Laporan Kba Piperin Print

79
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM KIMIA BAHAN ALAM II ISOLASI ALKALOID DARI BUAH LADA HITAM (Piper nigrum L. ) OLEH : SHERLY VERONICA 1211012012 JUMAT SIANG LABORATORIUM KIMIA BAHAN ALAM FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS

description

kimia bahan lam

Transcript of Laporan Kba Piperin Print

Page 1: Laporan Kba Piperin Print

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

KIMIA BAHAN ALAM II

ISOLASI ALKALOID DARI BUAH LADA HITAM

(Piper nigrum L. )

OLEH :

SHERLY VERONICA

1211012012

JUMAT SIANG

LABORATORIUM KIMIA BAHAN ALAM

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2014

BAB I

Page 2: Laporan Kba Piperin Print

TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 1. Tumbuhan Piper nigrum L (Vengolis, 2012)

1.1 Klasifikasi

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)

Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)

Subdivisi : Angiospermae (berbiji tertutup)

Kelas : Monocotyledonae (biji berkeping satu)

Ordo : Piperales

Famili : Piperaceae

Genus : Piper

Spesies : Piper nigrum L.

(Rahmat Rukmana, 2003)

1.2 Morfologi

1.2.1 Akar

Akar tanaman lada terdiri atas akar yang terdapat di atas permukaan tanah

dan akar yang berada di dalam tanah.

a. Akar di permukaan tanah

Page 3: Laporan Kba Piperin Print

Akar lada yang tumbuh di atas permukaan tanah disebut juga dengan

akar panjat atau akar lekat karena fungsinya untuk melekatkan batang

tanaman. Akar lekat ini hanya tumbuh di buku-buku batang utama dan

cabang ortotrop.

b. Akar di dalam tanah

Akar lada yang tumbuh di dalam tanah biasa disebut akar utama,

muncul di buku-buku batang utama baik di dalam tanah maupun dekat

pangkal tanaman (Sutarno dan Agus Handoko, 2005).

1.2.2 Batang

Batang tanaman lada biasa disebut dengan stolon, yaitu batang pokok yang

tumbuh ke atas dan dari batang akan tumbuh cabang-cabang ortotrop dan cabang

plagiotrop. Batang lada berbentuk agak pipih dan beruas-ruas dengan panjang

setiap ruas 7-12 cm (Sutarno dan Agus Handoko, 2005).

1.2.3 Daun

Daun tanaman lada merupakan daun tunggal dengan panjang 12-18 cm,

dan lebar sekitar 3 cm dengan tangkai sepanjang 4 cm. Permukaan daun bagian

atas berwarna hijau tua mengilat dan bagian bawah berwarna hijau pucat tidak

mengilat (Sutarno dan Agus Handoko, 2005).

1.2.4 Bunga

Umumnya bunga lada muncul awal musim hujan, yakni sekitar bulan

Desember hingga Januari, dan merupakan bunga majemuk yang tumbuh

mengelilingi malai bunga. Setiap malai bunga terdiri dari 100-150 bunga yang

kelak akan menjadi buah (Sutarno dan Agus Handoko, 2005).

1.2.5 Buah

Buah lada berbentuk bulat dengan biji lunak dan berkulit keras. Saat masih

muda, kulit buah lada berwarna hijau tua, kemudian berangsur-angsur menguning

dan berwarna merah cerah. Buah lada terdiri dari biji yang berkulit keras dengan

Page 4: Laporan Kba Piperin Print

diameter 3-4 mm dan dilindungi oleh daging buah yang tebalnya sekitar 2 mm

(Sutarno dan Agus Handoko, 2005).

1.3 Nama

1.3.1 Nama daerah

pedes (Sunda), merica (Jawa), lada kecik (Bengkulu), lado ketek

(Minangkabau), marica (Makasar), rica jawa (Ternate), dan malita

lodawa (Gorontalo)

1.3.2 Nama luar negeri

black pepper (Inggris), hu zhiau (Cina) (Arief Hariana, 2005).

1.4 Kandungan Kimia

Bahan kimia yang terkandung dalam lada diantaranya kamfena, boron,

calamene, calamenene, carvacrol chavicine, bisabolene, camphene, β-

caryophyllene, terpen, sesquiterpen, alkaloid (piperin; piperilin; piperolein a,b dan

c; piperanine; serta piperonal), protein dan sejumlah kecil mineral, saponin,

flavonoid, minyak atsiri, kavisin, dan resin (Rahmat Rukmana, 2003).

Piperin berupa kristal berbentuk jarum berwarna kuning, tidak berbau, bila

dikecap mula-mula tidak berasa, lama-lama terasa pedas, larut dalam etanol,

benzen, dan kloroform dengan titik lebur 125-126oC. Piperin termasuk golongan

alkaloid yang merupakan senyawa amida basa lemah yang dapat membentuk

garam dengan asam mineral kuat. Piperin bila dihidrolisis dengan KOH-etanolik

yang berlebihan dan dalam keadaan panas menyebabkan piperin terhidrolisis dan

membentuk kalium piperinat dan piperidin (Eatin Septiatin, 2008).

Rasa pedas dari buah lada hitam, 90-95% disebabkan oleh adanya

komponen trans-piperin yang ada dalam buah kering kadarnya 2-5% dan terdiri

atas senyawa asam amida piperin dan asam piperinat. Rasa pedas piperin masih

ada walaupun diencerkan 1:200000. Rasa pedas juga disebabkan oleh adanya

kavisin yang merupakan isomer basa piperin (Depkes dan kesejahteraan RI, 2001)

Page 5: Laporan Kba Piperin Print

Gambar 2. Struktur Piperine (id.wikipedia.org)

1.5 Manfaat

Suatu hasil penelitian menunjukkan bahwa mengkonsumsi lada hitam

dapat membantu mengontrol lemak dalam darah. Kandungan piperin dalam lada

hitam dapat memblokir pembentukan sel-sel lemak baru. Piperin berguna untuk

mengganggu aktivitas gen yang mengontrol pembentukan sel lemak baru. Piperin

memicu reaksi metabolisme berantai yang membantu menjaga lemak, dan dapat

dimanfaatkan untuk pengobatan obesitas.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa ekstrak lada hitam secara

signifikan meningkatkan aktivitas sitotoksik sel pembunuh alami, yang

menunjukkan potensinya sebagai anti kanker. Efek anti kanker tersebut karena

aktivitas dari senyawa alkaloid piperin yang terdapat di dalam lada. Peran

imunomodulator dan aktivitas antitumor dari ekstrak lada hitam tersebut, dapat

dipromosikan dalam pemanfaatan lada sebagai agen alami untuk pemeliharaan

sistem kekebalan tubuh.

Manfaat lainnya, lada dipercaya dapat menekan pertumbuhan bakteri

terutama pada saluran usus. Hasil percobaan pada tikus dilaporkan bahwa lada

hitam dan piperin dapat merangsang enzim pencernaan, memodifikasi sekresi

perut, mengubah makanan gastrointestinal transit, dan menghambat diare. Efek

akut dari lada hitam di dalam perut manusia tampaknya serupa dengan aspirin,

meskipun pengaruh jangka panjang dari lada hitam di dalam perut belum

diketahui. Piperin sebagai komponen utama alkaloid yang terkandung di dalam

lada, selain berperan sebagai antioksidan juga memiliki antivitas anti hipertensi

(Risfaheri, 2012).

Page 6: Laporan Kba Piperin Print

1.6 Teori Tambahan

1.6.1 Ekstraksi

Pemilihan metode ekstraksi tergantung pada tekstur, kandungan air dan

jenis senyawa kimia yang di isolasi dari suatu tumbuhan, sehingga senyawa kimia

yang diekstraksi dapat tertarik sempurna tanpa mengalami perubahan sifat dan

strukturnya. Ekstraksi tumbuhan dilakukan dengan menggunakan pelarut yang

sesuai. Untuk memilih pelarut yang akan dipakai dalam ekstraksi harus diketahui

sifat kandungan kimia metabolit sekunder yang akan diisolasi. Senyawa polar

lebih mudah larut dalam pelarut polar dan senyawa non polar mudah larut dalam

pelarut non polar (Harborne, 1991).

Salah satu metoda ekstraksi adalah maserasi. Maserasi merupakan cara

penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk

simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan

masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan

nkarena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan

yang diluar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut

berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan

di dalam sel (Depkes RI, 1986).

1.6.2 Rekristalisasi

Rekristalisasi merupakan salah satu cara pemurnian zat padat yang banyak

digunakan, dimana zat-zat tersebut atau zat-zat padat tersebut dilarutkan dalam

suatu pelarut kemudian dikristalkan kembali. Cara ini bergantung pada kelarutan

zat dalam pelarut tertentu saat suhu diperbesar (Arsyad, 2001).

Rekristalisasi merupakan metode yang sangat penting untuk pemurnian

komponen larutan organik. Tujuh metode dalam rekristalisasi yaitu: memilih

pelarut, melarutkan zat terlarut, menghilangkan warna larutan, memindahkan zat

padat, mengkristalkan larutan, mengumpul dan mencuci kristal, mengeringkan

produknya (hasil) (Williamson, 1999). Rekristalisasi adalah pemurnian suatu zat

padat dari campuran atau pengotornya yang dilakukan dengan cara

Page 7: Laporan Kba Piperin Print

mengkristalkan kembali zat tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut (solven)

yang sesuai atau cocok (Agustina Leokristi, 2013)

1.6.3 KLT

KLT dapat digunakan untuk memisahkan berbagai senyawa seperti ion ion

anorganik, kompleks senyawa senyawa organik dengan anorganik, dan senyawa

senyawa organik baik yang terdapat di alam dan senyawa senyawa organik

sintetik. Kelebihan penggunaan kromatografi lapis tipis dibandingkan dengan

kromatografi kertas ialah karena dapat dihasilkannya pemisahan yang lebih

sempurna, kepekaan yang lebih tinggi, dan dapat dilaksanakan dengan lebih cepat.

Banyak pemisahan yang memakan waktu berjam jam bila dikerjakan dengan

kromatografi kertas, tetapi dapat dilaksanakan hanya beberapa menit saja bila

dikerjakan dengan KLT.

Empat macam adsorben yang umum dipakai ialah silika gel, alumina,

kieselguhr, dan selulosa. Sampel yang merupakan campuran senyawa yang akan

dipisahkan, dilarutkan dalam zat pelarut yang mudah menguap, misalnya

kloroform atau zat pelarut lain yang serupa, yang mempunyai titik didih antara

50-1000C. Tetesan sampel harus di usahakan sekecil mungkin dengan meneteskan

berulang kali, dengan dibiarkan mengering sebelum tetesan berikutnya dikerjakan.

Pemilihan sistem pelarut yang dipakai didasarkan atas prinsip like dissolves like,

tetapi akan lebih cepat.

Pemilihan sistem pelarut atas dasar like dissolves like berarti untuk

memisahkan sampel yang bersifat non polar digunakan sistem pelarut yang

bersifat non polar juga. Dengan menempatkan plat yang telah dikeringkan dalam

ruangan yang mengandung uap iodium, komponen penyusun dalam bentuk bercak

(spot) akan berwarna coklat dengan dasar putih. Penggunaan sinar ultraviolet

dapat memberikan fluoresensi pada plat yang mengandung unsur fosfor

(Muhammad Adnan, 1997).

Page 8: Laporan Kba Piperin Print

BAB II

PROSEDUR PERCOBAAN

2.1 Alat dan Bahan

2.1.1 Alat

Wadah untuk maserasi, seperangkat alat rotary evaporator, pipet tetes,

chamber, penotol, vial, corong, spatel.

2.1.2 Bahan

Buah lada hitam (Piper nigrum) 10 g, metanol, KOH 10%, etil asetat,

kapas/kertas saring, plat KLT.

2.2 Cara Kerja

1. Lada hitam sebanyak 10 g dihaluskan dan dimaserasi dengan 100 ml

metanol dan diamkan selama 3 hari, disertai pengocokan sesekali.

2. Setelah dimaserasi, kemudian saring. Diuapkan dengan rotary evaporator,

setelah diuapkan akan didapatkan maserat kental. Maserat kental tersebut

ditambah dengan 10 mL KOH 10%. Kemudian saring dan hasil saringan

masukkan ke dalam botol vial, tutup dengan aluminium foil dan tusuk-

tusuk dengan jarum.

3. Sampel dalam vial yang telah didiamkan selama 1 hari akan terbentuk

endapan dalam larutan hijau. Kemudian endapan tersebut dipisahkan.

4. Endapan diberi etil asetat melalui dinding vial dan panaskan pada

waterbath sampai larut, dan beri n-heksan sehingga terbentuk kabut

dengan larutan hitam didasarnya. Kabut tersebut dipisahkan dan

dimasukkan ke vial lain dan beri lagi etil asetat + n-heksan. Dan tutp

dengan foil yang telah dilubangi. Hari berikutnya dilakukan rekristalisasi.

Hitung massa kristal yang terbentuk.

Page 9: Laporan Kba Piperin Print

5. Kristal yang terbentuk dilarutkan dengan etil asetat untuk melakukan

pengecekan KLT. Kemudian buat fase gerak n-heksan : etil asetat (2:3)

dan masukkan ke dalam chamber dan beri kertas saring untuk membantu

penjenuhan.

6. Totolkan kristal yang telah dilarutkan di plat KLT, masukkan pada

chamber, tutup rapat dan tunggu sampai eluen naik ke batas atas.

7. Lihat noda dibawah sinar UV λ254 dan hitung Rf.

Page 10: Laporan Kba Piperin Print

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

3.1.1 Jumlah Sampel

10 g

3.1.2 Jumlah Senyawa Isolat

0,0814 g

3.1.3 Rendemen

= x 100 %

= x 100 %

= 0,814 %

3.1.4 Kelarutan

Larut dalam etil asetat

3.1.5 Pola KLT

Page 11: Laporan Kba Piperin Print

3.1.6 Rf

=

=

= 0,46

3..2 Pembahasan

Sampel yang digunakan untuk mengisolasi piperin pada praktikum ini

adalah Piper nigrum. Bagian tanaman yang diambil adalah bagian bijinya.

Sebelum dilakukan maserasi, biji lada ini terlebih dahulu dihaluskan. Hal ini

bertujuan untuk memperluas bidang permukaan sampel sehingga memperluas

kontak dengan pelarut ke dalam membran sel.

Metoda ekstraksi dilakukan dengan cara ekstraksi dingin yaitu maserasi.

Maserasi adalah ekstraksi dengan cara perendaman sampel dengan pelarut. Pelarut

(cairan penyari) akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan

larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di

luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh

cairan penyari dengan konsentrasi rendah (proses difusi), peristiwa tersebut

berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di

Page 12: Laporan Kba Piperin Print

dalam sel. Selama proses maserasi dilakukan  pengadukan agar meratakan

konsentrasi larutan di luar butir serbuk simplisia sehingga tetap terjaga adanya

derajat konsentrasi yang sekecil-kecilnya antara larutan di dalam sel dengan

larutan di luar sel.

Pemilihan metode maserasi karena jumlah sampel dan pelarut yang

digunakan sedikit serta pengerjaannya lebih sederhana. Selain itu, pemilihan

metoda maserasi dilakukan untuk senyawa- senyawa yang tidak tahan panas.

Maserasi dilakukan dengan pelarut metanol karena merupakan pelarut universal

yang dapat melarutkan semua senyawa. Metanol juga memiliki titik didih yang

rendah (780C) sehingga mudah diuapkan.

Ekstrak kental yang diperoleh setelah diuapkan kemudian ditambah

dengan KOH 10%. KOH ini berfungsi untuk menarik basa dari piperin. Karena

sampel yang digunakan adalah sampel segar (mengandung air) , maka KOH yang

ditambahkan jangan terlalu banyak. Karena jika KOH yang ditambahkan berlebih

maka akan terbentuk asam piperat dan piperidin. Setelah itu ditambahkan etil

asetat dan n-heksan yang bertujuan untuk mendesak pembentukan kristal.

Kemudian dilakukan rekristalisasi untuk menghilangkan zat-zat pengotor yang

masih ada pada kristal.

Pada literatur kandungan piperin dalam P. nigrum sebanyak 8,13 % (K.

Vasavirama, 2014) namun hasil rendemen yang didapatkan pada praktikum ini

hanya 0,814 %. Hal ini dapat terjadi karena perbedaan cara ekstraksi. Dimana

pada literatur menggunakan ekstraksi cara soxhlet, berbeda dengan saat percobaan

yang mengguanakan metoda maserasi. Jika dilihat secara organoleptis, kristal

piperin yang didapatkan sesuai dengan literatur yaitu berwarna kuning dan berasa

pedas. (Eatin Septiatin, 2008)

Berdasarkan literatur, standar Rf piperin dari P. nigrum adalah 0,42

(Manisha N. Trivedi, 2011). Setelah dilakukan cek KLT didapatkan Rf nya 0,46.

Dapat dilihat bahwa nilai Rf yang didapatkan saat percobaan tidak jauh berbeda

dengan literatur, dan dapat disimpulkan bahwa senyawa yang diisolasi memang

benar adalah piperin. Perbedaan Rf ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor,

Page 13: Laporan Kba Piperin Print

diantaranya adalah: kemiringan plat KLT dalam chamber, panjang plat KLT,

ukuran chamber, teknik percobaan, suhu, dan kesetimbangan.

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Dari hasil percobaan isolasi piperin dari Piper nigrum didapatkan senyawa

piperin dengan:

Rendemen 0,814 %, dimana hasil rendemen yang didapatkan ini kurang

dari hasil rendemen yang ada pada literatur.

Rf 0,46 dan hampir mendekati Rf yang didasarkan pada literatur.

4.2 Saran

Teliti, hati-hati dan serius dalam melaksanakan percobaan.

Lakukan percobaan dalam lemari asam bila menggunakan zat-zat atau

reagen yang asam dan berbahaya seperti larutan H2SO4 pekat, HCl pekat,

dan lainnya.

Pergunakan alat seperti vial, botol infus atau pipet tetes yang benar-benar

bersih dan kering.

Page 14: Laporan Kba Piperin Print

Sebelum dilakukan uji KLT pastikan dahulu kristal yang diperoleh sudah

bebas dari pengotor agar hasil KLT lebih baik dan nilai Rf nya sama

dengan literatur.

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, Muhammad. 1997. Teknik Kromatografi. Yogyakarta: Andi Offset.

Arsyad. 2001. Kamus Kimia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka utama.

Departemen Kesehatan RI. 1986. Sediaan Galenik. Jakarta: Depkes RI.

Depkes dan kesejahteraan RI. 2001. Inventaris Tanaman Obat Indonesia (I) jilid

2. Jakarta

Hariana, A. 2005. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya: Seri 2. Jakarta: Penebar

Swadaya.

Harborne, J.B. 1991. Metode Fitokimia, Edisi 2, Diterjemahkan oleh Kosasih

Padmawinata dan Iwang Soediro, Bandung: ITB.

Risfaheri. 2012. Diversifikasi Produk Lada (Piper nigrum) untuk Peningkatan

Nilai Tambah. Buletin Teknologi Pascananen Pertanian. Vol 8 (1).

Page 15: Laporan Kba Piperin Print

Rositawati, Agustina Leokristi dkk. 2013. Rekristalisasi Garam Rakyat dari

Daerah Demak untuk Mencapai SNI Garam Industri. Jurnal Teknologi

Kimia dan Industri. Vol. 2, No. 4, Hal 217-225.

Rukmana, H. Rahmat. 2003. Usaha Tani Lada Perdu. Yogyakarta: Kanisius.

Septiatin, Eatin. 2008. Apotek Hidup dari Rempah-Rempah, Tanaman Hias, dan

Tanaman Liar. Bandung: CV.Yrama Widya.

Sutarno, dan Agus Andoko. 2005. Budi Daya Lada : si Raja Rempah-Rempah.

Jakarta: Agromedia Pustaka.

Trivedi, Manisha N. 2011. Pharmacognostic, Phytochemical Analysis and

Antimicrobial Activity of Two Piper Species. Pharmacie Global International

Journal Of Comprehensive Pharmacy. Vol. 02, Issue 07.

Vasavirama K. dan Mahesh Upender. 2014. Piperine : A Valuable Alkaloid From

Piper Species. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical

Sciences. Vol 6, Issue 4.

Page 16: Laporan Kba Piperin Print

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

KIMIA BAHAN ALAM II

ISOLASI FLAVONOID DARI PAKU RESAM

(Gleichenia linearis [Burm.] Clarke)

OLEH :

SHERLY VERONICA

Page 17: Laporan Kba Piperin Print

1211012012

JUMAT SIANG

LABORATORIUM KIMIA BAHAN ALAM

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2014

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 1. Tumbuhan Gleichenia linearis (Burm.) Clarke (id.wikipedia.org)

1.1 Klasifikasi

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)

Page 18: Laporan Kba Piperin Print

Divisi : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Subdivisi : Pteridophyta (paku-pakuan)

Kelas : Filiacinea

Ordo : Filicinalis

Famili : Gleicheniaceae

Genus : Gleichenia

Spesies : Gleichenia linearis (Burm.) Clarke

(Arthur, 1979)

1.2 Morfologi

Paku resam merupakan jenis Pteridophyta (paku-pakuan) besar yang biasa

tumbuh pada tebing-tebing di tepi jalan di pegunungan. Paku resam banyak

tumbuh di tempat-tempat teduh, lembab, dan subur di daerah tropis dan subtropis.

Di Indonesia, paku resam sering dijumpai di tebing-tebing di sekitar Sumatera dan

Kalimantan dengan ketinggian hingga 2.800 mdpl. Tingginya dapat mencapai 3 –

10 kaki. Ada pula paku resam yang tumbuh subur dan lebat di hutan-hutan

Hawaii.

Paku-pakuan ini tumbuh melilit dan bercabang seperti garpu. Akar

rimpangnya tumbuh di dekat permukaan tanah dan keluar batang keras yang

tumbuh keatas. Tumbuhan ini mudah dikenal karena peletakan daunnya yang

menyirip berjajar dua dan tangkainya bercabang mendua (dikotom). Pada

permukaan bawah daunnya terdapat stomata atau bintil-bintil yang berfungsi

sebagai alat pernapasan.

Paku resam ternyata masuk dalam jenis gulma (tanaman pengganggu),

karena kehadirannya di beberapa tempat sering mendominasi permukaan tanah

sehingga tumbuhan lain yang berada di dekatnya menjadi terhambat

pertumbuhannya (Anne Ahira, http://www.anneahira.com/resam.htm).

1.3 Nama

1.3.1 Nama daerah

Paku resam, paku andam (J. Jubahar, 2000).

Page 19: Laporan Kba Piperin Print

1.3.2 Nama luar negeri

-

1.4 Kandungan Kimia

Gleichenia linearis mengandung senyawa flavonoid kaempferol 3-O-

glukopiranosil 7-O-NaSO4 dan kaempferol 3-O-glikosida. Kaempferol banyak

tersebar pada tanaman, pada umumnya kaempferol yang terdapat pada tanaman

ini adalah dalam bentuk glikosidanya. Glikosida kaempferol yang sudah diketahui

saat ini ± 30 jenis. Beberapa famili tanaman yang banyak mengandung

kaempferol adalah Apocynaceae, Cruciferae, Dilleniaceae, Ranunculaceae.

Kaempferol merupakan serbuk berwarna kuning, sedikit larut dalam air

dan larut baik dalam dietil eter, DMSO (25 mg/ mL) dan etanol panas.

Kaempferol merupakan senyawa yang reaktif dengan senyawa yang

mengoksidasi. Kaempferol dan enzimnya stabil pada pH 7 pada suhu 25 0C.

Pengukuran pengaruh oksidasi terhadap struktur kaempferol juga dilakukan pada

pH 7 yang relevan dengan keadaan fisiologi tubuh. Jarak pH stabilitasnya yaitu 5

– 8,5 dengan pH optimum 6,9.

Dikehidupan sehari-hari kaempferol sering dikonsumsi terutama yang

terdapat dalam sayur-sayuran dan buah-buahan seperti kulit apel merah, anggur,

jeruk, frambus, bawang merah, dan daun bawang (Harborne, 1999).

Gambar 2. Struktur kaempferol (Yikrazuul, 2008)

1.5 Manfaat

Kaempferol merupakan senyawa antioksidan kuat yang dapat mencegah

bahaya oksidasi sel, lipid dan DNA. Selain itu, senyawa ini dapat mencegah

arterosklerosis dengan menghambat oksidasi LDL (Low Density Lipoprotein) dan

platelet pada darah. Kaempferol menghambat monosit kemoatraktan protein

Page 20: Laporan Kba Piperin Print

(MCP_1). (MCP_1) ini berperan dalam pembentukan awal plak pada

arteherosklerosis.

Sebagai senyawa yang potensial untuk anti kanker, kaempferol dapat

menghambat pembentukan sel kanker. Hasil penelitian menyatakan bahwa

kaempferol dapat mengurangi kanker payudara, kanker paru dan kanker rahim

(Nova Syafni, 2007).

1.6 Teori Tambahan

1.6.1 Ekstraksi

Pemilihan metode ekstraksi tergantung pada tekstur, kandungan air dan

jenis senyawa kimia yang di isolasi dari suatu tumbuhan, sehingga senyawa kimia

yang diekstraksi dapat tertarik sempurna tanpa mengalami perubahan sifat dan

strukturnya. Ekstraksi tumbuhan dilakukan dengan menggunakan pelarut yang

sesuai. Untuk memilih pelarut yang akan dipakai dalam ekstraksi harus diketahui

sifat kandungan kimia metabolit sekunder yang akan diisolasi. Senyawa polar

lebih mudah larut dalam pelarut polar dan senyawa non polar mudah larut dalam

pelarut non polar (Harborne, 1991).

Teknik ekstraksi sangat berguna untuk memisahkan secara cepat dan

bersih baik untuk zat organik maupun zat anorganik. Cara ini dapat digunakan

untuk analisis makro dan mikro. Secara umum, ekstraksi adalah proses penarikan

suatu zat terlarut dari larutannya di dalam air oleh suatu pelarut lain yang tidak

dapat bercampur dengan air (fasa air) ( Purwani dkk, 2008).

1.6.2 Fraksinasi

Fraksinasi adalah proses pemisahan suatu kuantitas tertentu dari campuran

(padat, cair, terlarut, suspensi atau isotop) dibagi dalam beberapa jumlah kecil

(fraksi) komposisi perubahan menurut kelandaian. Pembagian atau pemisahan ini

didasarkan pada bobot dari tiap fraksi, fraksi yang lebih berat akan berada paling

dasar sedang fraksi yang lebih ringan akan berada diatas. Fraksinasi bertingkat

biasanya menggunakan pelarut organik seperti eter, aseton, benzen, etanol,

diklorometana, atau campuran pelarut tersebut. Asam lemak, asam resin, lilin,

Page 21: Laporan Kba Piperin Print

tanin, dan zat warna adalah bahan yang penting dan dapat diekstraksi dengan

pelarut organik (Adijuwana dan Nur 1989).

1.6.3 KLT

KLT dapat digunakan untuk memisahkan berbagai senyawa seperti ion ion

anorganik, kompleks senyawa senyawa organik dengan anorganik, dan senyawa

senyawa organik baik yang terdapat di alam dan senyawa senyawa organik

sintetik. Kelebihan penggunaan kromatografi lapis tipis dibandingkan dengan

kromatografi kertas ialah karena dapat dihasilkannya pemisahan yang lebih

sempurna, kepekaan yang lebih tinggi, dan dapat dilaksanakan dengan lebih cepat.

Banyak pemisahan yang memakan waktu berjam jam bila dikerjakan dengan

kromatografi kertas, tetapi dapat dilaksanakan hanya beberapa menit saja bila

dikerjakan dengan KLT.

Empat macam adsorben yang umum dipakai ialah silika gel, alumina,

kieselguhr, dan selulosa. Sampel yang merupakan campuran senyawa yang akan

dipisahkan, dilarutkan dalam zat pelarut yang mudah menguap, misalnya

kloroform atau zat pelarut lain yang serupa, yang mempunyai titik didih antara

50-1000C. Tetesan sampel harus di usahakan sekecil mungkin dengan meneteskan

berulang kali, dengan dibiarkan mengering sebelum tetesan berikutnya dikerjakan.

Pemilihan sistem pelarut yang dipakai didasarkan atas prinsip like dissolves like,

tetapi akan lebih cepat.

Pemilihan sistem pelarut atas dasar like dissolves like berarti untuk

memisahkan sampel yang bersifat non polar digunakan sistem pelarut yang

bersifat non polar juga. Dengan menempatkan plat yang telah dikeringkan dalam

ruangan yang mengandung uap iodium, komponen penyusun dalam bentuk bercak

(spot) akan berwarna coklat dengan dasar putih. Penggunaan sinar ultraviolet

dapat memberikan fluoresensi pada plat yang mengandung unsur fosfor

(Muhammad Adnan, 1997).

Page 22: Laporan Kba Piperin Print

BAB II

PROSEDUR PERCOBAAN

2.3 Alat dan Bahan

2.3.1 Alat

Boiler, steamer, kempa hidrolik, wadah penampung, erlenmeyer/beker

glass, seperangkat alat rotary evaporator, corong, kain penyaring.

2.3.2 Bahan

Paku resam (25 Kg), metanol, etil asetat, n-heksan, HCl 2N, penampak

noda untuk flavonoid, kertas saring.

2.4 Cara Kerja

1. Paku resam (25 Kg) dikukus selama 1 jam di dalam steamer. Kemudian

dikempa dengan pompa hidrolik dan tampung airnya. Hasil kempa

dimasukkan ke dalam ember dan biarkan selama 3 hari.

Page 23: Laporan Kba Piperin Print

2. Ambi air yang diendapkan sebanyak 100 mL, hidrolisis dengan

menambahkan HCl 2N 100 mL kemudian panaskan di water bath selama

1 jam sambil sesekali diaduk.

3. Hasil hidrolisis dilakukan fraksinasi dengan etil asetat 5 x 70 mL, ambil

fraksi etil. Fraksi etil dicuci dengan aquadest 70 mL sampai pH nya netral.

Karena ada banyak emulsi, maka ditambahkan metanol untuk memecah

emulsi tersebut.

4. Fraksi etil diuapkan dengan rotary evaporator dan didapatkan maserat

kental. Maserat kental tersebut ditambah n-heksan sedikit demi sedikit dan

timbul endapan kuning. Endapan dipisahkan dan dilarutkan dengan etil

asetat disertai dengan pemanasan dan tambahkan lagi n-heksan sehingga

endapan akan terbentuk lagi. Lakukan rekristalisasi seperti tadi sampai

larutan menjadi kuning bersih.

5. Larutan yang ada endapan yang telah direkristalisasi disaring dengan

kertas saring. Endapan yang ada di kertas saring dimasukkan ke botol dan

larutkan dengan etil asetat, tunggu sampai terbentuk amorf.

6. Amorf yang terbentuk dilarutkan dengan etil asetat untuk melakukan

pengecekan KLT. Kemudian buat fase gerak n-heksan : etil asetat (1:4)

dan masukkan ke dalam chamber dan beri kertas saring untuk membantu

penjenuhan.

7. Totolkan amorf yang telah dilarutkan di plat KLT, masukkan pada

chamber, tutup rapat dan tunggu sampai eluen naik ke batas atas.

8. Lihat noda dibawah sinar UV λ365 dan hitung Rf

Page 24: Laporan Kba Piperin Print

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

3.1.1 Jumlah Sampel

100 mL

3.1.2 Jumlah Senyawa Isolat

0,0827 g

3.1.3 Rendemen

= x 100 %

Page 25: Laporan Kba Piperin Print

= x 100 %

= 0,0827 % b/v

3.1.4 Kelarutan

Larut dalam metanol

3.1.5 Pola KLT

3.1.6 Rf

=

=

= 0,6

3.2 Pembahasan

Sampel yang digunakan untuk mengisolasi flavonoid pada praktikum ini

adalah Gleichenia linearis. Bagian tanaman yang diambil adalah bagian herbanya.

Metoda ekstraksi yang dilakukan untuk G. linearis ini dilakukan dengan cara

Page 26: Laporan Kba Piperin Print

ekstraksi panas dengan cara dikukus. Pemilihan metoda ini karena senyawa yang

diisolasi tahan terhadap panas dan cara ekstraksi ini lebih cepat dibanding

ekstraksi dingin. Selain itu, senyawa yang diekstraksi tidak langsung kontak

dengan pelarut. Setelah dikukus, G. Linearis dikempa dengan pompa hidrolik

untuk mendapatkan ekstrak dari tumbuhan ini yang kemudian akan terbentuk

endapan setelah didiamkan beberapa hari.

Endapan hasil rebusan G. Linearis ini dihidrolisis dengan HCl 2N. Tujuan

hidrolisis ini adalah untuk membedakan berbagai jenis glikosida dan bila terjadi

pemutusan, gula, aglikon, gugus asil dan lain-lain dapat dipisahkan. Hasil

hidrolisis di fraksinasi dengan etil asetat dan dicuci dengan aquadest untuk

menghilangkan sisa HCl yang terdapat dalam fraksi tersebut.

Saat difraksinasi senyawa yang larut didalam air, akan masuk ke fraksi air.

Senyawa yang larut etil asetat atau senyawa semi polar, akan masuk ke fraksi etil

asetat. Dan selanjutnya, senyawa yang tidak larut keduanya akan berada didalam

fraksi sisa. Maka, akan didapatkan 3 fraksi yaitu fraksi etil asetat, fraksi air, dan

fraksi sisa. Senyawa hasil setelah diuapkan ditambah n-heksan untuk mendesak

terbentuknya endapan.

Menurut literatur, rendemen yang didapatkan berkisar 0,0029- 0,0235 %

(Nova Syafni, 2007). Namun, hasil yang didapatkan saat praktikum lebih besar

yaitu 0,0827. Hal ini dapat terjadi karena perbedaan cara ekstraksi saat praktikum

dengan ekstraksi pada literatur. Dimana cara ekstraksi pada literatur adalah

dengan merebus G. Linearisini, sedangkan pada saat praktikum dilakukan dengan

cara mengukusnya. Jadi, dapat disimpulkan cara isolasi kaempferol dengan

mengukus lebih baik dari pada merebusnya karena rendemen kaempferol yang

didapatkan dengan mengukus lebih banyak.

Page 27: Laporan Kba Piperin Print

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Dari hasil percobaan isolasi flavonoid dari Gleichenia linearis didapatkan

senyawa kaempferol dengan:

Rendemen 0,0827 %, dimana hasil rendemen ini lebih banyak

dibandingkan dengan rendemen literatur.

Rf 0,6 dengan menggunakan eluen n-heksan : etil asetat (1:4).

4.2 Saran

Teliti, hati-hati dan serius dalam melaksanakan percobaan.

Page 28: Laporan Kba Piperin Print

Lakukan percobaan dalam lemari asam bila menggunakan zat-zat atau

reagen yang asam dan berbahaya seperti larutan H2SO4 pekat, HCl

pekat, dan lainnya.

Pergunakan alat seperti vial, botol infus atau pipet tetes yang benar-

benar bersih dan kering.

Sebelum dilakukan uji KLT pastikan dahulu kristal yang diperoleh

sudah bebas dari pengotor agar hasil KLT lebih baik dan nilai Rf nya

sama dengan literatur.

DAFTAR PUSTAKA

Adijuwana, dan Nur M.A. 1989. Teknik Spektroskopi dalam Analisis Biologi.

Bogor: Pusat Antar Universitas IPB.

Ahira, Anne. 2011. Isolasi Paku Resam (Gleichenia linearis).

http://www.anneahira.com/resam.htm (Diakses tanggal 27 Mei 2014).

Arsyad. 2001. Kamus Kimia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka utama.

Arthur, J. R. 1979. Morphology of Vascular Plant, Lower Groups (Psilophylatus

to Filicales. New Delhi: Me Grow Hill Publishing Company Ltd.

Harborne, J.B. 1993. The Flavonoids. London, New York: Chapman and Hall.

Page 29: Laporan Kba Piperin Print

Jubahar, J. 2000. Isolasi Flavonoid dari Paku Resam (Gleichenia linearis (Burm.)

Clarke). Padang : FMIPA UNAND

Syafni, Nova. 2007. Optimasi Isolasi Kaempferol dari Paku Resam (Gleichenia

linearis (burm.) Clarke). Padang : FMIPA UNAND

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

KIMIA BAHAN ALAM II

ISOLASI TRITERPENOID DARI PEGAGAN

(Centella asiatica L.)

Page 30: Laporan Kba Piperin Print

OLEH :

SHERLY VERONICA

1211012012

JUMAT SIANG

LABORATORIUM KIMIA BAHAN ALAM

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2014

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

Page 31: Laporan Kba Piperin Print

Gambar 1. Tumbuhan Centella asistica L (Setiawan Dalimartha, 2006)

1.1 Klasifikasi

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)

Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)

Subdivisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)

Kelas : Dicotyledonae (berkeping dua)

Ordo : Umbillales

Famili : Umbilliferae (apiaceae)

Genus : Centella

Spesies : Centella asiatica L. Urban

(Hardi Sunanto, 2009)

1.2 Morfologi

1.2.1 Habitus

Habitus berupa terna atau herba tahunan, tanpa batang tetapi dengan

rimpang pendek dan stolon-stolon yang melata, panjang 10-80 cm. Pegagan

tumbuh secara liar di tempat-tempat yang tanahnya agak lembab dan cukup

mendapat sinar matahari (Badan POM RI, 2008).

1.2.2 Daun

Page 32: Laporan Kba Piperin Print

Daun tunggal, bertangkai panjang, tersusun dalam roset akar yang terdiri

dari 2-10 helai daun. Helaian daun berbentuk ginjal, tepi bergerigi dengan

diameter 1-7 cm (Setiawan Dalimartha, 2006).

1.2.3 Bunga

Bunga tersusun dalam karangan berupa payung, tunggal atau 3-5 bunga

bersama-sama keluar dari ketiak daun, berwarna merah muda atau putih (Setiawan

Dalimartha, 2006).

1.2.4 Buah

Buah kecil, bergantung, berbentuk lonjong, pipih, panjang 2-2,5 mm,

baunya wangi, dan rasanya pahit (Setiawan Dalimartha, 2006).

1.3 Nama

1.3.1 Nama daerah

Daun kaki kuda, daun penggaga, pegagan, pegaga, rumput kaki kuda

(Sumatera), antanan gede (Sunda), calingan rambat (Jawa), kos-tekosan

(Madura), pagaga (Makasar), dau tungke-tungke (Bugis), kori-kori

(Halmahera), kolotidi menora (Ternate), dogouke (Irian).

1.3.2 Nama luar negeri

Ji xue cao (Cina), gotu kola (Hindi), indian penyworth (India), indische

waternavel, paardevoet (Belanda) (Setiawan Dalimartha, 2006).

1.4 Kandungan Kimia

Zat kimia yang terdapat dalam pegagan antara lain asiatikosida, asam

asiatat, madekasat dan madekasosid, sitosterol dan stigmasterol dari golongan

steroid, vallerin, brahmosida, brahminosida dari golongan saponin (Perry, 1980).

Kandungan ekstrak pegagan adalah triterpenoid dengan komposisi utama

asiatikosida, asam asiatat, dan asam madekasat. Komponen relatif triterpenoid

total bervariasi sesuai dengan tempat tumbuh. Rendemen triterpenoid total pada

tanaman pegagan dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain umur tanaman,

Page 33: Laporan Kba Piperin Print

kesuburan tanah, ketinggian tempat tumbuh dari permukaan laut, tingkat naungan

atau sumber cahaya matahari (Shobi, 2007; Mann, 1994).

Struktur terpenoid yang bermacam ragam timbul sebagai akibat dari

reaksi-reaksi sekunder berikutnya seperti hidrolisa, isomerisasi, oksidasi, reduksi

dan siklisasi atas geranil-, farnesil- dan geranil-geranil pirofosfat. Lebih dari 4000

jenis triterpenoid telah diisolasi dengan lebih dari 40 jenis kerangka dasar yang

sudah dikenal dan pada prinsipnya merupakan proses siklisasi dari skualen.

Struktur kimia dari triterpen pentasiklik, R1 = H (asiatikosida) atau OH (untuk

madekassosida), R2= glucose-glukose-rhamnose (Aziz dkk, 2007).

Gambar 2. Struktur triterpenoid (Intisari Edisi Mei, 2001)

Asiatikosida : R=H; R1=glc-glc-rhm (BM: 959,122)

Madekasat : R=OH; R1=glc-glc-rhm

Asam Asiatat : R=H; R1=H

Diantara kandungan bioaktif triterpenoid C. asiatica, asam madekasat

adalah yang tertinggi (Munduvelil dkk, 2010; Zhang dkk, 2007). Asam asiatat

(C30H48O5) memiliki karakteristik triterpenoid yang terdapat juga dalam pegagan.

Kandungan bahan aktif masih cukup baik jika diproses dalam keadaan segar atau

kering segar (Intisari Edisi Mei, 2001).

1.5 Manfaat

Tanaman ini berkhasiat sebagai antirematik, antitoksik, pembersih darah,

penghenti pendarahan atau hemostatis, peluruh kencing atau diuretik ringan, dan

Page 34: Laporan Kba Piperin Print

penenang atau sedatif, memperbanyak pengeluaran empedu, pereda demam

(antipiretik), mempercepat penyembuhan luka (Setiawan Dalimartha, 2006).

Diduga senyawa glikosida triterpenoid yang disebut asiatikosida berperan

dalam berbagai aktifitas penyembuhan penyakit. Asiatikosida dan senyawa sejenis

juga berkhasiat anti lepra (kusta). Secara umum, pegagan berkhasiat sebagai

heparoprotektor yaitu melindungi sel hati dari berbagai kerusakan akibat racun

dan zat berbahaya (Iftah Fahilah, 2013).

Menurut Prabowo (2002), pegagan mengandung triterpenoid yang

merupakan senyawa aktif yang paling penting dari tanaman ini. Kandungan

triterpenoid pegagan ini dapat merevitalisasi pembuluh darah sehingga peredaran

darah ke otak menjadi lancar, memberikan efek menenangkan dan meningkatkan

fungsi mental menjadi yang lebih baik (Ina Siska Devi F, 2013).

Penelitian secara in vitro membuktikan, kandungan asiatikosida, asam

asiatat, dan asam madekasat bisa menstimulasi pembentukan kolagen, suatu

protein yang terlibat dalam proses penyembuhan luka pada manusia. Sementara

kandungan asiatikosida mempercepat penyembuhan tukak dengan mempercepat

kerja sikatrisial (penggantian jaringan parenkim yang rusak dengan jaringan ikat)

(Hargono, 2003).

1.6 Teori Tambahan

1.6.1 Ekstraksi

Teknik ekstraksi sangat berguna untuk memisahkan secara cepat dan

bersih baik untuk zat organik maupun zat anorganik. Cara ini dapat digunakan

untuk analisis makro dan mikro. Secara umum, ekstraksi adalah proses penarikan

suatu zat terlarut dari larutannya di dalam air oleh suatu pelarut lain yang tidak

dapat bercampur dengan air (fasa air) ( Purwani dkk, 2008).

Salah satu metoda ekstraksi adalah maserasi. Maserasi merupakan cara

penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk

simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan

masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan

Page 35: Laporan Kba Piperin Print

nkarena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan

yang diluar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut

berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan

di dalam sel (Depkes RI, 1986).

1.6.2 Fraksinasi

Fraksinasi adalah proses pemisahan suatu kuantitas tertentu dari campuran

(padat, cair, terlarut, suspensi atau isotop) dibagi dalam beberapa jumlah kecil

(fraksi) komposisi perubahan menurut kelandaian. Pembagian atau pemisahan ini

didasarkan pada bobot dari tiap fraksi, fraksi yang lebih berat akan berada paling

dasar sedang fraksi yang lebih ringan akan berada diatas. Fraksinasi bertingkat

biasanya menggunakan pelarut organik seperti eter, aseton, benzen, etanol,

diklorometana, atau campuran pelarut tersebut. Asam lemak, asam resin, lilin,

tanin, dan zat warna adalah bahan yang penting dan dapat diekstraksi dengan

pelarut organik (Adijuwana dan Nur 1989).

1.6.3 KLT

KLT dapat digunakan untuk memisahkan berbagai senyawa seperti ion ion

anorganik, kompleks senyawa senyawa organik dengan anorganik, dan senyawa

senyawa organik baik yang terdapat di alam dan senyawa senyawa organik

sintetik. Kelebihan penggunaan kromatografi lapis tipis dibandingkan dengan

kromatografi kertas ialah karena dapat dihasilkannya pemisahan yang lebih

sempurna, kepekaan yang lebih tinggi, dan dapat dilaksanakan dengan lebih cepat.

Banyak pemisahan yang memakan waktu berjam jam bila dikerjakan dengan

kromatografi kertas, tetapi dapat dilaksanakan hanya beberapa menit saja bila

dikerjakan dengan KLT.

Empat macam adsorben yang umum dipakai ialah silika gel, alumina,

kieselguhr, dan selulosa. Sampel yang merupakan campuran senyawa yang akan

dipisahkan, dilarutkan dalam zat pelarut yang mudah menguap, misalnya

kloroform atau zat pelarut lain yang serupa, yang mempunyai titik didih antara

50-100 C. Tetesan sampel harus di usahakan sekecil mungkin dengan meneteskan

Page 36: Laporan Kba Piperin Print

berulang kali, dengan dibiarkan mengering sebelum tetesan berikutnya dikerjakan.

Pemilihan sistem pelarut yang dipakai didasarkan atas prinsip like dissolves like,

tetapi akan lebih cepat.

Pemilihan sistem pelarut atas dasar like dissolves like berarti untuk

memisahkan sampel yang bersifat non polar digunakan sistem pelarut yang

bersifat non polar juga. Dengan menempatkan plat yang telah dikeringkan dalam

ruangan yang mengandung uap iodium, komponen penyusun dalam bentuk bercak

(spot) akan berwarna coklat dengan dasar putih. Penggunaan sinar ultraviolet

dapat memberikan fluoresensi pada plat yang mengandung unsur fosfor

(Muhammad Adnan, 1997).

BAB II

PROSEDUR PERCOBAAN

Page 37: Laporan Kba Piperin Print

2.1 Alat dan Bahan

2.1.1 Alat

Wadah untuk maserasi, kolom kromatografi, corong, botol 100 mL,

vial, pipet tetes, seperangkat alat rotary evaporator, chamber, penotol.

2.1.2 Bahan

Daun pegagan kering (100 g), metanol, etil asetat, plat KLT, kapas,

norit, penampak noda untuk triterpenoid.

2.2 Cara Kerja

1. Pegagan (100 g) yang telah digirinder dimaserasi dengan metanol di

dalam 3 botol selama 3 hari disertai pengocokan sesekali.

2. Setelah 3 hari dimaserasi, saring. Ambil 200 g norit dan masukkan

dalam kolom, lewatkan metanol 250 mL pada norit tersebut, tunggu

sampai metanol keluar dari kolom.

3. Masukkan maserat yang telah disaring ke dalam kolom yang berisi

norit, tunggu sampai larutan bening keluar dari kolom. Setelah

dilewatkan 2x di norit, larutan bening berubah menjadi larutan kuning

bening dan uapkan dengan rotary evaporator.

4. Maserat yang telah diupkan dilakukan defatting untuk menghilangkan

lemak dengan cara maserat dimasukkan dalam corong pisah dan

tambahkan n-heksan, dikocok minimal 2x, maka akan terbagi 2

lapisan.

5. Eluat yang berada di lapisan bawah diuapkan kembali sampai kental,

kemudian tambah aquadest dan masukkan ke dalam lemari pendingin

selama 1 hari. Akan terbentuk endapan.

6. Endapan tersebut disaring dengan kertas saring dan dibiarkan kering.

Eluat kering dimasukkan ke dalam vial yang sebelumnya telah

ditimbang. Tambahkan etil asetat, larutkan.

7. Untuk cek KLT gunakan fase gerak etil asetat : metanol : aquadest

(4:1:0,5) dan totolkan pada plat dan masukkan pada eluen. Tunggu

Page 38: Laporan Kba Piperin Print

sampai eluen naik sampai tanda batas atas. Kemudian oleskan vanilin

(sebagai penampak noda). Didapatkan 1 noda pada plat KLT.

BAB II

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 39: Laporan Kba Piperin Print

3.1 Hasil

3.1.1 Jumlah Sampel

100 g

3.1.2 Jumlah Senyawa Isolat

0,114 g

3.1.3 Rendemen

= x 100 %

= x 100 %

= 0,114 %

3.1.4 Kelarutan

Larut dalam etil asetat

3.1.5 Pola KLT

3.1.6 Rf

Page 40: Laporan Kba Piperin Print

=

=

= 0,87

3.2 Pembahasan

Pada percobaan ini, isolasi triterpenoid dilakukan dari tumbuhan Centella

asiatica dengan cara metoda maserasi. Sebelum dilakukan maserasi, daun

pegagan ini terlebih dahulu dihaluskan. Hal ini bertujuan untuk memperluas

bidang permukaan sampel sehingga memperluas kontak dengan pelarut ke dalam

membran sel.

Metoda ekstraksi dilakukan dengan cara ekstraksi dingin yaitu maserasi.

Maserasi adalah ekstraksi dengna cara perendaman sampel dengan pelarut. Pelarut

(cairan penyari) akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan

larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di

luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh

cairan penyari dengan konsentrasi rendah ( proses difusi), peristiwa tersebut

berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di

dalam sel. Selama proses maserasi dilakukan  pengadukan agar meratakan

konsentrasi larutan di luar butir serbuk simplisia sehingga tetap terjaga adanya

derajat konsentrasi yang sekecil-kecilnya antara larutan di dalam sel dengan

larutan di luar sel.

Pemilihan metode maserasi karena jumlah sampel dan pelarut yang

digunakan sedikit serta pengerjaannya lebih sederhana. Selain itu, pemilihan

metoda maserasi dilakukan untuk senyawa- senyawa yang tidak tahan panas.

Maserasi dilakukan dengan pelarut metanol karena merupakan pelarut universal

yang dapat melarutkan semua senyawa. Metanol juga memiliki titik didih yang

rendah (780C) sehingga mudah diuapkan.

Page 41: Laporan Kba Piperin Print

Pada percobaan ini digunakan norit yang sebelum digunakan dilakukan

pelewatan asam dengan mengalirinya dengan metanol. Ini bertujuan untuk

menghilangkan garam dari norit sehingga permukaan norit menjadi rata dan aktif

sebagai adsorben. Sampel yang telah dimaserasi dilewatkan pada norit untuk

menghilangkan pengotor yang masih terdapat dalam ekstrak dan menarik klorofil

yang ada.

Kandungan triterpenoid dalam Centella asiatica adalah 20,66 %

(Harwoko, 2014). Namun saat percobaan, triterpenoid yang didapatkan dari

pegagan hanya 0,114 %, hal ini dapat terjadi karena perbedaan cara ekstraksi pada

literatur dengan yang dilakukan saat percobaan. Pada literatur Centella asiatica di

maserasi dengan etanol 70 % selama 24 jam, kemudian dimaserasi kembali

dengan beberapa pelarut sebanyak 4 kali. Sedangkan saat percobaan hanya

dilakukan 1 kali maserasi dengan metanol. Selain itu, hasil rendemen juga

dipengaruhi oleh umur tanaman, kesuburan tanah, ketinggian tempat tumbuh dari

permukaan laut, tingkat naungan atau sumber cahaya matahari.

Menurut literatur, Rf standar triterpenoid dari C. Asiatica adalah

asiaticosida, Rf 0.55; asam madekasat, Rf 0.94; dan asam asietat, Rf 0.97(Jacinda

James dan Ian Dubery, 2011). Setelah dilakukan uji KLT, didapatkan 1 noda

dengan Rf 0,87. Berdasarkan Rf yang didapatkan dapat diindikasikan bahwa

senyawa triterpenoid yang diisolasi adalah asam madekasat. Saat dilakukan uji

KLT noda yang didapatkan seharusnya 3 noda, namun saat percobaan hanya

didapatkan 1 noda. Hal ini terjadi karena kesalahan dalam praktikum seperti cara

penotolan senyawa pada plat KLT yang kurang tebal.

Page 42: Laporan Kba Piperin Print

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Dari hasil percobaan isolasi triterpenoid dari Centella asiatica didapatkan

senyawa golongan triterpenoid dengan:

Rendemen 0,114%, dimana hasil yang didapatkan ini sangat sedikit

jika dibandingkan dengan literatur.

Rf 0,87; dimana menurut literatur standar Rf asiatikosida, Rf 0.55;

asam madekasat, Rf 0.94; dan asam asietat, Rf 0.97. Sehingga dapat

diimpulkan bahwa senyawa yang didapatkan dari hasil isolasi adalah

asam madekasat.

4.2 Saran

Teliti, hati-hati dan serius dalam melaksanakan percobaan.

Lakukan percobaan dalam lemari asam bila menggunakan zat-zat atau

reagen yang asam dan berbahaya seperti larutan H2SO4 pekat, HCl

pekat, dan lainnya.

Pergunakan alat seperti vial, botol infus atau pipet tetes yang benar-

benar bersih dan kering.

Sebelum dilakukan uji KLT pastikan dahulu kristal yang diperoleh

sudah bebas dari pengotor agar hasil KLT lebih baik dan nilai Rf nya

sama dengan literatur.

Page 43: Laporan Kba Piperin Print

DAFTAR PUSTAKA

Adijuwana, dan Nur M.A. 1989. Teknik Spektroskopi dalam Analisis Biologi.

Bogor: Pusat Antar Universitas IPB.

Adnan, Muhammad. 1997. Teknik Kromatografi. Yogyakarta: Andi Offset.

Badan POM RI. 2008. Direktorat Obat Asli Indonesia. Jakarta: Badan Pengawas

Obat dan Makanan Republik Indonesia.

Dalimartha, Setiawan. 2006. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jakarta: Puspa

Swara.

Departemen Kesehatan RI. 1986. Sediaan Galenik. Jakarta: Depkes RI.

Fatmiah, Ina Siska Devi. 2013. Kualitas Ekstrak Pegagan (Centella asiatica)

Terenkapsulasi dengan Perbedaan Level Gelatin sebagai Bahan

Enkapsulan. Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya.

Harwoko, S. Pramono, dan A. Nugroho. 2014. Triterpenoid-Rich Fraction of

Centella Asiatica Leaves and In Vivo Antihypertensive Activity.

International Food Research Journal 21(1): 149-154.

James, Jacinda dan Ian Dubery. 2011. Identification and Quantification of

Triterpenoid Centelloids in Centella asiatica (L.) Urban by Densitometric

TLC. Journal of Planar Chromatography. 24 (2011) 1.

Sunanto, Hardi. 2009. 100 Resep Sembuhkan Hipertensi, Asam Urat, Dan

Obesitas. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Page 44: Laporan Kba Piperin Print

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

KIMIA BAHAN ALAM II

ISOLASI SENYAWA FENOLIK DARI KULIT BUAH MANGGIS

(Garcinia mangostana L.)

OLEH :

SHERLY VERONICA

1211012012

JUMAT SIANG

LABORATORIUM KIMIA BAHAN ALAM

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2014

Page 45: Laporan Kba Piperin Print

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 1. Tumbuhan Garcinia mangostana (id.wikipedia.org)

1.1 Klasifikasi

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)

Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)

Subdivisi : Angiospermae (berbiji tertutup)

Kelas : Dicotyledonae (biji berkeping dua)

Ordo : Guttifernales

Famili : Guttiferae

Genus : Garcinia

Spesies : Garcinia mangostana

(Rahmat Rukmana, 2003)

1.2 Morfologi

1.2.1 Buah

Daging buah manggis bersegmen-segmen yang jumlahnya berkisar antara

5-8 segmen. Daging buah manggis berwarna putih dan bertekstur halus. Setiap

segmen daging buah mengandung biji yang berukuran besar. Buah manggis

Page 46: Laporan Kba Piperin Print

memiliki kulit buah tebal, yakni sekitar 0,5 cm atau lebih. Di dalam kulit buah

terdapat zat pektin, tannin, katekin, rosin, zat warna, dan getah berwarna kuning

(Cahyono, 2011).

Benang sari mandul (staminodia) biasanya dalam tukal (kelopak). Bakal

buah beruang 4-8, kepala putik berjari-jari 5-6. Buah menggis berbentuk bola

dengan garis tengah 3,5-7 cm, ungu tua, dengan kepala putik duduk (tetap),

dinding buah tebal, berdaging ungu, dengan getah kuning. Biji 1-3, diselimuti

oleh selaput biji yang tebal berair, putih, dapat dimakan (termasuk biji yang gagal

tumbuh sempurna) (Rukmana, 1995).

1.2.2 Batang

Manggis merupakan tanaman tahunan yang masa hidupnya dapat

mencapai puluhan tahun. Pohon manggis selalu hijau dengan tinggi 6-20 meter.

Manggis mempunyai batang tegak, batang pohon jelas, kulit batang coklat, dan

memiliki getah kuning. Daun manggis tunggal, duduk daun berhadapan atau

bersilang berhadapan (Rukmana, 1995).

1.2.3 Bunga

Manggis mempunyai bunga betina 1-3 di ujung batang, susunan

menggarpu, dan garis tengah 5-6 cm. Kelopak daun manggis dengan daun

kelopak terluar hijau kuning, dua yang terdalam lebih kecil, bertepi merah,

melengkung kuat. Manggis mempunyai waktu berbunga antara bula Mei –

Januari.  Menggis mempunyai 4 daun mahkota, bentuk telur terbalik, berdaging

tebal, hijau kuning, tepi merah atau hampir semua merah (Rukmana, 1995).

1.3 Nama

1.3.1 Nama daerah

manggoita (Aceh), manggu (Jawa Barat), manggus (Lampung),

manggusto (Sulawesi Utara), manggista (Sumatera Barat), dan

manggustan (Maluku) (Mardiana, 2011).

Page 47: Laporan Kba Piperin Print

1.3.2 Nama luar negeri

Manggistan (Belanda), Manggosteen (Inggris), Mangastane (Jerman),

Mangostao (Portugis), Mangustan (Hindi), Mengop/Mengut (Burma),

Mangostan (Perancis), Mangusta (Malaysia) ( Emilan dkk, 2011).

1.4 Kandungan Kimia

Kulit buah manggis mengandung senyawa xanton yang meliputi

mangostin, mangostenol, mangostinon A, mangostinon B, trapezifolixanton,

tovophyllin B, α-mangostin, β-mangostin, garcinon B, mangostanol, flavonnoid

epicatechin dan gartanin (Hartanto, 2011).

Beberapa senyawa utama kandungan kulit manggis yang dilaporkan

bertanggung jawab atas beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanton.

Senyawa xanton yang telah teridentifikasi, diantaranya adalah 1,3,6-trihidoksi-7-

metoksi-2,8-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on dan 1,3,6,7-tetrahidroksi-2,8-

bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on (Jinsart dkk, 1992: 3711). Keduanya lebih

dikenal dengan nama α-mangostin dan γ-mangostin (Sylvia Aulia Rahmah dkk,

2013).

α-mangostin merupakan senyawa turunan xanthone yang paling banyak

terdapat pada kulit manggis dan diketahui memiliki aktivitas fikokimia yang baik.

Yu dkk, melaporkan bahwa kapasitas antioksidan α-mangostin mencapai rata-rata

53,5% (Asep W Permana, 2012).

Gambar 2. Struktur α-mangostin (Nugroho, 2008)

1.5 Manfaat

Secara empirik buah manggis  digunakan untuk mengobati diare, radang

amandel, keputihan, disentri, wasir, borok, disamping itu digunakan sebagai

Page 48: Laporan Kba Piperin Print

peluruh dahak, dan juga untuk sakit gigi. Kulit buah digunakan untuk mengobati

sariawan, disentri, nyeri urat, sembelit. Kulit batang digunakan untuk mengatasi

nyeri perut. Akar untuk mengatasi haid yang tidak teratur. Dari segi flavor, buah

manggis cukup potensial untuk dibuat sari buah (Sudarsono dkk, 2002).

α-mangostin yang terdapat pada kulit manggis memiliki aktivitas

antioksidan dan penangkal radikal bebas. Berkaitan dengan fakta tersebut, α-

mangostin mampu menghambat proses oksidasi lipoprotein densitas rendah

(LDL) yang sangat berperan dalam aterosklerosis (Agung Endro Nugroho, 2008).

Efek farmakologi dari kulit buah manggis.

Aktivitas antihistamin

Dalam reaksi alergi, komponen utama yang mengambil peran penting

adalah sel mast, beserta mediator-mediator yang dilepaskannya yaitu histamin dan

serotonin. Alergi disebabkan oleh respon imunitas terhadap suatu antigen ataupun

alergen yang berinteraksi dengan limfosit B yang dapat memproduksi

imunoglobulin E (IgE). Imunoglubulin E yang diproduksi kemudian menempel

pada reseptor FcεRI pada permukaan membran sel mast. Setelah adanya interaksi

kembali antara antigen-antibodi, akan merangsang sel mast untuk melepaskan

histamin (Kresno, 2001; Subowo, 1993).

Berhubungan dengan reaksi alergi atau pelepasan histamin tersebut,

Chairungsrilerd dkk (1996a, 1996b, 1998) melakukan pengujian ekstrak metanol

kulit buah manggis terhadap kontraksi aorta dada kelinci terisolasi yang diinduksi

oleh histamin maupun serotonin. Dari analisa komponen-komponen aktif dari

fraksi lanjutan hasil dari kromatografi gel silika, mengindikasikan bahwa senyawa

aktifnya adalah α-mangostin dan γ-mangostin. α-mangostin sendiri mampu

menunjukkan aktivitas penghambatan kontraksi trakea marmut terisolasi dan aorta

torak kelinci terisolasi, yang diinduksi simetidin, antagonis reseptor histamin H2.

α-mangostin juga mampu menghambat ikatan [3H] mepiramin terhadap

sel otot polos arta tikus. Senyawa terakhir tersebut merupakan antagonis spesifik

bagi reseptor histamin H1. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa α-mangostin

Page 49: Laporan Kba Piperin Print

tersebut dikategorikan sebagai pengeblok reseptor histaminergik khususnya H1

(Agung Endro Nugroho, 2008).

Antioksidan

Jung dkk, (2006) melakukan penelitian aktivitas antioksidan. Dari hasil

skrining aktivitas antioksidan, yang menunjukkan aktivitas poten adalah : 8-

hidroksikudraxanton, gartanin, α-mangostin, γ-mangostin dan smeathxanton A

(Agung Endro Nugroho, 2008).

Antikanker

Matsumoto (2003) melakukan uji aktivitas antiproliferatif dan apoptosis

pada pertumbuhan sel leukimia manusia HL60. Berbeda dengan hasil penelitian

sebelumnya, α-mangostin menunjukkan aktivitas anti-proliferasi dan apoptosis

terpoten diantara senyawa xanton lainnya. Pada tahun 2004, Matsumoto

melanjutkan penelitian tersebut untuk mempelajari mekanisme apoptosis dari α-

mangostin.

Senyawa tersebut mampu mengaktivasi enzim apoptosis caspase-3 dan -9,

namun tidak pada caspase-8. α-mangostin diduga kuat memperantarai apoptosis

jalur mitokondria, ini didasari oleh perubahan mitokondria setelah perlakuan

senyawa tersebut selama 1-2 jam. Perubahan mitokondria tersebut meliputi :

pembengkakan sel, berkurangnya potensial membran, penurunan ATP

intraseluler, akumulasi senyawa oksigen reaktif (ROS), dan pelepasan c/AIF

sitokrom sel.

Namun, α-mangostin tidak mempengaruhi ekspresi protein famili bcl-2

dan aktivasi MAP kinase. Hasil penelitian tersebut mengindikasikan bahwa target

aksi α-mangostin adalah mitokondria pada fase awal sehingga menghasilkan

apoptosis pada sel line leukimia manusia. Dari studi hubungan struktur aktivitas,

gugus hidroksi mempunyai kontribusi besar terhadap aktivitas apoptosis tersebut

(Agung Endro Nugroho, 2008).

Page 50: Laporan Kba Piperin Print

Antimikroorganisme

Peneliti asal Osaka Jepang, Sakagami (2005) fokus pada α-mangostin, kali

ini senyawa tersebut diisolasi dari kulit batang pohon untuk memperoleh jumlah

yang besar, α-mangostin aktif terhadap bakteri Enterococci dan Staphylococcus

aureus yang masing-masing resisten terhadap vancomisin dan metisilin. Ini

diperkuat dengan aktivitas sinergisme dengan beberapa antibiotika (gentamisin

dan vancomisin) terhadap kedua bakteri tersebut (Agung Endro Nugroho, 2008).

Aktivitas lainnya

α-mangostin mampu menghambat proses oksidasi lipoprotein densitas

rendah (LDL) yang sangat berperan dalam aterosklerosis (Agung Endro Nugroho,

2008).

1.6 Teori Tambahan

1.6.1 Ekstraksi

Pemilihan metode ekstraksi tergantung pada tekstur, kandungan air dan

jenis senyawa kimia yang di isolasi dari suatu tumbuhan, sehingga senyawa kimia

yang diekstraksi dapat tertarik sempurna tanpa mengalami perubahan sifat dan

strukturnya. Ekstraksi tumbuhan dilakukan dengan menggunakan pelarut yang

sesuai. Untuk memilih pelarut yang akan dipakai dalam ekstraksi harus diketahui

sifat kandungan kimia metabolit sekunder yang akan diisolasi. Senyawa polar

lebih mudah larut dalam pelarut polar dan senyawa non polar mudah larut dalam

pelarut non polar (Harborne, 1991).

Salah satu metoda ekstraksi adalah maserasi. Maserasi merupakan cara

penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk

simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan

masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan

nkarena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan

yang diluar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut

berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan

di dalam sel (Depkes RI, 1986).

Page 51: Laporan Kba Piperin Print

1.6.2 Rekristalisasi

Rekristalisasi merupakan salah satu cara pemurnian zat padat yang banyak

digunakan, dimana zat-zat tersebut atau zat-zat padat tersebut dilarutkan dalam

suatu pelarut kemudian dikristalkan kembali. Cara ini bergantung pada kelarutan

zat dalam pelarut tertentu di kala suhu diperbesar. Karena konsentrasi total

impuriti biasanya lebih kecil dari konsentrasi zat yang dimurnikan, bila dingin,

maka konsentrasi impuriti yang rendah tetapi dalam larutan sementara produk

yang berkonsentrasi tinggi akan mengendap (Arsyad, 2001).

Rekristalisasi merupakan metode yang sangat penting untuk pemurnian

komponen larutan organik. Ada tujuh metode dalam rekristalisasi yaitu: memilih

pelarut, melarutkan zat terlarut, menghilangkan warna larutan, memindahkan zat

padat, mengkristalkan larutan, mengumpul dan mencuci kristal, mengeringkan

produknya (hasil) (Williamson, 1999). Rekristalisasi adalah pemurnian suatu zat

padat dari campuran atau pengotornya yang dilakukan dengan cara

mengkristalkan kembali zat tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut (solven)

yang sesuai atau cocok (Agustina Leokristi, 2013).

1.6.3 KLT

KLT dapat digunakan untuk memisahkan berbagai senyawa seperti ion ion

anorganik, kompleks senyawa senyawa organik dengan anorganik, dan senyawa

senyawa organik baik yang terdapat di alam dan senyawa senyawa organik

sintetik. Kelebihan penggunaan kromatografi lapis tipis dibandingkan dengan

kromatografi kertas ialah karena dapat dihasilkannya pemisahan yang lebih

sempurna, kepekaan yang lebih tinggi, dan dapat dilaksanakan dengan lebih cepat.

Banyak pemisahan yang memakan waktu berjam jam bila dikerjakan dengan

kromatografi kertas, tetapi dapat dilaksanakan hanya beberapa menit saja bila

dikerjakan dengan KLT.

Empat macam adsorben yang umum dipakai ialah silika gel, alumina,

kieselguhr, dan selulosa. Sampel yang merupakan campuran senyawa yang akan

dipisahkan, dilarutkan dalam zat pelarut yang mudah menguap, misalnya

kloroform atau zat pelarut lain yang serupa, yang mempunyai titik didih antara

50-1000C. Tetesan sampel harus di usahakan sekecil mungkin dengan meneteskan

Page 52: Laporan Kba Piperin Print

berulang kali, dengan dibiarkan mengering sebelum tetesan berikutnya dikerjakan.

Pemilihan sistem pelarut yang dipakai didasarkan atas prinsip like dissolves like,

tetapi akan lebih cepat.

Pemilihan sistem pelarut atas dasar like dissolves like berarti untuk

memisahkan sampel yang bersifat non polar digunakan sistem pelarut yang

bersifat non polar juga. Dengan menempatkan plat yang telah dikeringkan dalam

ruangan yang mengandung uap iodium, komponen penyusun dalam bentuk bercak

(spot) akan berwarna coklat dengan dasar putih. Penggunaan sinar ultraviolet

dapat memberikan fluoresensi pada plat yang mengandung unsur fosfor

(Muhammad Adnan, 1997).

BAB II

Page 53: Laporan Kba Piperin Print

PROSEDUR PERCOBAAN

2.1 Alat dan Bahan

2.1.1 Alat

Wadah untuk maserasi, corong, botol 500 mL, botol 100 mL, vial,

pipet tetes, seperangkat alat rotary evaporator, chamber, penotol.

2.1.2 Bahan

Kulit buah manggis kering (100 g), n-heksan, etil asetat, metanol,

penampak noda senyawa golongan fenolik (FeCl3 1%), kapas, plat

KLT

2.2 Cara Kerja

1. Kulit buah manggis kering (100 g) yang telah digirinder dimaserasi

dengan n-heksan selama 2 hari. Botol I (50 g kulit buah manggis, 450

mL n-heksan) dan botol II (50 g kulit buah manggis, 400 mL n-

heksan).

2. Setelah 2 hari dimaserasi, sampel disaring dan ampasnya dimaserasi

lagi dengan etil asetat selama 3 hari. Setelah itu disaring dan maserat

yang didapatkan diuapkan dengan menggunakan rotary evaporator.

3. Hasil penguapan didapatkan larutan kental. Larutan kental tersebut

ditambah dengan n-heksan dan diuapkan lagi untuk mendapatkan

kristal dan diamkan selama 1 hari.

4. Larutan yang didiamkan menghasilkan endapan. Larutan diatasnya

dipisahkan dan endapan dibiarkan kering. Setelah kering, endapan

berbentuk kristal. Kemudian lakukan uji KLT

5. Untuk cek KLT gunakan fase gerak etil asetat : n-heksan (2 : 3) dan

totolkan sampel pada plat dan masukkan pada eluen. Tunggu sampai

eluen naik sampai tanda batas atas. Kemudian lihat di bawah sinar UV

λ254 dan didapatkan 1 noda.

BAB III

Page 54: Laporan Kba Piperin Print

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

.3.1.1 Jumlah Sampel

100 g

3.1.2 Jumlah Senyawa Isolat

0,3663 g

3.1.3 Rendemen

= x 100 %

= x 100 %

= 0,3663 %

3.1.4 Kelarutan

Larut dalam etil asetat

3.1.5 Pola KLT

Page 55: Laporan Kba Piperin Print

3.1.7 Rf

=

=

= 0,4

3.2 Pembahasan

Pada percobaan ini, isolasi fenolik dilakukan dari tumbuhan Garcinia

mangostana dengan cara metoda maserasi. Sebelum dilakukan maserasi, kulit

buah manggis yang telah kering terlebih dahulu dihaluskan. Hal ini bertujuan

untuk memperluas bidang permukaan sampel sehingga memperluas kontak

dengan pelarut ke dalam membran sel.

Metoda ekstraksi dilakukan dengan cara ekstraksi dingin yaitu maserasi.

Maserasi adalah ekstraksi dengan cara perendaman sampel dengan pelarut. Pelarut

(cairan penyari) akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan

larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di

luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh

cairan penyari dengan konsentrasi rendah (proses difusi), peristiwa tersebut

berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di

dalam sel. Selama proses maserasi dilakukan  pengadukan agar meratakan

konsentrasi larutan di luar butir serbuk simplisia sehingga tetap terjaga adanya

derajat konsentrasi yang sekecil-kecilnya antara larutan di dalam sel dengan

larutan di luar sel.

Pemilihan metode maserasi karena jumlah sampel dan pelarut yang

digunakan sedikit serta pengerjaannya lebih sederhana. Selain itu, pemilihan

Page 56: Laporan Kba Piperin Print

metoda maserasi dilakukan untuk senyawa- senyawa yang tidak tahan panas. Pada

percobaan ini perendaman sampel dilakukan 2 kali. Maserasi pertama dilakukan

dengan n-heksan. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan lemak yang ada pada

kulit buah manggis tersebut, setelah itu baru dilakukan maserasi kembali dengan

etil asetat.

Dilakukannya rekristalisasi saat percobaan agar kristal senyawa yang

didapatkan bebas dari pengotor yang masih ada di dalam kristal tersebut.

Rekristalisasi ini menggunakan 2 pelarut yang saling bercampur. Hasil uji

organoleptis kristal ini didapatkan bahwa serbuk senyawa bewarna kuning dengan

bau yang khas. Hal ini pun sesuai dengan organoleptis α-mangostin menurut

literatur yaitu berbentuk serbuk amorf berwarna kuning (Obolskiy, 2009).

Menurut literatur, rendemen α-mangostin sebesar 12,204% (Sylvia Aulia

Rahmah, 2013). Namun pada saat percobaan rendemen α-mangostin yang

didapatkan hanya 0,3663%. Perbedaan ini dapat terjadi karena perbedaan cara

kerja, dimana pada literatur tersebut maserasi dilakukan secara berulang-ulang

sebayak 3 kali pengulangan sedangkan pada saat praktikum hanya dilakukan 1

kali saja. Selain itu, pada literatur tersebut maserasi dilakukan dengan

menggunakan etanol 70% sedangkan pada saat percobaan menggunakan etil

asetat.

Menurut literatur Rf α-mangostin adalah sebesar 0,46 (Himanshu Misra

dkk, 2009) sedangkan pada saat praktikum Rf yang didapatkan adalah 0,4. Jadi ini

dapat disimpulkan bahwa senyawa yang diisolasi pada saat praktikum adalah α-

mangostin karena nilai Rf yang tidak jauh berbeda. Perbedaan nilai Rf ini dapat

disebabkan karena kemiringan plat KLT dalam chamber, panjang plat KLT,

ukuran chamber, teknik percobaan, suhu, dan kesetimbangan.

Page 57: Laporan Kba Piperin Print

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Dari hasil percobaan isolasi golongan fenolik dari Garcinia mangostana

didapatkan senyawa α-mangostin dengan:

Rendemen 0,3663%, dimana hasil yang didapatkan kurang dari

rendemen yang ada pada literatur.

Rf 0,4; dimana hasil Rf yang didapatkan tidak jauh berbeda dengan

literatur.

4.2 Saran

Teliti, hati-hati dan serius dalam melaksanakan percobaan.

Lakukan percobaan dalam lemari asam bila menggunakan zat-zat atau

reagen yang asam dan berbahaya seperti larutan H2SO4 pekat, HCl

pekat, dan lainnya.

Pergunakan alat seperti vial, botol infus atau pipet tetes yang benar-

benar bersih dan kering.

Sebelum dilakukan uji KLT pastikan dahulu kristal yang diperoleh

sudah bebas dari pengotor agar hasil KLT lebih baik dan nilai Rf nya

sama dengan literatur.

Page 58: Laporan Kba Piperin Print

DAFTAR PUSTAKA

Cahyono, F. 2011. Budidaya Manggis. Surabaya: Grafindo.

Emilan, Tommy, dkk. 2011. Manggis (Garcinia mangostana). Program Magister

Ilmu Herbal Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.

Fransiska, Andre. 2013. Karakteristik Fisiologi Manggis (Garcinia mangostana

L.) dalam Penyimpanan Atmosfer Termodifikasi. Jurnal Teknik Pertanian

Lampung– Vol. 2, No. 1, Feb-Mei: 1 – 6.

Nugroho, Agung Endro. 2008. Manggis (Garcinia Mangostana L.): dari Kulit

Buah yang Terbuang. Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi, Bagian

Farmakologi dan Farmasi Klinik, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah

Mada.

Obolskiy, D., Pischel, dan Siriwatanametanon. 2009. Garcinia mangostana L.: A

Phytochemical and Pharmacological Review. Phytoterapy Research. Vol 23

(8), hal 1047-1065.

Permana, Asep W dkk. 2012. Sifat Antioksidan Bubuk Kulit Buah Manggis

(Garcinia Mangostana L.) Instan Dan Aplikasinya Untuk Minuman

Fungsional Berkarbonasi. Penelitian dan Pengembangan Pascapanen

Pertanian. 9(2) 2012: 88 - 95

Rahmah, Sylvia Aulia. 2013. Uji Antibakteri dan Daya Inhibisi Ekstrak Kulit

Manggis (Garcinia Mangostana L.) terhadap Aktivitas Xantin Oksidase

yang Diisolasi dari Air Susu Sapi Segar. Universitas Negeri Malang

Rukmana, Rahmat. 2003. Budidaya Manggis. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.