Laporan Kasus Oma
-
Upload
dian-riani -
Category
Documents
-
view
185 -
download
5
description
Transcript of Laporan Kasus Oma
BAB I
Status pasien
1. 1. IDENTITAS
Nama : Ny. E S
Umur : 45 tahun
Alamat : Cugenang, Cianjur
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Tanggal MRS : 31 Oktober 2012
No. RM : 548909
1.2. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Telinga kanan terasa sakit sejak 1 minggu yang lalu.
Keluhan Tambahan :
Nyeri telinga, penurunan pendengaran, nyeri hidung kanan, demam, sakit kepala.
Riwayat Penyakit Sekarang :
OS datang ke poli THT RSUD Cianjur dengan keluhan telinga kanan terasa sakit, nyeri
seperti ada biantang masuk ke dalam telinga. Pendengaran pada telinga kanan dirasa
berkurang. Nyeri pada telinga terasa lebih sakit pada pagi hari ketika bangun tidur. Pasien
mengaku tidak terdapat cairan yang keluar dari kedua telinga. Pasien mengeluhkan sakit
kepala sebelah kanan. Badan terasa sedikit demam.
1
Riwayat Penyakit Dahulu :
Belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya
Riwayat Penyakit Keluarga :
Di keluarga tidak ada yang menderita hal yang sama
Riwayat Pengobatan :
Pasien sudah membeli obat tetes telinga tapi tidak membaik
Riwayat psikososial :
Pasien tidak merokok
Sering membersihkan telinga dengan cotton bud
Tidak suka minum es
1.3 PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : Composmentis
Tanda – tanda vital : TD = 90/60mmHg P = 18x/mnt
N = 80x/mnt S = 36,5 0C
Kepala
- normocephal,rambut hitam, distribusi merata
Mata
- Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, reflek pupil +/+, isokor +/+,
strabismus -/-
Hidung
- Lihat status lokalis
Mulut
- Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor & tremor (-), fring hiperemis (-)
2
Telinga
Lihat status lokalis
Leher
Lihat status lokalis
Thoraks
Paru
- Inspeksi : Pergerakan dada simetris dextra-sinistra, retraksi dinding dada -/-
- Palpasi : fokal fremitus dextra-sinistra sama
- Perkusi : sonor diseluruh lapang paru
- Auskultasi : vesikular +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung
- Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : iktus kordis teraba di ICS V sinistra, linea midclavicula sinistra
- Perkusi : batas jantung dalam batas normal
- Auskultasi : bunyi jantung I–II, murni, regular, Murmur (-), Gallop (-)
Abdomen
- Inspeksi : datar, skar (-) bekas operasi (-)
- Palpasi : supel, nyeri tekan epigastrium (-), nyeri tekan abdomen (-)
Hepar dan lien tidak teraba
- Perkusi : timpani di 4 kuadran
- Auskultasi : bising usus (+) normal
- Ascites : negatif
Ekstremitas
- Atas : hangat +/+, udema -/-, RCT < 2 “ , sianosis -/-
- Bawah : hangat +/+, udema -/-, RCT < 2 “ , sianosis -/-
3
STATUS LOKALIS THT
1. Telinga
Telinga Kanan Telinga Kiri
Heliks sign (-)
Tragus sign (-)
Aurikula Heliks sign (-)
Tragus sign (-)
Mukosa tenang
Serumen (-)
Sekret (+)Mukopurulent
MAE Mukosa tenang
Serumen (-)
Sekret (-)
Reflex cahaya (-)
Perforasi (+) marginal
pada arah jam 11
Hiperemis (+)
Membran tympani Intak (+)
Reflex cahaya (+)
Hiperemis (-)
Perforasi (-)
Edema (-)
Hiperemis (-)
Nyeri tekan (-)
Radang (-)
Tumor (-)
Sikatriks (-)
RA Edema (-)
Hiperemis (-)
Nyeri tekan (-)
Radang (-)
Tumor (-)
Sikatriks (-)
Tes Garpu Tala
- Rinne : +/+
- Weber : Lateralisasi ke kiri
- Schwabach : sama dengan pemeriksa
4
2. Hidung:
Hidung kanan Hidung kiri
Bentuk dbn Inflamasi (-)Deformitas (-)Nyeri tekan (-)
Hidung luar Bentuk dbnInflamasi (-)Deformitas (-)Nyeri tekan (-)
Rinoskopi anterior
Mukosa tenang (+)Hiperemis (-)Sekret (-) Massa (-)Nyeri (-)
Kavum nasi Mukosa tenang (+)Hieperemis (-)Sekret (-)Massa (-)Nyeri (-)
Ulkus (-) Vestibulum nasi
Ulkus (-)
Edema (-)Hipertrofi (-)Hieperemis (-)
Konka nasi Edema (-)Hipertrofi (-)Hiperemis (-)
LurusDeviasi (-)
Septum nasi LurusDeviasi (-)
(+) Passase udara (+)
Sinus Paranasal Inspeksi : Pembengkakan pada wajah (-/-)
Palpasi :
- Nyeri tekan pada pipi (-/-)
- Nyeri tekan bagian bawah orbita (-/-)
Transiluminasi : tidak dilakukan
Tes Penciuman : (kopi)
- Kanan : 20 cm
- Kiri : 20 cm
5
- Kesan : normosmia
3. Tenggorokan
- NP : Rinoskopi posterior tidak dilakukan
- OP :Mukosa pharynx hiperemis (-), granule (-), lidah kotor & tremor (-)
dinding belakang faring tenang (+), deviasi uvula (-), karies gigi (+)
Tonsil T0/T0, tonsil hiperemis (-/-), perlegketan (-/-), pelebaran detritus (-/-)
- LF : Laringoskop indirek tidak dilakukan
4. Maksilo Fasial :
- NI : Norrmosmia
- NII : Pupil bulat, isokor (+/+)
- NIII : Gerak bola mata superior, medial, inferior (+/+)
- NIV : Gerak bola mata medial, inferior (+/+)
- NV : Rahang simetris (+/+), reflek menggigit (+/+)
- NVI : Gerak bola mata lateral (+/+)
- NVI : Wajah simetris (+/+), senyum simetris (+), angkat alis (+/+) simetris
- NVIII : Rinne (+/+), weber (tidak ada laterisasi), (schwabach sama dengan
pemeriksa)
- VIX : Deviasi uvula (-)
- VX : Reflek muntah (+)
- NXI : Angkat bahu (+/+) simetris
- NXII : Deviasi lidah (-)
5. Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
1.4 Resume :
Anamnesis : Ny. E 45 tahun datang poli THT ke RSUD Cianjur dengan keluhan
otalgia sejak 1 minggu, disertai penurunan pendengaran, cephalgia,
febris.
6
Pem. Fisik : Sekret mukopurulen pada MAE (+/-), MT hiperemis (+/-), reflek
cahata MT (-/+), perforasi MT (+/-) arah jam 11. Tes Webber
lateralisasi ke kiri.
1.5 Diagnosis kerja : OMA stadium perforasi dextra
1.6 Diagnosis banding : OMA stadium perforasi dextra
Otitis eksterna dextra
1.7 Rencana diagnosis : Foto polos posisi waters
1.8 Terapi :
- Konsumsi makanan bergizi
- Klindamisin caps 300 mg 2x1
- Interistin tab 50 mg 2x1
- GG 2x1
- Ascorbic Acid
1.9 Saran : Jangan terlalu sering membersihkan telinga
Telinga jangan kemasukan air
Hindari batuk pilek
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Telingaa. Telinga Luar
Telinga luar atau pinna terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2 ½-3cm. Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen (modifikasi kelenjar keringat=kelenjar serumen) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada duapertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen. Kulit liang telinga langsung terletak diatas tulang. Bahkan radang yang amat ringan terasa sangat nyeri karena tidak ada ruang untuk ekspansi. Saraf fasialis meninggalkan foramen stilomastoideus dan berjalan ke lateral menuju prosesus stiloideus posteroinferior liang telinga, dan kemudian berjalan di bawah liang telinga untuk memasuki kelenjar parotis. Rawan liang telinga merupakan salah satu patokan pembedahan yang digunakan mencari saraf fasialis; patokan lainnya adalah sutura timpanomastoideus.
Gambar . Anatomi telinga luar
Membrana Tim p ani
8
Membrana timpani adalah suatu bangunan berbentuk kerucut dengan puncaknya, umbo, mengarah ke medial. Membrana timpani umumnya bulat. Penting untuk disadari bahwa bagian dari rongga telinga tengah yaitu epitimpanum yang mengandung korpus maleus dan inkus, meluas melampaui batas atas membrana timpani, dan bahwa ada bagian hipo timpanum yang meluas melampaui batas bawah membrana timpani. Membrana timpani tersusun oleh suatu lapisan epidermis di bagian luar, lapisan fibrosa di bagian tengah di mana tangkai maleus dilekatkan dan lapisan mukosa bagian dalam lapisan fibrosa tidak terdapat diatas prosesus lateralis maleus dan ini menyebabkan bagian membrana timfani yang disebut membrana Shrapnell menjadi lemas (flaksid).
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membrane timpani disebut sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflex cahaya (cone of light) kea rah bawah, yaitu pada pukul 7 untuk mebran timpani kiri dan pukul 5 untuk membrane timpani kanan. Reflex cahaya (cone of light) ialah cahaya dari luar yang dipantulkan oleh membrane timpani. Di membrane timpani terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya reflex cahaya yang berupa kerucut itu. Secara klinis reflex cahaya ini dinilai, misalnya bila letak reflex cahaya mendatar, berarti terdapat gangguan pada tuba eustachius.
Membrane timpani dibagi menjadi 4 kuadran, dengan menarik garis searah prosesus longus maleus dan garis tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan dan bawah-belakang, untuk menyatakan letak perforasi membrane timpani.
Gambar 2. Membran timpani
b. Telinga Tengah
9
Gambar 3. Telinga tengah
Telinga tengah yang berisi udara dapat dibayangkan sebagai suatu kotak dengan enam sisi. Dinding posteriornya lebih luas daripada dinding anterior sehingga kotak tersebut berbentuk baji. Promontorium pada dinding medial meluas ke lateral kearah umbo dari membrana timpani sehingga kotak tersebut lebih sempit pada bagian tengah.
Dinding superior telinga berbatasan dengan lantai fossa kranii media. Pada bagian atas dinding posterior terdapat aditus ad antrum tulang mastoid dan di bawahnya adalah saraf fasialis. Otot stapedius timbul pada daerah fasialis dan tendonnya menembus melalui suatu piramid tulang menuju leher stapes. Saraf korda timpani timbul dari saraf fasialis di bawah stapedius dan berjalan ke lateral depan menuju inkus tetapi dimedial maleus, untuk keluar dari telinga tengah lewat sutura petrotimpanika. Korda timpani kemudian bergabung dengan saraf lingualis dan menghantarkan serabut-serabut sekretomotorik ke ganglion submandibularis dan serabut-serabut pengecap dari duapertiga anterior lidah.
Dasar telinga adalah atap bulbus jugularis yang sebelah superolateral menjadi sinus sigmoideus dan lebih ke tengah menjadi sinus transversus. Keduanya adalah aliran vena utama rongga tengkorak. Cabang aurikularis saraf vagus masuk ke telinga tengah dari dasarnya. Bagian bawah dinding anterior adalah kanalis karotikus. Diatas kanalis ini, muara tuba eustachius dan otot tensor timfani yang menempati daerah superior tuba kemudian membalik, melingkari prosesus kokleariformis dan berinsersi pada leher maleus.
Dinding lateral dari telinga tengah adalah dinding tulang epitimpanum di bagian atas, membran timpani dan dinding tulang hipotimpanum di bagian bawah. Bangunan yang paling menonjol pada dinding medial adalah promontorium yang menutup lingkaran koklea yang pertama. Saraf timpanikus berjalan melintas promontorium ini. Fenestra rotundum terletak di posteroinferior dari promontorium, sedangkan kaki stapes terletak pada fenestra ovalis pada batas posterosuperior promontorium. Kanalis falopii bertulang yang dilalui saraf fasialis terletak diatas fenestra ovalis mulai dari prosesus kokleariformis di anterior hingga piramid stapedium di posterior. Rongga mastoid berbentuk seperti piramid bersisi tida dengan puncak mengarah ke kaudal. Atap mastoid adalah fossa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fossa kranii posterior. Sinus sigmoideus terletak di bawah duramater pada daerah ini.
10
Pada dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum. Tonjolan kanalis semisirkularis lateralis menonjol ke dalam antrum. Di bawah kedua patokan ini berjalan saraf fasialis dalam kanalis tulangnya untuk keluar dari tulang temporal melalui foramen stilomastoideus di ujung anterior krista yang dibentuk oleh insersio otot digastrikus. Dinding lateral mastoid adalah tulang subkutan yang dengan mudah dapat dipalpasi di posterior auruikula.
Gambar 4. Telinga tengah dengan batas-batasnya
c. Telinga DalamTelinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan
vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timfani dengan skala vestibuli. Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli disebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfe, sedangkan skala media berisi endolimfe. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda dengan di endolimfa. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut membran vestibuli (Reissner’s Membrane) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ Corti.
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria dan pada membran basalis melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanallis Corti, yang membentuk organ Corti.
11
Gambar 5, telinga dalam yang terdiri dari koklea dan vestibulum
Innervasi TelingaTelinga dipersarafi oleh nervus kranial ke delapan yaitu nervus vestibulokoklearis.
Nervus vestibulokoklearis terdiri dari dua bagian : salah satu daripadanya pengumpulan sensibilitas dari bagian vestibuler rongga telinga dalam yang mempunyai hubungan dengan keseimbangan, serabut-serabut saraf ini bergerak menuju nukleus vestibularis yang berada pada titik pertemuan antara pons dan medula oblongata, lantas kemudian bergerak terus menuju serebelum. Bagian koklearis pada nervus vestibulokoklearis adalah saraf pendengar yang sebenarnya. Serabut-serabut sarafnya mula-mula dipancarkan kepada sebuah nukleus khusus yang berada tepat dibelakang talamus, lantas dari sana dipancarkan lagi menuju pusat penerima akhir dalam korteks pendengaran (area 39-40) yang terletak pada bagian bawah lobus temporalis.
Vaskularisasi telingaTelinga diperdarahi oleh pembuluh-pembuluh darah kecil diantaranya adalah ramus
cochleae a. Labyrinthi yang memperdarahi bagian koklea, ramus vestibulares a.labyrinthi yang memperdarahi vestibulum. V. Spiralis anterior, v. Spiralis posterior, V. Laminae spiralis, Vv. Vestibulares, dan V. Canaliculi cochleae.
2.2 Fisiologi TelingaFisiologi Pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam
bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut
menggetarkan membran timpani, diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang
pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran
dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang
telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong,
12
sehingga perilimfe pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membrana
Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara
membran basalis dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang
menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan
terjadi pengelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses
depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan
menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius
sampai ke korteks serebri / korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.
Fisiologi KeseimbanganKeseimbangan dan orientasi tubuh seorang terhadap lingkungan di sekitarnya
tergantung pada input sensorik dari reseptor vestibuler labirin, organ visual dan
proprioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik tersebut akan diolah di SSP,
sehingga menggambarkan keadaan posisi tubuh pada saat itu.
Labirin terdiri dari labirin statis yaitu utrikulus dan sakulus yang merupakan pelebaran
labirin membran yang terdapat dalam vestibulum labirin tulang. Pada tiap pelebarannnya
terdapat sel-sel reseptor keseimbangan. Labirin kinetik terdiri dari tiga kanalis semisirkularis
dimana pada tiap kanalis terdapat pelebaran yang berhubungan dengan utrikulus, yang
disebut dengan ampula. Di dalamnya terdapat krista ampularis yang terdiri dari sel-sel
reseptor keseimbangan dan seluruhnya tertutup oleh suatu substansi gelatin yang disebut
kupula.
Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan perpindahan cairan
endolimfa di labirin dan selanjutnya silia sel rambut akan menekuk. Tekukan silia
menyebabkan permeabilitas membran sel berubah, sehingga ion kalsium akan masuk ke
dalam sel yang menyebabkan terjadinya proses depolarisasi dan akan merangsang pelepasan
neurotransmiter eksitator yang selanjutnya akan meneruskan impuls sensorik melalui saraf
aferen ke pusat keseimbangan otak. Sewaktu berkas silia terdorong ke arah berlawanan,
maka terjadi hiperpolarisasi.
Organ vestibuler berfungsi sebagai transduser yang mengubah energi mekanik akibat
rangsangan otolit dan gerakan endolimfa di dalam kanalis semisirkularis menjadi energi
biolistrik, sehingga dapat memberi informasi mengenai perubahan posisi tubuh akibat
percepatan linier atau percepatan sudut. Dengan demikian dapat memberi informasi
13
mengenai semua gerak tubuh yang sedang berlangsung. Sistem vestibuler berhubungan
dengan sistem tubuh lain, sehingga kelainannya dapat menimbulkan gejala pada sistem
tubuh bersangkutan. Gejala yang timbul dapat berupa vertigo, rasa mual dan muntah. Pada
jantung berupa bradikardi atau takikardi dan pada kulit reaksinya berkeringat dingin
Gambar 6. Organ keseimbangan
2.3 Oitis Media
2.3.1 Pengertian
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah., tuba
Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.
Otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif (= otitis
media serosa, otitis media sekretoria, otitis media musinosa, otitis media efusi/OME).
Masing-masing mempunyai bentuk akut dan kronis. Selain itu terdapat juga otitis media
spesifik, seperti otitis media tuberkulosa atau otitis media sifilitika. Otitis media yang lain
disebut otitis media adhesive. Pada beberapa penelitian, diperkirakan terjadinya otitis media
yaitu 25% pada anak-anak. Infeksi umumnya terjadi dua tahun pertama kehidupan dan
puncaknya pada tahun pertama masa sekolah1.
Harus dibedakan antara otitis media akut dan otitis media efusi. Otitis media efusi lebih
umum daripada otitis media akut. Ketika otitis media efusi didiagnosis dengan otitis media
akut, antibiotic yang diberikan bisa tidak sesuai. Otitis media efusi yaitu adanya cairan
ditelinga tengah tanpa adanya gejala infeksi. Otitis media efusi biasanya disebabkan
tertutupnya Tuba Eustachius dan cairan terperangkap di telinga tengah. Gejala dari otitis
media akut datang bila cairan di telinga tengah terinfeksi2.
14
2.3.2 Otitis Media Akut
Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di daerah nasofaring dan
faring. Secara fisiologik nterdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke dalam
telinga tengah oleh silia mukosa tuba Eustachius, enzim dan antibody.
Otitis media akut (OMA) biasanya terjadi karena factor pertahanan tubuh ini terganggu.
Sumbatan tuba Eustachius merupakan factor penyebab utama dari otitis media. Karena fungsi
tuba Eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman ke telinga tengah juga terganggu,
sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah dan terjadi peradangan.
Selain itu, pencetus lain adalah infeksi saluran napas atas. Pada anak, makin sering anak
terkena infeksi saluran napas, makin besar kemungkinan terjadinya OMA. Pada bayi
terjadinya OMA dipermudah oleh karena tuba Eustachiusnya pendek, lebar dan letaknya agak
horizontal, dan juga adenoid pada anak relatif lebih besar dibanding orang dewasa1.
Tympanic membrane of a person with 12 hours of ear pain, slight tympanic membrane bulge, and slight meniscus of purulent effusion at bottom of tympanic membrane. Reproduced with permission from Isaacson G: The natural history of a treated episode of acute otitis media. Pediatrics. 1996; 98(5): 968-7.
2.3.3 Epidemiologi
Di Amerika Serikat, diperkirakan 75% anak mengalami setidaknya satu episode otitis
media sebelum usia tiga tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya tiga kali atau
lebih. Di Inggris, ± 25% anak mengalami minimal satu episode sebelum usia sepuluh tahun.
Sering terjadi pada usia 3-6 tahun3.
15
2.3.4 Etiologi
Faktor pasien
- Prematur dan bayi berat lahir rendah
- Umur muda
- Riwayat keluarga
- Ras
- Imunitas rendah
- Kelainan kraniofasial
- Penyakit neuromuscular
- Alergi
Faktor lingkungan
- Tempat tinggal yang padat penduduk
- Status social-ekonomi rendah
- Terpapar polusi dan merokok
- Musin gugur atau dingin
- Tidak mendapatkan asi, menggunakan susu botol3.
2.3.5 Patologi
Kuman utama penyebab OMA adalah bakteri piogenik, seperti Streptokokus hemolitikus,
Stafilokokus aureus, Pneumokokus. Selain itu kadang ditemukan juga Hemofilus influenza,
Escherichia colli, Streptokokus unhemolitikus, Proteus vulgaris dan Pseudomonas
aurugenosa. Hemofilus influenza sering ditemukan pada anak dibawah 5 tahun1.
2.3.6 Stadium OMA
Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas 5 stadium :
1. Oklusi tuba Eustachius.
2. Hiperemis (pre supurasi).
3. Supurasi.
16
4. Perforasi.
5. Resolusi.
1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Stadium oklusi tuba Eustachius terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh
retraksi membrana timpani akibat tekanan negatif dalam telinga tengah karena terjadinya
absorpsi udara. Selain retraksi, membrana timpani kadang-kadang tetap normal atau hanya
berwarna keruh pucat atau terjadi efusi.
Stadium oklusi tuba Eustachius dari otitis media supuratif akut (OMA) sulit kita bedakan
dengan tanda dari otitis media serosa yang disebabkan virus dan alergi.
2. Stadium Hiperemis (Pre Supurasi)
Stadium hiperemis (pre supurasi) akibat pelebaran pembuluh darah di membran timpani
yang ditandai oleh membran timpani mengalami hiperemis, edema mukosa dan adanya sekret
eksudat serosa yang sulit terlihat.
3. Stadium Supurasi
Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen (nanah). Selain itu
edema pada mukosa telinga tengah makin hebat dan sel epitel superfisial hancur. Ketiganya
menyebabkan terjadinya bulging (penonjolan) membrana timpani ke arah liang telinga luar.
Pasien akan tampak sangat sakit, nadi & suhu meningkat dan rasa nyeri di telinga
bertambah hebat. Anak selalu gelisah dan tidak bisa tidur nyenyak.
Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak tertangani dengan baik akan menimbulkan
ruptur membran timpani akibat timbulnya nekrosis mukosa dan submukosa membran
timpani. Daerah nekrosis terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan. Nekrosis ini
disebabkan oleh terjadinya iskemia akibat tekanan kapiler membran timpani karena
penumpukan nanah yang terus berlangsung di kavum timpani dan akibat tromboflebitis vena-
vena kecil.
Keadaan stadium supurasi dapat kita tangani dengan melakukan miringotomi. Bedah
kecil ini kita lakukan dengan membuat luka insisi pada membran timpani sehingga nanah
akan keluar dari telinga tengah menuju liang telinga luar. Luka insisi pada membran timpani
akan mudah menutup kembali sedangkan ruptur lebih sulit menutup kembali. Bahkan
membran timpani bisa tidak menutup kembali jika membran timpani tidak utuh lagi.
17
4. Stadium Perforasi
Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret berupa nanah
yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Kadang-
kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut). Stadium ini sering disebabkan oleh
terlambatnya pemberian antibiotik dan tingginya virulensi kuman.
Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi lebih tenang, suhu menurun dan bisa tidur
nyenyak. Jika membran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret (nanah) tetap
berlangsung selama lebih 3 minggu maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut.
Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih 1,5-2 bulan maka keadaan itu
disebut otitis media supuratif kronik (OMSK).
5. Stadium Resolusi
Stadium resolusi ditandai oleh membran timpani berangsur normal hingga perforasi
membran timpani menutup kembali dan sekret purulen tidak ada lagi. Stadium ini
berlangsung jika membran timpani masih utuh, daya tahan tubuh baik, dan virulensi kuman
rendah. Stadium ini didahului oleh sekret yang berkurang sampai mengering.
Apabila stadium resolusi gagal terjadi maka akan berlanjut menjadi otitis media supuratif
kronik (OMSK). Kegagalan stadium ini berupa membran timpani tetap perforasi dan sekret
tetap keluar secara terus-menerus atau hilang timbul. Otitis media supuratif akut (OMA)
dapat menimbulkan gejala sisa (sequele) berupa otitis media serosa. Otitis media serosa
terjadi jika sekret menetap di kavum timpani tanpa mengalami perforasi membran timpani1.
2.3.7 Gejala Klinik OMA
Gejala klinik otitis media supuratif akut (OMA) tergantung dari stadium penyakit dan
umur penderita. Gejala stadium supurasi berupa demam tinggi dan suhu tubuh menurun pada
stadium perforasi.
Gejala klinik otitis media supuratif akut (OMA) berdasarkan umur penderita, yaitu :
- Bayi dan anak kecil. Gejalanya : demam tinggi bisa sampai 390C (khas pada stadium
supurasi), sulit tidur, tiba-tiba menjerit saat tidur, mencret, kejang-kejang, dan kadang-
kadang memegang telinga yang sakit. Jika terjadi rupture membrane timpani, maka secret
mengalir ke liang telinga, suhu tubuh menurun dan anak tertidur tenang.
18
- Anak yang sudah bisa bicara. Gejalanya : biasanya rasa nyeri dalam telinga, suhu tubuh
tinggi, dan riwayat batuk pilek.
- Anak lebih besar dan orang dewasa. Gejalanya : rasa nyeri dan gangguan pendengaran
(rasa penuh dan pendengaran berkurang)4.
2.3.8 Terapi
Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya.
- Oklusi tuba Eustachius
Pengobatan bertujuan untuk membuka kembali Tuba Eustachius, sehingga
tekanan negative dalam telinga tengah hilang. Untuk ini diberikan obat tetes hidung.
Hcl efedrina 0.5% dalam larutan fisiologis (anak < 12 tahun) atau Hcl efedrin 1%
dalam larutan fisiologik yang berumur diatas 12 tahun dan pada orang dewasa.
Selain itu sumber infeksi harus diobati. Antibiotika diberikan apabila penyebab
penyakit adalah kuman.
- Hiperemis (pre supurasi)
Pemberian antibiotika, obat tetes hidung dan analgetika. Antibiotika yang
dianjurkan ialah dari golongan penisilin atau ampisilin. Terapi awal diberikan
penisilin intramuscular agar didapatkan konsentrasi yang adekuat dalam darah,
sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala
sisa, dan kekambuhan. Pemberian antibiotika dianjurkan minimal selama 7 hari. Bila
pasien alergi terhadap penisilin, maka diberikan eritromisin.
Pada anak, ampisilin diberikan dengan dosis 50-100 mg/kgBB perhari dibagi dalam 4
dosis, atau amoksisilin 40 mg/kgBB perhari dibagi dalam 3 dosis, atau eritromisin 40
mg/kgBB perhari.
- Supurasi
19
Diberikan antibiotika, idealnya harus disertai dengan miringotomi, bila membrane
timpani masih utuh. Dengan miringotomi gejala klinis lebih cepat hilang dan rupture
dapat dihindari.
- Perforasi
Sering terlihat banyak secret yang keluar dan kadang terlihat secret keluar secara
berdenyut. Pengobatan diberikan adalah obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari
serta antibiotika yang adekuat. Biasanya secret hilang dan perforasi menutup kembali
dalam waktu 7-10 hari.
- Resolusi
Membrane timpani berangsur normal kembali, secret tidak ada lagi dan perforasi
membrane timpani menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya akan tampak secret
mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di membrane timpani. Keadaan ini
disebabkan karena berlanjutnya edema mukosa telinga tengah. Pada keadaan
demikian antibiotika dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila 3 minggu setelah
pengobatan masih tetap banyak, kemungkinan telah terjadi mastoiditis.
Bila OMA berlanjut dengan keluarnya secret dari telinga tengah lebih dari 3
minggu, maka keadaan ini disebut otitis mediasupuratif subakut. Bila perforasi
menetap dan secret tetap keluar lebih dari satu setengah bulan atau dua bulan, maka
keadaan ini disebut otitis media supuratif kronis.
Pada pengobatan OMA terdapat beberapa faktor resiko yang menyebabkan
kegagalan terapi. Risiko tersebut digolongkan menjadi resiko tinggi kegagalan terapi
dan resiko rendah1.
Aturan pemberian obat tetes hidung :
Bahan. HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologis untuk anak berusia dibawah 12 tahun.
HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologis untuk anak berusia diatas 12 tahun dan orang
dewasa.
Tujuan. Untuk membuka kembali tuba Eustachius yang tersumbat sehingga tekanan
negatif dalam telinga tengah akan hilang.
Aturan pemberian obat antibiotik :
20
- Stadium oklusi. Berikan pada otitis media yang disebabkan kuman bukan otitis media
yang disebabkan virus dan alergi (otitis media serosa).
- Stadium hiperemis (pre supurasi). Berikan golongan penisilin atau ampisilin selama
minimal 7 hari. Golongan eritromisin dapat kita gunakan jika terjadi alergi penisilin.
Penisilin intramuskuler (IM) sebagai terapi awal untuk mencapai konsentrasi adekuat
dalam darah. Hal ini untuk mencegah terjadinya mastoiditis, gangguan pendengaran
sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Berikan ampisilin 50-100 mg/kgbb/hr yang
terbagi dalam 4 dosis, amoksisilin atau eritromisin masing-masing 50 mg/kgbb/hr
yang terbagi dalam 3 dosis pada pasien anak.
- Stadium resolusi. Lanjutkan pemberiannya sampai 3 minggu bila tidak terjadi
resolusi. Tidak terjadinya resolusi dapat disebabkan berlanjutnya edema mukosa
telinga tengah. Curigai telah terjadi mastoiditis jika sekret masih banyak setelah kita
berikan antibiotik selama 3 minggu.
Aturan tindakan miringotomi :
- Stadium hiperemis (pre supurasi). Bisa kita lakukan bila terlihat hiperemis difus.
- Stadium supurasi. Lakukan jika membran timpani masih utuh. Keuntungannya yaitu
gejala klinik lebih cepat hilang dan ruptur membran timpani dapat kita hindari.
Aturan pemberian obat cuci telinga :
Bahan. Berikan H2O22 3% selama 3-5 hari.
Efek. Bersama pemberian antibiotik yang adekuat, sekret akan hilang dan perforasi
membran timpani akan menutup kembali dalam 7-10 hari5.
2.3.9 Komplikasi Otitis Media Supuratif Akut (OMA)
Ada 3 komplikasi otitis media supuratif akut (OMA), yaitu :
o Abses subperiosteal.
o Meningitis.
o Abses otak
Daftar Pustaka
21
Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu
kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi kelima. Jakarta: FKUI, 2001. h. 49-62
Liz natal, Brenda. Otitis media. Di unduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/764006-overview . tanggal 23 februari 2010; 09:30
WIB
Donaldson, john D. otitis media acut. Di unduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/859138-overview. tanggal 23 februari 2010; 10.00
WIB.
Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah dan mastoid. Dalam: Effendi
H, Santoso K, Ed. BOIES buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC, 1997: 88-118
Al Fatih, Muhammad. Otitis Media Akut, di unduh dari
http://hennykartika.wordpress.com/category/telinga/ tanggal 18 Februari 2010 ; 12.31 WIB
Helmi. Komplikasi otitis media supuratif kronis dan mastoiditis. Dalam: Soepardi EA,
Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi
kelima. Jakarta: FKUI, 2001.
22