dalam hal ini, relasi di antara civil society tidak structural, sehingga rekomendasi yang dihasilkan diharapkan tidak menghilangkan independensi masing‐masing organisasi.
4. Untuk mencapai akuntabilitas yang baik, kuncinya adalah governance di masing‐masing organisasi, bisa mengacu dari undang‐undang yang ada di yayasan.
5. Memperbesar perspektif keadilan gender dalam konsep development effectiveness masih mengalami kendala. Kendala tersebut misalnya: eksistensi bargain pihak donor yang tinggi, pihak donor yang masih resistance dengan isu‐isu gender, ketidakpahaman tentang gender itu sendiri dan bagaimana mengaplikasikannya, seperti yang dialami oleh pihak PU.
6. Menurut Bappenas, ada dua pembagian budget, yaitu pemerintah dan CSO. Budget yang digunakan oleh pemerintah harus jelas masuk dalam APBN, berbeda dengan CSO yang tidak masuk APBN. Jadi semua resourches pemerintah harus tercatat dalam buku pemerintah.
A‐‐ Perbaikan sistem penerimaan dan pencatatan di kita (CSO dan pemerintah) agar berbagai
hal yang akan masuk bisa tercatat dengan baik.
da dua hal yang harus diperbaiki dalam proses pencatatan tersebut, yaitu: Meningkatkan kesadaran kepada pihak yang memberikan bahwa semua harus di record.
7. erdapat beberapa kesulitan lebih yang dialami oleh teman‐teman CSO di luar Jawa, seperti : T
‐ Kesulitan dalam melakukan auditing. Ketiadaan akuntan publik di luar Jawa mengharuskan CSO di sana harus menyewa auditor dari Jawa dengan biaya yang sangat mahal, padahal biaya yang dikelola jauh lebih kecil dari yang ada di Jawa dan Bali.
‐
‐ Lingkungan sosial yang tidak mendukung. Di tingkat lokal enabling environment lebih melekat pada aspek social dan cultural. Seringkali kelompok perempuan yang sudah terlatih soal jender tidak bisa mengintegrasikan konsep jender yang ia miliki karena lingkungan tidak mendukung. Kemudian pembatasan ruang kerja masyarakat sipil, misalnya ada pelarangan bagi masyarakat sipil untuk bekerja di Sulteng, Halmahera ataupun Papua. Tidak ada aturan yang mengikat, namun situasi mengharuskan seperti itu.
Capacity building dan accounting computer based yang semakin mahal.
8. Agar terjadi kesinambungan kerja antara pemerintah dan civil society dalam meningkatkan efektivitas pembangunan perlu dilakukan contain validity dalam bentuk penformalan pendaftaran dengan AD/ART yang jelas dalam setiap pendirian organisasi masyarakat sipil. Tindakan seperti itu akan memperjelas tujuan serta mempermudah proses kerja sama antara pemerintah dan CSO itu sendiri.
9. Pernyatan di atas ternyata menuai ketidaksepakatan dari salah satu peserta diskusi. Menjamurnya CSO di Indonesia harus dimaknai sebagai peningkatan kesadaran berorganisasi masyarakat, dan itu hal yang positif. Persyaratan seperti di atas justru akan mengekang proses tumbuh kembangnya organisasi masyarakat.
10. Sebagai salah satu aktor dalam pembangunan, CSO berhak mengembangkan langkah, tidak semuanya harus sama dengan apa yang dikehendaki oleh pendonor atau pemerintah. Misalnya saja dalam open forum kemarin, kita merumuskan sendiri makna pembangunan dan akuntabilitas.
11. Penting sekali CSO di Indonesia punya mekanisme filter, memutuskan untuk tidak akan berpartner dengan organ dari luar negeri kalau tidak memahami misi‐misi mereka, pengalaman mereka di negara lain. Dilibatkan dalam penyeleksian organisasi internasional yang dilakukan oleh pemerintah. Serta ada prinsip yang harus dipegang, bagaimana ketika CSO menerima dana dari luar negeri untuk pembangunan bangsa, tidak mengorbankan martabat bangsa.
B. Workshop CSOs di Indonesia
Dari workshop yang telah dilakukan, beberapa point yang dapat diambil yaitu:
1. Sosialisasi A4DES
a. Point‐point penjelasan mengenai peran, fungsi dan struktur A4DES
1) A4DES adalah sebuah lembaga add hoc yang bertujuan untuk melaksanakan program dalam rangka pencapaian sasaran Jakarta Komitmen, serta mendorong kemandirian Indonesia dalam melaksanakan sumber daya dari luar yang akan digunakan.
Alur pikir komitmen Jakarta ini sendiri adalah meneruskan reformasi yang ada, menggunakan keuangan negara yang berasal dari pinjaman dan bantuan luar negeri dalam rangka efektivitas pembangunan. Dalam kaitannya dengan pemerintah, A4DES bertugas untuk mendorong pemerintah mengembangkan sistem, melakukan reformasi dalam dirinya.
2) A4DES mempunyai kepentingan untuk melibatkan semua stakeholder yang ada untuk terlibat bersama dalam kegiatan A4DES. Beberapa kali pertemuan telah diselengarakan—pertemuan dalam workshop ini adalah pertemuan keempat—bertujuan untuk membuat format kerja yang tepat. A4DES melibatkan stakeholder dalam kegiatan pembangunan yang ada sumber daya asing, contohnya adalah kerjasama yang dilakukan untuk memanfaatkan program hibah dari AS.
3) Sumber daya yang dimiliki A4DES saat ini adalah sebuah kantor dengan peralatannya yang berlokasi di Gedung Bakrie 2 lantai 6, serta dana sebesar 1,3 juta dollar yang berasal dari mitra‐mitra pembangunan.
4) Beberapa Pokja yang berada di bawah naungan A4DES yaitu :
a
‐ Bertujuan menfasilitasi dialog antara pemerintah dengan stakeholder yang lebih luas, dialog untuk membicarakan persoalan sektora kemiskinan, pendidikan dan kesehatan serta dialog bilateral.
) Pokja Dialog dan Pengembangan Kelembagaan
b
‐ Bertujuan membangun kemandirian dalam mekanisme pendanaan nasional, menemukan format mekanisme pendanaan yang bisa kita terima, yang tentunya melibatkan aktor pemerintah dan stakeholder dalam pembicaraan mengenai hal tersebut.
) Pokja Pengembangan Mekanisme Pendanaan
c
‐ Bertujuan meningkatkan sistem pengadaan yang lebih transparan, efektif efisien dan terbuka.
) Pokja Pengadaan
d
‐ Bertugas memastikan resourches dan pendanaan masuk dalam dokumen negara sehigga bisa dinilai input dan outputnya.
) Pokja Pengelolaan Keuangan Publik
e
‐ Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap penerimaan pinjaman dan hibah luar negeri.
) Pokja Pemantauan dan Evaluasi
f
‐ Bertugas mengembangkan suatu mekanisme yang dapat menunjang perpindahan keahlian dari negara maju.
) Pokja Pengembangan Kapasitas dan Knowledge Manajemen
b. Pertanyaan dan usulan peserta workshop terhadap A4DES
1) APAL Perempuan – Ulfa K
‐ Kita harus memaknai lebih jauh mengenai Pokja Monitoring dan evaluasi. Usulannya adalah Bappenas melakukan gender audit yang dalam prosesnya dilakukan bersama dan melibatkan kaum perempuan.
‐ Pokja dialog dan pengembangan bisa berfungsi untuk mengefektifkan program pembangunan dalam konteks pengelolaan SDA yang sering kali sarat dengan konflik.
2) ES – Pascal F
‐ A4DES perlu melakukan publikasi misalkan lewat Website, tentang program‐program yang dimiliki.
‐ Siapa saja aparat pemerintahan yang terlibat dalam mengawasi proses kerja sama yang dilakukan CSO dengan lembaga asing?
3) alhi – Ali W
‐ Bagaimana mekanisme Pokja dijalankan? Misal, dalam Pokja Keuangan Public, seperti apa sistem dan siapa yang mengelola?
4) I – Ilham T
‐ Untuk mempermudah proses sosialisasi, A4DES dapat membuat semacam call for proposal yang akan menjadi faktor pendorong bagi A4DES untuk berhubungan dengan CSO.
5) akkum – Syamsul Y
‐ Yakkum mempunyai persoalan dengan peningkatan pajak yang sering dilakukan oleh rumah sakit dimana Yakkum melakukan pengadvokasian kesehatan pada masyarakat miskin. Terkait dengan A4DES di Pokja mana Yakkum bergabung berlandaskan persoalan di atas?
6) APAL Perempuan – Yanti Muchtar K
‐ Sejauh mana A4DES punya keberanian menelusuri dan memaparkan data‐data soal Aid for Development Effectiveness? Seperti berapa bantuan yang diberikan. CSO sering mengalami kesulitan mengakses persoalan yang dianggap sensitive seperti hal tersebut. Data itu dapat kita gunakan untuk menilai seberapa besar keefektifan program tersebut?
7) FID – Don K Marut IN
‐ Satu fenomena yang menarik ketika kita mengetahui bahwa ada pejabat pemerintahan yang belum bisa menerima kehadiran CSO. Ini salah satu tantangan yang harus diselesaikan oleh A4DES. Saya lebih sepakat ketika A4DES disebut sebagai sebuah forum bersama daripada lembaga add hoc. Kedepannya, forum ini akan menjadi tempat kita berbagi informasi untuk mewujudkan pembangunan.
c. Kesimpulan atas pendiskusian mengenai A4DES
‐ A4DES menginginkan adanya monitoring dan evaluasi bersama, juga dengan memasukkan aspek gender di dalamnya. Tidak hanya itu A4DES juga menginginkan transparansi. Proses monev inilah ending dari kemandirian yang kita maksud. Hal inilah yang belum bisa terjadi sekarang, karena A4DES bingung tentang bagaimana harus mengundang berbagai CSO dalam mendiskusikan hal di atas.
‐ Steering Comitte A4DES terdiri dari pekerja‐pekerja pemerintahan yang mempunyai komitmen untuk melakukan perbaikan. Kemudian ada tim pelaksana yang bertugas melaksanakan tugas‐tugas harian. Saat ini enam Pokja yang ada diketuai oleh Bappenas, Menko Perekonomian dan keuangan, A4DES mengharapkan juga keterlibatan kawan‐kawan CSO. A4DES bukanlah lembaga yang permanen seperti Bappenas, tugasnya dalam Pokja tadi adalah mendorong Bappenas melakukan perubahan keuangan yang sesuai dengan keinginan berbagai stakeholder. Oleh karenanya, A4DES tidak mempunyai wewenang untuk memberikan informasi serta mengadakan call for proposal seperti yang diusulkan oleh peserta.
‐ Targetan utama A4DES adalah mengkonsolidasikan berbagai stakeholder untuk berdiskusi, berdebat persoalan efektivitas pembangunan yang ada di Indonesia serta bagaimana kita membangun Trust Fund di mata internasional. Oleh karenanya, pendiskusian tentang A4DES sendiri terbuka untuk kawan‐kawan CSO.
‐ Tentang mekanisme masuknya lembaga luar negeri ke Indonesia, itu melalui pencatatan di sekretaris negara dan beberapa departemen yang terkait seperti luar negeri dan keuangan.
2. Identifikasi prinsip dan mekanisme partisipasi CSOs dalam efektifitas pembangunan berangkat dari pengalaman Yayasan Bina Swadaya
a. Point‐point penjelasan mengenai program, mekanisme Yayasan Bina Swadaya
Bina Swadaya didirikan oleh Ikatan Petani Pancasila pada 1967. Bina Swadaya hadir sebagai wahana pemberdayaan masyarakat yang mandiri dan konsisten. Pada tahun 1999 Bina Swadaya bertransormasi menjadi lembaga kewirausahaan sosial yang mengembangkan masyarakat dengan memantapkan kemandirian finansial. Moto Bina Swadaya adalah Bermartabat, Sejahtera, Mandiri dan Maju Bersama.
Bina Swadaya mempunyai tiga Fokus Pengembangan Keberdayaan Masyarakat:
1) Pengembangan Produksi dan Usaha Masyarakat bertugas mengembangkan produksi dengan mempelajari dan bekerja sama dengan lembaga penelitian. Sampai saat ini ada beberapa produk yang sudah dihasilkan, yaitu buah merah, wallet, dsb.
2) Pengembangan Kelembagaan Masyarakat Mandiri Bina Swadaya percaya bahwa masyarakat miskin akan berkembang di dalam organisasi yang mereka kembangkan sendiri. Sampai saat ini terdapat 1 juta kelompok yang tersentuh secara langsung dan tidak langsung dengan Bina Swadaya.
3) Pengembangan dan Pelayanan Keuangan Mikro bertujuan untuk mengembangkan pelayanan keuangan mikro, sayangnya Indonesia tidak memiliki komitmen dan infrastruktur yang kuat terhadap itu.
Bina Swadaya memiliki tujuh Bidang Kegiatan, yaitu:
1) Pemberdayaan Masyarakat Warga
2) Pengembangan Keuangan Mikro
3) Pengembangan Agribisnis
4) Pengembangan Komunikasi Pembangunan
5) Pengembangan Wisata Alternatif
6) Pengembangan Jasa Percetakan
7) Penyediaan Fasilitas Workshop, Akomodasi, Pelatihan dan Pertemuan.
Metode pendekatan di Bina Swadaya adalah inside all, artinya Bina Swadaya adalah komunitas yang menjunjung tinggi martabat, repecting humanity. Konsep kepemimpinan di Bina Swadaya menyandarkan pada knowledge manajemen, mengembangkan networking, sikap bela rasa dan integritas.
Ada tiga konsep Ownership yang di kembangkan oleh Bina Swadaya, yaitu:
1) Level 1, Ownership antara Masyarakat – Lembaga Donor
Ketika bekerja sama dengan lembaga donor, Bina Swadaya selalu menekankan bahwa masalah dalam masyarakat hanya bisa teratasi kalau masyarakat tersebut bergabung dengan organisasi yang solid. Bina Swadaya mendorong masyarakat untuk selalu menabung. Proses tersebut didampingi oleh technical system. Kalau ada peningkatan kekayaan maka itu berada di dalam suatu wadah yang solid yang dikontrol oleh masyarakat, tugas bina swadaya, dan donor selesai.
2) Level 2, Ownership Masyarakat _ Lembaga Partner (Pemerintah dan Swasta)
Kami bekerja sama dengan berbagai lembaga partner seperti Ford Foundation dan BKKBN.
3) Level 3, Dalam Lembaga Bina Swadaya
Bina Swadaya memiliki sistem perencanaan yang partisipatif dan berjenjang, evaluasi setiap 6 bulan sekali, dengan demikian ide yang muncul dari setiap orang dapat disahkan. Bina Swadaya juga telah mengurus status kepemilikan, sehingga saham 100% dimiliki oleh Bina Swadaya.
Dalam mekanisme pengorganisasian di Bina Swadaya setiap struktur atas dan bawah adalah pengontrol. Terdapat pembuatan unit pengawasan internal dan eksternal setiap Juni.
b. Pertanyaan dan tanggapan peserta workshop terhadap Yayasan Bina Swadaya
1) Departemen PU – Edward
Proses yang dilakukan oleh Bina Swadaya ini harus berkelanjutan dalam pemukiman umum. Proses ini tentu saja bersama dengan NGO dan Perguruan tinggi sebagai kelompok yang dekat dengan masyarakat.
2) AGRA – Erfan
Kenapa Indonesia tidak berkehendak menjalankan program yang penting bagi masyarakat Agraris yaitu land reform sesuai dengan yang sudah dibahas dalam UU Pokok Agraria? Padahal program ini bertujuan untuk membangun pasar domestic. Program ini akan membantu peningkatan daya beli masyarakat.
3) KAPAL Perempuan – Ulfa
Apakah Bina Swadaya melakukan sosial audit?
4) WALHI – Ali
Melihat dari jumlah keanggotaan Bina Swadaya yang cukup besar, mengapa tidak melakukan mobilisasi kemarahan rakyat? Melihat dari kondisi mayoritas masyarakat Indonesia yang miskin.
5) KADIN
Kemarahan tersebut harus terarah, tidak dengan memobilisasi rakyat di jalanan. Kemarahan tersebut bisa disampaikan kepada pembuat kebijakan atau kepada pihak pemerintah yang membuat kebijakan tersebut.
c. Kesimpulan
‐ Lemahnya implementasi terhadap land reform adalah persoalan rendahnya komitmen pemerintah dalam menerapkan itu. Seringkali persoalan pertanian tidak mendapat perhatian, sehingga persoalan teknis seperti mampetnya saluran air ke lahan pertanian dapat mengakibatkan kelaparan seperti kasus di Karawang tahun 80‐an yang pernah diinvestigasi oleh Bina Swadaya.
‐ Seorang ahli pangan dari Thailand yang bekerja di UNDP menyatakan bahwa Indonesia berpotensi untuk menyelamatkan krisis pangan dunia. Namun yang terjadi justru sebaliknya, Indonesia menjadi negara pengimpor 1 juta kasava dari Philipina. Ini adalah bentuk persoalan land reform yang tidak terselesaikan.
‐ Tentang sosial audit, jikalau hal tersebut memungkinkan pasti akan dijalankan. Bina Swadaya akan melakukan banyak hal yang dapat membawa masyarakat mencapai tujuannya.
‐ Situasi kemiskinan saat ini sangat mudah membuat orang marah, setiap hari kita melihat kemarahan‐kemarahan di televisi. Yang perlu dibicarakan adalah bagaimana agar kemarahan tersebut mendapat saluran yang tepat, bukan dengan menambah hiruk pikuknya jalan‐jalan. Bina Swadaya belajar dari ASA, bagaimana mengarahkan kemarahan rakyat melalui mikro finance. Efeknya sangat membantu masyarakat dalam mengatasi persoalan kemiskinan.
‐ Bantuan luar negeri harus dimaknai sebuah komitmen bersama yang tidak kemudian membuat kita tergantung dengan bantuan tersebut. Dengan organisasi yang kuat kita akan mengarahkan outputnya ke arah sosial enterpreneurship, sosial integration dan productive development.
LAMPIRAN Lampiran 1 Bahan Presentasi (terdapat di file berbeda) Lampiran 2 Daftar Hadir