Laporan Kasus MAS Baru

70
Laporan Kasus Sindrom Aspirasi Mekonium pada Bayi Cukup Bulan Oleh M. Irawan Afrianto, S.Ked NIM. I1A007032 Pembimbing dr. Pudji Andayani, Sp.A(K) BAGIAN/ SMF ILMU KESEHATAN ANAK FK UNLAM/ BLUD RSU ULIN

description

lapsus

Transcript of Laporan Kasus MAS Baru

Laporan Kasus

Sindrom Aspirasi Mekonium pada Bayi Cukup Bulan

Oleh

M. Irawan Afrianto, S.KedNIM. I1A007032

Pembimbing

dr. Pudji Andayani, Sp.A(K)

BAGIAN/ SMF ILMU KESEHATAN ANAKFK UNLAM/ BLUD RSU ULIN

BANJARMASINApril 2013

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007

mendapatkan angka kematian bayi (AKB) di Indonesia, 35 bayi per 1000

kelahiran hidup. Bila dirincikan 157.000 bayi meninggal per tahun atau 430 bayi

per hari. Beberapa penyebab kematian bayi disebabkan berat badan lahir rendah,

asfiksia, tetanus, infeksi, dan masalah pemberian minum.1 Penyebab kematian

neonatal kelompok umur 0-7 hari adalah prematuritas dan berat badan lahir

rendah/low birth weight (LBW) 35%, diikuti oleh asfiksia lahir 33,6%. Sedangkan

penyebab kematian neonatal kelompok umur 8-28 hari adalah infeksi 57,1%

(termasuk tetanus, sepsis, pnemonia, diare), dan masalah minum 14,3%.2 Infeksi

neonatal dapat terjadi intrauterin melalui transplasental, didapat intrapartum saat

melalui jalan lahir selama proses persalinan, atau pascapartum akibat sumber

infeksi dari luar setelah lahir. Infeksi intrapartum dapat terjadi pada saat melalui

jalan lahir atau infeksi asendens bila terjadi partus lama dan ketuban pecah dini.

Kelompok virus yang sering menjadi penyebab termasuk herpes simplex,

HIV, cytomegalovirus (CMV), dan hepatitis B yaitu virus yang jarang ditularkan

secara transplasental. Sedangkan kelompok kuman termasuk Streptokokus grup B

Gram negatif, kuman enterik Gram negatif (terutama Escheria coli), gonokokus

dan klamidia. Infeksi pasca persalinan terjadi karena kontak dengan ibu yang

terinfeksi secara langsung misalnya ibu yang mendrita tuberkulosis (meskipun

1

dapat ditularkan intrauterin), melalui ASI (HIV, CMV), kontak dengan petugas

kesehatan lain, atau kuman di lingkungan rumah sakit.3 Infeksi bakterial sistemik

dapat terjadi kurang dari 1%, penyakit virus 6%-8% dari seluruh populasi

neonatus dan infeksi bakteri nosokomial 2%-25% dari bayi yang dirawat di

NICU. Infeksi awitan dini apabila terjadi dalam lima hari pertama kehidupan pada

umumnya disebabkan karena infeksi intrauterin atau intrapartum sedangkan

infeksi awitan lambat terjadi sesudah umur tujuh hari dan sering terjadi selama

pasca persalinan dan akibat kolonisasi nosokomial.4 Menurut perkiraan WHO,

terjadi sekitar 5 juta kematian neonatus pada tahun 1995 dan menurun menjadi 4

juta pada tahun 2004, namun tetap 98% terjadi di negara sedang berkembang.

Sebagian infeksi dilaporkan di Korea terjadi akibat paparan dengan kuman dan

sumber dari lingkungan pada saat pasca persalinan.5

Air ketuban keruh terjadi pada 8%–16% dari seluruh persalinan, terjadi

baik secara fisiologis ataupun patologis yang menunjukkan gawat janin. Faktor

patologis yang berhubungan dengan AKK termasuk hipertensi maternal, penyakit

kardiorespiratori maternal, eklampsia, dan berbagai sebab gawat janin. Keadaan

AKK menempati posisi penting sebagai risiko SAM yang merupakan penyebab

signifikan morbiditas dan mortalitas janin.9 Definisi SAM adalah sindrom atau

kumpulan berbagai gejala klinis dan radiologis akibat janin atau neonatus

menghirup atau mengaspirasi mekonium. Diagnosis SAM berdasarkan atas

penemuan pemeriksaan radiologis. Penyebab SAM belum jelas mungkin terjadi

intra uterin atau segera sesudah lahir akibat hipoksia janin kronik dan asidosis

serta kejadian kronik intra uterin. Faktor risiko SAM adalah skor Apgar <5 pada

2

menit ke lima, mekonium kental, denyut jantung yang tidak teratur atau tidak

jelas, dan berat lahir.

Kejadian SAM merupakan masalah yang paling sering dihadapi spesialis

anak dan spesialis kebidanan. Di Amerika Serikat diperkirakan 520.000 (12% dari

kelahiran hidup) dipersulit dengan adanya pewarnaan AKK dan 35% diantaranya

akan berkembang menjadi SAM (sekitar 4% dari kelahiran hidup). Sekitar 30%

neonatus dengan SAM akan membutuhkan ventilasi mekanik, 10% berkembang

menjadi pneumotoraks, dan 4% meninggal. Enampuluh enam persen dari seluruh

kasus hipertensi pulmonal persisten berkaitan dengan SAM.10 Pengeluaran

mekonium ke dalam air ketuban pada umumnya merupakan akibat dari keadaan

hipoksia intrauterin dan atau gawat janin. Apabila mekonium dikeluarkan dalam

waktu empat jam sebelum persalinan, kulit neonatus akan berwarna mekonium.

Neonatus yang lahir dengan letak sungsang atau presentasi bokong sering

mengeluarkan mekonium sebelum persalinan namun tanpa terjadi gawat janin.11

Sekitar 1,3% dari seluruh populasi bayi lahir hidup mempunyai komplikasi AKK

dan hanya 5% bayi baru lahir dengan AKK berkembang menjadi SAM.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan penulisan pada laporan kasus ini yaitu mengetahui dan

memperoleh gambaran dalam melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik,

penunjang, penentuan diagnosis serta penatalaksanaan pada kasus bayi cukup

bulan dengan infeksi neonatal disertai gawat nafas e.c. suspek sindrom aspirasi

mekonium.

3

1.3. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan laporan kasus ini yaitu untuk memahami dan

memperoleh gambaran dalam melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik,

penunjang, penentuan diagnosis serta penatalaksanaan pada kasus bayi cukup

bulan dengan infeksi neonatal disertai gawat nafas e.c. suspek sindrom aspirasi

mekonium.

1.4 Manfaat Penulisan

Pada penulisan laporan kasus ini penulis berharap dapat memberikan

pengetahuan pada pembaca mengenai infeksi neonatal, gawat nafas dan

penyebabnya, sindrom aspirasi mekonium, serta permasalahannya secara lebih

mendalam.

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Infeksi Neonatal

Penyebab kematian neonatal kelompok umur 8-28 hari adalah infeksi

57,1% (termasuk tetanus, sepsis, pnemonia, diare), dan masalah minum 14,3%.2

Infeksi neonatal dapat terjadi intrauterin melalui transplasental, didapat

intrapartum saat melalui jalan lahir selama proses persalinan, atau pascapartum

akibat sumber infeksi dari luar setelah lahir. Infeksi intrapartum dapat terjadi pada

saat melalui jalan lahir atau infeksi asendens bila terjadi partus lama dan ketuban

pecah dini. Kelompok virus yang sering menjadi penyebab termasuk herpes

simplex, HIV, cytomegalovirus (CMV), dan hepatitis B yaitu virus yang jarang

ditularkan secara transplasental. Sedangkan kelompok kuman termasuk

Streptokokus grup B Gram negatif, kuman enterik Gram negatif (terutama

Escheria coli), gonokokus dan klamidia. Infeksi pasca persalinan terjadi karena

kontak dengan ibu yang terinfeksi secara langsung misalnya ibu yang mendrita

tuberkulosis (meskipun dapat ditularkan intrauterin), melalui ASI (HIV, CMV),

kontak dengan petugas kesehatan lain, atau kuman di lingkungan rumah sakit.3

Infeksi bakterial sistemik dapat terjadi kurang dari 1%, penyakit virus 6%-

8% dari seluruh populasi neonatus dan infeksi bakteri nosokomial 2%-25% dari

bayi yang dirawat di NICU. Infeksi awitan dini apabila terjadi dalam lima hari

pertama kehidupan pada umumnya disebabkan karena infeksi intrauterin atau

5

intrapartum sedangkan infeksi awitan lambat terjadi sesudah umur tujuh hari dan

sering terjadi selama pasca persalinan dan akibat kolonisasi nosokomial.4

Menurut perkiraan WHO, terjadi sekitar 5 juta kematian neonatus pada

tahun 1995 dan menurun menjadi 4 juta pada tahun 2004, namun tetap 98%

terjadi di negara sedang berkembang. Sebagian infeksi dilaporkan di Korea terjadi

akibat paparan dengan kuman dan sumber dari lingkungan pada saat pasca

persalinan.5

Air ketuban keruh bercampur mekonium (AKK) dapat menyebabkan

sindrom aspirasi mekonium (SAM) yang mengakibatkan asfiksia neonatorum

yang selanjutnya dapat berkembang menjadi infeksi neonatal. Insidens air ketuban

keruh terjadi pada 6%-25% kelahiran hidup, namun tidak semua neonatus yang

mengalami AKK berkembang menjadi SAM. Neonatus dengan AKK 2%-36%

menghirup mekonium sewaktu di dalam rahim atau saat napas pertama,

sedangkan neonatus yang mempunyai AKK 11% berkembang menjadi SAM

dengan berbagai derajat.6

Fisiologi Dasar Infeksi Neonatal

Sejak masa kehamilan sampai ketuban pecah, janin relatif terlindungi dari

flora mikroba ibu oleh 2009membran/dinding korioamniotik, plasenta, dan faktor

antibakteria dalam air ketuban. Beberapa tindakan medis yang mengganggu

integritas isi rahim seperti amniosintesis, cervical cerclage, pengambilan contoh

vili korialis transservikal, atau pengambilan contoh darah perkutaneus, dapat

memudahkan organisme normal kulit atau vagina masuk sehingga menyebabkan

amnionitis dan infeksi sekunder pada janin. Bila ketuban pecah lebih dari 24 jam,

6

bakteri vagina dapat bergerak naik dan pada beberapa kasus menyebabkan

inflamasi pada membran janin, tali pusat, dan plasenta. Infeksi pada janin dapat

disebabkan oleh aspirasi air ketuban yang terinfeksi, dapat mengakibatkan

neonatus lahir mati, persalinan kurang bulan, atau sepsis neonatal. Organisme

yang paling sering ditemukan dari air ketuban yang terinfeksi adalah bakteri

anaerobik, streptokokus kelompok B, Eschericia coli, dan mikoplasma daerah

genital. Infeksi pada ibu saat proses kelahiran terutama infeksi genital adalah jalur

utama transmisi maternal dan dapat berperan penting pada kejadian infeksi

neonatal. Infeksi hematogen transplasental selama atau segera sebelum persalinan

(termasuk saat pelepasan plasenta) dapat terjadi walau infeksi lebih mungkin

terjadi saat neonatus melewati jalan lahir. Banyak komplikasi penyakit dan

gangguan kandungan yang terjadi sebelum dan sesudah proses persalinan yang

berkaitan dengan peningkatan risiko infeksi pada neonatus baru lahir. Komplikasi

ini meliputi persalinan kurang bulan, ketuban pecah dini yang berkepanjangan,

inersia uterin dengan ekstraksi forseps tinggi, dan demam pada ibu. Saat bakteri

mencapai aliran darah, sistem monosit-makrofag dapat menyingkirkan organisme

tersebut secara efisien dengan opsonisasi oleh antibodi dan komplemen sehingga

bakteriemi hanya terjadi singkat. Bakteremia tergantung dari usia pasien, virulensi

dan jumlah bakteri dalam darah, status nutrisi dan imunologis, waktu dan asal

intervensi terapi, menyebabkan respon inflamasi sistemik dari sumber infeksi

berkembang luas.7,8

Diagnosis infeksi neonatal didasarkan atas anamnesis, pemeriksaan klinis,

dan pemeriksaan penunjang (laboratorium).7

7

Diagnosis laboratorium

a. Diagnosis pasti infeksi neonatal ditegakkan berdasarkan biakan darah, cairan

serebrospinal, urin, dan infeksi lokal

b. Diagnosis tidak langsung:

Jumlah leukosit, hitung jenis, leukopenia <5000 /mm3, leukositosis

>12000/mm3, hanya bernilai untuk sepsis awitan lambat

Neutropenia (<1500/mm3 ), neutrofilia (<7000/mm3) hanya bernilai untuk

sepsis awitan lambat

Rasio I:T ( >0,18 )

Trombositopenia (<100,000/mm3)

C-reactive protein positif (>6 mg/L), merupakan nilai prognostic

ESR (erytrocyte sedimentation rate) atau micro-ESR pada dua minggu

pertama (nilai normal dihitung pada usia hari ketiga)

Haptoglobin, fibrinogen dan leukocyte elastase assay

Pengecatan gram cairan aspirat lambung positif (bila >5 neutrophils/LPB)

atau ditemukan bakteri

Pemeriksaan fibonektin

Pemeriksaan sitokin, interleukin-1, soluble interleukin 2receptor,

interleukin-6, dan tumour necrosis factor –a, dan deteksi kuman patogen

GBS & ECK 1 dengan, pemeriksaan latex particle agglutination dan

countercurrent immunoelectrophoresis

Polymerase chain reaction suatu cara baru untuk mendeteksi DNA bakteri

8

Prokalsitonin merupakan petanda infeksi neonatal awitan dini dan lambat,

memberikan hasil yang cukup baik pada kelompok risiko tinggi

Pada neonatus yang sakit berat, kadar prokalsitonin merupakan petanda

infeksi yang lebih baik dibanding C- reactive protein dan jumlah leukosit.

Kadar prokalsitonin 2 mg/ml mungkin sangat berguna untuk membedakan

penyakit infeksi bakterial dari virus pada neonatus dan anak

Tabel 1. Manifestasi klinis infeksi neonatal7

Kategori A Kategori B Kesulitan bernapas (misalnya, apnea, napas

lebih dari 30 kali per menit, retraksi dinding dada, grunting pada waktu ekspirasi, sianosis sentral)

Kejang Tidak sadar Suhu tubuh tidak normal (tidak normal sejak

lahir dan tidak memberi respons terhadap terapi atau suhu tidak stabil sesudah pengukuran suhu normal selama tiga kali atau lebih, menyokong diagnosis sepsis)

Persalinan di lingkungan yang kurang higienis (menyokong kecurigaan sepsis)

Kondisi memburuk secara cepat dan dramatis (menyokong kecurigaan sepsis)

Tremor Letargi atau lunglai Mengantuk atau aktivitas berkurang Iritabel atau rewel Muntah (menyokong kecurigaan sepsis) Perut kembung (menyokong kecurigaan

sepsis) Tanda klinis mulai tampak sesudah hari ke

empat (menyokong kecurigaan sepsis) Air ketuban bercampur mekonium Malas minum sebelumnya minum dengan

baik (menyokong kecurigaan sepsis)

Disimpulkan bahwa pertanda infeksi atau sepsis neonatal dilakukan

melalui pengukuran serial petanda infeksi untuk meningkatkan sensitivitas

diagnosis dan berguna untuk penghentian secara dini terapi antibiotik. Namun

tidak ada satupun uji diagnosis terbaru yang cukup sensitif dan spesifik untuk

mempengaruhi keputusan klinis dan meneruskan terapi antibiotik pada saat awitan

dugaan infeksi.

Oleh karena itu suatu petanda diagnostik yang kompeten juga harus

mempunyai spesifisitas yang tinggi (hasil negatif bila tidak ada infeksi) dan nilai

9

prediksi positif yang baik (ada infeksi bila hasil positif) yang sebaiknya lebih dari

85%, dalam rangka untuk mengurangi penggunaan antibiotik yang tidak perlu

pada kasus positif palsu. Sebagai tambahan nilai potong yang optimal harus

ditentukan pada populasi pasien secara spesifik dengan menggunakan kurva ROC

(receiver operating characteristics curve) untuk setiap petanda.13,14,15

II.2. Sindrom Aspirasi Mekonium

Air ketuban keruh terjadi pada 8%–16% dari seluruh persalinan, terjadi

baik secara fisiologis ataupun patologis yang menunjukkan gawat janin. Faktor

patologis yang berhubungan dengan AKK termasuk hipertensi maternal, penyakit

kardiorespiratori maternal, eklampsia, dan berbagai sebab gawat janin. Keadaan

AKK menempati posisi penting sebagai risiko SAM yang merupakan penyebab

signifikan morbiditas dan mortalitas janin. 9

Definisi SAM adalah sindrom atau kumpulan berbagai gejala klinis dan

radiologis akibat janin atau neonatus menghirup atau mengaspirasi mekonium.

Sindrom aspirasi mekonium dapat terjadi sebelum, selama, dan setelah proses

persalinan. Mekonium yang terhirup dapat menutup sebagian atau seluruh jalan

napas neonatus. Udara dapat melewati mekonium yang terperangkap dalam jalan

napas neonatus saat inspirasi. Mekonium dapat juga terperangkap dalam jalan

napas neonatus saat ekspirasi sehingga mengiritasi jalan napas dan menyebabkan

kesulitan bernapas. Tingkat keparahan SAM tergantung dari jumlah mekonium

yang terhirup, ditambah dengan kondisi lain seperti infeksi intrauterin atau lewat

bulan (usia kehamilan lebih dari 42 minggu). Secara umum, semakin banyak

mekonium yang terhirup, semakin berat kondisi klinis neonatus. Lingkaran

10

kejadian yang terdiri dari hipoksemia, shunting atau pirau, asidosis, dan hipertensi

pulmonal sering dihubungkan dengan SAM. Tujuan intervensi di kamar bersalin

untuk menurunkan angka insidens dan tingkat keparahan aspirasi mekonium.

Berdasar bukti dari penelitian yang tidak acak, direkomendasikan bahwa semua

neonatus yang lahir dengan mekonium yang kental sebaiknya diintubasi sehingga

dapat dilakukan penghisapan jalan napas dengan sempurna. Pada penelitian yang

sedang berjalan, terjadi perdebatan pertimbangan penghisapan intratrakeal selektif

atau pada semua neonatus dengan pewarnaan mekonium pada air ketuban.10

Kejadian SAM merupakan masalah yang paling sering dihadapi spesialis

anak dan spesialis kebidanan. Di Amerika Serikat diperkirakan 520.000 (12% dari

kelahiran hidup) dipersulit dengan adanya pewarnaan AKK dan 35% diantaranya

akan berkembang menjadi SAM (sekitar 4% dari kelahiran hidup). Sekitar 30%

neonatus dengan SAM akan membutuhkan ventilasi mekanik, 10% berkembang

menjadi pneumotoraks, dan 4% meninggal. Enampuluh enam persen dari seluruh

kasus hipertensi pulmonal persisten berkaitan dengan SAM. 10 Pengeluaran

mekonium ke dalam air ketuban pada umumnya merupakan akibat dari keadaan

hipoksia intrauterin dan atau gawat janin. Apabila mekonium dikeluarkan dalam

waktu empat jam sebelum persalinan, kulit neonatus akan berwarna mekonium.

Neonatus yang lahir dengan letak sungsang atau presentasi bokong sering

mengeluarkan mekonium sebelum persalinan namun tanpa terjadi gawat

janin.11Sekitar 1,3% dari seluruh populasi bayi lahir hidup mempunyai

komplikasi AKK dan hanya 5% bayi baru lahir dengan AKK berkembang

menjadi SAM. Yoder dkk yang dikutip oleh Gelfand SL dkk12 mencatat adanya

11

penurunan insidens SAM dari 5,8% sampai 1,5% terjadi selama periode 1990

sampai 1997 yang mendukung penurunan insidens kematian 33% pada bayi

dengan umur kehamilan lebih 41 minggu. Mekonium di dalam AK dapat juga

secara sederhana menunjukkan maturasi fungsi saluran cerna janin. Insidensi

pasase mekonium jarang terjadi sebelum usia gestasi 34 minggu dan akan

meningkatkan sampai usia kehamilan 37 minggu dan lebih meningkat lagi

sesudah 37 minggu.11

Kriteria derajat berat SAM dibedakan menjadi, SAM ringan apabila bayi

memerlukan O2 kurang 40% pada umur kurang 48 jam, SAM sedang apabila

memerlukan lebih 40% pada umur lebih 48 jam tanpa kebocoran udara, dan SAM

berat apabila memerlukan ventilator mekanik untuk lebih 48 jam dan sering

dihubungkan dengan hipertensi pulmonal persisten.12

Penyebab aspirasi mekonium mungkin terjadi intrauterin atau segera

sesudah lahir. Hipoksia janin kronik dan asidosis dapat mengakibatkan gasping

janin yang mempunyai konsekuensi aspirasi mekonium intrauterin. Beberapa

bukti dilaporkan bahwa kejadian kronik intrauterin bertanggung jawab untuk

kasus SAM berat yang berbeda dengan kejadian peripartum akut. Berbeda

dengan, bayi yang lahir bugar yang menghirup AKK dari nasofaring pada saat

lahir dapat berkembang menjadi SAM ringan sampai berat.12

Analisis bivariat menunjukkan empat faktor risiko terjadi SAM adalah

skor Apgar <5 pada menit ke lima, mekonium kental, denyut jantung yang tidak

teratur atau tidak jelas, dan berat lahir.15

12

Mekonium kental merupakan faktor penyebab kematian yang penting,

kurang lebih sepertiga bayi dengan SAM memerlukan ventilator mekanik 13,3%.

Mekonium diduga sangat toksik bagi paru karena berbagai macam cara. Sulit

menentukan mekanisme mana yang paling dominan dalam suatu saat. Mekanisme

terjadinya SAM diduga melalui mekanisme, obstruksi mekanik saluran napas,

pneumonitis kimiawi, vasokonstriksi pembuluh darah vena, dan surfaktan yang

inaktif.12

Obstruksi mekanik

Mekonium yang kental dan liat dapat menyebabkan obstruksi mekanik

total atau parsial. Pada saat bayi mulai bernapas, mekonium bergerak dari saluran

napas sentral ke perifer. Partikel mekonium yang terhirup ke dalam saluran napas

bagian distal menyebabkan obstruksi dan atelektasis sehingga terjadi area yang

tidak terjadi ventilasi dan perfusi menyebabkan hipoksemia. Obstruksi parsial

menghasilkan dampak katup–bola atau ball-valve effect yaitu udara yang dihirup

dapat memasuki alveoli tetapi tidak dapat keluar dari alveoli. Hal ini akan

mengakibatkan air trapping di alveoli dengan gangguan ventilasi dan perfusi yang

dapat mengakibatkan sindrom kebocoran udara dan hiperekspansi. Risiko

terjadinya pneumotoraks sekitar 15%-33%.12

Pneumonitis

Mekonium diduga mempunyai dampak toksik secara langsung yang

diperantarai oleh proses inflamasi. Dalam beberapa jam neutrofil dan makrofag

telah berada di dalam alveoli, saluran napas besar dan parenkim paru. Dari

makrofag akan dikeluarkan sitokin seperti TNF α, TNF-1b, dan interleukin-8 yang

13

dapat langsung menyebabkan gangguan pada parenkim paru atau menyebabkan

kebocoran vaskular yang mengakibatkan pneumonitis toksik dengan perdarahan

paru dan edema. Mekonium mengandung berbagai zat seperti asam empedu yang

apabila dijumpai dalam air ketuban akan menyebabkan kerusakan langsung

pembuluh darah tali pusat dan kulit ketuban, serta mempunyai dampak langsung

vasokonstriksi pada pembuluh darah umbilical dan plasenta.12

Vasokonstruksi pulmonal

Kejadian SAM berat dapat menyebabkan komplikasi hipertensi pulmonal

persisten. Pelepasan mediator vasoaktif seperti eikosanoids, endotelin-1, dan

prostaglandin E2 (PGE2), sebagai akibat adanya mekonium dalam air ketuban

diduga mempunyai peran dalam terjadinya hipertensi pulmonal persisten.12

Sindrom aspirasi mekonium harus dipertimbangkan terjadi pada setiap

bayi baru lahir dengan AKK yang mengalami gejala gangguan napas atau distres

respirasi.

Gambaran pemeriksaan radiologi klasik menunjukkan sebaran infiltrat

difus dan asimetris. Berhubung berbagai mekanisme yang menyebabkan SAM

maka temuan gambaran radiologikpun bervariasi. Seringkali dijumpai overaerasi

yang dapat menyebabkan sindrom kebocoran udara seperti pneumotoraks,

pneumomediastinum, atau emfisema pulmonum intersisialis. Terdapat hubungan

antara derajat kelainan abnormalitas radiologik dan derajat penyakit SAM dengan

konsolidasi atau atelektasis yang merupakan faktor prognosis yang kurang baik.

Meskipun ada penelitian lain yang tidak mengkonfirmasi hubungan ini.Pasien

dengan gambaran radiologi klasik menunjukkan perbaikan lambat setelah

14

beberapa hari sampai beberapa minggu. Pemeriksaan ekokardiografi dua dimensi

diperlukan untuk mengevaluasi hipertensi pulmonal dan berguna untuk bayi pada

awal kehidupannya.12

Kejadian AKK merupakan tanda yang serius pada janin yang dihubungkan

dengan kenaikan morbiditas perinatal, maka monitor denyut janin merupakan

indikator penting. Dipertimbangkan keadaan kontroversial yang ada saat ini,

berhubungan dengan sebab pasase mekonium intra uterin. Di dalam rahim

hipoksia mengakibatkan relaksasi otot sfingter ani dipertimbangkan sebagai

penyebab pasase mekonium. Sebaliknya lingkungan intra uterin akan

mempengaruhi kesejahteraan janin dan mengakibatkan AKK misalnya infeksi

intra uterin yang mengakibatkan korioamnionitis, perlu diingat AK merupakan

media kultur yang kurang baik untuk kuman. Air ketuban yang terinfeksi dan

ditelan janin akan memicu terjadinya defekasi dini oleh janin yang juga dapat

diterangkan sebagai penyebab AKK.15

15

Gambar 1. Mekanisme Patofisiologi SAM

Ibu hamil termasuk dalam kelompok rentan kesehatan selain bayi, balita,

ibu bersalin, dan ibu menyusui sehingga pemerintah mengupayakan pelayanan

kesehatan yang mudah dijangkau oleh mereka. Pelayanan antenatal

(prapersalinan) terhadap ibu hamil meliputi pengukuran tekanan darah,

penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan, pemberian imunisasi Toxoid

tetanus (TT), pemberian tablet besi (Fe), dan pengukuran fundus uteri.8

16

Pelayanan ini diharapkan minimal diterima ibu hamil sebanyak 4 kali

yaitu sekali pada triwulan pertama dan ke dua serta dua kali pada triwulan ke tiga.

Upaya ini belum sepenuhnya berhasil; secara nasional pelayanan kunjungan baru

ibu hamil mencakup 92,72% dan kunjungan ibu hamil minimal 4 kali 75.66%.

Imunisasi TT sebanyak 2 kali selama kehamilan (TT1 dan TT2) tetapi cakupan

TT1 baru 85,1% sedangkan TT2 lebih rendah lagi yaitu 78,1%. Pemberian tablet

besi kepada ibu hamil ada 2 paket yaitu paket Fe1-30 tablet (1 bungkus) dan paket

Fe3-90 tablet (3 bungkus), dan cakupannya untuk Fe1 sebesar 77,07% sedangkan

Fe3 sebesar 63,45%. Selain itu ibu hamil juga rentan terhadap serangan infeksi

baik infeksi intra uterin maupun perinatal.8

Penyakit TORCH ialah penyakit-penyakit intrauterin atau yang didapat

pada masa perinatal; merupakan singkatan dari T = Toksoplasmosis, O = Other

yaitu penyakit lain misalnya sifilis, HIV-1dan 2, dan Sindrom Imunodefisiensi

Didapat (Acquired Immune Deficiency Syndrome/AIDS), dan sebagainya, R =

Rubela (campak Jerman), C = Cytomegalovirus, dan H = Herpes simpleks.8

Tokso merupakan penyakit protozoa sistemik yang disebabkan oleh

Toxoplasma gondii dan biasa menyerang binatang menyusui, burung, dan

manusia. Pola transmisinya ialah transplasenta pada wanita hamil, mempunyai

masa inkubasi 10-23 hari bila penularan melalui makanan (daging yang dimasak

kurang matang) dan 5-20 hari bila penularannya melalui kucing. Bila infeksi ini

mengenai ibu hamil trimester pertama akan menyebabkan 20% janin terinfeksi

toksoplasma atau kematian janin, sedangkan bila ibu terinfeksi pada trimester ke

tiga 65% janin akan terinfeksi. Infeksi ini dapat berlangsung selama kehamilan.8

17

Manifestasi klinis yang mungkin terjadi ialah: hepatosplenomegali,

ikterus, petekie, meningoensefalitis, khorioretinitis, mikrosefali, hidrosefalus,

kalsifikasi intra-kranial, miokarditis, lesi tulang, pnemonia, dan rash

makulopapular. Pencegahan dapat dilakukan antara lain dengan cara: memasak

daging sampai matang, menggunakan sarung tangan baik saat memberi makan

maupun membersihkan kotoran kucing, dan menjaga agar tempat bermain anak

tidak tercemar kotoran kucing.8

Sifilis disebabkan infeksi Treponema pallidum; dapat akut maupun kronis

yang mempunyai gambaran khas yaitu lesi, erupsi kulit dan mukosa; jangka

panjang dapat mengakibatkan lesi tulang, sistem pencernaan, sistem saraf pusat,

dan sistem kardiovaskuler. Penularan biasanya terjadi karena adanya kontak

dengan eksudat infeksius yang berasal dari kulit, membran mukosa, cairan dan

sekret tubuh (darah, ludah, cairan vagina). Penyakit ini dapat ditularkan melalui

plasenta sepanjang masa kehamilan; biasanya respon janin yang hebat akan terjadi

setelah pertengahan kedua kehamilan dengan manifestasi klinik

hepatosplenomegali, ikterus, petekie, meningoensefalitis, khorioretinitis, dan lesi

tulang. Infeksi yang didapat di akhir kehamilan biasanya tidak menyebabkan

gejala pada bayi baru lahir, baru setelah beberapa minggu/bulan kemudian akan

ditemukan gejala-gejala: snuffles (kotoran hidung mukopurulen), ruam makuler

besar berwarna tembaga, lesi (plak) sekitar mulut dan anus, hepatosplenomegali,

radang periosteum, Hutchinson’s teeth, saddle nose, saber shins, dan lainnya.

Infeksi penyakit ini juga dapat menyebabkan bayi berat badan lahir rendah, atau

bahkan kematian janin.8

18

Pencegahan antara lain dengan cara: promosi kesehatan tentang penyakit

menular seksual, mengontrol prostitusi bekerja sama dengan lembaga sosial,

memperbanyak pelayanan diagnosis dini dan pengobatannya, untuk penderita

yang dirawat dilakukan isolasi terutama terhadap sekresi dan eksresi penderita.8

HIV dan AIDS terjadi karena infeksi retrovirus. Pada awalnya infeksi ini

menunjukkan gejala yang tidak spesifik, misalnya limfadenopati, anoreksia, diare

kronis, penurunan berat badan, dan sebagainya. Komplikasi penyakit ini antara

lain ialah Pneumocystis carinii pneumonia, chronic enteric cryptosporidiosis,

disseminated strongyloidiasis, dan sebagainya.8

Penularan terjadi karena kontak seksual antar manusia dengan masa

inkubasi antara 6 bulan hingga 5 tahun; jika lewat transfusi darah masa

inkubasinya rata-rata 2 tahun. Pada janin penularan terjadi secara transplasenta,

tetapi dapat juga akibat pemaparan darah dan sekret serviks selama persalinan.

Kebanyakan bayi terinfeksi HIV belum menunjukkan gejala pada saat lahir,

sebagian anak akan menunjukkan gejala pada umur 12 bulan pertama dan

sebagian lainnya pada umur yang lebih tua.8

Gejala yang akan terlihat antara lain: gejala non spesifik, penyakit

neurologis progresif (ensefalopati dengan gejala kelambatan perkembangan atau

kemunduran fungsi motorik, kemampuan intelektual,atau perilaku), pneumonitis

interstisial limfoid, infeksi sekunder (infeksi oportunis yaitu Pneumocystis carinii

pneumonia, chronic enteric cryptosporidiosis, disseminated strongyloidiasis, dan

dapat terjadi infeksi bakteri misalnya meningitis, infeksi lainnya misalnya varisela

19

primer yang mengakibatkan infeksi menyeluruh pada hati, paru, sistem koagulasi,

dan otak), kanker sekunder.8

Pencegahan antara lain dengan cara: menghindari kontak seksual dengan

banyak pasangan terutama hubungan seks anal, skrining donor darah lebih ketat,

dan pengolahan darah dan produknya dengan lebih hati-hati.8

Campak Jerman Penyakit ini disebabkan oleh virus Rubella yang termasuk

famili Togaviridae dan genus Rubivirus, infeksi virus ini terjadi karena adanya

kontak dengan sekret orang yang terinfeksi; pada wanita hamil penularan ke janin

secara intrauterin. Masa inkubasinya rata-rata 16-18 hari. Periode prodromal dapat

tanpa gejala (asimtomatis), dapat juga badan terasa lemah, demam ringan, nyeri

kepala, dan iritasi konjungtiva.8

Penyakit ini agak berbeda dari toksoplasmosis karena rubela hanya

mengancam janin bila didapat saat kehamilan pertengahan pertama, makin awal

(trimester pertama) ibu hamil terinfeksi rubela makin serius akibatnya pada bayi

yaitu kematian janin intrauterin, abortus spontan, atau malformasi kongenital pada

sebagian besar organ tubuh (kelainan bawaan): katarak, lesi jantung,

hepatosplenomegali, ikterus, petekie, meningo-ensefalitis, khorioretinitis,

hidrosefalus, miokarditis, dan lesi tulang. Sedangkan infeksi setelah masa itu

dapat menimbulkan gejala subklinik misalnya khorioretinitis bertahun-tahun

setelah bayi lahir. Pencegahan antara lain dengan cara isolasi penderita guna

mencegah penularan, pemberian vaksin rubela, dan semua kasus rubela harus

dilaporkan ke institusi yang berwenang.8

20

Sitomegalovirus disebabkan oleh Human cytomegalovirus, subfamili

betaherpesvirus, famili herpesviridae. Penularannya lewat paparan jaringan,

sekresi maupun ekskresi tubuh yang terinfeksi (urine, ludah, air susu ibu, cairan

vagina, dan lain-lain). Masa inkubasi penyakit ini antara 3-8 minggu. Pada

kehamilan infeksi pada janin terjadi secara intrauterin. Pada bayi, infeksi yang

didapat saat kelahiran akan menampakkan gejalanya pada minggu ke tiga hingga

ke dua belas; jika didapat pada masa perinatal akan mengakibatkan gejala yang

berat.8

Infeksi virus ini dapat ditemukan secara luas di masyarakat; sebagian

besar wanita telah terinfeksi virus ini selama masa anak-anak dan tidak

mengakibatkan gejala yang berarti. Tetapi bila seorang wanita baru terinfeksi pada

masa kehamilan maka infeksi primer ini akan menyebabkan manifestasi gejala

klinik infeksi janin bawaan sebagai berikut: hepatosplenomegali, ikterus, petekie,

meningoensefalitis, khorioretinitis dan optic atrophy, mikrosefali, letargia, kejang,

hepatitis dan jaundice, infiltrasi pulmonal dengan berbagai tingkatan, dan

kalsifikasi intrakranial. Jika bayi dapat bertahan hidup akan disertai retardasi

psikomotor maupun kehilangan pendengaran.8

Pencegahan dapat dilakukan antara lain dengan cara: menjaga kebersihan

terutama sesudah buang air besar, menghindari transfusi darah pada bayi dari ibu

seronegatif dengan darah yang berasal dari donor seropositif, dan menghindari

transplantasi organ tubuh dari donor seropositif ke resipien seronegatif.8

Herpes simpleks disebabkan infeksi Herpes simplex virus (HSV); ada 2

tipe HSV yaitu tipe 1 dan 2. Tipe 1 biasanya mempunyai gejala ringan dan hanya

21

terjadi pada bayi karena adanya kontak dengan lesi genital yang infektif;

sedangkan HSV tipe 2 merupakan herpes genitalis yang menular lewat hubungan

seksual. HSV tipe 1 dan 2 dapat dibedakan secara imunologi. Masa inkubasi

antara 2 hingga 12 hari. Infeksi herpes superfisial biasanya mudah dikenali

misalnya pada kulit dan membran mukosa juga pada mata.8

Pada bayi infeksi ini didapat secara perinatal akibat persalinan lama

sehingga virus ini mempunyai kesempatan naik melalui membran yang robek

untuk menginfeksi janin. Gejala pada bayi biasanya mulai timbul pada minggu

pertama kehidupan tetapi kadang-kadang baru pada minggu ke dua-tiga.

Manifestasi kliniknya: hepatosplenomegali, ikterus, petekie, meningoensefalitis,

khorioretinitis, mikrosefali, dan miokarditis.8

Pencegahan antara lain dengan cara: menjaga kebersihan perseorangan

dan pendidikan kesehatan terutama kontak dengan bahan infeksius, menggunakan

kondom dalam aktifitas seksual, dan penggunaan sarung tangan dalam menangani

lesi infeksius.8

22

BAB III

LAPORAN KASUS

III. Identitas Pasien

A. Identitas Pasien

Nama : By. Ny. R

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat & tanggal Lahir : Banjarmasin, 31 Maret 2013

Umur : 4 hari

Suku : Banjar

Bangsa : Indonesia

Agama : Islam

RMK : 1-04-12-51

B. Pemeriksaan Fisik

Tanggal : 4 April 2013

Umur : 4 hari

Berat Badan : 3150 gram

Panjang Badan : 51 cm

Tanda Vital :

Kesadaran : Kompos mentis

Denyut jantung : 170 kali/menit

Frekuensi Nafas : 35 kali/menit

Suhu Tubuh : 36,7oC

23

SD : 4

CRT : 3”

Kulit : kemerahan, sianosis (-), ikterik (+)Kremer IV

Jaringan subkutis : Ada

Kepala : Bentuk : Mesosefali

Sefal Hematom : (+)

Kaput suksadeneum : (-)

Lain-lain : tidak ada kelainan

Rambut : Hitam, merata

Mata : Sklera ikterik (+/+), konjungtiva anemis (-/-),

perdarahan sub konjungtiva (-/-)

Telinga : Simetris, lipatan pinna jelas, recoil cepat kembali.

Hidung : Pernafasan cuping hidung (-), septum deviasi (-)

Mulut : Simetris, sianosis (-), mukosa bibir basah, celah

bibir (-), celah palatal (-)

Leher : Tortikolis (-), kaku kuduk (-)

Toraks : Bentuk simetris, retraksi ringan (+)

Payudara : Teraba sedikit

Jantung : S1 dan S2 tunggal, bising (-)

Paru : Suara nafas bronkovesikuler, rhonki (-/-), wheezing

(-/-)

Abdomen : Supel, H/L/M tak teraba, bising usus (+) normal

Genitalia : Perempuan

24

Anus : (+), mekonium (+)

Ekstremitas : Atas : akral hangat, edem (-/-), parese (-/-)

Bawah : akral hangat, edem (-/-), parese (-/-)

Denyut arteri femoralis : Kanan teraba, Kiri teraba

Tulang belakang : Deformitas (-), spina bifida (-), skoliosis (-)

Tanda-tanda fraktur : Tidak ada

Tanda kelainan bawaan : Tidak ada

III.2. Dari Rekam Medik Didapatkan

Bayi lahir tanggal 31 Maret 2013 pukul 12.00 WITA

Anamnesis

Riwayat Penyakit Sekarang :

Bayi lahir tidak menangis, mekonium hijau pekat berbau, riwayat kelahiran

dengan kala II lama dan KPD >12 jam. Bayi dilahirkan dengan cara forcep

setelah sebelumnya dicoba vakum ekstraksi dua kali.

Riwayat Persalinan Kehamilan Sebelumnya

Kehamilan

ke

Tanggal/ tahun

kelahi-ran

Jenis Persali

Nan

JK

BBLHidup/Mati

Penyakit Waktu Hamil

Sebab Kematian

1 (ini)31 Maret/

2013Forcep P 3250 Hidup - -

Riwayat Keadaan Kehamilan

HPHT: 20 Juni 2012 Taksiran partus: 27 Maret 2013

TRIMESTERI II III

Jumlah Konsultasi (di bidan)Berat Badan Ibu

1 kaliTidak diukur

2 kaliTidak diukur

3 kaliTidak diukur

25

Lingkar Lengan AtasTekanan DarahPenyakit Waktu HamilJumlah tambahan zat besiSuntikan toksin tetanusObat-obatan yang diterimaKebiasaan waktu hamil

- makanan :kwalitatifkwantitatif

- obat- jamu- rokok- lain-lain

Tidak diukur110/70 mmHg

Tidak adaTidak ada Tidak adaTidak adaTidak ada

yang khusus

CukupCukup

(-)(-)(-)(-)

Tidak diukur110/70 mmHg

Tidak adaTidak adaTidak adaTidak adaTidak ada

yang khusus

CukupCukup

(-)(-)(-)(-)

Tidak diukur110/70 mmHg

Tidak adaTidak adaTidak adaTidak adaTidak ada

yang khusus

CukupCukup

(-)(-)(-)(-)

Faktor Risiko

Mayor

- KPD > 24 jam- Demam Intrapartum > 380C- Khorioamniotis+ Ketuban Berbau- DJJ > 160 x/menit

Minor

+ KPD > 12 jam- Demam Intrapartum > 37,50C+ Nilai Apgar rendah (menit I < 5 dan menit V < 7)- BBLSR < 1500 gr- Usia gestasi < 37 minggu- Kehamilan Ganda- Keputihan gatal dan berbau

26

Laboratorium Ibu:

Hb : tidak diketahui

Ht : tidak diketahui

Trombosit : tidak diketahui

Keadaan Persalinan Sekarang

Diagnosis Ibu : G1P0A0 hamil 40-41 minggu

Jenis persalinan : Forcep, Dipimpin oleh : dokter residen obgyn

Indikasi : vakum ekstraksi gagal

Waktu persalinan : 31 Maret 2013 jam : 12.00 WITA

Kelahiran : Tunggal

Letak/presentasi bayi : Membujur/ kepala

Kondisi saat lahir : Hidup

Lama persalinan kala I : tidak diketahui

Lama persalinan kala II : >2 jam

Lama ketuban pecah : >12 jam

Kondisi air ketuban : hijau pekat berbau

Volume air ketuban : Tak dilakukan pengukuran

Secondary Arrest : -

Arrest of Descent : -

Protective active phase : + (ibu tidak mau mengedan)

Prolonge latent phase : -

27

Keadaan Bayi Saat Lahir

Penilaian bayi dengan skor Apgar

Tanda 0 1 2Jumlah

nilai1 3 3

Frekuensi Jantung

tidak ada < 100 >1001 1 1

Usaha bernafas

TidakAda

Lambat menangiskuat

0 1 1

Tonus otot

Lumpuh Ekstremitasfleksi sedikit

GerakanAktif

0 0 0

Refleks terhadap rangsangan

TidakBereaksi

GerakanSedikit

ReaksiMelawan 0 0 0

Warna

Biru/Pucat

Tubuhkemerahan,tangan dankaki biru

Kemerah-an

0 1 1

Penilaian 1 menit sesudah lahir lengkap

Penilaian 5 menit sesudah lahir

A. Riwayat Resusitasi

Tindakan/ventilasi :

Perangsangan

Pemberian 02 dengan tekanan tidak langsung

Pemberian 02 dengan tekanan langsung/VTP

Pijat Jantung

Medikasi pada bayi :

Adrenalin (-)

28

Glukose (-)

Injeksi vit K 1 x 1 mg (IM)

Gentamisin salep OD/OS

Plasenta : berat : - Tali pusat : Panjang : -

: Ukuran : - : jumlah : Arteri : 2

Vena : 1

: Kalsifikasi : - : Pewarnaan : -

: lain-lain : - : Lain-lain : -

B. Antropometri

Berat badan lahir : 3250 gram

Panjang badan lahir : 51 cm

Lingkar kepala : 34 cm

Lingkar dada : 34 cm

RESUME

Nama : By. Ny. R

Jenis Kelamin : Perempuan

BB/PB/LK : 3150 gram/ 51 cm/ tidak diukur

TL/JL/CL : 31 Maret 2013/ 12.00 WITA/ Forcep

Faktor Risiko Mayor : Ketuban berbau

Faktor Risiko Minor : KPD >12 jam, nilai Apgar rendah

Pemeriksaan Fisik :

SD : 4

29

Denyut Jantung : 170 kali/ menit

Frekuensi Napas : 35 kali/ menit

Suhu tubuh : 36,70C

CRT : 3 detik

Kulit : ikterik (+) Kremer IV

Kepala : sefal hematom (+)

Rambut : hitam merata

Mata : ikterik (+/+)

Telinga : simetris, lipatan pinna jelas, recoil cepat kembali

Hidung : pernafasan cuping hidung (-)

Mulut : Sianosis (-)

Leher : tortikolis (-), kaku kuduk (-)

Thoraks : simetris, retraksi ringan (+)

Payudara : Sedikit teraba

Jantung : S1 dan S2 tunggal, bising (-)

Paru : suara nafas bronkovesikuler, ronkhi (-/-),

wheezing (-/-)

Abdomen : supel, Bising Usus (+) normal

Genitalia : perempuan

Anus : ada, mekonium (+)

Ekstremitas : akral hangat, edem (-/-) parese (-/-)

Denyut a.femoralis : teraba

Tulang belakang : tidak ada kelainan

30

Tanda fraktur : tidak ada

Tanda kelainan bawaan : tidak ada

Masa gestasi : 40-41 minggu

Diagnosis banding

I II III IV V VI

Gawat napas Infeksi neonatal

BCB SMK BBLC SPT forceps a/i VE gagal

Sindrom Aspirasi Mekonium (SAM)

Sepsis neonatal BKB KMK BBLSR

Penyakit Membran Hialin(PMH)

Kelainan kongenital

BLB BMK BBLR

Diagnosis sementara

I. BCB SMK BBLC

II. Infeksi neonatal

III. Gawat nafas e.c. suspek SAM

Terapi

I. Rawat inkubator

II. O2 nasal 1-2 liter/menit

III. Kebutuhan cairan

Infus D10% : NaCl (4:1) / 100 cc + 4 cc Ca Gluconas 10% + 2 cc KCl

7,46% → 9,5 cc/jam

31

Protein AF 3 gr → 8,1 cc/jam

Lipid 2,5 gr → 1,2 cc/jam

Produk darah (-)

ASI (diet 10 cc/ kg BB → 8x4 cc)

IV. Obat-obatan

Intra Vena : Ampicillin 2 x 165 mg (H.5)

Gentamicin 16,5 mg/36 jam (H.5)

Sibital 2 x 5 mg

V. Monitor : Keadaan umum, tanda vital, capilarry reffil time, SD

VI. Program : Fisioterapi

USG kepala

Tunggu hasil kultur darah (7-4-2013)

Pemeriksaan Penunjang

Hasil pemeriksaan laboratorium darah tgl 31 Maret 2013

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

HematologiHbLekositEritrositHematokritTrombositRDW – CV

14,624,53,774429315,4

14,0-18,04 – 10,53,9 – 5,540-50150 – 45011,5 – 14,7

g/dlribu/uljuta/ulvol %ribu/ul%

MCVMCHMCHC

116,838,733,2

80,0 – 97,027,0 – 32,032,0 – 38,0

Flpg%

Hitung JenisNeutrofil %Limfosit %

58,333,2

50 – 7025 – 40

%%

32

MID % 6,8 3,0-9,0 %Kimia DarahGula Darah Sewaktu 172 < 200 mg/dl

Hasil pemeriksaan laboratorium darah tgl 1 April 2013

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

Kimia DarahGula Darah Sewaktu 168 < 200 mg/dlBilirubin totalBilirubin direkBilirubin indirek

14,312,0712,24

0,20-1,200,00-0,500,20-0,60

mg/dlmg/dlmg/dl

ElektrolitNatriumKaliumClorida

136,17,1101,0

135-1463,4-5,495-100

mmol/lmmol/lmmol/l

Prothrombin TimeHasil PTINRControl Normal PTHasil APTTINR

11,30,9911,425,326,1

9,9-13,5--22,2-37,0-

detik--Detik-

Hasil pemeriksaan laboratorium darah tgl 2 April 2013

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan SatuanElektrolitNatriumKaliumClorida

135,25,698,8

135-1463,4-5,495-100

mmol/lmmol/lmmol/l

Hasil pemeriksaan laboratorium darah tgl 5 April 2013

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

HematologiHbLekositEritrositHematokritTrombositRDW – CV

13,85,34,1939,43518,5

14,0-18,04 – 10,53,9 – 5,540-50150 – 45011,5 – 14,7

g/dlribu/uljuta/ulvol %ribu/ul%

33

MCVMCHMCHC

94,232,935

80,0 – 97,027,0 – 32,032,0 – 38,0

Flpg%

Hitung JenisGran%Limfosit %MID %

69,920,49,7

50,0 – 70,025 – 404,0-11,0

%%%

Kimia DarahGula Darah Sewaktu 75 < 200 mg/dlAlbumin 3,4 3,5-5,5 g/dlBilirubin totalBilirubin direkBilirubin indirek

24,348,4115,93

0,20-1,200,00-0,500,20-0,60

mg/dlmg/dlmg/dl

ElektrolitNatriumKaliumClorida

129,65,095,6

135-1463,4-5,495-100

mmol/lmmol/lmmol/l

Prothrombin TimeHasil PTINRControl Normal PTHasil APTTINR

14,71,2711,437,426,1

9,9-13,5--22,2-37,0-

detik--Detik-

Hasil pemeriksaan laboratorium darah tgl 6 April 2013

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

Faal Lemak dan JantungTrigliserida 222 60-165 mg/dlHatiAlbumin 3,9 3,5-5,5 g/dl

Hasil pemeriksaan laboratorium darah tgl 8 April 2013

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

HematologiHbLekositEritrositHematokrit

12,216,24,0037,6

12,0-20,04 – 10,54,0 – 6,042-52

g/dlribu/uljuta/ulvol %

34

TrombositRDW – CV

3019,8

150 – 45011,5 – 14,7

ribu/ul%

MCVMCHMCHC

94,230,532,4

80,0 – 97,027,0 – 32,032,0 – 38,0

Flpg%

Hitung JenisGran%Limfosit %MID %

65,621,413,0

50,0 – 70,025 – 404,0-11,0

%%%

Kimia DarahBilirubin totalBilirubin direkBilirubin indirek

29,5811,6317,95

0,20-1,200,00-0,500,20-0,60

mg/dlmg/dlmg/dl

ElektrolitNatriumKaliumClorida

142,93,8103,6

135-1463,4-5,495-100

mmol/lmmol/lmmol/l

Prothrombin TimeHasil PTINRControl Normal PTHasil APTTINR

11,71,0311,426,826,1

9,9-13,5--22,2-37,0-

detik--Detik-

Faal Lemak dan JantungTrigliserida 328 60-165 mg/dl

Hasil pemeriksaan laboratorium darah tgl 9 April 2013

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

HatiAlbumin 4,2 3,5-5,5 g/dl

Hasil pemeriksaan laboratorium darah tgl 10 April 2013

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

HematologiHbLekositEritrositHematokrit

11,911,93,8736,6

12,0-20,04 – 10,54,0 – 6,042-52

g/dlribu/uljuta/ulvol %

35

TrombositRDW – CV

4918,3

150 – 45011,5 – 14,7

ribu/ul%

MCVMCHMCHC

94,730,732,5

80,0 – 97,027,0 – 32,032,0 – 38,0

Flpg%

Hitung JenisGran%Limfosit %MID %

49,432,717,9

50,0 – 70,025 – 404,0-11,0

%%%

Hasil pemeriksaan laboratorium darah tgl 2 April 2013

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

KULTURSpesimenHasil Pemeriksaan

DarahNegatif

Hasil pemeriksaan laboratorium darah tgl 18 April 2013

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

HematologiHbLekositEritrositHematokritTrombositRDW – CV

10,016,53,3830,326918,2

14,0-18,04 – 10,54,0 – 6,042-52150 – 45011,5 – 14,7

g/dlribu/uljuta/ulvol %ribu/ul%

MCVMCHMCHC

89,729,533,0

80,0 – 97,027,0 – 32,032,0 – 38,0

Flpg%

Hitung JenisGran%Limfosit %MID %

48,438,413,2

50,0 – 70,025 – 404,0-11,0

%%%

Hasil pemeriksaan laboratorium darah tgl 20 April 2013

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

HematologiHbLekosit

13,312,2

14,0-18,04 – 10,5

g/dlribu/ul

36

EritrositHematokritTrombositRDW – CV

4,5640,231616,8

3,9 – 5,540-50150 – 45011,5 – 14,7

juta/ulvol %ribu/ul%

MCVMCHMCHC

88,229,133,0

80,0 – 97,027,0 – 32,032,0 – 38,0

Flpg%

Hitung JenisGran%Limfosit %MID %

50,438,511,1

50,0 – 70,025 – 404,0-11,0

%%%

Kimia DarahBilirubin totalBilirubin direkBilirubin indirek

8,783,874,91

0,20-1,200,00-0,500,20-0,60

mg/dlmg/dlmg/dl

Hasil pemeriksaan foto thorax AP tanggal 1 April 2013

Cor normal. Pulmo tidak tampak infiltrat/ konsolidasi; sinus tajam

Hasil pemeriksaan foto thorax AP tanggal 4 April 2013

DD pneumonia lobaris

Atelektasis

Hasil pemeriksaan USG Kepala dan Hepatobilier tanggal 13 April 2013

USG Kepala dan liver normal

37

Follow Up harian :

Tanggal S O A P

4 April 2013

Menangis kuat (<) Gerak aktif (<)

HR : 170 x/menitRR : 35 x/menitCRT : 3 detikT : 36,70CSD : 4Ikterik Kremer IVThorak retraksi ringanL: 24,5Bil total: 14,31Bil direk: 2,07Bil indirek: 12,24PT/APTT memanjang 0,9 kali

Neonatal infectionDistress napas ec MASBCB SMK BBLCForcep a/i VE gagal + kala II lama

I. Rawat inkubatorII. O2 nasal 1-2 liter/menitIII. Kebutuhan cairan

Infus D10% : NaCl (4:1) / 100 cc + 4 cc Ca Gluconas 10% + 2 cc KCl 7,46% → 9,5 cc/jam

Protein AF 3 gr → 8,1 cc/jam Lipid 2,5 gr → 1,2 cc/jam ASI (diet 10 cc/ kg BB → 8x4 cc)

IV. Obat-obatan Intra Vena : Ampicillin 2 x 165

mg (H.5) Gentamicin 16,5 mg/36 jam (H.5) Sibital 2 x 5 mg

V. Monitor: Keadaan umum, tanda vital, capilarry reffil time, SD

VI. Program : FisioterapiUSG kepalaTunggu hasil kultur darah (7-4-2013)Ganti AB lini II

5-7 April 2013

Menangis kuat (<) Gerak aktif (<)

HR:151x/menitRR:36 x/menitCRT: 3 detikT : 37,70CSD : 4Ikterik Kremer IVThorak retraksi ringanTrombo:35000Bil tot:24,34Bil direk:8,41Bil indirek:15,93PT/APTT memanjang 1,2 kali

Neonatal infectionDistress napas ec MASBCB SMK BBLCForcep a/i VE gagal + kala II lama

I. Rawat inkubatorII. O2 nasal 1-2 liter/menitIII. Kebutuhan cairan

Infus D10% : NaCl (4:1) / 100 cc + 4 cc Ca Gluconas 10% + 2 cc KCl 7,46% → 10,2 cc/jam

Protein AF 3,5 gr → 9,5 cc/jam

Lipid 3 gr → 2 cc/jam ASI (diet 5 cc/ kg BB →

8x2 cc)IV. Obat-obatan

Intra Vena : Ceptazidin 2 x 165 mg

V. Monitor : Keadaan umum, tanda vital, capilarry reffil time, SD

VI. Program : FisioterapiUSG kepalaTunggu hasil kultur darah (7-4-2013)PuasaTranfusi TC dan Plasma

8-13 April Menangis HR:130x/menit Neonatal I. Rawat inkubator

38

2013 kuat (<) Gerak aktif (<)

RR: 43 x/menitCRT: 2 detikT: 36,50CSD : 4Ikterik Kremer IVThorak retraksi ringanL:16,2Trombo:30.000Bil tot:29,58Bil direk:11,63Bil indirek:17,95PT/APTT memanjang 1 kali

infectionDistress napas ec MASBCB SMK BBLCForcep a/i VE gagal + kala II lama

II. O2 CPAP PEEP 6 cmH2O FiO2 25%III. Kebutuhan cairan

Infus D10% : NaCl (4:1) / 100 cc + 4 cc Ca Gluconas 10% + 2 cc KCl 7,46% → 11,3 cc/jam

Protein AL 3 gr → 4,8 cc/jam

IV. Obat-obatan Intra Vena :

Ceptazidin 2 x 165 mgVit K1 1x1mg

V. Monitor : Keadaan umum, tanda vital, capilarry reffil time, SD

VI. Program : FisioterapiUSG kepala + hepatobilierAntibiotik lini IIITranfusi TC dan PlasmaRencana terapi kolestasis

14 April 2013

Keadaan membaik Pindah level IIA

18-19 April 2013

Menangis kuat (+) Gerak aktif (+)

HR:120x/menitRR: 40 x/menitCRT: 2 detikT: 37,10CSD : 0Ikterik (-)L:16,5Trombo:269.000

Neonatal infectionDistress napas ec MASBCB SMK BBLCForcep a/i VE gagal + kala II lama

I. Rawat boxII. O2 kalau perluIII. Kebutuhan cairan

Infus D10% : NaCl (4:1) / 100 cc + 4 cc Ca Gluconas 10% + 2 cc KCl 7,46% → 20,3 cc/jam

Protein AL 3 ½ gr → 5,75 cc/jam

Diet 65 cc/kgBBIV. Obat-obatan

Intra Vena : Meropenem 3 x 110 mgVit K1 1mg/minggu

PO : Urdafak 3x1 bksVit ACE 1x1 bks

V. Monitor : Keadaan umum, tanda vital, capilarry reffil time, SD

VI. Program : USG Hepatobilier

20 April 2013

Menangis HR:144 x/menit Neonatal I. Rawat box

39

kuat (+) Gerak aktif (+)

RR : 52 x/menitCRT: 2 detikT: 37,20CSD : 0ikterik (-)L:12,2Trombo:316.000Bil tot:8,78Bil direk:3,87Bil indirek:4,91

infectionDistress napas ec MASBCB SMK BBLCForcep a/i VE gagal + kala II lama

II. O2 kalau perluIII. Kebutuhan cairan

ASI on demandIV. Obat-obatan

Intra Vena : Meropenem 3 x 110 mg

PO : Urdafak 3x1 bksVit ACE 1x1 bksSupralisin 0,3 cc/hari

V. Monitor : Keadaan umum, tanda vital, capilarry reffil time, SD

VI. Program : USG Hepatobilier ulang

21 April 2013

Pasien pulang atas permintaan keluarga

40

BAB IV

DISKUSI KASUS

Dilaporkan seorang bayi yang dilahirkan tanggal 31 Maret 2013 dengan

berat lahir 3250 gram dan panjang badan lahir 51 cm. Kelahiran dilakukan dengan

forcep ditolong oleh dokter residen obsgin di BLUD RSU Ulin Banjarmasin. Bayi

dirawat di ruang teratai level III BLUD RSU Ulin Banjarmasin dengan diagnosis

infeksi neonatal serta gawat nafas dengan kecurigaan sindrom aspirasi mekonium.

Bayi didiagnosis infeksi neonatal karena saat lahir dan dilakukan

pemeriksaan laboratorium darah didapatkan salah satu indikator infeksi yaitu

leukositosis, dimana kadar leukosit darah bayi >12.000/ul yaitu sebesar 24.500/ul.

Pada bayi ini juga terjadi hiperbilirubinemia. Bayi ini lahir tidak menangis dan

diduga ada campuran mekonium pada air ketubannya karena berwarna hijau pekat

berbau yang menyokong adanya kecurigaan infeksi neonatal.

Infeksi neonatal dapat terjadi intrapartum dimana infeksi intrapartum

dapat terjadi pada saat melalui jalan lahir atau infeksi asendens bila terjadi partus

lama dan ketuban pecah dini. Kelompok virus yang sering menjadi penyebab

termasuk herpes simplex, HIV, cytomegalovirus (CMV), dan hepatitis B yaitu

virus yang jarang ditularkan secara transplasental. Sedangkan kelompok kuman

termasuk Streptokokus grup B Gram negatif, kuman enterik Gram negatif

(terutama Escheria coli), gonokokus dan klamidia.

41

Air ketuban keruh bercampur mekonium (AKK) dapat menyebabkan

sindrom aspirasi mekonium (SAM) yang mengakibatkan asfiksia neonatorum

yang selanjutnya dapat berkembang menjadi infeksi neonatal.

Faktor risiko infeksi neonatal pada bayi ini ditambah dengan adanya

ketuban pecah dini >12 jam, dimana pada kasus ketuban pecah dini bakteri vagina

dapat bergerak naik dan pada beberapa kasus menyebabkan inflamasi pada

membran janin, tali pusat, dan plasenta. Infeksi pada janin dapat disebabkan oleh

aspirasi air ketuban yang terinfeksi, dapat mengakibatkan neonatus lahir mati,

persalinan kurang bulan, atau sepsis neonatal. Organisme yang paling sering

ditemukan dari air ketuban yang terinfeksi adalah bakteri anaerobik, streptokokus

kelompok B, Eschericia coli, dan mikoplasma daerah genital.

Sindrom aspirasi mekonium harus dipertimbangkan terjadi pada setiap

bayi baru lahir dengan AKK yang mengalami gejala gangguan napas atau distres

respirasi. SAM sendiri adalah sindrom atau kumpulan berbagai gejala klinis dan

radiologis akibat janin atau neonatus menghirup atau mengaspirasi mekonium.

Sindrom aspirasi mekonium dapat terjadi sebelum, selama, dan setelah proses

persalinan.

Mekonium yang terhirup dapat menutup sebagian atau seluruh jalan napas

neonatus. Udara dapat melewati mekonium yang terperangkap dalam jalan napas

neonatus saat inspirasi. Mekonium dapat juga terperangkap dalam jalan napas

neonatus saat ekspirasi sehingga mengiritasi jalan napas dan menyebabkan

kesulitan bernapas. Tingkat keparahan SAM tergantung dari jumlah mekonium

yang terhirup, ditambah dengan kondisi lain seperti infeksi intrauterin atau lewat

42

bulan (usia kehamilan lebih dari 42 minggu). Secara umum, semakin banyak

mekonium yang terhirup, semakin berat kondisi klinis neonatus. Lingkaran

kejadian yang terdiri dari hipoksemia, shunting atau pirau, asidosis, dan hipertensi

pulmonal sering dihubungkan dengan SAM. Dan pada bayi ini terjadi

ketidakseimbangan elektrolit yang juga menyokong kecurigaan adanya aspirasi

mekonium.

Analisis bivariat menunjukkan empat faktor risiko terjadi SAM adalah

skor Apgar <5 pada menit ke lima, mekonium kental, denyut jantung yang tidak

teratur atau tidak jelas, dan berat lahir. Dimana pada kelahiran bayi ini didapatkan

mekonium yang kental dan skor Apgarnya <5.

Mekonium kental merupakan faktor penyebab kematian yang penting,

kurang lebih sepertiga bayi dengan SAM memerlukan ventilator mekanik 13,3%.

Mekonium diduga sangat toksik bagi paru karena berbagai macam cara. Sulit

menentukan mekanisme mana yang paling dominan dalam suatu saat. Mekanisme

terjadinya SAM diduga melalui mekanisme, obstruksi mekanik saluran napas,

pneumonitis kimiawi, vasokonstriksi pembuluh darah vena, dan surfaktan yang

inaktif.

43

BAB V

PENUTUP

Telah dilaporkan sebuah kasus infeksi neonatal dan gawat nafas e.c.

suspek sindroma aspirasi mekonium pada seorang bayi berusia 4 hari yang

dirawat di ruang Teratai level III BLUD RSU Ulin Banjarmasin. Bayi terdiagnosis

infeksi neonatal berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang. Diagnosis gawat nafas e.c. suspek sindroma aspirasi mekonium juga

berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Penatalaksanaan yang dilakukan selama perawatan adalah menangani keadaan

gawat napas pada bayi, pemberian antibiotik dan terapi simtomatik untuk infeksi

neonatal. Selama perawatan keadaan pasien membaik dan pasien pulang atas

permintaan keluarga pada hari perawatan ke-21.

44

DAFTAR PUSTAKA

1. Indonesia on line. Angka kematian bayi masih tinggi. Didapat dari: http://www.indonesiaontime.com/humaniora/kesehatan/19-kesehatan/4100--angka-kematian-bayi-masih-tinggi-.html

2. Djaja S. Penyakit penyebab kematian bayi baru lahir (neonatal) dan sistem pelayanan kesehatan yang berkaitan di Indonesia. Didapat dari: http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkpkbppk-gdl-res-2003-sarimawar-881-neonatal&q=survei.

3. Merck Manual Professional. Infections in neonates. Didapat dari: http://www.merck.com/mmpe/sec19/ch279/ch279a.html.

4. Adam D. Infection in neonates and prematures. Phil J Microbiol Infect Dis 1992; 22(3):332-45.

5. Hye Sun Yoon, Youn Jeong Shin, Moran Ki. Risk Factors for neonatal infections in full-term babies in South Korea Yonsei Med J 2008;49:530-6.

6. Homeier BP, Spear ML. Meconium aspiration. Didapat dari: http://kidshealth.org/parent/medical/lungs/meconium.html.

7. Chiesa C, Alessandra PA, Osborn JF, Simonetti AF, Pacifico1 L. Diagnosis of neonatal sepsis: a clinical and laboratory challenge. Clin Chem 20074;50: 279-287.

8. New Newborn Clinical Guideline- Meconium-stained liquor and MAS. Didapat dari: http://www.adhd.govt.nz/newborn/Guidelines/Admission/Meconium

9. David A N, Njokanma OF, Iroha E. Incidence of and factors associated with meconium staining of the amniotic fluid in a Nigerian University teaching hospital. J Obstet Gynaecol 2006;26:518–20.

10. Thakre R. Meconium stained amniotic fluid delivery. to intubate or not ? Didapat dari: http://www.neoclinic.net/Artcl/msaf.htm.

11. Klein JM. Care of the infant with the meconium aspiration syndrome. Dalam: Iowa Neonatology Handbook: pulmonary. Didapat dari: http://www.uihealthcare.com/depts/med/pediatrics/iowaneonatolog

45

12. Gelfand SL, Jonathan M, Fanaroff JM, Walsh MC. Meconium stained fluid: approach to themother and the baby. Pediatr Clin N Am 2004; 51:655– 67.

13. Chiesa C, Panero A, Rossi N. Stegagno M, De Giusti M, Osborn JF, dkk. Reliability of procalcitonin concentrations for the diagnosis of sepsis in critically Ill neonates. CID 1998;26.

14. Mark H, Shane MT, Kim S, Charles T, Ian AM. Diagnostic markers of infection: comparison of procalcitonin with C reactive protein and leucocyte count. Arch Dis Child 1999;81:417–21.

15. 20. P C Ng. Diagnostic markers of infection in neonates. Arch Dis Child Fetal Neonatal 2004;89:229–35.

46