Laporan Kasus Striktur Uretra

36
Laporan Kasus STRIKTUR URETRA oleh: Pembimbing: BAGIAN/SMF ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM – RSUD ULIN BANJARMASIN Oktober, 2009

description

laporan

Transcript of Laporan Kasus Striktur Uretra

Page 1: Laporan Kasus Striktur Uretra

Laporan Kasus

STRIKTUR URETRA

oleh:

Pembimbing:

BAGIAN/SMF ILMU BEDAHFAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM – RSUD ULIN

BANJARMASINOktober, 2009

Page 2: Laporan Kasus Striktur Uretra

BAB I

Pendahuluan

Retensi urin akut adalah ketidakmampuan secara mendadak untuk urinasi

(miksi) dan biasanya merupakan kondisi simptomatik dari prekursor kondisi lain

yang memerlukan penanganan medis yang segera. Kateterisasi uretra adalah prosedur

medis rutin yang memfasilitasi drainase langsung dari kandung kemih.1 Pemasangan

kateter uretra menjadi terapi akut pada pasien yang mengalami retensi urin akut.

Salah satu penyebab striktur uretra adalah pemasangan kateter dalam waktu

yang cukup lama. Pola penyakit striktur uretra yang ditemukan di Rumah Sakit Hasan

Sadikin Bandung menyebutkan sebagian besar pasien (82%) masuk dengan retensi

urin. Penyebab utama terjadinya striktur adalah manipulasi uretra (44%) dan trauma

(33%).5 Salah satu manipulasi uretra adalah pemasangan kateter Folley.

Studi yang dilakukan di India menyebutkan penyebab dari striktur uretra

meliputi trauma pelvis (54%), post-kateterisasi (21,1%), infeksi (15,2%), dan post-

instrument (5,6%). Study ini menunjukkan kesimpulan bahwa etiologi diatas

menentukan prognosis dari penatalaksanaan striktur uretra.6 Studi yang dilakukan

oleh Lumen,et all juga mendapatkan hasil7 sebanyak 45,5% striktur uretra disebabkan

iatrogenik yang didalamnya termasuk reseksi transuretral, kateterisasi uretra,

cystoscopy, prostatectomy, brachytherapy, dan pembedahan hypospadia.8 Penelitian

ini menjadi penting mengingat prosedur pemasangan kateter uretra merupakan

1

Page 3: Laporan Kasus Striktur Uretra

prosedur rutin pada penanganan kasus retensi urin akut seperti benign prostat

hiperplasia, adanya bekuan darah, urethritis, kronik obstruksi yang menyebabkan

hidronefrosis, dan dekompresi kantung kemih akibat permasalahan saraf.17

Keteterisasi urin merupakan salah satu tindakan yang membantu eliminasi

urin maupun ketidakmampuan melakukan urinasi. Prosedur pemasangan kateter

uretra merupakan tindakan invasif. Pasien akan dipasangkan sejenis alat yang disebut

kateter Dower pada muara uretra. Dalam melakukan prosedur ini diperlukan

keprofesionalan. Banyak pasien merasa cemas, takut akan rasa nyeri, dan tidak

nyaman pada saat dilakukan kataterisasi uretra. Hasil studi11 dari Mushhab,2006

menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara lama waktu terpasang kateter

dengan tingkat kecemasan pada pasien yang terpasang kateter uretra.

2

Page 4: Laporan Kasus Striktur Uretra

BAB II

LAPORAN KASUS

I.1 Identitas

Nama : Tn. M

Umur : 80 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status : Menikah

Agama : Islam

Bangsa : Indonesia

Alamat : jl.padat karya rt.09 barito selatan

Pekerjaan : swasta

MRS : 25 februari 2015

I.2 Anamnesis

Keluhan Utama:

Tidak bisa buang air kecil (BAK)

Riwayat Pe nyakit sekarang :

Satu Hari sebelum SMRS pasien tidak bisa BAK, sebelum sudah 3

bulan pasien menngalamikencing tidak tempias selala mentes saat

terakhir kencing. Pasien juga mengeluh tidak bisa menahan kencing

dulu tapi pasien menyanggkal ad kencing darah dan keluar batu tpi

sebelum menurut pasien dia pernah mengalami hal serupa di tahun 2010

dan menurut pasien pada saat itu dia dilakukan operasi, pasien pada saat

di IGD di coba dipasang kateter dari kemaluan namun gagal, kateter

tidak bisa masuk.

Riwayat Penyakit Dahulu:

3

Page 5: Laporan Kasus Striktur Uretra

- Riwayat sakit kencing manis (-)

- Riwayat hipertensi (-)

- Riwayat trauma tidak ada

Riwayat Penyakit dalam Keluarga:

Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama disangkal

I.3 Pemeriksaan Fisik

A. Status Generalis

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Pernafasan : 20x/ menit

Nadi : 82x/menit

Suhu : 36,8 0C

Kepala : konjungtiva pucat (-), sclera ikterik

(-/-)

Leher : Tidak ada kelainan

Pupil : Isokor/ Reflek Cahaya +/+

KGB : Tidak ada kelainan

Thorax : Tidak ada kelainan

Abdomen : Lihat status urologikus

Genitalia Eksterna : Lihat status urologikus

Ektremitas atas dan bawah : Tidak ada kelainan

B. Status Urologikus

Regio Costo Vertebrae Angle (CVA) dextra et sinistra:

Inspeksi : Bulging (-)

Palpasi : Ballotement (-)

4

Page 6: Laporan Kasus Striktur Uretra

Palpasi : Nyeri ketok -/-

Regio Suprapubik:

Inspeksi : Bulging (+), distensi (+)

Palpasi : Nyeri tekan (+)

Regio Genitalia Eksterna   :

Inspeksi : bloody discharge (-)

Rectal Toucher (RT):

TSA baik, BCR (+), mukosa recti licn, teraba prostat tidak membesar,

konsistensi kenyal.

I.4 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Darah Rutin ( 25 februari 201 5 )

Hb : 11,8 g/dl (L: 14-18 g/dl)

Ht : 35,5 vol% (L: 40-48 vol%)

Leukosit : 8.300/mm3 (L: 5000-10.000/mm3)

Trombosit : 299.000/mm3 (200.000-500.000/mm3)

Kimia Klinik (5 Juli 2011)

BSS : 176 mg/dl

Ureum : 53 mg/dl (15-39 mg/dl)

Creatinin : 1,4 mg/dl (L: 0,9-1,3 mg/dl P: 0,6-1,0

mg/dl)

Natrium : 139,3 mmol/l (135-155)

Kalium : 4,3 mmol/l (3,5-5,5)

5

Page 7: Laporan Kasus Striktur Uretra

I.5 Diagnosis Banding

Hiperplasia prostat

I.6 Diagnosis Kerja

Retensio urin et causa striktur uretra

I.7 Penatalaksanaan

- Uretrotomi interna (Sachse)

I.8 Prognosis

Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Quo ad functionam : Dubia ad bonam

Laporan operasi tanggal 25-02-2015

Dilakukan antiseptik pada daerah operasi

Indentifikasi fistula supra pubik

Insersi NGT no.3,5

Didapat urin keluar 200cc

Dilakukan fiksasi NGT dengan sika 10

Operasi selesai

Folow up pasien

25-02-2015 Pasien datang ke igd dengan keluhan tidak bisa BAK

Pasien di coba pemasakan kateter di IGD tapi gagal

Konsul ke konsulen untuk usul dilakukan sistotomi karena

didaptkan distensi pada area CVA

(18.30) Advice acc sistotomy tapi lakukan pemasangan NGT pada fistula kalau

gagal baru dilakukan sistostomy

TD : 110/80 nadi : 88 x/menit

RR : 22

6

Page 8: Laporan Kasus Striktur Uretra

Terapi : terapi post op pemasangan NGT

Obseevasi tanda vital

Cek EKG 12 sadapan

Oksigen 3 lpm

Cairan infus

Antibiotik

Analgetik

Inhibito H2

26-02-2015

Keluhan : nyeri daerah op sedikit

TD : 130/80 nadi : 90 x/menit

RR : 22x/menit

Terapi :

IVFD RL 20 Tpm

Inj Ceptriaxone 2x1mg

Antrai 2x1

Ranitidin 2x1

27-02-2015

Keluhan : nyeri daerah op sedikit

TD : 130/80 nadi : 85 x/menit

RR : 24x/menit

Terapi :

IVFD RL 20 Tpm

Inj Ceptriaxone 2x1mg

Antrai 2x1

Ranitidin 2x1

7

Page 9: Laporan Kasus Striktur Uretra

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Pendahuluan

Uretra merupakan bagian terpenting dari saluran kemih. Pada pria dan wanita,

uretra mempunyai fungsi utama untuk mengalirkan urin keluar dari tubuh. Saluran

uretra juga penting dalam proses ejakulasi semen dari saluran reproduksi pria. Uretra

pria berbentuk pipa yang menyerupai alat penyiram bunga.

Pada striktur uretra terjadi penyempitan dari lumen uretra akibat terbentuknya

jaringan fibrotik pada dinding uretra. Striktur uretra menyebabkan gangguan dalam

berkemih, mulai dari aliran berkemih yang mengecil sampai sama sekali tidak dapat

mengalirkan urin keluar dari tubuh. Urin yang tidak dapat keluar dari tubuh dapat

menyebabkan banyak komplikasi, dengan komplikasi terberat adalah gagal ginjal.

Striktur uretra masih merupakan masalah yang sering ditemukan pada bagian dunia

tertentu. Striktur uretra lebih sering terjadi pada pria dari pada wanita, karena uretra

pada wanita lebih pendek dan jarang terkena infeksi. Segala sesuatu yang melukai

uretra dapat menyebabkan striktur. Orang dapat terlahir dengan striktur uretra,

meskipun hal itu jarang terjadi.

8

Page 10: Laporan Kasus Striktur Uretra

II.2 Anatomi Uretra

Gambar 1. Anatomi Uretra

Uretra adalah saluran yang dimulai dari orifisium uretra interna dibagian buli-

buli sampai orifisium uretra eksterna glands penis, dengan panjang yang bervariasi.

Uretra pria dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian anterior dan bagian posterior.

Uretra posterior dibagi menjadi uretra pars prostatika dan uretra pars membranasea.

Uretra anterior dibagi menjadi meatus uretra, pendulare uretra dan bulbus uretra.

Dalam keadaan normal lumen uretra laki-laki 24 ch, dan wanita 30 ch. Kalau 1 ch =

0,3 mm maka lumen uretra laki-laki 7,2 mm dan wanita 9 mm.

1. Uretra bagian anterior

Uretra anterior memiliki panjang 18-25 cm (9-10 inchi). Saluran ini

dimulai dari meatus uretra, pendulans uretra dan bulbus uretra. Uretra anterior

ini berupa tabung yang lurus, terletak bebas diluar tubuh, sehingga kalau

memerlukan operasi atau reparasi relatif mudah.

2. Uretra bagian posterior

9

Page 11: Laporan Kasus Striktur Uretra

Uretra posterior memiliki panjang 3-6 cm (1-2 inchi). Uretra yang

dikelilingi kelenjar prostat dinamakan uretra prostatika. Bagian selanjutnya

adalah uretra membranasea, yang memiliki panjang terpendek dari semua

bagian uretra, sukar untuk dilatasi dan pada bagian ini terdapat otot yang

membentuk sfingter. Sfingter ini bersifat volunter sehingga kita dapat

menahan kemih dan berhenti pada waku berkemih. Uretra membranacea

terdapat dibawah dan dibelakang simpisis pubis, sehingga trauma pada

simpisis pubis dapat mencederai uretra membranasea.

II.3 Etiologi

Striktur uretra dapat terjadi pada:

1. Kelainan Kongenital, misalnya kongenital meatus stenosis, klep uretra

posterior

2. Operasi rekonstruksi dari kelainan kongenital seperti hipospadia, epispadia

3. Trauma, misalnya fraktur tulang pelvis yang mengenai uretra pars

membranasea; trauma tumpul pada selangkangan (straddle injuries) yang

mengenai uretra pars bulbosa, dapat terjadi pada anak yang naik sepeda dan

kakinya terpeleset dari pedal sepeda sehingga jatuh dengan uretra pada

bingkai sepeda pria; trauma langsung pada penis; instrumentasi transuretra

yang kurang hati-hati (iatrogenik) seperti pemasangan kateter yang kasar,

fiksasi kateter yang salah.

10

Page 12: Laporan Kasus Striktur Uretra

4. Post operasi, beberapa operasi pada saluran kemih dapat menimbulkan

striktur uretra, seperti operasi prostat, operasi dengan alat endoskopi.

5. Infeksi, merupakan faktor yang paling sering menimbulkan striktur uretra,

seperti infeksi oleh kuman gonokokus yang menyebabkan uretritis

gonorrhoika atau non gonorrhoika telah menginfeksi uretra beberapa tahun

sebelumnya namun sekarang sudah jarang akibat pemakaian antibiotik,

kebanyakan striktur ini terletak di pars membranasea, walaupun juga

terdapat pada tempat lain; infeksi chlamidia sekarang merupakan penyebab

utama tapi dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan individu yang

terinfeksi atau menggunakan kondom.

II.4 Patofisiologi

Struktur uretra terdiri dari lapisan mukosa dan lapisan submukosa. Lapisan

mukosa pada uretra merupakan lanjutan dari mukosa buli-buli, ureter dan ginjal.

Mukosanya terdiri dari epitel kolumnar, kecuali pada daerah dekat orifisium eksterna

epitelnya skuamosa dan berlapis. Submukosanya terdiri dari lapisan erektil vaskular.

Apabila terjadi perlukaan pada uretra, maka akan terjadi penyembuhan cara

epimorfosis, artinya jaringan yang rusak diganti oleh jaringan lain (jaringan ikat)

yang tidak sama dengan semula. Jaringan ikat ini menyebabkan hilangnya elastisitas

dan memperkecil lumen uretra, sehinggaterjadi striktur uretra.

11

Page 13: Laporan Kasus Striktur Uretra

Gambar 2. Patofisiologi Striktur Uretra

II.5 Derajat Penyempitan

Sesuai dengan derajat penyempitan lumennya, striktur uretra dibagi menjadi

tiga tingkatan, yaitu derajat:

1. Ringan : jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen uretra

2. Sedang: jika terdapat oklusi 1/3 sampai dengan ½ diameter lumen uretra

3. Berat : jika terdapat oklusi lebih besar dari ½ diameter lumen uretra

12

Page 14: Laporan Kasus Striktur Uretra

Pada penyempitan derajat berat kadang kala teraba jaringan keras di korpus

spongiosum yang dikenal dengan spongiofibrosis.

II.6 Gambaran Klinis

Gejala dari striktur uretra yang khas adalah pancaran buang air seni kecil dan

bercabang. Gejala yang lain adalah iritasi dan infeksi seperti frekuensi, urgensi,

disuria, inkontinensia, urin yang menetes, kadang-kadang dengan penis yang

membengkak, infiltrat, abses dan fistel. Gejala lebih lanjutnya adalah retensi urin.

1. Pemeriksaan Fisik

Anamnesa:

Untuk mencari gejala dan tanda adanya striktur uretra dan juga mencari

penyebab striktur uretra.

Pemeriksaan fisik dan lokal:

Untuk mengetahui keadaan penderita dan juga untuk meraba fibrosis di uretra,

infiltrat, abses atau fistula.

2. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

Urin dan kultur urin untuk mengetahui adanya infeksi

Ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal

Uroflowmetri

Uroflowmetri adalah pemeriksaan untuk menentukan kecepatan pancaran

urin. Volume urin yang dikeluarkan pada waktu miksi dibagi dengan lamanya

13

Page 15: Laporan Kasus Striktur Uretra

proses miksi. Kecepatan pancaran urin normal pada pria adalah 20 ml/detik

dan pada wanita 25 ml/detik. Bila kecepatan pancaran kurang dari harga

normal menandakan ada obstruksi.

Radiologi

Diagnosa pasti dibuat dengan uretrografi, untuk melihat letak penyempitan

dan besarnya penyempitan uretra. Untuk mengetahui lebih lengkap mengenai

panjang striktur adalah dengan membuat foto bipolar sistouretrografi dengan

cara memasukkan bahan kontras secara antegrad dari buli-buli dan secara

retrograd dari uretra. Dengan pemeriksaan ini panjang striktur dapat diketahui

sehingga penting untuk perencanaan terapi atau operasi.

Instrumentasi

Pada pasien dengan striktur uretra dilakukan percobaan dengan memasukkan

kateter Foley ukuran 24 ch, apabila ada hambatan dicoba dengan kateter

dengan ukuran yang lebih kecil sampai dapat masuk ke buli-buli. Apabila

dengan kateter ukuran kecil dapat masuk menandakan adanya penyempitan

lumen uretra.

Uretroskopi

Untuk melihat secara langsung adanya striktur di uretra. Jika diketemukan

adanya striktur langsung diikuti dengan uretrotomi interna (sachse) yaitu

memotong jaringan fibrotik dengan memakai pisau sachse.

14

Page 16: Laporan Kasus Striktur Uretra

II.7 Diagnosis

Diagnosis striktur uretra dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik. Diagnosis

pasti striktur uretra didapat dari pemeriksaan radiologi, tentukan lokasi dan panjang

striktur serta derajat penyempitan dari lumen uretra.

II.8 Penatalaksanaan

Striktur uretra tidak dapat dihilangkan dengan jenis obat-obatan apapun.

Pasien yang datang dengan retensi urin, secepatnya dilakukan sistostomi suprapubik

untuk mengeluarkan urin, jika dijumpai abses periuretra dilakukan insisi dan

pemberian antibiotika. Pengobatan striktur uretra banyak pilihan dan bervariasi

tergantung panjang dan lokasi dari striktur, serta derajat penyempitan lumen uretra.

Tindakan khusus yang dilakukan terhadap striktur uretra adalah:

1. Bougie (Dilatasi)

Sebelum melakukan dilatasi, periksalah kadar hemoglobin pasien dan periksa adanya

glukosa dan protein dalam urin. Tersedia beberapa jenis bougie. Bougie bengkok

merupakan satu batang logam yang ditekuk sesuai dengan kelengkungan uretra pria;

bougie lurus, yang juga terbuat dari logam, mempunyai ujung yang tumpul dan

umumnya hanya sedikit melengkung; bougie filiformis mempunyai diameter yang

lebih kecil dan terbuat dari bahan yang lebih lunak. Berikan sedatif ringan sebelum

memulai prosedur dan mulailah pengobatan dengan antibiotik, yang diteruskan

selama 3 hari. Bersihkan glans penis dan meatus uretra dengan cermat dan persiapkan

kulit dengan antiseptik yang lembut. Masukkan gel lidokain ke dalam uretra dan

15

Page 17: Laporan Kasus Striktur Uretra

dipertahankan selama 5 menit. Tutupi pasien dengan sebuah duk lubang untuk

mengisolasi penis. Apabila striktur sangat tidak teratur, mulailah dengan

memasukkan sebuah bougie filiformis; biarkan bougie di dalam uretra dan teruskan

memasukkan bougie filiformis lain sampai bougie dapat melewati striktur tersebut.

Kemudian lanjutkan dengan dilatasi menggunakan bougie lurus.

Apabila striktur sedikit tidak teratur, mulailah dengan bougie bengkok atau lurus

ukuran sedang dan secara bertahap dinaikkan ukurannya.

Dilatasi dengan bougie logam yang dilakukan secara hati-hati. Tindakan yang

kasar tambah akan merusak uretra sehingga menimbulkan luka baru yang pada

akhirnya menimbulkan striktur lagi yang lebih berat. Karena itu, setiap dokter yang

bertugas di pusat kesehatan yang terpencil harus dilatih dengan baik untuk

memasukkan bougie. Penyulit dapat mencakup trauma dengan perdarahan dan

bahkan dengan pembentukan jalan yang salah (false passage). Perkecil kemungkinan

terjadinya bakteremi, septikemi, dan syok septic dengan tindakan asepsis dan dengan

penggunaan antibiotik.

2. Uretrotomi interna

Tindakan ini dilakukan dengan menggunakan alat endoskopi yang memotong

jaringan sikatriks uretra dengan pisau Otis atau dengan pisau Sachse, laser atau

elektrokoter. Otis uretrotomi dikerjakan pada striktur uretra anterior terutama bagian

distal dari pendulans uretra dan fossa navicularis, otis uretrotomi juga dilakukan pada

wanita dengan striktur uretra. Indikasi untuk melakukan bedah endoskopi dengan alat

Sachse adalah striktur uretra anterior atau posterior masih ada lumen walaupun kecil

16

Page 18: Laporan Kasus Striktur Uretra

dan panjang tidak lebih dari 2 cm serta tidak ada fistel, kateter dipasang selama 2-3

hari pasca tindakan. Setelah pasien dipulangkan, pasien harus kontrol tiap minggu

selama 1 bulan kemudian 2 minggu sekali selama 6 bulan dan tiap 6 bulan sekali

seumur hidup. Pada waktu kontrol dilakukan pemeriksaan uroflowmetri, bila

pancaran urinnya < 10 ml/det dilakukan bouginasi.

3. Uretrotomi eksterna

Tindakan operasi terbuka berupa pemotongan jaringan fibrosis kemudian

dilakukan anastomosis end-to-end di antara jaringan uretra yang masih sehat, cara ini

tidak dapat dilakukan bila daerah strikur lebih dari 1 cm. Cara Johansson; dilakukan

bila daerah striktur panjang dan banyak jaringan fibrotik. Stadium I, daerah striktur

disayat longitudinal dengan menyertakan sedikit jaringan sehat di proksimal dan

distalnya, lalu jaringan fibrotik dieksisi. Mukosa uretra dijahit ke penis pendulans dan

dipasang kateter selama 5-7 hari. Stadium II, beberapa bulan kemudian bila daerah

striktur telah melunak, dilakukan pembuatan uretra baru.

4. Uretroplasti

Dilakukan pada penderita dengan panjang striktur uretra lebih dari 2 cm atau

dengan fistel uretro-kutan atau penderita residif striktur pasca Uretrotomi Sachse.

Operasi

uretroplasty ini bermacam-macam, pada umumnya setelah daerah striktur di eksisi,

uretra diganti dengan kulit preputium atau kulit penis dan dengan free graft atau

pedikel graft yaitu dibuat tabung uretra baru dari kulit preputium/kulit penis dengan

menyertakan pembuluh darahnya.

17

Page 19: Laporan Kasus Striktur Uretra

II.9 Komplikasi

1. Trabekulasi, sakulasi dan divertikel

Pada striktur uretra kandung kencing harus berkontraksi lebih kuat, maka otot

kalau diberi beban akan berkontraksi lebih kuat sampai pada suatu saat

kemudian akan melemah. Jadi pada striktur uretra otot buli-buli mula-mula

akan menebal terjadi trabekulasi pada fase kompensasi, setelah itu pada fase

dekompensasi timbul sakulasi dan divertikel. Perbedaan antara sakulasi dan

divertikel adalah penonjolan mukosa buli pada sakulasi masih di dalam otot

buli sedangkan divertikel menonjol di luar buli-buli, jadi divertikel buli-buli

adalah tonjolan mukosa keluar bulibuli tanpa dinding otot.

2. Residu urin

Pada fase kompensasi dimana otot buli-buli berkontraksi makin kuat tidak

timbul residu. Pada fase dekompensasi maka akan timbul residu. Residu

adalah keadaan dimana setelah kencing masih ada urine dalam kandung

kencing. Dalam keadaan normal residu ini tidak ada.

3. Refluks vesiko ureteral

Dalam keadaan normal pada waktu buang air kecil urine dikeluarkan buli-buli

melalui uretra. Pada striktur uretra dimana terdapat tekanan intravesika yang

meninggi maka akan terjadi refluks, yaitu keadaan dimana urine dari buli-buli

akan masuk kembali ke ureter bahkan sampai ginjal.

4. Infeksi saluran kemih dan gagal ginjal

18

Page 20: Laporan Kasus Striktur Uretra

Dalam keadaan normal, buli-buli dalam keadaan steril. Salah satu cara tubuh

mempertahankan buli-buli dalam keadaan steril adalah dengan jalan setiap

saat mengosongkan buli-buli waktu buang air kecil. Dalam keadaan

dekompensasi maka akan timbul residu, akibatnya maka bulibuli mudah

terkena infeksi. Adanya kuman yang berkembang biak di buli-buli dan timbul

refluks, maka akan timbul pyelonefritis akut maupun kronik yang akhirnya

timbul gagal ginjal dengan segala akibatnya.

5. Infiltrat urine, abses dan fistulasi

Adanya sumbatan pada uretra, tekanan intravesika yang meninggi maka bisa

timbul inhibisi urine keluar buli-buli atau uretra proksimal dari striktur. Urine

yang terinfeksi keluar dari buli buli atau uretra menyebabkan timbulnya

infiltrat urine, kalau tidak diobati infiltrat urine akan timbul abses, abses pecah

timbul fistula di supra pubis atau uretra proksimal dari striktur.

II.13 Prognosis

Striktur uretra kerap kali kambuh, sehingga pasien harus sering menjalani

pemeriksaan yang teratur oleh dokter. Penyakit ini dikatakan sembuh jika setelah

dilakukan observasi selama satu tahun tidak menunjukkan tanda-tanda kekambuhan.

19

Page 21: Laporan Kasus Striktur Uretra

BAB III

ANALISIS KASUS

Dari kasus di atas, Tn. M usia 80 tahun datang dengan keluhan tidak bisa

buang air kecil (miksi) sejak 3 minggu yang lalu. Keadaan ini disebut sebagai

retensio urin yaitu suatu keadaan dimana penderita tidak dapat kencing padahal

kandung kemih penuh. Keadaan ini disebabkan oleh sumbatan mekanis pada uretra

atau gangguan fungsional kandung kemih dan sfingternya.

Dari anamnesa didapatkan keluhan berupa sulit BAK, BAK mengejan,

setelah BAK penderita merasa tidak puas dan diikuti oleh pancaran urine yang lemah,

dipertengahan miksi seringkali miksi berhenti kemudian memancar lagi

(intermitensi). Keluhan ini merupakan gejala obstruktif saluran kemih. Jadi

kesimpulan yang diambil bahwa penderita mengalami suatu gejala obstruktif saluran

kemih. Dan juga ditemukan adanya keluhan sering berkemih (frequency) terutama

pada malam hari (nocturia), sehingga pasien ini disimpulkan mengalami gejala iritatif

dari saluran kemih. Berdasarkan kondisi faktual diatas pasien ini mengalami gejala

obstruktif dan gejala iritatif saluran kemih yang dikenal dengan LUTS (Lower

Urinary Tract Symptoms).

LUTS merupakan suatu gejala yang menunjukkan adanya gangguan pada

saluran kemih bagian bawah yang meliputi gejala obstruktif dan iritatif pada saluran

kemih. Gejala obstruktif pada saluran kemih yaitu mengedan ketika miksi (straining),

menunggu pada awal miksi (hesitancy), pancaran melemah (weakness), miksi

20

Page 22: Laporan Kasus Striktur Uretra

terputus (intermitten), dan tidak lampias setelah miksi. Sedangkan gejala iritatif

meliputi rasa ingin miksi yang tidak bisa ditahan (urgency), sering miksi (frequency),

sering miksi pada malam hari (nocturia), dan nyeri ketika miksi (dysuria). Dari

keluhan utama dan anamnesis pada pasien ini terjadi suatu retentio urine yang

disebabkan adanya sumbatan pada saluran kemih bagian bawah yang bisa disebabkan

oleh gangguan pada vesika urinaria atau infravesika. Gangguan pada vesika urinaria

bisa berupa batu vesika atau gangguan neurogenic pada vesika. Sedangkan gangguan

infravesika berupa pembesaran prostat dan striktur uretra.

Kemudian pada riwayat penyakit dahulu, riwayat kencing manis dan riwayat

pernah trauma disangkal.

Berdasarkan pemeriksaan fisik pada status generalis didapatkan vital sign

dalam batas normal, konjungtiva tidak pucat dan sklera tidak ikterik. Pada inspeksi

regio CVA dan regio supra pubik didapatkan dalam keadaan distensi dan nyeri tekan,

regio genitalia externa tidak ditemukan bloody discharge. Pada pemeriksaan Digital

Rectal Examination (Rectal Toucher) didapatkan tonus spingter ani dalam keadaan

baik sehingga hal ini dapat menyingkirkan diagnosis bahwa retensio urine yang

terjadi diakibatkan oleh neurogenic bladder. Selain itu juga prostat dalam keadaan

normal, sehingga diagnosis retensio urine akibat hiperplasia prostat dapat

disingkirkan.

Pada pemeriksaan darah rutin yang dilakukan didapatkan kadar Hb

menurun. Pemeriksaan kimia klinik dalam batas normal.

21

Page 23: Laporan Kasus Striktur Uretra

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, maka

pasien ini didiagnosa dengan Striktur Uretra.

Pada pasien ini memiliki akan ditatalaksana dengan pemberian antibiotik

dan analgetik untuk pengobatan secara simtomatik, kemudian rencana untuk

dilakukan uretrotomi interna dengan pisau sachse.

22

Page 24: Laporan Kasus Striktur Uretra

DAFTAR PUSTAKA

1. Syamsuhidayat, R. Wim de Jong. Buku ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta : 1997

2. Purnomo, Basuki. Dasar-dasar urologi Edisi kedua. CV. Sagung Seto. Jakarta :

2003

3. Urethral Stricture Disease. http://www.urologyhealth.org/,.

4. Gousse, Angelo. Urethral Stricture, Male Workup.

http://www.emedicine.medscape.com.

23